Strategi Adaptasi Keluarga Nelayan di Kampung Nelayan Seberang Medan Belawan

(1)

101

INTERVIEW GUIDE

NO. PERTANYAAN PENELITIAN INFORMAN

1. Biodata diri informan : a. Nama

b. Usia

c. Jenis Kelamin d. Suku

e. Mata Pencaharian

f. Berapa lama tinggal/ Menetap

- Masyarakat Kampung Nelayan Seberang - Tokoh Masyarakat - Keluarga Nelayan

2. Lokasi Penelitian :

a. Sejarah berdirinya Kampung Nelayan? b. Letak dan Keadaan Geografis Kampung

Nelayan?

c. Sarana Prasarana di Kampung Nelayan? 1. Pendidikan

2. Kesehatan 3. Rumah ibadah 4. Jalan

5. Air bersih

6. Jaringan (internet)

- Kepala Desa - BPS

- Masyarakat Kampung Nelayan Seberang - Tokoh Masyarakat

3. Kondisi Sosial Ekonomi a. Status Tempat Tinggal b. Penghasilan/ Pendapatan. c. Pekerjaan Sampingan. d. Pengelolaan Hasil Tangkapan e. Koperasi

- Masyarakat Kampung Nelayan Seberang - Tokoh Masyarakat - Keluarga Nelayan


(2)

102

NO. PERTANYAAN PENELITIAN INFORMAN

4. Kondisi Sosial Budaya :

a. Demografi Penduduk Kampung Nelayan? - Komposisi penduduk berdasarkan

1. Jenis Kelamin 2. Mata Pencaharian 3. Tingkat Pendidikan 4. Agama

5. Suku/ Etnis 6. Usia produktif

b. Pranata sosial/ Organisasi sosial yang ada. c. Struktur masyarakat di Kampung Nelayan

Seberang secara vertikal dan horizontal dalam perekonomian dan sosial.

- Kepala Desa - BPS

- Masyarakat Kampung Nelayan Seberang - Tokoh masyarakat - Keluarga Nelayan

5. Strategi Adaptasi terhadap kondisi kemiskinan yang terjadi :

a. Dalam Bidang Ekonomi - Perikanan

-Non Perikanan

b. Dalam bidang Sosial dan Budaya

- Tokoh Masyarakat - Masyarakat Kampung

Nelayan seberang - Keluarga Nelayan

6. Alasan-alasan dalam pemilihan Kampung Nelayan Seberang Sebagai tempat tinggal

- Masyarakat Kampung Nelayan Seberang - Tokoh Masyarakat - Keluarga Nelayan


(3)

103

DAFTAR INFORMAN

No. Informan Kunci No. Informan Biasa

1. Nama : Syafaruddin Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 57 Tahun

Suku/Etnis : Jawa

1. Nama : Ajmiyah Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 43 Tahun

Suku/Etnis : Aceh 2. Nama : Hermansyah

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 33 Tahun

Suku/Etnis : Banjar

2. Nama : Lia

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 37 Tahun

Suku/Etnis : Jawa 3. Nama : Dedi/Aseng

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 37 Tahun

Suku/Etnis : Jawa

3. Nama : Putra Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 37 Tahun

Suku/Etnis : Banjar 4. Nama : Mispar

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 73 Tahun

Suku/Etnis : Melayu/ Kampong

4. Nama : Masni Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 42 Tahun

Suku/Etnis : Banjar 5. Nama : Nurasiah

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 43 Tahun

Suku/Etnis : Banjar

5. Nama : Iyus Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 33 Tahun

Suku/Etnis : Jawa 6. Nama : Ardiansyah

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 35 Tahun

Suku/Etnis : Banjar

6. Nama : Radiah Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 28 Tahun

Suku/Etnis : Melayu 7. Nama : Arifin

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 54 Tahun

Suku/Etnis :Melayu

7. Nama : Usman Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 52 Tahun


(4)

99

DAFTAR PUSTAKA

Ala, Andre Bayo. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan, Yogyakarta: Liberty, 1981

Alfian, Mely G.Tan dan Selo Soemardjan (eds.). Kemiskinan Struktural; Suatu Bunga Rampai. Malang: HIPIS , 1980

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif :Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta : Kencana, 2007

Faturrochman, Marcelius Molo. “Karakteristik Rumah Tangga Miskin”. Populasi, Volume 5, Nomor 1, Tahun 1994.

Helmi, Arif Satria. Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis. Dipublikasikan dalam Makara, Sosial Humaniora, Vol. 16, No. 1, Juli 2012: 68-78

Kusnadi. Akar Kemiskinan Nelayan.Yogyakarta : Lkis Yogyakarta, 2008

Kusnadi. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta : Lkis Yogyakarta, 2002

Kusnadi. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama Press: Bandung, 2000

Kusnadi. Polemik Kemiskinan Nelayan. Bantul: Pondok Edukasi dan Pokja Pembaharuan, 2004

Lewis, Oscar. Kisah Lima Keluarga: Kasus-Kasus Orang Meksiko dalam Kebudayaan Kemiskinan. Jakarta : Yayayan Obor Indonesia, 1988

Maleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2013

McGlynn, Frank dan Arthur Tuden. Pendekatan Antropologi Pada Perilaku Politik. Jakarta : UI Press, 2000

Musawwir. Analisis Masalah Kemiskinan Nelayan Tradisional Di Desa Padang Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tesis S2 tidak Diterbitkan. Medan : Fakultas Pasca Sarjana USU, 2009

Sumedi, Pudjo. Ketika Nelayan Harus Sandar Dayung. Jakarta : Konphalindo, 1998


(5)

100

Scott. James. C. Moral Ekonomi Petani; Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 1981

Scott. James. C. Senjatanya Orang-Orang yang Kalah. Jakarta: Yayasan Obor, 2007

Soetrisno R. Pemberdayaan Masyarakat dan Upaya Pembebasan Kemiskinan. Yogyakarta: Philosophy Press, 2001

Suparlan, D. P. Kemiskinan di Perkotaan. Penerbit Sinar Harapan dan Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 1984

Zulkifli. Pemborong dan Nelayan :Studi Kasus Pola Hubungan Patron-klien pada masyarakat Nelayan dalam Ketenagakerjaan, Kewirausahaan dan pembangunan Ekonomi Tjipto, Prijono. Jakarta : LP3ES, 1992

Sumber Lain :

http://bps.go.id diakses 15 januari 2015

http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/04/23/49/ diakses 27 januari 2015 http:// Ryzmelinda-ryzmelinda.blogspot.com/2012/04/penegertian-kemiskinan-menurut-beberapa.html?m=1 diakses pada 5 Februari 2015


(6)

62 BAB III

KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG NELAYAN SEBERANG

3.1. Kampung Nelayan Seberang: Potret Sebuah Kampung Miskin

Berdasarkan tampilan fisik perkampungan yang dinarasikan pada bab sebelumnya, adalah menjadi hal yang lumrah jika masyarakat Kampung Nelayan Seberang diidentikkan oleh banyak kalangan termasuk oleh masyarakat kampung itu sendiri sebagai perkampungan ”miskin”. Dari sekian banyak cara menjelaskannya, pilihan menjelaskan kondisi kemiskinan yang terjadi pada masyarakat kampung nelayan seberang dapat dilakukan dengan meminjam pendapat John Friedman (1979). Friedman, sebagaimana yang dikutip Ala (1981) yang menyebutkan bahwa kemiskinan adalah ketidaksamaan dan atau ketidakmampuan individu untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Sementara yang dimaksud basis kekuasaan sosial itu menurut Friedman meliputi hal-hal berikut. Pertama, penguasaan atas aset, misalnya, tanah, perumahan, peralatan dan sebagainya. Kedua, sumber keuangan, seperti pemasukan yang memadai. Ketiga, organisasi sosial bersama, seperti koperasi. Keempat, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Kelima, informasi-informasi yang berguna untuk kehidupan.

Berdasarkan kelima basis kekuasaan sosial yang dimaksud oleh Friendman (1979), maka kondisi kehidupan masyarakat Kampung Nelayan Seberang Medan Belawan yaitu sebagai berikut :


(7)

63 3.1.1. Kepemilikan Aset

Menilik sejarah kedatangan awal penduduk ke kampung ini, maka motif memperbaiki hidup tampaknya merupakan hal yang menjadi tujuan. Paling tidak kenyataan ini tergambar dari pengakuan sebagian informan saat ditanyakan mengapa mereka pindah ke Kampung Nelayan Seberang. Sekalipun demikian, pilihan untuk menetap di Kampung Nelayan Seberang adalah pilihan beresiko jika dikaitkan dengan perbaikan hidup yang diidentikkan dengan kepemilikan aset ekonomi terutama tanah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh diketahui bahwa semua masyarakat Kampung Nelayan Seberang yang mayoritas bekerja sebagai nelayan paham serta mengerti bahwa memilih tinggal di Kampung Nelayan Seberang juga harus bersedia tinggal di sana tanpa memiliki hak kepemilikan atas rumah dan tanah. Kondisi ini terjadi karena kawasan yang menjadi pemukiman masyarakat Kampung Nelayan Seberang adalah tanah negara yang diamanahkan kepada PT. Pelindo I yang berwenang dalam pengelolaan pelabuhan belawan. Ini artinya penduduk yang tinggal di Kampung Nelayan Seberang tinggal dan hidup layaknya orang yang berstatus “penyewa”. Jika lahan yang mereka tempati diperlukan sewaktu-waktu oleh pihak pemilik lahan, dalam hal ini adalah pihak Pelabuhan Belawan, maka masyarakat Kampung Nelayan Seberang harus bersedia dengan sukarela untuk untuk pindah ke pemukiman baru. kondisi ini jelas menunjukkan bahwa rumah dan tanah di Kampung Nelayan Seberang bagi masyarakat di sana bukan merupakan aset pribadi. Tidak adanya jaminan kepemilikan atas aset tanah dan rumah membuat keberlangsungan hidup terutama tempat tinggal bagi masyarakat di Kampung Nelayan Seberang menjadi “terancam”. Keterancaman


(8)

64

tersebut jelas merupakan sebuah bentuk nyata dari ketidakmampuan masyarakat Kampung Nelayan Seberang untuk mengakumulasikan basis modal sosial berupa tanah. Hal ini paling tidak sesuai dengan petikan wawancara informan, ibu Sarifah (34 Tahun) yang menjelaskan kondisi tersebut dengan pernyataan sebagai berikut :

“rumah sama tanah kami disini cuma untuk hak pakai, kalau orang perum (Pelabuhan Belawan) perlu, ya kami terpaksa pindah. Aturan itu sudah diketahui semua warga. Jadi kasarnya kami Cuma numpang hidup aja di kampung ini”. (Wawancara, 20 Mei 2015)”

Merujuk pernyataan informan terebut, terlihat betul bahwa pilihan tinggal di Kampung Nelayan Seberang adalah pilihan yang secara langsung menuntun orang untuk bersedia menetap dengan pilihan “harus siap diusir/ pindah” kapanpun diminta oleh penguasa lahan. Atas dasar kondisi itu pulalah banyak penduduk di Kampung Nelayan Seberang tidak pernah berfikir untuk membangun rumah yang kondisinya “layak huni” versi orang seberang3

. Bagi sebagian mereka dorongan untuk membangun rumah sebagaimana yang diharapkan adalah hal yang sia-sia sebab hak milik atas tanah dan rumahnya juga tidak ada. Kondisi inilah yang mendorong sebagian mereka memilih untuk tinggal di rumah yang oleh sebagian orang bukan pilihan yang tepat untuk hidup. Sebagian informan memilih untuk tidak membangun rumahnya menjadi sebuah rumah “impian”, bukan hanya karena ketiadaan biaya akan tetapi juga pemikiran bahwa membangun rumah “impian” adalah hal yang sia-sia karena status rumah sebagai sewaan. Indikasi hal ini terlihat dari pernyataan seorang informan yang menyatakan:

3Bagi masyarakat Kampung Nelayan Seberang, terminologi “orang seberang” adalah terminologi yang dipergunakan untuk menyebut/merujuk penduduk yang tinggal di Kota Medan dengan hak kepemilikan tanah yang jelas.


(9)

65

“Kalau mau jujur, percuma dibangun rumah besar dari beton kalau pas orang perum (Pelabuhan Belawan) butuh, mau gak mau kita harus pindah. Soalnya kita kan cuma numpang disini. Makanya saya tidak membangun rumah jadi bagus..karena percuma saja kan?apalagi biaya bangun rumah sekarang sudah mahal. Dari pada tidak makan baguslah kondisi rumah kayak gini aja. (Wawancara, 10 Mei 2015)

Penggalian atas besarnya biaya membangun rumah memang dapat dimaklumi. Bila dahulu bahan bangunan untuk membuat rumah adalah kayu yang berasal dari hutan sekitar tempat tinggal sehingga biaya pembangunan rumah bisa diperkecil, namun saat ini bangunan rumah di Kampung Nelayan Seberang sudah terbuat dari beton. Bagi mereka yang membangun rumah dari beton pilihan itu dilakukan karena mereka juga memang ingin kelihatan rumahnya “layak” dan secaran ekonomi mereka memiliki kemampuan membeli materialnya. Ketiadaan hak atas tanah secara langsung juga berimbas pada tidak adanya akses masyarakat pada modal yang disediakan oleh pranata keuangan formal.

3.1.2. Sumber Keuangan

Sebagaimana dijelaskan pada banyak literatur, mata pencaharian sebagai nelayan yang masuk dalam pola mata pencaharian ekstraktif adalah jenis sumber penghidupan yang diliputi dnegan kondisi ketidakpastian. Menjadikan usaha menangkap ikan sebagai satu-satunya sumber keuangan sudah pasti berimbas pada minimnya kemungkinan untuk menabung. Saat ini saja, sebagian informan yang bermata pencaharian sebagai nelayan sudah mengeluhkan bahwa uang yang diperoleh dari mencari ikan dengan besaran yang tidak menentu amatlah sulit dijadikan pegangan setiap harinya. Sifat pengeloalan sumberdaya perikanan yang cenderung ekstratif terebut, maka adakalanya hasil yang diperoleh nelayan banyak namun tidak sedikit pula hasil tangkapan yang diperoleh tidak mencukupi. Saat tangkapan sedikit, maka para nelayan tidak jarang pulang dengan uang yang tidak


(10)

66

mencukupi untuk hidup dan pada sesekali waktu mereka juga kerap pulang dengan tangan hampa tanpa mendapatkan sedikitpun hasil tangkapan. Pola musim dan iklim yang mempengaruhi arus migrasi ikan di laut jelas merupakan hal yang kendalianya ada di luar diri nelayan. Uraian tentang bagaimana sulitnya hidup sebagai nelayan di Kampung Nelayan Seberang diungkapkan oleh seorang informan sebagai berikut:

“Menjadi nelayan saat ini tidak seenak dulu. Kalau dulu kita mencari ikan tidak perlu lama-lama. Cukup setengah hari, bisa dapat hasil yang banyak. Kalau sekarang, cari ikan seharian pun belum tentu dapat banyak. Mungkin karena jumlah nelayannya sudah banyak dan kondisi lingkungan udah rusak, tidak macam dulu lagi. Kehidupan kayak ginilah yang membuat sebagian orang di kampung ini sulit berubah. Pendapatan dari laut tidak menjanjikan lagi. Mau ganti kerjaan sekarang butuh ijazah, kami disini cuma tamat SD, mana ada yang mau terima, jadi ya macam ini lah hidup kami dek. ” (wawancara, 8 Juni 2015)

Minimnya pendapatan saat musim paceklik bagi nelayan adalah kondisi yang tidak bisa diubah. Bagi mereka tetap mencari ikan di musim paceklik adalah pilihan yang masuk akal untuk memperolah uang. Ketika penghasilan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, para nelayan biasanya meminjam uang kepada tetangga atau kerabat yang memiliki kelebihan uang. Selain itu, toke yang menjadi penampung hasil tangkapan nelayan juga sering kali menjadi sasaran empuk untuk meminjam uang dan bayarannya dicicil dari hasil tangkapan yang setiap harinya diberikan kepada toke. Pada kondisi tertentu, tidak jarang pula ada nelayan yang tidak membayar kembali utangnya sama sekali. Toke yang juga merupakan warga dari kampung nelayan seberang terpaksa memaklumi hal tersebut karena mereka tahu kondisi yang dirasakan oleh para nelayan. Seperti pengakuan salah seorang toke yang bernama aseng (32 tahun) yaitu sebagai berikut :


(11)

67

”kalau lagi pasang mati orang-orang sini gak bisa melaut, jadi ngutang dulu sama aku ato toke yang lain. Bayarnya dipotong dari hasil tangkapan yang distor. Tapi ada juga yang gak bayar. Soalnya mang gak ada,, jadi harus gimana lagi?? Terpaksa diikhlaskan aja, karna memang kondisinya macam itu”.(wawancara pada tanggal 10 juni 2015)

Merujuk pada hasil pengamatan dan wawancara, diketahui bahwa istri para nelayan memiliki berperan ekonomi yang cukup signifikan. Para isteri memiliki peran sebagai pengatur keuangan di dalam rumah tangga. Peran tersebut mengharuskan mereka menggunakan segala upaya yang ada termasuk terjun langsung ikut mencari penghasilan tambahan guna mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan-pekerjaan yang digeluti oleh para istri nelayan di kampung nelayan seberang tergambar jelas dari hasil observasi yang dilakukan. Pengamatan atas aktivitas para isteri memperlihatkan bahwa dalam rangka membantu keuangan keluarga, ada isteri yang membuka warung kecil yang menjual makanan-makanan ringan, ada yang beternak/ mengembala kambing, dan ada yang membuat terasi yang dijual pada masyarakat kampung nelayan. Tidak hanya itu, ada pula isteri yang bekerja sebagai tukang potong kepala udang, serta ada yang ikut terjun langsung ke laut untuk ikut bersama suami mencari ikan.

Kondisi keuangan yang sulit dipertegas dengan kenyataan bahwa akses penduduk Kampung Nelayan Seberang ke pranata keuangan formal berupa bank menjadi tidak mungkin terjadi. Berdasarkan pemahaman penduduk, dengan pola matapencaharian yang tidak jelas pendapatanya, serta tidak adanya aset berupa tanah/ rumah yang bisa diagunkan, maka tidak mungkin ada bank yang mau memberi pinjaman kepada masyarakat.

Merujuk pada kondisi keuangan yang dideskripsikan di atas, maka tergambar dengan jelaslah bahwa penggunaan ide Friedman, dalam membahas


(12)

68

kondisi kemikiskinan yang ditandai dengan ketikamampuan menguasai aset sosial berupa keuangan terlihat di Kampung Nelayan Seberang. Gambaran ini juga menjadi indikator bahwa secara tidak langsung, kondisi yang ditampilkan oleh masyarakat di Kampung Nelayan Seberang berdasarkan hasil pengumpulan data memang identik dengan kondisi miskin.

3.1.3. Organisasi Sosial

Aset sosial lainnya menurut Friedman, adalah organisasi sosial. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi satu dengan lainnya, maka kemampuan berkelompok adalah ciri lain yang juga menonjol dari kehidupan manusia. Kemampuan hidup berkelompok ini tentunya didasarkan pada kondisi dimana manusia menyadari bahwa dengan berkelompok hidunya akan lebih terjadi. Jaminan ini muncul sebab dengan berkelompok hal-hal terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang tidak bisa dipenuhi secara sendiri akan bisa dipenuhi oleh orang lain. Kesadaran itu pula yang mendorong manusia untuk membentuk organisai sosial. Guna memahami organisasi sosial ada baiknya kita meminjam pendapat Soekanto (1986) yang menyatakan bahwa organisasi sosial adalah suatu kelompok yang sengaja dibentuk atau dibuatkan struktur, yang mengatur hubungan satu sama lain dari sejumlah orang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sebuah struktur ini terdiri atas: (1) suatu rangkaian status-status atau kedudukan para anggotanya; (2) peranan-peranan yang berkaitan dengan status-status itu; dan (3) unsur-unsur kebudayaan seperti nilai, norma, dan model yang mempertahankan, membenarkan, dan mengagungkan struktur. Tidak hanya itu, organisasi sosial atau pranata sosial dalam ilmu antropologi dan sosiologi merupakan sistem-sistem yang menjadi wadah yang memungkinkan warga


(13)

69

masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi (Koentjaraningrat, 2002 :163). Merujuk pada ide ini, maka dapat dilihat bahwa pada dasarnya organisasi sosial di Kampung Nelayan Seberang Sudah ada. Namun demikian, berdasarkan fungsinya, dapat dipahami bahwa kehadiran organisasi sosial sebagai wadah dalam mendukung upaya pemenuhan hidup tidak semuanya bisa berjalan.

Pada Kasus di masyarakat Kampung Nelayan Seberang, berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara diketahui bahwa keberadaan pola yang pengaturan hubungan antar individu di sana yang kemudian mengatur antara sekelompok orang dengan orang lainnya memiliki perbedaan. Pada tingkat yang lebih nyata, pola pemukiman yang terbangun berdasarkan suku bangsa penghuninya, adalah wujud yang menjadikan kehadiran organisasi sosial di Kampung Nelayan Seberang menjadi terlihat. Namun demikian, penggunaan organisasi sosial pada konteks kemiskinan sebagaimana dilihat Friedman harus dilihat dalam kerangka kemandirian. Ini artinya kehadiran organisasi sosial harus dilihat sebagai upaya untuk membangun kemandirian hidup anggota organisasi tersebut. Pada sisi inilah dapat dinyatakan bahwa kemandirian ekonomi masyarakat Kampung Nelayan Seberang yang dilihat dengan menggunakan pandangan fungsi organisasi sosial menjadi belum terwujud.

Pengamatan yang dilakukan di Kampung Nelayan Seberang terlihat jelas bahwa warga memiliki berbagai organisasi sosial sebagai wadah untuk saling berinteraksi yang dipersatukan karena adanya kesadaran yang sama dalam berkelompok. Organisasi sosial yang dapat dijumpai di Kampung Nelayan Seberang diantaranya adalah organisasi sosial yang berbentuk kelompok seperti Serikat Tolong Menolong (STM), Remaja Mesjid, Perwiridan, kelompok belajar,


(14)

70

kelompok swadaya masyarakat, kelompok arisan hingga yang berbentuk perkumpulan seperti Organisasi kepemudaan dan serikat nelayan.

Dengan melihat fungsi dan kedudukan organisasi sosial tersebut, terungkap bahwa secara langsung setiap organisasi sosial memang dapat dikatakan berfungsi. Hanya saja, fungsi setiap organisasi sosial tersebut tidak secara otomatis mampu mengatasi kesulitan hidup masyarakat terutama yang berkenaan dengan kebutuhan ekonomi. Pada bagian ini, keberadaan aset sosial dasar yang disampaikan oleh Friedman di Kampung Nelayan Seberang memang sudah ada, namun pemaksimalan fungsi dari organisasi sosial tersebut yang belum berjalan dengan baik. Integrasi fungsi dari organisasi sosial yang ada tidak sepenuhnya bisa membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka. Indikasi dari belum berjalannya fungsi dari setiap organisasi sosial yang ada jelas terekam dari hasil wawancara seorang informan yang menyatakan, sebagai berikut:

“Kita disini ini memang sudah punya banyak organisasi (sosial) kemasyarakatan. Yang paling terlihat berfungsi ya STM (Serikat Tolong Menolong), kalau organisasi sosial lain dibilang ada ya ada, tapi kalau ditanya apa fungsinya yang jelas belum terlihat. Lagipun sering kali organisasi itu hanya aktif kalau ada bantuan saja biasanya. Macam manalah kita mau mengaktifkan organisasi sosial, orang makan saja masih susah masyarakat di sini. Tapi memang pada kondisi tertentu organisasi sosial yang ada juga berfungsi terutama saat hari-hari besar, biasanya kelihatan la itu aktivitas. Tapi kalau mau dibilang, organisasi sosial yang ada tidak bisa membantu kesulitan ekonomi kita di kampung ini” (wawancara, 25 Mei 2015)

.

Merujuk pada hasil wawancara di atas terlihat jelas bahwa secara struktural kehadiran organisasi sosial telah terlihat di Kampung Nelayan Seberang. Namun demikian secara fungsional, keberadaan organisasi sosial terebut belum mampu ikut mengatasi kesulitas dasar masyarakat disana.


(15)

71

Berdasarkan hal ini pulalah kemudian dapat disimpulkan bahwa keberadaan organisasi sosial yang belum disertai dengan fungsi optimalnya untuk mengatasi kesulitan hidup menjadikan kondisi masyarakat Kampung Nelayan Seberang adalah masuk dalam kategori miskin

3.1.4. Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan suatu penghubung individu dalam kelompoknya maupun penghubung individu dengan kelompok lain. Masyarakat Kampung Nelayan Seberang selain berinteraksi dengan sesama warga di Kampung Nelayan Seberang, juga berinteraksi dengan warga lain di luar Kampung Nelayan Seberang. Dengan adanya interaksi ini maka dapat terjalin sebuah hubungan yang saling menguntungkan keduanya terutama ketika keduanya memiliki latar belakang yang berbeda yang tentunya banyak mendapatkan pengetahuan baru dari hubungan itu. Contoh nyata dari salah seorang warga di Kampung Nelayan Seberang yang berhasil menjadi toke4 kepiting yang menampung kepiting hasil tangkapan warga Kampung Nelayan Seberang yang dijual kembali dengan harga tinggi pada agen besar yang ada di Kota Medan. Warga Kampung Nelayan Seberang keturunan Tionghoa-jawa yang dipanggil Aseng ini pada mulanya tidak berniat menjadi seorang Nelayan seperti ayahnya. Dia memilih untuk bekerja di luar Kampung Nelayan Seberang dan bekerja di sektor industri sebagai buruh pabrik. Pergaulannya selama bekerja mempertemukan dia salah seorang teman yang menjadi pemasok kepiting kepada agen-agen besar. Penghasilan cukup besar yang didapatkan oleh temannya

4

Toke adalah terminology local yang dipergunakan untuk menyebut orang yang berprofesi sebagai

pedagang. Kajian antropologi yang membahas tentang kemiskinan mungkin mengidentikkan terminologi toke dengan juragan dari komunitas pesisir di Jawa. Oleh penduduk Kampung Nelayan Seberang, toke juga biasanya disebut dengan agen yang berfungsi sebagai pedagang perantara.


(16)

72

tersebut memotivasinya untuk terjun dalam bisnis pemasok kepiting dari Kampung Nelayan Seberang. Berkat kegigihannya, saat ini ia menjadi salah satu toke (agen) dari Kampung Nelayan Seberang yang termasuk berhasil dengan pekerjaannya. Apa yang dapat dilihat dari kasus ini adalah bahwa jaringan sosial yang dimanfaatkan secara ebnar untuk mendukung pencapaian tujuan yang ada.

Hal lainnya yang kiranya dapat dijelaskan dari contoh keberhasilan toke Aseng adalah bahwa semakin banyak jaringan yang dimiliki seorang individu maka akan semakin banyak pengatahuan yang didapat serta akan membuka peluang-peluang baru dalam memperoleh pekerjaan. Namun kondisi masyarakat Kampung Nelayan Seberang yang sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai nelayan mengharuskan mereka menghabiskan mayoritas waktunya hanya di Kampung Nelayan Seberang. Hal ini dikarenakan rutinitas sebagai seorang nelayan untuk melaut dan memperbaiki kapal maupun alat tangkap tidak bisa mereka tinggalkan. Upaya mempersiapkan keberhasilan melaut merupakan aktivitas utama yang dilakukan oleh penduduk laki-laki disana. Hal ini tentunya terjadi karena tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap hasil tangkapan dari melaut merupakan sumber penghasilan utama. Dampak yang dirasakan dari rutinitas ini tentunya menghambat nelayan untuk menjalin hubungan dengan dunia luar yang mengakibatkan tertutupnya berbagai akses pengetahuan serta peluang-peluang kerja untuk anggota keluarga nelayan. Keterbatasn akses dengan masyarakat lain juga terlihat nyata dari ungkan informan sebagi berikut ini:

“aktivitas orang tua di kampung ini ya kebanyakan seperti inilah dek... (sambil memperlihatkan jaring yang sedang diperbaikinya). Bisa dibilang orang di kampung ini agak kurang gaul. Memang sesekali ada juganya kita ke seberang, tapi kalau waktu luang kita lebih banyak mempersiapkan keperluan melaut. Lagian kalau kita mau pergi keluar, kalau memang keperluan itu tidak begitu mendesak sayang aja duit ongkosnya. Biarapun Cuma 3000-an kalau pulang balikkan 6000-an


(17)

73

juga. Sudah bisa buak sekali makan itu 6000. Kalau kita bawa kapal sendiri jadi tambah pula kerjaan kita. Jadi agak susahnya kita orang tua di kampung ini kalau berhuungan sama orang luar. Tapi lain kalau orang luar yang datang kesini yaa!. Lagian kalaupun kita bangun bisnis disini agak susah juganya berkembang. Bank tidak mau kasi pinjam sebab tempat usaha kita juga tidak jelas.”. (wawancara, 25 Mei 2015)

Wawancara di atas pada dasarnya memperlihatkan banyak informasi. Salah satu hal penting yang diungkap oleh hasil wawancara di atas adalah motif masyarakat untuk membangun jaringan sosial yang menjamin dia untuk lebih mudah memenuhi kebutuhan hidup secara ekonomi tidak muncul. Apa yang terjadi pada jaringan sosial yang dimiliki oleh kelmpok penduduk yang berusia tua pada dasarnya tidaklah semuanya pasif. Dari beberapa wawancara juga diketahui bahwa ada tokoh masyarakat di kampung ini yang memiliki koneksi politik dan bisnis dengan tokoh politik dan atau pedagang besar di Medan. Hanya saja, koneksi yang ada tersebut tetap tidak bisa secara maksimal dipergunakan untuk mengatasi kesulitan dasar. Selama ini, koneksi sosial yang dimiliki oleh orang tertentu di masyarakat yang menjadikan kampung ini “banjir” bantuan. Namun tetap saja bantuan yang diterima cenderung bersifat sebagai bantuan charity (sumbangan) dan tidak tepat sasaran. Artinya tidak menyentuh dasar persoalan di Kampung Nelayan Seberang.

3.1.5. Informasi

Keberadaan jaringan sosial yang terbatas yang dimiliki oleh masyarakat di Kampung Nelayan Seberang, menjadikan akses informasi dari dunia luar juga terbatas. Minimnya informasi yang teresebar setiap hari begitu dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Pengalaman itu juga dirasakan oleh peneliti saat beberapa hari tinggal di kampung tersebut. Saluran informasi yang paling umum adalah media televisi. Hanya saja, berdasarkan pengamatan tayangan televisi yang


(18)

74

paling banyak ditonton oleh masyarakat adalah acara hiburan dan sinetron semata. Memang benar beberapa orang penduduk juga biasa menonton tayangan berita, namun sifatnya adalah tidak rutin.

Pola prilaku yang belum menempatkan informasi sebagai nilai dapat dimaklumi sebagai perwujudan dari konsekuensi mata pencaharian yang dipilih. Mengingat nelayan adalah mata pencaharian utama, makan aktivitas utama mereka juga behubungan dengan persiapan untuk terus melaut. Karenanya kegiatan memperbaiki kapal serta peralatan tangkap ketika tidak melaut adalah hal yang paling umum terlihat. Dengan kata lain, kehidupan para nelayan sebagian besar dihabiskan untuk berbagai kegiatan yang juga berhubungan dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Keberadaan informasi seperti bagaimana pengelolaan keuangan dalam rumah tangga tidak menjadi sangat berharga bagi para nelayan.

Minimnya akses informasi yang terjadi di Kampung Nelayan Seberang pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Akses transportasi yang terbatas, minimnya motif untuk memperkaya informasi serta jebakan rutinitas adalah sekumpulan faktor yang ikut mempengaruhi kondisi dimana masyarakat menjadi sangat kurang menghargai informasi. Implikasi dari minimnya penguasaan masyarakat atas informasi adalah ketidakmampuan memanfaatkan peluang dan kesempatan. Tidak hanya itu, dari dorongan untuk mengubah kehidupan sebagai bagian dari nilai diri menjadi tidak muncul. Pola demikian itu begitu terlihat di Kampung Nelayan Seberang. Rasa puas atas kondisi yang ada sekalipun di saat yang bersamaan ada rasa tidak puas, namun ketidaktersediaan informasi membuat masyarakat menjadi tidak berbuat apa-apa.


(19)

75

Berdasarkan kelima elemen sosial yang menjadi indikator kemiskinan yang diajukan oleh Friedman, maka dapatlah dinyatakan bahwa secara kualitas tampilan yang dimunculkan oleh kondisi sosial masyarakat Kampung Nelayan Seberang adalah benar sesuai dengan gambaran kondisi miskin. Tampilan luar ini sekalipun belum sepenuhnya benar tapi secara tidak langsung penyebutan bahwa Kampung Nelayan Sebarang sebagai kampung miskin tidak bisa dibantah. Berdasarkan hasil penggalian data dan informasi yang diperoleh selama di lapangan terlihat dengan jelas bahwa akan sulit menghapuskan citra miskin dari kehidupan masyarakat di Kampung Nelayan Seberang. Sebutan sebagai kampung miskin berdasarkan indikator yang telah diuraikan ternyata juga oleh sebagian informan dianggap hal yang biasa. Bagi mereka, predikat sebagai kampung miskin adalah hal tidak bisa ditolak. Pengakuan ini paling tidak terungkap dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh seorang informan sebagai berikut:

“Kayakmanala mau dibilang, memang hidup banyak orang di kampung ini sulit. Selama ini, kampung kami memang dianggap miskin. Jadinya kami banyak dapat bantuan. Kalau dulu orang malu bilang dia miskin, kalau di kampung ini orang berani terang-terangan dan tidak lagi malu bilang miskin. Mungkin biar dapat bantuan.” (Wawancara, 25 Mei 2015)

Apa yang diungkapan oleh petikan wawancara di atas memang bisa saja bersifat subjektif. Namun demikian kondisi itu tetap memperlihatkan bahwa gambaran miskin adalah gambaran yang tidak bisa dilepaskan ketika orang berkunjung ke Kampung Nelayan Seberang. Melalui pembahasan di atas terlihat dengan jeals bahwa kemiskinan seakan-akan hal yang biasa bagi masyarakat kampung itu. Menggunakan ide basis sosial versi Friedman, terlihat bahwa ketiadaan hak kepemilikan atas aset berupa rumah dan tanah, penghasilan yang tidak menentu serta keterbatasan pada pranata keuangan, hingga dampak kekurangan akses


(20)

76

jaringan sosial dan informasi akibat dari mata pencaharian utama sebagai nelayan yang mengharuskan para nelayan membangun sebuah mekanisme bertahan hidup. 3.2. Motif dan Alasan Masyarakat untuk tinggal di Kampung Nelayan Seberang

Berdasarkan hasil wawancara serta observasi yang diperoleh selama melakukan penelitian di kampung nelayan, terdapat berbagai motif dan alasan masyarakat untuk tinggal di kampung nelayan seberang yang dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu pertama, motif dan alasan memilih tinggal di Kampung nelayan Seberang oleh generasi awal dan Kedua, motif dan alasan memilih tetap tinggal atau bahkan memilih pindah ke Kampung Nelayan Seberang oleh generasi sesudah yang lebih muda. Bila dibngaun dalam suah renatangan waktu, hal yang ingi diungkapkan pada bagian ini adalah menggali motif dan alasan bagi mereka yang memilih tinggal di Kampung Nelayan Seberang sejak kampung berdiri hingga tahun 1990-an. Sedangkan bagian berikutnya adalah mencoba menggali motif dan alasan mereka yang memilih tetap tinggal serta memilih pindah ke Kampung Nelayan Seberang Setelah tahun 1990-an. Dipilihnya tahun 1990-an adalah karena beberapa tahun sebelun tahun 1990 hingga tahun 1994 terjadi pembukaan lahan pertambakan udang besar-besaran di sekitar Kampung Nelayan Seberang. Sedangkan sesudahnya terjadi kelesuan bisnis sehingga ada sebagian orang yang memilih keluar namun tidak sedikit juga yang memilih tetap tinggal atau bahkan sesudah periode runtuhnya era tambak udang masih ada orang yang memilih pindah ke Kampung Nelayan Seberang.


(21)

77

3.2.1. Motif dan Alasan Tinggal di Kampung Nelayan Seberang Periode sejak berdiri hingga era tahun 1990-an

Seperti yang dapat dilihat pada sejarah dari berdirinya kampung nelayan yang telah disampaikan sebelumnya, Kampung Nelayan Seberang begitu mempesona dan memiliki daya tarik bagi para nelayan. Hal inilah yang melatarbelakangi motif dan alasan nelayan untuk tinggal dan menetap di wilayah Kampung Nelayan Seberang yang akan dijabarkan dari beberapa motif dan alasan sebagai berikut :

1) Kaya akan sumberdaya perikanan.

Kampung nelayan seberang merupakan salah satu tempat yang memiliki sumber daya perikanan yang kaya. Hal ini berdasarkan pengakuan dari Masni (42 Tahun) salah seorang warga kampung nelayan seberang yang bekerja sebagai nelayan semenjak remaja.

dahulu pas masih remaja, saya ikut dengan orang tua melaut di daerah kampung nelayan seberang ini, dulu belum ada rumah. Ikan, udang sama kepiting disini banyak, makanya banyak yang jauh-jauh datang kesini buat nyari ikan, udang sama kepiting”

(wawancara tanggal 27 Mei 2015).

Kekayaan sumber daya perikanan yang dimiliki oleh lokasi yang saat ini bernama kampung nelayan seberang itu tidak terlepas dari kehadiran tumbuhan mangrove yang tumbuh di sekitar lokasi. Tumbuhan mangrove pada dasarnya berfungsi sebagai penahan gelombang laut untuk mengurangi abrasi yang terjadi. Namun tumbuhan mangrove juga berfungsi sebagai tempat perkembangbiakan biota laut seperti ikan, udang, dan kepiting. Lokasi yang berada di muara sungai Batang Serai yang berbatasan langsung dengan laut belawan, menjadikan sumberdaya di kampung nelayan seberang


(22)

78

semakin beragam mulai dari sumberdaya perikanan air tawar dan air payau di aliran sungai Batang Serai hingga sumberdaya perikanan air asin dari laut belawan.

2) Kemudahan akses dalam pengambilan sumberdaya

Kemudahan akses untuk mengambil sumberdaya perikanan di kampung nelayan seberang yang dapat dijangkau dengan dengan perlengkapan dan peralatan yang sederhana yaitu penggunaan perahu berukuran kecil dan alat-alat tangkap seperti bubu kepiting, alat-alat pancing, jala maupun pukat. Hal ini tentunya memberikan daya tarik yang lebih bagi nelayan dibandingkan dengan mengambil sumberdaya yang ada di tengah laut yang membutuhkan modal besar serta perlengkapan dan peralatan yang lebih canggih seperti penggunaan sonar dan sebagainya. Daya tarik atas kemudahan akses dalam pengambilan sumberdaya perikanan di kampung nelayan seberang ternyata juga diaminkan oleh warga kampung nelayan seberang, pak Arifin (54 Tahun) yang mengatakan:

dimana enak cari makan, disitu kita diam (tinggal)”. (wawancara tanggal 4 juni 2015)

3.2.2. Motif dan Alasan Tinggal di Kampung Nelayan Seberang Sesudah era 1990-an hingga saat ini

Kampung Nelayan Seberang yang semakin tahun semakin bertambah jumlah penduduknya yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, tentunya berdampak pada berkurangnya jumlah ikan yang diperoleh masing-masing nelayan. Kondisi ini sebagai akibat dari ketidakseimbangan jumlah nelayan yang semakin banyak dengan sumberdaya yang terbatas. Pada tahun 1990 dalam


(23)

79

sejarahnya merupakan puncak dari migrasi penduduk ke kampung nelayan. Banyak penduduk pendatang yang pindah ke kampung nelayan yang motif dan alasannya tentu berbeda dengan kondisi generasi pertama yang masuk dan mendirikan kampung nelayan. Motif dan alasan banyaknya sumberdaya serta akses dalam mengambilnya bukan lah menjadi alasan bagi penduduk pendatang untuk tinggal di Kampung Nelayan Seberang. Beberapa motif dan alasan penduduk untuk tinggal dan menetap di Kampung Nelayan Seberang akan dijabarkan ke dalam hal-hal sebagai berikut :

1) Harga tanah yang murah

Seiring dengan alih fungsi hutan mangrove menjadi wilayah pemukiman di kampung nelayan seberang yang dimulai sejak tahun 1950-an, menyebabkan terjadinya arus migrasi penduduk ke kampung nelayan seberang. Salah satu alasan masyarakat untuk pindah dan menetap di kampung nelayan seberang yaitu harga tanah yang murah. Seperti pengakuan pak mispar (73 Tahun) yang mulai menetap di kampung nelayan seberang sejak tahun 1979 :

bapak pindah kesini karna harga tanahnya murah, waktu itu cuma 200 ribu per Rante (400 m2)”(wawancara tanggal 18 mei 2015)

Harga tanah yang begitu murah ini disebabkan tidak adanya hak milik atas tanah yang dibeli oleh masyarakat di kampung nelayan seberang. Karena tanah yang dibeli hanya merupakan hak pakai bagi masyarakat yang ingin tinggal di kampung nelayan seberang yang sepenuhnya merupakan hak milik dari otoritas pelabuhan belawan. Sehingga apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pihak yang bersangkutan, maka masyarakat yang memiliki tanah atas dasar hak pakai tersebut harus merelakan tanah mereka untuk diambil oleh pihak pelabuhan.


(24)

80

2) Banyaknya bantuan-bantuan yang diterima oleh masyarakat

Banyaknya bantuan yang didapat oleh masyarakat yang tinggal di Kampung nelayan seberang menjadi daya tarik juga bagi masyarakat luar untuk tinggal dan menetap. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan selama penelitian, bantuan yang diperoleh warga kampung nelayan seberang berupa bantuan pangan seperti beras raskin yang didapat oleh seluruh warga yang tinggal di kampung nelayan seberang tanpa terkecuali. Selain itu, bantuan fasilitas umum juga didapat oleh warga kampung nelayan seberang berupa bantuan pembangunan sekolah, rumah ibadah, sumur bor, jalan beton, kamar mandi umum dan lain sebagainya.

3) Sulitnya ekonomi di tempat tinggal sebelumnya.

Warga kampung nelayan seberang sebagian besar merupakan warga pendatang dari berbagai daerah mulai dari warga di sekitar lokasi hingga warga yang jauh dari kampung nelayan seperti warga dari pulau jawa dan warga aceh. Berbagai latar belakang pekerjaan yang digeluti warga pendatang sama sekali tidak terkait dengan pekerjaan mereka sekarang sebagai nelayan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan selama penelitian, mata pencaharian penduduk pendatang di tempat tinggal mereka sebelumnya seperti petani, buruh pabrik, tukang ojek dan buruh bangunan. Namun ada juga yang berlatarbelakang sebagai nelayan maupun ABK(Anak Buah Kapal) yang mencari ikan di laut tengah. Migrasi yang dilakukan oleh warga pendatang ini tidak terlepas dari sulitnya kondisi ekonomi yang menghimpit mereka di tempat tinggal sebelumnya. Seperti pengakuan pak arifin (54 Tahun) yang


(25)

81

berasal dari Desa Karang Gading Kabupaten Langkat yang juga sebelumnya berprofesi sebagai nelayan :

”Di sana (tempat tinggal sebelumnya) susah buat cari makan.. harus ke tengah laut kira-kira 2 jam dari tepi (pinggir pantai)..banyak modal yang keluar.. itu pun hasilnya tak tentu.. kadang ada kadang tak ada” (Wawancara tanggal 4 Juni 2015)

Berbeda lagi halnya dengan yang disampaikan Putra (32 tahun) yang tinggal di Kecamatan Medan Marelan dan berprofesi sebagai tukang ojek :

“di sana(tempat tinggal sebelumnya) udah gak bisa lagi cuma ngojek aja, gak cukup buat biaya hidup.. apalagi macam abang yang udah berkeluarga, anak pun sekolah. jadinya mocok-mocok lah (Kerjaan serabutan) biar cukup.” (wawancara Tanggal 5 juni 2015)

Kondisi sulitnya ekonomi inilah yang mendorong para pendatang untuk tinggal di kampung nelayan seberang sebagai upaya untuk melanjutkan hidup dan menghindari sulitnya kehidupan di tempat tinggal sebelumnya.

4) Ingin mencari peruntungan

Dalam mengatasi kesulitan hidup, setiap individu akan melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya termasuk adanya keinginan untuk mencoba peruntungan di wilayah yang baru. Hal ini juga yang terjadi terhadap pendatang yang ada di kampung nelayan seberang. Namun mencari peruntungan disini bukanlah tanpa dasar dan perhitungan. Karena ada rujukan yang menjadi pedoman mereka untuk tinggal di kampung nelayan seberang berdasarkan pengalaman keluarga, kerabat maupun orang yang pernah tinggal bersama mereka dalam satu desa yang sukses menjalankan hidupnya di kampung nelayan. Sesuai dengan pengakuan Ajmiah (43 Tahun) yang bermigrasi dari Propinsi Aceh tepatnya dari Banda Aceh menuju ke kampung nelayan seberang 7 tahun sebelumnya :


(26)

82

kami disini(kampung nelayan seberang) karna ada abang yang bilang kalau enak tinggal disini (kampung nelayan seberang), jadi kami pindah lah sekeluarga kesini.” (wawancara tanggal 5 juni 2015)

Adanya pengalaman dari orang-orang terdekat inilah yang memunculkan keinginan untuk mencoba peruntungan hidup di kampung nelayan seberang ini. Sehingga semakin banyaknya informasi dari mulut ke mulut itu tersebar, maka semakin banyak pula para pendatang untuk mencoba peruntungan di kampung nelayan seberang. Hal ini juga yang menyebabkan warga pendatang di kampung nelayan seberang banyak yang berasal dari daerah yang sama.


(27)

83 BAB IV

STRATEGI ADAPTASI DALAM BERTAHAN HIDUP DI KAMPUNG NELAYAN SEBERANG

Kondisi kemiskinan yang terjadi di Kampung Nelayan Seberang menyebabkan adanya berbagai bentuk pola dan strategi adaptasi yang dilakukan oleh setiap keluarga nelayan. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan keberlangsungan hidup keluarga di Kampung Nelayan Seberang. Ada dua jenis pola dan strategi adaptasi bertahan hidup yang dilakukan oleh keluarga nelayan di Kampung Nelayan Seberang. Pertama, pola dan strategi adaptasi dalam bidang ekonomi. Kedua pola dan strategi adaptasi dalam bidang sosial budaya.

4.1 Pola dan Strategi Adaptasi dalam Bidang Ekonomi

Pola dan strategi adaptasi dalam bidang ekonomi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan aktifitas yang menghasilkan nilai ekonomis berupa pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aktifitas ini tentunya berhubungan dengan aktifitas pekerjaan sebagai nelayan dan kegiatan sehari-hari yang dilakukan untuk menghasilkan pendapatan. Aktifitas-aktifitas tersebut dapat dirangkum ke dalam dua hal yaitu sebagai berikut :

4.1.1 Aktivitas Ekstraksi (Mengambil Langsung Dari Alam)

Aktifitas ekstraksi merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengambil sumberdaya langsung dari alam seperti halnya nelayan. Pada dasarnya, kerja nelayan merupakan kegiatan ekonomi primitif yaitu kegiatan ekonomi berburu dan meramu (Plasson, 1989 dalam Pujo Sumedi, 1998). Menurut Pujo Sumedi, kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan kegiatan berburu


(28)

84

dan meramu pada dasarnya merupakan kegiatan yang sama, yaitu kegiatan yang bertumpu pada ekstraksi sumberdaya alam. Seperti itu juga halnya dengan nelayan yang ada di Kampung Nelayan Seberang yang mengambil sumberdaya langsung berupa ikan, udang, kepiting dan lainnya dari laut tanpa adanya ikut campur dalam pertumbuhan dan reproduksi sumberdaya tersebut.

Nelayan di Kampung Nelayan Seberang dapat dikatakan sebagai nelayan tradisonal karena peralatan yang digunakan bersifat tradisional. Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi dengan modal kecil yang tidak memungkinkan nelayan untuk membeli kapal berukuran besar beserta peralatan tangkap berteknologi tinggi seperti yang dimiliki oleh pengusaha-pengusaha besar dengan modal yang besar pula. Hal ini tentunya sangat berpengaruh dengan jumlah dan nilai jual ikan hasil tangkapan dibandingkan dengan kapal motor besar dengan teknologi modern yang beroperasi di laut tengah untuk menangkap ikan yang bernilai jual tinggi seperti Tuna, Cakalang, Kembung dan sebagainya. Untuk memperoleh penghasilan lebih, sebagian nelayan menggunakan beberapa jenis alat tangkap untuk melakukan kegiatan melaut. Selain untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak, hal ini juga dilakukan nelayan untuk mengantisipasi cuaca yang tidak menentu seperti yang diungkapkan oleh Pak Usman (52 Tahun) :

“kalau lagi pasang besar kita pakai ambai, kalau lagi pasang mati kita jala udang atau pasang bubu, tapi kalau pancing kita bisa pakai buat pasang besar atau pasang mati...jadi penghasilan tiap harinya tetap ada” (wawancara tanggal 4 Juni 2015)

Namun, tidak semua nelayan yang bisa menggunakan beberapa jenis alat tangkap yang ada di kampung nelayan sekaligus. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan, baik modal untuk membeli alat tangkap maupun kemampuan dalam hal penggunaan alat tangkap tersebut.


(29)

85 4.1.2 Aktifitas Produksi

Dalam ilmu ekonomi, aktifitas produksi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang sehingga memberikan nilai jual untuk memperoleh pendapatan. Warga kampung nelayan seberang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan yang dalam penghasilannya diliputi ketidakpastian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini direspon warga kampung nelayan seberang dengan bermunculannya berbagai aktifitas produksi untuk memperoleh penghasilan tambahan yaitu sebagai berikut :

Beternak hewan seperti kambing, ayam, dan bebek. Aktifitas ini dilakukan sebagian besar oleh para istri dan anak-anak yang tidak ikut melaut. Ayam dan bebek merupakan milik sendiri (nelayan), sedangkan kambing yang diternakkan di Kampung Nelayan merupakan milik para toke atau juragan kapal dan para istri dan anak-anak nelayan yang tidak ikut melaut menjadi pengembalanya. Upah yang didapat untuk beternak kambing bukan berupa uang melainkan adanya sistem bagi hasil berupa anak yang dilahirkan dari kambing yang diternakkan dimana adanya pembagian sama rata kepada pemilik kambing dan pengembala. Namun ketika anak kambing yang dilahirkan berjumlah ganjil, maka pembagian hasil tergantung kesepakatan antara pemilik dan pengembala. Ada yang menjual anak kambing dan uang hasil jualan dibagi sama rata dan ada juga pengembala mendapatkan porsi lebih banyak dibandingkan pemilik untuk kelahiran pertama dan kelahiran anak kambing berikutnya porsi pemilik lebih banyak dibandingkan dengan pengembala. Hasil yang didapat dari penjualan ternak ini digunakan sebagian


(30)

86

besar keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak dan membutuhkan banyak uang berupa perbaikan atas kapal serta peralatan tangkap, biaya pendidikan, biaya ketika sakit dan perbaikan rumah.

Penambahan nilai jual dari hasil tangkapan melaut. Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan di kampung nelayan seberang sebagian besar dijual dalam keadaan segar tanpa diolah terlebih dahulu. Namun ada sebagian kecil keluarga nelayan yang mengolah hasil tangkapan sebelum dijual kepada toke yang juga merupakan warga kampung nelayan sendiri. Hasil pengolahan yang dilakukan oleh warga kampung nelayan seberang yang ditemukan selama melakukan penelitian adalah sebagai berikut :

1) Belacan (Terasi), merupakan hasil olahan dari udang/ ikan yang difermentasikan. Terasi atau di kampung nelayan seberang yang dikenal dengan nama belacan ini terbuat dari udang yang berukuran kecil dari hasil tangkapan nelayan. Pengolahan terasi di kampung nelayan seberang diolah dengan cara sederhana tanpa menggunakan alat-alat modern. Dari setiap terasi yang dibentuk seperti lingkaran itu dijual dengan harga Rp. 500/ satu lingkaran. Terasi yang sudah jadi kemudian dijual di warung-warung kecil yang tersebar di Kampung Nelayan Seberang.

2) Ikan Asin, merupakan salah satu produk dari nelayan untuk memberikan nilai tambah terhadap ikan serta pengawetan ikan sehingga masih bisa dikonsumsi untuk waktu yang relative lebih lama dibandingkan dengan ikan segar. Sama halnya seperti terasi, ikan asin juga diolah dengan menggunakan metode-metode sederhana. Ikan yang diasinkan merupakan ikan sisa dari hasil tangkapan yang tidak memiliki nilai jual tinggi di


(31)

87

pasaran namun rasanya enak untuk dijadikan ikan asin. Produksi ikan asin di kampung nelayan seberang tergantung pada permintaan toke yang akan menampung hasil tangkapan nelayan. Ketika toke membutuhkan ikan asin, maka disaat itu ikan asin diproduksi oleh rumah tangga nelayan. Selain itu, produksi ikan asin ini juga digunakan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan lauk untuk mengurangi pengeluaran agar penghasilan yang didapat bisa digunakan untuk keperluan lain. Seperti ungkapan dari Sarifah (34 Tahun) sebagai berikut :

“Ikan asin yang kami buat untuk pengganti lauk biar boleh (dapat) hemat sikit, jadi duitnya bisa untuk anak sekolah” (wawancara tanggal 4 Juni 2015)

3) Udang Kering, merupakan udang yang berukuran kecil yang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan yang kepalanya dipotong kemudian direbus dan dijemur sebelum dijual kepasaran. Selain menjadikan udang lebih tahan lama, hal ini juga bertujuan untuk menambah nilai jual dari udang itu sendiri. Selain itu, adanya udang kering di kampung nelayan seberang ini membuka peluang kerja bagi para istri nelayan maupun anak perempuan yang tidak ikut melaut untuk memperoleh penghasilan tambahan keluarga. Pekerjaannya itu berupa memotong kepala udang dengan upah Rp. 2.500/ kg. Dalam sehari tak kurang 10 kg udang didapat dari hasil pemotongan kepalanya sehingga istri dan anak-anak perempuan nelayan mendapatkan upah tak kurang dari Rp.25.000/ hari. Dengan upah ini tentunya akan sangat membantu untuk mencukupi kebutuhan keluarga nelayan sehari-hari.


(32)

88

4.2 Pola dan Strategi Adaptasi Dalam Bidang Sosial Budaya

Selain di bidang ekonomi, pola dan strategi adaptasi juga diterapkan oleh keluarga nelayan dalam bidang sosial budaya yang dibagi ke dalam dua bagian sebagai berikut :

4.2.1 Bentuk Sistem Sosial Kemasyarakatan yang Ada

Warga kampung nelayan seberang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda dan nilai yang berbeda-beda pula. Terdapat beberapa etnis/suku yang ada di kampung nelayan seberang meliputi : Etnis Melayu, Jawa, Banjar, Aceh, Batak, Mandailing, Karo, Minang dan Etnis Sunda. Namun kesamaan tempat tinggal, mata pencaharian serta agama yang dimiliki oleh warga kampung nelayan seberang memberikan kesempatan bagi warga untuk berinteraksi lebih intens (sering) antar warga di kampung nelayan seberang mengenai kehidupannya. Kesamaan nasib dalam interaksi yang melibatkan banyak individu ini kemudian memainkan perannya dalam membentuk strategi adapatasi bertahan hidup dengan memanfaatkan sistem sosial yang terbentuk di masyarakat Kampung Nelayan Seberang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lokasi studi terdapat beberapa bentuk strategi yang dihasilkan dari interaksi-intraksi yang terjadi dalam sistem sosial masyarakat kampung nelayan seberang yaitu sebagai berikut :

1. Hubungan Sosial Horizontal

Hubungan sosial yang terjadi di kampung nelayan seberang awalnya berdasarkan pada hubungan kekeluargaan. Namun seiring dengan berkembangnya kampung nelayan seberang sebagai wilayah pemukiman, memberikan peluang bagi warga lain yang memiliki latar belakang yang


(33)

89

berbeda untuk tinggal dan menetap di Kampung nelayan seberang. Sehingga hal ini memunculkan hubungan baru seperti hubungan kekerabatan (etnis yang sama) dan juga hubungan tetangga atas dasar tempat tinggal yang sama.

Seiring berjalannya waktu, interaksi yang dilakukan secara intens (sering) antar individu di masyarakat kampung nelayan seberang membentuk status ekonomi dan sosial yang tingkatnya berbeda-beda bagi tiap rumah tangga. Hubungan antar rumah tangga yang memiliki status sosial dan ekonomi yang sama disebut dengan hubungan horizontal. Dengan adanya kesamaan status sosial dan ekonomi menyebabkan hubungan yang terjalin akan sangat kuat. Sehingga dengan memanfaatkan hubungan horizontal ini keluarga nelayan di kampung nelayan dapat saling membantu ketika tetangga maupun kerabatnya membutuhkan bantuan.

2. Hubungan Sosial Vertikal (Relasi Patron-Klien).

Relasi patron-klien merupakan hubungan timbal balik antara orang-orang yang memiliki status dan kekuasaan yang tidak sama dengan memberikan keuntungan terhadap keduanya. Relasi patron-klien ini timbul sebagai bentuk adanya interaksi sosial yang bersifat vertikal yang di dalam masyarakat kampung nelayan seberang sendiri terjadi antara toke dan juragan perahu dengan nelayan. Toke dan juragan perahu dianggap memiliki status lebih tinggi atas dasar kondisi ekonomi mereka yang lebih memadai dibandingkan dengan nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada toke atau nelayan yang membawa kapal dan peralatan tangkap juragan perahu.


(34)

90

Toke yang bersatus sebagai patron, mendapatkan keuntungan berupa hasil tangkapan nelayan yang didapat dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran. Juragan perahu yang juga berstatus sebagai patron mendapatkan keuntungan dari bagi hasil tangkapan yang di dapat nelayan dengan kapal dan alat tangkap yang dipinjamkan kepada nelayan. Sedangkan nelayan yang berstatus sebagai klien mendapatkan jaminan bantuan ketika kondisi ekonomi sedang sulit dan juga kapal serta peralatan tangkap untuk mencari penghasilan sebagai nelayan. Selain itu, kehadiran toke di kampung nelayan seberang sangat membantu nelayan untuk menjual ikan dengan cepat kerena toke juga merupakan warga kampung nelayan seberang. Sehingga nelayan mendapatkan waktu yang lebih efisien untuk menangkap ikan dibandingkan dengan menjual sendiri di pasar. Seperti pengakuan pak Safaruddin (57 Tahun) :

“..karena ada toke yang nampung ikan disini, nelayan sini tak perlu repot-repot jual di pajak (Pasar)..soalnya sama saja, ongkos kesana udah berapa,, harusnya waktu bisa dipakai buat nyari ikan jadinya habis buat jual ikan”(wawancara tanggal 20 mei 2015)

Toke dan juragan perahu di kampung nelayan seberang yang juga merupakan peduduk setempat, membuat hubungan yang terjalin begitu kuat karena tinggal di lokasi yang sama yang setiap harinya dapat saling berintraksi. Kondisi ini memberikan daya tawar yang kuat bagi toke yang merupakan penduduk setempat dibandingkan dengan toke dari daerah lain untuk menampung hasil tangkapan nelayan.

3. Kelompok Arisan (Jula-Jula)

Salah satu strategi adaptasi bertahan hidup dalam bidang sosial budaya adalah terbentuknya kelompok arisan di kampung nelayan terutama


(35)

91

yang melibatkan istri-istri nelayan. Kelompok arisan merupakan sebuah pranata tradisional yang lahir dari interaksi yang terjadi antar warga kampung nelayan. Lahirnya kelompok arisan merupakan sebuah respon positif dari kondisi sulitnya ekonomi nelayan. Selain untuk mempererat hubungan sosial antar warga, fungsi utama kelompok arisan ini adalah untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi yang terjadi di keluarga nelayan.

4.2.2 Bentuk dan Pola Preferensi Tempat Tinggal

Kampung nelayan seberang merupakan sebuah wilayah yang unik yang memiliki dua wilayah administrasi dalam satu kawasan tanpa adanya batasan yang jelas antar kedua wilayah admnistrasi tersebut. Hal ini tentu memberikan pilihan bagi warga di kampung nelayan seberang yang sebagian besar merupakan pendatang dari berbagai daerah untuk memilih wilayah administrasi yang mereka inginkan. Tentunya pilihan-pilihan yang diambil oleh warga kampung nelayan seberang yang tinggal disana penuh dengan pertimbangan. Hal ini merupakan bentuk strategi adaptasi bertahan hidup yang dilakukan oleh warga kampung nelayan seberang. Dari hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan selama melakukan penelitian di kampung nelayan seberang didapat sebuah fakta yang menarik dimana kota medan merupakan pilihan terbanyak yang dipilih warga kampung nelayan seberang untuk menjadi wilayah administrasi mereka. Artinya, warga yang memilih kota medan sebagai wilayah administrasi terdaftar sebagai warga kota medan yang dapat dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga dari kota medan.


(36)

92

Banyaknya warga kampung nelayan seberang yang memilih kota medan sebagai wilayah administrasi dibandingkan dengan kabupaten deli serdang diakui oleh kepala dusun palu kurau kab. Deli serdang yaitu pak hermansyah (34 Tahun):

”Warga palu kurau (Kab. Deli Serdang) di sini (kampung nelayan seberang) cuma sekitar 40-an KK (kepala keluarga), lainnya sekitar 700-an KK orang medan semua. Sebenarnya banyak juga orang dari deli serdang sama langkat disini (Kampung Nelayan Seberang), tapi banyak yang pindah KK”.(wawancara tanggal 20 Mei 2015)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan selama penelitian, terdapat dua alasan yang dapat disimpulkan dibalik pemilihan kota medan sebagai wilayah administrasi yaitu sebagai berikut :

Pertama, Kota Medan merupakan wilayah terdekat dari kampung nelayan seberang dibandingkan dengan wilayah kabupaten deli serdang maupun kabupaten langkat tepatnya mencakup wilayah administrasi Medan Belawan. Sehingga cukup menggunakan alat transportasi berupa kapal motor yang hanya sekitar 5 menit untuk sampai di wilayah Medan Belawan.

Kedua, banyaknya berbagai jenis bantuan yang didapat dari kota medan sebagai ibukota provinsi Sumatera Utara baik bantuan dalam hal pendidikan, kesehatan, maupun bantuan berupa sembako dan lain sebagainya. Tentunya sebagai ibukota provinsi, Kota Medan mendapatkan lebih banyak perhatian baik dari segi pendanaan APBD yang mendapat porsi yang lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten/kota lainnya maupun dari segi lainnya.


(37)

93 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kampung nelayan seberang merupakan suatu wilayah yang unik karena secara administratif berada di wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang. Namun berdasarkan fakta di lapangan, sebagian besar masyarakat yang tinggal di kampung nelayan secara legal formal terdaftar sebagai penduduk Kota Medan. Legalitas mereka ditandai dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Medan. Hanya sebagian kecil masyarakat yang merupakan warga yang berasal dari Kabupaten Deli Serdang yang ditandai dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk yang dikeluarkan oleh pemerintahan Kabupaten Deli Serdang. Dengan adanya kepemilikan Kartu Tanda Penduduk yang berbeda antar masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan Seberang menjadikan wilayah ini terbagi ke dalam dua wilayah administrasi yaitu wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang dan wilayah administrasi Kota Medan. Hal ini dibuktikan dengan adanya dusun empat belas dari Desa Palu Kurau Kecamatan Hamparan Perak yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang dan Lingkungan XII Kelurahan Belawan I yang termasuk wilayah administrasi dari Kota Medan yang tepatnya termasuk dalam Kecamatan Medan Belawan.

Penduduk kampung nelayan seberang moyoritas berprofesi sebagai nelayan tradisional. Hal ini tidak terlepas dari lokasi kampung nelayan yang berada di muara sungai batang serai yang juga berbatasan langsung dengan laut belawan yang merupakan jalur transportasi laut di pelabuhan belawan Kota


(38)

94

Medan. Kondisi penghasilan nelayan yang diliputi ketidakpastian menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup rumah tangga nelayan. Sehingga hal ini disikapi dengan melakukan berbagai adaptasi untuk mempertahankan hidup

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yang diwujudkan dalam dua pertanyaan. Pertama, Bagaimana kondisi sistem sosial dan budaya masyarakat di Kampung Nelayan Seberang dikaitkan dengan kondisi kemiskinan yang ada. Kedua, Bagaimana bentuk-bentuk strategi adaptasi yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam menghadapi perubahan hidup terkait dengan pilihan mereka untuk tinggal dan menetap di Kampung Nelayan Seberang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan yang terjadi di kampung nelayan merupakan akibat dari ketidakmampuan individu nelayan dalam mengakumulasi basis kekuasaan sosial yang ada di masyarakat. Basis kekuasaan sosial itu berupa : pertama, kekuasaan atas aset berupa tanah yang bukan merupakan hak milik akan tetapi hanya berupa hak pakai yang sewaktu-waktu dapat diminta kembali oleh pemiliknya yang dalam hal ini yaitu Pelabuhan Belawan. Sehingga hal tersebut menyebabkan ketidakpastian tempat tinggal di masa mendatang. Kedua, sumber keuangan yang tidak menentu dari hasil melaut yang penuh ketidakpastian. Hal ini menyebabkan nelayan terlilit hutang kepada toke-toke yang menampung hasil tangkapan mereka yang hanya dapat dibayar dari hasil tangkapan berikutnya. Ketiga, organisasi sosial masyarakat seperti kelompok arisan yang tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh nelayan karena hasil pengumpulan uang dari kelompok arisan ini bertujuan sebagai pengeluaran yang mendesak seperti perbaikan perahu, biaya pengobatan, perbaikan rumah. Sehingga hal ini tentunya tidak akan terasa manfaatkan terhadap kebutuhan hidup


(39)

95

yang harus dipenuhi setiap harinya. Keempat, jaringan sosial nelayan untuk memperoleh pekerjaan lain, keterampilan dan pengetahuan baru hanya terbatas di lingkungan masyarakat nelayan kampung nelayan seberang. Hal ini sebagai akibat ketergantungan yang tinggi terhadap kehidupan melaut sebagai mata pencaharian utama yang tentunya membatasi nelayan untuk mendapatkan penghasilan baru selain dari penghasilan sebagai nelayan. Kelima, akses informasi yang juga terbatas bagi nelayan di kampung nelayan seberang. Sama halnya dengan keterbatasan jaringan sosial, akses informasi juga diakibatkan ketergantungan yang tinggi terhadap kehidupan melaut sebagai mata pencaharian utama yang juga tentunya membatasi nelayan untuk mendapatkan informasi baru yang berguna dalam kehidupannya. Dari keseluruhan basis sosial yang telah dijelaskan di atas dapat dilihat bagaimana kondisi nelayan di Kampung Nelayan Seberang yang dapat dikategorikan miskin karena keterbatasan berbagai aspek dari basis sosial yang ada di Kampung Nelayan Seberang. Mulai dari tidak adanya aset berupa rumah dan tanah yang menjadi jaminan hidup di masa mendatang, penghasilan yang tidak menentu, hingga dampak kekurangan akses jaringan sosial dan informasi akibat dari mata pencaharian utama sebagai nelayan yang mengharuskan para nelayan menghabiskan waktu untuk kegiatan melaut dan memperbaiki kapal serta alat tangkap yang mereka miliki sebagai modal hidup untuk mencari nafkah.

Selain itu, hasil penelitian ini juga telah menjawab pertanyaa kedua dari rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian yaitu Bagaimana bentuk-bentuk strategi adaptasi yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam menghadapi perubahan hidup terkait dengan pilihan mereka untuk tinggal dan menetap di


(40)

96

Kampung Nelayan Seberang. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dapat dibagi menjadi dua bidang yaitu strategi adaptasi di bidang ekonomi, strategi adaptasi di bidang sosial dan budaya.

Di bidang ekonomi, strategi adaptasi dalam bertahan hidup yang dilakukan nelayan berupa aktifitas ektraksi dan aktifitas produksi. Pertama, aktifitas ektraksi adalah mengambil sumberdaya langsung dari alam tanpa adanya ikut campur dalam perkembangan yang terjadi di alam. Seperti itu juga halnya dengan nelayan yang ada di Kampung Nelayan Seberang yang mengambil sumberdaya langsung berupa ikan, udang, kepiting dan lainnya dari laut tanpa adanya ikut campur dalam pertumbuhan dan reproduksi sumberdaya tersebut. Dalam aktifitas ektraksi ini nelayan menggunakan setiap waktunya untuk melaut sebagai bentuk mengatasi penghasilan yang diliputi ketidakpastian. Selain itu, penggunaan berbagai alat tangkap serta penggunaanya di waktu-waktu yang tepat merupakan bentuk strategi yang dilakukan nelayan untuk memperoleh hasil yang lebih banyak. Kedua, aktifitas produksi yang bertujuan untuk menghasilkan atau menambah nilai jual dari suatu barang. Aktifitas produksi ini merupakan bentuk adaptasi keluarga nelayan untuk menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan akibat dari pengahasilan melaut yang tidak menentu. Aktifitas produksi yang dilakukan keluarga nelayan berupa : beternak serta membuat terasi,ikan asin dan udang kering sebagai produksi untuk menambah nilai jual dari hasil melaut.

Di bidang sosial dan budaya, bentuk strategi yang diterapkan oleh masyarakat dengan memanfaatkan hubungan sosial di masyarakat baik hubungan vertikal maupun horizontal serta memanfaatkan organisasi sosial yang ada seperti kelompok arisan sebagai wadah untuk mempererat hubungan sosial antar warga


(41)

97

serta untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi yang terjadi di keluarga nelayan. Pemilihan kampung nelayan seberang sebagai tempat tinggal walaupun diliputi ketidakpastian akan jaminan di masa depan juga merupakan sebuah strategi bertahan hidup bagi masyarakat kampung nelayan seberang. Selain itu, dengan adanya dua wilayah administrasi di kampung nelayan seberang yaitu wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang dan wilayah administrasi Kota Medan, memberikan pilihan bagi warga kampung nelayan yang sebagian besar merupakan pendatang untuk memilih wilayah administrasi yang diinginkan. Dan sebagian besar warga memilih kota medan sebagai wilayah administrasi. Hal ini karena lokasi kampung nelayan seberang yang lebih dekat dengan kota medan dibandingkan dengan kabupaten deli serdang sehingga memudahkan masyarakat dalam pengurusan administrasi kependudukan. Namun, alasan yang utama pemilihan kota medan sebagai wilayah administrasi adalah karena banyaknya bantuan yang diterima dari berbagai pihak baik pemkot maupun pihak swasta sebagai faktor dari kota medan sebagai ibukota provinsi yang tentunya mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan kabupaten deli serdang.

5.2. Saran

Kemiskinan yang terjadi pada nelayan di kampung nelayan seberang merupakan akumulasi dari berbagai penyebab yang ada di kehidupan nelayan terutama ketidakpastian penghasilan dari hasil tangkapan nelayan serta ketidakmampuan nelayan dalam mengakumulasi basis kekuasaan sosial yang ada di masyarakat . Hal ini tentunya perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai kalangan baik pemerintah sebagai abdi negara, lembaga, maupun para akademisi


(42)

98

untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Sehingga kehidupan nelayan tradisional di Indonesia khususnya di kampung nelayan seberang dapat keluar dari jerata kemiskinan yang melanda mereka.

Selain itu, kampung nelayan seberang merupakan kawasan milik Pelabuhan Belawan yang sewaktu-waktu jika dibutuhkan, masyarakat di kampung nelayan seberang harus pindah dari lokasi tersebut. Hal ini terjadi karena pembiaran yang dilakukan oleh otoritas pelabuhan maupun negara dalam hal ini pemerintahan Kabupaten Deli Serdang dan Pemerintah Kota Medan sehingga kampung nelayan seberang yang pada awalnya merupakan hutan mangrove beralih fungsi menjadi pemukiman. Jika penggusuran terjadi di kampung nelayan seberang, maka pihak-pihak yang berwenang harus memikirkan mulai dari sekarang relokasi tempat tinggal bagi masyarakat nelayan yang terkena dampak penggusuran sebagai bentuk tanggung jawab akibat dari pembiaran tersebut.


(43)

35 BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Kampung Nelayan Seberang

Kampung Nelayan Seberang merupakan suatu perkampungan pesisir yang secara administratif terbilang unik. Keunikan ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa secara faktual Kampung Nelayan Seberang terletak di dalam kawasan yang secara wilayah administrasi menjadi bagian dari Kabupaten Deli Serdang. Namun demikian, berdasarkan fakta di lapangan diketahui bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan Seberang secara legal formal terdaftar sebagai penduduk Kota Medan. Legalitas mereka ditandai dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Medan.

Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa wilayah Kampung Nelayan Seberang pada dasarnya terbagi atas dua bagian. Sebagian wilayah yang letaknya mengarah ke hulu sungai adalah sebuah kawasan yang dikenal dengan sebutan Dusun XIV Desa Paluh Kurau. Kawasan tersebut setidaknya dihuni oleh sekitar 50 KK yang secara administrasi adalah bagian dari Kecamatan Hamparan Perak Kabupatan Deli Serdang. Kejelasan identitas di kawasan Dusun XIV diketahui dari kartu identitas kependudukan berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Kawasan ini sendiri letaknya sekitar 500 meter dari pemukiman induk yang ada di tepian sungai yang mengarah ke hilir (muara Sungai).


(44)

36

Sebutan Kampung Nelayan Seberang sendiri adalah merujuk pada kawasan pemukiman induk yang saat ini setidaknya dihuni oleh sekitar 800-an KK. Kawasan ini pulalah yang secara legal formal menjadi bagian dari Kota Medan. Indentitas kependudukan yang berupa kartu tanda penduduk milik masyarakat Kampung Nelayan Seberang sepenuhnya dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan. Secara admisnitrasi tercatat bahwa Kampung Nelayan Seberang adalah sebutan lain buat kawasan Lingkungan XII Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan. Tidak hanya itu, beberapa fasilitas umum seperti sekolah yang ada di Kampung Nelayan Seberang juga mencantumkan Kota Medan sebagai alamat resminya.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa keunikan yang ditemukan di Kampung Nelayan Seberang sebenarnya tidak terlepas dari sejarah terbentuknya Kampung Nelayan Seberang itu sendiri. Hasil penggalian informasi memperlihatkan bahwa setidaknya terdapat beberapa versi cerita dari tentang asal keluarga nelayan yang pertama kali tinggal di Kampung Nelayan. Versi cerita tentang asal keluarga nelayan yang mentap di kawasan ini juga merupakan bagian penting dari sejarah berdirinya Kampung Nelayan Seberang.

Versi pertama cerita asal usul pendirian Kampung Nelayan Seberang diperoleh dari informan yang bernama Pak Mispar. Saat diwawancarai, beliau berusia 73 Tahun dan sudah tinggal di Kampung Nelayan selama 35 Tahun. Berdasarnya penuturannya diketahui bahwa Kampung Nelayan Seberang mulai didirkan pada kisaran tahun 1957 oleh 5 keluarga nelayan yang pindah dari Kota Datar Kabupaten Deli Serdang. Pada awalnya, kelima keluarga tersebut bertahan hidup di kawasan tersebut dengan tetap menjadikan nelayan sebagai mata


(45)

37

pencaharian. Keberhasilan mereka menetap dan hidup secara lebih baik dari sebelumnya mendorong mereka untuk mulai mengajak kerabat-kerabat dekat untuk tinggal di Kampung Nelayan Seberang. Kabar itu juga tersebar luas kepada masyarakat yang tinggal di sekitar Kampung Nelayan Seberang yang kemudian ikut tinggal di Kampung Nelayan Seberang. Tahun 90-an merupakan puncak migrasi penduduk ke Kampung Nelayan Seberang dari berbagai wilayah baik dari Kota Medan Maupun daerah dari Kabupaten Deli serdang yang merupakan wilayah terdekat dengan Kampung Nelayan Seberang.

Sementara itu, versi kedua dari sejarah muasal terbentuknya Kampung Nelayan Seberang di peroleh dari informan lainnya yang bernama Pak Safaruddin. Usia Pak Safaruddin saat diwawancarai adalah 57 Tahun. Saat ini informan juga menjabat sebagai Kepala Lingkungan di Kampung Nelayan Seberang. Berdasarkan penuturannya diketahui bahwa asal mula berdirinya Kampung Nelayan Seberang pada tahun 1958. Pada tahun 1958 tersebut kawasan ini masih merupakan kawasan hutan bakau yang kondisinya jarang didatangi oleh nelayan.

Pada saat itu, beberapa keluarga dari Karang Gading Kabupaten Langkat datang ke kawasan ini untuk mencari ikan dan kepiting. Kemudian untuk mendapatkan hasil tangkapan yang cukup, mereka memutuskan untuk mendidirikan pondok di Kampung Nelayan Seberang sebagai tempat tinggal sementara selama masa pencarian ikan dan kepiting berlangsung. Apabila hasil tangkapan dirasa cukup barulah mereka kembali ke kampung halaman di Karang Gading. Namun seiring berjalannya waktu, mereka memutuskan untuk membawa keluarga tinggal di Kampung Nelayan Seberang dengan alasan untuk menghemat waktu tempuh dalam mencari ikan dan kepiting di Kampung Nelayan Seberang.


(46)

38

Kemudian kabar adanya penghuni di Kampung Nelayan Seberang membuat masyarakat di Sekitar Kampung Nelayan Seberang mencari peruntungan di sana dan puncaknya pada tahun 1990-an migrasi besar-besaran terjadi ke Kampung Nelayan Seberang.

Versi lain dari sejarah berdirinya Kampung Nelayan Seberang di Peroleh dari informan lainnya yang bernama Pak Masni. Informan ini saat diwawancari telah berusia 42 Tahun dan merupakan anak dari salah satu orang yang di-tua-kan di Kampung Nelayan Seberang. Dalam wawancara yang dilakukan, Pak Masni mengisahkan bahwa berdirinya Kampung Nelayan Seberang bermula ketika kedatangan beberapa nelayan untuk mencari ikan dan kepiting pada tahun 1950-an dari Kar1950-ang Gading d1950-an Kota Datar y1950-ang kemudi1950-an mendirik1950-an pondok/gubuk di Kampung Nelayan Seberang. Pondok/ Gubuk tersebut pada awalnya hanya diperuntukkan sebagai tempat menginap sementara selama mereka melakukan penangkapan ikan dan kepiting. Seiring berjalanannya waktu, beberapa nelayan tersebut membawa serta keluarga untuk tinggal di pondok dan menetap di sana yang kemudian juga diikuti oleh kerabat dan keluarga nelayan lainnya.

Pada tahun 1980-an, pembukaan tambak secara besar-besaran terjadi di Kampung Nelayan Seberang. Kegiatan penambakan udang tersebut dimodali oleh beberap pengusaha dari etnis Aceh dan Tionghoa. Aktivitas pengelolaan tambak yang membutuhkan banyak tenaga kerja telah mendorong para pengusaha untuk merekrut tenaga kerja terampil dibidang penambakan udang. Pada periode tersebut didatangkanlah beberapa tenaga kerja terampil dari Blitar, Jawa Timur. Menurut informan, pada periode pembukaan lahan tambak ini pulalah proses migrasi penduduk yang cukup besar dari pulau Jawa ke Kampung Nelayan


(47)

39

Seberang terjadi. Pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Deli Serdang maupun pemerintah Kota Medan terhadap wilayah Kampung Nelayan Seberang sebagai hunian, menjadikan kawasan ini berkembang secara perlahan. Kawasan ini yang sebenarnya merupakan salah satu wilayah hutan mangrove di Pantai Timur Sumatera Kawasan yang berfungsi sebagai penahan abrasi pantai. Seiring dengan pertumbuhan pemukiman di kawasan ini, maka mulailah terjadi peralihan fungsi yang sebelumnya adalah kawasan hutan menjadi kawasan pemukiman. Secara lambat tapi pasti, Kampung Nelayan Seberang semakin berkembang dan ini ditandai dengan pertambahan penduduk yang semakin banyak.

Perkembangan Kampung Nelayan Seberang ini juga diamini oleh informan lainnya. Dalam penuturannya ia mengatakan bahwa kehadiran tambak udang telah ikut mendorong pertambahan penduduk di kawasan ini. Secara rinci informan yang saat diwawancarai menjabat sebagai kepala lingkungan di Kampung Nelayan Seberang menuturkan sebagai berikut:

“Kampung nelayan ini muncul karena ada beberapa keluarga dari darat (Belawan) yang bangun rumah disini buat jaga tambak, terus anak-anaknya juga ikut bangun rumah disini. Karena sudah banyak rumah disini makanya banyak orang pindah dari darat kesini, kalau orang banyak pindah kesini baru-baru aja sekitar tahun 90-an, makanya sekarang nyampe 800 an KK disini.”(Wawancara, tanggal 18 Mei 2015)

2.2 Letak dan Keadaan Geografis

Kondisi lainnya terkait dengan gambaran lokasi penelitian yang juga perlu dipaparkan adalah menyangkut letak dan keadaan geografi. Berdasarkan data sekunder dari Daftar Isian Penyusunan Profil Kelurahan/ Kecamatan Medan Belawan Tahun 2012 diketahui bahwa Kampung Nelayan Seberang merupakan


(1)

KATA PENGANTAR

Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumberdaya alam. Bukan hanya sumberdaya alam berupa bahan tambang seperti minyak bumi, batu bara, dan gas bumi, akan tetapi juga Indonesia kaya akan sumberdaya alam berupa sumberdaya perikanan yang begitu melimpah. Namun pengelolaan yang tidak tepat, serta hanya berfokus pada peningkatan kuantitas hasil tangkapan tanpa diimbangi dengan upaya pelestarian yang memadai menyebabkan terjadinya kerusakan pada sumberdaya perikanan ini. Kerusakan sumberdaya perikanan di Indonesia pada khususnya disebabkan oleh ulah manusia yang menghalalkan berbagai cara dalam mengambil sumberdaya perikanan seperti penggunaan pukat harimau, bahan peledak, maupun racun dalam upaya pengambilan sumberdaya perikanan. Hal ini mengakibatkan terumbu karang sebagai tempat perkembangbiakan ikan dan biota laut lainnya menjadi rusak. Selain itu, alih fungsi hutan mangrove menjadi wilayah pemukiman, perkebunan, maupun industri juga semakin memperparah kondisi lingkungan pesisir. Karena selain untuk penahan gelombang dan mencegah abrasi, hutan mangrove juga berfungsi sebagai tempat perkembangbiakan ikan dan biota air lainnya sama halnya seperti fungsi dari terumbu karang.

Nelayan tradisional sebagai mata pencaharian mayoritas masyarakat di pesisir Indonesia yang menggantungkan hidup dari hasil laut tentunya menjadi pihak yang merasakan dampak negatif paling besar bagi kehidupannya. Hal ini dikarenakan hasil tangkapan yang diperoleh tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin tinggi. Kondisi dimana kuantitas ikan dan biota laut jauh berkurang akibat ekploitasi yang dilakukan secara berlebihan demi mendapatkan keuntungan semata. Kehidupan nelayan tradisional di sebagian wilayah pesisir Indonesia yang sumberdaya perikanannya telah mengalami kerusakan serta termasuk wilayah over fishing (tangkap lebih), menimbulkan masalah baru yaitu kemiskinan akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan subsisten rumah tangga dalam masyarakat nelayan tradisional. Kondisi inilah yang disikapi oleh nelayan dengan berbagai upaya strategi adaptasi untuk


(2)

mempertahankan hidup mereka dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada di keluarga, masyarakat dan lingkungan tempat tinggal.

Gambaran kondisi kemiskinan dan startegi adaptasi yang dilakukan komunitas nelayan untuk bertahan di tengah-tengah kemiskinan yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya adalah hal yang ingin dijelaskan lebih lanjut dalam skripsi ini. Gambaran kondisi tersebut diambil dari salah satu komunitas nelayan yang bermukim di salah satu wilayah pesisir yaitu komunitas nelayan di Kampung Nelayan Seberang, Kecamatan Medan Belawan, Propinsi Sumatera Utara. Tentunya kehadiran skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembaca serta menjadi sumber referensi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat guna bagi kehidupan komunitas nelayan.

Penulis menyadari skripsi ini bukanlah skripsi yang sempurna karena masih banyak terdapat berbagai kekurangan baik itu cara penulisan maupun isi yang belum sepenuhnya menggambarkan kondisi real kehidupan komunitas nelayan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat berarti untuk menjadikan skripsi ini lebih baik.

Medan, Oktober 2015 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... iii

ABSTRAK ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ... 8

1.3. Rumusan Masalah ... 18

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 19

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 19

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 20

1.5. Metode Penelitian ... 20

1.5.1. Jenis Data ... 20

1.5.2. Metode Pengumpulan Data ... 21

1.5.3. Analisis Data ... 33

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Kampung Nelayan Seberang ... 35

2.2. Letak dan Keadaan Geografis ... 39

2.3. Kondisi Demografi ... 41

2.3.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

2.3.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 42

2.3.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 44

2.3.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 45

2.3.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku/Etnis ... 46

2.4. Pola Pemukiman ... 49

2.5. Sarana dan Prasarana ... 50

2.5.1. Sarana dan Prasarana Jalan ... 50

2.5.2. Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 51

2.5.3. Sarana dan Prasarana Kesehatan ... 52

2.5.4. Sarana dan Prasarana Air Bersih ... 54

2.5.5. Sarana dan Prasarana Ibadah ... 54

2.5.6. Sarana dan Prasarana Olahraga ... 56

2.6. Gambaran Umumu Aktifitas Sosial Masyarakat ... 56

2.7. Gambaran Umum Aktifitas Ekonomi Masyarakat... 58

BAB III KONDISI KEHIDUPAN MASYARAKAT 3.1. Kampung Nelayan Seberang : Potret Sebuah Kampung Miskin .... 62

3.1.1. Kepemilikan Aset ... 63

3.1.2. Sumber Keuangan ... 65


(4)

3.1.4. Jaringan Sosial ... 71

3.1.5. Informasi... 74

3.2. Motif dan Alasan Masyarakat Untuk Tinggal di Kampung Nelayan Seberang ... 76

3.1.1. Motif dan Alasan Tinggal di Kampung Nelayan Seberang Periode Sejak Berdirinya Hingga Era 1990-an ... 77

3.1.2. Motif dan Alasan Tinggal di Kampung Nelayan Sesudah Era 1990-an Hingga Saat Ini ... 79

BAB IV STRATEGI ADAPTASI DALAM BERTAHAN HIDUP 4.1. Pola dan Strategi Adaptasi Dalam Bidang Ekonomi ... 83

4.1.1. Aktifitas Ekstraksi (Mengambil Langsung Dari Alam) ... 83

4.1.2. Aktifitas Produksi ... 85

4.2. Pola dan Strategi Adaptasi Dalam Bidang Sosial Budaya ... 88

4.2.1. Bentuk Sistem Sosial di Masyarakat ... 88

4.2.2. Bentuk dan Pola Preferensi Tempat Tinggal ... 91

BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan ... 93

5.2. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN

Daftar Informan Interview Guide


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. : Luas Wilayah Diperinci Per Kelurahan di Kecamatan

Medan Belawan Tahun 2013………. 40 Tabel 2.2. : Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin per

Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013…. 41 Tabel 2.3. : Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian per

Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013…. 42 Tabel 2.4. : Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Per Kelurahan

di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013……….. 45 Tabel 2.5. : Komposisi Penduduk Kampung Nelayan Seberang

Berdasarkan Suku/Etnis Tahun 2012………. 47 Tabel 2.6. : Sarana Kesehatan Per Kelurahan di Kecamatan Medan

Belawan Tahun 2013………. 52 Tabel 2.7. : Sarana Ibadah Per Kelurahan di Kecamatan Medan


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Alur Fikir Penelitian………... 18 Gambar 2.1 : Kondisi Jalan di Kampung Nelayan Seberang…………... 51 Gambar 2.2 : Sekolah Dasar Negeri di Kampung Nelayan

Seberang……… 52 Gambar 2.3 : Posyandu di Kampung Nelayan Seberang………. 53 Gambar 2.4 : Tempat penampungan air, kiri dan Sumur Bor, kanan di

Kampung Nelayan Seberang……….. 54 Gambar 2.5 : Mesjid di Kampung Nelayan Seberang………. 56 Gambar 2.7 : Lapangan Badminton dan Lapangan Futsal………... 57