Aspek Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada PT. Bank XYZ

(1)

TESIS

Oleh

BAMBANG FITRIANTO

097011104/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

BAMBANG FITRIANTO

097011104/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Sanwani Nasution, SH)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Sanwani Nasution, SH

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris Rosniaty Siregar,SH, MKn


(5)

Nim : 097011104

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ASPEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK XYZ

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :BAMBANG FITRIANTO


(6)

kemampuan sampai dengan pembayaran uang muka, sehingga mereka perlu dibantu dengan Kredit Pemilikan Rumah.Guna memberikan perlindungan kepada pihak kreditur/bank dan untuk menjamin pelunasan hutang debitur, biasanya bank meminta debitur untuk menyerahkan jaminan berupa tanah/bangunan. Hal ini merupakan unsur yang sangat penting, karena kredit yang tidak memiliki jaminan yang cukup mengandung resiko yang cukup tinggi, bila debitur wanprestasi. Aspek jaminan seringkali dihadapi dengan permasalahan pada saat pengajuan permohonan kredit karena tidak semua nasabah/masyarakat memiliki jaminan berupa tanah/bangunan dan tidak semua jaminan yang ada pada nasabah sudah bersertifikat SHM/SHGB sehingga hal-hal ini yang selalu menjadi hambatan/kendala dalam pengajuan fasilitas kredit ke bank. Maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan tentang pengajuan permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ, hambatan apa sajakah yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ, aspek jaminan apakah yang diterapkan dan bagaimana resikonya tanah pertapakan dijadikan sebagai jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ.

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis yakni suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data-data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya, dan pendekatan secara yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang meneliti aspek jaminan yang dihubungkan dalam pemberian kredit KPR di Bank XYZ. Dan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak PT. Bank XYZ. Sedangkan analisis datanya menggunakandata kualitatif.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pelaksanaan KPR di PT. Bank XYZ mengacu pada Buku Pedoman Perkreditan Konsumen PT. Bank XYZ, dimana didalam ketentuan Pedoman Perkreditan Konsumen tersebut mengatur tentang prosedur permohonan kredit dari Sales, Mailing Room, Credit Analis, Apraisal, Pemimpin sampai dengan Admin Kredit. Dan untuk menjamin pelunasan utang debitor tersebut maka bank akan meminta jaminan dalam bentuk sertipikat hak atas tanah untuk dibebankan Hak Tanggungan. Sementara terhadap tanah pertapakan (tanah yang belum bersertipikat), maka pembuatan APHT yang diajukan pihak bank (kreditur) atas dasar SKMHT dari debitur.


(7)

payment that they needs to be help through housing loan. To protect the creditor/bank and to guarantee that the debtors pay their loan, the usually ask the debtors to submit collateral in the forms of land/building. This is a very important element because the loan without sufficient collateral contains a fairly high risk if the debtors are in default. The aspect of collateral always faces problem because when applying for a loan, not all of the customers/community members have the land/building to submit as collateral and if they have the collateral, not all of the land/building owned by the customers is with certificate of ownership (SHM) or certificate of right to build (SHGB). The research problem to be solved in this study was how the application for housing loan at PT. Bank XYZ is regulated; the constraints occurred in the implementation of Home Loan Agreement at PT. Bank XYZ; and what aspect of collateral is applied and which risk might occur if the housing site is submitted as the collateral for Housing Loan at PT. XYZ.

This was an analytical descriptive study with empirical juridical approach to provide the as-detailed-as-possible-data on human beings, condition and other symptoms and to study the aspect of collateral related to the extension of housing loan at PT. Bank XYZ. The data for this study were obtained through library research and interviews with the officers of PT. Bank XYZ. The data obtained were analyzed through qualitative data analysis.

Based on the result of this study, it can be concluded that the implementation of housing loan at PT. Bank XYZ is referred to the Consumer Credit Handbook of PT. Bank XYZ in which the procedure of credit application from Sales, Mailing Room, Credit Analyst, Appraisal, and Leader up to Administrative Credit is regulated. To guarantee the payment of debtor’s loan, the bank will ask the debtor for collateral in the form of certificate of land ownership to be imposed as Right of Collateral. For the housing site (which has no certificate), the making of APHT filed by the bank (creditor) is based on SKMHT from the debtor.


(8)

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta kesehatan lahir batin kepada penulis sehingga dapat menjalani dan menyelesaikan studi di Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan inilah, penulis membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “Aspek Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada PT. Bank XYZ”. Juga tidak lupa Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW yang selalu menjadi suri tauladan dan yang syafa’atnya selalu diharapkan seluruh umatnya.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan penghargaan dan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Ucapan terimakasih ini penulis tujukan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., atas kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(9)

menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Terimakasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof. Sanwani Nasution, SH, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., serta Notaris Syafnil Gani, SH, MHum., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, ide dan motivasi yang terbaik serta kritik dan saran yang konstruktif demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini;

5. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum.,danNotaris Rosniaty Siregar, SH, MKn., selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan serta masukan maupun saran terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini; 6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap perkuliahan kepada penulis;

7. Kedua orangtua,Ayahanda Haji Ngadimun dan Ibunda Hajjah Sutiahbeserta keluarga, Isteri Lily Nasution dan Anak-anakku tercinta Alya, Reyhan dan


(10)

ini persahabatan kita bisa tetap terjalin meskipun kita tidak bersama-sama lagi. 9. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara,Bu Fat, Lisa, Winda,Sari, Afni, Aldi, Ken, RizaldanHendri

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segaa kritik dan saran yang bersifat membangun diterima dengan tangan terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga tesis ini dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembacanya.

Medan, 11 Januari 2012 Penulis


(11)

N a m a : Bambang Fitrianto

Tempat/Tgl Lahir : Tanjungpura/04 Januari 1969 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status : Menikah

Alamat : Jalan Laksana Gang Bunga Nomor.15 Medan.

II. KELUARGA

Ayahanda : H. Ngadimun Ibunda : Hj. Sutiah Istri : Lily Nasution

Anak : 1. Cesylia Anggita Fitri 2. Primus Raihandinata 3. Nugroho Wicaksono

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 1 Gebang dari tahun 1975 sampai tahun 1981. 2. SMP Negeri Gebang dari tahun 1981 sampai tahun 1984.

3. SMA Negeri 1 Tanjung Pura dari tahun 1984 sampai tahun 1987.

4. Fakultas Hukum Universitas Darma Agung Medan dari tahun 1987 sampai tahun 1992.

5. Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dari tahun 2009 sampai tahun 2012


(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Kerangka Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian ... 22

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 22

2. Bahan Penelitian ... 23

3. Tehnik Pengumpulan Data ... 24

4. Analisa Data ... 25

BAB II PENGATURAN TENTANG PENGAJUAN PERMOHONAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR)... 26

A. Pengertian Tentang Bank dan Kredit ... 26

1. Pengertian Bank ... 26

2. Pengertian Kredit ... 29

3. Fungsi dan Jenis-Jenis Kredit ... 32


(13)

2. Penyidikan dan Analisa Kredit ... 49

3. Berkas dan Pencatatan ... 51

4. Prosedur Pengajuan Permohonan Kredit KPR di PT. Bank XYZ ... 53

BAB III HAMBATAN YANG TIMBUL DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK XYZ... 61

A. Aspek Hukum Perjanjian Kredit ... 61

1. Pengertian Perjanjian Kredit ... 61

2. Syarat Sahnya Perjanjian ... 66

3. Bentuk dan Fungsi Perjanjian Kredit ... 72

4. Berakhirnya Perjanjian Kredit ... 77

B. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Sebagai Perjanjian Pokok . 78 C. Prosedur Pelaksanaan Penandatanganan Perjanjian Kredit ... 80

D. Hambatan-Hambatan dan Upaya dalam Pelaksanaan KPR ... 82

BAB IV ASPEK JAMINAN YANG DITERAPKAN DAN RESIKO YANG TIMBUL APABILA TANAH PERTAPAKAN DIJADIKAN JAMINAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI PT. BANK XYZ... 89

A. Aspek Hukum Jaminan Kredit dan Pengikatannya ... 89

1. Pengertian dan Kegunaan Jaminan Kredit ... 89

2. Jenis-Jenis Jaminan Kredit ... 94

3. Sifat Perjanjian Pengikatan Jaminan... 98

B. Hak Tanggungan Sebagai Bentuk Pengikatan Jaminan KPR .... 102

1. Pengertian Hak Tanggungan ... 102


(14)

Tanah Pertapakan Dijadikan Sebagai Jaminan KPR Pada PT. Bank

XYZ ... 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 128


(15)

kemampuan sampai dengan pembayaran uang muka, sehingga mereka perlu dibantu dengan Kredit Pemilikan Rumah.Guna memberikan perlindungan kepada pihak kreditur/bank dan untuk menjamin pelunasan hutang debitur, biasanya bank meminta debitur untuk menyerahkan jaminan berupa tanah/bangunan. Hal ini merupakan unsur yang sangat penting, karena kredit yang tidak memiliki jaminan yang cukup mengandung resiko yang cukup tinggi, bila debitur wanprestasi. Aspek jaminan seringkali dihadapi dengan permasalahan pada saat pengajuan permohonan kredit karena tidak semua nasabah/masyarakat memiliki jaminan berupa tanah/bangunan dan tidak semua jaminan yang ada pada nasabah sudah bersertifikat SHM/SHGB sehingga hal-hal ini yang selalu menjadi hambatan/kendala dalam pengajuan fasilitas kredit ke bank. Maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan tentang pengajuan permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ, hambatan apa sajakah yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ, aspek jaminan apakah yang diterapkan dan bagaimana resikonya tanah pertapakan dijadikan sebagai jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ.

