Pengaruh Iklim Kerja, Kompensasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Pendidik Akademi Kebidanan Di Kecamatan Medan Tuntungan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab II ini akan diuraikan tentang konsep-konsep yang berhubungan
dengan penelitian ini. Konsep-konsep ini terdiri dari : penelitian terdahulu; tinjauan
pustaka dari variabel penelitian, yaitu pengertian iklim kerja, dimensi dan faktorfaktor yang mempengaruhi iklim kerja, pengertian kompensasi, fungsi, bentuk dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi, pengertian motivasi kerja, tujuan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi, kemudian pengertian kinerja, penilaian
kinerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, selanjutnya kerangka berpikir
penelitian dan hipotesis penelitian.
2.1

Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang kinerja pegawai pada Dinas-Dinas di Kabupaten Kudus

menunjukkan hasil bahwa peningkatan iklim kerjai meliputi perbaikan struktur, standar
kerja, tanggungjawab, penghargaan, dukungan organisasi serta komitmen pegawai yang
baik dapat menunjang motivasi kerja pegawai untuk dapat lebih bekerjasama dengan
rekan sekerja. Iklim kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada dinas-dinas di
Kabupaten Kudus (Rofiatun dan Masluri, 2011:68)
Penelitian tentang kinerja karyawan pada STIKes Cut Nyak Dhien Langsa

bahwa kompensasi finansial seperti gaji, insentif, tunjangan-tunjangan, asuransi
kesehatan serta fasilitas ruang kantor, tempat parkir dan tempat ibadah kepada pegawai
dan kompensasi non finansial seperti tugas, pekerjaan, penghargaan atas hasil kerja,
kebijakan-kebijakan, rekan kerja serta lingkungan kerja. Berdasarkan temuan terlihat
besarnya pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja dosen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa iklim organisasi secara langsung mempengaruhi kinerja dosen,

artinya jika iklim organisasi baik maka dengan sendirinya akan dapat
memperngaruhi kinerja tenaga pendidik. Faktor kompensasi berpengaruh langsung
terhadap motivasi kerja, artinya kompensasi merupakan salah satu cara yang
diharapkan dapat merangsang motivasi kerja di STIKes Cut Nyak Dhien Langsa.
Secara empiris bahwa kompensasi yang diberikan kepada dosen, iklim
organisasi yang baik dan motivasi kerja yang tinggi merupakan faktor penting dan
sangat menentukan dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja dosen. Artinya
kompensasi, iklim organisasi dan motivasi kerja akan mempengaruhi tinggi
rendahnya kinerja dosen di STIKes Cut Nyak Dhien Langsa (Safrijal, 2010:9)
Selanjutnya penelitian tentang produktivitas guru di SMA Negeri 2 Argamakmur
Bengkulu Utara. Hasil analisis menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara
kompensasi dan motivasi kerja terhadap produktivitas guru. Hal ini menunjukkan
pengaruh variabel motivasi kerja terhadap produktivitas guru adalah signifikan atau

variabel motivasi kerja masih konsisten berpengaruh terhadap produktivitas kerja.
Motivasi kerja merupakan salah satu faktor penunjang dalam mencapai produktivitas
kerja yang mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dalam melakukan pekerjaan
karena adanya suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini dapat berupa
kebutuhan ekonomis yaitu untuk memperoleh uang (penghasilan), sedangkan kebutuhan
nonekonomis dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk memperoleh penghargaan dan
keinginan lebih maju.
Dengan segala kebutuhan tersebut, seseorang dituntut untuk lebih giat dan aktif
dalam bekerja untuk mencapai hal ini diperlukan adanya motivasi dalam melakukan
pekerjaan karena dapat mendorong seseorang bekerja dan selalu berkeinginan untuk
melanjutkan usahanya. Oleh karena itu jika guru yang mempunyai motivasi kerja yang
tinggi biasanya mempunyai produktivitas kerja yang tinggi pula (Yensi, 2010:28).

2.2
2.2.1

Iklim Kerja
Pengertian Iklim kerja
Menurut Scheinder, et. al., (2011:364) menyatakan organizational climate


may be defined as the shared perception of and the meaning attached to the policies,
practices and procedures employees experiences and the behaviors they observe
getting rewarded and the are supported and expected yang artinya iklim kerja
persepsi bersama tentang cara hal-hal dan makna yang melekat pada kebijakan,
praktik dan prosedur pengalaman karyawan dan perilaku mereka yang diamati untuk
mendapatkan imbalan dan dukungan dan harapan (Scheinder, Ehrhart, Macey,
2011:364).
Iklim kerja adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan internal
organisasi yang secara relatif dirasakan oleh anggota organisasi yang kemudian akan
mempengaruhi perilaku mereka berikutnya. Iklim organisasi adalah lingkungan internal
atau psikologi organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM
yang diterima oleh anggota organisasi. Dalam setiap organisasi tentu akan memiliki
iklim kerja yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam
organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut
(Lussier, 2005:486; Simamora, 2004:81)
Menurut

Stinger

dalam


Wirawan

(2009:122),

menyatakan

bahwa

“organizational climate is as a collection and environmental patterns that determine
the motivation, yang artinya iklim organisasi adalah sebagai suatu koleksi dan pola
lingkungan yang menentukan motivasi. Iklim organisasi merupakan persepsi
anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap
berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan
internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi

dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi
(Stinger, 2007:128; Wirawan, 2009:122).
Dari pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa iklim organisasi merupakan
suatu konsep yang menggambarkan tentang kualitas lingkungan internal organisasi yang

mempengaruhi perilaku anggota organisasi dalam melaksanakan pekerjaannya
2.2.2

Dimensi Iklim Kerja
Iklim kerja ada di dalam setiap organisasi, menunjukkan cara hidup organisasi,

dirasakan dan dipersepsikan oleh anggota-anggota yang ada di dalamnya sebagai sesuatu
yang diberi makna dan memiliki pengaruh terhadap perilaku anggota-anggota organisasi
tersebut. Iklim organisasi yang dirasakan individu secara positif (menyenangkan) akan
memberikan tampilan kerja yang baik dan efektif yang akan mempengaruhi pada
keberhasilan organisasi. Iklim kerja terjadi di setiap organisasi dan akan mempengaruhi
perilaku organisasi dan diukur melalui persepsi anggota organisasi.
Kemudian Lussier (2005:486 dalam Wirawan 2007:131-133) berpendapat
bahwa dimensi iklim kerja terdiri dari:
1. Struktur (Structure). Tingkat paksaan yang dirasakan karyawan karena adanya
peraturan dan prosedur yang terstruktur atau tersusun, tujuan organisasi, tingkatan
tanggung jawab, nilai-nilai organisasi. Hal ini penting diketahui oleh karyawan agar
mereka tahu apa yang sesungguhnya diharapkan dari mereka dan mereka dapat
memberikan kontribusi yang tepat bagi organisasi. Semakin tinggi “penstrukturan”
suatu organisasi lingkungannya akan terasa makin kaku, tertutup, dan penuh

ancaman. Sementara semakin otonomi atau kebebasan menentukan tindakan sendiri
yang diberikan kepada individu, sehingga semakin banyak perhatian yang diberikan
manajemen terhadap pegawainya, makasemakin baik iklim kerjanya..

2. Tanggung jawab (Responsibility). Tingkat pengawasan yang diberlakukan organisasi
dan dirasakan oleh para karyawan, dimana kualitas dan bentuk pengawasan,
pengarahan dan pembimbingan yang diterima dari atasan ke bawahan.
3. Penghargaan (Reward). Tingkat penghargaan yang diberikan atas usaha karyawan
haruslah dihargai sesuai dengan kinerjanya. Pemimpin harus lebih banyak
memberikan pengakuan daripada kritikan untuk membantu karyawan meraih puncak
prestasi. Kesempatan berkembang harus menggunakan penghargaan dan peningkatan
kinerja.
4. Suasana

(Warmth).

Tingkat

kepuasan


karyawan

yang

berkaitan

dengan

kekaryawananan dalam organisasi. Perasaan terhadap suasana kerja yang bersahabat
dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau persahabatan dalam kelompok
yang informal, serta hubungan yang baik antar rekan kerja, penekanan pada pengaruh
persahabatan dan kelompok sosial yang informal.
5. Dukungan (Support). Dukungan kepada karyawan di dalam melaksanakan tugas-tugas
organisasi.Hal-hal yang terkait dengan dukungan dan hubungan antar sesama rekan
kerja yaitu perasaan saling menolong antara pimpinan dan karyawan, lebih
ditekankan pada dukungan yang saling membutuhkan antara atasan dan bawahan.
6. Identitas dan Loyal Terhadap Organisasi (Organizational identity and loyalty)
Perasaan bangga akan keberadaan dalam organisasi dan kesetiaan yang ditunjukkan
selama masa kerjanya. Derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal. Level rendah

komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya.
7. Resiko (Risk). Karyawan diberi ruang untuk melakukan atau mengambil resiko dalam
menjalankan tugas sebagai sebuah tantangan (Lussier, 2005:487, Wirawan, 2007 :
131-133).

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja
Ada sejumlah unsur yang memberikan kontribusi terhadap terciptanya
kondisi yang menyenangkan, yakni: (1) kualitas kepemimpinan, (2) kadar
kepercayaan, (3) komunikasi ke atas dan ke bawah, (4) perasaan melakukan
pekerjaan yang bermanfaat, (5) tanggung jawab, (6) imbalan yang adil, (7) tekanan
pekerjaan yang nalar, (8) kesempatan, (9) pengendalian, struktur dan birokrasi yang
nalar, dan (10) keterlibatan pegawai, keikutsertaan (Stringer, 2007: 130, Wirawan,
2007 : ).
Menurut Davis (2008:85), dalam Djatmiko, (2005:62), faktor yang
mempengaruhi terjadinya iklim kerja dalam suatu organisasi ada lima yaitu:
1. Lingkungan Eksternal. Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim
organisasi umum yang sama.
2. Strategi Organisasi. Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang
diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk
melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor

lingkungan penentu dari level energi tersebut. Strategi yang berbeda menimbulkan
pola iklim organisasi yang berbeda. Strategi mempengaruhi iklim organisasi
secara tidak langsung.
3. Pengaturan organisasi. Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat
terhadap iklim organisasi.
4. Kekuatan sejarah. Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh
kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang
membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadap iklim
organisasinya.

5. Kepemimpinan. Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang
kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan
pendorong utama terjadinya kinerja. (Davis, 2008 :84; Djatmiko, 2005: 62)
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa iklim kerja adalah menyangkut
semua lingkungan yang ada dihadapi oleh pegawai dalam suatu organisasi yang
mempengaruhi pegawai dalam melaksanakan tugastugas keorganisasiannya seperti
lingkungan organisasi, strategi organisasi, pengaturan organisasi, kekuatan sejarah,
kepemimpinan, komunikasi, tanggung jawab, beban kerja, birokrasi, kesempatan dan
keterlibatan pegawai.


2.3

Kompensasi

2.3.1 Pengertian Kompensasi
Bagi perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena kompensasi
mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan
kesejahteraan karyawannya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasi yang
tidak memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja
karyawan, bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial keluar dari
perusahaan.
Kompensasi meliputi pembayaran tunai secara langsung, imbalan tidak
langsung dalam bentuk benefit dan pelayanan (jasa ), dan insentif untuk memotivasi
karyawan agar tingkat produktifitas yang lebih tinggi adalah komponen yang sangat
menentukan dalam hubungan kerja. Jika dikelola dengan tepat, kompensasi dapat
membantu organisasi dalam mencapai tujuannya, mendapatkan, memelihara dan
mempertahankan pekerjaan pekerjaan yang produktif.

Kompensasi ditinjau dari sudut pandang perusahaan merupakan unsur biaya
yang dapat mempengaruhi posisi persaingan perusahaan, proses rekrutmen, dan

tingkat perputaran karyawan. Sedangkan ditinjau dari sudut pandang karyawan
merupakan unsur pendapatan yang mempengaruhi gaya hidup, status, harga diri, dan
perasaan karyawan terhadap perusahaan untuk tetap bersama perusahaan atau
mencari pekerjaan lainnya. Selain itu juga merupakan alat manajemen bagi
perusahaan untuk meningkatkan motivasi kerja, meningkatkan produktivitas, dan
mempengaruhi kepuasan kerja.
Menurut Dessler dalam Hasibuan (2012: 118) mendefinisikan kompensasi
merujuk kpada semua bentuk bayaran atau hadiah bagi karyawan dan berasal dari
pekerjaan mereka. Kompensasi karyawan memiliki dua komponen utama yaitu
pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus
dan ada pembayaran yang tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti
uang asuransi dan uang liburan yang dibayarkan oleh majikan (Dessler, 2011:46;
Hasibuan, 2012: 118). Menurut Daft dalam Yani (2012:36), kompensasi merujuk
pada: 1) semua pembayaran uang dan 2) semua barang atau komoditi yang
digunakan berdasarkan nilai uang untuk memberi imbalan pegawai. (Daft, 2012:
218; Yani 2012 : 36). Sedangkan bagi Bernardin (2007: 252) refers to all forms of
financial returns and tangible benefits that employee receives as part of employment
relationship yang artinya kompensasi merujuk pada semua bentuk hasil keuangan
dan tunjangan nyata yang diterima pegawai sebagai bagian dari hubungan kerja.
(Bernardin, 2007: 252;
Menurut Handoko (2010:155) menyatakan bahwa kompensasi penting bagi
karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya
mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kompensasi merupakan interaksi antara karyawan dengan organisasi, yang berupa
timbal balik dari jasa atau tenaga yang dikeluarkan oleh karyawan dan penghargaan
dari organisasi dalam bentuk upah atau fasilitas lainnya.
2.3.2 Fungsi dan Tujuan Kompensasi
Menurut Luthans (2008: 9) bahwa fungi kompensasi terdiri dari 3 (tiga) yaitu:
a.

Fungsi motivasi. Pemberian imbalan kepada pegawai supaya karyawan
termotivasi kinerjanya dan mendorong kesetiaan dan rasa memiliki serta mau
bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan/keterampilannya.

b.

Fungsi pengawasan. Imbalan memiliki potensi untuk mengontrol.Imbalan
mengontrol perilaku ketika ditujukan pada individu yang menyelesaikan tugas
tertentu atau bekerja di tingkat tertentu. Ketika orang melihat imbalan sebagai
mengontrol perilakunya (yakin bertindak dengan cara untuk memeroleh
imbalan), orang tersebut menganggap tindakannya berasal dari faktor-faktor di
luar dirinya (imbalan) dan yang bersangkutan kehilangan rasa penentuan diri.
Ketika kemungkinan imbalan tidak lagi berlaku, tidak ada yang mendorong
dirinya untuk menggarap aktivitas, jadi kepentingannya akan berkurang.

c.

Fungsi informasi. Imbalan juga menyampaikan informasi tentang keahlian atau
kemampuan seseorang ketika dihubungkan dengan kinerja atau kemajuan,
seperti ketika pimpinan memuji pegawai untuk mempelajari keahlian baru atau
memeroleh pengetahuan baru, pengawas memberi pegawai kenaikan upah untuk
bekerja di atas standar, dan orangtua membelikan anaknya mainan untuk
membuat ruangan tetap bersih. Ketika orang memeroleh informasi kerja dari
imbalan, orang tersebut merasakan efikasi dan mengalami penentuan diri.
Motivasi intrinsik diperkuat bahkan ketika kemungkinan imbalan terhapus

karena orang menempatkan wadah kausalitas perilaku dalam dirinya (keinginan
untuk belajar) (Schunk, Pintrich, & Meece, 2008: 261).
Fungsi-fungsi itu berlangsung untuk mencapai tujuan kompensasi yang
menurut Moorhead & Griffin adalah menarik, memertahankan dan memotivasi
pegawai yang berkualitas (McKenna, 2006: 608).Selain itu, tujuan kompensasi
adalah menciptakan sistem imbalan yang sesuai bagi pegawai dan majikan.Hasil
yang diinginkan adalah seorang pegawai yang terikat pada pekerjaannya dan
termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang baik bagi pegawai (Ivancevich, 2007:
295). Dengan kata lain, sasaran utama program imbalan adalah menarik orang-orang
berkualitas untuk memasuki organisasi, menjaga pegawai agar tetap bekerja, dan
mendorong pegawai untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi.
Berkenaan dengan kompensasi, para manajer harus menempatkan empat
bentuk keadilan, yaitu eksternal, internal, perorangan dan prosedural. Keadilan
eksternal mengacu pada bagaimana rata-rat gaji suatu pekerjaan dibanding dengan
rata-rata gaji diperusahaan lain;

keadilan eksternal adalah seberapa adil tingkat

pembayaran gaji dibandingkan dengan pekerjaan lain dalam perusahaan; keadilan
perorangan adalah keadilan pembayaran perorangan dibandingkan dengan penghasilan
rekan kerjanya, dan keadilan prosedural adalah keadilandalam proses dan prosedur
yang digunakan utnuk mengambil keputusan berkenaan dengan alokasi gaji. (Dessler,
2011 : 54)
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Keputusan kompensasi menurut Flippo dalam Hasibuan (2008: 127) dapat
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, sehingga organisasi perlu
mempertimbangkan faktor tersebut dalam mendesain program kompensasinya.
Faktor yang mempengaruhi penentuan kompensasi antara lain:

a. Penawaran dan permintaan tenaga kerja
Permintaan dan penawaran tenaga kerja atau dapat mempengaruhi penentuan
kompensasi. Hukum permintaan dan penawaran akan berlaku dan akan
menghasilkan tingkat kompensasi yang sedang berlaku. Beberapa jenis pekerjaan
yang kesulitan mendapatkan tenaga kerja/karyawan, kemungkinan akan
menawarkan tingkat kompensasi yang lebih tinggi. Sebaliknya jika permintaan
tenaga kerja menurun sehingga banyak pengangguran, kemungkinan tingkat
kompensasi juga menurun. (Retnowati & Widia, 2012:12)
b. Serikat pekerja
Dalam konteks hubungan industrial, serikat pekerja dapat mempengaruhi
penentuan tingkat kompensasi. Para karyawan yang tergabung dalam serikat
pekerja, kadang-kadang melakukan unjuk rasa atau pemogokan untuk menuntut
perbaikan kompensasi. Lemah kuatnya posisi serikat pekerja akan berpengaruh
pada penentuan tingkat kompensasi. (Retnowati & Widia, 2012 : 13)
c. Produktivitas
Pengaruh produktivitas perekonomian secara umum perlu diperhatikan dalam
penentuan kompensasi. Apabila tingkat produktivitas meningkat maka tingkat
kompensasi cenderung akan meningkat pula dan sebaliknya. Produktivitas dapat
digunakan sebagai solusi untuk memecahkan masalah penentuan kompensasi.
Krisis ekonomi atau inflasi yang berdampak pada produktivitas, juga menjadi
pertimbangan dalam penentuan kompensasi. (Retnowati & Widia, 2012:14)
d. Kesediaan dan kemampuan organisasi untuk membayar
Kemampuan untuk membayar kompensasi tergantung dari laba atau pendapatan
organisasi atau perusahaan. Penerapan upah minimum di Indonesia seringkali

menimbulkan masalah karena ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi
aturan tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya produktivitas, laba
atau pendapatan perusahaan akibat krisis ekonomi atau situasi ekonomi makro
yang masih lesu. Akibatnya banyak perusahaan yang menunda untuk
menerapkan upah minimum tersebut karena ketidakmampuan mereka membayar,
meskipun sebenarnya mereka ingin memenuhi aturan tersebut. Oleh sebab itu
penentuan besarnya kompensasi jangan sampai di luar kemampuan organisasi
atau perusahaan.
e. Kebijakan pengupahan dan penggajian
Setiap organisasi biasanya memiliki sendiri kebijakan kompensasi mereka,
misalnya kebijakan mengenai kenaikan gaji, pemberian bonus, insentif,
pemberian tunjangan-tunjangan dan sebagainya, bahkan beberapa perusahaan
menetapkan kenaikan kompensasi secara otomatis apabila indeks biaya hidup
juga naik.
f. Peraturan-peraturan pemerintah
Peraturan pemerintah seperti upah minimum (UMR/UMP/UMK), tenaga kerja
anak-anak, upah lembur, pajak, dan tunjangan-tunjangan juga mempengaruhi
penentuan kompensasi. Tujuan pemerintah mengeluarkan berbagai bentuk
peraturan tersebut antara lain untuk melindungi tenaga kerja agar mendapatkan
perlindungan dan haknya secara proporsional. Semua organisasi diwajibkan
untuk mentaati segala bentuk peraturan pemerintah, sehingga penentuan
kompensasi sebaiknya mencerminkan kepatuhan pada berbagai peraturan
tersebut (Flippo, 2005: 224; Hasibuan, 2008 : 127).

2.3.4 Bentuk Kompensasi
Mathis dan Jackson dalam Hasibuan, (2012:118) membagi kompensasi atas
dua jenis, yaitu intrinsik (internal) dan ekstrinsik (eksternal). Kompensasi intrinsik
antara lain termasuk pujian yang didapatkan untuk menyelesaikan suatu proyek atau
berhasil memenuhi beberapa tujuan kerja. Mereka juga mengatakan bahwa efek
psikologis dan sosial yang lain dari kompensasi juga merupakan gambaran dari jenis
kompensasi intrinsik. Kompensasi ekstrinsik bersifat terukur, memiliki bentuk
imbalan moneter maupun non moneter. Kompensasi ekstrinsik di bagi lagi menjadi
dua jenis, yakni kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung, dimana
kompensasi langsung meliputi gaji pokok dan gaji variabel, sedangkan kompensasi
tidak langsung meliputi tunjangan karyawan. (Mathis and Jackson, 2007:494;
Hasibuan, 2012 : 118).
Untuk menjamin efektivitas sistem kompensasi, Ivancevich dalam Hasibuan
(2012:120) memperkenalkan formula sistem kompensasi menjadi dua bagian yaitu;
sistem kompensasi keuangan dan non-keuangan.Kompensasi keuangan bersifat
langsung atau tidak langsung. Kompensasi keuangan langsung terdiri atas upah yang
diterima pegawai dalam bentuk gaji, upah, bonus atau komisi. Kompensasi keuangan
tidak langsung atau keuntungan terdiri atas semua imbalan keuangan yang tidak
termasuk dalam kompensasi keuangan langsung. Keuntungan khas mencakup
liburan, berbagai bentuk asuransi, jasa seperti perawatan anak atau hari tua, dan
sebagainya. Ivancevich, 2010:22; Hasibuan, 2012 : 120).
Imbalan keuangan adalah praktek kinerja terapan yang tertua (dan tentu saja
paling mendasar) dalam latar belakang organisasi.Pada tingkat paling dasar, imbalan
keuangan melukiskan bentuk pertukaran; pegawai memberikan tenaganya, keahlian

dan pengetahuannya sebagai imbalan bagi uang dan tunjangan dari organisasi.
Keuangan juga menjadi symbol keberhasilan, penguat dan motivasi kerja, bukti
kinerja pegawai dan sumber ketakutan yang berkurang. Kompensasi keuangan
muncul dalam berbagai bentuk yang bisa diatur dalam empat sasaran khusus seperti
yang ditunjukkan dalam keanggotaan dan senioritas, status kerja, kemampuan, dan
kinerja (Heneman (2000 : 55-81; McShane &Von Glinow, 2009:168).
Kompensasi non-keuangan berupa pujian, harga diri dan pengakuan,
dapatmemengaruhi motivasi pegawai, produktivitas, dan kepuasan. Armstrong
mencatat bahwa ada lima bidang dimana kebutuhan pegawai bisa dipenuhi dengan
kompensasi non-keuangan, yakni: prestasi, pengakuan, tanggung jawab, pengaruh,
dan pertumbuhan pribadi. Kompensasi non-keuangan khususnya penting sebagai
sarana motivasi bagi beberapa pegawai. Memberikan perhatian pada imbalan ini
akan meningkatkan sikap dan perilaku pegawai yang lebih positif (Ivancevich, 2007:
295: Milmore, 2007: 395).
Untuk menjamin efektivitas sistem kompensasi, maka Martocchio (2004:7-9)
membagi kompensasi menjadi dua yaitu kompensasi intrinsik dan ekstrinsik.
Kompensasi intrinsik menunjukkan kerangka berpikir pegawai yang muncul dari
pelaksanaan kerjanya, sedangkan kompensasi ekstrinsik mencakup imbalan moneter
dan nonmoneter. Kompensasi moneter mencakup: gaji pokok, upah senioritas, upah
jasa, upah insentif, upah bagi rencana pengetahuan dan upah berdasarkan keahlian,
dan tunjangan pegawai. Imbalan nonmoneter mencakup program perlindungan
(seperti asuransi kesehatan), upah dalam bentuk liburan (misalnya cuti), dan
pelayanan (misalnya bantuan perawatan kesehatan).Kebanyakan ahli kompensasi
merujuk imbalan nonmoneter sebagai keuntungan pegawai.

Tidak berbeda jauh dengan pendapat Amstrong (2003 : 687) dalam Mondy
(2006:445) bahwa bentuk dari kompensasi yang diberikan perusahaan kepada
karyawan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: (1) kompensasi finansial
(financial compensation), dan (2) kompensasi non finansial (non-financial
compensation), yaitu sebagai berikut :
1. Kompensasi Finansial (Financial compensation)
Kompensasi finansial artinya kompensasi yang diwujudkan dengan sejumlah
uang kuartal kepada karyawan yang bersangkutan. Kompensasi finansial dalam
implementasinya dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Kompensasi

finansial

langsung

(Direct

Financial

compensation)

Kompensasi finansial langsung adalah pembayaran berbentuk uang yang
karyawan terima secara langsung dalam bentuk gaji/upah, tunjangan
ekonomi, bonus dan komisi.
Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap
serta mempunyai jaminan yang pasti, sedangkan upah adalah balas jasa
yang dibayarkan kepada pekerja dengan berpedoman pada perjanjian yang
disepakati pembayarannya.
b. Kompensasi finansial tak langsung (Indirect Financial compensation)
Kompensasi finansial tidak langsung adalah termasuk semua penghargaan
keuangan yang tidak termasuk kompensasi langsung. Wujud dari
kompensasi tak langsung meliputi program asuransi tenaga kerja
(jamsostek), pertolongan sosial, pembayaran biaya sakit (berobat), cuti dan
lain-lain.

2. Kompensasi non finansial (Non-financial compensation)
Kompensasi non-finansial adalah balas jasa yang diberikan perusahaan kepada
karyawan bukan berbentuk uang, tapi berwujud fasilitas. Kompensasi jenis ini
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Kompensasi berkaitan dengan pekerjaan
Kompensasi non finansial mengenai pekerjaan ini dapat berupa pekerjaan yang
menarik, kesempatan untuk berkembang, pelatihan, wewenang dan tanggung
jawab, penghargaan atas kinerja. Kompensasi bentuk ini merupakan
perwujudan dari pemenuhan kebutuhan harga diri (esteem) dan aktualisasi (self
actualization).
b. Kompensasi berkaitan dengan lingkungan pekerjaan )
Kompensasi non finansial mengenai lingkungan pekerjaan ini dapat berupa
supervisi kompetensi (competent supervision), kondisi kerja yang mendukung
(comfortable working conditions), pembagian kerja (job sharing), (Amstrong
2003 : 687; Mondy, 2006:445).
Secara umum dalam buku-buku manajemen sumber daya manusia yang
ditulis oleh pakar manajemen sumber daya manusia membagi kompensasi dapat
dibagi atas dua kelompok besar yaitu kelompok imbalan langsung (direct
compensation) yang terdiri dari imbalan yangditerima secara langsung, rutin atau
periodik oleh pekerja atau pegawai dan imbalan tidak langsung (indirect
compensation) yang terdiri dari imbalan yang diterima secara tidak rutin
atau periodik, yang diterima nanti atau bila terjadi sesuatu pada pegawai.

Menurut Bernadin and Russell dalam Rivai (2013:741) direct compensation
is the basic wage and thesalary system, plus performance-based pay. Indirect
compensation is the general category for emplyee benefits-mandated protection
programs, health insurance, pay for time not worked,and various other employee
benefits.

Yang

artinya

Kompensasi

langsung

adalah

upah

dasar

dan

sistem penggajian, ditambah pembayaran yang didasarkan pada kinerja. Kompensasi
tidak langsung adalah kategori yang umum berupa benefit program perlindungan
bagi pegawai, asuransi kesehatan, gaji yang dibayar pada waktu tidak bekerja, dan
berbagai benefit lain bagi kesejahteraan pegawai) (Bernadin and Russel, 2003: 146
Rivai, 2013:741).

2.4

Motivasi Kerja

2.4.1 Pengertian Motivasi
Sedarmayanti (2009:233-234) menyatakan motivasi merupakan kesediaan
mengeluarkan tingkat upaya tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh
kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual. Pendekatan motivasi
adalah bahwa pemimpin menciptakan iklim yang dapat membuat anggota merasa
termotivasi kepemimpinan dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, dalam kebanyakan hal motivasi seorang individu akan timbul karena
pengaruh pemimpin yang efektif. Jadi efektivitas kepemimpinan akan tampak
bagaimana dapat memotivasi anggotanya secara efektif.
Robbin (2010:498) mengatakan “Motivation willingness to exert hight levels
of effort to reach organization goal, conditioned by the effort’s ability to satisfy some
individual need, yang artinya kemauan tingkat tinggi untuk mengerahkan usaha

untuk mencapai tujuan organisasi , yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk
memenuhi

beberapa

kebutuhan

individual.

Wexley

dan

Yukl

(2009:98)

menambahkan pengertian motivasi adalah suatu proses dimana perilaku diberikan
energi dan diarahkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan motivasi merupakan suatu
kondisi yang mendorong atau menjadikan pegawai melakukan pekerjaannya, yang
berlangsung secara dan didukung oleh pimpinan yang efektif untuk mencapai tujuan
organisasi. Motivasi sangatlah penting dan sangat memengaruhi kinerja seseorang;
motivasi yang benar dan terpenuhi akan membuat seorang pegawai mau bekerja
dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efektif dan efisien.
2.4.2 Tujuan Motivasi
Tujuan dilaksanakannya motivasi terhadap para karyawan dalam suatu
perusahaan menurut Flippo (2005: 148) adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas kerja dalam suatu organisasi. Tujuan umum tersebut dapat terwujud
karena secara khusus pelaksanaan motivasi akan mampu menghasilkan beberapa
tujuan khusus yang merupakan sasaran motivasi, yaitu 1) meningkatkan moral dan
kepuasan kerja karyawan, 2) meningkatkan produktivitas kerja karyawan, 3)
mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan, 4) meningkatkan kedisiplinan
karyawan, 4) mengefektifkan pengadaan karyawan, 5) menciptakan suasana dan
hubungan kerja yang baik, 6) meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi
karyawan, 7) meningkatkan tingkat kesejahteraan, 8) mempertinggi rasa tanggung
jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya dan 8) meningkatkan efisiensi penggunaan
alat-alat dan bahan baku.

Setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan dan fungsi, makin jelas tujuan
atau fungsi yang diharapkan atau yang akan dicapai, maka semakin jelas pula
bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih
dapat berhasil apabila tujuan atau fungsi jelas dan didasari oleh yang di motivasi.
2.4.3 Teori Motivasi
Teori motivasi telah berkembang pesat saat ini dan akan diuraikan adalah :
1. Teori Maslow
Robbins & Coulter (2012:431), memaparkan bahwa menurut Maslow,
terdapat lima kelompok kebutuhan yang berbeda-beda, yaitu kebutuhan fisiologis
(physiological needs), kebutuhan keamanan (safety needs), kebutuhan sosial atau
berkelompok (social needs), kebutuhan penghargaan (esteem needs), dan kebutuhan
aktualisasi diri (self actualism needs). Menurut Maslow, pada suatu saat, hanya
kebutuhan yang belum terpenuhi yang mengendalikan perilaku seseorang. Setelah
kebutuhan ini terpenuhi, maka kebutuhan tersebut akan turun derajat kepentingannya
dan perilaku seseorang kemudian dikendalikan oleh kebutuhannya yang belum
terpenuhi berikutnya dalam hirarki. (Robbins&Coulter, 2012:431, Siagian, 2015:287)
Dalam hubungan ini, perlu ditekankan yaitu.
1) Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di
masa yang akan datang
2) Pemuasan berbagai kebutuhan tertentu terutama kebutuhan fisik bisa bergeser
dari pendekatan kuantitatif menjadi kualitatif dalam pemuasannya
3) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai titik jenuh dalam arti tibanya
suatu kondisi dimana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhannya. (Siagian, 2015:289)

2. Teori Kebutuhan (motivasi berprestasi)
Menurut McClelland dalam Robbins (2010:504), hal-hal yang memotivasi
seseorang terfokus pada tiga kebutuhan, adalah:
a. Kebutuhan akan prestasi (Need for achievement)
Kebutuhan akan prestasi diartikan sebagai dorongan untuk melebihi,
mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil. Kebutuhan akan prestasi
merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang untuk
mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang
dimilikinya guna mencapai prestasi yang maksimal. Hanya dengan mencapai prestasi
kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar, yang akhirnya dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya (Gary, 2010 : 50).
Beberapa individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Individu ini
lebih berjuang untuk memperoleh pencapaian pribadi daripada memperoleh
penghargaan dan memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik
atau lebih efisien dibandingkan sebelumnya. McClelland menemukan bahwa
individu dengan prestasi tinggi membedakan diri dari individu lain menurut
keinginan untuk melakukan hal-hal dengan lebih baik. Individu dengan karakter ini
mencari situasi dimana bisa mendapatkan tanggung jawab pribadi guna mencari
solusi atas berbagai masalah, bisa menerima umpan balik yang cepat tentang kinerja
sehingga dapat dengan mudah menentukan berkembang atau tidak, dan bisa
menentukan tujuan-tujuan yang cukup menantang. Lebih menyukai tantangan
menyelesaikan sebuah masalah dan menerima tanggung jawab pribadi untuk
keberhasilan atau kegagalan daripada menyerahkan hasil pada kesempatan atau
tindakan individu lain. Individu dengan prestasi tinggi lebih menyukai tugas-tugas
dengan kesulitan tingkat menengah.

Individu berprestasi tinggi tampil dengan sangat baik ketika merasa
kemungkinan berhasil adalah 0,5 yaitu, ketika memperkirakan bahwa

memiliki

kesempatan 50-50 untuk berhasil. Individu ini tidak suka berspekulasi dengan
ketidaktetapan yang tinggi karena tidak mendapatkan pencapaian kepuasan dari
keberhasilan yang kebetulan. Demikian pula, tidak menyukai ketidaktetapan rendah
(kemungkinan untuk berhasil) karena nantinya tidak akan ada tantangan untuk
keterampilan-keterampilan mereka. Individu berprestasi tinggi menentukan tujuantujuan yang mengharuskan mereka berjuang.
b. Kebutuhan akan kekuasaan (Need for power)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah keinginan untuk memiliki pengaruh,
menjadi yang berpengaruh, dan mengendalikan individu lain. Kebutuhan akan
kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang.
(Gary, 2010 : 50, Robbins, 2010:504.)
2.4.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi
Selanjutnya Nawawi membedakan motivasi ke dalam dua bentuk, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai
individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat pekerjaan yang
dilaksanakannya. Motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan, baik
karena mampu memenuhi kebutuhan, atau menyenangkan untuk mencapai suatu
tujuan, maupun karena memberikan harapan tertentu yang positif dimasa depan.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar dari pekerja sebagai
individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan
yang maksimal (Nawawi, 2008:359).

Dalam suatu organisasi terdapat kecendrungan bahwa penggunaan motivasi
ekstrinsik lebih dominan mempengaruhi prestasi kerja pegawai dari pada motivasi
intrinsik. Kondisi ini terutama disebabkan tidak mudah untuk menumbuhkan
kesadaran dari dalam diri pekerja, sementara kondisi kerja di sekitarnya lebih banyak
menggiringi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya.
Terdapat dua faktor motivasi yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg
yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berhubungan dengan kepuasan
kerja seperti kemajuan, prestasi, pengakuan dan tanggung jawab yang terkait dengan
kepuasan kerja. Faktor ekstrinsik (ketidak puasan) seperti pengawasan gaji,
kebijakan perusahaan dan kondisi kerja (Robbins, 2012:434, Dessler, 2011:98).
2.5

Kinerja

2.5.1 Pengertian Kinerja
Menurut Gibson (2009:70), kinerja (performance) adalah hasil yang
diinginkan dari perilaku. Dan kinerja individu adalah dasar kinerja organisasi.
Schermerhon et.al (2005 : 59) mendefinisikan kinerja sebagai kuantitas dan kualitas
pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun
organisasi. Lebih jauh dikatakan bahwa kinerja dapat diukur baik secara individu,
kelompok ataupun organisasi. Tinggi atau rendahnya kinerja ini dapat dilihat dari
kuantitas dan kualitas pencapaian tugasnya. Aspek kualitas ini mengacu pada beban
kerja yang telah ditetapkan, sedangkan kualitas kerja dapat dilihat dari rapi atau
tidaknya pekerjaan yang telah dilaksanakan
Selanjutnya Wibowo (2011 : 7) mengemukakan pendapatnya tentang kinerja
adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi.
Sedangkan pendapat Sedarmayanti bahwa mendefinisikan kinerja (performance)
berarti perbuatan, pelaksanaan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan yang

berdaya guna atau pencapaian/ prestasi seseorang berkenan dengan tugas yang
diberikan kepadanya. (Wibowo, 2011:7; Sedarmayanti, 2009:259).
Pengertian lain menurut Mangkunegara (2012:13) bahwa kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksannakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Sesuai dengan pengertian tersebut, mengandung tiga aspek yang perlu dipahami oleh
setiap pegawai dan pimpinan dalam suatu organisasi yaitu (1) kejelasan tugas atau
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya; (2) kejelasan hasil yang diharapkan dari
suatu pekerjaan atau fungsi; (3) waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan
aktivitas pegawai dalam melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan
tersebut atau tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya
sehingga hasil yang dicapai sesuai tujuan yang diinginkan.
2.5.2 Penilaian Kinerja
Dalam organisasi modern, penilaian kerja pegawai sangat penting dilakukan
dalam arti disamping mengetahui kemajuan tentang hasil yang dicapai pegawai
secara keseluruhan juga sangat bermanfaat bagi organisasi terutama dalam
pemberian penghargaan. Evaluasi kinerja merupakan prestasi individu yang
merupakan cerminan prestasi organisasi, oleh karena itu prestasi pegawai yang tinggi
sangat penting artinya bagi keberhasilan organisasi.Penilaian prestasi kerja yang
rasional dan diterapkan secara obyektif terikat minimal dua kepentingan, yaitu
kepentingan pegawai yang bersangkutan dan kepentingan organisasi. Evaluasi

kinerja harus mempunyai tujuan yang jelas tentang apa yang ingin dicapai baik
tidaknya suatu prestasi dapat diketahui melalui penilaian.
Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel da1am suatu
organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja
merupakan

suatu

evaluasi

terhadap

penampilan

kerja

personel

dengan

membandingkannya dengan setandar baku penampilan. Kegiatan penilaian kinerja
ini membantu ngambilan keputusan bagian personalia dan memberikan umpan balik
kepada para personel tentang pelaksanaan kerja mereka. (Yaslis, 2002 : 87).
Robbins (2006:260) mengemukakan, untuk menilai kinerja seseorang,
diperlukan tiga pendekatan, yakni:
a. Pendekatan sikap, ini menyangkut penilaian terhadap sifat atau karakteristik
individu. Sifat biasanya diukur dalam bentuk inisiatif, kecepatan membuat
keputusan, dan ketergantungan.
b. Pendekatan perilaku, ini berkaitan dengan seberapa baik pegarai manangani
kegiatan antarpersonal dengan anggota lain organisasi termasuk menangani
konflik, mengelola waktu, memberdayakan orang lain, bekerja dalam sebuah
kelompok, dan bekerja secara mandiri.
c. Pendekatan hasil, berkaitan dengan seberapa baik individu dapat menyelesaikan
pekerjaannya, dan bagaimana usahanya menyelesaikan tugasnya.
Menurut Rivai (2013:551) penilaian kinerja dapat berguna untuk :
1. Mengetahui pengembangan, yang meliputi; identifikasi kebutuhan pelatihan,
umpan balik kinerja, menentukan transfer dan penugasan dan identifikasi
kekuatan dan kelemahan karyawan.
2. Pengambilan

keputusan

administratif,

yang

meliputi;

keputusan

untuk

menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau memberhentikan karyawan,
pengakuan kinerja karyawan, PHK dan mengidentifikasi yang buruk.

3. Keperluan perusahaan, yang meliputi; perencanaan SDM, menentukan kebutuhan
pelatihan, evaluasi pencapaian tujuan perusahaan, informasi untuk identifikasi
tujuan, evaluasi terhadap sistem SDM dan penguatan terhadap kebutuhan
pengembangan perusahaan.
4. Dokumentasi, yang meliputi; kriteria untuk validasi penelitian, dokumentasi
keputusan-keputusan tentang SDM dan membantu untuk memenuhi persyaratan
hukum. (Rivai, 2013:551)
2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Pada dasarnya kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor–faktor
tersebut menurut Mangkunegara adalah faktor kemampuan dan motivasi:
a.

Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan
realita. Artinya, pimpinan dan pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata,
apabila IQ superior dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan
lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

b.

Motivasi
Motivasi diartikan sebagai sikap pimpinan dan pegawai terhadap situasi kerja di
lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi
kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka
bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja
yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain: fasilitas kerja,
iklim kerja, hubungan kerja, kebijakan pimpinan dan kondisi kerja.”
(Mangkunegara, 2011 :13-14)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, antara lain: a) Jumlah
dan komposisi dari kompensasi yang diberikan, 2) Penempatan kerja yang tepat, 3)
Pelatihan dan promosi, 4) Rasa aman di masa depan (dengan adanya pesangon dan
sebagainya, 5) Hubungan dengan rekan kerja dan 6) Hubungan dengan pemimpin
(Nitisemito, 2004: 109),
Dari beberapa faktor di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada banyak
faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, diantaranya faktor yang dominan
adalah kemampuan, motivasi, kompensasi, pelatihan/promosi, dan hubungan
kerjaantara karyawan atau dengan atasan. Faktor-faktor tersebut hendaknya perlu
diperhatikan oleh pimpinan sehingga kinerja karyawan dapat optimal.
Adapun indikator mengenai prestasi kerja menurut Mangkunegara (2011:17)
yaitu :
1.

Kualitas, meliputi akurasi ketelitian, kerapian dalam melaksanakan tugas,
mempergunakan/memelihara alat kerja dan kecakapan melakukan pekerjaan.

2.

Kuantitas kerja, meliputi output/keluaran dan target kerja dalam kuantitas kerja.

3.

Kehandalan, kemampuan karyawan dinilai mengenai sesuatu hal yang
berhubungan dengan tugas dan prosedur kerja, penggunaan alat kerja maupun
teknis atas pekerjaannya. Kehandalan juga ditinjau dari kemampuan karyawan
dalam melaksanakan tugas di luar pekerjaan maupun adanya tugas baru,
kecepatan berpikir dan bertindak dalam bekerja.

4.

Kerjasama atau hubungan kerja yang penilaiannya berdasarkan sikap karyawan
terhadap sesame rekan kerja dan sikap karyawan terhadap atasan, serta
kemudian menerima perubahan dalam bekerja.

5.

Tanggung jawab dan inisiatif kerja yang dilaksanakan bila karyawan mempunyai
ide dan berani mengemukakan dan dapat mempertanggungjawabkan setiap
pekerjaan yang dilakukan.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa kinerja atau

prestasi kerja merupakan segala sesuatu yang dihasilkan oleh karyawan melalui
pencurahan segenap kemampuan dan potensi yang ada pada diri karyawan serta
totalitas yang dimiliknya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
2.6 Pengaruh Antar Variabel Penelitian
2.6.1

Pengaruh Iklim Kerja terhadap Kompensasi
Iklim organisasi yang kondusif bagi anggota organisasi (karyawan) mampu

memberi kenyamanan dalam bekerja, bahkan kemungkinan mereka bekerja akan
bertahan dan loyal terhadap organisasi (perusahaan). Sama halnya dengan kerjasama
antar anggota organisasi dapat digunakan sebagai upaya untuk menciptakan tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Selain itu, hubungan karyawan dengan
pimpinan serta kejelasan peran yang diberikan pimpinan kepada karyawan dapat
menentukan arah besar kecilnya kompentasi di organisasi. Demikian pula dengan
berbagai peraturan dan perundangan ini jelas akan mempengaruhi sistem pemberian
kompensasi pekerja oleh setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta. Bila
kemudian hukum dan kebijakan peraturan tersebut berubah, maka dengan sendirinya
sistem kompensasi yang diberikan kepada karyawan perlu disesuaikan juga.

2.6.2 Pengaruh Iklim Kerja terhadap Motivasi Kerja dalam Meningkatkan
Kinerja
Kinerja pegawai ditentukanpula oleh faktor-faktor lingkungan luar daniklim
kerja organisasi. Bahkan kemampuan kerja dan motivasi itu pun ditentukanpula oleh
faktor-faktor lingkungan organisasi tersebut. Faktor motivasi yang berhubungan
nyata terhadap kondisi pemberdayaan karyawan di antaranya yaitu kondisi
lingkungan kerja baik secara fisik maupunnon fisik (Zainun, 2004: 59). Dengan
demikian lingkungan kerja berperan penting dalam meningkatkan motivasi kerja
yang tinggi. Jika lingkungan kerja menyenangkan, maka karyawan akan bekerja
dengan bergairah dan lebihserius. Untuk menciptakan iklim yang menyenangkan
perlu adanya pengaturan dan pengontrolan lingkungan kerja sehingga kinerja
karyawan akan semakin baik pula.
Seorang manajer perlu mengarahkan motivasi dengan menciptakan kondisi
(iklim) organisasi melalui pembentukan budaya kerja atau budaya organisasi
sehingga para karyawan merasa terpacu untuk bekerja lebih keras agar kinerja yang
dicapai juga tinggi. Pemberian motivasi harus diarahkan dengan baik menurut
prioritas dan dapat diterima dengan baik oleh karyawan, karena motivasi tidak dapat
diberikan untuk setiap karyawan dengan bentuk yang berbeda beda (Ermayanti,
2001:3).
2.6.3 Pengaruh Kompensasi terhadap Motivasi Kerja dalam Meningkatkan
Kinerja
Menurut Hasibuan (2008:87), menyatakan bahwa salah satu tujuan pemberian
kompensasi adalah motivasi. Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, maka
seorang pimpinan akan dapat dengan mudah memotivasi bawahannya. Ruky
(2001:4) menyatakan ntuk mengetahui apakah kompensasi dapat meningkatkan
motivasi, dapat merujuk pada teori Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow, yang

menyatakan bahwa imbalan terutama gaji atau upah termasuk sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhan dasar (basic physiological needs). Teori dasarnya adalah
bahwa apabila kebutuhan dasar manusia belum terpenuhi, maka manusia akan
mempunyai dorongan untuk berusaha, mungkin dengan bekerja lebih keras untuk
memperolehnya. Dengan demikian hal ini dapat untuk meningkatkan motivasi
karyawan dalam bekerja. Oleh karena itu, imbalan atau kompensasi dapat digunakan
sebagai alat untuk mendorong kinerja karyawan dengan menciptakan kebijakan dan
sistem kompensasi serta memberikan penghargaan kepada karyawan yang
memberikan kualitas kerja terbaik (Davis & Newstrom, 2008 : 124).
2.6.4 Pengaruh Iklim Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Iklim dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi.
Jika sebuah organisasi ingin berhasil dalam mewujudkan cita-cita dan tujuannya
secara utuh dan sempurna, maka dibutuhkan individu-individu yang handal sebagai
sumber daya yang akan memegang kendali tali organisasi. Agar sumber daya
manusia di dalam organisasi dapat bekerja secara optimal dan memiliki loyalitas
yang tinggi, maka organisasi harus dapat menciptakan iklim yang baik dan
menyenangkan sehingga Sumber Daya Manusia yang telah terbentuk kualitasnya
dapat terus dipertahankan dan mereka memiliki kinerja yang optimal.
2.6.5 Pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan
Kompensasi merupakan bentuk balas jasa atau imbalan yang berwujud uang
dalam bentuk tentunya yang di dalamnya termasuk tunjangan-tunjangan maupun atas
kemungkinan pemotongan yang dikenakan kepadanya di mana telah disesuaikan atas
tingkat kemampuan dan tanggung jawab maupun kemampuan risiko yang dihadapi
dalam melakukan pekerjaan yang telah ditentukan. Kompensasi mempunyai
pengaruh yang signifikan positif terhadap prestasi kerja, artinya bahwa dengan

tingkat kompensasi yang tinggi akan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai.
Adanya pertimbangan pada factor dimensi keuangan (finansial) seperti gaji,
tunjangan, insentif) dan non keuangan (non finansial) seperti diklat rekreasi dan
promosi menuntut perubahan sistem kompensasi yang sesuai dengan dinamika
tersebut (Ivancevich, 2007:297).
2.6.6 Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Motivasi merupakan hasrat didalam seseorang yang menyebabkan orang
tersebut melakukan tindakan dan tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja
seeorang. Apabila motivasi kerja seseorang bagus maka kinerja dari orang tersebut
juga pasti akan bagus begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian
McClelland, Edward Murray, Miller dan Gordon W. menyimpulkan bahwa ada
hubungan yang positif antara motivasi dengan kinerja. Artinya pegawai yang
mempunyai motivasi yang tinggi maka cenderung memiliki kinerja yang tinggi, dan
sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah dimungkinkan karena motivasinya rendah
(Mangkunegara, 2013:104). Penelitian Sharma (2013), dengan hasil penelitian bahwa
ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat motivasi karyawan pada tingkat
manajerial yang berbeda berkaitan dengan berbagai komponen kompensasi di Bank
sektor publik dan swasta India.
2.7

Kerangka Berpikir
Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan

perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen sumber daya manusia
merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya.
Setelah mencermati dan memahami berbagai pendapat dan pandangan para pakar
tentang konsep kinerja, maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwa kinerja

karyawan dipengaruhi oleh iklim kerja, kompensasi, dan motivasi kerja karyawan
atau pegawai.
Iklim organisasi atau iklim kerja merupakan persepsi anggota organisasi
(secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan
organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi
secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku orga

Dokumen yang terkait

Pengaruh Iklim Organisasi Dan Motivasi Kerja Serta Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Dosen Akademi Pariwisata Medan

2 35 153

PENGARUH KOMPENSASI, IKLIM KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA GURU PENJASKES SMP DI BANDAR LAMPUNG

3 34 98

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL GURU, IKLIM KERJA, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA GURU SD NEGERI DI KECAMATAN MEDAN DENAI.

0 9 30

PENGARUH STRES KERJA, MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PENDIDIK Pengaruh Stres Kerja, Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pendidik Study Kasus di Guru SD Negeri Kecamatan Ngrampal Sragen.

0 5 14

PENGARUH STRES KERJA, MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PENDIDIK Pengaruh Stres Kerja, Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pendidik Study Kasus di Guru SD Negeri Kecamatan Ngrampal Sragen.

0 3 16

HUBUNGAN PERSEPSI DOSEN TERHADAP KEPEMIMPINAN DIREKTUR DAN IKLIM KERJA DENGAN KINERJA DOSEN AKADEMI KEBIDANAN DI KOTA MEDAN.

0 1 32

Pengaruh Iklim Kerja, Kompensasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Pendidik Akademi Kebidanan Di Kecamatan Medan Tuntungan

0 0 16

Pengaruh Iklim Kerja, Kompensasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Pendidik Akademi Kebidanan Di Kecamatan Medan Tuntungan

0 0 2

Pengaruh Iklim Kerja, Kompensasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Pendidik Akademi Kebidanan Di Kecamatan Medan Tuntungan

0 0 16

Pengaruh Iklim Kerja, Kompensasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Pendidik Akademi Kebidanan Di Kecamatan Medan Tuntungan

0 0 4