Tinjauan Yuridis Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Sumut Yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (Studi Pada Bank Sumut)

23

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT

A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit
Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli,
namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu
kepercayaan. 5
Kredit menurut etimologi berarti “percaya, karena pihak yang
memperoleh kredit

pada dasarnya,

adalah

pihak

yang

memperoleh


kepercayaan”. 6
Dalam perkembangannya kata kredit berubah makna menjadi
pinjaman. Memang diakui bahwa pinjaman yang diberikan oleh pihak kreditur
kepada debitur dilandasi kepercayaan, bahwa pada suatu waktu tertentu
pinjaman tersebut dikembalikan ditambah imbalan jasa tertentu.
“ Dalam pengertian kredit ada terdapat pengertian transfer antara waktu
sekarang dengan waktu yang akan datang. Dengan demikian didefinisikan
sebagai suatu hak untuk menggunakan uang dalam batas waktu tertentu
berdasarkan pertimbangan tertentu “. 7
Istilah kredit berasal dari kata bahasa Romawi “credere” dan berarti
kepercayaan. Dasar dari kredit adalah kepercayaan bahwa pihak lain ada

5

H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Mulia Sari, Jakarta, 1994, hal. 99.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besae BAhasa Indonesia, PN. Balai Pustaka,
Jakarta, 2003, hal. 600.
7
Harry Waluya, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 1993,

hal.115
6

15

Universitas Sumatera Utara

24

pada masa yang

akan datang akan memenuhi segala sesuatu yang telah

dijanjikan. Apa yang dijanjikan untuk dipenuhi itu dapat berupa : barang, uang
atau jasa “. 8
Pinjaman yang diberikan (kredit) ialah penyediaan uang atau tagihantagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjammeminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal, pihak peminjam
berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga yang telah ditetapkan . 9
Kredit berarti suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak
lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang

akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi.
Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, yang
berarti bahwa

pemberian

kredit adalah pemberian kepercayaan oleh Bank

sebagai pemberi kredit, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah
diyakini akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan
syarat-syarat yang telah disetujui bersama.
Berdasarkan pengertian kredit seperti tersebut di atas, maka ditarik
suatu kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pemberian kredit
adalah :
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa prestasi
(uang) yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dari si
penerima kredit pada suatu masa yang akan datang.
8

Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal.44.

Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1999, hal.44.
9

Universitas Sumatera Utara

25

b. Waktu, yaitu jangka waktu antara saat pemberian prestasi dengan saat
pengembaliannya.
Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian tentang nilai agio uang
yaitu nilai uang sekarang lebih berharga daripada uang di masa yang
datang.
c. Resiko, yaitu risiko sebagai akibat yang akan dapat timbul pada
pemberian kredit. Guna menghindari risiko, maka sebelum kredit
diberikan harus dilakukan penilaian secara cermat dan dilindungi
dengan agunan/jaminan kredit sebagai benteng terakhir dalam
pengamanan kredit.
d. Prestasi, dalam hubungannya dengan pemberian kredit. Yang
dimaksud dengan prestasi adalah uang. 10

Inventarisasi dari perjanjian kredit yang ada hingga saat ini adalah
sebagai berikut :
a. Perjanjian pinjam-meminjam uang (KUH Perdata Bab XIII).
b. Perjanjian pinjam-meminjam di dalam Undang-undang melepas uang
(Geldschietersardonantie S. 1938 No. 552).
c. Perjanjian pinjam uang di dalam Undang-undang Riba (Woeker
Ordonantie S. 1938 No. 524).
d. Perjanjian Kredit (Undang-undang Perbankan).
e. Perjanjian Kartu Kredit (Undang-undang Perbankan).
f. Perjanjian Sewa Guna Usaha (Undang-undang Perbankan)
g. Perjanjian sewa beli (Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/80).
h. Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali (KUH Perdata).
Dari inventarisasi di atas dapat dibedakan dua kelompok perjanjian
kredit yaitu :
1. Perjanjian kredit uang, terlihat pada perjanjian kredit perbankan dan
10

Mohammad Djohan, Perbankan di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1990, hal.5

Universitas Sumatera Utara


26

perjanjian kartu kredit,
2. Perjanjian kredit barang, terlihat pada perjanjian sewa beli dan perjanjian
sewa guna usaha. 11
Jadi perjanjian kredit bank tergolong ke dalam perjanjian kredit uang.
Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undangundang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebut dalam Pasal 1 butir 11
bahwa :
“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga “.
Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis yang tunduk
kepada Pasal 1754 KUH Perdata 12 yang merupakan kelompok perjanjian
khusus (bernama), sehingga perjanjian kredit tergolong dalam kategori KUH
Perdata.
Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa Undang-undang Perbankan
menunjuk “ Perjanjian Pinjam Meminjam “ sebagai acuan dari perjanjian
kredit, yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata, disebutkan bahwa,

perjanjian pinjam meminjam ialah “Perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang

11

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1989, hal. 39-

140.
12

S. Mantayborbir, et.all, Pengurusan Piutang Macet Pada PUPN/BUPLN (Kajian Teori
dan Praktik), Pustaka Bangsa, Jakarta, 2001, hal. 18.

Universitas Sumatera Utara

27

yang bisa habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula “.

Dalam ketentuan perbankan yang berlaku hingga saat ini, belum
ditemukan secara tegas tentang bagaimana seharusnya bentuk perjanjian kredit
itu dibuat.
Dari definisi kredit yang dikemukakan

dalam Undang-undang

Perbankan, maka elemen-elemen dari perjanjian kredit itu adalah :
a. Para pihak.
1) Undang-undang

Perbankan

mengemukakan

bahwa

pihak

yang


diperbolehkan untuk menyalurkan atau menyediakan kredit adalah
badan tertentu saja yaitu Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat dan
bentuk usaha lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (Pasal 21
ayat (1) dan (2)).
2) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya, wajib mendapat izin usaha sebagai
bank umum atau perkreditan rakyat dari Menteri setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia, kecuali kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat tersebut diatur dalam Undang-undang tersendiri (Pasal 16).
b. Bunga.
Undang-undang Perbankan menentukan bahwa untuk perjanjian kredit ini
dapat disyaratkan bunga, namun tidak ada ketentuan tingkat bunga.

Universitas Sumatera Utara

28

c. Batas maksimum pemberian kredit.
Di dalam Undang-undang Perbankan ditentukan bahwa Bank Indonesia

menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang
serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok
peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang
sama dengan bank yang bersangkutan (Pasal 11 ayat (1)).
d. Jaminan.
Jaminan merupakan pengamanan bagi pemberi kredit. Undang-undang
Perbankan menentukan bahwa yang dapat menjadi jaminan adalah
kelayakan proyek dan barang jaminan, serta hak tagih yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan.
e. Jangka waktu.
Di dalam perjanjian kredit perlu ditentukan jangka waktu, karena kredit
adalah pinjaman dan akhirnya pada suatu waktu harus dikembalikan
kepada penyedia kredit.
f. Bentuk perjanjian kredit.
Di lingkungan perbankan perjanjian baku sudah lazim dipergunakan.
Perjanjian baku

adalah


perjanjian yang materinya ditentukan terlebih

dahulu secara sepihak oleh kreditur dan ditawarkan kepada masyarakat
untuk digunakan secara massal atau individual.

Universitas Sumatera Utara

29

B. Fungsi Kredit
Dalam membahas fungsi kredit, kita tidak dapat melepaskan diri dan
falsafah yang dianut oleh suatu negara. Di negara-negara liberal tujuan kredit
didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip
ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan, yaitu dengan
pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat (keuntungan)
yang sebesar-besarnya.
Oleh

karena

pemberian

kredit

dimaksud

untuk

memperoleh

keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada
nasabahnya dalam bentuk kredit, jika ia betul-betul merasa yakin bahwa
nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan
kredit yang telah diterimanya. Dari faktor kemampuan dan kemauan tersebut,
tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan
(profitability) dari suatu kredit. Kedua unsur tersebut saling berkaitan.
Keamanan atau safety yang dimaksud adalah bahwa prestasi yang
diberikan dalam bentuk uang, barang, atau jasa itu betul-betul terjamin
pengembaliannya, sehingga keuntungan/profitability yang diharapkan itu dapat
menjadi kenyataan.
Keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit
yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima. Dan karena Pancasila adalah
sebagai dasar dan falsafah negara kita, maka tujuan kredit tidak semata-mata
mencari keuntungan, melainkan disesuaikan dengan tujuan negara yaitu untuk

Universitas Sumatera Utara

30

mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dengan
demikian maka tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank
pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development
adalah untuk :
1. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.
2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna
menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin, dan dapat
memperluas usahanya.
Dari tujuan tersebut, tersimpul adanya kepentingan yang seimbang
antara:
1. Kepentingan pemerintah,
2. Kepentingan masyarakat (rakyat), dan
3. Kepentingan pemilik modal (pengusaha).
Bank-bank swasta seyogianya menyesuaikan diri dengan tujuan kredit
seperti tersebut di atas.
Berdasarkan kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku di negara kita, maka secara umum dapat
dikemukakan bahwa kebijakan kredit perbankan adalah sebagai berikut :
1. Pemberian kredit harus sesuai dan seirama dengan kebijakan moneter dan
ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

31

2. Pemberian kredit harus selektif dan diarahkan kepada sektor-sektor yang
diprioritaskan.
3. Bank dilarang memberikan kredit kepada usaha-usaha yang diragukan
bank ability-nya.
4. Setiap kredit harus diikat dengan suatu perjanjian kredit (akad kredit). Di
sini tersirat pertimbangan yuridis dari revenue (penghasilan pemerintah
dengan adanya bea materai kredit).
5. Overdarft (penarikan uang dari bank melebihi saldo giro atau melebihi
plafon kredit yang disetujui) dilarang.
6. Pemberian kredit untuk pembayaran kembali kepada pemerintah dilarang
(kredit untuk membayar pajak dan bea cukai).
7. Kredit tanpa jaminan dilarang (pertimbangan keamanan dan safety).
Dalam kehidupan perekonomian yang modern, bank memegang
peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, organisasi-organisasi bank
selalu diikutsertakan dalam menentukan kebijakan di bidang moneter
pengawasan devisa, pencatatan efek-efek, dan lain-lain. Hal ini antara lain
disebabkan usaha pokok bank adalah memberikan kredit, dan kredit yang
diberikan oleh bank yang mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam segala
bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi.
Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan
perdagangan antara lain sebagai berikut :
1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang

Universitas Sumatera Utara

32

a. Para pemilik uang/modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya
kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan
produksi atau untuk meningkatkan usahanya.
b. Para pemilik uang/modal dapat menyimpan uangnya pada lembagalembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada
perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.
2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan
pembayaran baru seperti cek, giro bilyet, dan wesel, sehingga apabila
pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, giro bilyet, dan wesel
maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Di samping itu kredit
perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran
uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang pula.
3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang
Dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku
menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi
meningkat. Di samping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran
barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli
barang-barang dari satu tempat dan menjualnya ke tempat lain. Pembelian
tersebut uangnya berasal dari kredit. hal ini juga berarti bahwa kredit
tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu barang.
4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi

Universitas Sumatera Utara

33

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada
usaha-usaha antara lain :
a. Pengendalian inflasi,
b. Peningkatan ekspor, dan
c. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
Untuk menekan laju inflasi pada tahun 1966, yang lebih kurang berkisar
650%, melalui pemberian kredit yang selektif dan terarah, untuk
melindungi usaha-usaha yang bersifat nonspekulatif.
Arus kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan
pembatasan

kualitatif

dan

kuantitatif.

Tujuannya

adalah

untuk

meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa di
ekspor. Kebijakan tersebut telah berhasil dengan baik.
5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusahaan
Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut,
namun ada kalanya dibatasi oleh kemampuan di bidang permodalan.
Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi
kekurangmampuan para pengusaha di bidang permodalan tersebut,
sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya.
6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan
Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas
usahanya dan memberikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan
pendirian

proyek

baru

akan

membutuhkan

tenaga

kerja

untuk

Universitas Sumatera Utara

34

melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian mereka akan
memperoleh pendapatan. Apabila perluasan usaha serta pendirian proyekproyek baru telah selesai, maka untuk mengelolanya diperlukan pula
tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenaga-tenaga kerja tersebut, maka
pemerataan pendapatan akan meningkat pula.
7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional
Bank-bank besar di luar negeri mempunyai jaringan usaha, dapat
memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Begitu juga
negara-negara yang telah maju mempunyai cadangan devisa dan tabungann
yang tinggi, dapat memberikan bantuan-bantuan dalam bentuk kredit
kepada negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun.
Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan
ekonomi antarnegara yang bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan
hubungan internasional.

C. Hak dan Kewajiban Debitur dan Kreditur
Dalam penyebutan pihak yang berutang atau yang memberi utang
dalam bidang perbankan dikenal istilah Debitur atau Kreditur. Pasal 1 angka 2
dan 3 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang): menyebutkan:
1. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau

Universitas Sumatera Utara

35

Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
2. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan”
Pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam hukum perjanjian
dijamin oleh undang-undang. Pengaturan tentang hak dan kewajiban kreditur
dan debitur dalam perjanjian mencerminkan sejumlah asas yang menjadi
prinsip-prinsip atau asas-asas perjanjian.
Dalam terminologi hukum, hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang
seharusnya diterima atau dilaksanakan atas suatu objek yang diperjanjikan.
Objek perjanjian dalam hukum perikatan merupakan sesuatu yang menjadi
tujuan para pihak. Pelaksanaan hak dan kewajiban dalam hukum perikatan
disebut prestasi.
Adapun hak kewajiban debitur dan kreditur dalam perjanjian kredit
meliputi:
1. Debitur:
a. Hak:
1) Menerima sejumlah dana yang dipinjam dari pihak kreditur.
2) Memakai dana sesuai dengan peruntukannya.
b. Kewajiban:
1) Melakukan pembayaran kredit sesuai dengan tanggal yang
disepakati
2) Membayar denda dan biaya administrasi lainnya apabila terlambat

Universitas Sumatera Utara

36

dalam membayar kredit.
3) Menyerahkan hak kebendaan dari benda jaminan hutang.
2. Kreditur:
a. Hak:
1) Menerima pembayaran hutang debitur.
2) Menetapkan sejumlah biaya dari proses hutang piutang debitur.
3) Menetapkan denda atas keterlambatan pembayaran debitur.
4) Menguasai objek jaminan hutang.
b. Kewajiban:
1) Menyerahkan sejumlah dana yang dipinjam oleh debitur.
2) Mengelola penguasaan hak kebendaan secara baik.

D. Penyelesaian Wanprestasi
Di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 (dua) macam subjek
hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan
kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka
perbuat.
Di dalam suatu perjanjian ada kemungkinan salah satu pihak tidak
melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang
telah mereka sepakati bersama-sama. Apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau lebih jelas apa yang merupakan
kewajiban menurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dikatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

37

pihak tersebut wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi prestasi yang
diperjanjikan dalam perjanjian.
Wirjono Prodjodikoro, mengatakan: “ Wanprestasi adalah berarti
ketiadaan suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal harus
dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa
Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan
pelaksanaan janji untuk wanprestasi”. 13
Lebih tegas Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa: “Apabila
dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa
yang diperjanjikan, maka dikatakan debitur itu wanprestasi”. 14
Dari uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa sebenarnya
yang dimaksud dengan wanprestasi itu. Untuk menentukan apakah seorang
(debitur) itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan
dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai atau alpa tidak
memenuhi prestasi.
Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh
salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian.
Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita
kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya
kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin.

13

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1991, hal.

44.
14

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hal. 33.

Universitas Sumatera Utara

38

Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang
menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu :
a. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian
b. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi
c. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi
d. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian
e. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti
rugi.
Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan
tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan pasal 1266
KUH Perdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim.
Dengan demikian berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, apabila satu
pihak wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum
dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim.
Ada berbagai model bagai para pihak yang tidak memenuhi
prestasinya walaupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakannya.
Model-model wanprestasi tersebut menurut Munir Fuadi adalah sebagai
berikut:
a. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi
b. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi.

Universitas Sumatera Utara

39

c. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi. 15
Subekti mengemukakan bahwa: Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan)
seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
b. Melaksanakan

apa

yang

diperjanjikan,

tetapi

tidak

sebagaimana

diperjanjikan
c. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat
d. Melaksanakan

sesuatu

yang

menurut

perjanjian

tidak

boleh

dilaksanakannya. 16
Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi, dalam ilmu hukum
perjanjian dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan doktrin
pemenuhan prestasi substansial, yaitu suatu doktrin yang mengajarkan bahwa
sungguhpun satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna,
tetapi jika dia telah melaksanakan prestasinya

tersebut secara substansial,

maka pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara sempurna.
Apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara substansial, maka
dia disebut tidak melaksanakan perjanjian secara material.
Berdasarkan hal tersebut, jika telah dilaksanakan substansial
performance terhadap

perjanjian yang bersangkutan, tidaklah berlaku lagi

doktrin exceptio non adimpleti contractus, yakni doktrin yang mengajarkan

15

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, hal. 89.
16
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hal. 23.

Universitas Sumatera Utara

40

bahwa apabila satu pihak tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak lain
dapat juga tidak melaksanakan prestasinya.

Universitas Sumatera Utara