Gambaran Penyesuaian Diri Pada Remaja yang Memiliki Saudara Autis

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri
1.

Definisi Penyesuaian Diri
Berdasarkan salah satu teori utama penyesuaian diri yang diungkapkan oleh

Haber dan Runyon (1984), penyesuaian diri adalah suatu proses dimana individu
harus menerima suatu hal yang tidak dapat diubah atau dikontrol dengan belajar dan
berusaha membiasakan diri hidup dan berkembang dengan hal yang tidak dapat
diubah tersebut. Melakukan penyesuaian diri berarti menerima segala keterbatasan
yang tidak dapat diubah dan secara aktif dapat mengubah apa yang bisa dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri
merupakan suatu proses dimana seorang individu berusaha untuk menerima suatu
keadaan yang tidak dapat diubah dengan membiasakan diri untuk hidup dan
berkembang dengan keadaan tersebut dan secara aktif mengubah dan memodifikasi
apa yang bisa dilakukan dengan keterbatasan tersebut.

2.


Karakteristik Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang efektif merupakan suatu bentuk penerimaan

keterbatasan yang tidak dapat diubah dan secara aktif dapat mengubah dan
memodifikasi apa yang bisa dilakukan dari keterbatasan tersebut. Menurut Haber dan

14
Universitas Sumatera Utara

15

Runyon (1984) penyesuaian diri yang efektif dapat digambarkan dari karakteristik di
bawah ini:
1. Persepsi yang akurat terhadap realitas
Orang yang profesional dalam bidang kesehatan mental setuju bahwa persepsi
yang akurat terhadap realitas merupakan prasyarat dalam penyesuaian diri
yang baik. Pengertian terhadap realitas ini sering terhenti pada wacana
filosofis dari sifat realitas itu sendiri. Tidak ada cara untuk mengetahui
keabsolutan dari kata realitas dan apakah ada orang yang mengalami realitas

dalam cara yang sama. Individu harus tetap mengingat bahwa persepsi yang
dibuat setiap individu cenderung dipengaruhi oleh ketertarikan dan motivasi
masing-masing individu. Individu dengan penyesuaian diri yang baik akan
menetapkan tujuan yang realistis sesuai dengan kemampuan dan kenyataan
yang ada serta akan secara aktif mengejar tujuan tersebut. Pencapaian tujuan
akan dipengaruhi oleh hambatan dan peluang yang berasal dari lingkungan.
Individu yang realistis akan mengubah dan memodifikasi tujuan sesuai
dengan hambatan dan peluang yang ia temukan tersebut. Salah satu aspek
yang sangat penting dalam persepsi yang akurat terhadap realitas adalah
kemampuan untuk mengenali dan menyadari konsekuensi dari apa yang
dilakukan dan kemampuan dalam memandu perilaku secara tepat.

Universitas Sumatera Utara

16

2. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Pada kenyataannya, individu tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan serta kepuasan dengan segera. Suatu tujuan tidak dapat dicapai
secara instan. Oleh karena itu, setiap individu harus belajar untuk bertoleransi

dalam proses pencapaian tujuan apakah itu akan lebih cepat atau mengalami
penundaan. Belajar bertoleransi dalam mencapai tujuan bukanlah suatu hal
yang mudah. Penundaan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan sering kali
mengakibatkan ketidaknyamanan dan stres. Tidak setiap orang mampu
melakukan

pengorbanan

dalam

mencapai

tujuan.

Individu

dengan

penyesuaian yang baik mampu dalam mengatasi stres dalam penundaan
kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan. Tujuan yang realistis akan

memberikan suatu rasa dalam pencapaian tujuan tersebut dan memberikan
arah dan fokus terhadap energi yang tersedia.
3. Self-image yang positif
Kemampuan individu menggambarkan dirinya dalam berbagai aspek secara
keseluruhan merupakan salah satu indikator dari kualitas penyesuaian.
Individu yang mampu menggambarkan diri dari berbagai aspek dan memiliki
harmonisasi antara aspek yang satu dengan yang lain menunjukkan bahwa
individu yang bersangkutan memiliki penyesuaian yang baik. Salah satu hal
yang menunjukkan bahwa individu memiliki penyesuaian yang baik adalah
kemampuan individu dalam menggambarkan diri secara positif. Individu

Universitas Sumatera Utara

17

harus tetap mengetahui kelemahan dan kelebihan mereka. Kemampuan
pemahaman diri secara objektif seperti ini bisa mengarahkan individu untuk
menyadari potensi diri yang sebenarnya.
4. Kemampuan mengungkapkan perasaan
Kesehatan emosional menjadi salah satu indikator penyesuaian yang baik.

Individu yang memiliki kesehatan emosional mampu merasakan dan
mengungkapkan apa yang ia rasakan melalui berbagai spektrum emosi yang
tepat. Mereka mengatur emosi secara objektif dan menempatkan emosi
dibawah kontrol mereka, mampu mengidentifikasi emosi dengan baik dan
mempertimbangkan beberapa alternatif untuk mengungkapkan emosi tersebut.
5. Hubungan interpersonal yang baik
Aspek hubungan interpersonal yang paling penting adalah berbagi emosi dan
perasaan. Individu yang memiliki penyesuaian yang baik mampu membangun
hubungan interpersonal yang baik juga. Keberadaan mereka membuat orang
lain merasa senang dan nyaman serta mereka juga menghargai dan
menyenangi keberadaan orang lain. Orang-orang dengan penyesuaian yang
baik juga menyadari bahwa hubungan yang dibangun dengan orang lain tidak
selalu mulus dan mereka mampu untuk mencapai kadar keintiman yang layak
dengan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

18

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Schneider (1964) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
proses penyesuaian diri adalah sebagai berikut:
a. Kondisi fisik (Physical condition).
Faktor keturunan merupakan suatu proses yang terjadi secara alami yang
mempengaruhi keadaan fisik yang meliputi temperamen dan sifat.
Temperamen dan sifat seseorang sangat mempengaruhi penyesuaian diri.
Sistem tubuh yang meliputi saraf, kelenjar, dan otot mempengaruhi
penyesuaian diri. Sistem saraf mempengaruhi penyesuaian diri secara
langsung karena sistem saraf adalah dasar dari proses mental. Sistem
tubuh yang lebih baik memberikan kesempatan bagi individu untuk
melakukan penyesuaian yang lebih baik.
b. Perkembangan dan kematangan (development and maturation)
Penyesuaian diri yang dilakukan individu selalu mengalami perubahan
seiring dengan tahap perkembangan dan tingkat kematangan yang
dicapai. Aspek kematangan tersebut meliputi kematangan intelektual,
sosial, moral dan emosional.
c. Faktor psikologis
Pengalaman merupakan suatu konsep yang luas yang mempengaruhi
penyesuaian diri. Pengalaman bisa bersifat baik dan buruk. Pengalaman
yang baik bermanfaat dalam mendukung penyesuaian yang lebih baik


Universitas Sumatera Utara

19

bagi individu. Pembelajaran memberi pengaruh yang sangat jelas pada
penyesuaian diri. Pembelajaran membuat individu lebih bersiap dalam
menghadapi situasi yang hampir sama pada waktu berbeda. Latihan dan
pendidikan membuat individu memiliki pengetahuan dan keterampilan
khusus

yang menyediakan

nilai-nilai,

prinsip

dan

sikap


yang

berkontribusi terhadap kehidupan yang sehat. Perbedaan dalam hal
pengalaman, pembelajaran, latihan dan kemampuan serta konflik yang
dihadapi masing-masing individu membuat penyesuaian yang dilakukan
juga akan berbeda.
d. Keadaan lingkungan
Lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam
penyesuaian diri. Lingkungan keluarga yang baik dimana hubungan
orang tua dan anak positif mempengaruhi penyesuaian diri yang baik
pada anak maupun orang tua. Penerimaan orang tua terhadap anak akan
membuat anak merasa percaya diri dan memberikan reaksi emosional
yang positif dalam menghadapi situasi sulit.
e. Faktor kebudayaan, adat istiadat dan agama.
Budaya, adat istiadat dan agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Ketiga hal ini mempengaruhi bagaimana pikiran dan perilaku
seseorang yang memberi pengaruh besar dalam penyesuaian diri.

Universitas Sumatera Utara


20

B. Remaja Awal
1.

Definisi Remaja
Masa remaja awal merupakan masa transisi yang berada pada usia 13-16

tahun yang biasa disebut usia belasan yang tidak menyenangkan dimana terjadinya
perubahan pada diri seorang individu baik secara fisik, psikis dan peran sosial
(Hurlock, 1999). Remaja awal juga merupakan usia dimana individu berintegrasi
dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak-anak tidak lagi merasa di bawah orangorang yang lebih tua melainkan berada di tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya
dalam masalah hak. Piaget (dalam Hurlock, 1999). Masa remaja awal merupakan
masa dimana invidu memiliki kebergantungan dengan teman sebaya dan semangat
konformitas yang tingggi (Kohlberg dalam Papalia, 1999)
2.

Karakteristik Usia Remaja
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa usia remaja memilki


karakteristik sebagai berikut:
1. Masa remaja sebagai periode penting
Remaja mengalami perubahan fisik dan mental yang cepat dan penting.
Perubahan tersebut menuntut remaja untuk memiliki penyesuaian mental dan
pembentukan sikap, nilai dan minat yang baru.
2. Masa remaja sebagai usia peralihan
Remaja merupakan usia peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Peralihan bukan berarti terputus dengan atau terpisah dari masa sebelumnya

Universitas Sumatera Utara

21

tetapi peralihan dalam hal ini lebih berfokus pada peralihan dari tahap
perkembangan yang satu ke tahap perkembangan berikutnya. Hal ini bisa
diartikan bahwa tahap perkembangan sebelumnya akan mempengaruhi apa
yang akan terjadi di masa yang akan datang serta mempengaruhi pola perilaku
dan sikap yang baru pada tahap perkembangan berikutnya.
3. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap tahap perkembangan memiliki masalahnya sendiri-sendiri, namun
masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi oleh remaja itu
sendiri. Ada 2 alasan penyebab kesulitan tersebut:
a. Sepanjang masa kanak-kanak masalah anak sebagian diselesaikan oleh
orang

tua

dan

guru-guru

sehinggan

kebanyakan

remaja

tidak

berpengalaman dalam menyelesaikan dan mengatasi masalah.
b. Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalah
sendiri dan cenderung menolak bantuan orang lain dalam mengatasi
masalah mereka terutama dari guru dan orang tua.
4. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar
dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat
diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat juga.

Universitas Sumatera Utara

22

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Pencarian identitas dimulai pada masa akhir anak-anak, penyesuaian dengan
kelompok yang lebih penting dari pada bersikap individualitas. Penyesuaian
diri pada kelompok remaja awal masih tetap penting bagi remaja tersebut tetapi
seiring perkembangan usia mereka akan mendambakan identitas yang berbeda
dengan orang lain dan menjadi peribadi yang lebih berbeda.
6. Masa remaja usia yang menimbulkan ketakutan
Adanya anggapan yang menyatakan bahwa remaja adalah anak-anak yang
tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan berperilaku merusak menyebabkan orang
dewasa yang harus membimbing dan bertanggung jawab pada kehidupan
remaja yang normal.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis
Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia
inginkan, bukan sebagaimana adanya, terlebih mengenai cita-cita. Semakin
tidak realistis cita-cita maka semakin marahlah remaja tersebut. Mereka akan
kecewa jika orang lain mengecewakan dan tidak dapat mencapai cita-cita yang
mereka tetapkan sendiri.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Masa remaja cenderung menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan
tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.
Remaja mulai menghubungkan diri dengan status dewasa seperti merokok,

Universitas Sumatera Utara

23

minum-minuman keras, penyalahgunaan obat, dan terlibat dalam perbuatan
seks. Mereka menganggap perilaku tersebut akan memberi citra yang mereka
harapkan.
Berdasarkan karakteristik remaja tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja
merupakan suatu periode penting dimana remaja mengalami berbagai perubahan
fisik, kognisi, emosi dan perilaku yang menuntut individu untuk menerima dan
menyesuaikan diri degan perubahan tersebut disertai dengan perubahan peran. Hal ini
disebakan karena remaja bukan anak-anak lagi tetapi tidak bisa dikatakan dewasa.
Sesuai dengan tahapan perkembangan, masa remaja juga memiliki tugas-tugas
perkembangan yang harus diselesaikan. Tugas-tugas perkembangan remaja menurut
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) adalah sebagai berikut:
1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik
pria maupun wanita
2. Mencapai peran sosial pria maupun wanita
3. Menerima perubahan fisik dan menggunakannya secara efektif
4. Mengahrapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
5. Mencapai kemandirian sosial dari orang tua maupun orang dewasa lainnya
6. Mempersiapkan karir ekonomi
7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebaagi pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideology.

Universitas Sumatera Utara

24

3. Remaja Yang Memiliki Saudara Autis
Remaja merupakan suatu tahapan perkembangan yang khas dan sangat
berbeda dari tahapan perkembangan lainnya. Tahapan perkembangan ini memberikan
tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai individu yang menjalaninya. Semua
tugas perkembangan remaja tersebut dipusatkan pada perubahan sikap kekanakkanakan dan membentuk kesiapan mencapai masa dewasa. Tugas perkembangan
remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku. Pada masa ini,
penyesuaian dengan kelompok sosial menjadi penekanan yang sangat penting pada
diri remaja. Mereka sangat memperhatikan bagaimana penerimaan kelompok teman
sebaya atas apa yang terjadi dengan mereka, termasuk berbagai perubahan yang
terjadi baik perubahan fisik, kognisi dan juga perilaku.
Remaja yang memiliki saudara autis memiliki kondisi yang sangat berbeda
dengan remaja yang memiliki saudara normal. Gangguan autis yang dialami oleh
seorang individu menyebabkan ketidakmampuan dalam berkomunikasi dua arah, dan
menampilkan beberapa fitur perilaku seperti masalah persepsi sensoris dimana
mereka bisa sangat oversensitive terhadap suatu hal atau benda tertentu dan
menampilkan perilaku menyakiti diri sendiri. Fitur-fitur perilaku seperti ini sering
dianggap aneh oleh masyarakat sehingga menimbulkan rasa malu terhadap remaja
akibat evaluasi negatif dari orang-orang disekitar terutama dari teman sebaya.
Keberadaan seorang saudara dengan gangguan autis membuat remaja
mendapatkan tuntutan tambahan diluar tututan dari tugas perkembangannya. Remaja

Universitas Sumatera Utara

25

dituntut sebagai pengasuh muda (young carer ) bagi saudara yang mengalami autis
(Burke, 2004). Remaja harus membantu dan bertanggung jawab pada saudara autis.
Tanggung jawab semacam ini berbeda dengan tanggung jawab yang diberikan pada
remaja yang memiliki saudara normal, hal ini disebabkan karena kebutuhan anak
autis berbeda dengan kebutuhan anak normal. Burke (2004) menjelaskan kondisi
yang dialami oleh individu yang memiliki saudara autis sebagai berikut:
a. Tanggung jawab pengasuhan (caring responsibility)
Setiap individu pasti akan membantu saudaranya. Bantuan dan
pengasuhan yang diberikan seorang individu pada saudara yang
mengalami ketidakmampuan jauh melebihi bantuan yang diberikan
seseorang

yang

terbebas

dari

saudara

yang

tidak

mengalami

ketidakmampuan karena ketidakmampuan itu sendiri menuntut bantuan
tambahan yang menuntut pengasuhan.
b. Meringankan stress yang dialami orang tua (relieving stress ecperienced
by parents)

Keberadaan anggota keluarga dengan gangguan autis memberikan stres
yang tinggi bagi orang tua. Saudara dari anak yang mengalami autis bisa
membantu mengurangi tekanan yang dialami orang tua. Mereka
menunjukkan dua peran yaitu mengurus diri mereka sendiri dan
membantu orang tua. Siegal dan Silverstein (dalam Burke 2004)
mengungkapkan bahwa ketika anak normal mengambil peran orang tua

Universitas Sumatera Utara

26

mereka bisa mengurangi stres yang dialami orang tua. Motivasi anak
normal dalam melakukan hal ini dapat digolongkan kedalam dua hal.
Pertama, anak normal melakukan hal tersebut karena mereka menerima
situasi yang ada dikeluarga. Kedua, mereka merasa harus membantu
mengasuh saudara yang mengalami ketidakmampuan sebagai kompensasi
karena mereka normal dan tidak mengalami ketidakmapuan. Individu
yang memiliki saudara autis dituntut untuk berperilaku baik terhadap
saudara dan tidak membalas kenakalan yang diperbuat saudara autis. Hal
ini mengakibatkan anak tidak dapat mengekpresikan pendapat dan
menahan perilaku agresif. Rasa malu akibat keberadaan saudara dengan
ketidakmampuan juga membuat mereka belajar untuk tidak berbicara
mengenai saudara yang mengalami ketidakmampuan. Akibatnya, mereka
merasa bingung akan peran dalam keluarga apakah sebagai pengasuh atau
sebagai saudara, teman bermain atau sebagai orang yang bertanggung
jawab atas anak yang mengalami ketidakmampuan tersebut tanpa
memiliki kematangan seperti orang dewasa (Powell dan Ogle dalam
Burke, 2004)
c. Keterbatasan aktivitas (life restriction)
Pengasuhan yang diberikan pada anak yang mengalami ketidakmampuan
mengakibatkan keterbatasan aktivitas dalam kehidupan saudara yang
mengasuhnya. Keterbatasan kehidupan ini membuat saudara dari anak

Universitas Sumatera Utara

27

yang mengalami ketikmampuan merasa tertekan karena aktivitasnya
hanya terbatas pada pengasuhan. Saudara dalam tahapan perkembangan
remaja tidak mendapatkan kebebasan yang sama sebagaimana proses yang
dialami remaja pada umumnya. Seligman (dalam Burke, 2004)
mengungkapkan bahwa keterbatasan hidup akibat tanggung jawab
pengasuhan semacam ini akan menimbulkan perasaan marah, balas
dendam, perasaan bersalah dan gangguan psikologis. Saudara dari anak
yang mengalami ketidakmampuan juga mengalami keterbatasan dalam
mengungkapkan pendapat dan keinginan mereka karena tidak menyadari
bahwa mereka juga memliki hak untuk mendapat perhatian orang tua.
Kurangnya komunikasi semacam ini mengakibatkan perasaan terisolasi
yang mengarah pada keputusasaan pada saudara dari anak yang
mengalami ketidakmampuan tersebut.
C. Autis
1. Pengertian Autis
Autis berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah
pada diri sendiri. Autisme merupakan preokupasi terhadap pikiran dan khayalan
sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya
sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
penderita autis sering disebut orang yang hidup di “dunianya” sendiri. Autis atau
autisme infantil (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo

Universitas Sumatera Utara

28

Kanner,

seorang

psikiatris

Amerika.

Istilah

autisme

dipergunakan

untuk

menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang
sering disebut Sindrom Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain
ekspresi wajah yang kosong seperti sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit
sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian dan mengajak mereka berkomunikasi.
2. Kriteria Diagnosa
Berdasarkan DSM-IV, kriteria diagnosa untuk penderita autis adalah sebagai
berikut:
A. Harus ada total 6 gejala dari (1), (2), (3) dibawah ini, dengan minimal dua kriteria
dari (1) dan masing–masing 1 gejala dari (2) dan (3):
1. penurunan kualitatif dalam interaksi sosial yang digambarkan paling sedikit
dua dari beberapa gejala berikut
a. ditandai penurunan yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku
nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan isyarat
untuk mengatur interaksi sosial.
b. kelemahan dalam perkembangan hubungan dengan teman sebaya sesuai
dengan tahap perkembangan.
c. kurang melakukan hal – hal atau aktivitas bersama orang lain secara
spontan.
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional secara timbal
balik

Universitas Sumatera Utara

29

2. penurunan dalam komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini:
a. keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa lisan tanpa upaya untuk
menggantinya dengan gerakan nonverbal seperti isyarat atau mimik.
b. Pada mereka yang memiliki kemampuan untuk berbicara ditandai dengan
penurunan kemampuan dalam memulai dan mempertahankan komunikasi
c.

stereotip dan penggunaan bahasa yang aneh, berulang atau bahasa
idiosinkratik.

d.

Kurang mampu bermain imitasi sosial sesuai tahap perkembangannya

3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal harus
ada 1dari gejala berikut ini :
a.

Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan fokus dan intensitas
yang abnormal/ berlebihan

b.

Terpaku pada kegiatan ritualistic dan rutinitas

c.

perilaku fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti bertepuk tangan,
menggerak-gerakkan tangan dan menggerakkan tubuh lainnya.

d.

Preokupasi pada bagian tertentu dari suatu objek.

4. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada
salah satu bidang berikut:
a. Interaksi sosial.
b. Kemampuan bahasa dan komunikasi
c. Permainan simbolik dan imajinatif.

Universitas Sumatera Utara

30

5. Bukan disebabkan gangguan Rett atau gangguan Disintegratif pada masa
kanak–kanak.

D. Penyesuaian Diri Pada Remaja yang Memiliki Saudara Autis
Setiap individu, dalam proses kehidupan mulai sejak kelahiran sampai
melewati beberapa tahapan perkembangan, dihadapkan pada keadaan kehidupan yang
selalu berubah, dimulai dari masa prenatal, bayi, masa kanak-kanak, remaja, dewasa
sampai lansia. Masing-masing tahapan perkembangan ini memiliki karakteristik yang
khas serta diwarnai dengan pengalaman dan kondisi subjektif individu yang
menjalaninya.
Salah satu tahapan perkembangan yang mendapatkan perhatian penting adalah
masa remaja. Masa remaja merupakan suatu tahapan perkembangan dimana seorang
individu mengalami perubahan drastis dalam kehidupannya baik secara fisik,
psikologis dan sosial. Perubahan-perubahan tersebut memberikan tuntutan dan
konflik tersendiri bagi remaja. Oleh karena itu tahapan perkembangan ini dikenal
dengan periode “storm and stress” (Hurlock, 1999). Ada banyak tuntutan dan
tekanan yang dialami seorang individu pada masa ini sesuai dengan tugas
perkembangan remaja. Pada umumnya, meskipun tugas perkembangan adalah suatu
hal normal yang harus dihadapi setiap remaja, tugas perkembangan tetap menjadi
sumber stres yang harus dihadapi remaja (Dacey & Kenny, 1997).

Universitas Sumatera Utara

31

Setiap individu, termasuk remaja, pasti menginginkan hal yang terbaik dalam
kehidupan mereka seperti kesempurnaan kondisi mental dan fisik pada diri sendiri
dan anggtoa keluarga. Pada kenyataannya, ada beberapa keadaan hidup yang berada
diluar jangkauan manusia meskipun telah melakukan usaha terbaik yang dapat
dilakukan. Salah satunya adalah ketika seseorang harus menjalani hidup bersama
dengan saudara yang mengalami gangguan autis.
Remaja yang memiliki saudara autis mendapatkan kondisi yang berbeda
dengan teman seusianya yang memiliki saudara normal. Remaja dengan saudara yang
mengalami autis ini mendapat tekanan diluar tekanan dari tugas perkembangan
remaja yang harus dijalani yaitu tekanan yang berasal dari saudara yang mengalami
autis.
Autis adalah suatu gangguan perkembangan fungsi otak yang meliputi bidang
sosial dan afeksi, komunikasi verbal dan non-verbal, imajinasi, fleksibilitas,
ketertarikan, kognisi serta perhatian. Gangguan autis yang terjadi pada seseorang
mengakibatkan ketidakmampuan dalam komunikasi timbal balik, senderung melihat
orang lain sebagai benda mati, dan menampilkan berbagai fitur perilaku khas seperti
masalah persepsi sensoris, perilaku menyakiti diri sendiri, dan temper tantrum.
Berbagai perilaku yang ditampilkan anak yang mengalami autis tersebut
mengakibatkan rasa frustasi dan kelelahan pada figur pengasuhnya (Haugaard, 2008).
Keluarga dengan salah satu anggota autis dan memiliki anak dalam tahapan

Universitas Sumatera Utara

32

perkembangan remaja akan menuntut dan mengaharapkan bantuan pengasuhan dari
anak remaja terhadap anak yang mengalami autis tersebut.
Menjalani kehidupan bersama saudara yang mengalami autis memberikan
berbagai perasaan yang kompleks pada remaja. Kehidupan remaja yang ditandai
sebagai suatu masa peralihan, dengan berbagai perubahan dan tuntutan peran sosial
untuk mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman laki-laki maupun wanita,
membuat remaja sering menghadapi perasaan malu. Perasaan malu pada umumnya
disebabkan ketika teman sebaya mereka bertanya tentang perilaku tidak sesuai yang
ditampilkan anak yang mengalami autis dan juga ketika akan membawa teman
sebaya berkunjung ke rumah terutama teman lawan jenis (pacar). Remaja juga
mungkin merasa harus berkompetisi mendapatkan perhatian orang karena begitu
banyak waktu yang ditujukan kepada saudara yang mengalami autis (Attfield &
Morgan, 2007).
Remaja yang memiliki saudara autis juga mengalami kebingungan dan
konflik emosi. Ada saat dimana remaja harus membela saudara autis dan diidolakan
oleh saudara autis tersebut. Keadaan semacam ini membuat remaja merasa bersalah
atas perasaan dan emosi negatif, frustasi dan agresi serta kekecewan yang pernah
ditujukan pada saudara yang mengalami autis. Berbagai perasaan dan kondisi remaja
yang memiliki saudara autis menunjukkan bahwa mereka tidak hanya mendapatkan
tekanan dan tuntutan dari perubahan tahapan perkembangan akan tetapi juga dari
keberadaan saudara autis yang mereka miliki. Individu yang mengalami tekanan dan

Universitas Sumatera Utara

33

tuntutan membutuhkan penyesuaian diri untuk tetap dapat menjalani kehidupan
normal di lingkungannya.
Penyesuaian diri merupakan suatu kondisi dimana seseorang melakukan suatu
usaha dalam mengatasi tekanan yang dialami. Penyesuaian diri dapat diartikan
sebagai suatu usaha dalam membiasakan diri hidup dengan atau belajar untuk hidup
dengan suatu kondisi yang tidak dapat diubah seutuhnya. Individu berusaha untuk
terbiasa dengan suatu hal yang tidak dapat diubah dan belajar untuk menerima suatu
keadaan yang tidak dapat dikontrol (Haber & Runyon, 1984). Hal ini sejalan dengan
kondisi remaja yang memiliki saudara autis dimana autis merupakan suatu gangguan
yang tidak dapat disembuhkan dan membutuhkan penanganan dalam jangka panjang
(Haugaard, 2008).
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang terus berlanjut selama kehidupan.
Situasi hidup selalu berubah-ubah. Individu selalu menetapkan tujuan dalam
kehidupan tetapi seiring dengan berubahnya keadaan hidup individu juga terus
mengubah dan memodifikasi tujuan hidupnya. Suatu tujuan yang dianggap penting
sebelumnya bisa tidak berarti lagi pada masa seterusnya. Kualitas penyesuaian
individu dilihat dari seberapa baik individu tersebut dalam mengatasi masalah dalam
kehidupan.
Dinamika kehidupan selalu dipenuhi dengan dorongan internal dan eksternal
yang saling mempengaruhi. Pada suatu waktu dan kondisi tertentu individu bisa
menjadi produk dari lingkungan dan pengalaman subjektifnya. Sedangkan pada

Universitas Sumatera Utara

34

kondisi lain bisa menjadi subjek dari keadaan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas penyesuaian yang dilakukan seseorang bisa berubah dari waktu ke waktu dan
dari situasi ke situasi. Suatu saat bisa mengalami kesedihan, putus asa, depresi dan
tidak menutup kemungkinan pada waktu lain memperoleh kenyamanan, kebahagiaan
dan juga kenikmatan (Haber & Runyon, 1984).
Remaja yang memiliki saudara autis terkadang mengalami suatu kondisi
kesedihan dan kemarahan serta situasi yang tidak menyenangkan lainnya. Kondisi ini
bisa terjadi ketika anak yang mengalami autis menggangu kehidupan remaja tersebut
seperti merusak mainan dan barang-barang berharga lainnya, membuat keributan
serta mengganggu (Attfield & Morgan, 2007). Pada suatu waktu remaja bisa juga
mengalami suatu hal yang menyenangkan dan merasakan bahwa hidupnya berarti
buat saudara yang mengalami autis, mampu membela saudara ketika mendapat
ejekan dari orang lain (Hames & McCaffrey, 2005). Hal ini menggambarkan
dinamika kehidupan remaja yang memiliki saudara autis. Tidak selamanya
mendapatkan kondisi yang menyulitkan, penderitaan, dan tekanan tetapi ada saat
dimana remaja mengalami kebahagiaaan dan kepuasan yang tentunya diperoleh
ketika remaja tersebut bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang dialami.
Remaja yang melakukan penyesuaian diri yang baik juga merasakan suatu
keselarasan antara kondisi internal dan eksternal dimana ia merasa puas dengan apa
yang ia hadapi dan ia lakukan. Pada kondisi ini, meskipun merasakan suatu
kekecewaan terhadap suatu kondisi dan kegagalan dalam pencapaian tujuan ia akan

Universitas Sumatera Utara

35

terus berusaha dan bersedia memodifikasi tujuan mereka pada hal yang lebih realistis
jika tujuan sebelumnya terlalu tinggi dan tidak realistis (Hurlock, 1978).

Universitas Sumatera Utara

36

E. Paradigma Berpikir
Saudara autis

Remaja yang memiliki saudara autis

Remaja tanpa saudara autis

Tugas pengasuhan, tuntutan orang tua, dan
keterbatasan hidup serta pandangan negatif
dari lingkungan

Menyebabkan stres

Gambaran penyesuaian diri remaja yang memiliki
saudara autis?

Karakteristik :
1. Persepsi yang akurat terhadap
realitas
2. Kemampuan mengatasi stres
dan kecemasan
3. Kemampuan mengungkpakan
perasaan
4. Self image
5. Hubungan interpersonal

Faktor yang mempengaruhi:
1. Faktor keadaan fisik
2. Faktor perkembangan dan
kematangan
3. Faktor psikologis
4. Faktor keadaan lingkungan
5. Faktor agama, adat dan budaya

Universitas Sumatera Utara