Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Menggunakan Biosolar di Kota Medan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tingginya kebutuhan masyarakat akan energi khususnya bahan bakar minyak
yang berasal dari fosil (bahan tambang) memunculkan masalah tersendiri. Energi
ini kini semakin terbatas jumlahnya kerena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui,
serta tingkat polusi yang dihasilkan relatif tinggi. Masalah ini memicu lahirnya
gagasan untuk mengembangkan bahan bakar yang berasal dari non-fosil yakni
bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari tumbuhan atau pun hewan yang
diambil minyaknya. BBN nantinya diharapkan dapat mengantikan peran bahan
bakar yang berasal dari fosil tersebut (Mangunwidjaja dan Sailah, 2009).
Hingga saat ini BBM tersebut lebih banyak menggunakan bahan bakar berbasis
fosil sebagai sumber energi. Padahal persediaan minyak mentah di Indonesia
sekitar 9 (sembilan) milyar barrel dan dengan laju produksi rata-rata 500 (lima
ratus) juta barrel per tahun, maka persediaan tersebut akan habis dalam 18 tahun
ke depan. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut Indonesia harus
mengembangkan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, salah satunya
ialah Biosolar (Dept. Energi & Sumber Daya Mineral, 2010).
Kelapa sawit adalah jenis tanaman yang secara resmi dianjurkan oleh pemerintah
sebagai bahan penghasil biodiesel. Karena kandungan minyaknya cukup tinggi
dibandingkan jenis-jenis tanaman lain. Kelapa sawit dapat mampu menghasilkan
5.950 liter minyak/ha/tahun, sedangkan jarak pagar misalnya, hanya mampu
menghasilkan 1.892 liter minyak/ha/tahun (Kong, 2010).
1
Universitas Sumatera Utara
2
Minyak kelapa sawit sangat berpotensi sebagai bahan baku biosolar dan bagi
Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar dunia mempunyai peluang
untuk menghasilkan bahan bakar biosolar. Tujuan utama adalah bagaimana kita
dapat memanfaatkan sumber yang melimpah di Indonesia menjadi lebih
bermanfaat. Jika hal ini dilaksanakan maka selain dapat mengendalikan produksi
sawit di saat panen besar, keuntungan lainnya adalah mengurangi impor minyak
diesel yang menyita cadangan devisa Negara (Haryanto, 2002).
Seperti diketahui bahwa nilai tambah hasil pertanian berada pada aktivitas hilir
yaitu pengolahan, distribusi dan pemasaran. Sebagai negara agraris, maka
kebijakan pengembangan industri seharusnya diarahkan pada industri yang
berbasis pertanian. Dengan demikian secara bertahap ke depan ekspor hasil
pertanian semakin bergeser ke hasil olahan bahkan final product yang nilai
tambahnya lebih besar (Nuhung, 2002).
Biosolar mulai diluncurkan di Indonesia sejak tahun 2006 dan pemasaran Biosolar
di SPBU wilayah Medan dan sekitarnya dimulai pada 28 Juni 2010, pemasaran
dilakukan secara bertahap pada seluruh SPBU dalam menggantikan bahan bakar
solar menjadi biosolar dimana rata-rata penyalurannya mencapai 18.000 liter per
hari di setiap SPBU (Permadi, 2012).
Dari awal peluncurannya Biosolar di Kota Medan pada tanggal 28 Juni 2010
jumlah SPBU yang mendistribusikan Biosolar berjumlah 4 unit dengan jumlah
Biosolar yang disalurkan sebanyak 144.000 liter dan pada bulan Mei 2011 jumlah
SPBU yang mendistribusikan Biosolar mengalami peningkatan menjadi 43 unit
dengan jumlah Biosolar yang disalurkan sebanyak 15.987.000 liter.
Universitas Sumatera Utara
3
Biosolar yang dipasarkan di Kota Medan adalah jenis Biosolar B-20 dengan
kandungan 80% minyak Solar dan 20% Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang
akan terus berkembang setiap tahunnya sampai tahun yang telah ditetapkan oleh
pihak SPBU yang mengacu pada peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2013.
Tabel 1.1. Pentahapan Kewajiban Minimal Pemanfaatan Biodiesel (B100)
Jenis
Sektor
Oktober
2008 s.d.
Desember
2008
Januari
2009
Januari
2010
Rumah
Tangga
-
-
-
Transportasi
PSO
1%
(existing)
1%
2,5%
Transportasi
Non PSO
-
1%
Industri
dan
Komersial
Pembangkit
Listrik
2,5%
0,1 %
Januari
2015
Januari
2020
Januari
2025
Keterangan
-
-
5%
10%
20%
3%
7%
10%
20%
2,5%
5%
10%
15%
20%
0,25%
1%
10%
15%
20%
Saat ini
tidak
ditentukan
Terhadap
kebutuhan
total
Terhadap
kebutuhan
total
Terhadap
kebutuhan
total
Terhadap
kebutuhan
total
-
Sumber: PT. Pertamina Persero, 2017.
