Tindak Pidana Pendaftaran Sertifikat Hak Milik No 70 Sidomulyo Menggunakan Alas Hak Dasar Palsu No 138 Mt 1979 Oleh Badan Pertanahan Nasional (Studi Putusan Nomor : )

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 adalah
negara hukum (konstitusional) yang memberikan jaminan dan memberikan
perlindungan atas hak-hak warga negara, antara lain hak warga negara untuk
mendapatkan, mempunyai, dan menikmati hak milik. 1
Menurut S. Chandra bahwa, Tanah merupakan karunia tuhan yang maha esa,
atas dasar hak menguasai dari negara maka menjadi kewajiban bagi
pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut Undang – Undang Pokok Agraria (selanjutnya disingkat
dengan UUPA) yang individualistik komunalistik religius, selain bertujuan
melindungi tanah juga mengatur hubungan hukum atas tanah melalui
penyerahan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya. 2
Tanah dan bangunan merupakan benda-benda vital dan barang berharga
dalam kehidupan manusia. 3 Tanah dan bangunan merupakan salah satu kebutuhan
pokok (kebutuhan papan) manusia yang sangat berpengaruh. 4
Secara historis perkembangan hukum adat di Indonesia sedikit banyaknya
dipengaruhi oleh hukum tanah barat yang dibuat pemerintah kolonial Belanda yang

1

2

Adrian Sutedi, Peralihan hak Atas Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014) hal. 1
S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)

hal.3.
3

Tanah bagi masyarakat Indonesia memiliki makna yang multi-dimensional. Pertama, dari
sisi ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara
politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga,
sebagai budaya dapat menentukan tinggi rendah status sosial pemiliknya. Keempat, tanah bermakna
sakral karena berurusab dengan waris dan masalah-masalah transendental. Lihat Nugroho (2001)
negara, Pasar dan Keadilan Sosial, Pustaka Pelajar Yogyakarta, hal. 245
4
Aloysius Mudjiyono, Penyidikan Tindak Pidana Kasus Tanah Dan Bangunan, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2013) hal 1

cenderung individualistik, misalnya ada pengakuan hukum tanah nasional terhadap
hak guna usaha atau hak guna bangunan sebagai akibat politik konversi hak erpacht

atau hak opstal yang tidak pernah dikenal hukum tanah adat, akhirnya telah
mempengaruhi sendi-sendi atau azas-azas hukum tanah di Indonesia. 5 Pada dasarnya
setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah. Karena tidak ada aktivitas
orang atau pun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan pembangunan yang tidak
membutuhkan tanah. 6
Salah satu fenomena yang terjadi dalam permasalahan dibidang tanah adalah
masalah sertifikat palsu, dari beberapa kasus mengenai sertifikat hak atas tanah
terungkap bahwasanya terdapat penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan/Kota
madya yang ternyata surat-surat bukti sebagai alas/dasar penerbitan sertifikat tidak
benar atau dipalsukan. Penerbitan suatu sertifikat merupakan suatu proses
memerlukan peran serta dari beberapa instansi lain yang terkait dalam menerbitkan
surat-surat keterangan yang diperlukan sebagai alas hak, misalnya surat keterangan
Kepala Desa, Keterangan Warisan, segel jual beli dan sebagainya. Surat-surat
keterangan tersebut tidak luput pula dari pemalsuan, kadaluwarsa, bahkan ada
kalanya tidak benar atau fiktif. Kasus yang digambarkan didalam penelitian ini
merupakan suatu peristiwa penerbitan sertifikat hak milik dengan alas hak/dasar
palsu.

5
6


hal 2.

Ibid, hal, 118
Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, (Medan, Multi Grafik, 2005)

Dari uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa yang dapat menjadi objek
dari suatu intellectuele valsheid (kepalsuan intelektual) hanyalah tulisan-tulisan atau
surat-surat, dan orang hanya dapat berbicara tentang telah dilakukannya suatu
intellectuele valsheid, jika suatu tulisan atau surat itu tetap dalam keadaan asli dan
tidak diubah, tetapi keterangan atau pernyataan yang terdapat didalam tulisan atau
surat tersebut adalah tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. 7
Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 17 huruf a dinyatakan bahwa dengan
mengingat ketentuan adanya penetapan larangan kepemilikan tanah secara
latifundia, 8 maka untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat diaturlah luas
maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak oleh
satu keluarga atau badan hukum. 9 Penegasan harus dilakukan secara teliti bila kita
benar-benar bermaksud membangun kadaster. 10 Karena dengan demikian akan dapat
ditegaskan macam apakah yang terdapat setiap bidang tanah dan siapa pemilik bidang
7


P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Membahayakan Kepercayaan umum
terhadap surat, alat pembayaran, alat bukti, dan peradilan, (Jakarta, Sinar Grafika 2009), hal. 6.
8
Larangan kepemilikan tanah secara latifundia adalah larangan penguasaan tanah pertanian
luas yang melampaui batas maksimum, sedangkan larangan tanah absentee (guntai) adalah larangan
kepemilikan tanah pertanian yang letaknya di luar wilayah kecamatan tempat tinggal pemilik tanah.
Larangan kepemilikan tanah secara latifundia dan absentee (guntai) merupakan program dari
landreform yang bertujuan untuk memperbaharui struktur keagrariaan terutama terhadap tanah
pertanian yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur dan
memperkuat serta memperluas pemilikan tanah, terutama kaum petani. Arta Rhumondang,Eksistensi
Larangan Kepemilikan Tanah Secara Latifundia Dan Absentee (Guntai): Studi Di Kantor Pertanahan
Kabupaten Deli Serdanghttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/13337 diakses tanggal 19 April
2015.
9
Komar Danaatmadja, Kumpulan Peraturan-Peraturan Agraria, (Jakarta, Yasaguna 1973),
hal. 16
10
Kadaster atau yang lebih dikenal dengan pertanahan adalah sebuah sistem administrasi
informasi persil tanah (land information system) yang berisi kepentingan-kepentingan atas tanah yaitu,

hak, batasan, dan tanggung jawab (rights, restrictions, and responsibilities) dalam bentuk uraian
geometrik (peta) dan daftar-daftar di suatu pemerintahan. Secara umum, kadaster dimaksudkan untuk
pengelolaan hak atas tanah, nilai tanah, dan pemanfaatan tanah (land tenure, land value, and land use).
http://id.wikipedia.org/wiki/Kadaster diakses tanggal 8 desember 2014.

tanah dan siapa pemilik tanah tersebut, bila tidak akan dapat menimbulkan sengketasengketa batas dan sengketa pemilikan/penguasaan tanah. 11
Pengambilan tanah secara nekat dan paksa tanpa alas hak seperti pendudukan
(okupasi), intimidasi, teror dan arogansi kekuasaan akan semakin meningkat jika
hukum tidak ditegakkan apalagi sudah tidak berdaya sama sekali. Keadaan semacam
ini akan menimbulkan konflik secara horizontal yang akan meluas ditengah
masyarakat terutama yang menjadi korban adalah orang-orang golongan ekonomi
lemah yang buta hukum dan penyelesaiannya pun kemudian tidak jelas ujung
pangkalnya dan semakin rumit 12. Adami Chazawi mengatakan : 13
Berbagai macam tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat salah satunya
adalah kejahatan pemalsuan, bahkan dewasa ini banyak sekali terjadi tindak
pidana pemalsuan dengan berbagai macam bentuk dan perkembangannya
yang menunjuk pada semakin tingginya intelektualitas dari kejahatan
pemalsuan yang semakin kompleks.
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang mana didalamnya mengandung
sistem ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (obyek), yang sesuatunya itu tampak

dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang
sebenarnya. 14
Pemalsuan tulisan atau forgery mungkin bukanlah bentuk kejahatan tertua,
tetapi kejahatan ini telah terjadi sejak manusia menggunakan tulisan dan kertas untuk
menuangkan isi pikirannya. Manusia memulai memalsukan dokumen yang memiliki

11

Harun al rashid, Sekilas tentang jual beli tanah, (Jakarta, Ghalia Indonesia 1987) hal, 87.
Ibid.
13
Muh.Riezyad, Skripsi tentang tinjauan yuridis terhadap delik pemalsuan sertifikat tanah,
Universitas Hasanudin 2013, hal. 3
14
Ibid.
12

nilai atau value, dengan cara memanipulasi tanda tangan, atau bahkan dengan
membuat duplikat dari keseluruhan dokumen. Pemalsuan tanda tangan dan dokumen
telah dipraktekkan sejak pertama tulisan telah menjadi media komunikasi. Metode

untuk mengidentifikasi keabsahan tulisan tangan dan dokumen, sudah dimulai sejak
hukum Romawi, di bawah Code of Justinian pada tahun 539 Masehi pada masa itu,
kerajaan romawi melarang pemalsuan dokumen kepemilikan tanah. Kejahatan
pemalsuan menjadi semakin berkembang ketika kertas digunakan untuk transaksi
perdagangan. 15
Keabsahan dokumen sangat tergantung pada keasliannya. Berbagai cara dan
metode telah dilakukan untuk menjaga keaslian dokumen dan mencegah pemalsuan
terjadi. Mulai dari penggunaan stempel (wax seal) stempel kerajaan, penggunaan
jenis kertas khusus, hingga pemberian tanda khusus (watermark). Pada era modern
ini, berbagai institusi perbankan maupun institusi hukum, menggunakan tanda tangan
sebagai bukti keabsahan suatu dokumen. Tanda tangan digunakan sebagai
representasi dari identitas seseorang dalam suatu dokumen. 16
Dokumen dan surat surat tanah yang berbentuk sertifikat merupakan produk
dari lembaga resmi yang mengeluarkannya. Sertifikat tanah di Indonesia, dikeluarkan
oleh Instansi Badan Pertanahan Nasional atau BPN, dan di dalm UUPA, menjelaskan

15

Putro Perdana, Ilmu Forensik Penghadir Silent Witness, http://-putro-perdana-worpresscom/tag/grafonomi/ diakses tanggal 11 Desember 2014
16

Ibid

tentang batasan kepemilikan hak atas tanah yang menetapkan suatu sertifikat hanya
untuk satu objek. 17
Setiap dokumen resmi yang dikeluarkan BPN, terdapat tanda-tanda atau ciri
khas yang memiliki identitas tersendiri supaya sulit dipalsukan. Kerahasiaan dan
keaslian dalam dokumen resmi BPN, dijaga kualitasnya melalui pengamanan khusus
yang terdapat di dalam dokumen tersebut. Hal ini bisa dalam bentuk penggunaan
kertas khusus, pita pengaman, penggunaan tinta khusus, dan lain sebagainya. Fungsi
dari berbagai jenis pengaman ini adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan
pemalsuan terhadap dokumen terkait. Ketika terjadi suatu kecurigaan atas sertifikat
tanah yang diduga palsu, dapat dianalisa dengan cara dibandingkan dengan dokumen
asli yang memiliki standar pengamanan tersebut. 18
Semakin meningkatnya pembangunan, maka kebutuhan akan tanah semakin
meningkat pula, sedang persediaan tanah sangat terbatas. Keadaan yang demikian
berakibat harga tanah semakin melonjak dan semakin susah untuk didapatkan,
termasuk dikota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota
lainnya di Indonesia. Disamping membawa dampak positif yaitu memberikan
peningkatan kesejahteraan dan keuntungan bagi pemiliknya, juga membawa dampak
negatif yaitu semakin meningkatnya kejahatan di bidang pertanahan. 19


17

Radar Cirebon, Kasus Sengketa Tanah, http://www.radarcirebon.com/ada-pemalsuansertifikat.html, diakses tanggal 9 desember 2014.
18
Modus-Operandi-Pemalsuan-Dokumen-,http://putroperdana.-Wordpress.-com/2012/10/10/-modus-operandi-pemalsuan-dokumen-dan-tanda-tangan/diakses tanggal 5 desember.
19
I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, (Jakarta, Rineka Cipta, 1991), hal 47

Tanah memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sebagai salah satu ekses
negatifnya, timbul pula cara-cara melawan hukum yang sifatnya kejahatan dari
sebagian masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah dan bangunan ini, sehingga
diperlukan aturan hukum sebagai salah satu solusinya. Aturan hukum yang populer
untuk menyelesaikan permasalahan ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak atau kuasanya. Kedua instrumen hukum
inilah yang sering di gunakan untuk menjerat berbagai kejahatan yang berkaitan
dengan objek tanah dan bangunan di Indonesia.
Kejahatan pertanahan dalam KUHP adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh peraturan perundang-undangan yang disertai sanksi pidana bagi yang

melakukannya. 20 Pendapat para sarjana hukum membedakan kejahatan pertanahan
dari segi waktunya menjadi tiga bagian yaitu: 1) praprolehan; 2) menguasai tanpa
hak; 3) mengakui tanpa hak. Apabila dirinci, kejahatan pertanahan dalam KUHP
terdapat pada Buku II dan Buku III diantaranya dibedakan dari segi waktunya: 21
1. Praperolehan, terdapat dalam Pasal 385, 389, 263, 264, 266
2. Menguasai tanpa hak, terdapat dalam Pasal 425
3. Mengakui tanpa hak, terdapat dalam pasal 167, 168.
Pada periode 1970-2001, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat
konflik/sengketa pertanahan 1.753 kasus, tersebar di 2.834 desa dan kelurahan. Tanah

20
21

Laden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta, Sinar Grafika, 2005), hal.8
Ibid.

yang disengketakan mencapai 10,9 juta hektar dan hampir 1,2 juta keluarga menjadi
korban. 22
Berdasarkan catatan Badan Pertanahan Nasional, selama periode 2008-2009,
terdapat 11.629 kasus yang berasal dari masalah pertanahan dengan rincian: 224

terkait kasus tanah, 515 kasus pemalsuan surat, penggelapan (3470), perbuatan
curang (6833), sumpah palsu (150), dan ketertiban umum (423). 23
Selama Periode 2010 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) menerima
laporan 3.406 kasus konflik pertanahan yang melibatkan negara dan pihak swasta,
dan Sepanjang 2011, BPN mencatat 21.237 kasus pertanahan. Dari jumlah tersebut,
baru 2.080 kasus yang terselesaikan sehingga ada 19.157 kasus yang belum selesai.
Senada dengan itu satuan tugas (satgas) Pemberantasan Mafia Hukum (PMH)
mencatat telah menerima surat aduan sebanyak 4.790 kasus yang 22% diantaranya
adalah mengenai sengketa tanah. Bandingkan juga rata-rata perkara perdata bidang
pertanahan yang ditangani Mahkamah Agung (selanjutnya disingkat dengan MA)
(2001-2005) tercatat 63% dari perkara perdata yang masuk ke MA. 24
Dibentuknya tindak pidana pemalsuan surat ini ditujukan bagi perlindungan
hukum terhadap kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran mengenai isi surat-surat

22

Lihat Harian Kompas, Edisi Selasa, 3 Januari 2011
Bernard Limbong, Konflik Pertanahan, (Jakarta. Rafi maju mandiri, 2012) hal, 7
24
Ibid

23

tersebut. Tindak pidana pemalsuan surat ini dibentuk untuk memberi perlindungan
hukum terhadap kepercayaan yang diberikan oleh umum (publica fides) pada surat. 25
Hukum pidana Belanda yang mengikuti Code Penal mengenai pemalsuan,
yang memakai istilah faux en ecritures, maka pemalsuan hanya dapat dilakukan
dalam surat-surat, yang diartikan sebagai tiap-tiap penciptaan pikiran yang dituliskan
dalam perkataan yang dibuat dengan cara apapun, dan surat-surat yang dapat menjadi
objek tidak semua jenis surat, ialah terhadap 4 macam surat saja. 26
Pemalsuan surat (valscheid in geschriften) diatur dalam Bab XII buku II
KUHP, dari pasal 263 s/d 276, yang bentuk-bentuknya adalah: 27
1. Pemalsuan surat dalam bentuk standar atau bentuk pokok (eenvoudige
valscheid in geschriften), yang juga disebut sebagai pemalsuan surat pada
umumnya (Pasal 263)
2. Pemalsuan surat yang diperberat (gequalificeerde valsheids in geschriften)
(Pasal 264)
3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta autentik (Pasal
266)
4. Pemalsuan surat keterangan dokter (Pasal 267 dan 268)
5. Pemalsuan surat-surat tertentu (Pasal 269, 270 dan 271)
6. Pemalsuan surat keterangan pejabat tentang hak milik (Pasal 274)
7. Menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (Pasal 275)
Pasal 272 dan 273 telah dicabut melalui Stb. 1926 No. 359 jo 429. Sementara
Pasal 276 tidak memuat rumusan tindak pidana, melainkan tentang ketentuan
dapatnya dijatuhkan pidana tambahan terhadap sipembuat yang melakukan hal itu,

25

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana II Delik-Delik Tertentu, tanpa tahun dan nama
penerbit), hlm. 274.
26
Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, Tindalk Pidana Pemalsuan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2014), hal 136
27
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya
Lengkap Pasal demi Pasal, (Politea, Bogor, 1981), hal.

sebagai salah satu ekses sosial didalamnya, akan selalu timbul tindak pidana yang
berkaitan dengan keadaannya. 28
Adapun kejahatan dalam penerbitan sertifikat hak milik dengan menggunakan
alas hak/dasar palsu merupakan masalah yang menjadi pembahasan dalam
penyusunan tesis ini dengan kajian Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor :
646/.Pid/2013/PT.Mdn.
Tiurlan sebagai saksi membeli tanah yang terletak di jl. jamin ginting
kelurahan sidomulyo Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Seluas 6237 M2
kepada saksi Sriwati sebayang sesuai dengan akte Nomor 25 Tanggal 18 Agustus
1984 Tentang Pelepasan ganti Rugi dan telah diterbitkan Sertifikat Hak Milik No. 70
/SIDOMULYO tanggal 29 Agustus 2003 atas nama Tiurlan Siahaan Manurung.
kemudian secara tanpa hak Sajimin (terdakwa) menguasai tanah dan menempatkan
keterangan palsu kedalam sesuatu Akte Autentik No. 24 tanggal 16 September 2008
tentang pemindahan hak atas tanah kepada Korliston Sijabat berdasarkan surat
keterangan Nomor 001/SK/3/0100/1987 tanggal 1 Desember 1987 kemudian karena
adanya somasi dari kuasa hukum Tiurlan Siahaan Manurung Kepada saksi Korliston
Sijabat kemudian dikeluarkan Akte autentik No. 46 tanggal 31 Agustus 2010 tentang
pembatalan dan tanggal 28 September Ivan Borotan selaku anak saksi korban
melaporkan peristiwa pidana ke polresta medan. Berdasarkan pertimbangan
Pengadilan Negeri Medan akibat dari perbuatan terdakwa, saksi Tiurlan Siahaan

28

Sutarman, kata Pengantar buku tentang penyidikan tindak pidana kasus tanah dan
bangunan, Jakarta, buku seru, hal vii,2013.

Manurung tidak dapat menguasai tanah miliknya hingga sekarang dan mengalami
kerugian berkisar Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Sebagaimana atas tuntutan
tersebut diancam dalam Pasal 266 Ayat (1) KUHPidana dengan pidana penjara 5
(lima) tahun dan 6 (enam) bulan penjara, dipotong masa tahanan sementara.
Berdasarkan atas tuntutan tersebut, Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 12
November 2013, Nomor : 1657/Pid.B/2013/PN.Mdn. menjatuhkan putusan yang
amarnya, telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
“menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam sesuatu akte autentik”
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena salahnya itu dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) tahun dan 4(empat) bulan.
Bahwa atas permintaan banding tersebut baik jaksa penuntut umum maupun
penasehat hukum terdakwa masing-masing telah mengajukan memori banding dan
menimbang,

bahwa

berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan

tersebut

diatas

Pengadilan Tinggi tidak memperoleh keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan
tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh jaksa penuntut umum baik dalam
dakwaan kesatu Primair dan subsidair maupun dakwaan kedua, oleh karenanya
terdakwa haruslah dibebaskan dari segala dakwaan, dan membatalkan putusan
Pengadilan

Negeri

Medan

tanggal

12

November

2013

Nomor

:1657/Pid.B/2013/PN.Mdn.
Berdasarkan uraian dan permasalahan diatas maka perlu dilakukan analisis
suatu putusan pengadilan tentang tindak pidana penerbitan sertifikat hak milik dengan
alas hak/dasar palsu dan menganalisis tentang proses penegakan hukum bagi tindak

pidana pemalsuan sertifikat hak milik serta melihat pertimbangan hakim dalam
memutuskan dan memberi sanksi terhadap pelaku (terdakwa).
Dari uraian diatas maka penulis merasa tertarik mengadakan penelitian
dengan judul :“TINDAK PIDANA PENDAFTARAN SERTIFIKAT HAK
MILIK NO 70/ SIDOMULYO MENGGUNAKAN ALAS HAK/DASAR PALSU
NO. 168/3/MT/1979 OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL STUDI
PUTUSAN NOMOR : 646/PID/2013/PT.Mdn”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, untuk
membatasinya perlu dirumuskan permasalahan yang hendak diteliti yaitu antara lain:
1. Apa Faktor-faktor Penyebab Sehingga Menimbulkan Tindak Pidana
Pemalsuan Alas Hak/Dasar Dalam Penerbitan

Sertifikat Hak Milik No.

70/Sidomulyo Studi Kasus Putusan Nomor : 646/Pid/2013/PT.Mdn ?
2. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Badan Pertanahan
Nasional dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik Berdasarkan Alas Hak/Dasar
Palsu ?
3. Bagaimanakah Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Alas
Hak/Dasar Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 70/Sidomulyo Studi
Kasus Putusan Nomor : 646/Pid/2013/PT.Mdn ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Faktor-faktor Penyebab Sehingga Menimbulkan Tindak
Pidana Pemalsuan Alas Hak/Dasar Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik
No. 70 Studi Putusan Nomor : 646/Pid/2013/PT.Mdn.
2. Untuk Mengetahui Pertanggungjawaban Pidana Yang Dihadapkan Kepada
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik
Berdasarkan Alas Hak/Dasar Palsu.
3. Untuk Mengetahui Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan
Alas Hak/Dasar Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 70 Studi Putusan
Nomor : 646/.Pid/2013/PT.Mdn.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan
tujuan yang hendak di capai maka di harapkan penelitian ini dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan
pemahaman dan pandangan mengenai kasus-kasus pemalsuan terhadap sertifikat hak
sebuah tanah dan hal apa yang menyebabkan suatu tindak pidana pemalsuan itu
dilakukan, karena kita ketahui secara seksama masalah pemalsuan sertifikat tanah
banyak menimpa masyarakat maupun instansi terkait, sehingga memerlukan
penyelesaian yang segera agar tidak menimbulkan persoalan yang lebih besar dan
memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat maupun instansi.
2. Secara Praktis

Secara praktis, penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan bagi
pembaca dan masyarakat banyak dimana mengingat tingginya tingkat pemalsuan
sebuah sertifikat tanah di Indonesia dan juga sebagai bahan kajian para akademis
dalam menambah wawasan pengetahuan terutama dalam bidang hukum pidana
terutama dalam masalah tindak pidana pemalsuan sertifikat hak atas tanah.
E. Keaslian Penelitian
Untuk menghindari terjadinya plagiarisme penelitian terhadap judul dan
masalah yang sama, maka sebelum dilakukannya penelitian ini, telah dilakukan
penelusuran di perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan di perpustakaan
program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan tempat lain.
Hasil penelusuran tersebut mendapatkan beberapa hasil judul penelitian yang
menyangkut pemalsuan sertifikat namun dari beberapa judul tersebut tidak
mempunyai kesamaan baik judul dan masalah yang akan di teliti dalam penulisan ini.
Dari penelusuran yang dilakukan, ditemukan beberapa judul tesis terdahulu yang
membahas seputar tindak pidana pertanahan khususnya pemalsuan sertifikat hak atas
tanah, yaitu :
1. Yuni hanna Elya (NIM: 127005054) dengan judul : Pendaftaran konversi
Tanah Hak Milik Adat oleh Ahli waris (Studi di Kantor Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Asahan).
2. Cyntia Cecilia (NIM: 107011004) dengan judul : Peningkatan Kesadaran
Hukum Masyarakat Melakukan Pendaftaran Tanah Warisan (Studi di Kantor
Badan Pertanahan Kota Stabat).

3. Aripin Siregar (NIM : 117005039) dengan judul : Tindak Pidana Pemalsuan
Surat Jual Beli yang Dilakukan Oleh Camat Pada Kecamatan Barumun yang
Bertindak Sebagai PPAT (Studi Putusan nomor 1021K/Pid/2009).
4. Auza Anggara (NIM : 107005038) dengan judul : Kewenangan Bidang
Pertanahan Dalam Konteks Otonomi Daerah (Studi kasus Di Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara).
Berdasarkan permasalahan yang ada diatas bahwa tidak memiliki kesamaan
terhadap judul dan permasalahan dengan penelitian ini. Oleh sebab itu, penelitian ini
baru pertama kali dilakukan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus
dijunjung tinggi antara lain kejujuran, rasional, objektif, terbuka, serta sesuai dengan
implikasi etis dari prosedur menemukan kebenaran ilmiah secara bertanggung jawab.
F. Kerangka Teori Dan Landasan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Teori berasal dari bahasa yunani yang secara etimologi yang berarti
memandang, memperhatikan pertunjukan, sedangkan secara terminologi teori adalah
pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai peristiwa, kejadian yang
sebenarnya, serta dapat didefinisikan sebagai pendapat, cara atau aturan untuk
melakukan sesuatu. 29
Teori bisa juga mengandung subjektivitas, apalagi berhadapan dengan suatu
fenomena yang cukup kompleks seperti hukum ini. Berbagai aliran dalam ilmu

29

Muslihin
Al-Hafizah,
Pengertian
Teori
Ilmiah,
www.
Referensi
makalah.com/2012/08/pengertian-teori-ilmiah.html diunduh pada tanggal 9 November 2014

hukum, sesuai sudut pandangan yang dipakai oleh orang-orang yang tergabung dalam
aliran-aliran tersebut. 30
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori
mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan
pertimbangan, pegangan teoritis. 31 Kerangka teori merupakan landasan berpikir yang
digunakan untuk mencari pemecahan suatu masalah. Setiap penelitian membutuhkan
titik tolak atau landasan untuk memecahkan dan membahas masalahnya, untuk itu
perlu

disusun

kerangka

teori

yang

memuat

pokok-pokok

pikiran

yang

menggambarkan dari mana masalah tersebut diamati. 32
Ada beberapa kegunaan kerangka teori, yaitu: 33
1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan
fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
2. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.
3. Teori biasanya merupakan suatu ihtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui
serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti, teori
memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah
diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor
tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang, dan teori memberikan
petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan
peneliti, dan teori hukum sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa
atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian. 34
Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori tujuan hukum
sebagai teori utama (grand theory) sehingga dapat memberikan pedoman pembahasan
30

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 253
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994, hal. 80
32
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta, Universitas Gajah Mada
Pers, 2003), hal. 39-40
33
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, 2008, hal. 121
34
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yuliatno Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004), hal. 16
31

pada uraian berikutnya. Menurut Soedjono Dirjosisworo dalam pergaulan hidup
manusia, kepentingan-kepentingan manusia bisa senantiasa bertentangan satu dengan
yang lain, maka tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan
itu. 35
Ada beberapa pendapat sarjana ilmu hukum tentang tujuan hukum, yaitu : 36
1. Subekti mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang
dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada
rakyatnya.
2. L.J. van Apeldroon, mengatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur
pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.
3. Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai
keadilan. dan unsur dari keadilan itu disebutkannya ialah kepentingan daya
guna dan kemanfaatan.
4. J. Van Kan, mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiaptiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat. Selain itu dapat pula disebutkan bahwa hukum menjaga dan
mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is
verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran

35

Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1983),

hal. 11
36

C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka,
1986), hal 41-45

hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara harus diselesaikan melalui proses
pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,
adapun 3 Tujuan Hukum yaitu :
A. Keadilan Hukum
Pada teorinya, Aristoteles ini sendiri mengemukakan bahwa ada 5 jenis
perbuatan yang tergolong dengan adil. Lima jenis keadilan yang dikemukakan oleh
Aristoteles ini adalah sebagai berikut : 37
a) Keadilan Komutatif : Keadilan komutatif ini adalah suatu perlakuan kepada
seseorang dengan tanpa melihat jasa-jasa yang telah diberikan.
b) Keadilan Distributif : Keadilan distributif adalah suatu perlakuan terhadap
seseorang yang sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikan.
c) Keadilan Kodrat Alam: Keadilan kodrat alam ialah memberi sesuatu sesuai
dengan apa yang diberikan oleh orang lain kepada kita sendiri.
d) Keadilan Konvensional: Keadilan konvensional adalah suatu kondisi dimana
jika seorang warga negara telah menaati segala peraturan perundangundangan yang telah dikeluarkan.
e) Keadilan Perbaikan
: Keadilan perbaikan adalah jika seseorang telah
berusaha memulihkan nama baik seseorang yang telah tercemar.
Cita-cita keadilan yang hidup dalam hati rakyat dan yang dituju oleh
pemerintah merupakan simbol dari harmonisasi yang tidak memihak antara
kepentingan-kepentingan individu yang satu terhadap yang lain. 38 Keadilan terpenuhi
bila institusi-institusi suatu masyarakat diatur untuk mencapai keseimbangan dan
kebahagiaan dengan pertimbangan-pertimbangan moral dan keadilan. 39 Keadilan

37

Habibulla, Teori Keadilan Menurut Aristoteles, http:-//www.-habibullahurl.com/2015/01/teori-keadilan-menurut-aristoteles.html, diakses tanggal 19 April 2015.
38
R. Abdussalam, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan
Masyarakat, (Jakarta, Restu Agung, 2006), hal. 16
39
Ibid, Hal. 17

yang dimaksud dalam kepemilikan hak atas tanah menciptakan terselenggaranya
tertib administrasi yang memberi kepastian dan kemanfaatan bagi masyarakat.
B. Kemanfaatan Hukum
Maksud Asas Manfaat atau Kegunaan, menurut Bentham, ialah asas yang
menyuruh setiap orang untuk melakukan apa yang menghasilkan kebahagiaan atau
kenikmatan terbesar yang diinginkan oleh semua orang untuk sebanyak mungkin
orang atau untuk masyarakat seluruhnya. Oleh karena itu, menurut pandangan
utilitarian, tujuan akhir manusia, mestilah juga merupakan ukuran moralitas. Dari
sini, muncul ungkapan ‘tujuan menghalalkan cara’. 40
Sebagai prinsip pedoman bagi kebijakan publik, Bentham mengambil sebuah
pepatah yang telah dikemukakan sejak awal abad 18 oleh seorang filsuf SkotlandiaIrlandia bernama Francis Hutcheson. Pepatahnya: "Tindakan yang terbaik adalah
yang memberikan sebanyak mungkin kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang".
Bentham mengembangkan pepatah ini menjadi sebuah filsafat moral, yang
menyatakan bahwa benar salahnya suatu tindakan harus dinilai berdasarkan
konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkannya.
Konsekunsi yang baik adalah konsekuensi yang memberikan kenikmatan
kepada seseorang. Di lain pihak, konsekuensi yang buruk adalah konsekuensi yang
memberikan penderitaan kepada seseorang. Dengan demikian, dalam situasi apapun
pedoman

40

tindakan

yang

benar

adalah

arah

memaksimumkan

kenikmatan

Musakhazim,Utilitiarianisme,Penjelasan,Singkat,https://--musakazhim.-wordpress.com/2007/05/07/-utilitarianisme-penjelasan singkat diakses tanggal 19 April 2015

dibandingkan penderitaan. Atau dengan kata lain, meminimumkan penderitaan
dibandingkan kenikmatan. Filsafat ini kemudian dikenal sebagai utilitarianisme
Dinamakan demikian karena menilai setiap tindakan berdasarkan utilitasnya, yakni
keberagamannya dalam membawakan konsekuensi-konsekuensi. Para pendukung
filsafat ini menerapakan prinsip-prinsip tersebut dalam bidang moralitas individu,
kebijakan politik, hukum, dan sosial. Filsafat ini sangat terlihat dalam memengaruhi
pemerintahan Inggris. The greatest good of the greatest number yang artinya,
kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar. Prinsip ini sudah menjadi ungkapan
keseharian yang sudah sangat akrab di telinga setiap orang Inggris. 41 Adanya tujuan
hukum yaitu kemanfaatan dalam pendaftaran tanah adalah untuk menyediakan
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan
mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
C. Kepastian Hukum

Gustav Radbruch mengemukakan 4 (empat) hal mendasar yang berhubungan
dengan makna kepastian hukum, yaitu : Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya
bahwa hukum positif itu adalah perundang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu
didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan. Ketiga, bahwa fakta harus
dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam

41

2015

Jeremy Bentham, http://id.wikipedia.org/wiki/Jeremy_Bentham diakses tanggal 19 April

pemaknaan, di samping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum positif tidak boleh
mudah diubah.

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa
kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum
merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan.
Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, hukum positif
yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu
ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil. 42 Hukum bertugas menciptakan
kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. 43 Dengan adanya
kepastian hukum, masyarakat akan lebih tentram, damai dan tertib. Berarti kepastian
hukum menurut tepat hukumnya, subjek dan objeknya serta tepat ancaman yang
diberikan. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan. 44
2. Landasan Konsepsional

42

Join Community, Memahami Kepastian Dalam Hukum, http-://ngobrolinhukum.-com/2013/02/05/-memahami-kepastian-dalam-hukum/ diakses tanggal 19 April 2015.
43
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta, Liberty, 1988),
hal. 58
44
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 3

Landasan konsepsional dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh
dasar konseptual, bertujuan untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang
berbeda serta memberikan pedoman dan arahan yang sama, antara lain :
a. Penerbitan Sertifikat adalah Proses dikeluarkannya hak kepemilikan yaitu
sertifikat sebagai bukti kepemilikan atas tanah.
b. Sertifikat Hak Milik adalah merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi
pemegangnya untuk memiliki, menggunakan, mengambil manfaat lahan
tanahnya secara turun temurun , terkuat dan terpenuh.
c. Hak Atas Tanah adalah wewenang kepada pemegang haknya untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan negara dan bangsa atau kepentingan umum.
d. Pemalsuan Serifikat adalah tindak pidana yang mengandung palsu atau
dipalsunya isi tulisan maupun palsunya berita yang disampaikan secara
verbal. Dalam pemalsuan sertifikat hak milik terdapatnya alas hak/dasar yang
digunakan dalam penerbitan sertifikat adalah palsu.
e. Membuat surat palsu adalah membuat sebuah surat (yang sebelumnya tidak
ada surat) yang isi seluruhnya atau pada bagian-bagian tertentu tidak sesuai
dengan yang sebenarnya atau bertentangan dengan kebenaran atau palsu atau
tidak sesuai dengan aslinya.
f. Pemalsuan surat adalah membuat sebuah surat ( yang sebelumnya sudah ada
surat) yang isi seluruhnya atau pada bagian-bagian tertentu tidak sesuai

dengan yang sebenarnya atau bertentangan dengan kebenaran atau palsu atau
tidak sesuai dengan aslinya.
g. Tindak Pidana atau Tindak Kriminal adalah suatu tindakan atau perbuatan
yang diancam dengan pidana adalah oleh undang-undang hukum pidana,
bertentangan dengan hukum pidana dan dilakukan dengan kesalahan oleh
seseorang yang mampu bertanggung jawab.
h. Tindak Pidana Pemalsuan adalah tindak pidana yang menyerang kepentingan
hukum terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kebenaran isi tulisan dan
berita yang disampaikan.
i. Alas Hak/Dasar adalah merupakan alat bukti dasar seseorang dalam
membuktikan hubungan hukum antara dirinya dengan hak yang melekat atas
tanah.
j. Pendafataran Tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan
data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama,
surat ukur, buku tanah dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang
terjadi kemudian.
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang
mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip),
kaidah-kaidah, yang terdapat dalam perundang-undangan dibidang pertanahan dan

putusan-putusan pengadilan. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu
menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta dengan analitis dan sistematis. 45
2. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini, hukum dipandang sebagai kaidah atau norma yang
bersifat otonom dan bukan sebuah fenomena sosial. Oleh karena itu, penelitian ini
menjadikan kaidah hukum sebagai hasil penelitian.
Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebut metode penelitian tersebut juga
sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang
menganalisis baik hukum seperti yang diatur didalam buku/undang-undang (law as it
written in the book), maupun hukum sebagai hukum yang diputuskan oleh hakim
melalui proses peradilan (law as is decided by the judge through judicial process). 46
Metode pendekatan 47 yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan Peraturan Perundang-undangan (statute approach) 48 dalam melakukan

45

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2005), hal. 96.
46
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,
disampaikan pada dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan hukum Pada
Makalah Akreditas, fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, Hal. 2.
47
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah : 1. Pendekatan
Undang-Undang (statute approach), 2. Pendekatan kasus (case approach), 3. Pendekatan Historis
(Historical approach), 4. Pendekatan komparatif (comparative approach), 5. Pendekatan Konseptual
(conseptual approach). Lihat Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Edisi Revisi), (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013), hal 133.
48
Pendekatan Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang di tangani. Bagi
peneliti untuk kegiatan praktisi, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi
peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan

analisa terhadap kasus (case study) pada Putusan Pengadilan Tinggi No.
646/Pid/2013/PT. Mdn.
3. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,
artinya mempunyai otoritas. 49 Bahan hukum primer terdiri dari bahan-bahan
hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang-undangan yang terdiri dari :
1. Undang-undang Dasar 1945
2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria
4. Peraturan Pemerintah No 24 Tanun 1997
5. Putusan Pengadilan Negeri No 1657/Pid.B/2013/PN.Mdn
6. Putusan Pengadilan Tinggi No 646/.Pid/2013/PT.Mdn

undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-undang Dasar atau regulasi
dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-undang Dasar atau
regulasi dengan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk
memecahkan isu yang dihadapi. Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, penelitian mencari ratio
legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut agar peneliti dapat menangkap kandungan
filosofis yang ada di belakang undang-undang tersebut. Dengan memahami kandungan filosofis yang
ada di belakang undang-undang tersebut peneliti akan dapat menyimpulkan mengenai ada atau
tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi. Lihat: Peter Mahmud
Marzuki, Penelitian hukum, (Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal.133.
penelitian tentu harus menggunakan pendekatan undang-undang karena yang akan diteliti adalah
berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian atau menggunakan
undang-undang sebagai awal dasar menganalisa. Penelitian dalam dogmatik hukum atau untuk
kepentingan praktik hukumtidak dapat melepaskan diri dari pendekatan perundang-undangan. Lihat
Johnny Ibrahim, Op. Cit, hal. 302. Bandingkan dengan Mukti Fajar ND & Yuliatno Achmad, Op. Cit,
hal. 185.
49
Ibid hal. 180

b. Bahan Hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang
merupakan dokumen yang resmi, seperti buku, kamus, jurnal, dan komentar
atas putusan hakim. 50 Oleh karena itu bahan hukum sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal, majalah, dan internet yang
berkaitan dengan tindak pidana pemalsuan sertifikat hak milik.
c. Bahan nonhukum (bahan hukum tersier), 51 berupa bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan lebih mendalam terhadap bahan-bahan hukum
primer dan sekunder tersebut. Bahan hukum tersier yang digunakan seperti
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus hukum, dan Ensiklopedia. 52
4. Teknik pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan Bahan Hukum dilakukan melalui penelitian kepustakan
(library research) 53 dan penelitian yang bersumber dari pendapat-pendapat ahli
berupa doktrin-doktrin hukum, serta wawancara yang dilakukan dengan informan
atau orang yang dianggap memiliki kompetensi dibidangnya yang bertujuan untuk
mendapatkan konsepsi, teori serta pendapat atau pemikiran konseptual. Bahan hukum
yang diperoleh melalui studi kepustakaan selanjutnya akan di interpretasikan untuk
memperoleh kesesuaian penerapan peraturan dihubungkan dengan permasalahan

50

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : sinar grafika, 2009 ), hal.47.
Disamping sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, penelitian hukum
juga dapat menggunakan bahan-bahan nonhukum jika dipandang perlu atau dibutuhkan. Akan tetapi
perlu diingat adalah agar bahan-bahan nonhukum tersebut tidak mendominasi supaya sebagai
pelengkap dan bukan yang utama). Ibid hal.183-184
52
Abdul Khadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2004), hal. 82.
53
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),
hal.113.
51

yang sedang diteliti dan disitematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang
selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini. 54
5. Analisis Bahan Hukum
Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat
deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara
pendekatan kualitatif terhadap bahan hukum sekunder yang didapat. Deskriptif
tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan
penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum. Bahan hukum yang
dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis
dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya semua
bahan hukum diseleksi dan diolah, kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga
menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya sehingga memberikan solusi
terhadap permasalahan yang dimaksud. 55

54

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT. Raja
Grafindo, 2001), hal. 195-196.
55
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994),
hal. 93

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24