Gambaran Penyakit Vitiligo di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2014

(1)

Nama : Alfinyanto Utama

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 22 Desember 1994

Agama : Kristen

Alamat : Jalan Ternak No. 23 Medan 20157 No Telp/email : 087769447885 / alfinyanto@gmail.com

RiwayatPendidikan : 1. SD Sutomo I Medan : 2000-2006 2. SMP Sutomo I Medan : 2006-2009 3. SMA Sutomo I Medan : 2009-2012 4. Fakultas Kedokteran USU : 2012-sekarang Riwayat Pelatihan : -


(2)

Data Induk

No RM Inisial Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Lokasi 1 519886 MR >10-20 Laki-Laki Pelajar Wajah

2 543146 MSA >10-20 Laki-Laki Pelajar Wajah 3 578743 HM >30-40 Perempuan Ibu Rumah Tangga Batang Tubuh

4 592340 VS >30-40 Perempuan Wiraswasta Campuran/Seluruh Tubuh 5 182434 TS >30-40 Perempuan Ibu Rumah Tangga Ekstremitas

6 526133 NS >20-30 Laki-Laki Wiraswasta Wajah

7 624030 RDS <=10 Perempuan Dibawah Umur Campuran/Seluruh Tubuh 8 482024 RWO >10-20 Laki-Laki Pelajar Ekstremitas

9 606423 MP >10-20 Laki-Laki Pelajar Campuran/Seluruh Tubuh 10 529317 LP >30-40 Laki-Laki Wiraswasta Campuran/Seluruh Tubuh 11 562315 AS >20-30 Perempuan Pegawai Swasta Ekstremitas

12 430914 HP >40 Laki-Laki Pegawai Negeri Campuran/Seluruh Tubuh 13 580910 AM >40 Perempuan Wiraswasta Campuran/Seluruh Tubuh 14 601311 YZ >30-40 Laki-Laki Pegawai Negeri Ekstremitas

15 543612 A >40 Laki-Laki Wiraswasta Campuran/Seluruh Tubuh 16 577304 OD >10-20 Perempuan Pelajar Campuran/Seluruh Tubuh 17 544100 RS >40 Perempuan Ibu Rumah Tangga Campuran/Seluruh Tubuh 18 617286 JS >40 Perempuan Pegawai Negeri Ekstremitas

19 568078 NH >40 Perempuan Pegawai Negeri Campuran/Seluruh Tubuh 20 401681 NS >40 Perempuan Pegawai Negeri Campuran/Seluruh Tubuh 21 589981 WMS >20-30 Perempuan Ibu Rumah Tangga Ekstremitas

22 576669 AAZL <=10 Perempuan Dibawah Umur Wajah

23 607076 AM >10-20 Perempuan Pelajar Campuran/Seluruh Tubuh 24 521962 SMG >10-20 Perempuan Mahasiswa Campuran/Seluruh Tubuh 25 612862 AA >10-20 Perempuan Wiraswasta Wajah

26 594350 KP >40 Laki-Laki Petani Wajah

27 502640 BM >40 Laki-Laki Wiraswasta Campuran/Seluruh Tubuh 28 546460 TAP >10-20 Perempuan Tidak Bekerja Ekstremitas

29 590561 SS >10-20 Laki-Laki Pelajar Batang Tubuh 30 574050 HKS >10-20 Perempuan Mahasiswa Wajah

31 622350 RM >40 Perempuan Ibu Rumah Tangga Campuran/Seluruh Tubuh 32 596350 DH >40 Perempuan Pegawai Negeri Campuran/Seluruh Tubuh 33 620953 EY >40 Perempuan Pegawai Negeri Ekstremitas


(3)

38 513995 MA >40 Perempuan Ibu Rumah Tangga Campuran/Seluruh Tubuh 39 523194 HM >20-30 Laki-Laki Mahasiswa Campuran/Seluruh Tubuh 40 623696 JG <=10 Laki-Laki Pelajar Campuran/Seluruh Tubuh 41 528844 OA <=10 Laki-Laki Dibawah Umur Wajah

42 532558 S >40 Perempuan Ibu Rumah Tangga Campuran/Seluruh Tubuh 43 539883 U >40 Perempuan Ibu Rumah Tangga Campuran/Seluruh Tubuh 44 509806 I >30-40 Perempuan Guru Campuran/Seluruh Tubuh 45 304112 PA <=10 Laki-Laki Dibawah Umur Leher

46 539321 RYP >20-30 Perempuan Ibu Rumah Tangga Campuran/Seluruh Tubuh 47 504820 E >20-30 Perempuan Wiraswasta Ekstremitas

48 533224 NH >20-30 Perempuan Ibu Rumah Tangga Ekstremitas

49 512927 BT >40 Perempuan Wiraswasta Campuran/Seluruh Tubuh 50 538328 RHL >10-20 Laki-Laki Mahasiswa Wajah

51 97031 DKS >10-20 Laki-Laki Pelajar Ekstremitas

52 519933 UA >10-20 Laki-Laki Pelajar Campuran/Seluruh Tubuh 53 501237 JS >20-30 Perempuan Pegawai Negeri Campuran/Seluruh Tubuh 54 526037 RS >40 Perempuan Pegawai Negeri Ekstremitas

55 512039 R >40 Perempuan Ibu Rumah Tangga Campuran/Seluruh Tubuh 56 493350 HH >40 Laki-Laki Wiraswasta Campuran/Seluruh Tubuh 57 540250 AC >40 Laki-Laki Wiraswasta Campuran/Seluruh Tubuh 58 538274 HS >40 Perempuan Ibu Rumah Tangga Batang Tubuh


(4)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid <=10 6 10.3 10.3 10.3

>10-20 14 24.1 24.1 34.5

>20-30 9 15.5 15.5 50.0

>30-40 7 12.1 12.1 62.1

>40 22 37.9 37.9 100.0

Total 58 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Laki-Laki 23 39.7 39.7 39.7

Perempuan 35 60.3 60.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pelajar 11 19.0 19.0 19.0

Pegawai Swasta 1 1.7 1.7 20.7

Tidak Bekerja 1 1.7 1.7 22.4

Mahasiswa 4 6.9 6.9 29.3

Ibu Rumah Tangga 12 20.7 20.7 50.0

Pegawai Negeri 10 17.2 17.2 67.2

Honorer 1 1.7 1.7 69.0

Wiraswasta 12 20.7 20.7 89.7

Dibawah Umur 4 6.9 6.9 96.6

Guru 1 1.7 1.7 98.3

Petani 1 1.7 1.7 100.0


(5)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Wajah 11 19.0 19.0 19.0

Leher 1 1.7 1.7 20.7

Batang Tubuh 3 5.2 5.2 25.9

Ekstremitas 12 20.7 20.7 46.6

Campuran/Seluruh Tubuh 31 53.4 53.4 100.0


(6)

(7)

(8)

220 41(9): 666-675.

Barankin, B. dan Freiman, A., 2006. Derm Notes: Clinical Dermatology Pocket

Guide. China: FA Davis Company, 169-170.

Habif, T.P., 2004. Clinical Dermatology: A Color Guide To Diagnosis And

Therapy. Edisi 4. USA: Mosby Inc, 685-689.

Halder, R.M. dan Taliaferro, S.J., Vitiligo. Dalam: Wolff, K. et al., eds. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi 7. USA: McGraw-Hill Companies Inc, 616-622.

Hunter, J., Savin, J., dan Dahl, M., 2002. Clinical Dermatology. Edisi 3. Australia: Blackwell Science Ltd, 246-247.

Jeon, I.K. et al., 2014. A Multicenter Collaborative Study by the Korean Society of Vitiligo about Patients’ Occupations and the Provoking Factors of Vitiligo. Korea: Ann Dermatol 26(3): 349-356.

Katsambas, A.D., dan Stratigos, A.J., 2001. Depigmenting and Bleaching Agents:

Coping with Hyperpigmentation. New York: Elsevier Science Inc.

483-488.

Lee, H. et al., 2015. Prevalence of Vitiligo and Associated Comorbidities in Korea. Korea: Yonsei Med J 56(3): 719-725.

Lubis, R. D., 2009. Vitiligo. Medan: USU e-Repository. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3407. [Diakses 27 Mei 2015]

Sangma, L.N., Nath, J., dan Bhagabati, D., 2015. Quality of Life and Psychological Morbidity in Vitiligo Patients: A Study in a Teaching Hospital from North-East India. India: Indian J Dermatol 60(2): 142-146. Seyedalinaghi, S.A., Karami, N., Hajiabdolbaghi, M., dan Hosseini, M, 2009. Vitiligo in a patient assosiated with human immunodeficiency virus infection and repigmentation under antiretroviral therapy. Journal pf the


(9)

Universitas Indonesia, 296-298.

Sterry, W., Paus, R., dan Burgdorf, W., 2006. Thieme Clinical Companions:

Dermatology. Jerman: Georg Thieme Verlag KG, 375-377.


(10)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERATIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

3.2 Defenisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitiligo, prevalensi, umur, pekerjaan, jenis kelamin, riwayat keluarga, lokasi vitiligo, lama menderita vitiligo.

1. Vitiligo

Defenisi : Vitiligo adalah penyakit dimana terjadi depigmentasi pada kulit berupa bercak atau makula yang berwarna putih yang didiagnosis oleh dokter.

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Observasi rekam medis

Hasil ukur : 1. Pasien dengan penyakit vitiligo lokalisata 2. Pasien dengan penyakit vitiligo generalisata Skala ukur : Nominal

Karakteristik vitiligo

Umur

Pekerjaan Lokasi vitiligo Prevalensi

Jenis kelamin Vitiligo


(11)

2. Umur

Defenisi : Umur adalah usia pasien pada saat pertama kali menderita vitiligo Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Observasi rekam medis

Kategori : <=10, >10-20, >20-30, >30-40, >40 Skala ukur : Nominal

3. Jenis kelamin

Defenisi : Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir yang terkena vitiligo Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Observasi rekam medis Kategori : Laki-laki, Perempuan Skala ukur : Nominal

4. Pekerjaan

Defenisi : Pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan yang memiliki kewajib- an dan tugas pokok dalam hal ini pekerjaan penderita vitiligo Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Observasi rekam medis Kategori : Semua jenis pekerjaan Skala ukur : Nominal

7. Lokasi lesi vitiligo

Defenisi : Lokasi lesi vitiligo adalah bagian kulit tubuh yang terdapat bercak atau makula vitiligo

Alat ukur : Rekam medis

Cara ukur : Observasi rekam medis

Kategori : Lesi vitiligo yang terjadi dibagian tubuh: 1. Wajah

2. Leher


(12)

4. Ekstremitas

5. Campuran atau seluruh tubuh Skala ukur : Nominal


(13)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif, dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) untuk mengetahui gambaran pasien vitiligo yang ada di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 hingga 2014.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan Juli sampai Desember 2015.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pemilihan tempat ini dikarenakan RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera bagian Utara.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien yang didiagnosis vitiligo di RSUP Haji Adam Malik Medan dalam kurun waktu 2012 sampai 2014.

4.3.2 Sampel

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien vitiligo di RSUP Haji Adam Malik Medan dalam kurun waktu 2012 sampai 2014, dengan metode total sampling yang memenuhi kriteria inklusi.


(14)

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.3.3.1 Kriteria Inklusi

Seluruh rekam medis pasien yang didiagnosis vitiligo di RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2014.

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi

Data rekam medis pasien yang didiagnosis vitiligo yang tidak lengkap dan tidak mencakup data yang diperlukan dalam penelitian.

4.4 Teknik Pengumpulan Data 4.4.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Januari 2012 sampai Desember 2014.

4.4.2 Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan merupakan data rekam medis pasien yang menderita vitiligo di RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak tergolong dalam kriteria eksklusi. Data tersebut kemudian dicatat dan dikelompokkan sesuai variabel yang digunakan.

4.4.3 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu dimulai dari

editing, coding, entry, cleaning data, dan saving. Langkah pertama adalah editing,

dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Kedua adalah

coding, yaitu data yang telah terkumpul kemudian diberi kode oleh peneliti secara

manual sebelum diolah dengan komputer. Ketiga adalah entry, yaitu data yang telah diberi kode dimasukkan kedalam program komputer. Kemudian yang keempat adalah cleaning data, yaitu pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. Dan


(15)

yang terakhir adalah saving, data kemudian disimpan dan siap diolah. Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat, dan dikelompokkan agar dapat diolah menggunakan program SPSS sesuai dengan tujuan penelitian.


(16)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah yang masuk dalam kategori Rumah Sakit Kelas A. Berdasarkan SK MenKes RI No. HK.02.02/MENKES/390/2014 tanggal 17 Oktober 2014 Tentang Pedoman Penetapan Rumah Sakit Rujukan Nasional, RSUP H. Adam Malik Medan merupakan salah satu rumah sakit di bagian Regional Barat yang merupakan Rumah Sakit Rujukan Nasional. Selain itu RSUP H. Adam Malik Medan ini juga merupakan jenis Rumah Sakit Pendidikan sehingga peneliti dapat melakukan penelitian di rumah sakit ini.

5.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari 2012 sampai Desember 2014.

Jumlah seluruh data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti adalah 58 data rekam medis, yang terbagi dalam 22 data pada tahun 2012, 19 data pada tahun 2013, dan 17 data pada tahun 2014.

5.1.2.1 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Umur

Distribusi data berdasarkan umur pasien vitiligo pada tahun 2012 sampai 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.


(17)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Umur Frekuensi Persentase

(%)

<=10 6 10.3

>10-20 14 24.1

>20-30 9 15.5

>30-40 7 12.1

>40 22 37.9

Total 58 100.0

Dalam Tabel 5.1, diketahui bahwa pasien vitiligo terbanyak berada pada kelompok usia diatas 40 tahun yaitu sebanyak 22 orang (37,9%), kemudian diikuti kelompok usia 10-20 tahun yaitu sebanyak 14 orang (24,1%).

5.1.2.2 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi data berdasarkan jenis kelamin pasien vitiligo pada tahun 2012 sampai 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

(%)

Laki-Laki 23 39.7

Perempuan 35 60.3

Total 58 100.0

Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui bahwa pasien vitiligo terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 35 orang (60,3%). Sisanya yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 23 orang (39,7%).

5.1.2.3 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Pekerjaan

Distribusi data berdasarkan pekerjaan pasien yang menderita vitiligo pada tahun 2012 sampai 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.


(18)

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Persentase

(%)

Pelajar 11 19.0

Pegawai Swasta 1 1.7

Tidak Bekerja 1 1.7

Mahasiswa 4 6.9

Ibu Rumah Tangga 12 20.7

Pegawai Negeri 10 17.2

Honorer 1 1.7

Wiraswasta 12 20.7

Belum Bekerja 4 6.9

Guru 1 1.7

Petani 1 1.7

Total 58 100.0

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa kebanyakan pasien yang menderita vitiligo berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta dengan jumlah masing-masing 12 orang (20,7%), dan diikuti dengan berprofesi sebagai pelajar yaitu 11 orang (19%).

5.1.2.4 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Lokasi Bercak

Distribusi data berdasarkan lokasi bercak pasien vitiligo pada tahun 2012 sampai 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Bercak Lokasi Frekuensi Persentase

(%)

Wajah 11 19.0

Leher 1 1.7

Batang Tubuh 3 5.2

Ekstremitas 12 20.7

Campuran/Seluruh

Tubuh 31 53.4


(19)

Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa sebanyak 31 orang (53,4%) pasien vitiligo memiliki bercak pada seluruh tubuh atau tipe campuran, kemudian sebanyak 12 orang (20,7%) pasien vitiligo memiliki bercak pada ekstremitas.

5.2 Pembahasan 5.2.1 Umur

Dari data distribusi pasien vitiligo berdasarkan umur, didapati bahwa jumlah terbesar pasien vitiligo adalah pasien berumur >40 tahun adalah sebanyak 22 orang (37,9%). Diikuti pasien vitiligo yang berumur 10-20 tahun dengan jumlah 14 orang (24,1%). Namun hasil ini berbeda dengan yang dikemukakan oleh Anurogo dan Ikrar (2014). Mereka menyatakan bahwa pasien vitiligo paling banyak dijumpai pada rentang usia 10-40 tahun.

Pada penelitian Lubis (2009) juga menyatakan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian diatas. Ia mengatakan bahwa ada sekitar 25% penderita dijumpai pada usia dibawah 10 tahun, 50% terjadi sebelum usia 23 tahun dan kurang dari 10% terjadi pada usia lebih dari 42 tahun pada perkembangan awal dari lesi. Walaupun vitiligo relatif jarang dijumpai pada bayi tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan. Menurut Taïeb dan Picardo (2009), menyatakan bahwa hampir setengah dari kasus vitiligo muncul sebelum umur 20 tahun.

5.2.2 Jenis Kelamin

Dari data distribusi pasien vitiligo berdasarkan jenis kelamin, didapati bahwa persentase pasien berjenis kelamin perempuan (60,3%) lebih tinggi daripada persentase pasien berjenis kelamin laki-laki (39,7%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009) yang menyatakan bahwa vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita (dewasa) dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 :1. Sedangkan penelitian vitiligo pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama pada kedua jenis kelamin. Menurut Anurogo dan Ikrar (2014) menyatakan bahwa vitiligo ditemukan pada 0,1-2,9% populasi penduduk dunia, di usia berapapun, tersering pada usia 10-40 tahun, dengan dominasi pada perempuan. Namun menurut Taïeb dan Picardo (2009)


(20)

yang menyatakan bahwa Kedua jenis kelamin sama-sama terkena vitiligo, dan tidak ada perbedaan yang nyata dalam angka kejadian menurut jenis kulit dan ras. 5.2.3 Pekerjaan

Dari data distribusi pasien vitiligo berdasarkan pekerjaan, didapati bahwa persentase terbesar pada pasien vitiligo adalah pasien yang berprofesi sebagai wiraswasta dan ibu rumah tangga yaitu sebesar 20,7% dengan jumlah 12 orang. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jeon et al. (2014) yang menyatakan bahwa pekerjaan sebagai ibu rumah tangga memiliki resiko lebih tinggi 33% yaitu sebanyak 155 orang dari 470 sampel, diikuti pekerja kantoran sebesar 30,4%, dan sisanya berada <10%.

5.2.4 Lokasi Bercak

Dari data distribusi pasien vitiligo berdasakan lokasi bercak, didapati bahwa jumlah terbesar pasien vitiligo adalah pasien yang memiliki bercak pada seluruh tubuh sebanyak 31 orang (53,4%). Diikuti dengan pasien yang memiliki bercak pada ekstremitas sebanyak 12 orang (20,7%). Hasil yang sama dikemukakan oleh Taïeb dan Picardo (2009) bahwa nonsegmental vitiligo adalah bentuk yang paling sering pada penyakit ini (tercatat 85-90% dari semua kasus vitiligo), tetapi pada segmental vitiligo, bisa memiliki onset yang lebih cepat, tercatat 30% pada kasus anak-anak. Pada awal kejadian, kedua jenis vitiligo baik nonsegmental vitiligo dan segmental vitiligo dapat menunjukkan fokal vitiligo, yang mana ditunjukkan karakteristiknya oleh bagian kecil area yang dipengaruhi (<15 cm2).


(21)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data penelitian yang berasal dari rekam medis sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi pasien vitiligo di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012 sampai 2014 maka kesimpulan yang didapatkan adalah:

1. Jumlah seluruh data yang terkumpul adalah 58 data rekam medis, yang terbagi dalam 22 data pada tahun 2012, 19 data pada tahun 2013, dan 17 data pada tahun 2014.

2. Pasien vitiligo terbanyak berada pada kelompok usia diatas 40 tahun yaitu sebanyak 22 orang (37,9%), kemudian diikuti kelompok usia 10-20 tahun yaitu sebanyak 14 orang (24,1%).

3. Pasien vitiligo terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 35 orang (60,3%). Sisanya yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 23 orang (39,7%).

4. Kebanyakan pasien yang menderita vitiligo berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta dengan jumlah masing-masing 12 orang (20,7%), dan diikuti dengan berprofesi sebagai pelajar yaitu 11 orang (19%).

5. Sebanyak 31 orang (53,4%) pasien vitiligo memiliki bercak pada seluruh tubuh atau tipe campuran, kemudian sebanyak 12 orang (20,7%) pasien vitiligo memiliki bercak pada ekstremitas.

6.2 Saran

Bagi dokter maupun tenaga kesehatan (operator) agar dapat mendokumentasikan data pasien lebih maksimal sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal untuk penelitian berikutnya.


(22)

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas varibel penelitian mengenai penyakit vitiligo sehingga penelitian ini akan dapat terus dikembangkan.

Bagi dokter maupun tenaga kesehatan agar dapat mendokumentasikan data pasien lebih maksimal sehingga dapat memberikn hasil yang maksimal pula untuk penelitian selanjutnya.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vitiligo 2.1.1 Definisi

Kata vitiligo berasal dari bahasa latin, vitellus, yang memiliki arti 'veal' (pucat, merah jambu). Penyakit ini adalah penyakit yang depigmentasi terbatas yang didapat, dan ditemukan pada semua ras (Hunter et al., 2002). Kata vitiligo mungkin berasal dari bahasa Yunani, vitelius, yang berarti bercak putih pada lembu (Habif, 2003).

Vitiligo adalah kehilangan pigmen yang didapatkan dan ditegakkan dengan pemeriksaan histologi dimana didapati tidak adanya melanosit epidermal (Habif, 2003). Vitiligo adalah penyakit hipomelanosis idiopatik yang didapat dengan adanya gejala klinis berupa makula putih yang dapat meluas dan dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata (Soepardiman, 2011).

2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi

Penyebab dari vitiligo belum diketahui dengan pasti dan terdapat berbagai faktor pencetus yang sering dilaporkan sebagai penyebab vitiligo, misalnya krisis ekonomi dan trauma fisis (Soepardiman, 2011).

Selain dilihat dari etiologinya, menurut Soepardiman dalam buku Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin (2011), vitiligo juga memiliki 2 bentuk yang memiliki

ciri khas masing-masing, yaitu:

1. Lokalisata, yang dapat dibagi lagi menjadi:

a. fokal: satu atau lebih makula pada satu area, namun tidak segmental,

b. segmental: satu atau lebih makula pada satu area dengan distribusi sesuai dermatom, misalnya pada satu tungkai,


(24)

2. Generalisata

Jarang penderita vitiligo lokalisata yang berubah menjadi generalisata. Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo generalisata dapat dibagi lagi menjadi:

a. akrofasial: depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas dan muka, yang merupakan stadium mula vitiligo generalisata,

b. vulgaris: makula tanpa pola tertentu di banyak tempat,

c. campuran: depigmentasi yang terjadi menyeluruh atau yang hampir menyeluruh dan disebut vitiligo total (Halder dan Taliaferro, 2008).

Vitiligo merupakan kelainan piogenik yang multifaktoral dengan patogenesis yang rumit. Walaupun beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan hilangnya melanosit pada epidermal di vitiligo, penyebab utama vitiligo masih belum diketahui. Perkembangan yang pesat telah terjadi pada 2 dekade yang lalu. Teori yang berkaitan dengan vitiligo adalah autoimun, sitotoksik, oksidan-antioksidan biokimia, neural, dan mekanisme virus yang merusak melanosit epidermal. Banyak studi juga menyatakan bahwa peran genetik sangat signifikan pada kasus vitiligo (Halder dan Taliaferro, 2008). Vitiligo dan beberapa penyakit autoimun lainnya dilaporkan berhubungan dengan adanya infeksi dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Seyedalinahi et al., 2009).

Ada juga pengaruh genetik pada kejadian munculnya vitiligo yakni ditandai dengan penetrasi yang tidak sempurna, berbagai tempat yang rentan, dan jenis genetik yang beragam. Vitiligo yang diturunkan bisa melibatkan gen yang berhubungan dengan biosintesis melanin, pengaruh oksidatif stress, dan regulasi dari autoimun (Halder dan Taliaferro, 2008).

Hubungan yang paling sering antara vitiligo dengan penyakit autoimun berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa terdapat hubungan HLA dengan vitiligo. Beberapa jenis HLA dengan vitiligo pada berbagai studi termasuk A2, DR4, DR7, dan Cw6 (Halder dan Taliaferro, 2008).

Hubungan antara vitiligo dan penyakit autoimun dengan baik telah diketahui. Tiroid disorder, Hashimoto tiroiditis dan penyakit Graves, sangat


(25)

sering berkaitan dengan vitiligo, bersamaan dengan penyakit endokrin lainnya seperti penyakit Addison dan diabetes mellitus. Alopesia areata, anemia pernisiosa, sistemik lupus eritematosus, inflammatory bowel disease, rematoid artritis, psoariasis dan autoimmune polyglandular syndrome adalah kelainan lain yang berkaitan dengan vitiligo, tetapi ada makna dari beberapa hubungan ini yang masih diperdebatkan. Bukti yang paling meyakinkan pada patogenesis autoimun adalah demonstrasi dari sirkulasi autoantibodi pada pasien vitiligo (Halder dan Taliaferro, 2008).

Sebagai tambahan pada keterlibatan mekanisme imun humoral di patogenesis vitiligo, terdapat bukti yang kuat dimana terdapat indikasi proses imun selular. Kerusakan pada melanosit bisa secara langsung dimediasi oleh

autoreactive cytologic T cells. Peningkatan jumlah sirkulasi limfosit sitotoksik

CD8+ yang reaktif pada melanA/Mart-1 (melanoma antigen yang dikenali oleh sel T ), glikoprotein 100, dan tirosinase telah dilaporkan pada pasien dengan vitiligo. Aktivasi Sel T CD8+ telah didemonstrasikan didalam pinggiran luka pada kulit yang terkena vitiligo. Reseptor Melanocyte-spesific T-cell ditemukan di lapisan melanoma dan pada pasien vitiligo memiliki struktural yang sama (Halder dan Taliaferro, 2008).

2.1.3 Epidemiologi

Vitiligo adalah penyakit depigmentasi paling sering dijumpai. Hampir setengah dari kasus vitiligo muncul sebelum umur 20 tahun. Kedua jenis kelamin sama-sama terkena vitiligo, dan tidak ada perbedaan yang nyata dalam angka kejadian menurut jenis kulit dan ras. Nonsegmental (atau generalisasi) vitiligo dan segmental vitiligo memiliki gejala klinis yang khusus dan riwayat alami. Nonsegmental vitiligo adalah bentuk yang paling sering pada penyakit ini (tercatat 85-90% dari semua kasus vitiligo), tetapi pada segmental vitiligo, bisa memiliki onset yang lebih cepat, tercatat 30% pada kasus anak-anak. Pada awal kejadian, kedua jenis vitiligo baik nonsegmental vitiligo dan segmental vitiligo dapat menunjukkan fokal vitiligo, yang mana ditunjukkan karakteristiknya oleh bagian kecil area yang dipengaruhi (<15 cm2) (Taïeb dan Picardo, 2009).


(26)

Vitiligo ditemukan pada 0,1-2,9% populasi penduduk dunia, di usia berapapun, tersering pada usia 10-40 tahun, dengan dominasi pada perempuan. Di Amerika, sekitar 2 juta orang menderita vitiligo. Di Eropa Utara dialami 1 dari 200 orang. Di Eropa, sekitar 0,5% populasi menderita vitiligo. Di India, angkanya mencapai 4%. Prevalensi vitiligo di China sekitar 0,19%. Sebagian besar kasus terjadi sporadis, sekitar 10-38% penderita memiliki riwayat keluarga dan pola pewarisannya konsisten dengan trait poligenik (Anurogo dan Ikrar, 2014).

Pada vitiligo yang berkaitan dengan pekerjaan, penyakit ini dimulai setelah terpapar bahan kimia yang toksik terhadap melanosit. Setelah itu, penyakit ini berkembang menjadi generalisasi vitiligo. Derivat fenolik/ katekol adalah bahan kimia mayor yang berhubungan dengan vitiligo, dan dapat menimbulkan kejadian ini. Berbagai jenis alergen yang menyebabkan allergic contact dermatitis (ACD) memiliki kemungkinan menjadi faktor pemicu bagi vitiligo kontak atau vitiligo yang berkaitan dengan pekerjaan. Bagaimanapun, kontak dengan bahan kimia dan allergen telah dilaporkan karena telah memicu lesi vitiligo. Secara etiologi, telah dilaporkan 864 kasus pada bahan kimia leukoderma di India. Pewarna rambut (27,4%) adalah kasus tersering yang dilaporkan sebagai agen kausative, diikuti oleh deodorant atau parfum (21,6%) dan deterjen atau pembersih (15,4%). Telah dilaporkan bahwa diantara 29 pasien yang melaporkan faktor provokasi dari bahan kimia, diduga terdapat vitiligo yang di induksi oleh bahan kimia seperti captan, paratertiary butyl phenol (PTBP), dan diphencyprone telah terdeteksi pada 4 pasien. Bahan kimia yang paling berkontribusi adalah PTBP yang memberikan 50,7% dari agen kausatif. Bahan kimia yang paling sering terpapar pada kehidupan sehari-hari pasien adalah produk pembersih (30,0%), diikuti oleh produk kosmetik (17,0%), pewarna rambut (11,4%), dan nikel (11,2%). Bagaimanapun, hanya 23 pasien (4,9%) mengatakan bahwa semua bahan bahan kimia ini diduga menjadi pemicu kejadian vitiligo. Diantara 16 pasien yang menjawab bahwa pewarna rambut memperburuk vitiligo yang telah dideritanya, hanya 8 pasien yang melaporkan allergic contact dermatitis (ACD) pada pewarna rambut. Oleh karena itu, allergic contact dermatitis (ACD) pada


(27)

pewarna rambut tidak dapat menjadi persyaratan untuk perkembangan vitiligo (Jeon et al., 2014).

Terdapat 30% penderita dari prevalensi di dunia mempunyai riwayat keluarga. Perkembangan awal dari lesi, sekitar 25% penderita dijumpai pada usia dibawah 10 tahun, 50% terjadi sebelum usia 23 tahun dan kurang dari 10% terjadi pada usia lebih dari 42 tahun. Walaupun vitiligo relatif jarang dijumpai pada bayi tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan dan kadang kadang didiagnosa sebagai piebaldism (Lubis, 2009).

Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita (dewasa) dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 :1. Sedangkan penelitian vitiligo pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama pada kedua jenis kelamin. Kemungkinan ini disebabkan wanita (dewasa) lebih memberikan perhatian terhadap penyakit nya dibandingkan laki-laki (dewasa), sehingga lebih banyak mendapat pengobatan (Lubis, 2009).

2.1.4 Patogenesis

Menurut Soepardiman dalam buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (2011), ada beberapa patogenesis terbentuknya vitiligo, yakni sebagai berikut: 1. Hipotesis autoimun

Ditandai adanya hubungan antara vitiligo dengan tiroiditis hashimoto, anemia pernisiosa, dan hipoparatiroid melanosit dijumpai pada serum 80% penderita.

2. Hipotesis neurohumoral

Karena melanosit terbentuk dari neuralcrest, maka diduga faktor neural berpengaruh. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol. Kemungkinan adanya produk yang terbentuk selama sintesis katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respons transmitter saraf, misalnya asetilkolin. 3. Autotoksik

Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan


(28)

radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan prekursor melanin. Secara in vitro dibuktikan tirosin, DOPA, dan dopakrom merupakan sitotoksik terhadap melanosit.

4. Pajananan terhadap bahan kimia

Depigmentasi kulit dapat terjadi terhadap pajanan mono benzil eter hidrokinon dalam sarung tangan atau deterjen yang mengandung fenol.

Mono benzil eter hidrokinon mempunyai mekanisme yang sama dengan hidrokinon yakni sebagai precursor dalam proses melanogenesis, namun penggunaan yang berlebihan dari mono benzil eter hidrokinon ini dapat mengakibatkan zat ini dimetabolisme menjadi radikal bebas yang aktif yang dapat menghancurkan melanosit itu sendiri (Katsambas dan Stratigos, 2001).

2.1.5 Gejala Klinis

Pasien dengan vitiligo akan menunjukkan satu sampai beberapa makula amelanotik yang berwarna seperti kapur atau putih susu. Lesi vitiligo biasanya dapat ditentukan batasnya dengan baik, tetapi garis tepinya dapat dijumpai “scalloped”. Makula vitiligo dapat dievaluasi dengan pemeriksaan lampu wood. Perbesaran lesi secara sentrifugal pada kadar yang tidak dapat diprediksi dan dapat timbul di semua sisi tubuh, termasuk mukosa membran. Walaupun demikian, lesi inisial lebih sering timbul pada tangan, lengan bawah, kaki , dan wajah. Ketika vitiligo timbul pada wajah, vitiligo sering melibatkan penyebaran di daerah perioral dan periokular (Halder dan Taliaferro, 2008).

2.1.6 Diagnosis Banding

Menurut Soepardiman dalam buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (2011) sebagai diagnosis banding vitiligo ialah piebaldisme, sindrom wardenburg, dan sindrom woolf. Vitiligo segmental harus dibedakan dengan nevus depigmentosis. Lesi tunggal atau sedikit harus dibedakan dengan tinea versikolor, pitiriasis alba, hipomelanosis gutata, dan hipopigmentasi pasca-inflamasi.


(29)

Lepra, tinea versikolor, tubero sklerosis, nevus anemikus, atau depigmentasi juga menjadi pertimbangan untuk menegakkan penyakit vitiligo (Barankin dan Freiman, 2006).

Vitiligo sering berhubungan dengan penyakit autoimun. Prevalensi yang paling berhubungan dengan endorinopati adalah disfungsi tiroid, baik hipertiroid (Grave diseases) atau hipotiroid (Hashimoto tiroiditis) yang biasanya didahului dengan onset disfungsi tiroid. Penyakit addison, anemia pernisiosa, alopesia areata, dan diabetes melitus juga sering terjadi peningkatan pada pasien dengan vitiligo. Pasien dengan autoimun poliendokrinopati kandidiasis-ektodermal distropi telah meningkatkan prevalensi vitiligo. Mutasi dari autoimmune regulator (AIRE) telah ditemukan pada sindrom ini. Pasien harus dianamnesis tentang gejala gejala kelainan ini (Halder dan Taliaferro, 2008).

Vitiligo bisa mempengaruhi aktivitas melanosit di seluruh tubuh, termasuk sel pigmen pada rambut, bagian dalam telinga, dan retina. Poliosis (leukotrichia) terjadi pada banyak pasien. Gangguan pada auditori dan visual terjadi pada beberapa pasien. Aseptik meningitis bisa menjadi hasil dari kerusakan leptomeningeal melanosit (Halder dan Taliaferro, 2008).

Beragam diagnosis banding untuk vitiligo antara lain: depigmentasi diinduksi obat atau topikal, depigmentasi pasca-inflamasi (misalnya: skleroderma, psoriasis, atopic eczema), depigmentasi pasca-trauma, halo naevus, idiopathic

guttate hypomelanosis, progressive macular hypomelanosis, lepra, lichen sclerosus (untuk vitiligo genital), melanoma-associated leucoderma, melasma, mycosis fungoides-associated depigmentation, naevus anaemicus, naevus

hipopigmentasi, naevus of Ito, piebaldism, pityriasis alba, pityriasis versicolor,

tuberous sclerosis. Penyakit/gangguan tersering yang dikira/mirip vitiligo adalah: tinea (pityriasis) versicolor, piebaldism, dan guttate hypomelanosis (Anurogo dan


(30)

2.1.7 Penegakan Diagnosis

Lampu wood dapat menegaskan wilayah vitiligo dan membantu mencari perluasannya. Biopsi kulit tidak biasa di lakukan. Dipertimbangkan pemeriksaan TSH dan kadar glukosa darah puasa (Barankin dan Freiman, 2006).

Menurut Soepardiman dalam buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (2011) terdapat beberapa cara untuk mendiagnosis vitiligo, yaitu:

1. Evaluasi klinis

Diagnosis vitiligo didasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis. Pada anamnesis ditanyakan:

a. awitan penyakit

b. riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini

c. riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes melitus, dan anemia pernisiosa.

d. kemungkinan faktor pencetus, misalnya stres, emosi, terbakar surya, dan pajanan bahan kimiawi.

e. riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih. 2. Pemeriksaan histopatologi

Dengan pewarnaaan Hematoksilin Eosin (HE) tampaknya normal kecuali tidak ditemukan melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit pada tepi makula. Reaksi DOPA untuk melanosit negatif pada daerah apigmentasi, tetapi meningkat pada tepi yang berpigmentasi.

3. Pemeriksaan biokimia

Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan DOPA menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit normal.

Diagnosis pada vitiligo ditegakkan dengan pemeriksaan fisik. Bagaimanapun, adanya pertimbangan bahwa terdapat hubungan vitiligo dengan penyakit autoimun lainnya, beberapa pemeriksaan laboratorium membantu menegakkan diagnosis, termasuk kadar TSH (thyroid stimulating hormone), antibodi antinuklear, dan pemeriksaan darah lengkap. Para klinisi juga harus melakukan investigasi dari serum antitiroglobulin dan antitiroid peroksida antibodi, khususnya ketika pasien mempunyai tanda dan gejala dari penyakit


(31)

tiroid. Antitiroid peroksida antibodi, menjadi tanda yang sensitif dan spesifik dari kelainan autoimun tiroid. Berdasarkan definisi, penyakit vitiligo adalah penyakit dimana kurangnya melanosit pada lesi kulit. Demikian juga dengan permukaan dermal, perivaskular dan limfositik perifolikular infiltrat primer dapat juga diamati pada batas lesi vitiligo dan lesi awal, yang terdiri dari mediasi sel imun yang melakukan proses kerusakan melanosit pada vitiligo (Halder dan Taliaferro, 2008).

2.1.8 Penatalaksanaan

Menurut Soepardiman dalam buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (2011), pengobatan vitiligo kurang memuaskan. Dianjurkan pada penderita untuk menggunakan penutup muka agar bagian yang terkena vitiligo tidak tampak. Pengobatan sistemik adalah dengan trimetilpsoralen atau metoksi-psoralen dengan gabungan sinar matahari atau sumber sinar yang mengandung ultraviolet gelombang panjang (ultraviolet A). Dosis psoralen adalah 0.6 mg/kg berat badan dan 2 jam sebelum penyinaran selama 6 bulan sampai setahun. Pengobatan dengan psoralen secara topikal yang dioleskan lima menit sebelum penyinaran sering menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pada beberapa penderita kortikosteroid potensi tinggi, misalnya betametason valerat 0.1% atau klobetasol propionat 0.05% efektif menimbulkan pigmen (Soepardiman, 2011).

Pada usia dibawah 18 tahun hanya diobati secara topikal saja dengan salep metoksalen 1% yang diencerkan 1:10 dengan spiritus dilutus. Cairan tersebut dioleskan pada lesi. Setelah didiamkan 15 menit lalu dijemur selama 10 menit. Pada usia di atas 18 tahun, jika kelainan kulitnya generalisata, pengobatannya digabung dengan kapsul metoksalen (10 mg). Obat tersebut dimakan 2 kapsul (20 mg) 2 jam sebelum dijemur, seminggu 3 kali. Bila lesi lokalisata, hanya diberikan pengobatan topikal. Jika setelah 6 bulan tidak ada perbaikan pengobatan dihentikan dan dianggap gagal (Soepardiman, 2011).

MBEH (monobenzylether of hydroquinon) 20% dapat dipakai untuk mengobati vitiligo yang lebih luas dari 50% permukaan kulit dan tidak berhasil


(32)

dengan pengobatan psoralen. Bila tidak ada dermatitis kontak pengobatan dilanjutkan sampai 4 minggu untuk daerah yang normal (Soepardiman, 2011). Tabel 2.1 Penanganan pada vitiligo

Tipe Vitiligo Penanganan

Segmental dan nonsegmental/ terbatas (melibatkan <2-3% permukaan tubuh)

Lini pertama : hindari faktor pemicu atau pencetus, terapi lokal ( kortikosteroid topikal, inhibitor calcineurin)

Lini kedua : terapi localized narrow-band UVB, terutama lampu monokromatis excimer atau laser

Lini ketiga : pertimbangkan teknik pembedahan jika repigmentasi secara kosmetik di daerah yang terlihat kurang memuaskan Nonsegmental (melibatkan >3% permukaan tubuh)

Lini pertama : stabilkan dengan terapi narrow-band UVB minimal 3 bulan, durasi optimal setidaknya 9 bulan jika ada respon ; kombinasikan dengan terapi topikal, termasuk penguatan (reinforcement) dengan terapi UVB pada target Lini kedua : pertimbangkan kortikosteroid sistemik atau agen imunosupresif bila terdapat *extension under

narrow-band UVB therapy*, namun data pendukung pendekatan ini

terbatas

Lini ketiga : pertimbangkan pembedahan di daerah yang menunjukkan respons minimal 1 tahun, terutama di daerah bernilai kosmetik tinggi (misalnya: wajah); fenomena Koebner’s dapat merusak kelangsungan hidup cangkok kulit (graft survival); kontraindikasi relatif di daerah seperti punggung tangan

Lini keempat : pertimbangkan depigmentasi (monobenzyl

ether of hydroquinone atau hanya mequinol atau

berhubungan dengan Q-switched ruby laser) jika lebih dari 50% area yang dirawat atau diterapi tidak berespons atau jika area terlihat amat jelas, seperti di wajah atau tangan Sumber : Anurogo dan Ikrar, 2014


(33)

Depigmentasi dapat terjadi setelah 2-3 bulan dan sempurna setelah 1 tahun. Kemungkinan akan timbul kembali pigmentasi yang normal pada daerah yang terpajan sinar matahari dan pada penderita berkulit gelap sehingga harus dicegah dengan tabir surya (Soepardiman, 2011).

Cara lain ialah tindakan pembedahan dengan tandur kulit, baik pada seluruh epidermis dan dermis, maupun hanya kultur sel melanosit. Daerah ujung jari, bibir, siku, dan lutut umumnya memberikan hasil pengobatan yang buruk (Soepardiman, 2011).

2.1.9 Prognosis

Perjalanan penyakit vitiligo dapat bervariasi dan tidak dapat di prediksi. Repigmentasi spontan yang secara kosmetik memuaskan pasien jarang terjadi. Bintik repigmentasi pada bercak menandakan bahwa melanosit yang berasal dari lapisan akar terluar pada folikel rambut memproduksi melanin. Penting untuk menentukan apakah vitiligonya stabil atau progresif, yang kedepannya menentukan pemilihan terapi (Sterry et al., 2006).

Klinis dari sub-tipe vitiligo belum dapat memprediksi bagian anatomi yang terkena di masa depan atau aktivitas dari penyakit ini (Halder dan Taliaferro, 2008).


(34)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak zaman dahulu telah dikenal beberapa istilah untuk vitiligo antara lain shwetakustha, suitra, behak, dan beras (Soepardiman, 2011). Vitiligo adalah suatu penyakit depigmentasi kulit yang progresif dan didapat yang disebabkan oleh kehilangan melanosit pada epidermis dan telah dilaporkan dengan prevalensi yang bervariasi di seluruh dunia (Lee et al., 2015). Vitiligo adalah perubahan warna yang didapat pada kulit dan membran mukosa yang mempengaruhi nilai kosmetik 1-4% populasi di dunia (Sangma et al., 2015).

Walaupun tidak dilaporkan adanya pengaruh etnis pada penyakit ini, tetapi banyak bukti klinis pada vitiligo yang menunjukkan bahwa individu yang memiliki kulit yang lebih gelap memiliki frekuensi kunjungan rumah sakit yang lebih sering dan menjadi stigma pada masyarakat (Lee et al., 2015).

Faktor pencetus yang berhubungan dengan perkembangan vitiligo adalah paparan sinar matahari yang berlebihan, stres, kehamilan, dan paparan bahan sitotoksik. Pada vitiligo yang berhubungan dengan pekerjaan, penyakit ini dicetuskan setelah terjadi paparan zat kimia yang bersifat toksik terhadap melanosit dan berkembang menjadi vitiligo umum. Derivat phenolic/cacthecol adalah zat kimia utama yang diketahui berkaitan dengan vitiligo dan bisa menginduksi kondisi ini. Berbagai jenis alergen yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi (DKA) dapat juga menyebabkan kondisi ini. Akan tetapi, kejadian vitiligo pada pasien dengan pekerjaan tertentu dan paparan lingkungan dan pekerjaan belum pernah dilaporkan. Faktor resiko vitiligo lainnya seperti jenis kelamin, perjalanan penyakit, waktu setelah perburukan, dan subtipe vitiligo tidak ditemukan statistik secara bermakna dalam analisis univarian (Jeon et al., 2014).

Pada berbagai studi populasi yang dilakukan, prevalensi vitiligo di seluruh dunia tercatat 0,5%-1% dan mencapai puncaknya pada 8%. Studi populasi terbaru pada vitiligo melalui screening lebih dari 50 studi di dunia dilaporkan bahwa prevalensi pada vitiligo adalah 0.5%-2%. Akan tetapi, studi yang menggunakan


(35)

seluruh populasi memiliki kekurangan, pada studi sebelumnya memiliki keterbatasan dalam memperkirakan prevalensi vitiligo di seluruh dunia (Lee et

al.,2015).

Di Amerika, sekitar 2 juta orang menderita vitiligo. Di Eropa Utara dialami 1 dari 200 orang. Di Eropa, sekitar 0,5% populasi menderita vitiligo. Di India, angkanya mencapai 4%. Prevalensi vitiligo di China sekitar 0,19%. Umumnya vitiligo muncul setelah kelahiran, dapat berkembang di masa anak-anak, onset usia rata-ratanya adalah 20 tahun. Sementara ahli berpendapat vitiligo dijumpai baik pada pria maupun wanita, tidak signifikan perbedaan dalam hal tipe kulit atau ras tertentu. Pada 25% kasus, dimulai pada usia 14 tahun, sekitar separuh penderita vitiligo muncul sebelum berusia 20 tahun. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit autoimun, termasuk penyakit tiroid autoimun, SLE (systemic lupus erythematosus), dan IBD (irritable bowel disease), berkelompok pada keluarga penderita vitiligo. Vitiligo juga terkait erat dengan berbagai penyakit autoimun organ spesifik, seperti: penyakit tiroid, tiroiditis Hashimoto, diabetes melitus tipe 1, hipotiroidisme primer, dan anemia pernisiosa, alopesia areata, dan penyakit Addison. Tiroiditis Hashimoto paling sering dijumpai pada anak-anak. Uveitis juga sering dijumpai pada penderita vitiligo (Anurogo dan Ikrar, 2014). Insidens yang dilaporkan bervariasi antara 0.1 sampai 8.8%. Semua ras dan jenis kelamin mempunyai resiko yang tinggi menderita vitiligo sebelum umur 20 tahun. Faktor genetik juga berpengaruh sekitar 5% pada keturunannya. Riwayat keluarga yang menderita vitiligo bervariasi antara 20-40% (Soepardiman, 2011).

Karena sedikitnya data prevalensi vitiligo dan karakteristik pasien vitiligo di Indonesia, terutama di Sumatera Utara, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat prevalensi dan gambaran vitiligo pada pasien di Medan, yakni di RSUP Haji Adam Malik Medan.


(36)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

Bagaimana gambaran pada pasien dengan penyakit vitiligo di RSUP Haji Adam Malik tahun 2013-2014?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran penyakit vitiligo pada pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus adalah sebagai berikut:

1. Untuk melihat prevalensi pasien yang menderita penyakit vitiligo di RSUP Haji Adam Malik Medan

2. Untuk mengetahui karakteristik penderita vitiligo berdasarkan umur di RSUP Haji Adam Malik Medan

3. Untuk mengetahui karakteristik penderita vitiligo berdasarkan jenis kelamin di RSUP Haji Adam Malik Medan

4. Untuk mengetahui karakteristik penderita vitiligo berdasarkan pekerjaan di RSUP Haji Adam Malik Medan

5. Untuk mengetahui karakteristik penderita vitiligo berdasarkan riwayat keluarga di RSUP Haji Adam Malik Medan

6. Untuk mengetahui karakteristik penyakit vitiligo berdasarkan lokasi ruamnya di RSUP Haji Adam Malik Medan

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

1. Dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan menelaah, dan kemampuan dalam penulisan KTI


(37)

2. Dapat mengembangkan pengetahuan tentang vitiligo dan mendapatkan gambaran penyakit vitiligo pada pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan data mengenai prevalensi pasien yang didiagnosa vitiligo di RSUP Haji Adam Malik Medan yang merupakan rumah sakit lahan pendidikan utama bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Dapat memberikan informasi tambahan mengenai penyakit vitiligo

1.4.4 Bagi Peneliti Lain

Dapat mengetahui prevalensi pasien vitiligo di RSUP Haji Adam Malik Medan yang dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya.


(38)

ABSTRAK

Pendahuluan: Vitiligo adalah suatu penyakit depigmentasi kulit yang progresif dan didapat yang disebabkan oleh kehilangan melanosit pada epidermis dan telah dilaporkan dengan prevalensi yang bervariasi di seluruh dunia. Vitiligo juga mempengaruhi nilai kosmetik 1-4% populasi di dunia. Data di Indonesia tidak banyak membahas mengenai penyakit vitiligo. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui data prevalensi vitiligo dan karakteristik pasien vitiligo di Indonesia, terutama di Sumatera Utara, yakni di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang. Data penelitian diperoleh dari data sekunder rekam medis rumah sakit yang mencakup 58 data rekam medis, yang terbagi dalam 22 data pada tahun 2012, 19 data pada tahun 2013, dan 17 data pada tahun 2014 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien vitiligo adalah pasien dengan kelompok usia >40 tahun yaitu sebesar 37,9%, berjenis kelamin perempuan sebesar 60,3%, berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau wiraswasta sebesar 20,7%. Lokasi bercak pada pasien vitiligo tersering adalah vitiligo non-segmental/generalisata sebesar 53,4%.


(39)

ABSTRACT

Introduction: Vitiligo is a progressive and acquired depigmentation skin disease cause by losing melanocytes in epidermis and has been reported with various prevalence around the world. Vitiligo also affects cosmetics values on 1-4% world population. The data of vitiligo in Indonesia is seldom discussed. The aim of this study is to find out the prevalence and characteristics of vitiligo patients in Indonesia, especially in Sumatera Utara, in Haji Adam Malik Medan Hospital. Methods: This study is a descriptive study with cross-sectional design. Data was obtained from hospital’s medical records that contains 58 patients which is divided into 22 patients in 2012, 19 patients in 2013, and 17 patients in 2014 that based on the inclusion and exclusion criteria.

Results: The result shows that the majority of the vitiligo patients are in the >40-year-old group which is 37.9%, the gender was female which is 60.3%, worked as housewives or entreperneurs which is 20.7%. The most common location of the spots in vitiligo patients is on the whole body which is called vitiligo non-segmental/ generalized as 53.4%.


(40)

GAMBARAN PENYAKIT VITILIGO

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2014

Oleh:

ALFINYANTO UTAMA

120100304

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(41)

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2013-2014

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

ALFINYANTO UTAMA

120100304

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(42)

ABSTRAK

Pendahuluan: Vitiligo adalah suatu penyakit depigmentasi kulit yang progresif dan didapat yang disebabkan oleh kehilangan melanosit pada epidermis dan telah dilaporkan dengan prevalensi yang bervariasi di seluruh dunia. Vitiligo juga mempengaruhi nilai kosmetik 1-4% populasi di dunia. Data di Indonesia tidak banyak membahas mengenai penyakit vitiligo. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui data prevalensi vitiligo dan karakteristik pasien vitiligo di Indonesia, terutama di Sumatera Utara, yakni di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang. Data penelitian diperoleh dari data sekunder rekam medis rumah sakit yang mencakup 58 data rekam medis, yang terbagi dalam 22 data pada tahun 2012, 19 data pada tahun 2013, dan 17 data pada tahun 2014 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien vitiligo adalah pasien dengan kelompok usia >40 tahun yaitu sebesar 37,9%, berjenis kelamin perempuan sebesar 60,3%, berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau wiraswasta sebesar 20,7%. Lokasi bercak pada pasien vitiligo tersering adalah vitiligo non-segmental/generalisata sebesar 53,4%.


(43)

ABSTRACT

Introduction: Vitiligo is a progressive and acquired depigmentation skin disease cause by losing melanocytes in epidermis and has been reported with various prevalence around the world. Vitiligo also affects cosmetics values on 1-4% world population. The data of vitiligo in Indonesia is seldom discussed. The aim of this study is to find out the prevalence and characteristics of vitiligo patients in Indonesia, especially in Sumatera Utara, in Haji Adam Malik Medan Hospital. Methods: This study is a descriptive study with cross-sectional design. Data was obtained from hospital’s medical records that contains 58 patients which is divided into 22 patients in 2012, 19 patients in 2013, and 17 patients in 2014 that based on the inclusion and exclusion criteria.

Results: The result shows that the majority of the vitiligo patients are in the >40-year-old group which is 37.9%, the gender was female which is 60.3%, worked as housewives or entreperneurs which is 20.7%. The most common location of the spots in vitiligo patients is on the whole body which is called vitiligo non-segmental/ generalized as 53.4%.


(44)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya.

Karya tulis ilmiah yang dilaksanakan ini berjudul ”Gambaran Penyakit Vitiligo di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2014” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Ariyati Yosi, Sp. KK, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. dr. Bambang Prayugo, Sp.B dan dr. Yudha Sudewo, M.Ked(OG), Sp.OG, selaku Dosen Penguji yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.

4. Seluruh pihak RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu penulis saat melalukan penelitian

5. Pihak-pihak lain yang ikut mendukung proses penulisan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


(45)

Medan, Desember 2015

Alfinyanto Utama 120100304


(46)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Sampul Dalam ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bagi Peneliti ... 3

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan ... 4

1.4.3 Bagi Masyarakat ... 4

1.4.4 Bagi Peneliti Lain ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Vitiligo ... 5

2.1.1 Defenisi ... 5

2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi ... 5

2.1.3 Epidemiologi ... 7

2.1.4 Patogenesis ... 9

2.1.5 Gejala Klinis ... 10


(47)

2.1.7 Penegakan Diagnosa ... 12

2.1.8 Penatalaksanaan ... 13

2.1.9 Prognosis ... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 16

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 16

3.2 Defenisi Operasional ... 16

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Rancangan Penelitian ... 19

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

4.2.1 Waktu Penelitian ... 19

4.2.2 Tempat Penelitian ... 19

4.3 Populasi dan Sampel ... 19

4.3.1 Populasi Penelitian ... 19

4.3.2 Sampel Penelitian ... 19

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 20

4.3.3.1 Kriteria Inklusi ... 20

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 20

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20

4.4.1 Jenis Data ... 20

4.4.2 Cara Pengumpulan Data ... 20

4.4.3 Pengolahan dan Analisis Data ... 20

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 22

5.1 Hasil Penelitian ... 22

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 22

5.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 22

5.1.2.1 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Umur ... 22

5.1.2.2 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Jenis Kelamin23 5.1.2.3 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Pekerjaan ... 23

5.1.2.4 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Lokasi Bercak24 5.2 Pembahasan ... 25


(48)

5.2.2 Jenis Kelamin... 25

5.2.3 Pekerjaan ... 26

5.2.4 Lokasi Bercak ... 26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

6.1 Kesimpulan ... 27

6.2 Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA


(49)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penanganan pada vitiligo ... 14

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur ... 23

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan ... 24


(50)

DAFTAR GAMBAR


(51)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Data Induk

Lampiran 3. Output Data Hasil Penelitian Lampiran 4. Lembar Persetujuan Komisi Etik Lampiran 5. Surat Izin Penelitian


(1)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Sampul Dalam ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bagi Peneliti ... 3

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan ... 4

1.4.3 Bagi Masyarakat ... 4

1.4.4 Bagi Peneliti Lain ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Vitiligo ... 5

2.1.1 Defenisi ... 5

2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi ... 5

2.1.3 Epidemiologi ... 7

2.1.4 Patogenesis ... 9

2.1.5 Gejala Klinis ... 10


(2)

2.1.7 Penegakan Diagnosa ... 12

2.1.8 Penatalaksanaan ... 13

2.1.9 Prognosis ... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 16

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 16

3.2 Defenisi Operasional ... 16

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Rancangan Penelitian ... 19

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

4.2.1 Waktu Penelitian ... 19

4.2.2 Tempat Penelitian ... 19

4.3 Populasi dan Sampel ... 19

4.3.1 Populasi Penelitian ... 19

4.3.2 Sampel Penelitian ... 19

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 20

4.3.3.1 Kriteria Inklusi ... 20

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 20

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20

4.4.1 Jenis Data ... 20

4.4.2 Cara Pengumpulan Data ... 20

4.4.3 Pengolahan dan Analisis Data ... 20

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 22

5.1 Hasil Penelitian ... 22

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 22

5.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 22

5.1.2.1 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Umur ... 22

5.1.2.2 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Jenis Kelamin23 5.1.2.3 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Pekerjaan ... 23

5.1.2.4 Distribusi Pasien Vitiligo Berdasarkan Lokasi Bercak24 5.2 Pembahasan ... 25


(3)

5.2.2 Jenis Kelamin... 25

5.2.3 Pekerjaan ... 26

5.2.4 Lokasi Bercak ... 26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

6.1 Kesimpulan ... 27

6.2 Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penanganan pada vitiligo ... 14

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur ... 23

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan ... 24


(5)

DAFTAR GAMBAR


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Data Induk

Lampiran 3. Output Data Hasil Penelitian Lampiran 4. Lembar Persetujuan Komisi Etik Lampiran 5. Surat Izin Penelitian