Pertamina menawarkan variasi produk bahan bakar kendaraan bermesin diesel
yaitu Biosolar, Dexlite dan Pertamina DEX. Dengan harga yang bervariasi juga
yaitu Biosolar dengan harga jual Rp. 5.150,-/liter, Dexlite dengan harga yang
ditawarkan Rp. 7.200,-/liter dan Pertamina DEX dengan harga yang ditawarkan
Rp. 8.500,-/liter. Biosolar termasuk bahan bakar yang di subsidi oleh pemerintah
sehingga harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan produk solar lainnya.
Selain itu varian produk solar yang disediakan oleh pemerintah melalui PT.
Pertamina, hanya Biosolar yang merupakan produk yang memiliki kandungan
Universitas Sumatera Utara
4
campuran bahan bakar nabati ataupun dari tanaman yang merupakan dukungan
program yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia.
Penyaluran biosolar di Kota Medan merupakan salah satu bentuk dukungan
Pertamina terhadap program pemerintah tentang penyediaan dan pemanfaatan
bahan bakar nabati (BBN) sebagai bahan bakar alternatif bagi konsumen yang
memiliki kendaraan bermesin diesel. Dan dapat dilihat pada Peraturan Menteri
ESDM No. 25 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa setiap SPBU yang ada
diseluruh wilayah Indonesia wajib menyediakan Biosolar sebagai pengganti solar
sebelumnya. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah SPBU yang menyalurkan
biosolar mencapai 160 SPBU di Sumatera Utara dan sebagian besar SPBU yang
menyediakan biosolar paling banyak berada di Kota Medan sebanyak 88 unit.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji perkembangan
volume distribusi konsumsi oleh konsumen pengguna kendaraan berbahan bakar
biosolar serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
keputusan konsumen dalam menggunakan biosolar di Kota Medan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa identifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan volume distribusi konsumsi biosolar di daerah
penelitian?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam
menggunakan biosolar di daerah penelitian?
Universitas Sumatera Utara
5
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis perkembangan volume distribusi konsumsi biosolar di
daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan
konsumen dalam menggunakan biosolar di daerah penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan di kemudian hari dapat digunakan sebagai:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan
untuk meningkatkan kualitas biosolar sebagai pengganti bahan bakar
kendaraan bermesin diesel.
2. Sebagai bahan informasi bagi konsumen serta pihak terkait mengenai
pengguna biosolar sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan
dengan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tingginya kebutuhan masyarakat akan energi khususnya bahan bakar minyak
yang berasal dari fosil (bahan tambang) memunculkan masalah tersendiri. Energi
ini kini semakin terbatas jumlahnya kerena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui,
serta tingkat polusi yang dihasilkan relatif tinggi. Masalah ini memicu lahirnya
gagasan untuk mengembangkan bahan bakar yang berasal dari non-fosil yakni
bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari tumbuhan atau pun hewan yang
diambil minyaknya. BBN nantinya diharapkan dapat mengantikan peran bahan
bakar yang berasal dari fosil tersebut (Mangunwidjaja dan Sailah, 2009).
Hingga saat ini BBM tersebut lebih banyak menggunakan bahan bakar berbasis
fosil sebagai sumber energi. Padahal persediaan minyak mentah di Indonesia
sekitar 9 (sembilan) milyar barrel dan dengan laju produksi rata-rata 500 (lima
ratus) juta barrel per tahun, maka persediaan tersebut akan habis dalam 18 tahun
ke depan. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut Indonesia harus
mengembangkan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, salah satunya
ialah Biosolar (Dept. Energi & Sumber Daya Mineral, 2010).
Kelapa sawit adalah jenis tanaman yang secara resmi dianjurkan oleh pemerintah
sebagai bahan penghasil biodiesel. Karena kandungan minyaknya cukup tinggi
dibandingkan jenis-jenis tanaman lain. Kelapa sawit dapat mampu menghasilkan
5.950 liter minyak/ha/tahun, sedangkan jarak pagar misalnya, hanya mampu
menghasilkan 1.892 liter minyak/ha/tahun (Kong, 2010).
1
Universitas Sumatera Utara
2
Minyak kelapa sawit sangat berpotensi sebagai bahan baku biosolar dan bagi
Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar dunia mempunyai peluang
untuk menghasilkan bahan bakar biosolar. Tujuan utama adalah bagaimana kita
dapat memanfaatkan sumber yang melimpah di Indonesia menjadi lebih
bermanfaat. Jika hal ini dilaksanakan maka selain dapat mengendalikan produksi
sawit di saat panen besar, keuntungan lainnya adalah mengurangi impor minyak
diesel yang menyita cadangan devisa Negara (Haryanto, 2002).
Seperti diketahui bahwa nilai tambah hasil pertanian berada pada aktivitas hilir
yaitu pengolahan, distribusi dan pemasaran. Sebagai negara agraris, maka
kebijakan pengembangan industri seharusnya diarahkan pada industri yang
berbasis pertanian. Dengan demikian secara bertahap ke depan ekspor hasil
pertanian semakin bergeser ke hasil olahan bahkan final product yang nilai
tambahnya lebih besar (Nuhung, 2002).
Biosolar mulai diluncurkan di Indonesia sejak tahun 2006 dan pemasaran Biosolar
di SPBU wilayah Medan dan sekitarnya dimulai pada 28 Juni 2010, pemasaran
dilakukan secara bertahap pada seluruh SPBU dalam menggantikan bahan bakar
solar menjadi biosolar dimana rata-rata penyalurannya mencapai 18.000 liter per
hari di setiap SPBU (Permadi, 2012).
Dari awal peluncurannya Biosolar di Kota Medan pada tanggal 28 Juni 2010
jumlah SPBU yang mendistribusikan Biosolar berjumlah 4 unit dengan jumlah
Biosolar yang disalurkan sebanyak 144.000 liter dan pada bulan Mei 2011 jumlah
SPBU yang mendistribusikan Biosolar mengalami peningkatan menjadi 43 unit
dengan jumlah Biosolar yang disalurkan sebanyak 15.987.000 liter.
Universitas Sumatera Utara
3
Biosolar yang dipasarkan di Kota Medan adalah jenis Biosolar B-20 dengan
kandungan 80% minyak Solar dan 20% Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang
akan terus berkembang setiap tahunnya sampai tahun yang telah ditetapkan oleh
pihak SPBU yang mengacu pada peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2013.
Tabel 1.1. Pentahapan Kewajiban Minimal Pemanfaatan Biodiesel (B100)
Jenis
Sektor
Oktober
2008 s.d.
Desember
2008
Januari
2009
Januari
2010
Rumah
Tangga
-
-
-
Transportasi
PSO
1%
(existing)
1%
2,5%
Transportasi
Non PSO
-
1%
Industri
dan
Komersial
Pembangkit
Listrik
2,5%
0,1 %
Januari
2015
Januari
2020
Januari
2025
Keterangan
-
-
5%
10%
20%
3%
7%
10%
20%
2,5%
5%
10%
15%
20%
0,25%
1%
10%
15%
20%
Saat ini
tidak
ditentukan
Terhadap
kebutuhan
total
Terhadap
kebutuhan
total
Terhadap
kebutuhan
total
Terhadap
kebutuhan
total
-
Sumber: PT. Pertamina Persero, 2017.
Pertamina menawarkan variasi produk bahan bakar kendaraan bermesin diesel
yaitu Biosolar, Dexlite dan Pertamina DEX. Dengan harga yang bervariasi juga
yaitu Biosolar dengan harga jual Rp. 5.150,-/liter, Dexlite dengan harga yang
ditawarkan Rp. 7.200,-/liter dan Pertamina DEX dengan harga yang ditawarkan
Rp. 8.500,-/liter. Biosolar termasuk bahan bakar yang di subsidi oleh pemerintah
sehingga harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan produk solar lainnya.
Selain itu varian produk solar yang disediakan oleh pemerintah melalui PT.
Pertamina, hanya Biosolar yang merupakan produk yang memiliki kandungan
Universitas Sumatera Utara
4
campuran bahan bakar nabati ataupun dari tanaman yang merupakan dukungan
program yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia.
Penyaluran biosolar di Kota Medan merupakan salah satu bentuk dukungan
Pertamina terhadap program pemerintah tentang penyediaan dan pemanfaatan
bahan bakar nabati (BBN) sebagai bahan bakar alternatif bagi konsumen yang
memiliki kendaraan bermesin diesel. Dan dapat dilihat pada Peraturan Menteri
ESDM No. 25 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa setiap SPBU yang ada
diseluruh wilayah Indonesia wajib menyediakan Biosolar sebagai pengganti solar
sebelumnya. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah SPBU yang menyalurkan
biosolar mencapai 160 SPBU di Sumatera Utara dan sebagian besar SPBU yang
menyediakan biosolar paling banyak berada di Kota Medan sebanyak 88 unit.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji perkembangan
volume distribusi konsumsi oleh konsumen pengguna kendaraan berbahan bakar
biosolar serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
keputusan konsumen dalam menggunakan biosolar di Kota Medan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa identifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan volume distribusi konsumsi biosolar di daerah
penelitian?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam
menggunakan biosolar di daerah penelitian?
Universitas Sumatera Utara
5
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis perkembangan volume distribusi konsumsi biosolar di
daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan
konsumen dalam menggunakan biosolar di daerah penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan di kemudian hari dapat digunakan sebagai:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan
untuk meningkatkan kualitas biosolar sebagai pengganti bahan bakar
kendaraan bermesin diesel.
2. Sebagai bahan informasi bagi konsumen serta pihak terkait mengenai
pengguna biosolar sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan
dengan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara