Gambaran Stres Pada Ibu yang Memiliki Anak Autis

(1)

LAMPIRAN 1

HasilUjiReliabilitasdan Daya Beda Aitem


(2)

LAMPIRAN 1.HASIL UJI RELIABILITAS DAN DAYA BEDA AITEM

Reliabilitas dan Daya Beda Aitem SkalaStres Ibu a) Pengolahan 1

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.780 49

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

S1 158.89 228.219 .379 .773

S2 160.82 237.245 -.027 .787

S3 160.32 238.314 -.050 .786

S4 160.22 225.219 .319 .773

S5 160.14 236.981 -.013 .785

S6 159.95 224.114 .362 .772

S7 159.83 221.726 .448 .769

S8 159.99 223.360 .354 .772

S9 159.91 236.387 .013 .784

S10 159.68 226.593 .371 .773

S11 159.40 223.801 .388 .771

S12 159.38 232.447 .143 .780

S13 160.00 230.279 .203 .778

S14 159.15 226.710 .350 .773

S15 159.56 225.016 .338 .773

S16 159.92 234.447 .068 .782

S17 159.85 224.617 .351 .772

S18 159.92 231.796 .130 .780


(3)

73

S20 160.75 221.610 .384 .771

S21 160.21 234.096 .073 .782

S22 160.79 232.747 .092 .782

S23 159.83 232.098 .126 .781

S24 160.02 224.302 .372 .772

S25 160.25 221.493 .369 .771

S26 159.94 235.706 .048 .782

S27 159.71 226.765 .304 .774

S28 159.94 222.543 .360 .772

S29 159.72 222.597 .464 .769

S30 160.87 229.530 .186 .779

S31 159.47 227.554 .373 .773

S32 159.59 231.176 .203 .778

S33 159.72 225.574 .334 .773

S34 159.46 231.809 .162 .779

S35 159.46 226.856 .403 .772

S36 159.48 232.229 .138 .780

S37 160.08 226.586 .311 .774

S38 159.28 238.551 -.057 .784

S39 160.23 235.202 .051 .782

S40 159.54 225.670 .331 .773

S41 159.91 225.526 .327 .773

S42 159.80 223.810 .391 .771

S43 159.91 225.875 .336 .773

S44 160.00 226.907 .348 .773

S45 159.79 226.236 .304 .774

S46 160.07 235.763 .049 .782

S47 159.72 240.016 -.107 .787

S48 159.79 236.096 .016 .784

S49 159.54 223.158 .409 .770


(4)

b) Pengolahan 2

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.845 27

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

S1 87.82 162.896 .389 .840

S4 89.15 159.291 .359 .841

S6 88.89 159.103 .378 .840

S7 88.76 158.185 .424 .838

S8 88.92 158.331 .373 .840

S10 88.61 161.357 .385 .840

S11 88.33 161.062 .322 .842

S14 88.08 162.005 .340 .841

S15 88.49 158.276 .411 .839

S17 88.78 158.382 .409 .839

S20 89.68 156.709 .406 .839

S24 88.95 159.835 .367 .840

S25 89.18 155.175 .435 .838

S27 88.64 161.209 .326 .842

S28 88.87 158.182 .360 .841

S29 88.66 158.624 .451 .838

S31 88.40 161.801 .408 .839

S33 88.66 159.763 .371 .840

S35 88.39 163.450 .331 .841

S37 89.01 160.616 .350 .841


(5)

75

S41 88.84 159.067 .388 .840

S42 88.74 159.708 .375 .840

S43 88.84 161.834 .306 .842

S44 88.93 160.181 .424 .839

S45 88.72 161.411 .301 .843


(6)

LAMPIRAN 2

Data Mentah Subjek Penelitian


(7)

77

Data Mentah Subjek Penelitian Skala Stres Ibu

Subjek Nomor Aitem Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

BU 5 3 4 5 4 4 5 5 2 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 4 5 4 122

AW 4 3 4 5 5 4 2 4 2 2 1 2 2 4 2 2 2 1 4 3 2 4 2 3 3 3 5 80

DW 3 2 3 4 4 3 2 3 2 3 1 2 1 3 1 3 5 4 3 2 2 2 2 3 2 2 2 69

ST 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 4 3 1 4 3 4 3 4 4 2 4 3 5 2 2 80

WS 3 2 1 1 2 5 3 3 2 5 3 5 3 4 4 3 4 5 3 2 2 2 3 1 1 1 4 77

LD 2 2 3 1 1 3 1 1 3 3 3 2 1 2 2 2 2 1 4 1 1 2 2 1 5 1 2 54

YK 2 3 2 2 1 2 1 2 1 3 3 1 2 1 3 1 2 3 4 3 5 3 3 3 3 1 5 65

APS 4 4 4 5 5 4 5 4 5 4 3 3 3 4 3 5 5 3 4 3 5 4 5 4 2 3 5 108

W 4 5 4 5 2 4 3 3 3 4 2 3 3 5 2 3 2 3 5 2 2 4 4 2 3 2 5 89

O 4 2 5 5 4 5 5 5 5 3 4 5 4 2 4 2 4 4 3 4 3 5 4 4 2 2 4 103

MF 1 2 3 3 4 3 1 2 2 3 1 2 3 1 2 1 2 1 2 3 3 3 2 2 1 3 1 57

A 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1 38

LS 5 4 4 4 4 3 4 3 4 2 4 2 2 3 4 4 5 4 5 2 3 4 4 2 5 5 4 99

LU 5 4 4 4 5 5 3 5 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 2 5 3 5 5 117

CT 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 5 5 2 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 4 120

HR 3 3 2 2 3 1 2 1 1 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 2 2 5 61

M 2 2 5 1 2 2 2 1 1 4 4 5 4 1 1 1 4 4 5 4 1 1 1 2 2 2 5 69

G 1 2 3 2 1 2 3 2 1 3 2 1 2 1 2 1 3 2 3 2 1 1 1 2 2 1 1 48

J 2 1 3 2 3 4 4 1 1 5 4 4 3 4 3 4 4 4 5 4 5 3 4 4 2 2 3 88

S 4 5 4 1 2 4 5 5 5 4 4 3 3 5 4 4 2 5 5 2 2 4 4 2 3 2 5 98

YE 5 3 4 5 4 4 4 4 4 3 3 3 3 1 1 3 4 2 4 2 5 4 2 3 2 1 4 87

L 2 1 2 2 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 3 1 1 1 2 2 42

SDR 3 4 4 1 2 3 3 3 2 3 1 1 2 3 1 2 3 2 2 3 2 2 2 3 4 3 3 67

D 2 1 1 1 2 2 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 37

B 2 2 2 3 2 2 2 1 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 1 3 3 1 2 2 2 3 59


(8)

N 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 2 2 1 37

H 1 1 2 4 2 2 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 42

M 3 4 2 1 2 4 3 3 3 2 2 4 4 3 2 3 4 1 3 3 3 2 4 4 3 1 2 75

MR 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 1 3 2 2 1 2 2 1 2 3 2 2 3 2 3 3 2 59

RS 3 2 2 2 4 2 1 2 2 2 2 2 4 4 2 3 4 2 3 3 3 2 2 1 3 1 3 66

RP 2 4 2 3 3 4 3 5 4 2 2 1 4 1 2 1 1 1 1 4 2 2 2 2 2 2 2 64

MS 3 1 2 2 1 1 3 3 2 2 1 3 3 3 1 1 2 3 3 3 2 1 1 2 3 3 3 58

YN 4 2 1 3 3 3 4 4 3 2 2 3 3 3 2 2 1 3 3 2 3 2 2 3 1 4 3 71

N 4 4 3 1 1 2 3 3 3 2 3 2 5 5 4 3 3 3 3 3 2 2 2 5 4 4 3 82

DS 2 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 35

NG 4 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 1 2 3 2 2 2 4 2 3 69


(9)

LAMPIRAN 3

Skala Penelitian


(10)

RAHASIA

1.

No:

SKALA PENELITIAN

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(11)

81

KATA PENGANTAR

Dengan hormat,

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, maka saya bermaksud mengadakan penelitian berkaitan stres ibu dari anak autis. Untuk itu saya memerlukan sejumlah data yang hanya akan dapat saya peroleh dengan adanya kerjasama Anda dalam mengisi skala ini.

Dalam pengisian skala ini tidak ada jawaban yang salah karena setiap orang memiliki jawaban yang berbeda, karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda. Anda diharapkan dapat memberikan jawaban yang jujur dan tanpa mendiskusikannya dengan orang lain. Semua jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja. Cara memberikan pernyataan-pernyataan tersebut akan dijelaskan dalam petunjuk pengisian. Jika telah selesai, periksa kembali jawaban anda, jangan sampai ada pernyataan yang terlewati dan belum diisi.

Kesediaan Anda dalam mengisi kuisioner ini merupakan bantuan yang amat besar artinya bagi keberhasilan penelitian ini. Untuk itu saya ucapkan terimakasih.

Hormat Saya,


(12)

IDENTITAS DIRI

Silahkan isi identitas diri Anda terlebih dahulu: Nama/ Inisial : __________________

Usia : ____ tahun

PETUNJUK PENGISIAN

Dibawah ini terdapat 27 pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan tersebut. Jawablah semua pernyataan dalam skala ini, karena kelengkapan pengisian skala merupakan syarat mutlak agar data dapat dianalisis. Ibu diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri Ibu, dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu:

STS : Jika pernyataan SANGAT TIDAK SESUAI dengan diri Anda. TS : Jika pernyataan TIDAK SESUAI dengan diri Anda.

N : jika pernyataan NETRAL dengan diri Anda. S : jika pernyataan SESUAI dengan diri Anda.


(13)

83

Contoh:

NO Pernyataan STS TS N S SS

1. Saya dapat mengerjakan kuisioner ini dengan baik.

X

Bila Ibu ingin mengganti jawaban yang telah diberikan sebelumnya, coret tanda silang (X) sebelumnya dengan dua garis (=), dan berikan tanda silang (X) pada pilihan yang menurut Ibu sesuai.

Contoh Koreksi Jawaban:

NO Pernyataan STS TS N S SS

1. Saya dapat mengerjakan kuisioner ini dengan baik.

X X


(14)

No. Pernyataan STS TS N S SS

1. Saya bangga pada

anak saya.

2.

Saya tersinggung

ketika orang lain

memperhatikan anak

saya berbeda. 3.

Saya mampu

mengambil keputusan dengan baik.

4. Saya jarang melamun.

5. Saya sulit tidur karena memikirkan anak saya.

6.

Saya dapat

menyesuaikan diri

dalam lingkungan

baru.

7.

Saya merasa tidak ada

alasan yang benar

untuk menyakiti orang

lain secara fisik

maupun verbal.

8.

Saya tetap menjalani hidup dengan bahagia karena menurut saya anak adalah anugerah yang terindah.

9.

Saya tidak memiliki ketakutan berlebihan

terhadap hal-hal

tertentu seperti

ketinggian, kegelapan, keramaian, dll.

10.

Saya takut membawa anak saya ke tempat ramai.

11.

Saya sedih

memikirkan masa

depan anak saya. 12.

Saya tidak mudah

tersinggung bila saya dikritik orang lain.

13. Saya takut untuk

punya anak lagi. 14. Saya sulit memusatkan


(15)

85

lain berbicara dengan saya.

15.

Saya tetap tenang

meskipun anak saya sedang sakit.

16.

Saya sabar dalam

mengajari anak

meskipun ia sulit

dalam memahami apa yang saya ajarkan. 17. Saya sering berkumpul

dengan keluarga. 18.

Saya merasa saya

bukanlah orangtua

yang baik. 19.

Saya dapat bekerja sama dengan orang lain dalam berbagai hal.

20.

Saya sulit

menyelesaikan

pekerjaan rumah

tangga jika ingat

keadaan anak saya. 21.

Saya tidak meminta

pendapat pasangan

dalam hal mengasuh anak.

22. Saya lebih suka

menyendiri. 23.

Saya membentak

orang lain ketika saya sedang marah.

24.

Saya sulit

mempercayai orang

lain.

25. Saya kesulitan dalam membuat keputusan.

26.

Dalam melakukan

kegiatan, saya menjadi

kurang fokus bila

teringat kondisi anak saya.

27. Saya dapat mengingat dengan baik.


(16)

LAMPIRAN 4

Surat Penelitian


(17)

(18)

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Ajengrastri & Ryani. (2014). Orangtua berbagi suka duka mengasuh Anak Autisme (1).

http://tabloidnova.com/Kesehatan/Anak/Orangtua-Berbagi-Suka-Duka-Mengasuh-Anak-Autisme-1

Diakses pada tanggal 29 Maret 2016.

American Psychiaric Association. (2004). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders: DSM-IV-TR. (4th ed Text Revision.). Washington DC: American Psychiatric Association.

Astuti, Yuni. (2016). Perilaku Tantrum Anak Usia 5-6 Tahun Ditinjau Dari Usia Menikah Orang Tua di Desa Bener, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo. SKRIPSI (Tidak Diterbitkan). Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Atkinson, R.L., dkk.(2000). Introduction to Psychology (13th Ed). Editor : Smith, Carolyn D. Harcourt College Publishers.

Azwandi. (2005). Mengenal dan Membantu Penyandang Autis. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

--- (1999). Reliabilitas dan Validitas: Seri Pengukuran Psikologi. Yogyakarta: Sigma Alpha.

Bilih, Abdul. (2011). Ibu Itu Sungguh Ajaib. Yogyakarta: Transmedia.

Central for Disease Control and Prevention. (2014). Autism Spectrum Disorder: Sign and Symptoms. http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/signs.html

Diakses tanggal 21 Januari 2015


(20)

Depdiknas. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Domino & Domino. (2006). Psychological Testing: An Introduction (2nd Ed.). United Kingdom: Cambridge University Press.

Endow, J. (2009). Outsmarting Explosive Behavior: A Visual System of Support and Intervention for Individuals With ASD. Shawnee Mission, KS: AAPC Publishing.

(http://ollibean.com/2015/01/13/autistic-meltdown-or-temper-tantrum/) Diakses tanggal 18 Februari 2016

Hadi, Sutrisno. (2000). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Hariansib. (2014). Jumlah anak dengan ASD setiap tahunnya meningkat,

Orangtua diminta waspada.

(http://hariansib.co/view/Medan- Kita/33944/Jumlah-Anak-dengan-ASD-Tiap-Tahunnya-Meningkat--Orangtua-Diminta-Waspada.html#.VMJVSixNnIU)

Diakses tanggal 23 Januari 2015

Hidayati, F. (2013). Pengaruh Pelatihan “Pengasuhan Ibu Cerdas” terhadap Stres Pengasuhan pada Ibu dari Anak Autis. Jurnal Psikoislamika, Volume 10, No. 1, Tahun 2013.

Hurlock, E, B. (2001). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi 5). Jakarta: Erlangga.

Hutten, Mark. (2009). Tantrums and Meltdowns in Kids with Autism Spectrum

Disorders.

(http://www.myaspergerschild.com/2009/07/temper-tantrums-and-meltdowns-in.html)


(21)

Kalaei, S. (2008). Students with Autism Left Behind: No Child Left Behind anf The Individuals with Disabilities Education Act. Thomas Jefferson Law Review, Vol.30 No.2, 723-749. Mei. 2008

Kartono, Kartini. (1985). Bimbingan bagi Anak dan Remaja yang bermasalah. Jakarta: Rajawali.

Lam, W.L., & Mackenzie, E.A. (2002). Coping With a Child With Down Syndrome: The Experiences of Mothers in Hong Kong. Qualitative Health Research, 2. Februari, Vol 12, No. 2, 223-237.

Lazarus, R.S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal and Coping. New York: Springer Publishing Company.

Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid Kesatu. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Marijani, L. (2003). Bunga Rampai Seputar Autisme dan Permasalahannya. Jakarta: Puterakembara Foundation.

Miftah, Ici. (2010). Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Stres Ibu yang memiliki anak autisme di Sekolah Luar Biasa (SLB) Autisme di Kota Padang Tahun 2010. SKRIPSI. (Tidak Diterbitkan). Fakultas Keperawatan: Universitas Andalas.

Nevid, J.S., Rathus, S.A. & Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi kelima, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga

NewsRX. (2010). Washington State University Researchers Finds Mothers of Children with Autism Pay Price in Workplace. Washington D.C: Washington State University.

Osborne, L. A., McHugh, L., Saunders, J., & Reed, P. (2007). Parenting stress reduces the effectiveness of early teaching interventions for autistic spectrum disorders. J Autism Dev Disord, 38, 1092-1103.


(22)

Viewpoint (7th Ed.). Boston: McGraw-Hill

Phetrasuwan, Supapak & Miles, Margaret Shandor. (2009). Parenting Stress in Mothers of Children with Autism Spectrum Disorders. Journal for Specialists in Pediatric Nursing. Vol. 14 No. 3, Juli 2009

Pisula, Ewa. (2011). Parenting Stress in Mothers and Fathers of Children with Autism Spectrum Disorders, A Comprehensive Book on Autism Spectrum Disorders, Dr. Mohammed-Reza Mohammadi (Ed.) Diakses dari:

http://www.intechopen.com/books/a-comprehensive-book-on-autism- spectrum-disorders/parenting-stress-in-mothers-and-fathers-of-children-with-autism-spectrum-disorders

Diakses pada tanggal 21 Januari 2016

Pusponegoro, H.D & Purboyo, Solek. (2007). Apakah Anak Kita Autis?. Bandung: Trikarsa Multi Media

Rahayu, S.M. (2014). Deteksi dan Intervensi Dini pada Anak Autis. Jurnal Pendidikan Anak, Vol. III, Edisi 1, Juni 2014.

Rahmawati, dkk. (2013). Hubungan antara Penerimaan Diri dan dukungan sosial dengan stres pada ibu yang memiliki anak autis di SLB Autis di Surakarta. Makalah (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Rachmayanti, S. & Zulkaida, A. (2007). Penerimaan diri orangtua terhadap anak autisme dan perannya dalam terapi autisme. Jurnal Psikologi Vol.1, No. 1, 7 – 17.

Rice, P.L. (1992). Stress and Health (2nd ed). California: Wadsworth, Inc.

Rumahautis. (2013). Misteri Autis yang Tak Terungkap.

http://rumahautis.org/rumahautis/berita-misteri-autis-yang-tak-terungkap.html


(23)

Safaria, T. (2005). Autisme pemahaman baru untuk hidup bermakna bagi orangtua. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Santrock, J.W., (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja (6th ed). Jakarta: Erlangga.

Sarafino, E.P. (2011). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions (7th ed.). USA: John Wiley & Son

Sari, dkk. (2011). Profil „Resilience‟ pada ibu yang memiliki anak autis di kota Bandung. Mimbar, Vol. XXVII, No. 1. 105-111.

Sastry, A., Aguirre, B. (2014). Parenting anak dengan autisme: Solusi, Strategi, dan saran praktis untuk membantu keluarga anda. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sembiring, M. (2011). Gambaran Kebahagiaan pada Ibu yang memiliki Anak Autisme. SKRIPSI (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Stefani. (2011). Hubungan Kejadian Penyakit Autistik pada Anak dengan Usia Maternal dan Paternal di kota Medan. SKRIPSI (Tidak Diterbitkan). Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono. (1999). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Suraiya, M & Yulianti, Astuti. (2008). Faktor-faktor Stres pada Orangtua Anak Autis. NASKAH PUBLIKASI. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Suryabrata, S. (2000). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Swahyuningroem. (2012). Ya Anak Saya Autis.

http://nengkoala.com/2012/09/11/ya-anak-saya-autis/ Diakses pada tanggal 14 Oktober 2014


(24)

Englewood Cliffs NJ: Printice Hall.

Veskarisyanti, G.A., 2008. 12 Terapi Autis Paling Efektif & Hemat: untuk Autis, Hiperaktif, dan Retardasi Mental.Yogyakarta: Pustaka Anggrek.

Wenar, C & Kerig, P.K. (2000). Developmental Psychopathology: From infancy through adolescence (4th ed.) New York: Mc-Graw Hill.

Whitman, T.L & Ekas, N.V. (2010). Adaptation to Daily Stress among Mothers of Children with an Autism Spectrum Disorder: The Role of Daily Positive Affect. Journal Autism Develompent Disorder. Vol. 41. 1202-1213.

Wiliam, C & Wright, B. (2004). How to live with Autism and Asperger Syndrome. Jakarta: Dian Rakyat.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 2012).

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu variabel, yaitu stres.

B. DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi Operasional dari Stres ialah kondisi yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang dapat dilakukan individu sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya, sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan berpikir dan mengingat, individu menjadi mudah marah dan tersinggung, sedih, cemas, takut, khawatir, gelisah dan muncul perilaku menyendiri atau menarik diri dari lingkungan.

Stres dalam penelitian ini akan diukur melalui skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori dan aspek stres yang dikemukakan oleh Sarafino (2011), Aspek Psikologis dari Stres, yang meliputi Kognisi, Emosi dan Perilaku Sosial. Semakin tinggi skor yang dimiliki subjek, maka semakin tinggi pula


(26)

tingkat stres yang dialaminya. Sedangkan sebaliknya, semakin rendah skor yang dimiliki subjek, maka semakin rendah pula tingkat stres yang dialami subjek.

C. POPULASI DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi dan Sampel

Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah para ibu yang memiliki anak yang didiagnosa oleh profesional memiliki sindrom autisme di Medan.

Sampel adalah sebagian dari populasi dan harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki populasi (Azwar, 2010). Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, yakni sampel. Adapun sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang sesuai dengan ciri dari populasi:

a. Ibu dari anak autis dengan rentang usia kanak-kanak awal (2-5 tahun) dan kanak-kanak akhir (6-12 tahun).

b. Diagnosa autisme ditegakkan oleh profesional. c. Ibu masih mengasuh anaknya yang autis d. Berdomisili di Medan

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur


(27)

32

tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dan dengan memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-probabilitas purposive sampling. Berdasarkan teknik ini, sampel diambil dengan adanya pertimbangan dan berdasarkan kesesuaian dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Sugiyono, 2008). Teknik pengambilan sampel ini sesuai dengan penelitian mengingat jumlah populasi yang tidak memiliki jumlah data yang jelas dalam arti tidak ada sumber data yang pasti mengenai jumlah populasi penelitian. Besarnya sampel yang dipilih adalah berdasarkan pertimbangan ketepatan dan efisiensi biaya, tenaga, waktu dan kemampuan peneliti.

Data dari Yayasan Autisma Indonesia pada tahun 2003, terdapat lima lembaga autis yang ada di kota Medan. Setelah melakukan pendekatan dengan lembaga, maka peneliti berhasil mengumpulkan 40 orang anak autis beserta dengan ibunya yang bersedia menjadi subjek penelitian.

Penegakan diagnosa autisme dari subjek penelitian telah dipastikan sebelumnya oleh lembaga yang mendukung penelitian, yaitu Ibu Juniaty dari YAKARI Medan dan Ibu Endang Kesuma dari SLB Tali Kasih Medan. Beliau memastikan bahwa subjek yang terlibat dalam penelitian ini telah menerima diagnosa autis yang ditegakkan oleh profesional yaitu psikolog maupun psikiater yang terkait dengan lembaga.


(28)

D. JENIS PENELITIAN

Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 2012).

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode skala. Skala merupakan kumpulan-kumpulan pernyataan mengenai suatu objek. Azwar (1999) menguraikan beberapa karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi, yaitu:

1. Stimulus berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.

2. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku, sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam berntuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu berisi banyak aitem. 3. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai "benar" atau "salah". Semua respon dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini ialah Skala Stres Ibu yang disusun oleh Peneliti berdasarkan teori Stres Sarafino (2011). Penyusunan skala Stres Ibu didasarkan pada aspek psikologis dari stres yaitu aspek psikologis dari stres yaitu kognisi yang ditunjukkan dengan menurunnya kemampuan berpikir,


(29)

34

mengingat; emosi yang ditunjukkan dengan mudah marah, tersinggung; dan perilaku sosial seperti menarik diri, tidak mengikuti kegiatan sosial.

Skala Stres menggunakan model skala Likert yang berjumlah 49 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan unfavorable, dengan menggunakan empat pilihan dalam memberi respon, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 4 sampai 1 untuk aitem favorable, sedangkan untuk aitem unfavorable bergerak dari 1 sampai 4. Pemberian skor untuk skala ini dapat dilihat pada tabel 3.3, sedangkan blueprint skala stress ibu dapat dilihat pada tabel 3.4

Tabel 3.1 Bobot Nilai Pernyataan Skala Stres Ibu

Bobot Nilai STS TS N S SS

Favorable 1 2 3 4 5

Unfavorable 5 4 3 2 1

Tabel 3.2 Blueprint Skala Stres Sebelum Uji Coba

No. Aspek Indikator Jenis Aitem Jlh

Favorable Unfavorable 1. Kognisi - Konsentrasi menurun

- Ingatan melemah - Kesulitan dalam

memecahkan masalah

3, 6, 7, 38, 49

26, 27, 37, 44, 45, 46

11

2. Emosi - Mudah marah - Mudah Tersinggung - Mudah Sedih - Cemas - Takut - Khawatir - Gelisah

1, 5, 14, 15, 16, 24, 28,

29, 36, 39

2, 4, 8, 9, 13, 17, 20, 22, 23, 25,

30, 33

22

3. Perilaku Sosial

- Menyendiri

- Menarik diri dari lingk.

10, 11, 12, 19, 21, 31,

34, 35

18, 32, 40, 41, 42, 43,

47, 48

16


(30)

F. UJI INSTRUMEN ALAT UKUR 1. Uji Validitas

Rogers (dalam Urbina, 2004) menyatakan bahwa defenisi pertama dari validitas yang diungkapkan oleh National Association of the Directors of Educational Research adalah batas dimana suatu alat tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukanlah suatu pengujian validitas (Azwar, 1999).

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah content validity atau yang disebut sebagai validitas isi, yaitu berkaitan dengan relevansi dan representatif dari aitem tes dalam mewakili sasaran yang akan diukur (Urbina, 2004). Validitas isi tes menunjuk kepada sejauh mana tes yang merupakan seperangkat soal-soal, dilihat dari isinya memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validasi isi tes ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal (Suryabrata, 2000).

2. Reliabilitas

Reliabilitas menurut Domino dan Domino (2006) merupakan konsistensi dari data ataupun hasil yang diperoleh. Reliabilitas merujuk kepada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji ulang dengan tes yang sama pada kesempatan berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen yang berbeda, ataupun dalam kondisi yang berbeda (Urbina, 2004).


(31)

36

Pengukuran yang tidak memiliki reliabilitas tinggi akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi di antara individu lebih ditentukan oleh faktor eror daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Pengukuran yang tidak reliabel tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu (Azwar, 1999). Ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil pengukuran alat tersebut dapat dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh para subjek yang diukur dengan alat yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda (Suryabrata, 2000).

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana seperangkat alat tes diberikan kepada sekelompok subjek hanya sekali saja. Pengukuran reliabilitas alat ukur menggunakan Koefisien Alpha Cronbach, yang artinya menggunakan administrasi tunggal dari suatu bentuk tunggal, didasarkan pada konsistensi respon terhadap semua butir soal dalam tes.

3. Uji Daya Beda Aitem

Daya diskriminasi aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem dapat membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut pengukuran. Pengujian daya beda aitem dilakukan dengan cara menghitung korelasi koefisien antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri. Koefisien korelasi aitem-total dihitung dengan formula product-moment Pearson lalu dilakukan koreksi terhadap efek spurious overlap. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala, berarti semakin tinggi daya beda aitemnya. Sebaliknya, semakin rendah koefisien


(32)

korelasinya (mendekati nol), berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya rendah. Apabila koefisien korelasi didapati bernilai negatif, maka dapat dipastikan terdapat cacat serius pada aitem yang bersangkutan (Azwar, 2012).

Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang

dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan koefisien korelasi aitem menggunakan batasan di atas atau sama dengan 0,3. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi (rix) minimal 0,3, daya

pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki koefisien korelasi (rix)

di bawah 0,3 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah. Pengujian ini dilakukan dengan SPSS Statistics version 17.0 for Windows.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur dilakukan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus sebanyak 87 orang. Analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS Statistics version 17.0 for Windows.

Berdasarkan hasil uji coba pada 49 aitem skala Stres Ibu yang terdiri dari 3 (tiga) aspek, diperoleh 27 aitem yang memiliki nilai di atas atau sama dengan 0,3 dan terdapat 22 aitem yang gugur karena memiliki nilai dibawah 0,3. Aitem yang gugur ialah aitem 3, 38, 26, 46, 5, 16, 36, 39, 2, 9, 13, 22, 23, 30, 12, 19, 21, 34, 18, 32, 47, 48.

Distribusi aitem yang diterima dapat dilihat pada tabel 3.5. Sebelum skala digunakan untuk penelitian, aitem disusun kembali. Untuk menyeimbangkan setiap aspek, maka aitem yang gugur tidak diikutsertakan dalam skala penelitian.


(33)

38

Nilai koefisien reliabilitas Skala Stres Ibu 0,845 menunjukkan bahwa alat ukur reliabel.

Tabel 3.3 Blueprint Skala Stres Ibu Setelah Uji Coba

No. Aspek Indikator Jenis Aitem Jlh

Favorable Unfavorable 1. Kognisi - Konsentrasi menurun

- Ingatan melemah - Kesulitan dalam

memecahkan masalah

3, 4, 27 14, 20, 25, 26

7

2. Emosi - Mudah marah - Mudah Tersinggung - Mudah Sedih - Cemas - Takut - Khawatir - Gelisah

1, 8, 9, 12, 15, 16

2, 5, 10, 11, 13, 18

12

3. Perilaku Sosial

- Menyendiri

- Menarik diri dari lingk.

6, 7, 17, 19 21, 22, 23, 24

8

Jumlah 13 14 27

G. PROSEDUR PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, peneliti akan membuat konstruksi alat ukur berupa skala untuk mengukur Stres Ibu. Penyusunan skala ini dimulai dengan membuat blue-print aitem-aitem yang ingin diberikan. Skala akan dicetak pada kertas berukuran A4 dan berbentuk booklet. Skala Stres Ibu disusun berdasarkan aspek stres oleh Sarafino (2011). Skala Stres Ibu terdiri dari 49 aitem.


(34)

b. Uji coba alat ukur

Setelah perancangan skala selesai, peneliti akan melakukan uji coba alat ukur kepada 87 orangtua dari anak berkebutuhan khusus di kota Medan pada tanggal 09 November s.d. 25 November 2015. Uji coba ini bertujuan untuk memperoleh nilai reliabilitas dan validitas dari alat ukur.

c. Revisi Alat Ukur

Setelah try out selesai, peneliti akan merevisi alat ukur dengan cara memilih aitem-aitem yang sudah teruji reliabilitas dan validitasnya. Komputasi dilakukan dengan bantuan program SPSS version 17.0 for Windows. Berdasarkan hasil uji coba pada 49 aitem skala Stres Ibu diperoleh 27 aitem yang memiliki nilai di atas atau sama dengan 0,3. Nilai koefisien alpha yang diperoleh adalah sebesar 0,845.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti akan mengambil data penelitian yang sebenarnya. Alat ukur akan diberikan kepada 40 ibu yang memiliki anak autis. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 15 Desember 2015 s.d. 05 Januari 2016 di Medan.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah memperoleh data dari responden, peneliti akan melakukan pengolahan data dengan komputasi dan dibantu oleh program SPSS version 17.0 for Windows.


(35)

40

H. METODE ANALISA DATA

Penelitian ini dilakukan untuk melihat Gambaran Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis, maka metode analisa data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean dan standar deviasi. Pengolahan data akan dibantu oleh program SPSS version


(36)

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Subjek yang terlibat dalam penelitian adalah 40 anak autis beserta ibunya yang berdomisili di kota Medan. Hasil dari penyebaran skala terhadap subjek penelitian diperoleh gambaran mengenai ciri-ciri demografi subjek yang meliputi usia ibu, usia anak, suku bangsa dan pekerjaan ibu.

1. Usia

Peneliti mengkategorikan usia subjek penelitian menjadi 3 kategori yaitu dewasa dini dengan rentang usia 18-40 tahun, dewasa madya dengan rentang usia 41-60 tahun dan dewasa akhir dengan usia lebih dari 60 tahun (Hurlock, 2001). Berdasarkan usia subjek penelitian, maka diperoleh penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Ibu

Usia Jumlah (N) Persentase

Dewasa Awal (18-40 tahun) 27 67,5 %

Dewasa Madya (41-60 tahun) 13 32,5 %

Dewasa Akhir (≥ 60 tahun) – 0 %

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek terbanyak adalah ibu dengan kelompok usia dewasa awal (18-40 tahun), yakni 27 orang (67,5%), kemudian diikuti dengan ibu Dewasa Madya (41-60 tahun), yakni 13 orang (32,5%) dan tidak ada ibu yang berusia lebih dari 60 tahun (0%).


(37)

42

Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada Grafik 1.

Grafik 1. Penyebaran Subjek berdasarkan Usia

2. Usia Anak

Peneliti mengkategorikan usia anak dari subjek penelitian menjadi 2 kategori, yaitu kanak-kanak awal dengan usia 2-5 tahun, kanak-kanak akhir dengan usia 6-13 tahun (Hurlock, 2001). Berdasarkan usia anak dari subjek penelitian, maka diperoleh penyebaran data seperti yang tertera pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Anak

Usia Jumlah (N) Persentase

Kanak-Kanak Awal (2-5 tahun) 18 45 %

Kanak-Kanak Akhir (6-12 tahun) 22 55 %

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek terbanyak adalah ibu yang memiliki anak autis pada kategori usia kanak-kanak akhir (6-12 tahun), yakni 22 orang (55%), kemudian diikuti dengan ibu yang memiliki anak autis pada kategori usia kanak-kanak awal (2-5 tahun), yaitu 18


(38)

orang (45%). Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia anak dapat dilihat pada Grafik 2.

Grafik 2. Penyebaran Subjek berdasarkan Usia Anak

3. Suku Bangsa

Peneliti mengkategorikan suku bangsa dari subjek penelitian menjadi 6 (enam) kategori besar, yaitu Suku Batak (termasuk Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, Batak Angkola dan Batak Pakpak), Suku Jawa, Suku Melayu, Suku Minangkabau, Suku Nias dan Suku Tionghoa. Berdasarkan suku bangsa dari subjek penelitian, maka diperoleh penyebaran data seperti yang tertera pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku Bangsa

Suku Bangsa Jumlah (N) Persentase

Batak 21 52,5 %

Jawa 7 17,5 %

Melayu 5 12,5 %

Minangkabau 3 7,5 %

Nias 2 5 %


(39)

44

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek terbanyak adalah ibu dari Suku Batak, yakni 21 orang (52,5%), kemudian diikuti dengan ibu bersuku Jawa, yaitu 7 orang (17,5%); ibu bersuku Melayu, yaitu 5 orang (12,5%); ibu bersuku Minangkabau, yaitu 3 orang (7,5%); ibu bersuku Nias, yaitu 2 orang (5%) dan ibu bersuku Tionghoa, yaitu 2 orang (5%). Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan suku bangsa dapat dilihat pada Grafik 3. .

Grafik 3. Penyebaran Subjek berdasarkan Suku Bangsa

4. Pekerjaan

Peneliti mengkategorikan pekerjaan ibu dalam 4 (empat) kategori besar, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Swasta, Wiraswasta dan Ibu Rumah Tangga (IRT). Berdasarkan pekerjaan ibu yang diperoleh dari subjek penelitian, maka diperoleh penyebaran data seperti yang tertera pada tabel 4.4


(40)

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (N) Persentase

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 9 22,5 %

Pegawai Swasta 11 27,5 %

Wiraswasta 4 10 %

Ibu Rumah Tangga (IRT) 16 40 %

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek terbanyak adalah ibu yang tidak bekerja (IRT), yakni 16 orang (40%), kemudian diikuti dengan ibu yang bekerja sebagai Pegawai Swasta, yaitu 11 orang (27,5%); ibu yang bekerja sebagai PNS, yaitu 9 orang (22,5%) dan ibu yang berkarir sebagai wiraswasta, yaitu 4 orang (10%). Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada Grafik 4.

Grafik 4. Penyebaran Subjek berdasarkan Pekerjaan

B. HASIL PENELITIAN

1. Hasil Utama Penelitian

a. Gambaran Umum Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran stres pada ibu yang memiliki anak autis. Oleh karena itu, data dalam penelitian ini akan diolah dengan


(41)

46

analisis deskriptif. Fungsi analisis deskriptif ialah untuk menyederhanakan kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Data dalam penelitian ini ialah data numerik, maka analisis deskriptif yang disajikan meliputi nilai mean, Standar Deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum. Analisa deskripstif dalam penelitian ini dibantu dengan program SPSS Statistics version 17.0 for Windows. Penyajian hasil analisa deskriptif pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil analisa deskriptif Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis

N Minimum Maksimum Mean SD

Total 40 32 122 71,05 23,952

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa subjek yang diteliti (N) ialah 40 orang, yang mana skor rata-rata (mean) yang diperoleh ialah 71,05 dan nilai Standar Deviasi yang diperoleh ialah 23,952 dengan skor minimum yaitu 32 dan skor maksimum yaitu 122. Deskripsi data penelitian yang tersaji memungkinkan peneliti untuk melakukan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi model distribusi normal. Azwar (2010) menyatakan bahwa kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa data terdistribusi secara normal. Kategorisasi skor stres ibu dikelompokkan kedalam 3 kategori, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Norma kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6 Norma Kategorisasi Stres

Rentang Nilai Kategori

X < (µ - 1,0 SD) Rendah

(µ - 1,0 SD) ≤ X < (µ + 1,0 SD) Sedang


(42)

Besar mean empirik stres ialah 71,05 dengan Standar Deviasi (SD) sebesar 23, 952 maka kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Kategorisasi Stres

Kategori Rentang Nilai Jumlah Persentase

Rendah X < 47,098 7 17,5 %

Sedang 47,098 ≤ X < 95,002 26 65 %

Tinggi 95,002 ≤ X 7 17,5 %

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa mayoritas para ibu memiliki tingkat stres dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 26 orang (65%). Ibu dengan kategori stres rendah dan tinggi sama-sama berjumlah 7 orang (17,5%).

Penyebaran kategorisasi stres dapat dilihat pada grafik 5.

Grafik 5. Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis

b. Gambaran Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis ditinjau dari aspek Stres

1) Gambaran Stres pada Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Kognisi Aspek Kognisi dalam Skala Stres Ibu diukur dengan 7 aitem dengan rentang nilai 1-5 sehingga menghasilkan kemungkinan skor tertinggi 35 dan kemungkinan


(43)

48

skor terendah 7. Penyajian hasil analisis deskriptif stres ditinjau dari aspek kognisi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8 Gambaran Stres Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Kognisi

N Minimum Maksimum Mean Standar

Deviasi

Total 40 8 31 18,68 5,959

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai minimum yang diperoleh ialah 8 dan nilai maksimum yang diperoleh ialah 31, kemudian mean stres dari aspek kognisi ialah 18,68, dengan standar deviasi sebesar 5,959. Kriteria kategorisasi skor stres ditinjau dari aspek kognisi disertai dengan jumlah subjek dan persentasenya disajikan pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Kategorisasi Stres ditinjau dari Aspek Kognisi

Kategori Rentang Nilai Jumlah Persentase

Rendah X < 12,721 7 17,5 %

Sedang 12,721 ≤ X < 24,639 26 65 %

Tinggi 24,639 ≤ X 7 17,5 %

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa 26 orang ibu memiliki stres pada kategori sedang ditinjau dari aspek kognisi (65%), kemudian diikuti oleh 7 orang ibu pada kategori rendah (17,5%) dan 7 orang ibu pada kategori tinggi (17,5%) ditinjau dari aspek kognisi. Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan aspek kognisi dari stres dapat dilihat pada Grafik 6


(44)

Grafik 6. Stres pada Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Kognisi

.

2) Gambaran Stres pada Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Emosi Aspek Emosi dalam Skala Stres Ibu diukur dengan 12 aitem dengan rentang nilai 1-5 sehingga menghasilkan kemungkinan skor tertinggi 60 dan kemungkinan skor terendah 12. Penyajian hasil analisis deskriptif stres ditinjau dari aspek kognisi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.10 Gambaran Stres Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Emosi

N Minimum Maksimum Mean Standar

Deviasi

Total 40 15 54 30,95 10,919

Berdasarkan tabel 4.10 diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai minimum yang diperoleh ialah 15 dan nilai maksimum yang diperoleh ialah 54, kemudian mean stres dari aspek emosi ialah 30,95, dengan standar deviasi sebesar 10,919. Kriteria kategorisasi skor stres ditinjau dari aspek emosi disertai dengan jumlah subjek dan persentasenya disajikan pada tabel 4.11


(45)

50

Tabel 4.11 Kategorisasi Stres ditinjau dari Aspek Emosi

Kategori Rentang Nilai Jumlah Persentase

Rendah X < 20,031 8 20 %

Sedang 20,031 ≤ X < 41,869 25 62,5 %

Tinggi 41,869 ≤ X 7 17,5 %

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa 25 orang ibu memiliki stres pada kategori sedang bila ditinjau dari aspek emosi (62,5%), kemudian diikuti oleh 8 orang ibu pada kategori stres rendah (20%) dan 7 orang ibu pada kategori stres tinggi (17,5%). Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan aspek emosi dari stres dapat dilihat pada Grafik 7.

Grafik 7. Stres pada Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Emosi

3) Gambaran Stres pada Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Perilaku Sosial

Aspek Perilaku Sosial dalam Skala Stres Ibu diukur dengan 8 aitem dengan rentang nilai 1-5 sehingga menghasilkan kemungkinan skor tertinggi 40 dan kemungkinan skor terendah 8. Penyajian hasil analisis deskriptif stres ditinjau dari aspek perilaku sosial dapat dilihat pada tabel berikut.


(46)

Tabel 4.12 Gambaran Stres Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Perilaku Sosial

N Minimum Maksimum Mean Standar

Deviasi

Total 40 8 38 21,43 8,041

Berdasarkan tabel 4.12 diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai minimum yang diperoleh ialah 8 dan nilai maksimum yang diperoleh ialah 38, kemudian mean stres dari aspek perilaku sosial ialah 21,43, dengan standar deviasi sebesar 8,041. Kriteria kategorisasi skor stres ditinjau dari aspek perilaku sosial disertai dengan jumlah subjek dan persentasenya disajikan pada tabel 4.13

Tabel 4.13 Kategorisasi Stres ditinjau dari Aspek Perilaku Sosial

Kategori Rentang Nilai Jumlah Persentase

Rendah X < 13,389 7 17,5 %

Sedang 13,389 ≤ X < 29,471 25 62,5 %

Tinggi 29,471 ≤ X 8 20 %

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa 25 orang ibu memiliki stres pada kategori sedang bila ditinjau dari aspek perilaku sosial (65%), kemudian diikuti oleh 8 orang ibu pada kategori stres tinggi (20%) dan 7 orang ibu pada kategori stres rendah (17,5%). Selanjutnya, penyebaran subjek penelitian berdasarkan aspek perilaku sosial dari stres dapat dilihat pada Grafik 8.


(47)

52

2. Hasil Tambahan Penelitian

Hasil tambahan penelitian ditujukan untuk memperkaya hasil penelitian dari data yang telah didapat sebelumnya. Hasil tambahan tersebut antara lain memaparkan gambaran stres pada ibu dari anak autis ditinjau dari Usia Ibu, Usia Anak, Suku Bangsa dan Pekerjaan Ibu.

a. Gambaran Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis ditinjau dari Usia Tabel 4.14 Gambaran Stres pada Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Usia

Usia N Minimum Maksimum Mean Standar

Deviasi

Dewasa Awal 27 35 122 77,26 22,499

Dewasa Madya 13 32 103 58,15 22,379

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa subjek penelitian dengan usia Dewasa Awal (18-40 tahun) memiliki mean Stres Ibu paling tinggi, diikuti dengan subjek penelitian dengan usia Dewasa Madya (41-60 tahun). Berdasarkan hasil pengujian independent sample t-test untuk melihat perbedaan stres ditinjau dari usia ibu, maka diperoleh nilai p = 0,016 (< 0,05) didapatkan bahwa terdapat perbedaan skor pada Stres Ibu ditinjau dari usia ibu.

b. Gambaran Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis ditinjau dari Usia Anak Tabel 4.15 Gambaran Stres Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Usia Anak

Usia Anak N Minimum Maksimum Mean Standar

Deviasi

Kanak Awal 18 32 122 70,50 25,382

Kanak Akhir 22 35 117 71,50 23,311

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki anak autis dengan kategori usia Kanak-Kanak Akhir (6-12 tahun) memiliki mean Stres Ibu


(48)

yang lebih tinggi dibandingkan dengan mean Stres Ibu yang memiliki anak autis dengan kategori usia Kanak-Kanak Awal (2-5 tahun). Berdasarkan hasil pengujian independent sample t-test untuk melihat perbedaan stres ditinjau dari usia anak mereka, maka diperoleh nilai p = 0,897 (> 0,05) didapatkan bahwa tidak ada perbedaan skor pada Stres Ibu ditinjau dari usia anak.

c. Gambaran Stres pada Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Suku Bangsa

Tabel. 4.16 Gambaran Stres Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Suku Bangsa

Suku Bangsa N Minimum Maksimum Mean Standar

Deviasi

Batak 21 32 120 71,48 23,058

Jawa 7 37 122 71,57 36,327

Melayu 5 37 98 74,00 25,318

Minangkabau 3 69 82 75,33 6,506

Nias 2 57 76 66,50 13,435

Tionghoa 2 42 69 55,50 19,092

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ibu bersuku Minangkabau memiliki mean Stres yang paling tinggi (75,33), kemudian diikuti dengan ibu bersuku Melayu (74,00), ibu bersuku Jawa (71,57), ibu bersuku Batak (71,48), ibu bersuku Nias (66,50) dan yang terakhir ibu bersuku Tionghoa (55,50). Peneliti menggunakan pengujian One-Way ANOVA untuk melihat perbedaan mean lebih dari 2 kelompok. Berdasarkan hasil pengujian, maka diperoleh nilai p = 0,962 (> 0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan skor pada Stres Ibu ditinjau dari suku bangsa yang dimiliki ibu.


(49)

54

d. Gambaran Stres pada Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Pekerjaan Ibu Tabel. 4.17 Gambaran Stres Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Pekerjaan

Pekerjaan N Minimum Maksimum Mean Standar

Deviasi

PNS 9 32 117 74,56 26,674

Peg. Swasta 11 37 120 69,64 23,880

Wiraswasta 4 37 69 50,50 14,248

IRT 16 35 122 75,19 23,487

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ibu yang tidak bekerja (IRT) memiliki mean Stres yang paling tinggi (75,19), kemudian diikuti dengan ibu yang bekerja sebagai PNS (74,56), ibu yang bekerja sebagai Pegawai Swasta (69,64) dan pekerjaan ibu yang memiliki mean paling rendah adalah ibu yang bekerja sebagai Wiraswasta (50,50). Peneliti menggunakan pengujian One-Way

ANOVA untuk melihat perbedaan mean lebih dari 2 kelompok. Berdasarkan hasil

pengujian, maka diperoleh nilai p = 0,309 (> 0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan skor pada Stres Ibu ditinjau dari pekerjaan yang dimiliki ibu.

C. PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat Gambaran Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis, dengan demikian dapat diketahui bagaimana gambaran umum stres dilihat dari aspek-aspek pengukur stres yang dikemukakan oleh Sarafino (2011), yaitu aspek Kognisi, aspek Emosi dan aspek Perilaku Sosial.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan secara umum stres pada ibu yang memiliki anak autis berada dalam kategori sedang. Dari 40 ibu yang


(50)

menjadi subjek penelitian, terdapat 26 ibu yang kategori stresnya sedang, 7 orang ibu yang kategori stresnya rendah dan 7 orang ibu yang kategori stresnya tinggi.

Sarafino (2011) mendefinisikan stres sebagai adanya kesenjangan atau ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang dapat dilakukan individu sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya, sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan berpikir dan mengingat, individu menjadi mudah marah dan tersinggung, sedih, cemas, takut, khawatir, gelisah dan muncul perilaku menyendiri atau menarik diri dari lingkungan.

Ibu yang memiliki kategori stres sedang berarti bahwa ibu memang mengalami stres, dikarenakan kondisi anaknya yang autis, namun ibu telah dapat melakukan coping stress yang sesuai sehingga stres tersebut tidak berdampak besar terhadap kemampuan berpikir, perasaan ibu dan perilaku dalam lingkungan sosial ibu. Ibu yang memiliki kategori stres pada level rendah berarti bahwa stres yang dialaminya tidak memiliki dampak terhadap kemampuan ibu dalam berpikir, mengingat, tidak menjadikan emosi ibu tidak stabil dan tidak mempengaruhi perilaku ibu dalam lingkungan sosial; sedangkan Ibu yang memiliki kategori stres yang tinggi berarti stres yang dialaminya menjadikan ibu sering lupa, lekas marah & tersinggung, serta menjadikan ibu menyendiri dan menarik diri dari lingkungan. Beckman et al (dalam Lam & Mackenzie, 2002) menyatakan, bahwa orangtua dengan anak yang memiliki gangguan, lebih mengalami stres pada tingkatan lebih tinggi dibandingkan dengan orangtua dari anak normal. Hal ini dapat dikaitkan dengan sumber stres yang dikemukakan oleh Sarafino (2011) bahwa salah satu sumber stres yaitu berasal dari keluarga. Memiliki anak yang


(51)

56

autis tentunya menjadi beban tersendiri bagi ibu. Ibu harus siap memberi perhatian ekstra kepada anak, bahkan ibu harus bersedia menerima kenyataan bahwa anak akan sulit untuk mandiri di kehidupannya kelak. Mendukung pernyataan diatas, Pisula (2011) menyatakan terdapat tiga penyebab utama stres ibu dari anak autis, yaitu karakteristik perilaku anak, kurangnya dukungan dari profesional yang tepat dan sikap negatif dari lingkungan sosial atas kondisi anak.

Berdasarkan nilai mean yang diperoleh dari setiap aspek stres, yaitu mean aspek kognisi sebesar 18,68, mean aspek emosi sebesar 30,95 dan mean aspek perilaku sosial sebesar 8,041, diketahui bahwa stres dari aspek emosi memiliki nilai mean yang tertinggi. Hal ini berarti bahwa stres yang dimiliki ibu dari anak autis termanifestasi paling besar terhadap aspek emosinya. Ibu menjadi mudah marah dan tersinggung ketika anaknya tidak mendapat fasilitas yang sesuai, takut memikirkan kondisi anak yang tidak dapat mandiri, dan sedih atau depresi menghadapi karakteristik anaknya yang autis. Mean yang terendah ialah pada aspek kognisi, hal ini dapat berarti bahwa stres yang dimiliki ibu dari anak autis tidak menjadikan ibu sulit berkonsentrasi, menurunkan kemampuan mengingat dan tidak melemahkan kemampuan ibu dalam memecahkan masalah.

Untuk memperkaya hasil penelitian ini, peneliti melakukan analisa tambahan terkait dengan usia ibu, usia dari anak, suku bangsa ibu dan pekerjaan ibu. Berdasarkan hasil analisa tambahan berkaitan dengan usia ibu, diperoleh bahwa ibu dengan usia Dewasa Awal (18-40 tahun) memiliki mean Stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia Dewasa Madya (41-60 tahun). Lebih lanjut


(52)

lagi, hasil pengujian independent sample t-test memperoleh nilai p = 0,016 (< 0,05) yang berarti terdapat perbedaan skor pada Stres Ibu ditinjau dari usia ibu.

Sesuai dengan teori Hurlock (2001) yang menyatakan bahwa usia mempengaruhi kematangan emosi seseorang, maka semakin bertambahnya usia individu, diharapkan semakin baik kemampuannya dalam mengekspresikan emosinya. Kedewasaan dalam emosi menjadikan individu tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas (Dariyo, 2007). Terdapat hubungan yang bersifat negatif antara kematangan emosi dengan tingkat stres seseorang, semakin baik kematangan emosi yang dimiliki seseorang, maka semakin rendah pula tingkat stres yang dimilikinya (Hidayati dkk, 2008).

Ibu dengan usia yang lebih dewasa dapat memiliki kematangan emosi yang lebih baik, sehingga hal ini mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan coping stress dengan cara yang lebih baik. Hastings & Johnson (dalam Pisula, 2011) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara cara orangtua melakukan coping dengan tingkat stres yang dimilikinya. Oleh karena itu, ibu dewasa madya memiliki tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan ibu dewasa awal.

Hasil analisa tambahan terkait dengan usia anak diperoleh bahwa ibu yang memiliki anak autis dengan kategori usia Kanak-Kanak Akhir (6-12 tahun) memiliki mean Stres Ibu yang lebih tinggi dibandingkan dengan mean Stres Ibu yang memiliki anak autis dengan kategori usia Kanak-Kanak Awal (2-5 tahun) Namun pada hasil pengujian independent sample t-test diperoleh nilai p = 0,897 (> 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan skor pada Stres Ibu


(53)

58

ditinjau dari usia anak. Berdasarkan hasil diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun mean stres ibu dengan anak autis usia 6-12 tahun lebih besar daripada ibu dengan anak autis usia 2-5 tahun, namun perbedaan mean stres yang dimiliki ibu tidaklah signifikan sehingga hal tersebut tidak menjadikan ibu dengan usia anak autis Kanak-Kanak Akhir (6-12 tahun) lebih stres dibandingkan ibu dengan usia anak autis Kanak-Kanak Awal (2-5 tahun).

Setiap ibu memiliki tantangan tersendiri dalam membesarkan anak autis. Perjuangan ibu dalam membesarkan anak autis adalah perjuangan seumur hidup (Suraiya & Yulianti, 2011). Ibu dengan usia anak autis 2-5 tahun akan berperang dengan dirinya sendiri dalam menerima anak. Diagnosa dokter, kondisi anak, penyesuaian dirinya sebagai caregiver utama, bahkan penyesuaian dengan keluarga besar merupakan tantangan bagi ibu yang dapat menjadikan ibu stres (Safaria, 2005).

Ibu dengan usia anak yang lebih besar, akan menghadapi tantangan baru. Semakin besarnya usia dari anak autis, tentu diikuti dengan semakin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orangtua khususnya ibu. Kebutuhan dan perubahan aspek biologis, akademis dan tuntutan sosial yang semakin kompleks menambah beban tersendiri bagi ibu. Misalnya, dalam hal kebutuhan pendidikan. Anak autis pada usia kanak-kanak awal belum memiliki kebutuhan akan dunia pendidikan, namun pada usia kanak-kanak akhir, anak autis membutuhkan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik autis yang dimilikinya. Oleh sebab itu, ibu harus mulai menyeleksi layanan pendidikan yang tersedia yang mendukung kemampuan anak. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi ibu


(54)

yang dapat membuat ibu stres karena meskipun saat ini sudah banyak ditemukan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dengan beragam metode yang digunakan dalam menanganinya, namun tidak ada sekolah atau layanan pendidikan yang dapat menjamin sepenuh keberhasilan program pendidikan terhadap anak (Kalaei, 2008).

Hasil analisa tambahan terkait dengan Suku Bangsa diperoleh bahwa ibu bersuku Minangkabau memiliki mean Stres Ibu yang paling tinggi (75,33), kemudian diikuti dengan ibu bersuku Melayu (74,00), ibu bersuku Jawa (71,57), ibu bersuku Batak (71,48), ibu bersuku Nias (66,50) dan yang terakhir ibu bersuku Tionghoa (55,50). Namun pada pengujian One-Way ANOVA diperoleh nilai p = 0,962 (> 0,05) yang menunjukkan tidak ada perbedaan skor pada Stres Ibu ditinjau dari suku bangsa yang dimiliki ibu. Berdasarkan hasil diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan mean stres yang dimiliki ibu ditinjau dari suku bangsa tidaklah signifikan sehingga hal tersebut tidak menjadikan ibu bersuku Minangkabau lebih stres dibandingkan ibu bersuku lainnya. Hasil ini tidak sesuai dengan Smet (1994) yang menyatakan bahwa karakteristik individu seperti jenis kelamin, suku bangsa, latar belakang sosial ekonomi membuat individu mengalami stres dalam tingkatan yang berbeda-beda.

Hasil analisa tambahan terkait pekerjaan menyatakan bahwa ibu yang tidak bekerja (IRT) memiliki mean Stres yang paling tinggi (75,19) dan pekerjaan ibu yang memiliki mean paling rendah adalah ibu yang bekerja sebagai Wiraswasta (50,50). Namun pada hasil pengujian One-Way ANOVA diperoleh nilai p = 0,309 (> 0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan skor pada Stres Ibu


(55)

60

ditinjau dari pekerjaan yang dimiliki ibu. Berdasarkan hasil diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan mean stres yang dimiliki ibu ditinjau dari pekerjaan tidaklah signifikan sehingga hal tersebut tidak dapat dikatakan ibu yang tidak bekerja (IRT) lebih stres dibandingkan ibu yang bekerja.

Hal ini tidak sejalan dengan penemuan sebelumnya dari Washington State University pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa ibu anak autis yang bekerja cenderung lebih ‘membayar harga’ dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Beban pekerjaan yang dimiliki ibu menjadikan ibu tidak bisa berperan aktif sepenuhnya dalam merawat anak. Kesulitan menyesuaikan waktu dengan jadwal terapi, penyelesaian masalah dalam aktifitas sehari-hari dan akomodasi kebutuhan anak yang sulit dilakukan ibu bekerja seharusnya mengarahkan ibu bekerja dalam kondisi stres yang lebih tinggi (NewsRX, 2010).


(56)

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil kategorisasi, gambaran stres pada ibu yang memiliki anak autis lebih banyak pada kategori sedang, yaitu 26 orang (65%), kemudian diikuti dengan 7 orang pada kategori rendah (17,5%) dan 7 orang pada kategori tinggi (17,5%).

2. Berdasarkan nilai mean dari setiap aspek stres, nilai mean tertinggi terletak pada aspek Emosi yaitu sebesar 30,95, kemudian diikuti oleh aspek Perilaku Sosial, sebesar 21,43 dan aspek Kognisi sebesar 18,68. Perincian kategorisasi stres ditinjau dari aspek stres adalah sebagai berikut:

a. Gambaran Stres pada Ibu yang memiliki anak autis ditinjau dari aspek Kognisi berada dalam kategori sedang, yaitu 26 orang (65%), kemudian diikuti oleh 7 orang pada kategori rendah (17,5%) dan 7 orang pada kategori tinggi (17,5%).

b. Gambaran Stres pada Ibu yang memiliki anak autis ditinjau dari aspek Emosi berada dalam kategori sedang, yaitu 25 orang (62,5%), kemudian diikuti oleh 8 orang pada kategori rendah (20%) dan 7 orang pada kategori tinggi (17,5%).

c. Gambaran Stres pada Ibu yang memiliki anak autis ditinjau dari aspek Perilaku Sosial berada dalam kategori sedang, yaitu 25 orang (62,5%),


(57)

62

kemudian diikuti oleh 7 orang pada kategori rendah (17,5%) dan 8 orang pada kategori tinggi (20%).

3. Berdasarkan karakteristik subjek, dalam penelitian juga diperoleh hasil tambahan, yaitu:

a. Ditinjau dari Usia, Ibu dalam kategori usia Dewasa Awal (18-40 tahun) memiliki mean stres yang lebih tinggi yaitu sebesar 77,26 dibandingkan dengan mean stres dari Ibu dalam kategori usia Dewasa Madya (41-60 tahun) yaitu sebesar 58,15.

b. Ditinjau dari Usia Anak, Ibu yang memiliki anak autis dalam kategori usia Kanak-Kanak Akhir (6-12 tahun) memiliki mean stres yang lebih tinggi yaitu sebesar 71,50 dibandingkan dengan mean stres dari Ibu yang memiliki anak autis dalam kategori usia Kanak-Kanak Awal (2-5 tahun) yaitu sebesar 70,50.

c. Ditinjau dari Suku Bangsa, Ibu bersuku Minangkabau memiliki mean Stres yang paling tinggi (75,33), kemudian diikuti dengan ibu bersuku Melayu (74,00), ibu bersuku Jawa (71,57), ibu bersuku Batak (71,48), ibu bersuku Nias (66,50) dan yang terakhir ibu bersuku Tionghoa (55,50). d. Ditinjau dari Pekerjaan, ibu yang tidak bekerja (IRT) memiliki mean Stres

yang paling tinggi (75,19), kemudian diikuti dengan ibu yang bekerja sebagai PNS (74,56), ibu yang bekerja sebagai Pegawai Swasta (69,64) dan pekerjaan ibu yang memiliki mean paling rendah adalah ibu yang bekerja sebagai Wiraswasta (50,50).


(58)

B. SARAN

Peneliti sepenuhnya menyadari bahwa penelitian masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, peneliti akan memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan gambaran stres pada ibu yang memiliki anak autis.

1. Saran Metodologis

a. Dalam pemilihan subjek penelitian, hendaknya ditambah dengan proses wawancara sehingga memungkinkan mendapatkan data yang lebih mendalam.

b. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah subjek agar hasil penelitian dapat digunakan pada generalisasi yang lebih luas.

c. Autis bukanlah satu-satunya gangguan perkembangan pada anak. Peneliti lain diharapkan untuk meneliti gambaran stres pada ibu anak berkebutuhan khusus lainnya, seperti Down Syndrome, Mental Retardasi, ADHD dan lain-lain.

d. Skala yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interval ganjil. Kecenderungan skala dengan interval ganjil adalah responden yang kurang memahami aitem dalam skala akan memilih interval tengah, yaitu “netral”. Sehingga pada penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti dapat menggunakan interval genap dengan menghilangkan pilihan “netral”.


(59)

64

2. Saran Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat tentang gambaran stres pada ibu yang memiliki anak autis, sehingga ibu dapat memahami penyebab stres dalam dirinya dan dapat melakukan coping yang sesuai untuk menurunkan stresnya.

b. Terapi atau treatment dalam merawat anak autis diharapkan dapat menurunkan permasalahan perilaku yang dimiliki anak autis. Oleh karena itu, ibu dapat meminta bantuan tempat terapi untuk mengatasi masalah perilaku anak, mengingat karakteristik perilaku anak autis merupakan penyebab utama stres ibu.

c. Bagi lembaga atau tempat terapi yang menangani anak autis, disarankan untuk membina hubungan yang baik bukan hanya dengan anak autis, namun juga dengan ibunya. Pemberian informasi yang benar tentang anak kepada ibu akan menciptakan kerjasama yang erat untuk meningkatkan kemandirian anak autis.


(60)

A. STRES 1) Definisi Stres

Stres menurut Sarafino (2011), ialah kondisi dimana terjadi kesenjangan antara tuntutan yang dihasilkan oleh transaksi antara individu dan lingkungan dengan sumber daya biologis, psikologis atau sistem sosial yang dimiliki individu tersebut yang akan mempengaruhi kognisi, emosi dan perilaku sosialnya.

Lazarus dan Folkman (1984) juga menyatakan, stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dll) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk melakukan coping. Menurut Atkinson (2000), stres muncul akibat adanya permintaan yang berlebihan sehingga mengakibatkan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang terganggu.

Hager (dalam Santrock 2003) mendefinisikan, stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu sumber stres tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk


(61)

14

menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Lazarus & Folkman, 1984). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi internal yang dapat merusak dan membahayakan fisik maupun psikologis individu akibat adanya ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan individu dengan kemampuan individu dalam meresponnya.

2) Penggolongan Stres

Selye (dalam Rice, 1992) menggolongkan stres menjadi dua golongan berdasarkan atas persepsi individu terhadap stres:

a. Distres (Stres Negatif)

Distres merupakan stres yang merusak dan tidak menyenangkan. Distres menciptakan kondisi cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Hal ini mengakibatkan individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul keinginan untuk menghindarinya. Akibatnya, ia lebih banyak menarik diri, tidak mengikuti kegiatan sosial, mudah tersinggung, marah, mudah emosi.

b. Eustres (Stres Positif)

Eustres merupakan stres bersifat menyenangkan. Istilah joy of stres diungkapkan oleh Hanson (dalam Rice, 1992) untuk menjelaskan hal-hal positif yang timbul dari stres. Eustres dapat meningkatkan performansi individu, kreativitas dan peningkatan kemampuan kognisi.


(62)

3) Sumber Stres

Sarafino (2011) membagi 3 jenis sumber-sumber stres (stresors) yang dapat terjadi dalam kehidupan individu, antara lain sebagai berikut:

1. Sumber yang berasal dari individu

Ada dua hal yang memicu stres pada individu, yaitu: (1) Penyakit, dimana adanya penyakit menyebabkan tekanan biologis dan psikososial sehingga dapat menimbulkan stres; (2) Adanya Konflik, dalam konflik individu memiliki dua kecenderungan yang berlawanan yaitu menjauh dan mendekat.

2. Sumber yang berasal dari keluarga

Stres dalam keluarga dihasilkan melalui adanya perilaku, kebutuhan-kebutuhan dan kepribadian dari masing-masing anggota keluarga yang berdampak pada anggota keluarga lainnya. Konflik interpersonal ini dapat timbul dari adanya masalah finansial, perilaku yang tidak sesuai, melalui adanya tujuan yang berbeda antar anggota keluarga, bertambahnya anggota keluarga, penyakit yang dialaminya anggota keluarga dan kematian anggota keluarga (Sarafino, 2011). 3. Sumber yang berasal dari komunitas dan masyarakat

Adanya hubungan manusia dengan lingkungan luar menyebabkan banyak kemungkinan munculnya sumber-sumber stres. Stres yang dialami orang dewasa banyak diperoleh melalui pekerjaannya dan berbagai situasi lingkungan (Sarafino, 2011).


(63)

16

4) Aspek Stres

Sarafino (2011), mengemukakan 3 aspek psikologis dari stres yaitu: 1. Kognisi

Stres dapat melemahkan ingatan dan konsentrasi dalam aktivitas kognitif (Cohen dkk dalam Sarafino, 2011). Stresor berupa kebisingan dapat menyebabkan penurunan kognitif. Baum (dalam Sarafino, 2011) mengatakan bahwa individu yang terus menerus memiliki stresor dapat menimbulkan stres yang lebih parah terhadap stresor. Kesulitan dalam berkonsentrasi, mengingat, memecahkan masalah dan mengontrol impuls merupakan refleksi bahwa stres dapat melemahkan kognitif (Sarafino, 2011).

2. Emosi

Emosi cenderung terkait dengan stres. Individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres. Proses penilaian kognitif dapat memengaruhi stres dan pengalaman emosional. Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi/perasaan sedih, dan rasa marah. 3. Perilaku Sosial

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain (Sarafino, 2011). Individu dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana alam dapat membuat individu berperilaku lebih kooperatif, dalam situasi lain, individu dapat mengembangkan sikap bermusuhan (Sherif & Sherif dalam Sarafino, 2011). Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial yang negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.


(64)

5) Faktor yang mempengaruhi Stres a. Faktor Lingkungan

Dukungan sosial dari lingkungan dapat mempengaruhi stres individu. Ketika seseorang memperoleh dukungan sosial dari lingkungannya, maka stres yang dialaminya dapat hilang dan kemungkinan menjadikan individu dapat menyesuaikan keadaannya. Dukungan sosial dapat didapatkan individu juga menjadikan individu memiliki self-esteem dalam menghadapi masalahnya (Sarafino, 2011). Hasil Penelitian tentang dukungan sosial pada ibu dari anak autis menyatakan bahwa ibu yang tidak memperoleh dukungan sosial yang cukup dari lingkungan memiliki tingkat stres yang tinggi. Perasaan berjuang sendirian menghadapi perilaku anak yang tidak dapat dikontrol menjadikan ibu memiliki tingkat stres yang tinggi (Miftah, 2010).

b. Kontrol personal

Derajat kontrol personal yang dimiliki seseorang atas kehidupannya mempengaruhi stres yang dialaminya. Kontrol personal ialah perasaan individu bahwa ia dapat mengambil keputusan dan tindakan efektif yang dapat mempengaruhi suatu peristiwa secara langsung. Penelitian menyebutkan bahwa orang dengan kontrol personal yang tinggi mengalami tingkat stres yang lebih rendah pula (Sarafino, 2011). Terdapat 2 jenis kontrol personal menurut Sarafino (2011), yaitu: (1) Kontrol Perilaku, melibatkan kemampuan untuk melakukan aksi konkrit untuk mengurangi efek dari stres; (2) Kontrol Kognitif, melibatkan strategi berpikir untuk memodifikasi efek dari stres. Kontrol personal yang rendah dari ibu menjadikan ia larut dalam emosi negatifnya, sehingga ia tidak lagi peka


(65)

18

pada kebutuhan anak; ketika anak menunjukkan perilaku yang tidak dapat dikendalikan ibu, ibu menjadi bingung dalam mengambil tindakan, hal ini akan meningkatkan stres ibu (Sari dkk, 2011).

c. Faktor Kepribadian

Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, memiliki persepsi yang berbeda pula terhadap stres. Ketika individu memandang stres sebagai sesuatu yang negatif, maka ia akan menunjukkan perilaku maladaptif, sebaliknya, ketika ia memandang stres sebagai sesuatu yang memotivasi, ia akan berperilaku adaptif terhadap stres sehingga efek stres pun berbeda (Sarafino, 2011).

d. Faktor Usia

Usia seseorang dapat mempengaruhi tingkat stres yang dimilikinya. Hasil penelitian yang relevan menyatakan bahwa ibu dengan usia yang lebih muda cenderung memiliki anak dengan perilaku tantrum pada intensitas yang lebih tinggi (Astuti, 2016). Hal ini dikaitkan dengan kematangan emosi dan kemampuan coping yang belum berkembang dengan maksimal, sehingga reaksi ibu yang diberikan atas perilaku anak belum tepat, yang berakibat pada meningkatnya tantrum anak (Astuti, 2016).

B. AUTISME

1) Defenisi

Asosiasi Psikolog di Amerika dalam DSM-IV-TR (2004) menyebutkan autisme adalah keabnormalan yang jelas dan gangguan perkembangan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan keterbatasan yang jelas dalam aktivitas dan


(66)

ketertarikan. Manifestasi dari gangguan ini berganti-ganti tergantung pada tingkat perkembangan dan usia kronologis dari individu (APA, 2004).

Parke & Gauvan (2009) menyatakan autisme ialah gangguan yang serius pada kemampuan anak dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial; Anak dengan sindrom autisme mengalami penurunan bahasa, dan mengutamakan keteraturan dalam lingkungannya. Anak dengan sindrom autisme juga sangat terikat dengan perilaku yang berulang-ulang (perilaku repetitif).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pada anak - anak yang ditandai dengan gangguan interaksi sosial seperti pengasingan diri dan ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, gangguan komunikasi dan bahasa seperti ecolalia, penggunaan kalimat - kalimat yang tidak sesuai dengan situasi, mutism, pembalikan kalimat atau kata, gangguan ketertarikan dan aktivitas seperti adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipe serta keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan dan kesamaan di dalam lingkungannya.

2) Gejala Autisme

APA (2004) menyatakan gejala autisme dapat dikenali pada anak sejak usia 1 – 3 tahun. Namun dapat muncul sebelum usia 1 tahun jika penurunan terjadi cukup parah, dapat juga muncul setelah lebih dari 2 tahun ketika gejala tidak terlalu tampak. Adapun gejala perilaku yang sering ditunjukkan oleh anak dengan gangguan autisme ialah:


(67)

20

a. Kurangnya minat dan interaksi sosial

Anak autis dapat kurang memiliki ketertarikan untuk bergabung dengan lingkungan sosial, mereka seringkali tidak mau terlibat kontak mata dengan orang lain, lebih menyukai bermain sendiri, dan gagal memberikan perilaku dan respon yang sesuai dengan orang lain.

b. Masalah dalam hal komunikasi

Anak dengan sindrom autisme memiliki jumlah kosakata yang sedikit dibanding anak seusianya. Mereka juga cenderung mengalami echolalia, dimana anak autis mengulang kembali perkataan orang-orang disekitarnya. Pemahaman bahasa verbal dan nonverbal pada anak autis tidak terintegrasi dengan baik.

c. Pola Perilaku yang terbatas, repetitif dan stereotip

Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang - ulang secara terus-menerus tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar -putar, berjingkat-jingkat dan lain sebagainya. Anak autis juga tertarik pada hanya bagian - bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya, pada roda mainan mobil- mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton.

3) Penyebab Autisme

Sampai sekarang, autisme masih merupakan grey area di bidang kedokteran yang terus berkembang dan belum diketahui penyebabnya secara pasti (Marijani, 2003). Namun APA (2004) menyebut autisme sebagai gangguan perkembangan pervasif, dimana keterampilan sosial yang diharapkan, perkembangan bahasa dan pola perilaku tidak berkembang secara sesuai pada masa kanak-kanak pada


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN...ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN ... 10

C. TUJUAN PENELITIAN ... 10

D. MANFAAT PENELITIAN ... 11

E. SISTEMATIKA PENULISAN ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. STRES ... 13

1. Definisi Stres ... 13

2. Penggolongan Stres ... 14

3. Sumber Stres... 15

4. Aspek Stres ... 16

5. Faktor yang mempengaruhi Stres ... 17

B. AUTISME ... ... 18

1. Definisi ... 18

2. Gejala Autisme ... 19

3. Penyebab Autisme ... 20

4. Kriteria Diagnostik Autisme ... 21


(2)

6. Perkembangan Anak Autis ... 24

7. Penanganan terhadap Anak Autis ... 25

C. STRES PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK AUTIS... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ... 30

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN ... 30

C. POPULASI DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL ... 31

1. Populasi dan Sampel ... 31

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 31

D. JENIS PENELITIAN ... 33

E. METODE PENGUMPULAN DATA. ... 33

F. UJI INSTRUMEN ALAT UKUR. ... 35

1. Uji Validitas ... 35

2. Reliabilitas ... 35

3. Uji Daya Beda Aitem...36

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur...37

G. PROSEDUR PELAKSANAAN ... 38

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 38

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 39

3. Tahap Pengolahan Data ... 39

H. METODE ANALISIS DATA ... 40


(3)

B. HASIL PENELITIAN ... 45

1. Hasil Utama Penelitian ... 45

2. Hasil Tambahan Penelitian ... 52

C. PEMBAHASAN ... 54

BAB V KESIMPULAN & SARAN ... 61

A. KESIMPULAN ... 61

B. SARAN ... 63


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Bobot Nilai Pernyataan Skala Stres Ibu ... 34

Tabel 3.2 Blue Print Skala Stres IbuSebelum Uji Coba ... 34

Tabel 3.3 Blue Print Skala Stres Ibu Ssetelah Uji Coba ... 38

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 41

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Anak ... 42

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku Bangsa ... 43

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ... 45

Tabel 4.5 Hasil Analisa Deskriptif Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis ... 46

Tabel 4.6 Norma Kategorisasi Stres ... 46

Tabel 4.7 Kategorisasi Stres ... 47

Tabel 4.8 Gambaran Stres Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Kognisi ... 48

Tabel 4.9 Kategorisasi Stres ditinjau dari Aspek Kognisi ... 48

Tabel 4.10 Gambaran Stres Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Emosi ... 49

Tabel 4.11 Kategorisasi Stres ditinjau dari Aspek Emosi ... 50

Tabel 4.12 Gambaran Stres Ibu dari Anak Autis ditinjau dari Aspek Perilaku Sosial ... 51

Tabel 4.13 Kategorisasi Stres ditinjau dari Aspek Perilaku Sosial ... 51

Tabel 4.14 Gambaran Stres pada Ibu dari Anak Autis ditinjau dari usia ... 52


(5)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1 Penyebaran Subjek berdasarkan Usia... 42

Grafik 2 Penyebaran Subjek berdasarkan Usia Anak... 43

Grafik 3 Penyebaran Subjek berdasarkan Suku Bangsa... 44

Grafik 4 Penyebaran Subjek berdasarkan Pekerjaan... 45

Grafik 5 Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis... 47

Grafik 6 Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis ditinjau dari aspek Kognisi... 49

Grafik 7 Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis ditinjau dari aspek Emosi... 50

Grafik 8 Stres pada Ibu yang memiliki Anak Autis ditinjau dari aspek Perilaku Sosial... 51


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Uji Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Alat Ukur ... 71

Lampiran 2 Data Mentah Subjek Penelitian ... 76

Lampiran 3 Skala Penelitian ... 79