Upaya Korea Selatan Dalam Memperbaiki Hubungan Dengan Korea Utara Melalui Kebijakan The Policy of Peace and Prosperity (Pemerintahan Roh Moo Hyun periode 2003-2008)

BAB II
PASANG SURUT HUBUNGAN ANTARA KOREA SELATAN DAN KOREA UTARA
2.1 Sejarah Konflik Semenanjung Korea
Korea terletak di ujung timur benua Asia, terdiri dari semenanjung Korea dan 3,305
pulau disekitarnya. Wilayah Korea secara keseluruhan meliputi luas 220.000 kilometer
persegi, sementara luas Korea Selatan adalah 98.000 kilometer persegi, sisanya adalah milik
Korea Utara. Wilayah Korea pada bagian utara berbatasan dengan Sungai Yalu dan Tumen.
Sementara bagian timur dan barat dikelilingi oleh perbatasan laut36.
Menurut Soong Hoom Kil dan Chung-in Moon karena letak geografisnya
semenanjung Korea secara tradisional menjadi jembatan penghubung antara benua Asia
(Cina) di Utara dengan wilayah Jepang di Selatan. Selama abad kesembilanbelas,
Jepang dan kekuatan Barat melihat Korea sebagai batu loncatan dimana mereka dapat
meproyeksikan kekuatan dan pengaruhnya ke Manchuria37.
Sementara itu, China dan Rusia menggunakan Korea sebagai batu loncatan
untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka ke pasifik utara.Karena letaknya yang
strategis itulah, Jepang menduduki Korea pada tahun 1910. Jepang secara efektif
menduduki Korea melalui Perjanjian Aneksasi Jepang-Korea. Selama penjajahan,
sekalipun Jepang membangun jalan dan jaringan komunikasi modern, namun kehidupan
rakyat Korea kritis38. Hal itu dikarenakan sistem kerja paksa yang diberlakukan oleh
Jepang.


39

Selain itu juga, ekspor tanaman Korea ke Jepang menyebabkan kekurangan

pangan terjadi di Korea. Jepang melakukan eksploitasi ekonomi terhadap Korea dengan
36

Soong Hoom dan Chung-in Moon. 2001. Understanding Korean Politics; an Introduction. USA: State
University of New York Press, h.11.
37
Chung-In Moon. 2012. The Sunshine Policy; In Defense of Engagement as a Path to Peace in Korea. ROK:
Yonsei University Press, h.11.
38
Young Ick Lew. 2000. Brief History of Korea; A Bird's Eye View. New York: The Korea Society,h.23.
39
news.bbc.co.uk diakses pada tanggal 2 Juli 2017

xxxv
Universitas Sumatera Utara


memanfaatkan makanan, ternak, dan logam dari Korea untuk tujuan perang dan
pertahanan Jepang. Dari sisi kebudayaan, Jepang juga melakukan asimilasi kebudayaan di
Korea. Jepang pada tahun 1937 melarang penggunaan bahasa Korea, dan pengajaran
sejarah dan budaya Korea di sekolah. Jepang juga menerapkan larangan penggunaan
nama Korea.
Menurut Lew, terdapat tiga fase kepemimpinan Jepang di Korea. Jepang
memerintah Korea melalui Gubernur Jendral yang biasanya adalah seorang militer
Angkatan Darat atau Angkatan Laut dari Jepang. Selama tahap pertama pendudukan
Jepang (1910-1919), masyarakat Korea dikendalikan oleh sistem yang merampas
kebebasan dasar masyarakat sipil Korea40. Adanya kontrol sosial yang ketat akhirnya
menghasilkan gerakan berupa demonstrasi nasional pada tanggal 1 Maret 1919 disebut
sebagai

Gerakan

Pertama

Maret

(the


March

First Movement). Demonstrasi

tersebut memaksa Jepang untuk melonggarkan konstruksi peraturan mereka konstriksi
pada masyarakat Korea.
Pada fase kedua pemerintahan kolonial (1919-1932), Pemerintah Jenderal
memberikan kebebasan berekspresi dan berkumpul bagi masyarakat Korea. Pada awal
1920-an, misalnya, tiga surat kabar Korea diterbitkan dalam bahasa asli Korea. Selain itu,
pada tahun 1927, terbentuk partai politik Korea yang terdiri dari partai nasionalis
sayap kanan dan sayap kiri, Sin'ganhoe (masyarakat Korea baru).
Fase ketiga dari pemerintahan Jepang (1932-1945) kembali memberlakukan
aturan keras ke masyarakat Korea, dengan cara mengeksploitasi tenaga serta sumber daya
yang dimiliki masyarakat Korea untuk mendukung upaya Jepang menyarang ke
Manchuria (1932), Cina daratan (setelah 1937), dan Pasifik (setelah tahun 1941).
Masyarakat Korea dipaksa untuk berhenti menggunakan bahasa mereka sendiri dan
40

Lew, Young Ick. 2000. Brief History of Korea; A Bird's Eye View. New York: The Korea Society, h.23.


xxxvi
Universitas Sumatera Utara

diwajibkan mengadopsi nama Jepang serta beribadah di kuil Shinto.
2.2 Akhir Perang Dunia Ke-II dan Pembagian Dua Korea
Memasuki akhir Perang Dunia II, negara-negara sekutu melakukan pertemuan
untuk membahas masalah Asia, termasuk permasalahan Korea di Kairo, Mesir 41.
Pertemuan ini menghasilkan Konferensi Kairo (Cairo Conference) pada Desember 1943.
Konferensi Kairo merupakan konferensi yang berlangsung dari tanggal 23-26 November
dan 3-7 Desember 1943. Dalam Deklarasi Kairo, yang dikeluarkan pada 1 Desember 1943
oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin Delano Roosevelt, Perdana Menteri Inggris
Winston Churchill dan Presiden Cina Chiang Kai-shek, ketiga pemimpin Sekutu, untuk
mengantisipasi kekalahan Jepang, berjanji untuk memberikan kemerdekaan kepada orangorang Korea „pada waktunya‟. Marsekal Stalin menunjukkan dukungannya terhadap
deklarasi ini pada Juli 1945 ketika ia menandatangani Deklarasi Potsdam.
Menurut Fact File situs berita BBC , dalam konferensi ini juga, sekutu
memutuskan untuk melucuti Jepang di semua daerah yang telah diperoleh sejak awal
Perang Dunia I (1914), Amerika Serikat, Cina, dan Inggris telah sepakat di Kairo bahwa
Korea akan diizinkan untuk menjadi bebas dan merdeka pada waktunya setelah
kemenangan Sekutu42. Uni Soviet juga menyetujui prinsip yang sama dalam deklarasi

perang melawan Jepang.
Pada tanggal 8 Agustus 1945, selama hari-hari terakhir Perang Dunia II, Uni
Soviet menyatakan perang terhadap Jepang dengan meluncurkan invasi Manchuria dan
Korea.

43

Pada saat itu, Jepang telah habis oleh perang berlarut-larut melawan Amerika

Serikat dan Sekutu. Peristiwa penjatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada

41

Young Ick Lew. 2000. Brief History of Korea; A Bird's Eye View. New York: The Korea Society, h. 24.
http://news.bbc.co.uk/2/hi/7317086.stm diakses pada 30 Juni 2017
43
Henneka, Andreas. Reflections on Korean history and Its Impacts on the US-North Korean Conflict. ISYP
Journal on Science and World Affairs, Vol. 2, No. 1, 2006, h.21.
42


xxxvii
Universitas Sumatera Utara

tanggal 6 dan juga 9 Agustus telah membuat pemerintah Jepang berupaya mencari cara
untuk mengakhiri perang. Hingga akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang
menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Sejak kemunduran Jepang, Uni Soviet mendaratkan
pasukannya di Korea dari arah utara. Hal tersebut juga diikuti oleh Amerika Serikat yang
mendaratkan pasukannya dari arah selatan sebagai upaya untuk mencegah salah satu
pihak menguasai seluruh Semenanjung Korea.
Ketika perang berakhir dengan menyerahnya Jepang pada 15 Agustus 1945, rakyat
Korea menerima

berita pembebasan mereka dengan kegembiraan

sekaligus

kecemasan44. Rakyat Korea gembira bahwa mereka dibebaskan dari penindasan Jepang
tetapi cemas karena negara mereka harus dibagi sepanjang garis 38 o Lintang Utara (38o
parallel) menjadi dua zona pendudukan militer. Garis 38o Lintang Utara dipelopori oleh
para pembuat kebijakan AS di Washington sepanjang malam 10-11 Agustus yang diklaim

sebagai cara terbaik untuk mencegah Uni Soviet menempati seluruh semenanjung Korea.
Presiden Harry S. Truman menjamin dan membuat perjanjian dengan Marsekal
Joseph Stalin untuk menghormati garis 38o Lintang Utara pada 16 Agustus tanpa harus
berkonsultasi dengan Korea. Di bawah garis 38 o Lintang Utara, Korea bagian selatan
diduduki oleh angkatan bersenjata Amerika Serikat pada bulan September, satu bulan
setelah militer Soviet mulai menempati bagian utara. Pasukan pendudukan AS
menyelenggarakan pemerintahan militer sementara di Korea bagian selatan dengan nama
Pemerintah Militer Amerika Serikat di Korea (United States Army Military Government
in Korea/USAMGIK) di Seoul dan memerintah Korea Selatan selama tiga tahun dengan
dukungan dari Partai Demokrat Korea.
Hingga kemudian, pada 15 Agustus 1948, Korea Selatan yang didukung oleh
Amerika Serikat memerdekakan diri sebagai sebuah negara dengan nama resmi Republic
44

Young Ick Lew. Op. Cit. h.24.

xxxviii
Universitas Sumatera Utara

of Korea (ROK) dan diakui oleh PBB sebagai pemerintahan yang sah 45. Sementara itu,

Uni Soviet juga mendukung berdirinya pemerintahan di Pyongyang dan menghasilkan
kemerdekaan Korea Utara dengan nama resmi Democratic People Republik Korea
(DPRK) pada 9 September 1948.
Pembagian Semenanjung Korea merupakan salah satu bukti jelas yang diakibatkan
persaingan ideologi. Setelah sekutu memenangkan Perang Dingin II. Semenanjung Korea
dibagi dua oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat pada garis lintang 38o. Secara geografis,
Semenanjung Korea dikelilingi oleh Negara-negara besar dan kuat, seperti Cina, Jepang,
dan Rusia. Sejarah mencatat bahwa sejak jaman kerajaan kuno hingga Negara modern,
Negara Korea pernah mengalami lima kali masa penjajahan atau penguasaan, seperti Cina,
Bangsa Mongol, Jepang dan Amerika Serikat serta Uni Soviet pasca Perang Dingin Kedua.
46

Semenanjung Korea memiliki lokasi yang strategis, sehingga Negara-negara besar yang

menjadi Negara tetangga, menjadikan Semenanjung Korea sebagai sasaran dari perluasan
pengaruh serta kepentingan Negara-negara besar tersebut.
Korea adalah sebuah semenanjung di Asia Timur, yang memanjang sekitar 1.100
kilometer kearah selatan daratan Asia kontinental hingga Samudra Pasifik dan dikelilingi
Laut Jepang di timur, Laut China Timur di Selatan, dan Laut Kuning di barat 47. Semenanjung
Korea mempunyai wilayah seluas 220.000 km², sebanyak 70 persen wilayah Semenanjung

Korea adalah pegunungan dan tanah yang bisa diusahakan untuk lahan pertanian lebih kecil.
Jajaran pegunungan berbaris di wilayah sebelah utara dan timur, dengan puncak
tertinggi adalah Gunung Baekdu (2.744 m) di wilayah perbatasan dengan Republik Rakyat
Cina. Panjang garis pantai semenanjung Korea adalah 8.460 kilometer.

45

Kim Yukhoon. Korean History for International Citizens. Seoul: Northeast Asia Foundation. 2007, h. 83.
Yang Seung-Yoon dan Mohtar Mas‟eod, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap
Masyarakat Internasional”, Gadjah Mada University Press, 2002, h. 15.
47
Diakses dari,
http://indonesiaseoul.org/pictures/korea.jpg&w=396&h=425&ei=eWxdT5qnBIfTrQf884WjDA&z oom=1, di
akses pada 05 Juli 2017.
46

xxxix
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Peta Korea


Sumber: Peta Korea
http://indonesiaseoul.org/pictures/korea.jpg&w=396&h=425&ei=eWxdT5qnBIfTrQf884WjDA&z oom=1,

pada 05 Juli 2017

2.2 Perang Korea (1950-1953)
Pasca berdiri sebagai dua negara yang memiliki kedaulatannya masing- masing, hubungan
Korea Selatan dengan Korea Utara diliputi konfrontasi dan ketegangan militer yang
merupakan upaya untuk menyatukan kembali kedua Korea 48. Konfrontasi militer pasca
kemerdekaan menemukan titik puncak ketika pecahnya Perang Korea pada tanggal 25 Juni
1950. Ketika itu pasukan Korea Utara secara tiba-tiba menyerang Korea Selatan pada pagi
hari dan melintasi perbatasan garis 38o Lintang Utara, yang merupakan garis batas antara
wilayah Korea Utara dengan Korea Selatan. Penyerangan tersebut didukung oleh rezim Kim
Il Sung yang juga mendapat dukungan dari Uni Soviet dan Cina.

49

Penyerangan inilah yang


disebut sebagai awal dari Perang Korea. Perang Korea berlangsung dari 25 Juni 1950 hingga
27 Juli 1953. Perang ini disebut juga sebagai proxy war (perang yang dimandatkan) antara
Amerika Serikat dan sekutunya dari Blok Barat dengan Republik Rakyat Cina (RRC) dan

48

Kim Yukhoon. Korean History for International Citizens. Seoul: Northeast Asia Foundation. 2007, h. 84.
Agus N Cahyo. Perang-Perang Paling Fenomenal, Dari KlasikSampai Modern. Yogyakarta: Bukubiru. 2012,
h. 175-176.

49

xl
Universitas Sumatera Utara

Uni Soviet dari Blok Timur.
Beberapa jam pasca penyerangan, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengecam
invasi Korea Utara terhadap Korea Selatan melalui Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB 50.
PBB pun kemudian menerbitkan resolusi 83 yang merekomendasikan negara anggota untuk
memberikan bantuan militer ke Korea Selatan pada 27 Juni 1950. Hal ini membuat wakil
menteri luar negeri Uni Soviet menilai Amerika memulai intervensi bersenjata atas nama
Korea Selatan.
Korea Utara kemudian mengajukan perundingan gencatan senjata pada 10 Juli 1951 di
Kaesong, wilayah Korea Utara bagian selatan. Negosiasi gencatan senjata pun berlanjut dua
tahun kemudian di Panmunjon (perbatasan kedua Korea).
Akhirnya, pada 27 Juli 1953, AS, RRC, dan Korea Utara menandatangani persetujuan
gencatan senjata. Presien Korea Selatan, Syngman Rhee menolak menandatangani namun
berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Walaupun begitu, secara resmi,
perang ini belum berakhir51.
2.3 Hubungan Antara Korea Selatan dan Korea Utara Pasca Perang Dingin
Politik Internasional pasca Perang Dingin ditandai dengan pergeseran dalam hubungan antar
Negara. Adanya pengkajian ulang dan penyesuaian kebijakannya harus terkait dengan
kepentingan strategisnya. Demikian halnya dengan hubungan antara kedua Negara Korea
dalam proses dialog reunifikasi di Semenanjung Korea. Pergantian Chun Doo Hwan kepada
Roh Tae Woo, membuat beberapa kemajuan dalam dialog antar Korea dan Semenanjung
Korea pada pertengahan 1980-an. Pada bulan Agustus tahun 1980, telah ditandanganinya
Law on North-South Exchanges dan Cooperation yang menjadi kerangka dasar bagi
kerjasama antar Korea. 52Dan pada tahun 1989, juga Roh Tae Woo mengeluarkan Unification
50

Ibid, h. 177.
Ibid, h. 178.
52
Young Sun Ji,”Conflicting Visison For Korean Reunification”, Fellow, Weatherhead Center For International
Affairs, Harvard University, Juni 2001, h. 7. Diakses dari http://www.wcfia.harvard.edu, pada 8 Juli 2017.
51

xli
Universitas Sumatera Utara

Formula for The Korean National Community yang merupakan model dari kebijakan
unifikasi pada masa pemerintahannya.

Tujuannya melalui tiga tahap, yaitu: Confidence

Building dan Kerjasama antar Korea, Konferensi Korea dan Estabilishment of Unified
Government.
Kebijakan ke Utara (Northern Policy) pada masa Roh Tae Woo memiliki sasaran
yaitu untuk meredakan situasi ketegangan diantara kedua Negara Korea. Korea Selatan
mengajukan sebuah konferensi puncak dengan Kim II Sung dan sebuah deklarasi yang berisi
tentang kesepakatan non agresi atau larangan pengunaan kekuatan bersenjata diantara kedua
Negara. Roh Tae Woo mengusulkan untuk dibentuk sebuah konferensi yang melibatkan dua
Negara Korea, plus empat Negara kunci (AS, Rusia, Cina dan Jepang) sebagai wahana
konsultasi untuk mempromosikan keamanan di Semenanjung Korea.

53

Pada tanggal 31

Desember 1991, ditandatanganinya “Basic Agreement on Reconciliation, Non-Agression,
and Exchange and Cooperation oleh kedua Perdana Menteri setelah berbagai pembicaraanpembicaraan tingkat tinggi kedua belah pihak.
Basic Agreement ini berlaku efektif bersamaan dengan Joint Declaration on The
Denuclearization of The Korean Peninsula pada tanggal 19 Februari 1992. Dalam
pelaksanaan Basic Agreement, telah disusun suatu protokol pada tanggal 17 September 1992.
Namun mengalami kendala akibat pengembangan nuklir Korea. Memasuki tahun 1993,
dalam mengakhiri era otoriterisme Korea Selatan, Presiden Kim Young Sam dilantik menjadi
Presiden Korea yang secara aktif mempromosikan dialog antar Korea. Kesungguhan Kim
dalam untuk rekonsiliasi yaitu dengan mengembalikan seorang mata-mata Korea Utara yang
ditahan Korea Selatan tanpa syarat apapun. Namun usaha Kim Young Sam kembali
mengalami kegagalan dengan adanya konflik antar AS dengan Korea Utara. 54Krisis ini
merupakan masalah yang cukup serius ketika AS berencana akan menghancurkan fasilitas
Young Jeh Kim, North Korea‟s Nuclear Program and Its Impact On Neighboring Countries, dalam Korea and
World Affairs, Vol. 17, No. 3, Fall 1993, h. 482.
54
Ibid, h. 7.
53

xlii
Universitas Sumatera Utara

nuklir Korea Utara, sehingga perang tidak dapat dihindarkan.
Namun krisis tersebut dicairkan dengan kerjasama diplomatik antar SeoulWashington pada saat mantan Presiden AS J. Carter berkunjung ke Pyongyang untuk
melakukan pertemuan dengan Kim II Sung.

55

Pertemuan tersebut merupakan pertemuan

puncak antara Korea Utara-AS dan perundingan untuk membicarakan permasalahan nuklir di
Korea Utara. Dengan ditandatanganinya
Agreed Framework sebagai bukti bahwa Korea Utara setuju untuk membekukan
program nuklirnya selama delapan tahun. Akan tetapi dalam perjanjian Agreed Framework,
AS menjanjikan pengiriman bahan bakar dan bantuan teknologi untuk membangun dua
reaktor air raksasa untuk kepentingan energi, sebagai resiprositas atas sikap kooperatif Korea
Utara yang menghentikan proyek nuklirnya. Selain itu, dari pertemuan tersebut terbentuk
pula KEDO,

Organisasi Energi di Semenanjung Korea.

56

Melalui organisasi ini,Korea

Selatan, AS, dan Jepang secara bersama-sama memberikan bantuan untuk mendirikan dua
buah reaktor Light-water di Korea Utara. Namun dilain pihak, KTT antara Korea Selatan
dengan Korea Utara mengalami kegagalan. Ini disebabkan meninggalnya Kim II Sung tujuh
belas hari sebelum KTT.
Setelah meninggalnya Kim II Sung, hubungan kedua Negara sempat mengalami
masalah kembali. Hal ini disebabkan, pada masa berkabung di Korea Utara, Korea Selatan
tidak menunjukan

sikap

yang kurang baik

yaitu

dengan

tidak menyampaikan

belasungkawanya. Bahkan malah menyiagakan pasukannya di perbatasan sebagai antisipasi
perkembangan di Korea Utara. Kim Yong Sam, mencoba mengeksploitasi kematian Kim II
Sung sebagai harapan bahwa dengan lemahnya rejim Korea Utara tersebut maka akan
membuka kesempatan bagi masuknya Korea Selatan secara perlahan sehingga akhirnya
mampu menguasai Korea Utara. Namun prediksi bahwa proses pengantian akan melemahkan
Mohtar Masóed, dan Yang Seung-Yoon, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap
Masyarakat Masyarakat Internasional”, h. 67.
56
Ibid, h.122.

55

xliii
Universitas Sumatera Utara

rejim Korea Utara tidak terjadi.

57

Kim Jong Il naik tahta dan menggantikan mendiang

ayahnya sebagai pemimpin Korea Utara. Sementara itu, Korea Selatan merasa tidak nyaman
dengan hubungan antara Korea Utara dengan AS. Dalam hal ini, Korea Selatan takut bila
nantinya AS Tidak akan mendukung Korea Selatan dan bahkan akan mendukung Korea
Utara dalam hubungan bilateralnya dengan AS.
2.4

Kebijakan Korea Selatan Terhadap Korea Utara Sebelum Pemerintahan Roh

Moo Hyun
Pasca berdiri sebagai sebuah negara yang berdaulat, Korea Selatan telah mengalami
masa krisis dari segi tatanan konstitusional dan ketidakstabilan politik. Sejak 1948 yang
merupakan tahun kelahiran konstitusi Korea, sampai 1987, tidak kurang dari enam republik
didirikan di Korea.

58

Selama jangka waktu tiga puluh sembilan tahun, konstitusi direvisi

sembilan kali, dan Korea dipimpin oleh presiden dengan latar belakang militer selama
periode 1961-1992. Baru kemudian pada tahun 1993, Korea dipimpin oleh pemerintahan
demokratis di bawah pimpinan sipil, yakni pada masa pemerintahan Kim Young Sam yang
mulai menjabat secara resmi pada 23 Februari 1993.
Republik pertama di bawah Presiden Syngman Rhee, didirkan pada tahun 1948, dan
runtuh pada 19 April 1960 oleh revolusi Mahasiswa 59. Runtuhnya Syngman Rhee melahirkan
republik kedua di bawah Perdana Menteri Chang Myon. Republik kedua (1960-1961) tidak
berlangsung lama, namun, berakhir dengan kudeta militer oleh Park Chung Hee pada tanggal
16 Mei 1961. Park Chung Hee kemudian muncul sebagai pemimpin republik ketiga (19611973) dan republik keempat (1973-1979). Kemudian republik kelima (1980-1988) dan
keenam dipimpin oleh Chun Doo Hwan dan Roh Tae Woo.

57

Keun-Sik Kim, Inter-Korean Relation and Thr Future of the Sunshine Policy, the Journal of East Asian
Affairs, Vol. XVI, No. 1 Spring/Summer 2002, (The Research Institute for International Affairs, Seoul, Korea
2002), h. 100.
58
Hoom Soong dan Moon Chung-in. 2001. Understanding Korean Politics; an Introduction. USA: State
University of New York Press. h. 33.
59
Ibid, h. 34.

xliv
Universitas Sumatera Utara

Baik di bawah kepemimpinan militer maupun sipil, kebijakan reunifikasi Korea
Selatan terhadap Korea Utara sejak berdirinya Republik Korea pada tahun 1948, mempunyai
tujuan yang sama yaitu untuk meredam potensi konflik terutama dalam bidang militer dengan
Korea Utara yang diharapkan dapat menyatukan kembali Korea(reunifikasi) sebagai tujuan
jangka panjang60. Hanya saja, instrumen yang digunakan oleh setiap pemerintahan Korea
Selatan untuk mencapai tujuan itu berbeda satu sama lain. Pilihan instrumen yang digunakan
itu terkat dengan sifat dasar masig-masing pemerintahan.
2.4.1. Kebijakan Korea Selatan Terhadap Korea Utara di Bawah Pemerintahan
Militer (1948-1992)


Masa pemerintahan Syngman Rhee/ 이승만 (26 Maret 1875 - 19 Juli 1960)
Presiden pertama Korea Selatan yang juga merupakan salah satu tokoh perintis

kemerdekaan Korea Selatan ialah Syngman Rhee (1948-1960). Dalam kepemimpinannya di
awal kemerdekaan, Syngman Rhee mengusung kebijakan resmi pemerintahannya dengan
nama march north for unification, yang secara jelas menerapkan kebijakan unifikasi dengan
kekuatan bersenjata dan menolak untuk hidup berdampingan dengan damai besama Korea
Utara61.
Dalam usaha mewujudkan reunifikasi Korea, pemerintahan Presiden Rhee Syngman
mempertahakan sifat permusuhan yang tidak dapat didamaikan terhadap Korea Utara dan
berusaha mencapai reunifkasi melalui penaklukan terhadap komunisme Korea Utara.
62

Kebijakan reunifikasi Presiden Rhee Syngman itu terkait dengan dua faktor, yaitu rasa

antisipasi dan tidak percaya terhadap komunisme serta klaim Korea Selatan untuk menjadi
satu-satunya pemerintahan yang sah di Semenanjung Korea. Klaim ini didasarkan pada
Mohtar Masóed, dan Yang Seung-Yoon, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap
Masyarakat Masyarakat Internasional”, h. 31.
61
Cha, Victor D, Rhee-straint: The Origins of the U.S.-ROK Alliance.
International Journal of Korean Studies Vol. XV, No. 1, 2011
62
Mohtar Masóed, dan Yang Seung-Yoon, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap
Masyarakat Masyarakat Internasional”, h. 31-32.

60

xlv
Universitas Sumatera Utara

Resolusi Dewan Umum PBB, No. 195 (III) tahun 1948 dan tetap dipertahankan oleh
pemerintahan-pemerintahan Korea Selatan selanjutnya. Resolusi ini menyatakan bahwa
pemerintahan Republik Korea adalah pemerintahan Semenanjung yang sah karena dibentuk
melalui pemilu yang sah dan wilayah Republik Korea didiami oleh sebagian besar rakyat
Korea.
Instrumen utama yang digunakan oleh Presiden Rhee untuk mencapai tujuan
politiknya adalah diplomasi, terutama dengan negara sekutu. Ia mengandalkan kekuatan
Amerika Serikat untuk mendapatkan dan mempertahankan kemerdekaan Korea Selatan dan
untuk menyatukan kembali dua Korea63. Presiden Rhee adalah seorang internasionalis yang
mengeluarkan kebijakanya didasarkan pada kepentingan internal Korea Selatan, karenanya,
ia menggunakan kekuatan asing (negara lain) untuk kepentingan bangsanya.
Dalam pemerintahannya, Presiden Rhee mendesak komandan pasukan Amerika
Serikat bahwa Amerika Serikat yang menjaga keamanan di Korea Selatan untuk
memanfaatkan monopoli nuklirnya dalam memaksa Soviet untuk menarik diri dari
Semenanjung Korea64. Ketika Amerika Serikat memasuki negosiasi gencatan senjata (pasca
perang Korea), Presiden Rhee dengan terbuka menentang penghentian permusuhan. Rhee
menuntut agar Eisenhower (Presiden Amerika Serikat saat itu) untuk menarik pasukan
Amerika Serikat dari Semenanjung jika gencatan senjata itu akan ditandatangani, dan juga
gertak bahwa Korea Selatan lebih memilih bertarung sendirian melawan Korea Utara, Cina,
dan Soviet daripada memilih gencatan senjata.
Selain itu, Presiden Rhee melakukan tindakan destruktif yang sengaja dirancang untuk
menyalakan kembali permusuhan dengan Korea Utara.

65

Salah satu tindakan Prsiden Rhee

yang provokatif terjadi pada bulan Juni 1953 ketika ia secara sepihak mengumumkan adanya
63

Han, Ki-shik S.J. Understanding Korean Politics. USA: State University of New York Press. 2001. h. 10.
Cha, Victor D, Rhee-straint: The Origins of the U.S.-ROK Alliance.
International Journal of Korean Studies Vol. XV, No. 1, 2011. h. 6.
65
Ibid.
64

xlvi
Universitas Sumatera Utara

25.000 tawanan perang Korea yang ditawan di Selatan. Tindakan ini merupakan salah satu
upaya yang disengaja untuk melemahkan negosiasi gencatan senjata, yakni dengan cara
melakukan repatriasi/pengembalian tawanan perang ke negeri asalnya. Repatisi tersebut
merupakan titik utama negosiasi. Pada Akhirnya, Perjanjian Gencatan senjata antara Korea
Utara dan Korea Selatan terjadi. Namun presiden Rhee menolak untuk menandatangani
perjanjian, ia berjanji untuk menghormati perjanjian gencatan senjata tersebut.
Kontribusi Presiden Rhee terhadap sejarah politik Korea salah satunya adalah
kemampuanya melindungi negaranya dari ancaman komunis selama masa awal
kemerdekaan66. Sementara itu, ideologi politik yang ia terapkan selama masa pemerintahanya
adalah ideologi anti-Jepang dananti-komunis. Pemerintahan Presiden Rhee berakhir pada
April 1960, ketika ia digulingkan oleh aksi pemberontakan mahasiswa.


Masa Perdana Menteri Chang Myon/ 장면 (1960-1961)
Pasca pemberontakan mahasiswa di Korea Selatan yang menggulingkan Presiden

Rhee Syngman, pemerintah peralihan Korea dipimpin oleh Ho Chong/
memegang kekuasaan Korea Selatan selama tiga bulan.

허정 yang

67

Di bawah pemerintahannya, Korea

Selatan mulai bersedia untuk memperlunak sikapnya mengenai reunifikasi Korea. Meskipun
di sisi lain, Ho Chong tetap mempertahankan dua kunci utama politik luar negerinya, yakni
berusaha memperbaiki hubungan Korea Selatan dengan Jepang dan negara-negara non-blok,
dan bersedia melakukan usaha-usaha untuk mengakhiri pemisahan Semenanjung Korea
sesuai dengan prinsip-prinsp resolusi PBB.
Pemerintahan peralihan Ho Chong kemudian digantikan oleh kepemimpinan Perdana
Menteri Chang Myon yang melanjutkan kebjakan Ho Chong tersebut 68. Dua hal yang jelas
berbeda dari politik luar negeri yang dijalankan oleh Presiden Rhee dan Perdana Menteri
66

Han, Ki-shik S.J. Understanding Korean Politics. USA: State University of New York Press. 2001. h. 109.
Mohtar Masóed, dan Yang Seung-Yoon, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap
Masyarakat Masyarakat Internasional”, h. 34.
68
Ibid.

67

xlvii
Universitas Sumatera Utara

Chang Myon adalah bahwa Chang secara eksplisit menyatakan Korea Selatan tidak akan
menggunakan kekuatan militer untuk mencapai reunifikasi dan mengembangkan sikap
fleksibel teradap negara-negara non-blok.

69

Chang Myon hanya memimpin selama delapan

bulan sebagai Perdana Menteri sebelum akhirnya mundur akibat kudeta militer yang
dilakukan oleh Jendral Park Chung Hee pada bulan Mei 1961.


Masa pemerintahan Park Chung-hee/ 박정희 (1963-1979)
Setelah kudeta yang dilakukannya, Jendral Park Chung-hee muncul sebagai Presiden.

70

Presiden Park mengkonsentrasikan semua kekuatan sosial, politik, dan ekonomi Korea

Selatan di bawah komandonya. Sebagai mantan militer, Presiden Park tertarik untuk
menciptakan stabilitas, membangun perekonomian, dan memperkuat pertahanan nasional. Ia
tidak mengenal prinsip-prinsip demokrasi atau cara hidup demokrasi. Menurutnya, cara
demokrasi tidak hanya akan membawa kemajuan ekonomi yang lamban tetapi juga
pemisahan sosial dan memperlemah pertahanan nasional. Baginya yang berlaku adalah
demokrasi „terbatas‟, membatasi kebebasan sipil, kebebasan bicara dan pers. Ia sangat dekat
dengan birokratisme dan kepemimpinan militer ala Jepang pada periode Meiji, yang di
bawah kepemimpinan militer yang kuat mendorong modernisasi ekonomi dan pembangunan
militer melalui ideologi Yishin atau revitalisasi.
Park Chung-hee membuat pemerintahannya bertumpu pada kekuatan yang berasal
dari militer, birokrat, dan teknokrat. Oleh karena itu rezim Korea Selatan di bawah Park
Chung-hee disebut Rezim Otoriter Birokratis.Presiden Park termasuk salah seorang peletak
dasar strong military-dominated government di Asia.

71

Dalam rangka memenuhi tuntutan

untuk mengatasi kebutuhan ekonomi yang mendasar dan mendesak, pemerintahan militer di

69

Han, Ki-shik S.J. Understanding Korean Politics. USA: State University of New York Press. 2001. h. 108.
Nahm, Andrew C. Introduction to Korean History and Culture,. Seoul: Hollym International. 1993. h.
196.

70

71

Jakti, Kuntjoro. 1995. Ekonomi Politik Internasional di Asia Pasifik. Jakarta: Erlangga. 1995. h. 114.

xlviii
Universitas Sumatera Utara

bawah Park Chung-hee mengambil beberapa langkah penting. Pertama, membuka hubungan
diplomasi dengan Jepang untuk mengundang arus perdagangan dan bantuan ekonomi dari
negara tersebut. Kedua, mengambil sikap mengalah terhadap tekanan-tekanan dari Amerika
Serikat (terutama untuk mendapatkan dukungan politik dan pengakuannya) serta menerima
saran dari kelompok teknokrat untuk menggalakkan usaha-usaha ekspor, terutama ekspor
hasil-hasil industri manufaktur.
Sementara, terkait kebijakan reunifikasi dengan Korea Utara, Pemerintahan Park
Chung-hee mendasarkanya pada tiga hal, yaitu:
1.

Anti komunisme sebagai tujuan nasional terpenting dan terus memperkuat

rasa anti komunisme tersebut,
2.

Menghormati piagam PBB, melaksanakan perjajian-perjanjian inernasional,

dan memperkuat ikatan dengan Amerika Serikat dan negara-negara bebas lainnya,
3.

Menggunakan

seluruh

tenaga

untuk

membangun

kekuatan

yang

memungkinkan untuk melawan komunisme demi tercapainya unifikasi nasional72.
Ketiga hal tersebut merupakan kelanjutan dari kebijakan luar negeri pemerintahan
sebelumya. Hal yang membedakan kebijakan presiden Park dengan kebijkan pemerintaan
sebeumnya adalah, strategi reunifikasi yang digunakan oleh Presiden Park menekankan pada
pentingnya pelaksanaan pembangunan kekuatan nasional sebagai langkah pendahulan atas
hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai reunifikasi73.
Selain itu, menurut Yoon dan Mas‟oed, salah satu hal penting yang tercakup dalam
politik luar negeri Presiden Park adalah apa yang disebut sebagai good will diplomacy yang
diterapkan terhadap negara-negara non-blok dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman
negara-negara tersebut terhadap permasalahan Semenanjung Korea 74.
Mohtar Masóed, dan Yang Seung-Yoon, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap
Masyarakat Masyarakat Internasional”, h. 35.
73
Ibid.
74
Ibid.

72

xlix
Universitas Sumatera Utara

Di samping kemajuan politik, Presiden Park juga memberikan perhatian pada
perkembangan perekonomian Korea Selatan75. Laju perekonomian Korea

Selatan terus

ditingkatkan melalui pembangunan ekonomi. Selain itu, peningkatan hubungan dengan
Amerika Serikat juga dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan bantuan ekonomi dan
militer. Pemerintahan Park mengejar laju industrialisasi yang mampu mencapai pertumbuhan
ekonomi yang tinggi selama tahun 1960-an dan 1970-an, yang sering dijuluki sebagai
„Keajaiban Sungai Hangang”.

76

Tapi di sisi lain, kekuasaannya itu sejalan dengan

pembatasan yang ketat terhadap hak-hak politik dan kebebasan sipil rakyat.
Menurut Ki-shik S.J Han , Pemerintahan Park Chung-hee yang dijalankan selama
delapan belas tahun adalah pemerintahan yang sukses dalam hal pertahanan nasional,
kesejahteraan ekonomi, dan perkembangan national pride. Presiden Park tewas pada
penembakan yang terjadi pada Oktober 197977.


Masa pemerintahan Chun Doo-hwan/전두환 (1980-1988)
Setelah pembunuhan Presiden Park, Korea Selatan mengalami periode transisi di

bawah darurat perang. Perdana menteri, Choi Kyu-hah/최규하 (1979-1980) dilantik sebagai
Presiden sementara dan mengundurkan diri pada 198078.
Setelah mundurnya Choi Kyu-hah, Chun Doo-hwan/전두환 (1980-1988), Kepala
Pertahanan Komando Korea Selatan mengambil alih kekuasaan. 79Menurut Ki- shik S.J. Han
terdapat kontribusi yang diberikan oleh pemerintah Presiden Chun, antara lain adalah:
pertama, kekacauan politik setelah pembunuhan Presiden Park berhasil diredam dan stabilitas
politik Korea Selatan kembali terjaga. Kedua, perdagangan Korea Selatan pada saat itu

75

Ibid. h. 197.
Pelayanan Kebudayaan dan Informasi Korea. Fakta-Fakta Tentang Korea. Seoul, Republik Korea. 2008. h.
27.
77
Han, Ki-shik S.J. Understanding Korean Politics. USA: State University of New York Press. 2001. h. 117.
78
Pelayanan Kebudayaan dan Informasi Korea. Fakta-Fakta Tentang Korea. Seoul, Republik Korea. 2008. h.
27.
79
Han, Ki-shik S.J. Op. Cit. h. 126.
76

l
Universitas Sumatera Utara

berhasil mencatat surplus untuk pertama kalinya dalam sejarah Korea, ia memegang periode
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan melengkapi dan mendorong kemajuan
industri Korea yang telah diawali sejak masa pemerintahan Presiden Park. Ketiga, Presiden
Chun mampu memperluas diplomasi Korea Selatan serta meningkatkan hubungan dengan
Negara lain. Salah satunya dapat dilihat dari keberhasilan Korea Selatan menjadi tuan rumah
Asian Games 1986 dan Olimpiade ke-24 pada tahun 1988. Presiden Chun mundur setelah
tujuh tahun masa jabatannya dan melakukan transisi kekuasaan secara damai dan tanpa
kudeta.


Masa pemerintahan Roh Tae-woo/노태우 (1988-1993)
Kekuatan ekonomi Korea Selatan semakin berkembang pada tahun 1980-an, dan hal

tersebut muncul sebagai salah satu instrumen diplomatik dalam kebijakan terhadap Korea
Utara yang dikenal dengan istilah Nordpolitik dari pemerintahan Presiden Roh Tae Woo 80.
Kebijakan di masa pemerintahan Roh Tae Woo berfokus pada pendekatan Korea Selatan
dengan sekutu komunis Korea Utara agar mau membuka hubungan dalam bidang ekonomi
dan politik. Nordpolitik berhasil membangun hubungan antara Korea Selatan dan negaranegara komunis di Eropa Timur, termasuk Uni Soviet yang pada akhirnya mengakui Korea
Selatan pada tahun 1990. Sementara itu untuk Korea Utara, Presiden Roh mengajukan visi
antar-Korea berupa kerjasama yang merupakan langkah menuju unifikasi menjadi
Masyarakat Nasional Korea (Korean National Community).
Usulan Utama Korea Selatan terhadap Korea Utara terkait unifikasi, yang diusulkan
Roh adalah adalah konfederasi/negara perserikatan dari dua sistem politik yang ada di
Semenanjung Korea, pertama kali dijelaskan pada tahun 1980. Korea Utara telah menunjukan
fleksibilitasnya dalam menjalankan usulan Presiden Roh untuk konfederasi dan bersedia
untuk melihat konfederasi bukan sebagai tujuan akhir penyatuan (unifikasi) tetapi merupakan

80

Charles K Armstrong. Inter-Korean Relations in Historical Perspective. Vol. 14, No. 2, 2005. h. 6.

li
Universitas Sumatera Utara

institusi transisi/peralihan dalam upaya pemersatuan dua „pemerintah daerah‟ (Korea Utara
dan Korea Selatan) 81.
2.4.2. Kebijakan Korea Selatan Terhadap Korea Utara di Bawah Pemerintahan Sipil
(1992-2002)


Masa pemerintahan Kim Young-sam/김영삼 (1993-1998)
Setalah Uni Soviet dan blok Eropa Timur runtuh pada akhir tahun 80-an sampai awal

tahun 90-an, sikap Korea Utara jauh lebih keras daripada masa-masa sebelumnya di mana
Korea Utara masih mendapatkan bantuan dan dukungan besar dari masyarakat sosialis
internasional. Menyadari kedaan Korea Utara khususnya keadaan perekonomian nasionalnya
yang semakin memburuk, pemerintah Kim Young Sam mencoba mendekati Korea Utara
seperti halnya Jerman Barat terhadap Jerman Timur82. Namun usaha pemerintahan Kim
Young Sam itu justru mengarahkan Korea Utara menuju ke arah yang lebih keras lagi,
memperkuat kekuatan militer sambil mengembangkan kekuatan senjata modern.


Masa pemerintahan Kim Dae-jung/김대중 (1998-2003)
Pemerintah Kim Dae-jung diresmikan pada Februari 1998 ditandai dengan peralihan

kekuasaan politik secara damai yang terjadi pertama kali di Korea Selatan 83. Pada awal
kepemimpinannya, pemerintahan Kim Dae-jung meluncurkan kebijakannya yang diberi nama
„Sunshine Policy‟, atau kebijakan untuk melakukan kerjasama, mengendurkan ketegangan
militer, melakukan pertukaran dan kerjasama, serta membangun perdamaian dengan
membangun kepercayaan bersama dengan Korea Utara.

84

Kebijakan pemerintah Kim Dae-

jung terhadap Korea Utara secara resmi bernama the Policy of Reconciliation and Cooperation, tapi presiden Kim secara pribadi lebih suka menggunakan Sunshine Policy.
81

Ibid. h. 7.
Mohtar Masóed, dan Yang Seung-Yoon, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap
Masyarakat Masyarakat Internasional”, h. 167.
83
Chung-In Moon. The Sunshine Policy; In Defense of Engagement as a Path to Peace in Korea. ROK: Yonsei
University Press. 2012. h. 1.
84
Ibid. h. 17.
82

lii
Universitas Sumatera Utara

Kebijakan ini didasarkan pada tiga prinsip utama berdasarkan pidato pelantikan Kim
Dae-jung pada tahun 1998. Pertama, prinsip non-toleransi terhadap segala bentuk ancaman
militer maupun provokasi bersenjata oleh Korea Utara. Kedua, prinsip unifikasi dua Korea
tanpa menggunakan ancaman ataupun kekerasan. Ketiga, prinsip mendorong peningkatan
pertukaran serta kerjasama antara Korea Selatan- Korea Utara melalui pemberlakukan
kembali perjanjian rekonsiliasi tahun 1991.

85

Perjanjian rekonsiliasi atau Treaty of

Reconciliation and Nonaggression, merupakan perjanjian yang ditandatangani oleh Korea
Selatan dan Korea Utara pada tanggal 13 Desember 1991. Pada perjanjian itu, Seoul dan
Pyongyang sepakat untuk menghentikan hubungan permusuhan dan bekerja sama dalam
bidang keamanan.
Melalui kebijakannya, pemerintahan presiden Kim Dae-jung menekankan pentingnya
keadaan kebersamaan, perdamaian, dan peningkatan kerjasama dengan Korea Utara daripada
masa pemerintahan sebelumnya. Melalui kebijakannya, pemerintah Kim Dae Jung memilih
kebijakan penyatuan Korea secara de facto melalui lebih banyak kontak dan kerjasama antara
Utara dan Selatan daripada penyatuan sistem dan hukum (de jure) 86.
Menurut Geetha Govindasamy, reunifikasi kedua Korea merupakan tujuan akhir Kim
Dae-jung. Namun ia mengerti bahwa reunifikasi sulit direalisaikan tanpa mengakhiri
kebijakan ala Perang Dingin yang diadaptasi oleh pemerintahan sebelumnya. Kim percaya
bahwa

kebijakan

bermusuhan

dan

blokade

hanya memperburuk situasi dan

mengintensifkan kemungkinan konfrontasi militer antara kedua Korea. Sebagai alternatif,
Kim Dae-jung merancang formula unifikasi tiga tahap yang mencakup ko-eksistensi damai,
pertukaran damai antar-Korea dan unifikasi damai87.
Hal tersebut senada dengan apa yang dituliskan oleh Chung-in Moon, bahwa Presiden
85

Ibid. h. 21.
Mohtar Masóed, dan Yang Seung-Yoon, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap
Masyarakat Masyarakat Internasional”, h. 41.
87
Geetha Govindasamy. Kim Dae Jung and The Sunshine Policy: An Appealing Policy Option for Inter-Korean
Relations. Sarjana. Vol. 27. No. 1, June 2012. h. 2.

86

liii
Universitas Sumatera Utara

Kim merumuskan konsep perdamaian ke dalam tiga prinsip utama, yakni: hidup
berdampingan secara damai/peaceful co-existence (pembangunan perdamaian dengan
mengakhiri hubungan permusuhan, perungan penggunaan senjata, dan pengawasan bersama
serta

membangun

rezim

keamanan

dan

kerjasama

multilateral);

pertukaran

perdamaian/peaceful exchange (restorasi identitas nasional bersama melalui interaksi politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan, serta perluasan kepentingan bersama melalui
peningkatan pertukaran/kerjasama dalam bidang ekonomi ekonomi); dan unifikasi damai/
peaceful unification (peningkatan unifikasi dan penolakan terhadap unifikasi dengan
kekuatan militer maupun tindak manipulasi). Sunshine policy dapat dilihat sebagai bentuk
dari tiga prinsip perdamaian tersebut88.
Semua kebijakan, baik kebijakan publik, domestik, maupun luar negeri merupakan
instrumen yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.Tujuan tersebut menjadi dasar
perumusan kebijakan dan pengarah kebijakan. 89Menurut Chung-In Moon, dasar perumusan.
Sunshine policy ditujuan untuk mencapai lima tujuan besar, yakni:
Tujuan pertama adalah penolakan mutlak dari setiap perang atau konflik militer besar
di semenanjung Korea. Presiden Kim berulang kali menyatakan bahwa tidak ada yang bisa
membenarkan perang dan bahwa hal itu harus dicegah dengan biaya apapun. Perang bisa
membawa sebuah unifikasi nasional, tetapi penyatuan dicapai melalui cara-cara kekerasan
kemungkinan akan menelurkan benih kebencian dan menetaskan divisi nasional lainnya.
Tujuan kedua adalah untuk memperoleh unifikasi secara de facto. Sunshine Policy
mengasumsikan bahwa de jure atau unifikasi kelembagan melalui musyawarah dan
referendum nasional akan memakan waktu lebih lama. Menyadari kendala yang realistis,
pemerintah Kim Dae-jung bertujuan untuk menciptakan tahap awal unifikasi (quasiunification) untuk mengaktifkan pertukaran pekerja, barang, dan jasa demi mewujudkan
88

Chung-In Moon. The Sunshine Policy; In Defense of Engagement as a Path to Peace in Korea. ROK: Yonsei
University Press. 2012. h. 2.
89
Ibid. h. 21-25.

liv
Universitas Sumatera Utara

pembangunan kepercayaan bersama dan pengawasan senjata secara bersama-sama.
Tujuan ketiga yang mendasari Sunshine Policy adalah keyakinan Kim Dae- jung
bahwa kebijakan keterlibatan dan akomodasi (policy of engagement and accommodation)
bisa membawa perubahan di Korea Utara, dan bahwa transformasi menjadi keadaan normal
bisa menawarkan momentum menentukan bagi ko- eksistensi damai di semenanjung Korea.
Tujuan keempat adalah sentralitas Korea Selatan dalam mengelola masalah Korea dan
lingkungan keamanan eksternal. Sunshine Policy mengakui pentingnya Amerika Serikat,
Rusia, Cina, dan Jepang dalam mempengaruhi masa depan semenanjung Korea, namun
membantah determinisme tradisional dalam menilai keseimbangan kekuasaan ini atau tingkat
pengaruh mereka.
Tujuan terakhir adalah Kim Dae Jung mencoba untuk mencapai konsensus dalam
negeri dan dukungan politik bipartisan dalam melaksanakan Sunshine Policy.
Presiden Kim menyadari bahwa di bawah sebuah pemerintahan yang demokratis,
tidak mudah untuk membangun dukungan politik bipartisan untuk kebijakan apapun, baik itu
asing maupun domestik90. Namun, Presiden Kim percaya bahwa sejauh kebijakan terhadap
Korea Utara dan unifikasi nasional yang bersangkutan dapat membentuk konsensus dalam
negeri, memenangkan dukungan bipartisan bukan merupakan hal yang mustahil.
Selain itu, ciri lain kebijakan pemerintah Kim Dae-jung adalah membangun kebijakan
yang bersifat timbal balik (reciprocity) dan fleksibel terhadap Korea Utara 91. Timbal balik
berarti bahwa kebijakan Korea Selatan yang salah satunya adalah memberikan bantuan
kepada Korea Utara tidak perlu diberi balasan atau ganti yang setara (dalam arti bentuk dan
jumlah bantuan yang telah diberikan), namun Korea Utara hanya perlu meningkatkan
hubungan baik dengan Korea Selatan. Selain itu, sekalipun nuklir Korea Utara telah diakui
90

Chung-In Moon. The Sunshine Policy; In Defense of Engagement as a Path to Peace in Korea. ROK: Yonsei
University Press. 2012. h. 21-25.
91
Geetha Govindasamy. Kim Dae Jung and The Sunshine Policy: An Appealing Policy Option for Inter-Korean
Relations. Sarjana. Vol. 27. No. 1, June 2012. h. 5.

lv
Universitas Sumatera Utara

sebagai salah satu masalah utama, namun secara resmi, hal tersebut dipisahkan dari
kebutuhan

untuk

memperbaiki

hubungan

antar-Korea.

Pemerintah

Kim

tidak

memprioritaskan kebijakannya pada masalah senjata nuklir Korea Utara. Sebaliknya,
pemerintah Kim menekankan kebijakannya pada kebutuhan ekonomi dan kemanusiaan Korea
Utara.
Hasil penerapan Sunshine Policy yang dilakukan oleh pemerintah Kim Dae- jung
membawa kemajuan bagi hubungan dua Korea. Pencapaian-pencapaian penting yang berhasil
direalisasikan antara lain adalah pada 1998, Kim Dae-jung berhasil melancarkan proyek
bersama antar Korea yakni proyek pariwisata dan turisme Gunung Kumgang dan proyek
Komplek Industri Kaesong di Korea Utara. Selain itu juga, pada Juni 2000, ia berhasil
melaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi Korea (Korean Summit) yang dilakukan oleh
presiden Kim Dae-jung dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il92.

92

Chung-In Moon. The Sunshine Policy; In Defense of Engagement as a Path to Peace in Korea. ROK: Yonsei
University Press. 2012. h. 4.

lvi
Universitas Sumatera Utara