UPAYA REUNIFIKASI KOREA (STUDI TENTANG PEMERINTAHAN PRESIDEN KIM DAE JUNG DI KOREA SELATAN TAHUN 1998 - 2003) Disusun oleh:

Disusun oleh: SKRIPSI

Oleh: DESSY FATHIMATUZZAHRAH K4408025

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013

(STUDI TENTANG PEMERINTAHAN PRESIDEN KIM DAE JUNG DI KOREA SELATAN TAHUN 1998 - 2003)

Oleh: DESSY FATHIMATUZZAHRAH K4408025

Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013

keadaan suatu kaum sehingga, mereka

(QS. Al Fushilat: 34)

(Einstein)

sebaliknya doa tanpa perjuangan hanya akan sia-sia

(Penulis)

Teriring rasa syukurku pada-Mu, ku persembahkan karya ini untuk :

Bapak dan Ibu

Terima kasih untuk semua kasih sayang yang tak terbatas, do a dan harapan yang selalu disertakan untukku. Semua ini tak berarti tanpa dukungan

kalian.

Kedua adikku, Ridlo dan Rozaq

Terima kasih untuk kalian yang selalu memberi dukungan dalam canda. Tawa kalian sebagai penghibur penat hari-hariku.

M. Catur Wasono

Terimakasih telah memberiku semangat, cinta dan sayangmu selama ini yang selalu sabar dalam membimbing dan menungguku.

Teman-

Terima kasih untuk teman- atas hari-hari, perjuangan, kerjasama, dan semangatnya. Kalian telah memberi keluarga baru untukku.

Almamater

Dessy Fathimatuzzahrah. UPAYA REUNIFIKASI KOREA (STUDI TENTANG PEMERINTAHAN PRESIDEN KIM DAE JUNG DI KOREA SELATAN TAHUN 1998

2003). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perjalanan karir politik Presiden Kim Dae Jung; (2) Latar belakang munculnya upaya reunifikasi Korea tahun 1998; (3) Kebijakan Presiden Kim Dae Jung dalam upaya mereunifikasi Korea tahun 1998-2003.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah (historis). Langkah-langkah dalam metode sejarah adalah heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sesuai dengan jenis penelitiannya, maka teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik analisis historis. Langkah-langkah analisis data dilakukan dengan cara: (1) menyediakan sumber sejarah yang mendukung penelitian proses perbandingan sumber; (2) mengklasifikasikan data yang sudah terkumpul dengan pendekatan kerangka berpikir yang mencakup berbagai konsep atau teori politik, ekonomi dan sosial sehingga didapatkan suatu fakta sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya; (3) mempertinggi kredibilitas penulis.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Perjalanan karir politik Presiden Kim Dae Jung diawali tahun 1954 dengan menjadi aktivis gerakan pro demokrasi dan anti militerisme. Tahun 1971, 1987, dan 1992 Kim Dae Jung gagal dalam pemilihan presiden. Akhirnya, pada tahun 1997 Presiden Kim Dae Jung memenangkan pemilu dan menjadi presiden Korea Selatan tahun 1998-2003; (2) Latar belakang munculnya upaya reunifikasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa pribadi Kim Dae Jung yang konsisten, cinta damai, dan ambisius serta adanya kepentingan ekonomi dan politik. Adapun faktor eksternal berupa dukungan empat negara besar Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Rusia; (3) Kebijakan Kim Dae Jung untuk upaya reunifikasi Korea adalah dengan mencetuskan Kebijakan Sinar Matahari. Hasilnya, terjadi pertemuan antara Presiden Kim Dae Jung dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Il di Pyongyang tanggal 13-15 Juni 2000. Pertemuan kedua pemimpin bertujuan untuk membicarakan penyatuan Korea dan hubungan antar kedua Korea selanjutnya.

Simpulan penelitian ini adalah pemerintahan Kim Dae Jung berupaya menyatukan Korea Selatan dan Korea Utara dengan menerapkan Kebijakan Sinar Matahari. Penyatuan antar kedua Korea bertujuan supaya tercipta Semenanjung Korea yang aman, damai, dan sejahtera serta dapat melakukan kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Kata kunci: reunifikasi, Kim Dae Jung, Kebijakan Sinar Matahari

Dessy Fathimatuzzahrah. THE EFFORT OF REUNIFICATION KOREA (A

STUDY OF PRESIDENT KIM DAE JUNG GOVERNMENT IN SOUTH

KOREA IN 1998 - 2003). Thesis. Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University. Desember 2012.

The aims of the research are to identify: (1) Politics carrier a President Kim Dae Jung; (2) The background of reunification Korea in 1998; (3) President ted Korea in 1998-2003.

This research uses the methods of history (historical). The steps in the method is a heuristic history, criticism, interpretation, and historiography. In accordance with this type of research, the data analysis techniques used in this study is a historical analysis technique. Step-by-step analysis of the data is done by: (1) provide the historical sources that support the research process of comparison source, (2) classifying the data that have been collected with the framework approach that includes a variety of concepts or theories of political, economic and social development to obtain a historical fact credible truth, (3) enhance the credibility of the author.

The outcomes of the research show that: (1) Politics corner of President Kim Dae Jung started in 1954. He become activise of pro democration and anti militarism. In 1971, 1987, and 1992, Kim Dae Jung failed in presiden election. Finally, he won the president election in 1997 then become president South Korea in 1998-2003. (2) The background of reunification divided into two, intern and extern factors. Intern factor was Kim Dae Jung character which is consist, love peace, and ambisious. He also has economics and politics importonces. The extern factor was the support from four big countries, US, Japan, Chine, and Rusia. (3)

Il in Pyongyang in 13 until 15 June 2000. The goal of the meeting was to discuss about the unity of Korea and their next relationship.

The conclusion was Kim Dae Jung government tried to unity South and North Korea used Sunshine Policy. The goal of unity was to create Korea Peninsula wich peacefull, safety, wealth and also has benefit relationship.

Key words: reunification, Kim Dae Jung, Sunshine Policy

E. Teknik Analisis Data ............................................................ 41

F. Prosedur Penelitian .............................................................

42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karir Politik Kim Dae Jung ................................................

1. Kehidupan Kim Dae Jung ...............................................

B. Latar Belakang Upaya Reunifikasi Korea ...........................

1. Perkembangan Hubungan Korea Selatan dan Korea Utara ..................................................................... 55

a) Sejarah Korea .............................................................

b) Perkembangan Hubungan Korea ................................

2. Latar Belakang Upaya Reunifikasi Korea.......................

3. Faktor Pendukung Reunifikasi........................................... 66

a) Faktor Internal ....... ...................................................... 66

b) Faktor Eksternal ............ .............................................. 70

4. Kendala Reunifikasi Korea .............................................

a) Perbedaan Sistem Politik ............................................

b) Ancaman Kekuatan Militer Korea Utara ....................

C. Kebijakan Kim Dae Jung dalam Upaya Reunifikasi Korea ....................................................................................

1. Kebijakan Sinar Matahari ...............................................

a) Latar Belakang Kebijakan Sinar Matahari .................

b) Kebijakan Sinar Matahari Kim Dae Jung ...................

c) Keberhasilan Kebijakan Sinar Matahari .....................

2. Pengaruh Kebijakan Sinar Matahari ...............................

a) Proyek Mempertemukan Keluarga Terpisah ..............

b) Kerjasama Bidang Ekonomi .......................................

c) Kerjasama Bidang Pertahanan ....................................

d) Kerjasama Bidang Sosial dan Budaya ........................

A. Simpulan .............................................................................

85

B. Implikasi .............................................................................

86

C. Saran ...................................................................................

88

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

90

LAMPIRAN ....... .....................................................................................

halaman

Gambar 1 : Kerangka Berpikir .................................................................... 34 Gambar 2 : Bagan Prosedur Penelitian Sejarah .......................................... 43 Tabel 3 : Waktu Penyusunan Penelitian.................................................. 37

halaman

Lampiran 1 : Peta Wilayah Korea ...............................................................

Lampiran 2 : Peta Wilayah Negara Korea Selatan ......................................

Lampiran 3 : Profil Presiden Kim Dae Jung ................................................

99 Lampiran 4 : Pengusulan Kerjasama Ekonomi Korea Selatan dan Korea Utara ............................................................................

Lampiran 5 : Alasan Rusia Mendukung Penyatuan Korea ..........................

Lampiran 6 : Reunifikasi Jerman Mengilhami Penyatuan Korea ................

Lampiran 7 : Pelaksanaan KTT antar Korea yang Pertama ........................

Lampiran 8 : Permasalahan yang akan Dibahas dalam KTT antar Korea ...

105 Lampiran 9 : Hasil Pemilu Parlemen Menghambat Kinerja Presiden Kim Dae Jung ..........................................................

Lampiran 10 : KTT Korea Langkah Awal Penyatuan Korea ........................

Lampiran 11 : Implementasi KTT antar Korea .............................................

109 Lampiran 12 : Bantuan Korea Selatan dalam Peningkatan Hidup Korea Utara ............................................................................

Lampiran 13 : Dukungan Negara Luar terhadap Unifikasi Korea ................

Lampiran 14 : Reunifikasi Korea ..................................................................

Lampiran 15 : Kunjungan Presiden Kim Dae Jung ke Pyongyang ...............

Lampiran 16 : Deklarasi 15 Juni 2000 ...........................................................

Lampiran 19 : Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi .............................

Lampiran 20 : Surat Keputusan Dekan Tentang Ijin Menyusun Skripsi .......

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat

UPAYA REUNIFIKASI KOREA (STUDI

TENTANG PEMERINTAHAN PRESIDEN KIM DAE JUNG DI KOREA

SELATAN TAHUN 1998 - 2003) Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan ijin dalam penyusunan skripsi.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Leo Agung S., M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Isawati, S. Pd., M. A. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ayah, Ibu, kedua adikku, sahabat-sahabatku dan semua keluarga tercinta yang senantiasa memberi doa, semangat, dukungan dan kasih sayang.

7. Teman-teman Prodi Sejarah khususnya Angkatan 2008, yang telah memberikan bantuan, doa dan dukungannya kepada penulis.

mungkin disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas amal baik semua pihak yang telah berperan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran senantiasa penulis harapkan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan khususnya bagi mahasiswa Prodi Sejarah.

Surakarta, Januari 2013

Penulis

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korea merupakan sebuah negara kecil yang terletak di kawasan Asia Timur. Luas Korea Selatan adalah 99.274 km 2 , lebih kecil dibanding Korea Utara. Keadaan topografinya sebagian besar berbukit dan tidak rata. Pegunungan di

wilayah timur umumnya menjadi hulu sungai-sungai besar, seperti Sungai Han dan Sungai Naktong. Sementara wilayah barat merupakan bagian rendah yang terdiri dari daratan pantai yang berlumpur. Wilayah barat dan selatan terdapat banyak teluk yang digunakan sebagai pelabuhan, seperti Incheon, Yeosu, Gimhae, dan Busan.

Republic of Korea biasanya dikenal sebagai Korea Selatan adalah sebuah negara di Asia Timur yang meliputi bagian selatan Semenanjung Korea. Sebelah utara, Republik Korea berbatasan dengan Korea Utara, keduanya bersatu sebagai sebuah negara hingga tahun 1948. Sebelah timur berbatasan dengan Laut Jepang. Laut Cina Timur menjadi batas di sebelah selatan negara Korea Selatan dan Laut Kuning sebagai batas sebelah barat (Leo Agung, 2006). Korea Selatan memiliki sekitar 3.000 pulau, sebagian besar adalah pulau kecil dan tidak berpenghuni. Pulau - pulau ini tersebar dari barat hingga selatan Korea Selatan. Pulau Jeju yang terletak sekitar 100 kilometer di bagian selatan Korea Selatan adalah pulau

terbesar dengan luas area 1.845 km 2 . Gunung Halla adalah gunung berapi

tertinggi sekaligus sebagai titik tertinggi di Korea Selatan yang terletak di Pulau Jeju. Pulau yang terletak di wilayah paling timur Korea Selatan adalah Uileungdo dan Batu Liancourt sementara Marado dan Batu Socotra merupakan pulau yang berada paling selatan di wilayah Korea Selatan (Kristianto, 2008).

Korea pada awalnya merupakan kerajaan yang merdeka di bawah kekuasaan Raja Sunjong. Tanggal 22 Agustus 1910 Jepang menduduki Korea berdasarkan Perjanjian Aneksasi yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Yi Wan-Yong. Pada tanggal 29 Agustus 1910 Perjanjian Aneksasi diumumkan oleh Raja Sunjong, tetapi tidak disetujui oleh rakyat. Ketidaksetujuan rakyat Korea Korea pada awalnya merupakan kerajaan yang merdeka di bawah kekuasaan Raja Sunjong. Tanggal 22 Agustus 1910 Jepang menduduki Korea berdasarkan Perjanjian Aneksasi yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Yi Wan-Yong. Pada tanggal 29 Agustus 1910 Perjanjian Aneksasi diumumkan oleh Raja Sunjong, tetapi tidak disetujui oleh rakyat. Ketidaksetujuan rakyat Korea

Perang Dunia II memberikan momentum yang baik bagi Korea untuk mempersiapkan pasukan melawan Jepang dengan membentuk pasukan restorasi Korea (Han-Guk Kwangbokkun) pada tahun 1940 yang termasuk pasukan militer Korea. Persiapan lainnya adalah menciptakan kerjasama dan hubungan dengan komunis Cina. Dari sisi perjuangan luar negeri, tokoh seperti Rhee Syngman yang berada di Cina dan Kim Sung Il yang ada di Uni Soviet berencana untuk kembali dan memulai kembali perjuangan. Posisi yang semakin terjepit dalam Perang Dunia II menyebabkan Jepang mencoba mencari dukungan dari tokoh Korea agar penguasaan terhadap Korea tetap berlangsung. Mendapat posisi tawar Yu On- Hyung meminta Jepang untuk memperbolehkan persiapan kemerdekaan yang diperbolehkan oleh kekaisaran Jepang. Persiapan berjalan dengan baik hingga 15 Agustus 1945 Korea memperolah kemerdekaan.

Perayaan kemerdekaan tidak berlangsung lama. Masuknya dua kekuatan ideologi besar membagi Korea tepat pada garis lintang utara 38 0 . Dua negara

besar adalah Amerika Serikat yang menduduki wilayah selatan dan Uni Soviet yang menduduki wilayah utara. Tindakan kedua negara besar ini berdasarkan keputusan tiga menteri (Inggris, Uni Soviet dan Amerika Serikat) yang memutuskan bahwa di Korea akan dibentuk pemerintah perwalian. Pemerintahan perwalian ini akan diawasi oleh PBB dan akan berlangsung selama lima tahun. Pemerintah perwalian ini jelas bertentangan dengan republik rakyat Korea dan ditentang secara keras oleh rakyat Korea. Kemerdekaan Korea juga menandai berakhirnya Perang Dunia II.

Korea dibebaskan dari penjajahan Jepang tanggal 15 Agustus 1945. Amerika Serikat (AS) mendukung pemulihan kemerdekaan Korea dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Pihak Sekutu sepakat penarikan pasukan Jepang dari Korea akan dibagi menjadi dua, pasukan Uni Soviet (US) akan menerima

penyerahan Jepang di utara garis lintang 38 0 , sedangkan pasukan Amerika Serikat penyerahan Jepang di utara garis lintang 38 0 , sedangkan pasukan Amerika Serikat

Penarikan pasukan Jepang di Korea yang terbagi menjadi dua, mengakibatkan kemacetan total dan melahirkan rezim yang berbeda di Korea Utara dan Korea Selatan. Perpecahan intern Korea tersebut menjadi konflik yang berkepanjangan. Perang Korea yang terjadi tahun 1950-1953 telah menyebabkan hilangnya banyak nyawa dan harta, serta keretakan hubungan persaudaraan antara sesama masyarakat Korea. Orang-orang Korea Selatan dan Korea Utara saling bermusuhan satu sama lain dengan meninggalkan perasaan pertalian keluarga satu bangsa (Munthe, 2001).

Terbaginya Korea menjadi dua bagian merupakan simbol warisan persaingan ideologi pada masa Perang Dingin. Campur tangan kedua negara mampu membuat suara Korea terpecah khususnya dalam barisan pimpinan perjuangan kemerdekaan. Uni Soviet mendukung Kim Sung Il untuk membuat pemerintahan sendiri di bawah bendera komunis, sedangkan pada bagian selatan, Amerika Serikat mendukung Rhee Shyngman sebagai pemimpin Korea Selatan. Adanya dua calon pemimpin menciptakan kebuntuan di Korea, sehingga masalah ini diserahkan Amerika Serikat kepada PBB. PBB kemudian membentuk UNTCOK atau United Nation Temporary Commision on Korea yang dibentuk pada tanggal 7 November 1947 dan bertujuan sebagai panitia penyelenggara pemilu. Panitia ini dibentuk oleh PBB dan akan menyebar diseluruh Semenanjung Korea. Penyebaran panitia tidak berjalan sesuai rencana karena dari pihak Korea

Utara tidak mengijinkan panitia untuk melintasi garis batas 38 0 Yoon, 2005). Pada bulan Mei 1948 diadakan pemilu di Korea Selatan. Pemilu melahirkan Republik Korea (Republic of Korea) dengan dasar negara demokrasi kapitalis dengan presiden pertama Rhee Syngman pada tanggal 15 Agustus 1948. Hasil pemilu di Korea Selatan dibalas juga dengan pemilu di Korea Utara pada tanggal 25 Agustus 1948 dengan hasil akhir terpilihnya Kim Sung-Il sebagai perdana menteri. Korea Utara memproklamirkan diri dengan nama Democratic

sama mengklaim sebagai pemerintah yang legitimate di Semenanjung Korea. Tahun 1948 Uni Soviet meninggalkan Korea Utara disusul pada Juni 1949 Amerika Serikat juga meninggalkan Korea Selatan. Kepergian dua kekuasaan dari Semenanjung Korea tidak menyurutkan keinginan kedua negara untuk menguasai satu sama lain sehingga menciptakan atmosfir permusuhan di Semenanjung Korea. Pertentangan antara Korea Selatan dan Korea Utara mengenai perbedaan ideologi selalu menjadi pusat perhatian masyarakat internasional. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat sesungguhnya kedua Negara Korea itu merupakan satu bangsa. Reunifikasi Korea adalah hal penting yang sudah lama dinantikan oleh masyarakat Korea. Perang Korea telah membuat permusuhan di antara kedua negara tetap menghangat dan krisis di Semenanjung Korea tidak menemui jalan keluar yaitu perdamaian.

Proses reunifikasi Jerman tahun 1990 mengilhami Presiden Kim Dae Jung untuk mengupayakan agar reunifikasi terjadi di Semenanjung Korea. Kim Dae Jung berupaya mewujudkan penyatuan kembali kedua Korea dalam berbagai forum internasional, seperti saat tampil dalam APEC Forum on Shared Prosperity and Harmony di Seoul. Dalam kunjungannya ke Jerman pada bulan Maret 2000, melalui Deklarasi Berlin Kim Dae Jung menyerukan pihak Pyongyang agar mulai mengembangkan kembali dialog langsung dengan Seoul. Berlin dijadikan tempat yang tepat untuk mengungkapkan Deklarasi Berlin karena Kota Berlin pernah terpecah akibat perbedaan ideologi, tetapi akhirnya bisa bersatu kembali. Deklarasi Berlin diharapkan dapat sebagai acuan menciptakan Semenanjung Korea yang makmur, damai, dan aman di masa mendatang. (Kompas, 2000).

Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung yang memerintah tahun 1998-2003 memiliki itikad baik di dalam setiap pelaksanaan kebijakannya, yang selalu berupaya memprioritaskan pemulihan hubungan bilateral antara Korea Utara dan Korea Selatan. Kim Dae Jung juga memiliki komitmen jelas terhadap unifikasi bahkan, sejak isu unifikasi masih sangat sensitif di Korea Selatan. Kim Dae Jung mengangkat persoalan penggabungan kembali Korea pertama kali tahun 1971 ketika menentang Park Chung Hee dalam pemilihan presiden. Tidak sedikit dana

bagi Korea Utara yang sangat membutuhkan bantuan. Tujuan dasar kebijakan politik Kim Dae Jung adalah untuk membawa ketenangan di Semenanjung Korea dengan rekonsiliasi dan kerjasama yang didasarkan pada perdamaian yang tahan lama. Kim Dae Jung memilih pendekatan yang pragmatis dengan menempatkan tiga prinsip di Korea Utara. Pertama, tawaran untuk mengakhiri konfrontasi militer dan meminta kedua Korea untuk meninggalkan provokasi militer dan mengirim tanda kepemimpinan Pyongyang bahwa sistem politik Korea Utara dapat bertahan. Kedua, kebijakan keamanan Kim Dae Jung yang mengakibatkan Pyongyang datang untuk bernegosiasi dengan jaminan bahwa Korea Selatan akan menjamin pertahanan dan keamanan Korea. Ketiga , Kim Dae Jung ingin meneruskan upaya rekonsiliasi dan kerjasama dengan Korea Utara, berupa proyek-proyek dengan resiko yang kecil (Munthe, 2001).

Kim Dae Jung melakukan upaya-upaya untuk merangkul Korea Utara, antara lain mengadakan kerjasama ekonomi, mengembangkan infrastruktur di Korea Utara, seperti jalan raya, pelabuhan, dan fasilitas komunikasi. Selain itu, Korea Selatan juga akan membantu dalam bidang pangan, penyediaan alat-alat pertanian, pupuk, dan perbaikan sistem irigasi. Dalam aspek internasional, Kim Dae Jung meminta dunia internasional untuk menginvestasikan dana di Korea Utara dengan tujuan menolong Korea Utara untuk keluar dari kesulitan ekonomi, disamping mengundang Bank Dunia dan beberapa agensi internasional untuk secara langsung memberikan bantuan finansial kepada Korea Utara.

Tantangan berat bagi pemerintahan Kim Dae Jung adalah kondisi Korea Utara yang memburuk dengan cepat karena tidak dapat memberikan makanan sendiri kepada masyarakatnya, sementara kebijakan militer terus ditingkatkan sehingga justru membuat Korea Utara semakin menderita. Para pengamat banyak yang mengatakan bahwa menolong Korea Utara hanya akan membantu rezim Kim Jong Il, bukannya menolong masyarakat Korea Utara sendiri. Di samping itu, Korea Utara juga menolak untuk berdialog dengan Korea Selatan serta mengabaikan kesempatan yang ada untuk melakukan pembicaraan dengan Seoul

Selatan mengambil tindakan yang tepat untuk membantu Korea Utara. Korea Selatan akan menyediakan dana dalam jumlah yang besar untuk membantu Korea Utara meskipun ada ancaman. Menurut Far Eastern Economic Review, Korea Selatan harus mengeluarkan 22,5 milyar dollar Amerika sampai tahun 2010 untuk menaikkan standar hidup Korea Utara agar dapat mencapai level kehidupan seperti Korea Selatan. Hal ini tentu saja akan mengurangi kemakmuran penduduk Korea Selatan. Dana ini belum termasuk dana 2 milyar dollar AS yang harus dikeluarkan Seoul setiap tahun guna merestorasi perekonomian Korea Utara untuk mencapai level setara ekonomi Korea Selatan. Samsung Economic Research Institute menyatakan bahwa proyek-proyek infrastruktur di Korea Utara seperti jalan raya dan kereta api akan menelan biaya sekitar 10 trilyun won (sekitar 8,93 milyar), dimana dana ini harus dikeluarkan jika terjadi kerjasama pembangunan ekonomi yang ada dalam rencana Kim Dae Jung (Kompas, 2000).

Reunifikasi Korea memang belum tercipta, meski demikian Kim Dae Jung sudah mempersiapkan beberapa tahapan menuju reunifikasi apabila hal tersebut menjadi kenyataan. Ada tiga tahapan yang disiapkan Kim Dae Jung dalam proses penggabungan Korea yang tetap dalam situasi perang sejak tahun 1953. Pertama, kedua Korea ini membentuk suatu konfederensi dimana kedua pihak akan mempertahankan prinsip satu bangsa, dua negara dan dua pemerintahan terpisah, serta kerjasama bilateral. Kedua, kedua Korea akan membentuk sebuah federasi yang akan memiliki satu bangsa, satu negara, dan satu sistem, tetapi dua pemerintahan regional yang otonomi. Berdasarkan federasi ini, hubungan luar negeri diplomasi, pertahanan, dan berbagai masalah luar penting lainnya akan ditangani pemerintah pusat, sedangkan dua pemerintahan regional akan mengatur berbagai masalah domestik lainnya. Ketiga, apabila terjadi suatu unifikasi yang utuh, akan terdapat satu pemerintah pusat dengan dua pemerintahan regional (Kompas, 2000).

Keantusiasan dan motivasi Kim Dae Jung dalam mengupayakan reunifikasi Korea telah menunjukkan kemauan hatinya agar proses perdamaian di Keantusiasan dan motivasi Kim Dae Jung dalam mengupayakan reunifikasi Korea telah menunjukkan kemauan hatinya agar proses perdamaian di

Korea (Studi Tentang Pemerintahan Presiden Kim Dae Jung di Korea Selatan Tahun 1998 -

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :

1. Bagaimana perjalanan karir politik Presiden Kim Dae Jung?

2. Bagaimana latar belakang munculnya upaya reunifikasi Korea tahun 1998?

3. Bagaimana kebijakan Presiden Kim Dae Jung dalam upaya mereunifikasi Korea tahun 1998-2003?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah untuk mengetahui :

1. Perjalanan karir politik Presiden Kim Dae Jung.

2. Latar belakang munculnya upaya reunifikasi Korea tahun 1998.

3. Kebijakan Presiden Kim Dae Jung dalam upaya mereunifikasi Korea tahun 1998-2003.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai masalah upaya reunifikasi Korea yang diambil oleh Presiden Kim Dae Jung.

b. Memberikan sumbangan pengetahuan ilmiah yang berguna dalam rangka pengembangan ilmu sejarah khususnya Sejarah Asia Timur.

sejenis secara lebih mendalam.

2. Manfaat Praktis

a. Memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Menambah perbendaharaan referensi di Perpustakaan Program Sejarah FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Memberikan sumbangan terhadap penelitian selanjutnya, khususnya dalam sejarah luar negeri khususnya Korea Selatan.

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Peran Politik

a. Pengertian Peran Politik

Peranan seseorang dalam kedudukan dapat dilihat apabila seseorang tersebut melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Antara peranan dan kedudukan sama-sama memiliki fungsi yang saling terkait, bagaikan dua sisi mata uang, artinya tidak ada kedudukan tanpa peranan. Demikian juga sebaliknya, tidak ada peranan tanpa kedudukan. Masing-masing kedudukan dan peranan akan ditentukan oleh norma-norma sosial setelah seseorang berhubungan dengan orang lain. Peranan dan kedudukan seseorang akan sangat erat hubungannya dengan orang lain. Dengan demikian, jika seseorang telah menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka seseorang telah menjalankan suatu peran sosial (Setiadi & Kolip, 2011).

Setiap orang memiliki berbagai macam peranan yang berasal dari pola pergaulan hidupnya. Kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh masyarakat menentukan apa yang diperbuat bagi masyarakat. Peranan sangat penting karena peranan itu mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang berada pada batas-batas tertentu. Peranan menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang dapat menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta melaksanakan suatu peranan. Menurut Levinson (mengutip simpulan Soekanto, 1982) peranan mencakup tiga hal:

1) Meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

2) Suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

Setiap peranan bertujuan supaya antar individu yang melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang di sekitarnya yang tersangkut, atau ada hubungannya dengan peranan tersebut, terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak.

Menurut Miriam Budiarjo (1977) politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem dan melaksanakan tujuan-tujuan. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan bukan tujuan pribadi seseorang. Politik menurut Hoogerwerf sebagai pertarungan kekuasaan. Hans J. Morgenthau juga mendefinisikan politik sebagai usaha mencari kekuasaan (Philipus & Aini, 2006).

Peran politik adalah fungsi seseorang dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses menentukan dan melaksanakan tujuan dari sistem politik. Proses menentukan dan melaksanakan tujuan menyangkut perilaku penting yang dilakukan bagi kepentingan orang banyak, konsep pemikiran yang dicetuskan dalam sebuah sistem, dan selalu terkait dengan perebutan kekuasaan. Setidaknya melalui ketiga hal itu peran politik dapat terjadi.

Unsur dasar dari proses politik ditopang dengan adanya peran individu yang berpolitik. Peran menjadi struktur dari bangunan politik itu sendiri. Winarno (2007) berpendapat, peran individu. Peran merupakan pola-pola perilaku yang teratur, yang ditentukan lewat harapan-harapannya sendiri dan tindakan-tindakan dan orang lain (hlm. 83).

Berdasarkan uraian di atas, peran politik menyangkut aktivitas dalam kegiatan berpolitik. Aktivitas berpolitik merupakan keterlibatan atau partisipasi individu dalam kegiatan politik. Pembacaan dari partisipasi individu dalam kegiatan berpolitik akan memperlihatkan perannya pada suatu sistem politik.

Menurut David dalam Arifin Rahman (1998) partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama.

Menurut Sudijono Sastroatmodjo, partisipasi politik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. Sedangkan Menurut Huntington partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warga negara yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah (Sastroatmodjo, 1995). Ramlan Surbakti mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintah.

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah. Menurut Herbert McClosky, partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat yang mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum (Budiarjo, 1981).

Istilah partisipasi politik diterapkan pada aktivitas orang dari semua tingkat sistem politik. Perbandingan pada setiap negara dalam menentukan tingkat partisipasi politik warganya sangat bervariasi, bahkan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik, memberi suara, atau untuk menduduki jabatan pemerintah telah dibatasi hanya untuk kelompok kecil orang yang berkuasa, kaya, dan keturunan terpandang.

Andrews (1993), terdapat lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi dalam proses politik, yaitu:

1) Modernisasi: komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang meningkat, penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan, dan pembangunan media komunikasi massa.

2) Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Begitu terbentuk suatu kelas pekerja baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses industrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik.

3) Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern.

4) Konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik.

5) Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan seseorang dalam partisipasi politik yaitu: pendidikan tinggi, perbedaan jenis kelamin dan status sosial ekonomi, serta keanggotaan dalam partai politik ( Colin, 1993).

Partisipasi politik dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul dan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, ikut serta dalam pemilihan pemerintah. Sedangkan partisipasi pasif berupa mentaati peraturan, menerima, dan melaksanakan begitu saja keputusan pemerintah (Sastroatmodjo, 1995).

Menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson (1976) dalam Afan Gafar (1991) menggolongkan partisipasi politik dalam beberapa bentuk kegiatan seperti berikut: Menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson (1976) dalam Afan Gafar (1991) menggolongkan partisipasi politik dalam beberapa bentuk kegiatan seperti berikut:

2) Lobbying, aktivitas individual ataupun kelompok untuk menghubungi pejabat pemerintah atau pemimpin politik untuk mempengaruhi keputusan pemerintah atau pemimpin politik tentang sesuatu hal. Umumnya tindakan ini diharapkan untuk memperoleh dukungan ataupun untuk menciptakan oposisi.

3) Organizational Activities, yang mencakup kegiatan yang berkaitan dengan dukungan terhadap suatu organisasi baik politik maupun non politik, termasuk di dalamnya menjadi anggota organisasi untuk mempengaruhi pemerintah.

4) Contacting, tindakan individu yang menghubungi secara langsung pejabat pemerintah untuk menyampaikan segala sesuatu persoalannya.

5) Violence, tindakan yang berbentuk unjuk rasa dapat juga dimasukkan dalam kategori partisipasi politik, seperti misalnya demonstrasi, bahkan kekerasan politik. Biasanya tindakan seperti ini dijalankan kalau saluran untuk menyampaikan aspirasi politik tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

2. Kekuasaan

a. Pengertian Kekuasaan

Menurut Noviyanto (2009), kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain, artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian. Kekuasaan tidak sama Menurut Noviyanto (2009), kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain, artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian. Kekuasaan tidak sama

Menurut Jones Walter (1993), pada umumnya yang menjadi sasaran kekuasaan adalah orang, wilayah dan kekayaan. Couloumbis dan Wolfe

Pengukuran wilayah kekuasaan internal misalnya dilakukan dengan berdasar indikator luas wilayah geografis, besarnya jumlah penduduk yang dikenai oleh kekuasaan pemerintah pusat dan besarnya Produk Nasional Bruto masing-masing. Wilayah kekuasaan eksternal misalnya menyamakan lingkungan pengaruh negara besar dengan sistem aliansi yang negara bentuk dan menjumlahkan luas wilayah, jumlah penduduk dan Produk Nasional Bruto dari anggota-anggota aliansi itu.

Ruang lingkup kekuasaan didefinisikan oleh Deutsch sebagai sekumpulan jenis perilaku, hubungan dan urusan yang secara efektif tunduk pada kekuasaan pemerintah. Hal ini meliputi semua tipe kegiatan yang ditentukan oleh pemerintah, baik internal maupun eksternal. Akibat pertumbuhan teknologi dan kota-kota, ruang lingkup internal kekuasaan pemerintah menjadi meningkat pesat. Dengan berjalannya waktu, peran pemerintah telah meluas fungsinya terutama di bidang-bidang pengaturan seperti perdagangan dalam dan luar negeri, komunikasi, transportasi, pendidikan, pelayanan kesehatan, pengelolaan hubungan perburuhan, penelitian keilmuan dan sebagainya. Anggaran belanja pemerintah dan bagan organisasi pemerintah bisa dipakai sebagai bukti tentang luas dan keanekaragaman fungsi-fungsi yang diatur dan diawasi oleh pemerintah.

Pada umumnya, pemerintah demokratis liberal mengizinkan lebih banyak inisiatif dan perusahaan swasta dalam bidang ekonomi, sosial dan kultural daripada pemerintah sosialis, terutama pemerintah komunis. Ruang lingkup eksternal kekuasaan juga meningkat. Hubungan pengendalian yang sederhana, seperti penguasaan tingkah laku negara lain yang lebih lemah melalui penarikan upeti, pengiriman armada laut atau pemaksaan kepatuhan simbolis, telah diganti dengan sistem dependensi dan interdependensi yang Pada umumnya, pemerintah demokratis liberal mengizinkan lebih banyak inisiatif dan perusahaan swasta dalam bidang ekonomi, sosial dan kultural daripada pemerintah sosialis, terutama pemerintah komunis. Ruang lingkup eksternal kekuasaan juga meningkat. Hubungan pengendalian yang sederhana, seperti penguasaan tingkah laku negara lain yang lebih lemah melalui penarikan upeti, pengiriman armada laut atau pemaksaan kepatuhan simbolis, telah diganti dengan sistem dependensi dan interdependensi yang

Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok untuk menaati atau menuruti segala perintah dari penguasa negara.

b. Sumber Kekuasaan

Menurut Noviyanto (2009), kekuasaan tidak begitu saja diperoleh setiap individu (mengutip dari simpulan John Brench dan Bertram Raven), ada 5 sumber kekuasaan menurut, yaitu:

1) Kekuasaan menghargai (reward power). Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah.

2) Kekuasaan memaksa (coercive power) Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan.

3) Kekuasaan sah (legitimate power) Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai pada batas tertentu.

4) Kekuasaan keahlian (expert power) Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi.

Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi.

Morgenthau (2010) menegaskan bahwa kekuasaan adalah fokus utama studi dan praktik hubungan internasional. Pemikirannya tentang realisme politik dan tentang kekuasaan tercermin dalam kutipan berikut ini :

Politik internasional, seperti halnya semua politik adalah perjuangan memperoleh kekuasaan. Negarawan-negarawan dan bangsa-bangsa mungkin mengejar tujuan akhir berupa kebebasan, keamanan, kemakmuran, atau kekuasaan itu sendiri. Mereka mungkin mendefinisikan tujuan-tujuan mereka itu dalam pengertian tujuan yang religious, filosofis, ekonomis, atau sosial. Mereka mungkin berharap bahwa tujuan ini akan terwujud melalui dinamika dalam tujuan itu sendiri, melalui takdir Tuhan atau melalui perkembangan alamiah urusan kemanusiaan. Tetapi begitu mereka berusaha mencapai tujuan-tujuan mereka dengan menggunakan politik internasional, mereka melakukannya dengan berupaya memperoleh kekuasaan .(hlm. 29)

Morgenthau mendefinisikan kekuasaan (power) sebagai kemampuan seseorang untuk mengendalikan pikiran dan tindakan orang lain. Morgenthau selanjutnya menyatakan bahwa tujuan negara dalam politik internasional adalah mencapai kepentingan nasional, yang berbeda dengan kepentingan yang sub-nasional dan supra-nasional. Menurut Morgenthau, negarawan-negarawan yang paling berhasil dalam sejarah adalah negarawan-negarawan yang berusaha memelihara kepentingan nasional, yang didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan secara bijaksana untuk menjaga berbagai kepentingan yang dianggap paling vital bagi kelestarian negara.

3. Kebijakan

a. Pengertian Kebijakan

Kebijakan publik dan partisipasi masyarakat secara harfiah adalah terjemahan langsung dari kata policy science. Istilah kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy biasanya dikaitkan dengan keputusan Kebijakan publik dan partisipasi masyarakat secara harfiah adalah terjemahan langsung dari kata policy science. Istilah kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy biasanya dikaitkan dengan keputusan

Kata policy secara etimologis berasal dari kata polis dalam bahasa Yunani (Greek), yang berarti negara. Dalam bahasa latin kata ini menjadi politia , artinya negara. Masuk ke dalam bahasa Inggris lama, kata tersebut menjadi policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan pemerintah atau administrasi pemerintah. Uniknya dalam bahasa Indonesia, kata

yang diterjemahkan dari kata policy tersebut mempunyai konotasi tersendiri. Kata tersebut mempunyai akar kata bijaksana atau bijak yang dapat disamakan dengan pengertian wisdom, yang berasal dari kata sifat wise dalam bahasa Inggris. Orang yang bijaksana mungkin tidak pakar dalam sesuatu bidang ilmu, namun memahami hampir semua aspek kehidupan.

Kebijakan publik dan partisipasi masyarakat sebagaimana dinyatakan Said Z. A. (2004), bahwa Hugh Helgo menyebutkan kebijakan sebagai

atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Helgo ini, selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the desired ends to be achieved). Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara keinginan tidak diperhitungkan. Kedua , rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ketiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Keempat , keputusan yaitu tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Helgo ini, selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the desired ends to be achieved). Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara keinginan tidak diperhitungkan. Kedua , rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ketiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Keempat , keputusan yaitu tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan

(perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum). Definisi ini memberi makna bahwa kebijakan itu bersifat dinamis (http://massofa.wordpress.com).

Menurut Nasution (1989), kebijakan adalah arah tindakan yang direncanakan untuk mencapai sesuatu sasaran. Dalam hal ini terdapat dua masalah. Pertama, kebijakan luar negeri suatu negara menunjukan dasar- dasar umum yang dipakai pemerintah untuk bereaksi terhadap lingkungan internasional. Di lain pihak, suatu kebijakan merupakan arah tindakan yang ditujukan pada satu sasaran, maka suatu negara akan mempunyai banyak macam kebijakan karena banyaknya sasaran yang ada padanya. Kedua, suatu kebijakan selalu menyangkut keputusan dan tindakan. Tindakan untuk mencapai sasaran dapat dihasilkan dari kebijakan, apabila keputusan menunjukan yang terkandung dari pemikiran pembuat kebijakan. Keputusan resmi yang telah dituangkan di atas kertas biasanya mencakup sedikitnya tiga unsur penjelasan dan petunjuk bagi siapa saja yang bertanggung jawab dalam hal pelaksanaannya, yaitu:

1) Perumusan sasaran yang jelas.

2) Sifat tindakan yang akan diambil dinyatakan secara jelas sebagai pembimbing dan pengarahan bagi pejabat lainnya.

3) Bentuk-bentuk dan jumlah kekuatan nasional yang akan dipergunakan dalam pencapaian sasaran.

Kerangka analisis yang berguna untuk memahami suatu kebijakan adalah sebagai berikut:

1) Isi hukum (content of law), yakni uraian atau penjabaran tertulis dari suatu kebijakan yang tertuang dalam bentuk perundang-undangan, peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pemerintah.

kelembagaan dan pelaksana dari isi hukum yang berlaku.

3) Budaya hukum (culture of law), yakni persepsi, pemahaman, sikap penerimaan, praktek-praktek pelaksanaan, penafsiran terhadap dua aspek sistem isi hukum dan tata laksana hukum (Abdullah, Zakaria, Mahmudi, Suralaga & Marut, 2001).

Berdasarkan pendapat di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kebijakan adalah keputusan pemerintah mempunyai arah tindakan yang direncanakan untuk mencapai sesuatu sasaran untuk memecahkan permasalahan umum.

b. Bentuk Kebijakan

Menurut Abdullah, dkk. (2001), bentuk kebijakan dapat dibedakan dalam tiga tingkatan :