Gambaran Kasus Rinosinusitis Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Rinosinusitis dikenal luas oleh masyarakat awam sebagai penyakit
sinusitis dan merupakan salah satu penyakit yang sering dikeluhkan dengan
berbagai tingkatan gejala klinik. Hidung dan sinus paranasal merupakan bagian
dari sistem pernafasan sehingga infeksi yang menyerang bronkus dan paru, dapat
juga menyerang hidung dan sinus paranasal.
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan paling
banyak di seluruh dunia (Soetjipto, 2011). Sinusitis didefinisikan sebagai
inflamasi mukosa sinus paranasal. Penyebab utamanya ialah selesma (common
cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri (Soetjipto, 2011).
Sering dalam praktik dokter sehari-hari pasien rinosinusitis kronik datang
dengan berbagai keluhan. Mulai dari keluhan hidung tersumbat, ingus purulen,
kongesti pada wajah, gangguan penghidu (hiposmia / anosmia ), nyeri tekan pada
wajah (gejala mayor). Dan juga ada yang mengeluhkan sakit kepala, bau mulut,
sakit gigi, batuk, sering lemah, demam (gejala minor). Pasien diduga menderita
rinosinusitis kronik jika terdapat dua atau lebih gejala yang menetap selama 12
minggu atau lebih (Fokkens et al, 2012).
Sinusitis ini dapat menyerang semua usia, namun dalam penelitian,
penderita sinusitis akan meningkat seiring bertambahnya usia seseorang. Menurut
Fokkens (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa prevalensi rinosinusitis
kronik meningkat seiring pertambahan usia dengan rata-rata 6,6% pada kelompok
usia 50-59 tahun, sementara itu setelah usia 60 tahun, prevalensi menurun menjadi
4,7%. Desrosiers (2011) dalam penelitiannya menyatakan angka kejadian
rinosinusitis kronik meningkat pada usia ≥12 tahun dan bertambah banyak dengan
pertambahan usia.
Universitas Sumatera Utara
2
Terdapat berbagai varian rasio perbandingan pria dan wanita yang
menderita rinosinusitis kronik. Dari Kanada tahun 2003 diperoleh angka
prevalensi rinosinusitis kronik sekitar 5 % dengan rasio wanita berbanding pria
yaitu 6 : 4 (lebih tinggi pada kelompok wanita) (Fokkens, 2007). Manor (2010)
dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa dari 137 pasien rinosinusitis,
terdapat wanita sebanyak 83 orang sedangkan pria 54 orang. Multazar (2011)
menyatakan proporsi penderita rinosinusitis kronik lebih banyak dijumpai pada
jenis kelamin wanita sebanyak 57,09%, sedangkan pria 42,9%.
Tingginya angka kejadian rinosinusitis kronik yang ditemukan pada
berbagai profesi pekerjaan disebabkan oleh seringnya terpapar oleh alergen atau
polutan yang berpotensi menyebabkan rinosinusitis kronik. Apabila terus-menerus
terpapar oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan
merokok yang lama akan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia
(Mangunkusumo, 2011).
Terdapat empat jenis sinus yang sering terkena infeksi bakteri pada
penyakit rinosinusitis, yaitu sinus frontalis, maksilaris, etmoidalis, dan sfenoidalis.
Namun, sinus maksilaris merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh
karena merupakan sinus paranasal yang terbesar dan letak ostiumnya lebih tinggi
dari dasar sinus. Selain itu dasar sinus maksilaris adalah dasar akar gigi sehingga
infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris (Mangunkusumo, 2011).
Apabila rinosinusitis terjadi pada beberapa sinus, maka disebut sebagai
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal dikenal sebagai
pansinusitis (Rosenfeld, 2007).
Kasus rinosinusitis kronik menjadi masalah kesehatan global karena
menyebabkan beban ekonomi yang tinggi dan berdampak pada penurunan
kualitas hidup, produktivitas kerja, daya konsentrasi bekerja dan belajar.
Selain berdampak pada penurunan kualitas hidup dan aspek sosioekonomi
(Lund, 2007), rinosinusitis kronik yang tidak tertangani dengan baik akan
menyebabkan beberapa komplikasi seperti infeksi intrakranial, infeksi orbita, dan
mukokel (kista) (Gianonni et al, 2006).
Universitas Sumatera Utara
3
Fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat saat ini adalah, pasien
datng ke praktik dokter dengan mengeluhkan telah menderita sinusitis. Namun
pada kenyataannya setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter ternyata pasien
tesebut bukan menderita sinusitis tetapi penyakit lain. Dalam kasus ini terlihat
bahwa gambaran sinusitis belum diketahui oleh masyarakat.
Angka kejadian rinosinusitis kronik di Indonesia masih sangat tinggi, dari
data yang di peroleh DEPKES RI tahun 2003 memaparkan bahwa penyakit
hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama.
Menurut soetjipto (2006) dalam Multazar (2011), data dari Divisi Rinologi
Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien
rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya (300) pasien
adalah rinosinusitis kronik. Sedangkan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2011 penderita rinosinusitis kronik sebesar 190 penderita (Arivalagan, 2011).
Berdasarkan uraian diatas dan mengingat belum adanya data yang saya
jumpai mengenai gambaran kasus rinosinusitis kronik di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2014, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
gambaran kasus rinosinusitis kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014.
1.2.
Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka peneliti
merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai
berikut: “Bagaimanakah gambaran kasus rinosinusitis kronik yang terdapat di
RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014?”
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kasus rinosinusitis kronik yang terdapat di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
4
1.1.1. Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi rinosinusitis kronik di RSUP H. Adam Malik
Medan pada tahun 2014
2. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan usia
3. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan jenis
kelamin
4. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan pekerjaan
5. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan keluhan
utama
6. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan lokasi
sinus yang terkena
7. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan jenis sinus
yang terlibat
8. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya rinosinusitis
kronik
9. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan jenis
terapi yang dilakukan.
1.2.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Peneliti dapat mengetahui angka kejadian rinosinusitis kronik di RSUP H.
Adam Malik Medan pada tahun 2014
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang tanda dan gejala
rinosinusitis kronik
3. Sebagai tambahan informasi untuk dokter melakukan penatalaksanaan
rinosinusitis kronik
4. Hasil penelitian ini sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
kesehatan dan memberikan data untuk mendukung penelitian-penelitian
selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Rinosinusitis dikenal luas oleh masyarakat awam sebagai penyakit
sinusitis dan merupakan salah satu penyakit yang sering dikeluhkan dengan
berbagai tingkatan gejala klinik. Hidung dan sinus paranasal merupakan bagian
dari sistem pernafasan sehingga infeksi yang menyerang bronkus dan paru, dapat
juga menyerang hidung dan sinus paranasal.
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan paling
banyak di seluruh dunia (Soetjipto, 2011). Sinusitis didefinisikan sebagai
inflamasi mukosa sinus paranasal. Penyebab utamanya ialah selesma (common
cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri (Soetjipto, 2011).
Sering dalam praktik dokter sehari-hari pasien rinosinusitis kronik datang
dengan berbagai keluhan. Mulai dari keluhan hidung tersumbat, ingus purulen,
kongesti pada wajah, gangguan penghidu (hiposmia / anosmia ), nyeri tekan pada
wajah (gejala mayor). Dan juga ada yang mengeluhkan sakit kepala, bau mulut,
sakit gigi, batuk, sering lemah, demam (gejala minor). Pasien diduga menderita
rinosinusitis kronik jika terdapat dua atau lebih gejala yang menetap selama 12
minggu atau lebih (Fokkens et al, 2012).
Sinusitis ini dapat menyerang semua usia, namun dalam penelitian,
penderita sinusitis akan meningkat seiring bertambahnya usia seseorang. Menurut
Fokkens (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa prevalensi rinosinusitis
kronik meningkat seiring pertambahan usia dengan rata-rata 6,6% pada kelompok
usia 50-59 tahun, sementara itu setelah usia 60 tahun, prevalensi menurun menjadi
4,7%. Desrosiers (2011) dalam penelitiannya menyatakan angka kejadian
rinosinusitis kronik meningkat pada usia ≥12 tahun dan bertambah banyak dengan
pertambahan usia.
Universitas Sumatera Utara
2
Terdapat berbagai varian rasio perbandingan pria dan wanita yang
menderita rinosinusitis kronik. Dari Kanada tahun 2003 diperoleh angka
prevalensi rinosinusitis kronik sekitar 5 % dengan rasio wanita berbanding pria
yaitu 6 : 4 (lebih tinggi pada kelompok wanita) (Fokkens, 2007). Manor (2010)
dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa dari 137 pasien rinosinusitis,
terdapat wanita sebanyak 83 orang sedangkan pria 54 orang. Multazar (2011)
menyatakan proporsi penderita rinosinusitis kronik lebih banyak dijumpai pada
jenis kelamin wanita sebanyak 57,09%, sedangkan pria 42,9%.
Tingginya angka kejadian rinosinusitis kronik yang ditemukan pada
berbagai profesi pekerjaan disebabkan oleh seringnya terpapar oleh alergen atau
polutan yang berpotensi menyebabkan rinosinusitis kronik. Apabila terus-menerus
terpapar oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan
merokok yang lama akan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia
(Mangunkusumo, 2011).
Terdapat empat jenis sinus yang sering terkena infeksi bakteri pada
penyakit rinosinusitis, yaitu sinus frontalis, maksilaris, etmoidalis, dan sfenoidalis.
Namun, sinus maksilaris merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh
karena merupakan sinus paranasal yang terbesar dan letak ostiumnya lebih tinggi
dari dasar sinus. Selain itu dasar sinus maksilaris adalah dasar akar gigi sehingga
infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris (Mangunkusumo, 2011).
Apabila rinosinusitis terjadi pada beberapa sinus, maka disebut sebagai
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal dikenal sebagai
pansinusitis (Rosenfeld, 2007).
Kasus rinosinusitis kronik menjadi masalah kesehatan global karena
menyebabkan beban ekonomi yang tinggi dan berdampak pada penurunan
kualitas hidup, produktivitas kerja, daya konsentrasi bekerja dan belajar.
Selain berdampak pada penurunan kualitas hidup dan aspek sosioekonomi
(Lund, 2007), rinosinusitis kronik yang tidak tertangani dengan baik akan
menyebabkan beberapa komplikasi seperti infeksi intrakranial, infeksi orbita, dan
mukokel (kista) (Gianonni et al, 2006).
Universitas Sumatera Utara
3
Fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat saat ini adalah, pasien
datng ke praktik dokter dengan mengeluhkan telah menderita sinusitis. Namun
pada kenyataannya setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter ternyata pasien
tesebut bukan menderita sinusitis tetapi penyakit lain. Dalam kasus ini terlihat
bahwa gambaran sinusitis belum diketahui oleh masyarakat.
Angka kejadian rinosinusitis kronik di Indonesia masih sangat tinggi, dari
data yang di peroleh DEPKES RI tahun 2003 memaparkan bahwa penyakit
hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama.
Menurut soetjipto (2006) dalam Multazar (2011), data dari Divisi Rinologi
Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien
rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya (300) pasien
adalah rinosinusitis kronik. Sedangkan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2011 penderita rinosinusitis kronik sebesar 190 penderita (Arivalagan, 2011).
Berdasarkan uraian diatas dan mengingat belum adanya data yang saya
jumpai mengenai gambaran kasus rinosinusitis kronik di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2014, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
gambaran kasus rinosinusitis kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014.
1.2.
Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka peneliti
merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai
berikut: “Bagaimanakah gambaran kasus rinosinusitis kronik yang terdapat di
RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014?”
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kasus rinosinusitis kronik yang terdapat di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
4
1.1.1. Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi rinosinusitis kronik di RSUP H. Adam Malik
Medan pada tahun 2014
2. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan usia
3. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan jenis
kelamin
4. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan pekerjaan
5. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan keluhan
utama
6. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan lokasi
sinus yang terkena
7. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan jenis sinus
yang terlibat
8. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya rinosinusitis
kronik
9. Mengetahui distribusi penyakit rinosinusitis kronik berdasarkan jenis
terapi yang dilakukan.
1.2.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Peneliti dapat mengetahui angka kejadian rinosinusitis kronik di RSUP H.
Adam Malik Medan pada tahun 2014
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang tanda dan gejala
rinosinusitis kronik
3. Sebagai tambahan informasi untuk dokter melakukan penatalaksanaan
rinosinusitis kronik
4. Hasil penelitian ini sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
kesehatan dan memberikan data untuk mendukung penelitian-penelitian
selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara