Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 terhadap Insulin di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

15

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Mellitus
2.1.1. Definisi
Diabetes Melitus(DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemi karena pankreas tidak mampu memproduksi insulin
ataupun insulin yang tidak dapat digunakan oleh tubuh. Hiperglikemi kronik
pada pasien DM dapat menyebabkan disfungsi, kegagalan bahkan kerusakan
organ terutama mata, ginjal, pembuluh darah dan saraf (American Diabetes
Association, 2011).
2.1.2. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, klasifikasi
DM dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1. Diabetes Melitus tipe 1
(akibat kerusakan sel beta pankreas, sehingga dapat menyebabkan
defisiensi insulin)
2. Diabetes Melitus tipe 2
(akibat gangguan sekresi insulin yang dapat menyebabkan resistensi
insulin)

3. Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
(didiagnosa pada trimester kedua atau ketiga kehamilan)
4. Diabetes tipe spesifik
a. Sindrom diabetes monogenik, seperti neonatal diabetes, dan
maturity-onset diabetes of the young (MODY)

b. Penyakit eksokrin pankreas, seperti fibrosis kistik
c. Karena pengaruh obat atau zat kimia, seperti dalam pengobatan
HIV/AIDS atau paska transplantasi organ

Universitas Sumatera Utara

16

2.1.3. Patogenesis
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal adalah penyebab
utama terjadinya DM tipe 2 sehingga DM 2 didefenisikan sebagai gangguan
sekresi insulin, resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa hati, dan
gangguan metabolisme lemak. Selain itu, obesitas baik sentral maupun viseral
sangat sering disebut sebagai faktor predisposisi DM tipe 2 (Powers, 2008).

Resistensi insulin dapat menyebabkan penurunan kemampuan insulin
bekerja pada organ target (khususnya otot, hati dan lemak) karena gangguan
genetik dan obesitas.Hal tersebut mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk
kedalam organ target dan produksi glukosa hati meningkat oleh karena peninggian
glukosa dalam darah (Powers, 2008).
Obesitas dapat menjadi faktor predisposisi DM tipe 2. Hal tersebut terjadi
karena peningkatan adipose menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dan
produk asam lemak lainnya, kemudian menyebabkan peningkatan produk biologis
(asam lemak bebas yang tak tersesterifikasi, retinol binding reseptor 4 ,TNFα,adiponectin) yang memodulasi sensitivitas insulin.Sehingga akhirnya terjadi
gangguan masuknya glukosa kedalam otot, pengambilan glukosa hati meningkat
dan fungsi sel beta terganggu(Powers, 2008).

2.1.4. Diagnosa
2.1.4.1. Anamnesa
1. Gejala yang timbul
a. Keluhan klasik DM, yaitu polifagia, polidipsia, poliuria, dan penurunan
berat badan tanpa sebab yang jelas.
b. Keluhan lain seperti lemah badan, mata kabur, kesemutan, gatal,
disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.
2. Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu seperti kadar glukosa darah,

A1C, dan hasil pemeriksaan khusus lainnya yang berhubungan dengan DM

Universitas Sumatera Utara

17

3. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak atau dewasa muda
4. Pengobatan yang pernah didapat sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi
kesehatan
5. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani
6. Riwayat

komplikasi

akut

(ketoasidosis


diabetik,

hiperosmolar

hiperglikemia, dan hipoglikemia)
7. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik ( komplikasi pada ginjal,
mata, saluran pencernaan, dll.)
8. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
9. Faktor resiko yang dimiliki seperti merokok, hipertensi, riwayat penyakit
jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk
penyakit DM dan metabolik lain)
10. Riwayat penyakit dan pengobatan diluar DM
11. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
12. Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan
(PERKENI, 2011)

2.1.4.2. Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan IMT
2. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran ortostatik bila terdapat

indikasi
3. Pemeriksaan funduskopi
4. Palpasi tiroid
5. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyutikan
insulin)
6. Pemeriksaan neurologi
7. Evaluasi nadi dengan cara palpasi maupun dengan menggunakan stetoskop

Universitas Sumatera Utara

18

8. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah termasuk jari
(American Diabetes Association, 2012)
2.1.4.3. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah puasa dan glukosa darah 2 jam post prandial
2. A1C
3. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan
trigliserida)
4. Kreatinin serum

5. Albuminuria
6. Keton, sedimen, dan protein dalam urin
7. Elektrokardiogram
8. Foto sinar-x dada
(PERKENI, 2011)
DM dapat didiagnosa berdasarkan pemeriksaan kriteria A1C dan kriteria
plasma glukosa, yaitu glukosa plasma puasa, glukosa plasma sewaktu dan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Semua tes tersebut dapat digunakan untuk
penyaringan dan diagnosa DM.
A1C memiliki beberapa keuntungan dibandingkan pemeriksaan plasma
glukosa, yaitu kadar glukosa darah tidak dipengaruhi oleh diet(tidak perlu puasa)
dan

mencerminkan glukosa darah 1-2 bulan sebelum pemeriksaan. Tapi

penggunaan A1C masih memiliki kendala diantaranya harganya yang mahal dan
masih terbatasnya pemeriksaan pada daerah-daerah di negara berkembang
(American Diabetes Association, 2015).
Sementara itu, pemeriksaan kriteria plasma glukosa dapat ditegakkan
melalui tiga cara, yaitu :

a. Jika terdapat keluhan klasik, maka penegakkan diagnosa sudah cukup
dengan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL.

Universitas Sumatera Utara

19

b. Pada pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL disertai keluhan
klasik.
c. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Pemeriksaan ini lebih spesifik dan
sensitif dibanding glukosa plasma puasa dengan pemberian beban 75 gram
glukosa. Akan tetapi, TTGO sulit dilakukan berulang-ulang dan jarang
digunakan dalam praktik karena membutuhkan persiapan khusus.

Tabel 2.1. Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

Atau
2. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
* Pemeriksaan HbA1c (≥6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik. (PERKENI, 2011)
Namun apabila pada pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal ataupun
DM, maka kelompok tersebut dapat digolongkan kedalam kelompok Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT).
Adapun kriterianya sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

20


1. TGT
Diagnosa dapat ditegakkan apabila setelah pemeriksaan TTGO didapati
kadar glukosa plasma 2 jam setelah pemberian beban antara 140 – 199
mg/dL (7,8 – 11,0 mmol/L).
2. GDPT
Diagnosa dapat ditegakkan apabila setelah pemeriksaan didapati kadar
glukosa plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO kadar gula darah 2 jam setelah pemberian beban 30
(PERKENI, 2011)

2.1.5.1.2. Latihan jasmani
Latihan jasmani pada pasien DM dapat mengurangi resiko penyakit
kardiovaskular dan akan meningkatkan angka harapan hidup. Kegiatan fisik dapat
meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik, psikis maupun sosial serta tampak
bugar. Namun akibat kemajuan teknologi, banyak pasien DM yang malas untuk
berolahraga bahkan bergerak dan hanya mengandalkan kemudahan teknologi.
Maka dirancanglah suatu kegiatan fisik yang teratur dan terencana bagi pasien
DM (Soebardi, 2009).
Latihan jasmani yang disarankan yaitu olahraga teratur 3-5 kali perminggu

dengan intensitas yang ringan atau sedang (60-70% Maximum Heart Rate ).
Olahraga yang dilakukan sebaiknya yang dapat meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda (Soebardi, 2009).
Pada pasien DM yang telah mendapat terapi insulin harus mendapat
perhatian, terutama pada saat pemulihan. Hipoglikemi dan peningkatan kadar
insulin dapat terjadi. Bila insulin disuntikkan pada daerah lengan atau paha dapat
memperbesar kemungkinan terjadi hipoglikemi karena peningkatan hantaran
insulin ke darah akibat pemompaan oleh otot pada saat berkontraksi. Sehingga

Universitas Sumatera Utara

25

sebelum latihan jasmani, dianjurkan penyuntikan insulin pada daerah abdomen
(Soebardi,2009).
Waktu yang dianjurkan untuk latihan jasmani setelah makan, saat kadar
gula darah berada pada puncaknya dengan durasi 30 – 60 menit. Latihan jasmani
yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa dari hati dan
peningkatan produksi benda – benda keton (Soebardi,2009).


2.1.5.2. Penatalaksanaan Medikamentosa
2.1.5.2.1. Obat Hipoglikemik oral
Apabila pasien telah melakukan pengaturan pola makan dan latihan jasmani
yang teratur namun kadar gula darah tidak mencapai target atau tidak turun, maka
penggunaan obat hipoglikemik oral dapat dipertimbangkan.
1. Biguanid
Biguanid bekerja dengan cara menurunkan produksi glukosa dari hati,
menurunkan penyerapan glukosa di saluran cerna,dan meningkatkan
kerja insulin. Kelebihan biguanid tidak menambah berat badan, tidak
terjadi hipoglikemi, dan mengurangi resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular. Sementara kerugiannya mempunyai efek samping
gastrointestinal, asidosis laktat, serta defisiensi vitamin B12.
2. Sulfonilurea (generasi kedua)
Sulfonilurea

berkerja

dengan

meningkatkan

sekresi

insulin.

Sulfonilurea dapat ditoleransi oleh tubuh dengan baik dan mengurangi
resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Namun pemakaiannya dapat
menyebabkan hipoglikemi, berat badan bertambah, dan cepat habis
dalam tubuh.

Universitas Sumatera Utara

26

3. Meglitinid
Meglitinid mampu meningkatkan sekresi insulin. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemi setelah makan karena diabsorpsi dengan cepat.

4. Tiazolidindion (Glitazon)
Tiazolidindion dapat meningkatkan sensitivitas insulin di perifer.
Namun penggunaan tiazolidindion dapat meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskular sehingga pemberiannya kontraindikasi pada pasien
dengan gagal jantung.
5. α-Glukosidase inhibitor
α-Glukosidase inhibitor bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di
usus halus sehingga dapat menurunkan glukosa post prandial. Namun
mempunyai efek samping pada gastrointestinal seperti kembung,
flatulen, dan diare.
(American Diabetes Association, 2012)

2.1.5.2.2. Insulin
Insulin sudah ditemukan lebih dari 80 tahun yang lalu dan merupakan
penemuan terbesar abad XX dalam dunia kedokteran. Insulin adalah hormon
yang dihasilkan oleh sel beta pankreas yang terdiri dari rangkaian asam amino.
Apabila terdapat rangsangan pada sel beta pankreas, insulin akan disintesis,
dan kemudian disekesikan ke dalam darah untuk mengatur regulasi glukosa
darah (Manaf, 2009).
Keuntungan insulin dibandingkan obat hipoglikemi oral yaitu insulin
enzim yang terdapat di dalam tubuh. Karena insulin merupakan zat alami
tubuh, pengobatan dapat diberikan sesuai dengan pola sekresinya sebagai
insulin basal atau insulin prandial. Selain itu manfaat pemberian insulin
khususnya pada DM tipe 2 yaitu mencegah kerusakan endotel, menekan
proses inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis, dan memperbaiki profil

Universitas Sumatera Utara

27

lipid. Dengan begitu, gejala klinis dan komplikasi pada DM akan lebih baik
(PB-PABDI, 2013).
Awalnya terapi insulin hanya digunakan untuk DM tipe 1. Namun pada
kenyataannya terapi insulin lebih banyak digunakan pada DM tipe 2 karena
prevalensinya yang lebih tinggi dibanding DM tipe 1. Terapi insulin dapat
digunakan pada beberapa keadaan seperti kegagalan obat hiperglikemi oral,
pengendalian kadar glukosa yang buruk yaitu A1C lebih dari 7,5 % atau kadar
glukosa darah puasa lebih dari 250 mg/dL, riwayat pankreatektomi, disfungsi
pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang melebar, riwayat
ketoasidosis, penyandang DM lebih dari 10 tahun (PB-PABDI, 2013).
Insulin dapat dibagi berdasarkan lama kerjanya, yaitu :
1. Insulin rapid acting
Insulin ini mempunyai onset yang cepat yaitu 5 – 15 menit dan mencapai
puncaknya pada 30 – 90 menit serta efektivitasnya bertahan 4 – 6 jam.
Yang termasuk dalam golongan ini yaitu lispro, aspart dan glulisin. Insulin
jenis ini digunakan sebagai insulin prandial karena onsetnya yang cepat.
2. Insulin short acting
Insulin ini mempunyai onset yang cepat yaitu 30 – 60 menit dan mencapai
puncaknya pada 2 – 3 jam serta efektivitasnya bertahan 8 – 10 jam. Yang
termasuk dalam golongan ini yaitu insulin reguler, actrapid. Insulin jenis
ini digunakan sebagai insulin prandial karena onsetnya yang cepat.
3. Insulin intermediate acting
Insulin ini mempunyai onset 2 – 4 jam dan mencapai puncaknya pada 4 –
10 jam serta efektivitasnya bertahan 12 – 18 jam. Yang termasuk dalam
golongan ini yaitu NPH (Netral Protamine Hegederon). Insulin jenis ini
digunakan untuk memenuhi kebutuhan insulin basal.

Universitas Sumatera Utara

28

4. Insulin long acting
Insulin ini mempunyai onset 2 – 4 jam dan tidak memiliki peak of action
serta efektivitasnya bertahan 20 – 24 jam. Yang termasuk dalam golongan
ini yaitu detemir dan glargin. Insulin jenis ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan insulin basal karena kadarnya yang dapat bertahan lama
didalam tubuh.
5. Insulin campuran
Insulin campuran merupakan kombinasi dari insulin short acting dan
intermediate acting, sehingga preparat ini dapat digunakan sebagai insulin

prandial dan basal. Preparat yang tersedia antara lain humalin 70/30
humalog mix 50/50.
(Goldfine,et al, 2010 ;Hirsch, 2005)

Gambar 2.1 Profil farmakokinetik insulin (Hirsch, 2005 dalam PB-PABDI, 2013)

Universitas Sumatera Utara

29

2.2. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo(2007), pengetahuan adalah hasil dari tahu yang
terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Sebagian besar pengetahuan manusia berasal dari indera penglihatan (mata) dan
pendengaran (telinga).
Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu
rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni:
a. Tahu (know)
Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke
dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena
itu, tahu merupakan tingkatan pengalaman yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension )
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang
diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application )
Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan
kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponenkomponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

30

e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation )
Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek
(Notoatmodjo, 2007).
2.3. Sikap
Merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus
ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang tertutup.
Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007),
sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni:
a. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
b. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain :
a. Menerima (receiving )
Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.
b. Merespon (responding )
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan.

Universitas Sumatera Utara

31

c. Menghargai (valuing )
Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible )
Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan
segala resiko.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon
terhadap suatu objek. Orang lain berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan
bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya.
Namun secara tidak mutlakdapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan
loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku.
2.4. Perilaku
Perilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan. Jadi perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Ada 2 hal yang dapat mempengaruhi perilaku yaitu faktor genetik
(keturunan) dan lingkungan. Faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar
atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya.
Lingkungan adalah kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku
tersebut.
Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengemukakan
bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan
tanggapan (respon). Ia membedakan ada dua respon yakni:
a. Respondent respons ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan
tertentu. Respon-respon yang timbul umumnya relatif tetap.
b. Operant respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut reinforcing stimuli

Universitas Sumatera Utara

32

karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respon yang telah
dilakukan organisme.
Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan dan makanan
serta lingkungan. Menurut Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan (health related behavior ) sebagai berikut:
a. Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berhubungan ddengan tindakan atau
kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa
sakit.
c. Perilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang
sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

2.5. Pengetahuan, sikap dan perilaku pasien DM tipe 2 terhadap insulin
Menurut beberapa penelitian sebelumnya, terdapat beberapa hambatan
saat awal penggunaan insulin. Penelitian tersebut diantaranya:
1. Menurut Budhiarta, et al (2013), awal penggunaan insulin masih memiliki
kendala dan hambatan. Dari data penelitian yang mereka peroleh didapat
berbagai alasan sebagai berikut :
a. Takut dengan jarum suntik
b. Takut dengan sakit atau nyeri yang ditimbulkan
c. Takut gemuk
d. Takut terjadi hipoglikemi / komplikasi yang lain
e. Harga insulin mahal
f. Tidak pandai / bingung memakai insulin
g. Tanggapan lingkungan yang negatif
h. Trauma, dll

Universitas Sumatera Utara

33

2. Menurut Tarigan (2013), masih banyak rumor yang salah beredar di
masyarakat. Diantaranya yaitu :
a. Insulin menyebabkan kecanduan
Insulin dipersepsikan masyarakat seperti narkoba, padahal insulin tidak
menyebabkan ketagihan apalagi kecanduan. Semuanya tergantung dari
kapasitas pankreas yang dapat memproduksi insulin dan derajat
resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin.
b. Insulin hanya untuk DM tipe 1
Pasien DM tipe 2 juga sering membutuhkan insulin apabila kapasitas
pankreasnya sudah jelek, karena bisa saja pasien tersebut penyakitnya
sudah lama namun baru terdiagnosa.
c. Insulin hanya dipakai bila penyakitnya sudah parah dan sebagai jalan
terakhir
DM adalah penyakit kronik, maka konsep penatalaksanaannya sebisa
mungkin mengontrol glukosa darah dalam batas normal. Saat ini
beberapa pedoman pengobatan menganjurkan kombinasi obat makan
dengan insulin tanpa harus menunggu gagal dengan 2 atau 3 obat.
d. Suntik insulin sakit
Jarum insulin berukuran supra kecil dengan panjang kurang dari
setengah sentimeter dan dilapisi dengan silikon sehingga membuat rasa
sakit hampir tidak ada.
e. Harga insulin mahal
Hampir semua sediaan insulin saat ini masuk dalam daftar obat PT
Askes (Asuransi

Kesehatan) dan Askeskin(Asuransi Kesehatan

Keluarga Miskin) sehingga para pengguna asuransi tidak perlu
khawatir.
f. Insulin dapat menyebabkan kebutaan
Jika DM dapat dikontrol dengan baik, maka resiko kebutaan dapat
dihindari.

Universitas Sumatera Utara

34

g. Insulin dapat menyebabkan cuci darah
Dengan DM yang terkontrol, pasien justru diharapkan tidak sampai cuci
darah. Pasien sering datang dengan gangguan fungsi ginjal yang berat
lalu ditawarkan insulin, sehingga mereka beranggapan insulinlah yang
menyebabkan cuci darah.
h. Repot, memerlukan banyak waktu dan hidup menjadi terkekang / tidak
bebas
Biasanya para dokter menawarkan untuk sekali suntikan sehari dan
dikombinasikan dengan obat makan yang sudah dipakai sebelumnya.
Insulin saat ini juga sudah dikemas dalam bentuk pen yang praktis dan
mudah dibawa kemana-mana.
i. Insulin terbuat dari babi
Tidak ada lagi insulin yang terbuat dari binatang, semuanya
menggunakan insulin dengan asam amino manusia atau derivatnya.
Insulin juga bukan diekstrak dari pankreas orang yang telah meninggal.
j. Insulin dapat menyebabkan hipoglikemi
Resiko hipoglikemi dapat diminimalisir dengan edukasi yang baik,
pengawasan dan kerjasama dokter, dan monitoring gula darah yang
sesuai.
k. Insulin membuat kenaikan berat badan
Sediaan insulin analog memiliki efek peningkatan berat badan yang
lebih kecil dibandingkan dengan insulin biasa. Cara lain untuk
meminimalisir yaitu dengan melakukan kombinasi obat golongan
biguanid dan olahraga yang teratur serta mengikuti pola makan yang
dianjurkan.

3. Menurut Lestari (2013), inisiasi insulin memiliki beberapa hambatan yang
akhirnya menyebabkan pasien menolak menggunakan insulin sehingga
terapi yang diberikan menjadi tidak efektif. Beberapa hambatannya yaitu :
a. Hipoglikemi

Universitas Sumatera Utara

35

Alasan terbesar pasien menolak insulin yaitu takut terjadi hipoglikemi.
Hipoglikemi terjadi karena tidak tepatnya pemberian insulin seperti
dosis, waktu maupun jenis insulin yang digunakan.
b. Penambahan berat badan
Penambahan berat badan sering terjadi pada minggu pertama sampai
beberapa bulan setelah memakai insulin dan setelah satu tahun
peningkatan berat badan akan semakin rendah. Peningkatan terjadi
karena tidak ada lagi glukosuria sehingga glukosa tidak terbuang dan
efek lain karena terkendalinya glukosa darah.
c. Mitos dan persepsi yang salah tentang insulin
Persepsi yang salah terhadap insulin karena pasien menganggap terapi
insulin diberikan karena adanya kegagalan mengontrol glukosa darah.
d. Efektivitas penggunaan terapi
Pasien merasa sulit menggunakan insulin karena tidak percaya diri
untuk memberikan insulin sendiri.

Universitas Sumatera Utara