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis yakni suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data-data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya, dan pendekatan secara yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang meneliti aspek jaminan yang dihubungkan dalam pemberian kredit KPR di Bank XYZ. Dan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak PT. Bank XYZ. Sedangkan analisis datanya menggunakandata kualitatif.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pelaksanaan KPR di PT. Bank XYZ mengacu pada Buku Pedoman Perkreditan Konsumen PT. Bank XYZ, dimana didalam ketentuan Pedoman Perkreditan Konsumen tersebut mengatur tentang prosedur permohonan kredit dari Sales, Mailing Room, Credit Analis, Apraisal, Pemimpin sampai dengan Admin Kredit. Dan untuk menjamin pelunasan utang debitor tersebut maka bank akan meminta jaminan dalam bentuk sertipikat hak atas tanah untuk dibebankan Hak Tanggungan. Sementara terhadap tanah pertapakan (tanah yang belum bersertipikat), maka pembuatan APHT yang diajukan pihak bank (kreditur) atas dasar SKMHT dari debitur.


(16)

payment that they needs to be help through housing loan. To protect the creditor/bank and to guarantee that the debtors pay their loan, the usually ask the debtors to submit collateral in the forms of land/building. This is a very important element because the loan without sufficient collateral contains a fairly high risk if the debtors are in default. The aspect of collateral always faces problem because when applying for a loan, not all of the customers/community members have the land/building to submit as collateral and if they have the collateral, not all of the land/building owned by the customers is with certificate of ownership (SHM) or certificate of right to build (SHGB). The research problem to be solved in this study was how the application for housing loan at PT. Bank XYZ is regulated; the constraints occurred in the implementation of Home Loan Agreement at PT. Bank XYZ; and what aspect of collateral is applied and which risk might occur if the housing site is submitted as the collateral for Housing Loan at PT. XYZ.

This was an analytical descriptive study with empirical juridical approach to provide the as-detailed-as-possible-data on human beings, condition and other symptoms and to study the aspect of collateral related to the extension of housing loan at PT. Bank XYZ. The data for this study were obtained through library research and interviews with the officers of PT. Bank XYZ. The data obtained were analyzed through qualitative data analysis.

Based on the result of this study, it can be concluded that the implementation of housing loan at PT. Bank XYZ is referred to the Consumer Credit Handbook of PT. Bank XYZ in which the procedure of credit application from Sales, Mailing Room, Credit Analyst, Appraisal, and Leader up to Administrative Credit is regulated. To guarantee the payment of debtor’s loan, the bank will ask the debtor for collateral in the form of certificate of land ownership to be imposed as Right of Collateral. For the housing site (which has no certificate), the making of APHT filed by the bank (creditor) is based on SKMHT from the debtor.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar, hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa bank. Oleh sebab itu saat ini dan dimasa yang akan datang kita tidak akan dapat lepas dari dunia perbankan, jika hendak menjalankan aktivitas keuangan, baik perorangan maupun lembaga baik sosial maupun perusahaan.1

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan maka peranan Perbankan sangat dibutuhkan dalam menyediakan dana dan memberikan prakarsa dalam usaha pembangunan perumahan. Kehadiran sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang penghasilan ekonominya dalam level kecil dan menengah. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk pembangunan perumahan yang layak huni antara lain pembangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS).

Peranan Perbankan Sesuai Pasal 1 angka (2) UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan : “ bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam


(18)

bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.2

Pembangunan yang dibiayai melalui fasilitas kredit merupakan program dari bank untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan untuk tempat tinggal, baik itu masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, maupun penghasilan tinggi.

Tingkat ketergantungan dari para pembeli rumah sekarang ini sangat terkait dengan tingkat kebutuhan akan rumah, meningkatnya suku bunga bank akan sangat berpengaruh terhadap permintaan rumah. Berbagai usaha yang dilakukan lembaga perbankan untuk berkompetitif dalam persaingan suku bunga KPR. Hal ini memberikan peluang untuk bisa memaksimalkan Kredit Pemilikan Rumah yang dikucurkan oleh sektor perbankan untuk pembelian rumah bagi keluarga.3

Kredit Pemilikan Rumah pada bank umumnya diminati oleh para konsumen yang tidak mampu untuk membeli rumah secara tunai dan hanya mempunyai kemampuan sampai dengan pembayaran uang muka, sehingga mereka perlu dibantu dengan Kredit Pemilikan Rumah.

Bank juga dalam hal ini mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam pengembalian dana yang telah dipercayakan oleh nasabah kepadanya, untuk itu perlu diadakan suatu sistem dan prosedur pemberian kredit yang menunjang dunia usaha untuk lebih dikembangkan dan disempurnakan demi tercapainya tujuan tersebut.

2Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998.

3C.Djemabut Blaang,Perumahan dan Pemukiman Sebagai Kebutuhan Pokok, Yayasan Obor


(19)

Bank diberi tugas untuk menyediakan fasilitas kredit kepemilikan rumah bagi masyarakat dalam rangka pelaksanaan program pemerintah khusus dibidang perumahan, sebagai sasaran yang hendak dicapai dalam pemberian kredit kepemilikan rumah dengan pembayaran secara angsuran.

Selain itu sesuai Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan :“Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan”.

Guna memberikan perlindungan kepada pihak kreditur/bank dan untuk menjamin pelunasan hutang debitur, biasanya bank meminta debitur untuk menyerahkan jaminan berupa tanah/bangunan. Hal ini merupakan unsur yang sangat penting, karena kredit yang tidak memiliki jaminan yang cukup mengandung resiko yang cukup tinggi, bila debitur wanprestasi.

Aspek jaminan seringkali dihadapi dengan permasalahan pada saat pengajuan permohonan kredit karena tidak semua nasabah/masyarakat memiliki jaminan berupa tanah/bangunan dan tidak semua jaminan yang ada pada nasabah sudah bersertifikat SHM/SHGB sehingga hal-hal ini yang selalu menjadi hambatan/kendala dalam pengajuan fasilitas kredit ke bank.


(20)

tidak semuanya telah memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh pihak bank, seperti : lokasi jaminan yang tidak marketable, bukti pemilikan jaminan pihak ketiga, kondisi bangunan yang tidak memiliki IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) dan lainnya, hal tersebut bisa disebabkan kurangnya pemahaman dari calon debitur tentang ketentuan perbankan khususnya kredit maupun belum pernahnya calon debitur berhubungan dengan bank, sehingga proses kredit menjadi tertunda atau batal.

Hal lain yang masih perlu diketahui calon debitur mengenai pengaturan tentang pengajuan permohonan kredit baik dari segi persyaratan administrasi maupun persyaratan lain yang secara bank tekhnis layak untuk diberikan harus benar-benar terpenuhi, sehingga proses pemberian kredit dapat terlaksana, seperti: KTP, Kartu Keluarga, copy rekening koran 6 bulan terakhir, NPWP, penghasilan, slip gaji/penghasilan dan lainya perihal tekhnis bank berupa verifikasi yang dilakukan oleh petugas dari data yang disajikan dan dilapangan.

Didalam praktek perbankan, juga dapat disimpulkan bahwa untuk penyerahan uang dibutuhkan persesuaian kehendak. Ditandatanganinya perjanjian kredit tidak berarti, tentu diiringi dengan penyerahan uang (kredit) dari pihak bank maupun penerimaan uang (kredit) oleh pemohon kredit.4

Perjanjian kredit merupakan sarana untuk mendapat kredit, penerima kredit terikat pada syarat-syarat tertentu. Setelah perjanjian kredit ditandatangani tetap ada kemungkinan kredit itu tidak dicairkan, karena pertimbangan-pertimbangan tertentu.

4


(21)

Jika hal ini terjadi, maka berarti tidak tercapai kesesuaian kehendak baru untuk realisasi kredit tersebut, dan dalam hal ini penerima kredit tidak berhak untuk menuntut ganti rugi. Sehingga jika masing-masing pihak tidak memenuhi kewajibannya. Bank tidak akan mencairkan kredit dan pemohon kredit tidak menggunakan kredit. Maka keduanya saling tidak mengadakan tuntutan.

Pada umumnya perjanjian kredit telah disiapkan bank baik berupa perjanjian standard yang isinya telah dituangkan dalam konsep janji-janji tertulis yang disusun, kemudian diformulasikan dalam bentuk formulir perjanjian dan sejumlah aturan addendum atau aturan tambahan, sehingga yang terjadi adalah kreditur menyodorkan bentuk perjanjian yang berwujud perihal perjanjian KPR dengan klausul yang telah ditetapkan, terkecuali mengenai judul perjanjian KPR, komparasi atau identitas, dasar hukum, dan kedudukan para pihak yang akan mengadakan perjanjian kredit bank.

Memang tidak sedikit nasabah yang belum atau tidak mengetahui hukum perjanjian dan hukum perkreditan, sehingga pada waktu menghadapi kontrak yang demikian dan setelah dibacakan isinya dan apabila sesuai langsung menyetujui dan menandatanganinya. Kata sepakat sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian,dalam Pasal 1320 KUHPerdata dipandang telah terpenuhi.

Dengan adanya perjanjian baku (standard contract), dalam perjanjian KPR tersebut, masih ada menimbulkan beberapa klausul yang tidak diduga nasabah pada saat melaksanakan kesepakatan. Dalam mengajukan KPR sering kali debitur hanya terfokus untuk mempersiapkan uang muka yang harus dikeluarkan. Padahal biaya-biaya lainnya masih ada. Dalam proses mendapatkan kredit atau mengajukan kredit


(22)

ada beberapa biaya yang harus dipertimbangkan, antara lain biaya asuransi, biaya pengikatan jaminan kredit dan biaya penilaian jaminan, serta biaya provisi kredit saat pencairan kredit sekitar 1% dari plafond kredit.

Besarnya provisi ini relatif sama dari satu bank dengan bank yang lain. Bahkan seorang nasabah dikenakan pula biaya administrasi kredit yaitu biaya yang berkaitan dengan administrasi bank.

Tanah yang dijadikan sebagai jaminan kredit tidak ada gunanya kalau tanah itu tidak dapat diperjualbelikan. Sebab tujuan utama memegang sebidang tanah sebagai jaminan ialah menjual tanah itu apabila debitur tidak membayar utangnya.5

Perkataan tanah dalam kalimat “tanah sebagai jaminan kredit” yang menjadi jaminan kredit ialah hak atas tanah, bukan tanah secara fisik, UUPA menyatakan hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan dapat dibebani hak tanggungan untuk menjamin pelunasan suatu hutang. Karena sifatnya yang istimewa, untuk dapat dibebani hak tanggungan, suatu benda harus ditunjuk oleh suatu undang-undang sebagai objek hak tanggungan yaitu UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda–benda yang Berkaitan dengan Tanah. Dalam undang-undang tersebut kekhawatiran dan keberadaan hak tanggungan ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.6

Jaminan yang diberikan debitur untuk menjamin pengembalian kredit harus

5 Effendy Perangin-angin, Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, Rajawali

Pers, Jakarta 1987, hal. 3.


(23)

disebutkan dalam Pasal perjanjian kredit yang nantinya diikuti pengikatan jaminan dengan akta tersendiri. Sebelum melakukan pengikatan jaminan maka harus dibuat secara jelas dan tegas benda yang dijaminkan dalam perjanjian kredit. Misalnya tanah hal milik atau hak guna bangunan. Perlu disebutkan luasnya, haknya, letaknya, nomor nya dan tanggal sertifikat, yang memperjelas benda yang menjadi jaminan tersebut.

Jaminan-jaminan yang disebut tadi harus diikuti dengan pengikatan jaminan sesuai dengan jenis bendanya. Misalnya tanah dan bangunan pengikatannya dengan Hak Tanggungan.

Apabila jaminan kredit tersebut telah dipasang Hak Tanggungan, maka hak kreditur terus melekat pada benda jaminan, dan tanah tersebut tidak lagi menjadi milik yang menjaminkan, sehingga kreditur tetap dapat menjual barang-barang jaminan dan mengambil hasil penjualan untuk pelunasan hutangnya.

KPR pada prinsipnya juga sama dengan kredit pada umumnya yang obyeknya adalah dana / uang yang kemudian dibelikan rumah. KPR demikian juga sama halnya dengan perjanjian kredit yang lain, dalam KPR pun diperlukan jaminan/collateral demi untuk mengamankan dana yang telah dikeluarkan oleh bank. Jaminan yang dimaksud dalam hal ini adalah tanah/rumah yang dibeli dengan fasilitas KPR tersebut, maka saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Aspek Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank XYZ.


(24)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan tentang pengajuan permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ?

2. Hambatan apa sajakah yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ?

3. Aspek jaminan apakah yang diterapkan dan bagaimana resikonya tanah pertapakan dijadikan sebagai jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini memiliki dua tujuan pokok, yaitu tujuan obyektif dan subyektif, dengan penjelasannya sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pengaturan tentang pengajuan permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ

b. Untuk mengetahui hambatan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ.

c. Untuk mengetahui aspek jaminan apa yang diterapkan dan bagaimana resikonya tanah pertapakan dijadikan jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ.


(25)

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh bahan hukum terkait dengan aspek jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui PT. Bank XYZ, guna penyusunan penulisan hukum sebagai syarat dalam memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

b. Sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka memberikan penerangan kepada masyarakat tentang aspek jaminan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

D. Manfaat Penelitian

Dalam melaksanakan suatu penelitian tentunya tidak terlepas dari suatu kenyataan yang diperoleh, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat yang bersifat praktis dan manfaat teoritis. Adapun manfaat tersebut antara lain :

1. Manfaat Praktis

a. Memberikan pengetahuan mengenai pengaturan tentang pengajuan permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ.

b. Memberikan pengetahuan mengenai hambatan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ. c. Memberikan pengetahuan mengenai aspek jaminan apa yang diterapkan dan bagaimana resikonya tanah pertapakan dijadikan jaminan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ.


(26)

2. Manfaat Teoritis

Menambah kepustakaan dalam bidang hukum pada Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang telah dilakukan diperpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara terhadap hasil-hasil penelitian yang ada ternyata belum ada yang melakukan penelitian mengenai “Aspek Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. Bank XYZ, Namun ada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Saudari Nur Azizah Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dengan judul “Pengikatan Kredit Pemilikan Rumah dengan menggunakan Jaminan Hak Tanggungan”, dengan rumusan masalah :

1. Bagaimana pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah oleh Perbankan. 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi debitur KPR dalam pengikatan kredit

kepemilikan rumah.

3. Bagaimana penyelesaian masalah Kredit Pemilikan Rumah bila debitur wanprestasi.

Disamping itu penelitian yang dilakukan oleh Sdr. Muhammad Arwan Ananda Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, dengan judul :”Perjanjian Kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dan Upaya penyelesaian kredit macet atas jaminan Hak Tanggungan”


(27)

dengan rumusan masalah :

1 Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pada PT. BNI Kabanjahe.

2 Faktor apa yang menyebabkan debitur wanprestasi di PT. BNI Kabanjahe. 3 Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PT. BNI Kabanjahe dalam

menyelesaikan kredit macet yang dijamin dengan Hak Tanggungan.

Oleh karena itu penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah asli sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektivitas dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi. 1. Kerangka Teori.

Untuk mendalami tentang aspek jaminan dalam pemberian kredit sudah seharusnya didasarkan kepada teori, penelitian-penelitian, prosedur, Undang- undang ataupun ketentuan-ketentuan yang saling berkaitan.

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis, teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala specific atau proses tertentu terjadi.

Suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu.7

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986,


(28)

Teori itu menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalan kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.

Tiap-tiap bagian dari kerangka ini akan dikemukakan bagaimana cara menyusunnya, dan apa-apa yang harus dikemukakan didalamnya. Bagaimana cara menyambungnya dengan bagian-bagian lain, hingga merupakan suatu rangkaian yag kokoh dalam suatu proposal yang utuh. Utuh dimaksudkan memenuhi syarat-syarat yang diminta sebagai suatu kerangka penelitian ilmiah.8

Dalam penelitian ini teori jaminan sangat relevan untuk diterapkan, karena dalam setiap kegiatan bank khususnya pada saat penyaluran kredit, adanya barang jaminan sebagai suatu syarat dalam perjanjian kredit, adalah unsur yang sangat penting dan jaminan tersebut merupakan jaminan untuk pelunasan hutang debitur.

Pembuatan perjanjian kredit sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak, karena perjanjian kredit yang dibuat merupakan dasar hukum bagi para pihak yang membuatnya apabila terjadi permasalahan dikemudian hari. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang diyatakan cukup untuk itu,suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.Perjanjian diistilahkan dalam bahasa

8Mardalis,Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal.


(29)

Inggris dengan contract, dalam bahasa Belanda dengan verbintenis atau perikatan juga denganoverenkomstatau perjanjian. Kata kontrak lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian tertulis dibandingkan dengan kata perjanjian.

Kata perjanjian juga sering dikaitkan dengan perjanjian kredit yang dimaksudkan adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak dijumpai kata kredit dan perjanjian kredit yang ada hanya perkataan pinjam-meminjam. Kalau diperhatikan ketentuan Pasal 1 butir 11 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, dapat diketahui bahwa dalam pengertian kredit tersebut terkandung perkataan persetujuan dan kesepakatan pinjam-meminjam sebagai dasar diadakannya Perjanjian Kredit yang berarti bahwa kredit merupakan suatu perjanjian yang lahir dari persetujuan sebagai hal yang khusus (lex specialis) dari perjanjian pinjam-meminjam.

Pasal 1754 KUH Perdata mengatur tentang pinjam-meminjam berbunyi sebagai berikut: Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.9

Subekti mengatakan, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu

9 Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,


(30)

diadakan, dalam semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.

Subekti mengatakan, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.

Selanjutnya Subekti mengatakan “Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.10

Berdasarkan pendapat Subekti diatas dan Pasal 1754 KUH Perdata dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian pinjam uang adalah bersifat riil, hal ini juga dikemukakan oleh sarjana lain, yaitu :

1. Wirjono Prodjodikoro yang mengatakan “bahwa perjanjian pinjam uang bersifat riil, dan tersimpul dalam kalimat pihak yang satu memberikan uang itu kepada pihak lain dan bukan mengikatkan diri untuk menyerahkan uang.11

2. Feltz, mengatakan “perjanjian pinjam mengganti adalah suatu perjanjian riil. Perjanjian terjadi setelah ada penyerahan (overgave). Selama benda (uang) yang

10Subekti,Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 125. 11Mariam Darus Badrulzaman,Perjanjian Kredit Bank, Op.Cit., hal. 24.


(31)

dipinjamkan belum diserahkan maka BAB XIII KUH Perdata belum dapat diterapkan.

Didalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas yaitu :Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi), asas konsensualisme (persesuaian kehendak), asas kepercayaan, asas kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan. asas kebiasaan.12

Undang-undang juga mengatur tentang asas-asas tersebut diatas dan undang-undang juga mengatur tentang elemen-elemen isi dari perjanjian ini seperti didalam Pasal 1339 dan 1347 KUH Perdata.

Menurut Pasal 1339 KUH Perdata suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan dan undang-undang.13

Pasal 1347 KUH Perdata mengatakan pula hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan (bestendig gebruikelijk beding) dianggap secara diam-diam dimasukkan didalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.14

Dari kedua ketentuan ini dapatlah disimpulkan bahwa elemen-elemen dari perjanjian adalah : Isi perjanjian itu sendiri, kepatutan, kebiasaan, undang-undang. Dalam Buku III KUH Perdata, khususnya Pasal 1320, menentukan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut :

12Subekti, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, PT.Alumni,

Bandung, 2005 hal. 108.

13Subekti,Hukum Perjanjian, PT. Internusa, Jakarta, 2002, hal. 39. 14Mariam Darus Badrulzaman,Perjanjian Kredit Bank, Op.Cit., hal. 122.


(32)

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.15

Dari ketentuan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian haruslah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang dibuat. Apa yang dikehendaki yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

Secara Yuridis ada 2 jenis perjanjian atau pengikatan yang digunakan oleh bank dalam memberikan kreditnya yaitu :

1) Perjanjian kredit dibawah tangan atau akta dibawah tangan yaitu perjanjian kredit hanya dibuat diantara para pihak yaitu bank dengan dbitur tanpa notaris. 2) Perjanjian kredit yag dibuat oleh dan dihadapan notaries (akta autentik) yaitu

perjanjian kredit yang dibuat oleh bank dengan debitur dihadapan notaris. Menurut Mariam Darus Badrulzaman :

“Perjanjian kredit Bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan - hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat consensual (pacta de contrahendo) obligatoir yang mana oleh UUP 1967 dan bagian umum KUH Perdata”.16

Penyerahan uangnya sendiri adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uang

15

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 115.


(33)

dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit pada kedua pihak.

Beliau berpendapat bahwa perjanjian kredit mengandung dua fase, fase

consensual dan fase riil. Fase riil tidak semata-mata berupa perbuatan akan tetapi membutuhkan pula adanya kehendak untuk adanya penyerahan itu.17

Karena itu perjanjian kredit adalah merupakan perjanjian pokok berisi kesepakatan atas besar kredit, jangka waktu, tujuan penggunaan, suku bunga, cara penarikan, cara pembayaran, jaminan kredit serta clausula penting lainnya.

Perjanjian mengenai jaminan tidak berdiri sendiri dan hapusnya perjanjian pokok, maka perjanjian jaminan juga hapus. Jika dihubungkan dengan perkreditan, maka sebagai perjanjian pokoknya adalah persetujuan membuka kredit dan jaminan merupakan subsidair.

Selanjutnnya ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 butir 11 Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang menyebutkan kredit diberikan berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan peminjam (debitur) / pihak lain.

Bila dilihat dari sifatnya, perjanjian kredit merupakan perjanjian consensual

artinya dengan ditandatanganinya perjanjian kredit oleh bank dengan nasabah/debitur tidaklah langsung nasabah debitur dapat menarik kredit melainkan harus memenuhi syarat-syarat penarikan terlebih dahulu. Misalnya nasabah debitur harus menyerahkan


(34)

barang jaminan yang telah diikat sesuai ketentuan yang berlaku, dapat pula perjanjian kredit merupakan perjanjian obligatoir karena dengan ditandatangani perjanjian kredit tersebut sebelum kredit cair, para pihak harus memenuhi kewajibannya yaitu ; bank harus menyediakan sejumlah dana dalam waktu tertentu, sedangkan debitur wajib menyerahkan jaminan yang cukup.

Perjanjian kredit dapat dikonstruksikan sebagai perjanjian pokok, yang menimbulkan hubungan pinjam meminjam uang antara kreditur dengan debitur dan pada umumnya selalu diikuti dengan perjanjian ikutan (accessoir) berupa perjanjian jaminan.

Aspek jaminan sangat diperlukan mengingat kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, maka pemberian kredit oleh bank dilandasi oleh keyakinan bank atas kemampuan, kesanggupan, dan itikad baik debitur untuk dapat melunasi hutang sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Dalam rangka memperoleh keyakinan tersebut, bank sebelum memberikan kredit harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha nasabah debitur. Karena dengan proses analisis kredit yang baik diharapkan kredit yang diberikan bank kepada debitur akan berjalan lancar dan dapat dikembalikan tepat pada waktunya. Akan tetapi pada kenyataanya harapan tersebut tidak selamanya dapat terwujud mengingat setiap kredit yang telah diberikan bank kepada debitur tetap mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam pengembaliannya. Oleh karena itu untuk memantau pelaksanaannya, setiap bank mempunyai alat ukur dari kelancaran dan kesehatan setiap kredit yang diberikan dengan mengacu pada Surat


(35)

Keputusan Direksi Bank Indonesia No.9/6//PBI/2007, tentang Pembentukan Kualitas Aktiva Produktif.

Pengertian hukum jaminan tidak dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan maupun didalam literatur yang ada, akan tetapi didalam literatur hanya menemukan istilahZekerheidsrechtenditerjemahkan menjadi hukum jaminan.

Yang dimaksud dengan jaminan ialah suatu kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna kepastian pelunasan dibelakang hari, kalau penerima kredit tidak melunasi hutangnya.18

Jaminan dapat dibedakan antara jaminan perorangan dan jaminan Kebendaan :

a) Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seseorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhiya kewajiban-kewajiban siberhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan diluar (tanpa) pengetahuan siberhutang tersebut.

b) Jaminan Kebendaan adalah suatu bagian dari kekayaan seseorang, sipemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (hutang) seorang debitur, baik berupa kekayaan sidebitur sendiri atau kekayaan orang ketiga.

Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang-piutang


(36)

yang menimbulkan hutang yang dijamin.

Sebagai perjanjian Jaminan, perjanjian Hak Tanggungan merupakan perjanjian accesoir dari perjanjian Hak Tanggungan terdapat dalam :

(1) Pasal 10 ayat (1) UUHT menentukan bahwa perjanjian untuk memberikan Hak Tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian hutang-piutang yang bersangkutan.19

(2) Pasal 18 ayat (1) huruf a menentukan Hak Tanggungan hapus karena hapusnya hutang yang dijamin.20

Dengan demikian adanya ketergantungan (berkaitan) antara perjanjian Hak Tanggungan dengan perjanjian kredit :

(a). Apabila perjanjian kredit batal/berakhir maka perjanjian Hak Tanggungan ikut batal/berakhir.

(b).Perjanjian Hak Tanggungan tidak boleh mendahului perjanjian kredit.

(c). Dalam Perjanjian Hak Tanggungan dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan harus dicantumkan perjanjian kredit tertentu.

2. Kerangka Konsepsi.

Menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran tulisan ini, berikut dijelaskan definisi operational dari istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu:

1. Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk

19Himpunan Peraturan Fidusia & Hak Tanggungan, Indonesia Legal Centre Publishing, CV.

Karya Gemilang, 2010, hal. 52.

20Himpunan Peraturan Fidusia & Hak Tanggungan, Indonesia Legal Centre Publishing, CV.


(37)

diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.21 2. Nasabah/Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.22

3. Kreditur adalah Suatu lembaga pembiayaan / bank yang memberikan fasilitas/pinjaman kepada debitur.

4. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.23

5. Kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu.24

6. Perjanjian dibuat atas dasar : kesepakatan kedua belah pihak baik debitur maupun kreditur (dalam hal ini debitur untuk memperoleh fasilitas kredit).

7. Lembaga Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan dan tujuan untuk melindungi kepentingan pihak kreditur atas pinjaman kepada debitur yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya

21Sutarno,Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2005, hal. 142. 22Pasal 1 angka (18) Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998.

23Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998. 24Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998.


(38)

bilamana debitur cidera janji.

8. KPR adalah Kredit Pemilikan Rumah yang merupakan salah satu produk bank yang kegunaannya untuk keperluan membangun rumah, renovasi rumah dan yang lainnya sifatnya konsumtif.

G. Metode Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, metodologi pada hakekatnya merupakan pedoman tentang cara-cara ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya.25

1. Jenis dan Sifat Penelitian.

Penelitian yang dilakukan di sini tergolong penelitian bersifat deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data-data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya.26

Dan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan memberikan data yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang meneliti aspek jaminan yang dihubungkan dalam pemberian kredit KPR di Bank XYZ. Data/materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para respoden melalui penelitian lapangan di PT. Bank XYZ.

Lokasi Penelitian lebih terfokus pada ruang lingkup penelitian sehingga

25Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,Op. Cit., hal. 6.

26


(39)

menjadi lebih rendah. Maka untuk memperoleh data yang berkaitan tentang permasalahan yang timbul, diambil lokasi penelitian di PT. Bank XYZ. Lokasi penelitian diambil dari salah satu bank Pemerintah yang ada di Medan, namun untuk menjaga kerahasiaan bank atas permintaan bank tersebut diganti dengan nama PT. Bank XYZ.

2. Bahan Penelitian

Data yang terkumpul merupakan data kualitatif dimana datanya dinyatakan dalam keadaan yang sewajarnya atau sebagaimana adanya, tidak diubah dalam simbol-simbol atau bilangan.

a. Data Primer

Data diperoleh dari sampel berdasarkan pedoman wawancara/penelitian langsung yang dilakukan untuk mengumpulkan data atau informasi dari pihak yang berkompeten memberikan informasi data tentang Aspek Jaminan dalam Perjanjian Kredit pada PT. Bank XYZ yaitu :

1) Petugas kredit Bank XYZ di Medan 2 (dua) orang sebagai nara sumber. 2) Notaris rekanan Bank XYZ di Medan 1 (satu) orang sebagai informan. b. Data Sekunder

Sebagai bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. Disamping itu juga, kamus-kamus hukum, dan komentar-kometar atas putusan pengadilan.27

27 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenanda Media Group, Jakarta, 2009, hal.


(40)

3. Tehnik Pengumpulan Data

a. Penelitian Kepustakaan

Dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.28

b. Studi Lapangan 1) Wawancara

Yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung kepada responden atau nara sumber yaitu petugas kredit di PT. Bank XYZ. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan- keterangan dari individu-individu guna mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang berkompeten dibidangnya.

2) Observasi

Adalah melakukan pengamatan, pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.29

3) Responden

Dalam hal ini pihak-pihak yang diharapkan untuk membantu dan memberikan data, sehubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini. Pihak yang dimaksud disini adalah pihak yang berwenang dan staf kredit di PT. Bank XYZ.

28Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum,PT.Raja Grafindo,Jakarta,2009,hal.114

29


(41)

4) Penentuan Responden

Dalam penelitian ini pemilihan dan penentuan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa responden mempunyai pengetahuan karena disiplin ilmunya, pengalaman maupun jabatannya sehingga dianggap tahu akan permasalahan yang akan diteliti.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian baik berdasarkan studi pustaka maupun lapangan kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berpikir induktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari yang bersifat khusus kemudian menarik kesimpulan pada hal-hal yang umum.30

30

Mardalis, Metode Penelitian Suatau Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal. 21.


(42)

BAB II

PENGATURAN TENTANG PENGAJUAN PERMOHONAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR)

A. Pengertian Tentang Bank dan Kredit 1. Pengertian Bank

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Dari segi fungsinya, bank merupakan perantara dari kepentingan masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana. Dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas dan kemudian menyalurkan Kembali kepada masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit yang merupakan dua fungsi utama bank, dan hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Kemudian menurut Undang-undang No 10 tahun 1998 tentang Perbankan dalam Pasal 1 angka (2) memberikan pengertian tentang bank yaitu: “ bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Dari kedua defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya adalah :31


(43)

1. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan, maksudnya dalam hal ini bank sebagai tempat penyimpanan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Tujuan masyarakat menyimpan uang biasanya adalah untuk keamanan uangnya. Simpanan tersebut biasanya berupa tabungan, giro maupun deposito.

2. Menyalurkan dana ke masyarakat, maksudnya adalah bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Dengan kata lain bank menyediakan dana bagi masyarakat yang membutuhkannya.

3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang, (transfer), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat-surat berharga dari luar kota (inkaso), safe deposit box (SDB) bank garansi dan jasa lainnya, yang merupakan jasa pendukung dari kegiatan pokok bank yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana.

Dalam rangka penyempurnaan tata perbankan di Indonesia, dan setelah keluar Undang-undang perbankan Nomor 7 tahun 1992 dan ditegasakan dengan keluarnya Undang-undang RI No.10 tahun 1998 tentang perbankan , menurut Pasal 5 ayat (1) UU Perbankan disebutkan bahwa bank menurut jenisnya dibagi 2 yakni :

a. Bank Umum :

Hal ini dijabarkan dalam Pasal 1 angka (3) UU Perbankan yang mengemukakan bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.32Sifat dan jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu juga dengan wilayah operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah Indonesia bahkan keluar negeri (cabang). Bank umum sering disebut bank komersil.


(44)

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Hal ini dijabarkan dalam Pasal 1 angka (4) UU Perbankan yang mengemukakan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prisip syariah. Dalam kegiatan BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jadi disini, terlihat bahwa perbedaan antara bank umum dengan bank perkreditan rakyat, bahwa bank perkreditan rakyat tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.33

Kegiatan bank umum lebih luas dari bank perkreditan artinya produk yang ditawarkan oleh bank umum lebih beragam, hal ini disebabkan bank umum mempunyai kebebasan untuk menentukan produk dan jasanya. Sedangkan bank perkreditan rakyat mempunyai keterbatasan tertentu, sehingga kegiatannya lebih sempit.

Dengan adanya pembagian tersebut diharapkan perbankan dan bank perkreditan memiliki sikap tanggap terhadap peningkatan pertumbuhan perekonomian dan Pembangunan Nasional, sehingga perannya dalam peningkatan taraf hidup rakyat banyak, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dapat terwujud secara lebih nyata. Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Disamping itu peranan perbankan sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi suatu negara. Bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian suatu negara.


(45)

Oleh karena itu kemajuan suatu bank disuatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan negara yang bersangkutan. Semakin maju suatu negara, maka semakin besar peranan perbankan dalam mengendalikan negara tersebut. Artinya keberadaan dunia perbankan semakin dibutuhkan pemerintah dan masyarakatnya.

2. Pengertian Kredit.

Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi masyarakat kita. Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kota-kota besar, tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer.34

Perkataan kredit sesungguhnya berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti kepercayaan, atau “credo” yang berarti saya percaya. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit, berarti ia memperoleh kepercayaan (trust). Dengan perkataan lain maka kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari seseorang atau badan yang diberikan kepada seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan pada masa yang akan datang memenuhi segala sesuatu kewajiban yang telah diperjanjikan terlebih dahulu.35

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 angka (11) mengatakan arti “kredit” sebagai berikut :

34 Thomas Suyatno, et.al, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 1997,

hal. 12.

35Rachmat Firdaus, et.al., Manajemen Perkreditan Bank Umum, Alfabeta, Bandung, 2009,


(46)

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Muchdarsyah Sinungan memberikan defenisi apakah arti dari kredit itu : “Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga”36

Dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan pembayaran. Maksudnya pengembalian atas penerimaan uang dan atau suatu barang tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, akan tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.37

Defenisi kredit bersifat umum, karena sesungguhnya setiap pemberian kredit disertai berbagai perjanjian khusus dan klausul tersendiri, yang memuat larangan dan keharusan yang harus dilakukan oleh nasabah terhadap bank pemberi kredit.38

Didalam pemberian kredit terdapat dua pihak yang berkepentingan langsung yaitu pihak yang kelebihan uang disebut pemberi kredit dan yang membutuhkan disebut penerima kredit. Bilamana terjadi pemberian kredit berarti pihak yang

36Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit, PT. Bina Aksara,

Jakarta, 1983, hal. 12.

37 Edy Putra Tje Aman , Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta,

1989, hal. 1.


(47)

berkelebihan uang memberikan uangnya (prestasi) kepada pihak yang memerlukan uang dan pihak yang memerlukan uang berjanji akan mengembalikan uang tersebut disuatu waktu tertentu dimasa yang akan datang. Disini terkaitlah faktor waktu antara pemberian prestasi dan penerimaan prestasi tersebut. Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan kembali prestasi ini adalah sesuatu hal yang abstrak, yang tak dapat diukur secara nyata, sukar untuk diraba.39

Masa antara pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat berjalan beberapa menit saja dan dapat pula berlangsung dalam beberapa tahun. Karenanya dalam kredit terkandung pula pengertian tentangdegree of risk, suatu tingkat resiko tertentu, oleh karena pelepasan kredit mengandung suatu resiko bagi penerima kredit.40

Dari pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang. Contoh berbentuk tagihan (kredit barang), misalnya bank membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil, kredit ini berarti nasabah tidak memperoleh uang tetapi rumah, karena bank membayar langsung kedevelover dan nasabah hanya membayar cicilan rumah tersebut setiap bulan. Kemudian adanya kesepakatan antara bank(kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama.

39

Muchdarsyah Sinungan,Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit,Op. Cit.,hal. 12. 40


(48)

Demikian pula dengan masalah sanksi apabila sidebitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.41

Dalam kata kredit mengandung berbagai maksud atau dengan kata lain dalam kata kredit terkandung unsur-unsur yang direkatkan menjadi satu. Sehingga jika kita bicara kredit maka termasuk membicarakan unsur-unsur yang terkandung didalamnya.

Menurut Thomas Suyatno, et.al., yang merupakan unsur-unsur dari kegiatan kredit antara lain:42

1. Kepercayaan; 2. Tenggang Waktu; 3. Degree of risk; 4. Prestasi.

3. Fungsi dan Jenis-Jenis Kredit

Fungsi utama dari kredit pada dasarnya adalah pemenuhan jasa untuk melayanai kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, mendorong pertumbuhan produksi, jasa-jasa yang pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup manusia.

Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh pada tahapan yang lebih baik. Maksudnya, baik bagi pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan. Kemajuan tersebut dapat tergambar apabila mereka memperoleh keuntungan juga mengalami peningkatan kesejahteraan, dan masyarakat ataupun negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak, juga kemajuan ekonomi,baik yang bersifat mikro maupun makro. Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam kehidupan

41

Kasmir,Dasar-Dasar Perbankan,Op. Cit.hal. 102. 42

Thomas Suyatno, et.al., Dasar-Dasar Perkreditan, Cetakan Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1990, hal. 12-13.


(49)

perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi :43 1) Meningkatkan daya guna uang;

2) Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; 3) Meningkatkan daya guna dan peredaran barang; 4) Salah satu alat stabilitas ekonomi;

5) Meningkatkan kegairahan berusaha; 6) Meningkatkan pemerataan pendapatan; 7) Meningkatkan hubungan internasional.

Beragamnya jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan dana. Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan nasabah.

Dari segi tujuan penggunaan kredit, jenis kredit terdiri atas :44 a. Kredit Konsumtif

Yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta yang diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari.

b. Kredit Produktif, baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi

Kredit investasi yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin-mesin, juga untuk membiayai rehabilitasi, ekspansi, relokasi proyek atau pendirian proyek baru.

Kredit eksploitasi yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam proses produksi, serta piutang, sedangkan jangka waktunya berlaku pendek. Di Indonesia jenis kredit eksploitasi ini boleh dikatakan sudah dilakukan sejak lama, yaitu sejak tahun 1950-an.45

c. Perpaduan antara Kredit Konsumtif dan Kredit Produktif.

Khusus untuk pemerintah daerah, kredit atau pinjaman daerah hanya diperkenankan untuk alternative sumber pembiayaan APBD dan/atau untuk menutup kekurangan kas. Namun, dimungkinkan pinjaman daerah dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

43

Thomas Suyatno,et.al., Dasar-Dasar Perkreditan,hal.14-16. 44

Muhamad Djumhana,Hukum Perbankan di Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 488.

45

Faried Wijaya, et.al., Lembaga-lembaga Keuangan dan Bank Perkembangan, Teori dan Kebijakan,Edisi Kedua Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta, 1991, hal.60.


(50)

Menurut Kasmir, kredit produktif merupakan kredit yang dapat berupa investasi, modal kerja atau perdagangan. Dalam arti kredit ini diberikan untuk diusahakan kembali sehingga pengembalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai. Sedangkan kredit konsumtif merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan konsumsi, baik pangan, sandang maupun papan. Contoh jenis kredit ini adalah kredit perumahan, kredit kenderaan bermotor yang kesemuanya untuk dipakai sendiri.46

Menurut Muchdarsyah Sinungan kredit konsumtif adalah kredit yang dipergunakan oleh peminjam utnuk keperluan konsumsi, artinya uang kredit akan habis terpakai untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.47

Kredit Pemilikan Rumah dalam hal ini tergolong dalam kredit konsumtif dimana pengertian Kredit Pemilikan Rumah adalah kredit yang diberikan oleh suatu lembaga keuangan atau bank yang bertindak sebagai kreditur kepada debitur yang tidak mempuyai dana yang cukup untuk membeli rumah beserta tanahnya secara tunai.48

Dengan demikian pengertian Kredit Pemilikan Rumah adalah kredit yang diberikan oleh bank untuk membantu anggota masyarakat, guna membeli sebuah rumah berikut tanahnya untuk dimiliki.

Menurut Pasal 43 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman disebutkan bahwa pemilikan rumah sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) dapat difasilitasi dengan kredit atau pembiayaan pemilikan rumah dan dapat dibebani dengan hak tanggungan.

Ada beberapa pihak yang saling terkait dalam pemberian Kredit Pemilikan

46

Kasmir,Dasar-Dasar Perbankan,Op. Cit.hal. 33. 47

Muchdarsyah Sinungan,Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit,Op Cit.,hal. 20-21.


(51)

Rumah (KPR) yaitu :

1) Penjual, yaitu pihak yang memiliki rumah baik itu perorangan maupun pengembang yang menyediakan perumahan dan bermaksud menjual rumah tersebut kepada yang membutuhkan.

2) Pembeli yaitu pihak yang dalam hal ini membutuhkan rumah berikut tanahnya, tetapi tidak cukup dananya untuk membeli rumah tersebut secara tunai.

3) Bank, dalam hal ini pihak yang bersedia menyediakan/menyalurkan dananya.

B. Aspek Hukum Pemohon Kredit. 1. Subjek Hukum

Dalam pemberian kredit undang-undang perbankan menegaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank dan disalurkan dalam bentuk kredit.

Salah satu yang harus dipahami dalam pemberian kredit adalah mengenai aspek hukum pemohon kredit. Dalam memahami aspek hukum pemohon kredit, terlebih dahulu dijelaskan mengenai arti dan wujud subjek hukum karena pemohon-pemohon kredit menurut hukum termasuk subjek hukum.

Para ahli hukum seperti Subekti mendefinisikan bahwa subjek hukum adalah “Pembawa hak atau subjek dalam hukum”. Juga Sudikno Mertokusumo dalam bukunya hukum acara perdata menjelaskan bahwa subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum.49


(52)

Menurut Sutarno bahwa subyek hukum adalah pendukung atau pembawa hak dan kewajiban artinya subjek hukum itu mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam perbuatan hukum yang dilakukan. Karena subjek hukum mempunyai hak dan kewajiban tentunya subjek hukum juga dapat memiliki harta kekayaan.50

Bentuk dari subjek hukum tersebut ada 2 (dua) macam , antara lain : a. Manusia (persoon)

Manusia dalam hukum positif merupakan persoon (natuurlijke persoon). Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa adalah makhluk yang sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa lainnya.

Status manusia sebagai subjek hukum melekat pada manusia itu sehingga hukum tinggal mengakui saja. Manusia sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir sampai meninggal dunia. Karena manusia sebagai subjek hukum maka manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban oleh karena itu mempunyai kewenangan hukum atau kewenangan berhak atau disebut juga kecakapan berhak ialah kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum sendiri. Kewenangan berhak manusia itu merupakan pembawan dari kodrad dan dimulai sejak dilahirkan dan lahirnya hidup dan berakhir sampai saat meninggal dunia. Apabila manusia pada saat dilahirkan mati maka dikatakan tidak mempunyai kewenangan berhak.

Pada umumnya setiap manusia dalam hukum dinamakan orang memiliki kewenangan berhak atau kecakapan berhak atau kewenangan hukum. Namun orang-orang tertentu oleh undang-undang dianggap tidak mempunyai kewenangan berhak

50


(53)

artinya tidak berwenang atau tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu :51 1) Orang-orang yang belum dewasa. Menurut Pasal 1330 KUH Perdata jo

Pasal 47 UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan orang belum dewasa adalah anak dibawah umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan.

2) Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan. Menurut Pasal 1330 jo Pasal 433 KUHPerdata yaitu orang yang telah dewasa tetapi dalam keaadan dungu, gila, mata gelap, dan pemboros.

3) Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya orang yang telah dinyatakan pailit.

Menurut Pasal 1330 tak cakap untuk membuat persetujuan :52 a) Orang-orang yang belum dewasa;

b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

c) Orang-rang perempuan dalam hal yang ditetapkan undang-undang. b. Badan Hukum (recht persoon)

Badan hukum menurut Menurut Subekti, badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.53Rochmat Soemitro mengatakan bahwa badan hukum (rechtspersoon) ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak, serta kewajiban seperti orang pribadi.54 Selanjutnya Tirto Diningrat55 mengatakan bahwa badan hukum itu adalah

51

Sutarno,Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank,Ibid.hal. 10.

52Subekti,et.al,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT.Pradnya Paramita,Jakarta,hal. 306 53 Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Inter Masa, Jakarta, 1987, hal. 182.

54 Rochmat Soemitro, Penuntutan Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, PT. Eresco, Bandung, 1979, hal. 36.

55

Abdul Muis, Hukum Persekutuan & Perseroan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006, hal. 15


(54)

suatu pengertian yang diciptakan untuk membantu hukum menunjuk sebuah subyek khusus menjadi pendukung dari hak-hak.

Suatu perkumpulan perdata atau perhimpunan perdata yang didirikan oleh sedikitnya dua orang atau lebih tidak dengan sendirinya berstatus sebagai badan hukum. Untuk memperoleh status sebagai badan yang berarti subjek hukum, akta pendirian dari perkumpulan atau perhimpunan - perhimpunan perdata tersebut harus mendapat pengesahan dari Negara melalui perangkatnya. Misalnya orang yang akan mendirikan badan usaha dalam bentuk perseroan terbatas atau koperasi maka akta pendirian harus mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman.

2. Pemohon Kredit Perorangan

Dengan memahami subyek hukum maka akan memudahkan untuk menganalisa aspek-aspek hukum perorangan yang mengajukan permohonan kredit. Seperti dijelaskan diatas bahwa manusia atau dalam hukum disebut orang adalah subyek hukum, pembawa hak dan kewajiban mampu melakukan perbuatan hukum. Setiap orang mempunyai hak untuk mengajukan permohonan meminjam kredit dari bank. Sebelum bank memutuskan menyetujui pinjaman kredit maka orang yang mengajukan permohonan tersebut perlu dilakukan analisa diantaranya dari aspek hukumnya. Aspek hukum dari pemohon kredit perorangan yaitu :

a. Nama

Setiap orang tentu mempunyai nama, bahkan dalam agama Islam dianjurkan untuk memberi nama yang baik kepada setiap anak yang lahir. Nama adalah


(55)

untuk menentukan identitas orang, untuk membedakan orang satu dengan orang lainnya dan dengan nama dapat diketahui sebagai subyek hukum yaitu sebagai pembawa hak dan kewajiban. Nama dapat diketahui dari kartu tanda penduduk (KTP), dari Surat ijin Mengemudi (SIM), dari Kartu Keluarga (KK) , Ijazah Sekolah, Sertifikat Tanah, Akta Kelahiran, Kartu Kredit, dan lain-lain.

Untuk memperoleh kepastian nama seseorang maka perlu melakukan perbandingan antara kartu identitas yang satu dengan kartu identitas lainnya misalnya KTP dengan SIM atau dengan Kartu Keluarga dengan ijazah sekolah dan lain sebagainya. Kalau dalam mengidentifikasikan nama seseorang tersebut hanya berpegang pada satu kartu identitas maka dikhawatirkan satu kartu identitas tersebut dipalsukan. Misalnya hanya berpegang pada KTP. Apakah dapat diyakini nama yang tercantum dalam KTP tersebut benar-benar nama pemohon kredit. Dengan cara membandingkan kartu identitas satu dengan kartu identitas yang lain maka akan dipalsukan tentu memalsu seluruh kartu identitas . Dengan diketahui secara pasti nama pemohon kredit maka jika suatu waktu kredit yang diberkan mengalami kemacetan maka bagi Bank akan mudah untuk pemohon kredit mengajukan gugatan perdata atau eksekusi jaminan kredit karena identitas pemohon kredit jelas.

b. Cakap

Cakap artinya seorang (pemohon kredit) tersebut mampu melakukan perbuatan hukum yaitu orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran serta tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Menurut Pasal


(56)

1330 KUHPerdata menentukan orang-orang perempuan dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, oleh karena itu seorang perempuan yang sudah bersuami harus didampingi suaminya. Namun ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata telah dikesampingkan oleh Mahkamah Agung melalui Surat Edaran no. 3/1963 tanggal 5 September 1963 artinya pada saat ini seorang perempuan cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

Jadi seorang analis harus menganalisa dengan pengecekan tentang kecakapan pemohon dengan indikator pemohon kredit sudah dewasa, sehat akal dan pikiran dan terkena kasus yang oleh undang-undang mengakibatkan pemohon kredit dilarang melakukan perbuatan hukum.

c. Dewasa

Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47 Menetapkan bahwa orang dianggap telah dewasa jika sudah berumur 18 tahun keatas atau sebelum umur 18 tahun tetapi telah melangsungkan pernikahan. Sedangkan menurut KUH Perdata Pasal 330 ayat (1) bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Orang yang belum dewasa berarti orang dibawah umur dianggap belum dapat melakukan perbuatan hukum. Untuk melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya jika diangkat wali. Jadi hanya orang yang sudah dewasalah yang bisa mengajukan permohonan kredit.56


(57)

Kecakapan bertindak untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dapat diberikan oleh undang-undang dalam bentuk ketentuan khusus. Misalnya batas usia menikah adalah untuk pria 19 tahun, sedangkan untuk perempuan adalah 16 tahun (Pasal 7 UU Perkawinan). Demikian pula usia untuk membuat wasiat adalah 18 tahun (Pasal 897 KUHPerdata). Ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menetapkan bahwa penghadap harus paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah.57

d. Orang yang ditaruh dibawah Curatelle atau Pengawasan atau Pengampuan.

Yang diartikan dibawah curatelle adalah orang dewasa yang karena dalam keadaan sakit ingatan, dungu dan pemboros. Orang-orang seperti ini dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Untuk dapat melakukan perbuatan hukum berupa meminjam kredit maka harus diwakili olehcuratellenya. Cara untuk menempatkan curatelle harus diajukan permohonan dengan disertai alasan-alasan yang kuat dan bukti saksi kepada Pengadilan Negeri setempat untuk memperoleh putusan orang tersebut dibawah curatelle. Permohonan seorang ingatan,dungu atau pemboros dibawahCuratele dapat diajukan oleh keluarganya dan khusus untuk seorang pemboros diajukan oleh keluarganya terdekatnya karena hanya keluarga dekat yang mengetahui seorang pemboros. Orang yang sakit ingatan yang membahayakan kepentingan umum Jaksa diwajibkan mengajukan permohonan orang tersebut dibawah curatele bila keluarganya belum

57 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal. 103.


(58)

mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri.

Dengan diletakkannya seseorang dibawah pengampuan, maka orang tersebut mempunyai kedudukan yang sama seperti seorang yang belum dewasa. Semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh yang berada dibawah pengampuan membawa akibat kebatalan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan olehnya tersebut.58

Putusan Pengadilan Negeri yang memutuskan menempatkan seorang dibawah

curatele agar dapat diketahui masyarakat luas harus diumumkan kepada publik misalnya melalui surat kabar, radio dan secara formal melalui Berita Negara Indonesia.

e. Orang yang dinyatakan pailit

Orang yang berhutang kepada orang lain atau kepada bank kemudian orang yang berhutang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga atau seorang yang menjabat sebagai direksi suatu perusahaan kemudian perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga, maka orang-orang tersebut kehilangan haknya untuk berbuat bebas. Dengan kata lain orang tersebut sebagai subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban dibatasi oleh undang-undang, hak untuk melakukan perbuatan hukum dibatasi undang-undang Pembatasan hak untuk melakukan perbuatan hukum yaitu :

a. Orang yang dinyatakan pailit demi hukum kehilangan haknya untuk

58

Kartini Muljadi,et.al., Seri Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian),PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 136.


(59)

berbuat bebas terhadap kekayaannya yang termasuk dalam kepailitan. Ini artinya orang yang diyatakan pailit kehilangan hak untuk menjaminkan harta kepailitannya.

b. Orang yang dinyatakan pailit kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya terhitung mulai hari diucapkannya pernyataan pailit.

c. Orang yang dinyatakan pailit tidak diperkenankan menjadi anggota direksi perseroan terbatas apabila dalam tempo maksimum 5 tahun sebelumnya pernah dinyatakan pailit.

d. Perusahaan berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang dinyatakan pailit maka para direksinya dan komisaris tidak diperbolehkan mendirikan perusahaan atau menjadi direksi dan komisaris pada perusahaan lain selama 5 tahun.

e. Orang yang dinyatakan pailit tidak dapat berusaha bebas dikemudian hari karena putusan pailit dipublikasikan dalam berita negara dan 2 surat kabar bertiras nasional sehingga dapat diketahui dalam berita negara dan 2 surat kabar bertiras nasional sehingga dapat diketahui masyarakat luas. Ini berarti orang yang dinyatakan pailit tidak dapat melakukan perbuatan hukum seperti meminjam kredit dari bank.

f. Kewarganegaraan

Kewarganegaraan seseorang merupakan faktor yang mempengaruhi kewenangan atau kecakapan berbuat seseorang artinya mempengaruhi kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Ini berkaitan dengan Warga Negara Asing atau Warga Negara Indonesia yang menjadi Warga Negara Asing tidak berhak memiliki hak atas tanah dengan status hak milik, hak guna bangunan dan hak guna usaha. Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria memutuskan bahwa hanya Warga Negara Indonesia yang berhak memiliki hak atas tanah dengan hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha. Jadi jika Warga Negara Asing mengajukan permohonan kredit dengan jaminan hak atas tanah hak milik atau hak guna bangunan atau hak guna usaha maka bank


(60)

tersebut harus meneliti apakah tanah tersebut milik pemohon Warga Negara Asing atau milik Warga Negara Indonesia. Jika hak atas tanah kenyataannya milik Warga Negara Indonesia maka dengan persetujuan pemilik dapat dijadikan jaminan atas hutang pemohon Warga Negara Asing itu. Jaminan dalam bentuk lain seperti deposito atau tabungan atau benda bergrerak lainnya dapat diterima. Untuk menentukan apakah seseorang pemohon kredit WNI atau WNA dapat dilihat atau diketahui dari bentuk tubuh orang. Tidak sulit untuk membedakan orang indonesia asli atau orang asing. Bila dilihat dari bentuk fisik atau tubuh orang yang mengajukan permohonan kredit bukan orang Indonesia atau suku asli Indonesia maka dapat dimintakan bukti kewarganegaraannya. Jika Warga Negara Asing maka perlu dianalisa mengenai :

1) Tujuan penggunaan kredit yang dimohon, jika kredit untuk membeli rumah berikut tanah atas nama WNA tentu tidak dapat dikabulkan karena WNA tidak diperkenankan memiliki rumah dan tanah dengan hak milik, hak guna bangunan dan hak guna usaha. Warga Negara Asing hanya diperbolehkan memiliki hak atas tanah dengan status hak pakai.

2) Jika kredit yang dimohon untuk usaha di Indonesia dengan jaminan bukan tanah misalnya deposito, tabungan atau benda bergerak lainnya seperti mobil maka permohonan kredit dapat dikabulkan.

g. Domisili

Domisili terjemahan dari Domicilie atau woonplaats artinya tempat tinggal seorang pemohon kredit harus diketahui tempat tinggalnya atau tempat


(1)

komunikasi demi kelancaran proses kredit, sehingga lamanya waktu proses sampai dengan cair sesuai dengan waktu yang ditentukan.

3. Aspek Jaminan yang diterapkan sebagai jaminan KPR pada PT. Bank XYZ adalah jaminan berupa tanah/bangunan yang sudah sertifikat berupa SHM/SHGB dan memiliki nilai yang strategis dan marketable / tidak dalam sengketa dan khusus untuk tanah pertapakan dapat dijadikan jaminan kredit dengan syarat merupakan kavling tanah matang/kavling siap bangun yang peruntukannya jelas untuk perumahan/pemukiman yang marketable dan sesuai RUTR Pemda setempat dan tidak dalam sengketa.

B. SARAN

1. Memperhatikan fungsi dan peranan perbankan yang strategis dalam menjalankan fungsinya sebagai perantara keuangan (financial intermediary) yang juga bertindak sebagai agen pembangunan, karena dalam kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali masyarakat yang kekurangan modal maupun dalam bentuk KPR harus selalu memegang prinsip kehati-hatian dalam penyalurannya.

2. Dalam pemberian fasilitas kredit, bank harus mempunyai keyakinan terhadap jaminan yang diserahkan oleh debitor sebagai jaminan kredit, mengingat unsur tersebut adalah sangat penting. Karena jika suatu kredit yang tidak memiliki jaminan yang cukup mengandung resiko yang cukup besar.


(2)

3. Debitur yang menerima kredit hendaknya mempergunakan kredit sesuai dengan kebutuhan dan telah memperhitungkan cashflow keuangan dengan matang sehingga kemampuanya untuk membayar angsuran bulanan tetap berjalan lancar.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku.

Aman, Edy Putra Tje, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1989.

Abdul Hay, Marhainis, Hukum Perbankan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Penerbit Alumni, Bandung, 1978.

________________________,Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Basuki, Sunaryo,Hukum Real Estate Indonesia, Djambatan Jakarta 1991.

Bahsan, M,Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta, 2002.

Blaang, C.Djemabut, Perumahan dan Pemukiman Sebagai Kebutuhan Pokok, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1986.

Budiono, Herlien, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.

Firdaus, Rachmat, et.al., Manajemen Perkreditan Bank Umum, Alfabeta, Bandung, 2009.

Hadisaputro, Hartono,Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984.

Harsono, Budi, Hukum Agraria Indonesia, (Sejarah Pembentukan, Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Djambatan, Jakarta, 2007.

HS, Salim,Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.


(4)

Himpunan Peraturan Fidusia & Hak Tanggungan, Indonesia Legal Centre Publishing, CV. Karya Gemilang, 2010.

Iskandar,Metodologi Penelitian Kualitatif, Gaung Persada, Jakarta, 2009. Kasmir,Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindi Persada, Jakarta, 2002.

______,Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Mahmoeddin,Melacak Kredit Bermasalah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002. Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta,

2009.

Marzuki, Peter Mahmud,Penelitian Hukum, Prenanda Media Group, Jakarta, 2009. Meliala, Djaja S, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum

Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2008.

Meliala, A.Qiram Syamsudin, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985.

Muis, Abdul, Hukum Persekutuan & Perseroan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006.

Muljadi, Kartini, et.al., Seri Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian),PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.

Naja, H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Parlindungan, A.P,Komentar Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah dan Sejarah terbentuknya, Cetakan ke-1, Mandar Maju, Bandung, 1996.

Patrik, Purwahid, Asas-Asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 1986.

Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari Undang-Undang), Mandar Maju, Bandung, 1994.

Perangin-angin, Effendy, Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, Rajawali Pers, Jakarta 1987.


(5)

Rahman, Hasanuddin, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986.

Sembiring, Sentosa,Hukum Perbankan,Mandar Maju, Bandung, 2008. Setiawan,Pokok-Pokok Hukum Perikatan, PT. Binacipta, Bandung, 1987.

Sinungan, Muchdarsyah, Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1983.

Soemitro, Rochmat,Penuntutan Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, PT. Eresco, Bandung, 1979.

Soimin, Soedharyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Subekti, et.al, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Subekti,Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

______, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, PT.Alumni, Bandung, 2005.

______,Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Inter Masa, Jakarta, 1987.

______, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. Alumni Bandung. 1986.

______,Hukum Perjanjian, PT. Internusa, Jakarta, 2002. ______,Hukum Perjanjian, Intermasa tahun 2005.

______, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung, 1996.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2009.

Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah Kredit (Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis),Rineka Cipta, Jakarta, 2009.

Sutarno,Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2005. Sutedi, Adrian,Hukum Hak Tanggungan,Sinar Grafika, Jakarta, 2010.


(6)

Suyatno, Thomas,Dasar-Dasar Perkreditan,Gramedia, Jakarta, 1998.

Suyatno, Thomas, et.al, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 1997.

__________________, Dasar-Dasar Perkreditan, Cetakan Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1990.

Wijaya, Faried,et.al., Lembaga-lembaga Keuangan dan Bank Perkembangan, Teori dan Kebijakan,Edisi Kedua Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta, 1991.

B. Peraturan Perundang-undangan. Buku Pedoman Perkreditan Konsumen. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR (SKBI No. 30/267/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif