KARYA TULIS ILMIAH MATEMATIKA. docx
KARYA TULIS ILMIAH MATEMATIKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat penting karena pendidikan merupakan suatu hal penentu kemajuan suatu
bangsa, dan satu penentu kemampuan sumber daya manusia di suatu Negara. Dimana
pada masa saat ini kemajuan suatu bangsa tidak dilihat dari kekayaan sumber daya
alamnya saja tetapi pada saat ini juga dilihat dari kemampuan sumber daya
manusianya sendiri bagaimana memanfaatkan suatu sumber daya alam yang ada di
negaranya. Namun permasalahannya saat ini ialah banyak siswa-siswi yang kurang
mencintai pendidikan terutama yang paling disorot ialah pelajaran Matematika.
Kebanyakan Siswa-siswi sekolah jenuh terhadap pelajaran Matematika disebabkan
karena belum ada sesuatu hal yang mampu membangkitkan minat para siswa-siswi
sekolah untuk menyukai mata pelajaran matematika bahkan untuk sekedar membaca
dan membolak-balik buku yang bersangkutan dengan Matematika.
Belajar matematika sebenarnya tidaklah terlalu susah, karena sebenarnya setiap
pelajaran yang memang kita mau pelajari pasti semuanya akan mudah diterima dan
dimengerti, tetapi kebanyakan dari siswa selalu menganggap matematika itu ialah
sebagai momok yang sangat menakutkan.
Terkait dengan rasa apriori berlebihan
terhadap
matematika
ditemukan
beberapa penyebab siswa-siswi jenuh matematika di antaranya adalah yang mencakup
penekanan belebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan atau
berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar
matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Oleh sebab itu, untuk
mengatasi hal ini, peran guru sangat penting. Karena begitu pentingnya peran guru
dalam mengatasi siswa-siswi jenuh matematika, maka pengajaran matematika pun
harus dirubah. Jika sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan
aritmetika saja, maka saat ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam
bernalar dengan menggunakan logika matematis. Karena itu, materi matematika bukan
lagi sekadar aritmetika tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan
kehidupan sehari-hari.
B. MASALAH PENELITIAN
Masalah Penelitian yang akan dibahas dalam karya tulis ilmiah ini ialah:
Mengatasi Kejenuhan Mempelajari Mata Pelajaran Matematika.
Faktor-faktor Penyebab Kejenuhan Mempelajari Mata Pelajaran Matematika.
C. TUJUAN PENULISAN
Kegiatan Penyusunan Karya Ilmiah ini mempunyai Tujuan yang sangat penting
yaitu :
Tujuan Umum: Membangkitkan minat siswa-siswa dalam menekuni dunia pendidikan
khususnya mata pelajaran matematika, menghilangkan kejenuhan siswa-siswi dalam
mempelajari pelajaran matematika, dan menyadarkan bahwa matematika bukan hanya
sekadar aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian karena
bermatematika di zaman sekarang harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup
modern.
D. LANDASAN TEORI
Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih dahulu. Selanjutnya
perkenalkan beberapa definisi penting yang harus dipahami agar siswa memiliki bekal
untuk memahami fenomena-fenomena yang mereka temukan di lapangan.
Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan mereka melihat
apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan ide-ide kreatif yang boleh jadi
diluar dugaan guru. Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih menikmati
proses pembelajaran yang dilakukan.
Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.
Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan kesempatan pada
para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka. Kemudian baru
dilakukan proses verifikasi, meluruskan apa yang sudah dilakukan sehingga muncul
formula atau rumus atau model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan
persoalan serupa.
Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses mengapresiasi. Seandainya
hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata kurang tepat maka guru hendaknya tetap
memberi apresiasi. Dengan seperti itu, maka siswa akan tetap terpacu motivasinya.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A. MENGATASI KEJENUHAN DALAM BELAJAR MATEMATIKA
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku secara sadar sebagai akibat dari
interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang
sengaja dirancang. ataupun tidak sengaja dirancang namun dimanfaatkan. Proses
belajar tidak hanya terjadi karena adanya interaksi antara peserta didik dengan guru,
tetapi dapat pula diperoleh lewat interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber
belajar lainnya.
Pembelajaran matematika, salah satu diantara tujuannya adalah membekali peserta
didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan
bekerjasama.
Untuk mencapai tujuan tersebut memang tidaklah mudah. Berbagai persepsi awal yang
dimiliki siswa terhadap pelajaran matematika, telah membentuk sikap yang beragam.
Ada yang memiliki minat yang tinggi terhadap matematika, namun tidak sedikit yang
bersikap jenuh terhadap matematika. Hal ini tentu dikarenakan pengalaman belajar
yang
pernah
mereka
rasakan.
Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap persepsi negatif siswa terhadap
matematika adalah karena kejenuhan yang mereka alami selama belajar matematika.
Sikap jenuh yang mereka rasakan bisa disebabkan karena ketidakmampuan mereka
mengerjakan setiap soal yang diberikan, atau juga karena mereka sukar untuk
memahami materi yang diajarkan. Kejenuhan ini juga sering ditimbulkan oleh guru
pengajarnya. Karena guru kurang memiliki kemampuan dan tidak menguasai metoda,
strategi dan pendekatan belajar yang dapat membuat suasana belajar menjadi
menyenangkan dan membangkitkan minat.
Adapun Langkah-langkah untuk menyiasati kejenuhan belajar Matematika
ialah:
1. PEMBERIAN MOTIVASI
Peranan guru yang sangat mendasar adalah membangkitkan motivasi dalam diri
peserta didiknya agar semakin aktif belajar. Ada dua jenis motivasi, yakni motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik, ialah motivasi atau dorongan serta
gairah yang timbul dari dalam peserta didik itu sendiri, misalnya ingin mendapat
manfaat praktis dari pelajaran, ingin mendapat penghargaan dari teman terutama dari
guru, ingin mendapat nilai yang baik sebagai bukti “mampu berbuat”. Motivasi
ekstrinsik mengacu kepada faktor-faktor luar yang turut mendorong munculnya gairah
belajar, seperti lingkungan sosial yang membangun dalam kelompok, lingkungan fisik
yang memberi suasana nyaman, tekanan, kompetisi, termasuk fasilitas belajar yang
memadai
dan
membangkitkan
minat.
Dalam pembelajaran matematika, motivasi itu sangat penting. Untuk membangkitkan
motivasi intrinsik, siswa diingatkan akan pentingnya belajar matematika untuk
memecahkan persoalan hidup sehari-hari, seperti perhitungan, pengukuran dan
sebagainya. Apalagi bila siswa berkeinginan untuk melanjutkan belajar ke jenjang lebih
tinggi lagi, maka pelajaran matematika akan terus diperoleh, sehingga pemahaman dan
penguasaan materi pada tahap-tahap awal akan membantu untuk tahap-tahap
selanjutnya. Motivasi ekstrinsik dapat dikondisi oleh guru, seperti dengan memberi
pujian, hadiah dan sebagainya. Langkah-langkah berikut ini juga merupakan bentuk
motivasi ekstrinsik.
2. MENCIPTAKAN SUASANA BELAJAR YANG MENYENANGKAN
Suasana
belajarn
yang
menyenangkan
dapat
diciptakan
oleh
guru
diantarnya
menghindarkan suasana kaku, tegang apalagi menakutkan dalam belajar, menyisipkan
humor-humor yang segar dan mendidik, tidak memberikan soal-soal yang terlalu sukar,
dan lain-lain.
3. MEMBUAT LINGKUNGAN BELAJAR YANG NYAMAN
Lingkungan belajar yang menyenangkan dpat mempengaruhi sikap belajar siswa.
Ciptakan suasana kelas yang nyaman, meja belajar dihiasi dengan sesuatu yang
menyegarkan dan memberi semangat kepada siswa, dinding kelas ditempeli dengan
gambar-gambar atau hiasan-hiasan yang mereka minati.
4. MENGADAKAN REFRESHING
Untuk menghilangkan rasa jenuh, bosan dan penat dalam belajar, siswa diberikan
suasana refreshing, caranya bisa dengan menyertakan musik dalam ruangan belajar,
memberikan permainan-permainan simulasi-simulasi yangterjait dengan materi belajar.
Pada saat-saat tertentu, ajak siswa belajar diluar kelas, seperti di taman, di lapangan
dan lain sebagainya.
B. PENYEBAB KEJENUHAN BELAJAR MATEMATIKA
Pembelajaran matematika secara formal umumnya diawali di bangku
sekolah. Sementara itu, matematika di sekolah masih menjadi pelajaran yang
menakutkan bagi para siswa. Di antara berbagai faktor yang memicu hal ini adalah
proses pembelajaran yang kurang asyik dan menarik. Model pembelajaran yang sering
di temui pada pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran bercorak “teacher
centered”, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Sehingga guru menjadi
pemeran utama dan kehadirannya menjadi sangat menentukan. Pembelajaran menjadi
tak dapat dilakukan tanpa kehadiran guru. Siswa cenderung pasif dan tidak berperan
selama proses pembelajaran. Sehingga proses yang muncul adalah “take and give”.
Dalam merangkai pembelajaran, guru pada umumnya terbiasa dengan model standar,
yakni pembelajaran yang bermula dari rumus, menghapalnya, kemudian diterapkan
dalam contoh soal. Model pembelajaran yang demikian tidak memberi ruang bagi siswa
untuk melakukan observasi (mengamati), eksplorasi (menggali), inkuiri (menyelidiki),
dan aktivitas-aktivitas lain yang memungkinkan mereka terlibat dan memahami
permasalahan yang sesungguhnya. Model seperti ini yang mengakibatkan matematika
bak kumpulan rumus yang menyeramkan, sulit dipelajari, dan nampak abstrak.
C. BAGAIMANA SEBAIKNYA MATEMATIKA DIAJARKAN ?
Sebagai
contoh
dalam
pembelajaran
mengenai
perbandingan
trigonometri
.
Pembelajaran trigonometri sering kali ditakuti karena yang nampak ke permukaan
adalah simbol-simbol dan rumus-rumus yang abstrak. Adapun maknanya jarang
diangkat dan dipahamkan kepada para siswa. Perbandingan trigonometri sesungguhnya
berawal dari persoalan nyata. Berikut salah satu alternatif pengajaran yang dapat
dilakukan:
1.
Guru terlebih dahulu menjelaskan definisi-definisi penting sebagai bekal bagi
mereka untuk melakukan observasi dilapangan.
2.
Selanjutnya minta para siswa untuk mengukur tinggi benda-benda seperti tiang
bendera, pohon, bangunan kelas, dan lain-lain. Biarkan mereka berekslporasi
menemukan caranya sendiri. Dari sisni tentu akan ada beragam cara yang diusulkan
siswa agar dapat mengukur tinggi benda-benda tersebut. Dalam hal ini guru bertugas
mengakomodir berbagai respon yang muncul, membimbing, dan mencoba
mengarahkan para siswa agar tidak terlalu keluar dari wilayah yang dijadikan tujuan.
3.
Berikutnya guru dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan perbandingan
trigonometri dalam permasalahan tersebut. Misalnya akan diukur tinggi pohon P. Minta
salah seorang siswa, katakanlah siswa A, berdiri dalam jarak tertentu terhadap benda
yang ingin diukur ketinggiannya. Misalkan jaraknya x meter. Dengan bantuan
klinometer dapat diketahui besarnya sudut yang dibentuk oleh siswa A dengan pohon P,
katakanlah sudut yang dibentuk adalah ?. Dengan menggunakan aturan tangent,
dengan mudah akan diperoleh tinggi pohon P. yakni:
Tinggi pohon P = x tan(?)
4.
Ajak siswa membandingkan efektifitas dan tingkat kemudahan berbagai macam
cara yang diperoleh melalui kegiatan tersebut. Dari sini akan diperoleh gambaran
bahwa matematika khususnya perbandingan
menyelesaikan permasalahan yang ada.
5.
trigonometri
dapat
mempermudah
Kegiatan pembelajaran dapat diakhiri dengan meminta siswa menuliskan
rangkaian kegiatan yang dilakukan hingga hasil akhir yang dicapai. Dengan ini,
kemungkinan besar siswa dapat lebih memahami konsep perbandingan trigonometri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Matematika adalah ilmu realitas, dalam artian ilmu yang bermula dari kehidupan
nyata. Selayaknya pembelajarannya dimulai dari sesuatu yang nyata, dari ilustrasi yang
dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian disederhanakan dalam formulasi
matematis. Mengajarkan matematika bukan sekedar menyampaikan aturan-aturan,
definisi-definisi, ataupun rumus-rumus yang sudah jadi. Konsep matematika seharusnya
disampaikan bermula pada kondisi atau permasalahan nyata. Berikut tahapan
pengajaran yang dapat dilakukan:
1.
Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih dahulu.
Selanjutnya perkenalkan beberapa definisi penting yang harus dipahami agar siswa
memiliki bekal untuk memahami fenomena-fenomena yang mereka temukan di
lapangan.
2.
Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan mereka
melihat apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan ide-ide kreatif yang
boleh jadi diluar dugaan guru. Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih
menikmati proses pembelajaran yang dilakukan.
3.
Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.
4.
Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan kesempatan
pada para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka. Kemudian baru
dilakukan proses verifikasi, meluruskan apa yang sudah dilakukan sehingga muncul
formula atau rumus atau model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan
persoalan serupa.
5.
Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses mengapresiasi. Seandainya
hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata kurang tepat maka guru hendaknya tetap
memberi apresiasi. Dengan seperti itu, maka siswa akan tetap terpacu motivasinya.
B. SARAN
Setelah berhasil mengatasi segala suatu tentang kejenuhan mempelajari
matematika, maka siswa-siswi sebaiknya di tuntut untuk selalu memotivasi dirinya
sendiri, mulai menyukai guru yang mengajar matematika maka dengan begitu
diharapkan siswa-siswi juga menyukai pelajarannya, dan mulailah buat suatu kelompok
belajar agar lebih banyak masukan-masukan yang bisa di dapat dari teman yang lain.
Demikian saran dan kritik yang penulis harapkan agar bisa lebih baik untuk menulis
karya ilmiah selanjutnya.
C. DAFTAR PUSTAKA
Wordpress.com, www.idblognetwork.com, http:/id.wikipedia.org
MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR MATEMATIKA
Karya Tulis Ilmiah
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DENGAN METODE PROBLEM-BASED LEARNING PADA POKOK BAHASAN LOGIKA MATEMATIKA
DI KELAS X-1 SMA NEGERI 3 BLITAR
TAHUN PELAJARAN 2006 / 2007
ABSTRAK
Priyoananto,Lulus.2007. Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metode
Problem-Based Learning Pada Pokok Bahasan Logika Matematika di Kelas X-1 SMA Negeri 3
Blitar Tahun Pelajaran 2006 / 2007.
Kata kunci : Logika, Problem-Based Learning
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran matematika perlu
dicarikan upaya-upaya yang tepat dan efektif serta efisien. Salah satu upayanya adalah
pemilihan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas belajar siswa dan
bukan pada aktifitas mengajar guru. Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran matematika. Salah satunya adalah Problem-Based Learning.
Dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam penyelesaian soal-soal logika dibanding
dengan strategi pembelajaran lainnya, strategi Problem-Based Learning memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya siswa lebih aktif untuk berdiskusi dan berkolaborasi dalam
menyelesaikan masalah.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
– soal pada pokok bahasan Logika Matematika. (2) mengetahui prestasi belajar siswa pada
pokok bahasan Logika Matematika. (3) mengetahui dampak metode Problem-Based
Learning dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika
Matematika.
Sedangkan manfaat hasil penelitian diharapkan antara lain bagi siswa: (1) Meningkatkan
minat siswa dalam memahami Logika Matematika. (2) Memiliki rasa setia kawan, kerjasama
dan tanggung jawab. (3) Memotifasi siswa untuk lebih mantap dalam belajar matematika
terutama pada pokok bahasan Logika Matematika. (4) Siswa mengerti akan pentingnya
belajar berkelompok. (5) Siswa dapat saling berinteraksi dalam kelompok untuk
menyampaikan pendapat atau mendiskusikan setiap soal pada pokok bahasan Logika
Matematika. (6) Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah melalui
pemberian tugas secara berkelompok. Bagi guru: (1) Mendorong untuk meningkatkan
profesionalisme guru. (2) Memperbaiki kinerja guru. (3) Menumbuhkan wawasan berfikir
ilmiah. (4) Mempermudah pelaksanaan pembelajaran. Bagi sekolah (1) Hasil pembelajaran
sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. (2)
Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah melalui peningkatan prestasi siswa dan kinerja
guru
Waktu penelitian dilaksanakan mulai tanggal 3 April s/d 18 April 2007. penelitian tindakan
kelas ini terdiri dari 2 siklus dan setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan refleksi tindakan. Sedangkan teknik
pengumpulan data dilakukan dengan tes prestasi belajar, angket dan observasi. Untuk
penyajian data disajikan dalam bentuk tabel agar lebih mudah untuk dibaca dengan teknik
analisa diskriptif.
Pada akhir pelaksanaan tindakan pada setiap siklus tampak ada peningkatan rasa senang,
antusias dan keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil pembelajaran disetiap siklus
meningkat pula yaitu nilai rata-rata sebelum diadakan penelitian 42,8, pada siklus I 69,4 dan
pada siklus II 74,4 dengan prosentase kenaikan nilai rata-rata ulangan harian sebelum
diadakan PTK ke siklus I naik 62,15% dari siklus I ke siklus II naik 7,20 %. Jadi dapat
disimpulkan bahwa penggunaan metode Problem-Based Learning dalam pembelajaran
matematika pada pokok bahasan logika matematika dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Pelajaran 2006-2007.
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam, karena bimbinganNyalah penelitian ini dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
Dengan Metode Problem-Based Learning Pada Pokok Bahasan Logika Matematika di Kelas X1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Pelajaran 2006 / 2007” Peneliti sadari masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan koreksi, kritik dan saran dari
berbagai pihak untuk perbaikan dan penyempurnaannya.
Pada kesempatan yang baik ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada :
1. Bapak Drs. Pratignyo Yitno Sutomo, M.Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan Daerah
Tingkat II Kota Blitar.
2. Bapak dan Ibu Guru Matematika SMA Negeri 3 Blitar.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu dan mendukung kegiatan penelitian ini.
Harapan Peneliti semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
para pembaca.
Blitar, 25 April 2007
Peneliti
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK
i
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan Penelitian
5
D. Manfaat Penelitian
5
E. Batasan Masalah
7
F. Penegasan Istilah
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran
9
B. Prinsip-prinsip Belajar
10
C. Motivasi Belajar
11
D. Pendekatan Belajar
13
E. Masalah-masalah Belajar
14
F. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
G. Logika Matematika
20
H. Penelitian Tindakan Kelas
25
I. Hipotesis
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Seting Penelitian
29
B. Siklus Penelitian
29
C. Instrumen Penelitian
33
D. Teknik analisa data
35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Siklus I
38
1. Perencanaan
38
2. Pelaksanaan
38
3. Pengamatan
41
4. Refleksi Perbaikan dan Pengayaan
49
B. Siklus II
49
1. Perencanaan
49
2. Pelaksanaan
50
3. Pengamatan
52
4. Refleksi Perbaikan dan Pengayaan
59
C. Pembahasan Hasil Penelitian
60
BAB V
PENUTUP
18
A. Kesimpulan
B. Saran
67
DAFTAR PUSTAKA
66
68
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.
Data Nilai Ulangan Harian PRA PTK Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 3
Blitar Tahun Pelajaran 2006-2007
39
Tabel 2.
Nilai hasil ulangan Harian Siklus I
42
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Data Perolehan Nilai Siswa pada Siklus I
Tabel 4.
Keaktifan Siswa Mencatat pada Siklus I
Tabel 5.
Keaktifan Siswa dalam Belajar Kelompok Siklus I
Tabel 6.
Nilai Hasil Ulangan Harian Siklus II
Tabel 7.
Distribusi Frekuensi Data Perolehan Nilai Siswa pada Siklus II
46
46
53
Tabel 8. Keaktifan Siswa Mencatat pada Siklus II
Tabel 9.
46
56
57
Keaktifan Siswa dalam Belajar Kelompok Siklus II
57
Tabel 10. Ringkasan Hasil Pengamatan Kolaborator pada Siklus II
58
Tabel 11. Hasil Angket tentang Metode Pembelajaran dengan Metode ProblemBased Learning (yang ditujukan dalam bentuk proses)
60
Tabel 12. Data Hasil Belajar Sebelum Diadakan Penelitian
61
Tabel 13. Data Hasil Kenaikan Nilai Ulangan Secara Keseluruhan
62
Tabel 14. Data Hasil Distribusi Frekuensi Perolehan Nilai dari Siklus I dan Siklus
II
62
Tabel 15. Data Hasil Kreatifitas Siswa Mencatat Materi Pelajaran Siklus I dan
Siklus II
63
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Silabus
69
2. Tes Evaluasi Siklus I
71
3. Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus I
4. Tabel Monitoring Kolaborator Siklus I
5. Tes Evaluasi Siklus II
75
6. Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus II
7. Tabel Monitoring Kolaborator Siklus II
8. Angket
80
9. Foto-Foto Pelaksanaan
81
72
74
77
79
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembelajaran matematika banyak guru yang mengeluhkan rendahnya kemampuan
siswa dalam menerapkan konsep matematika. Hal ini terlihat dari banyaknya kesalahan
siswa dalam memahami konsep matematika sehingga mengakibatkan kesalahan –
kesalahan dalam mengerjakan soal sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi belajar
siswa (skor) baik dalam ulangan harian, ulangan semester, maupun ujian akhir sekolah,
padahal dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas biasanya guru memberikan tugas
(pemantapan) secara kontinu berupa latihan soal. Kondisi riil dalam pelaksanaannya latihan
yang diberikan tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menerapkan konsep matematika. Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang
efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari siswa, guru maupun
sarana dan prasarana yang ada, minat dan motivasi siswa yang rendah, kinerja guru yang
rendah, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai akan menyebabkan
pembelajaran menjadi kurang efektif. Saat sekarang ini sistem pembelajaran harus sesuai
dengan kurikulum yang menggunakan sistem KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Jadi
pendidikan tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif saja tetapi juga afektif dan
psikomotorik.
Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari
waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa, sehingga
siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru
sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas
profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa
dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran. Juga mengupayakan
siswa untuk memiliki hubungan yang erat dengan guru, dengan teman – temannya dan juga
dengan lingkungan sekitarnya.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung
pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang
memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran
(Semiawan, 1985).Banyaknya teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang
menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ). Salah satu
pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah pembelajaran dengan
pemberian tugas secara berkelompok.
Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan dari pemikiran nilai – nilai demokrasi, belajar
efektif perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman dimasyarakat. Dalam
pembelajaran guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial
yang memiliki ciri proses demokrasi dan proses ilmiah. Pembelajaran berbasis masalah
merupakan jawaban terhadap praktek pembelajaran kompetensi serta merespon
perkembangan dinamika sosial masyarakat. Selain itu pembelajaran berbasis masalah pada
dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok. Dengan
demikian, metode pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang khas yaitu
menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar
tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dengan
situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut
Ibrahim dan Nur (2000:2 dalam Nurhadi dkk,2004), “ Pembelajaran berbasis masalah dikenal
dengan nama lain seperti Project-Based Learning (Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based
Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran
Autentik), dan Anchored instruction (Pembelajaran berakar pada dunia nyata)”. Peran guru
dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan
dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat
dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya
pertukaran ide secara terbuka secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari
menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat
memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukankan penyelidikan secara inkuiri.
Terkait dengan kurikulum 2004, pembelajaran dengan pemberian tugas secaraberkelompok
menjadi salah satu pendekatan yang sebaiknya di kuasai oleh guru baik secara teoritis
maupun praktis. Berangkat dari pemikiran tersebut Peneliti
memilih judul
“Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metoda Problem-Based Learning Pada
Pokok Bahasan Logika Matematika Di Kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 –
2007”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengerjakan soal – soal latihan pada pokok bahasan Logika Matematika di
kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007?
2. Apakah dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Tahun Ajaran
2006 – 2007?
3. Bagaimanakah dampak metode Problem-Based Learning dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa pada pokok bahasan Logika Matematika siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar
Tahun Ajaran 2006 – 2007?
C. Tujuan Penelitian
Untuk memberi arah yang jelas tentang maksud dari penelitian ini dan berdasar pada
rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal – soal
pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 –
2007 yang diajarkan dengan metode Problem-Based Learning.
2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika
Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007 yang diajarkan
dengan metode Problem-Based Learning..
3. Untuk mengetahui dampak metode Problem-Based Learning dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007 pada pokok
bahasan Logika Matematika.
D. Manfaat Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat memberikan mamfaat
bagi :
1. Bagi Siswa
a. Meningkatkan minat siswa dalam memahami Pokok Bahasan Logika Matematika.
b. Memiliki rasa setia kawan, kerjasama dan tanggung jawab.
c. Memotivasi siswa untuk lebih mantap dalam belajar matematika terutama pada pokok
bahasan Logika Matematika.
d. Siswa mengerti akan pentingnya belajar berkelompok.
e. Siswa dapat saling berinteraksi dalam kelompok untuk menyampaikan pendapat atau
mendiskusikan setiap soal pada pokok bahasan Logika Matematika.
f. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah melalui pemberian
tugas secara berkelompok
2.
a.
b.
Bagi Guru
Mendorong untuk meningkatkan profesionalisme guru.
Memperbaiki kinerja guru
c.
d.
Menumbuhkan wawasan berfikir ilmiah
Meningkatkan kualitas pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
a. Hasil pembelajaran sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pembelajaran.
b. Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah melalui peningkatan prestasi siswa dan
kinerja guru.
E. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Proses pembelajaran matematika dengan metode Problem-Based Learning untuk
meningkatkan prestasi belajar matematika dilaksanakan di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar
semester genap tahun pelajaran 2006 / 2007
2.
Materi yang diajarkan adalah pada pokok bahasan Logika Matematika
F. Penegasan Istilah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang ada dan untuk menghindari kesalahan
penafsiran, maka diberikan penegasan istilah sebagai berikut :
1. Prestasi belajar
“ Prestasi belajar adalah suatu nilai yang menunjukkan hasil tertinggi dalam belajar yang
dicapai menurut kemampuan anak dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu pula”.
(Sumartono, 1971). Dalam penelitian ini yang dimaksud mengerjakan sesuatu adalah
menyelesaikan soal – soal pokok bahasan Logika Matematika. Sedang yang dimaksud pada
saat tertentu adalah pada saat dilakukan ulangan harian.
2. Logika Matematika
Logika Matematika adalah Pokok bahasan dalam pelajaran matematika yang diajarkan di
kelas X SMA pada semester genap.
3. Pemberian Tugas Secara Berkelompok
Pemberian tugas secara berkelompok adalah pemberian tugas kepada siwa yang dikerjakan
oleh dua orang siswa atau lebih, dimana siswa belajar dapat bekerjasama untuk sampai
pada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok .
(Johnson, 1991 dalam Santoso, 1998 ).
4. Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pendekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahannya, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.(Nurhadi, Burhan
& Agus, 2004)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran
Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja dirancang atau
tanpa sengaja dirancang (Suliana,2005). Kegiatan belajar tersebut dapat dihayati (dialami)
oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat di amati oleh orang
lain. Belajar yang di hayati oleh seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha
pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami
oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain,
kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh
tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan
usaha atau rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan
pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai
dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program
belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru,
kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran.
Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar
sebagai dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002)
B. Prinsip-prinsip Belajar
Para ahli meneliti gejala-gejala dari berbagai sudut pandang ilmu. Mereka telah menemukan
teori-teori dan prinsip-prinsip belajar. Diantara prinsip-prinsip belajar yang penting
berkenaan dengan :
1. Perhatian dan motivasi belajar siswa
2. Keaktifan belajar
3. Keterlibatan dalam belajar
4. Pengulangan belajar
5. Tantangan semangat belajar
6. Pemberian balikan dan penguatan belajar
7. Adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar
Perhatian dapat memperkuat kegiatan belajar, menggiatkan perilaku untuk mencapai
sasaran belajar. Perhatian berhubungan dengan motivasi sebagai tenaga penggerak belajar.
Motivasi dapat bersifat internal atau eksternal, maupun intrinsik atau ekstrinsik.
Yang dimaksud dengan motivasi yang bersifat internal adalah motivasi yang datang dari diri
sendiri. Motivasi yang bersifat eksternal adalah motivasi yang datang dari orang lain. Yang
dimaksud dengan motivasi yang bersifat intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguhsungguh mempelajari matapelajaran disekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang
dipelajarinya. Sedang motivasi ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar
perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai contoh, seorang siswa
belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan karena ingin memiliki pengetahuan yang
dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan untuk naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik
kelas dan mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Dewasa ini para ahli memandang siswa adalah seorang individu yang aktif. Oleh karena itu,
peran guru bukan sebagai satu-satunya pembelajar, tetapi sebagai pembimbing, fasilitator
dan pengarah. Belajar memang bersifat individual, oleh karena itu belajar berarti suatu
keterlibatan langsung atau pemerolehan pengalaman individual yang unik. Belajar tidak
terjadi sekaligus, tetapi akan berlangsung penuh pengulangan berkali-kali, bersinambungan,
tanpa henti. Belajar yang berarti bila bahan belajar tersebut menantang siswa. Belajar juga
akan menjadi terarah bila ada balikan dan penguatan dari pembelajar. Betapapun
pembelajaran yang telah direkayasa secara pedagogis oleh guru, hasil belajar akan
terpengaruh oleh karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifat individual pebelajar.
C. Motivasi Belajar
Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa
keinginan, perhatian atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau
tinggi. Ada sebagian ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang
mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai
dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk
perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku pada individu belajar
(Koeswara, 1989; Siagia, 1989; Sehein, 1991; Biggs & Telfer, 1987 dalam Dimyati &
Mudjiono, 2002 ). Sebagai kekuatan mental, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu:
1. Motivasi Primer
Motivasi Primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar
tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. (Dimyati & Mudjiono,
2002)
2. Motivasi Sekunder
Motivasi Sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer.
Sebagai ilustrasi seorang yang lapar akan tertarik pada makan dibanding belajar. Untuk
memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja
dengan baik, orang harus belajar bekerja. “Bekerja dengan baik” merupakan motivasi
sekunder. Bila orang bekerja dengan baik, maka ia akan memperoleh gaji berupa uang.
Uang tersebut merupakan penguat motivasi sekunder. Uang merupakan penguat umum,
agar orang bekerja dengan baik. Bila orang memiliki uang setelah ia bekerja dengan baik,
maka ia dapat membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar.(Jalaludin Rahmad, 1991;
Sumadi Suryabrata, 1991 dalam Dimyati & Mudjiono, 2002)
Berdasarkan sifatnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang dikarenakan orang tersebut senang melakukannya.
(Dimyati & Mudjiono, 2002)
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada diluar perbuatan
yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu, karena dorongan dari luar seperti adanya
hadiah dan menghindari hukuman.(Dimyati & Mudjiono, 2002)
D. Pendekatan Belajar
Belajar dapat dilakukan di sembarang tempat, kondisi, dan waktu. Cepatnya informasi lewat
radio, televisi, film, internet, surat kabar, majalah, dapat mempermudah belajar. Meskipun
informasi dapat dengan mudah diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong
untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan daripadanya.
Guru profesional memperlukan pengetahuan dan keterampilan pendekatan pembelajaran
agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa terbiasa belajar sepanjang hayat.
Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan
sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam belajar tentang pendekatan belajar tersebut,
orang dapat melihat pengorganisasian siswa, posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan,
dan pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dengan
pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran secara individual,
pembelajaran secara kelompok, dan pembelajaran secara klasikal. (Dimyati & Mudjiono,
2002)
E. Masalah-masalah Belajar
Dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan masalah-masalah internal belajar.
Dari sisi guru, yang memusatkan perhatian pada pebelajar yang belajar maka akan muncul
faktor-faktor eksternal yang memungkinkan terjadinya belajar.
Faktor internal yang dialamai oleh siswa meliputi hal-hal seperti; sikap terhadap belajar,
motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuan mengolah bahan belajar, kemampuan
menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan,
kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan
keberhasilan belajar, kebiasaan belajar dan cita-cita siswa. Faktor-faktor internal ini akan
menjadi masalah sejauh siswa tidak dapat menghasilkan tindak belajar yang menghasilkan
hasil belajar yang baik. (Dimyati & Mudjiono, 2002)
Faktor eksternal meliputi hal-hal sebagai berikut; guru sebagai pembimbing belajar,
prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan siswa di sekolah, dan
kurikulum sekolah. Dari sisi guru sebagai pembelajar maka peranan guru dalam mengatasi
masalah-masalah eksternal belajar merupakan prasyarat terlaksanannya siswa dapat
belajar.(Dimyati & Mudjiono, 2002)
Sumadi Suryabrata (1984) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi digolongkan menjadi
dua golongan, yaitu :
a. Faktor-faktor non-sosial
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tidak terbilang jumlahnya, seperti misalnya :
keadaan suhu, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam), tempat (letaknya,
pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku, alat peraga, dan
sebagainya yang dapat kita sebut sebagai alat pelajaran).
b. Faktor-faktor sosial
Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor manusia (semua manusia), baik
manusia itu hadir maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir.
Kehadiran orang atau orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak kali
mengganggu belajar itu; misalnya kalau satu kelas murid sedang melaksanakan ujian, lalu
banyak anak-anak lain bercakap-cakap di samping kelas, atau seseorang sedang belajar di
kamar, satu atau dua orang hilir mudik keluar masuk kamar belajar itu dan sebagainya.
Selain kehadiran yang langsung seperti yang dikemukakan di atas, mungkin juga orang lain
itu hadir tidak secara langsung atau dapat disimpulkan kehadirannya; misalnya saja potret
dapat merupakan representasi dari seseorang, suara nyanyian yang dihidangkan lewat radio
maupun tape recorder juga dapat merupakan representasi bagi kehadiran seseorang.
2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar, dan ini pun dapat lagi digolongkan
menjadi dua golongan yaitu :
a. Faktor-faktor fisiologi
Faktor-faktor fisiologi ini masih dapat lagi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1) Keadaan tonus jasmani pada umumnya
Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas
belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang
kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak lelah.
Dalam hubungannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan yaitu :
(a) Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan
kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk,
lekas lelah dan lain sebagainya.
(b) Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu.
2) Keadaan fungsi-fungsi fisiologi tertentu terutama fungsi-fungsi alat indra.
b. Faktor-faktor psikologi
Arden N. Frandsen (dalam S. Suryabrata, 1984) mengatakan bahwa hal yang mendorong
seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut:
1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
2) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
3) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru,
baik dengan kooperasi maupun kompetensi
4) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
5) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
F. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam
situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut
Ibrahim dan Nur (2002:2 dalam Nurhadi dkk, 2004), “Pembelajaran berbasis masalah dikenal
dengan nama lain seperti Project-based Teaching (pembelajaran proyek), Experience-Based
Education (pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran
autentik), dan Anchored instructian (pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”. Peran
guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan
masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran
berbasis masalah terdiri dari penyajian kepada siswa situasi masalah yang autentik dan
bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan
penyelidikan dan inkuiri.
1. Ciri-ciri pengajaran berbasis masalah
Berbagai pengembangan pembelajaran berbasis masalah menunjukkan ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
b. Berfokus pada ketrampilan antar disiplin
c. Penyelidikan autentik
d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
2. Tujuan pembelajaran dan hasil pembelajaran
Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan
terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, dan keterampilan intelektual; belajar tentang berbagai peran orang dewasa
melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar
yang otonom dan mandiri. (Nurhadi, Burhan & Agus, 2004)
3. Tahapan pembelajaran berbasis masalah
Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai guru
memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah yang diakhiri dengan penyajian dan
analisa hasil kerja siswa.
a. Tahap pertama adalah orientasi siswa terhadap masalah. Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b. Tahap kedua adalah mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
c. Tahap ketiga adalah membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian masalahnya.
d. Tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu
siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan, video dan model
serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
e. Tahap kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru
membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-peoses yang mereka gunakan.
G. Logika Matematika
1. Pernyataan
Pernyataan adalah suatu kalimat yang deklaratif yang bernilai benar saja atau salah saja,
tetapi tidak sekaligus benar dan salah. Yang dimaksud benar atau salah adalah sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya. Setiap pernyataan adalah kalimat tetapi tidak semua
kalimat adalah pernyataan.
Contoh : a. 4 kurang dari 5 (benar)
b. 6 adalah bilangan prima (salah)
Suatu pernyataan biasanya dilambangkan dengan memakai huruf kecil, seperti a,b,c,
…….o,p,q, dan seterusnya.
Contoh : Pernyataan “4 kurang dari 5”
Ditulis p : 4 kurang dari 5
Benar atau salah dari suatu pernyataan dapat ditentukan melalui dasar empiris dan tak
empiris.
Dasar empiris yaitu menentukan benar atau salah dari suatu pernyataan berdasarkan fakta
yang ada atau dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh : “ Ibu kota Indonesia
adalah Jakarta”, merupakan pernyataan benar.
Dasar tak empiris yaitu menentukan benar atau salah dari suatu pernyataan dengan
memakai bukti atau perhitungan-perhitungan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh :
“Akar persamaan 3X – 2 = 4 adalah 2”, merupakan pernyataan benar.
2. Kalimat Terbuka
Kalimat terbuka adalah kalimat yang mengandung variabel, dan jika variabel tersebut di
ganti konstanta dengan semesta yang sesuai maka kalimat itu akan menjadi kalimat yang
bernilai benar saja atau salah saja.
Variabel adalah simbol yang menunjukkan suatu anggota yang belum spesifik dalam
semesta pembicaraan. Dan konstanta adalah simbol yang menunjukkan anggota tertentu
(yang sudah spesifik) dalam semesta pembicaraan.
Contoh : a. 2 + x = 5, untuk nilai x variabel bilangan cacah.
b. 4x+3>9, untuk nilai x variabel bilangan asli.
3. Ingkaran dan Negasi (~)
Ingkaran atau negasi adalah kebalikan dari suatu pernyataan. Jika pernyataan yang semula
bernilai benar jika dinegasi maka akan menjadi bernilai salah, atau sebaliknya pernyataan
yang semula bernilai salah bila dinegasi maka akan bernilai benar.Contoh : a bila dinegasi
~a (berarti bukan a). Adapun tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:
p ~p
B S
S B
)Ù4. Konjungsi (
Konjungsi adalah dua pernyataan bernilai benar jika kedua komponennya bernilai benar.
Konjungsi adalah kata lain dari perangkai “dan”. Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:
qÙP Q p
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
S
S
)Ú5. Disjungsi (
Disjungsi adalah dua pernyataan bernilai benar jika salah satu komponennya bernilai benar
atau bernilai salah bila kedua komponennya bernilai salah. Disjungsi adalah kata lain dari
perangkai atau. Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:
p
B
B
S
S
q
B
S
B
S
pvq
B
B
B
S
)Þ6. Implikasi (
Implikasi adalah dua pernyataan majemuk yang disusun dari dua buah pernyataan p q)
pernyataan tersebut bernilaiÞdan q dengan bentuk jika p maka q (p salah jika p bernilai
benar dan q bernilai salah dan yang lainnya bernilai benar. Tabel kebenarannya adalah
sebagai berikut:
qÞp q p
B B B
B S S
S B B
S S B
)Û7. Biimplikasi (
Biimplikasi adalah pernyataan yang dibentuk dari dua pernyataan p dan q dengan
menggunakan kata hubung “jika dan hanya jika”. Biimplikasi dua pernyataan akan bernilai
benar jika komponen-komponennya memiliki kebenaran yang sama. Tabel kebenarannya
adalah sebagai berikut:
qÛp q p
B B B
B S S
S B S
S S B
8. Pernyataan Majemuk
Pernyataan majemuk adalah pernyataan yang dibentuk dari beberapa pernyataan tunggal
(komponen) yang dirangkai dengan menggunakan kata hubung logika.
~q) !ÚContoh : tunjukkan dengan nilai kebenaran pernyataan majemuk ~(p
~q)ÚJawab : tabel kebenaran ~(p
~q)Ú~q) ~(pÚp q ~q (p
B B S B S
B S B B S
S B S S B
S S B B S
9. Tautologi
Tautologi adalah suatu pernyataan majemuk yang selalu selalu benar untuk semua
kemungkinan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan komponennya.
10. Ekuivalen
Dua buah pernyataan dikatakah ekuivalen jika kedua pernyataan majemuk itu mempunyai
nilai kebenaran yang sama.
11. Kuantor Universal
Kuantor universal adalah pernyataan yang menggunakan kata semua atau setiap
pernyataan yang berkuantor universal “semua A adalah B”
12. Kuantor Eksistensi
Kuantor Ekstensial adalah pernyataan yang menggunakan kata “ada atau beberapa”.
H. Penelitian Tindakan Kelas
1. Pengertian
Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) adalah suatu bentuk penelitian
reflektif yang dilakukan oleh guru yang hasilnya dimanfaatkan sebagai alat untuk
pengembangan keahlian mengajar peningkatan profesionalisme guru, pengembangan
sekolah, pengembangan kurikulum dan lain – lain ( Mc. Niff ; 1992 : 1 dalam Djuweni, 2005 :
2 ). Jenis penelitian ini merupakan penelitian praktis yang dilakukan dikelas dan bertujuan
untuk menemukan strategi pembelajaran yang tepat untu
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat penting karena pendidikan merupakan suatu hal penentu kemajuan suatu
bangsa, dan satu penentu kemampuan sumber daya manusia di suatu Negara. Dimana
pada masa saat ini kemajuan suatu bangsa tidak dilihat dari kekayaan sumber daya
alamnya saja tetapi pada saat ini juga dilihat dari kemampuan sumber daya
manusianya sendiri bagaimana memanfaatkan suatu sumber daya alam yang ada di
negaranya. Namun permasalahannya saat ini ialah banyak siswa-siswi yang kurang
mencintai pendidikan terutama yang paling disorot ialah pelajaran Matematika.
Kebanyakan Siswa-siswi sekolah jenuh terhadap pelajaran Matematika disebabkan
karena belum ada sesuatu hal yang mampu membangkitkan minat para siswa-siswi
sekolah untuk menyukai mata pelajaran matematika bahkan untuk sekedar membaca
dan membolak-balik buku yang bersangkutan dengan Matematika.
Belajar matematika sebenarnya tidaklah terlalu susah, karena sebenarnya setiap
pelajaran yang memang kita mau pelajari pasti semuanya akan mudah diterima dan
dimengerti, tetapi kebanyakan dari siswa selalu menganggap matematika itu ialah
sebagai momok yang sangat menakutkan.
Terkait dengan rasa apriori berlebihan
terhadap
matematika
ditemukan
beberapa penyebab siswa-siswi jenuh matematika di antaranya adalah yang mencakup
penekanan belebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan atau
berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar
matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Oleh sebab itu, untuk
mengatasi hal ini, peran guru sangat penting. Karena begitu pentingnya peran guru
dalam mengatasi siswa-siswi jenuh matematika, maka pengajaran matematika pun
harus dirubah. Jika sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan
aritmetika saja, maka saat ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam
bernalar dengan menggunakan logika matematis. Karena itu, materi matematika bukan
lagi sekadar aritmetika tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan
kehidupan sehari-hari.
B. MASALAH PENELITIAN
Masalah Penelitian yang akan dibahas dalam karya tulis ilmiah ini ialah:
Mengatasi Kejenuhan Mempelajari Mata Pelajaran Matematika.
Faktor-faktor Penyebab Kejenuhan Mempelajari Mata Pelajaran Matematika.
C. TUJUAN PENULISAN
Kegiatan Penyusunan Karya Ilmiah ini mempunyai Tujuan yang sangat penting
yaitu :
Tujuan Umum: Membangkitkan minat siswa-siswa dalam menekuni dunia pendidikan
khususnya mata pelajaran matematika, menghilangkan kejenuhan siswa-siswi dalam
mempelajari pelajaran matematika, dan menyadarkan bahwa matematika bukan hanya
sekadar aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian karena
bermatematika di zaman sekarang harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup
modern.
D. LANDASAN TEORI
Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih dahulu. Selanjutnya
perkenalkan beberapa definisi penting yang harus dipahami agar siswa memiliki bekal
untuk memahami fenomena-fenomena yang mereka temukan di lapangan.
Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan mereka melihat
apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan ide-ide kreatif yang boleh jadi
diluar dugaan guru. Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih menikmati
proses pembelajaran yang dilakukan.
Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.
Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan kesempatan pada
para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka. Kemudian baru
dilakukan proses verifikasi, meluruskan apa yang sudah dilakukan sehingga muncul
formula atau rumus atau model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan
persoalan serupa.
Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses mengapresiasi. Seandainya
hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata kurang tepat maka guru hendaknya tetap
memberi apresiasi. Dengan seperti itu, maka siswa akan tetap terpacu motivasinya.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A. MENGATASI KEJENUHAN DALAM BELAJAR MATEMATIKA
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku secara sadar sebagai akibat dari
interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang
sengaja dirancang. ataupun tidak sengaja dirancang namun dimanfaatkan. Proses
belajar tidak hanya terjadi karena adanya interaksi antara peserta didik dengan guru,
tetapi dapat pula diperoleh lewat interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber
belajar lainnya.
Pembelajaran matematika, salah satu diantara tujuannya adalah membekali peserta
didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan
bekerjasama.
Untuk mencapai tujuan tersebut memang tidaklah mudah. Berbagai persepsi awal yang
dimiliki siswa terhadap pelajaran matematika, telah membentuk sikap yang beragam.
Ada yang memiliki minat yang tinggi terhadap matematika, namun tidak sedikit yang
bersikap jenuh terhadap matematika. Hal ini tentu dikarenakan pengalaman belajar
yang
pernah
mereka
rasakan.
Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap persepsi negatif siswa terhadap
matematika adalah karena kejenuhan yang mereka alami selama belajar matematika.
Sikap jenuh yang mereka rasakan bisa disebabkan karena ketidakmampuan mereka
mengerjakan setiap soal yang diberikan, atau juga karena mereka sukar untuk
memahami materi yang diajarkan. Kejenuhan ini juga sering ditimbulkan oleh guru
pengajarnya. Karena guru kurang memiliki kemampuan dan tidak menguasai metoda,
strategi dan pendekatan belajar yang dapat membuat suasana belajar menjadi
menyenangkan dan membangkitkan minat.
Adapun Langkah-langkah untuk menyiasati kejenuhan belajar Matematika
ialah:
1. PEMBERIAN MOTIVASI
Peranan guru yang sangat mendasar adalah membangkitkan motivasi dalam diri
peserta didiknya agar semakin aktif belajar. Ada dua jenis motivasi, yakni motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik, ialah motivasi atau dorongan serta
gairah yang timbul dari dalam peserta didik itu sendiri, misalnya ingin mendapat
manfaat praktis dari pelajaran, ingin mendapat penghargaan dari teman terutama dari
guru, ingin mendapat nilai yang baik sebagai bukti “mampu berbuat”. Motivasi
ekstrinsik mengacu kepada faktor-faktor luar yang turut mendorong munculnya gairah
belajar, seperti lingkungan sosial yang membangun dalam kelompok, lingkungan fisik
yang memberi suasana nyaman, tekanan, kompetisi, termasuk fasilitas belajar yang
memadai
dan
membangkitkan
minat.
Dalam pembelajaran matematika, motivasi itu sangat penting. Untuk membangkitkan
motivasi intrinsik, siswa diingatkan akan pentingnya belajar matematika untuk
memecahkan persoalan hidup sehari-hari, seperti perhitungan, pengukuran dan
sebagainya. Apalagi bila siswa berkeinginan untuk melanjutkan belajar ke jenjang lebih
tinggi lagi, maka pelajaran matematika akan terus diperoleh, sehingga pemahaman dan
penguasaan materi pada tahap-tahap awal akan membantu untuk tahap-tahap
selanjutnya. Motivasi ekstrinsik dapat dikondisi oleh guru, seperti dengan memberi
pujian, hadiah dan sebagainya. Langkah-langkah berikut ini juga merupakan bentuk
motivasi ekstrinsik.
2. MENCIPTAKAN SUASANA BELAJAR YANG MENYENANGKAN
Suasana
belajarn
yang
menyenangkan
dapat
diciptakan
oleh
guru
diantarnya
menghindarkan suasana kaku, tegang apalagi menakutkan dalam belajar, menyisipkan
humor-humor yang segar dan mendidik, tidak memberikan soal-soal yang terlalu sukar,
dan lain-lain.
3. MEMBUAT LINGKUNGAN BELAJAR YANG NYAMAN
Lingkungan belajar yang menyenangkan dpat mempengaruhi sikap belajar siswa.
Ciptakan suasana kelas yang nyaman, meja belajar dihiasi dengan sesuatu yang
menyegarkan dan memberi semangat kepada siswa, dinding kelas ditempeli dengan
gambar-gambar atau hiasan-hiasan yang mereka minati.
4. MENGADAKAN REFRESHING
Untuk menghilangkan rasa jenuh, bosan dan penat dalam belajar, siswa diberikan
suasana refreshing, caranya bisa dengan menyertakan musik dalam ruangan belajar,
memberikan permainan-permainan simulasi-simulasi yangterjait dengan materi belajar.
Pada saat-saat tertentu, ajak siswa belajar diluar kelas, seperti di taman, di lapangan
dan lain sebagainya.
B. PENYEBAB KEJENUHAN BELAJAR MATEMATIKA
Pembelajaran matematika secara formal umumnya diawali di bangku
sekolah. Sementara itu, matematika di sekolah masih menjadi pelajaran yang
menakutkan bagi para siswa. Di antara berbagai faktor yang memicu hal ini adalah
proses pembelajaran yang kurang asyik dan menarik. Model pembelajaran yang sering
di temui pada pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran bercorak “teacher
centered”, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Sehingga guru menjadi
pemeran utama dan kehadirannya menjadi sangat menentukan. Pembelajaran menjadi
tak dapat dilakukan tanpa kehadiran guru. Siswa cenderung pasif dan tidak berperan
selama proses pembelajaran. Sehingga proses yang muncul adalah “take and give”.
Dalam merangkai pembelajaran, guru pada umumnya terbiasa dengan model standar,
yakni pembelajaran yang bermula dari rumus, menghapalnya, kemudian diterapkan
dalam contoh soal. Model pembelajaran yang demikian tidak memberi ruang bagi siswa
untuk melakukan observasi (mengamati), eksplorasi (menggali), inkuiri (menyelidiki),
dan aktivitas-aktivitas lain yang memungkinkan mereka terlibat dan memahami
permasalahan yang sesungguhnya. Model seperti ini yang mengakibatkan matematika
bak kumpulan rumus yang menyeramkan, sulit dipelajari, dan nampak abstrak.
C. BAGAIMANA SEBAIKNYA MATEMATIKA DIAJARKAN ?
Sebagai
contoh
dalam
pembelajaran
mengenai
perbandingan
trigonometri
.
Pembelajaran trigonometri sering kali ditakuti karena yang nampak ke permukaan
adalah simbol-simbol dan rumus-rumus yang abstrak. Adapun maknanya jarang
diangkat dan dipahamkan kepada para siswa. Perbandingan trigonometri sesungguhnya
berawal dari persoalan nyata. Berikut salah satu alternatif pengajaran yang dapat
dilakukan:
1.
Guru terlebih dahulu menjelaskan definisi-definisi penting sebagai bekal bagi
mereka untuk melakukan observasi dilapangan.
2.
Selanjutnya minta para siswa untuk mengukur tinggi benda-benda seperti tiang
bendera, pohon, bangunan kelas, dan lain-lain. Biarkan mereka berekslporasi
menemukan caranya sendiri. Dari sisni tentu akan ada beragam cara yang diusulkan
siswa agar dapat mengukur tinggi benda-benda tersebut. Dalam hal ini guru bertugas
mengakomodir berbagai respon yang muncul, membimbing, dan mencoba
mengarahkan para siswa agar tidak terlalu keluar dari wilayah yang dijadikan tujuan.
3.
Berikutnya guru dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan perbandingan
trigonometri dalam permasalahan tersebut. Misalnya akan diukur tinggi pohon P. Minta
salah seorang siswa, katakanlah siswa A, berdiri dalam jarak tertentu terhadap benda
yang ingin diukur ketinggiannya. Misalkan jaraknya x meter. Dengan bantuan
klinometer dapat diketahui besarnya sudut yang dibentuk oleh siswa A dengan pohon P,
katakanlah sudut yang dibentuk adalah ?. Dengan menggunakan aturan tangent,
dengan mudah akan diperoleh tinggi pohon P. yakni:
Tinggi pohon P = x tan(?)
4.
Ajak siswa membandingkan efektifitas dan tingkat kemudahan berbagai macam
cara yang diperoleh melalui kegiatan tersebut. Dari sini akan diperoleh gambaran
bahwa matematika khususnya perbandingan
menyelesaikan permasalahan yang ada.
5.
trigonometri
dapat
mempermudah
Kegiatan pembelajaran dapat diakhiri dengan meminta siswa menuliskan
rangkaian kegiatan yang dilakukan hingga hasil akhir yang dicapai. Dengan ini,
kemungkinan besar siswa dapat lebih memahami konsep perbandingan trigonometri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Matematika adalah ilmu realitas, dalam artian ilmu yang bermula dari kehidupan
nyata. Selayaknya pembelajarannya dimulai dari sesuatu yang nyata, dari ilustrasi yang
dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian disederhanakan dalam formulasi
matematis. Mengajarkan matematika bukan sekedar menyampaikan aturan-aturan,
definisi-definisi, ataupun rumus-rumus yang sudah jadi. Konsep matematika seharusnya
disampaikan bermula pada kondisi atau permasalahan nyata. Berikut tahapan
pengajaran yang dapat dilakukan:
1.
Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih dahulu.
Selanjutnya perkenalkan beberapa definisi penting yang harus dipahami agar siswa
memiliki bekal untuk memahami fenomena-fenomena yang mereka temukan di
lapangan.
2.
Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan mereka
melihat apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan ide-ide kreatif yang
boleh jadi diluar dugaan guru. Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih
menikmati proses pembelajaran yang dilakukan.
3.
Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.
4.
Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan kesempatan
pada para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka. Kemudian baru
dilakukan proses verifikasi, meluruskan apa yang sudah dilakukan sehingga muncul
formula atau rumus atau model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan
persoalan serupa.
5.
Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses mengapresiasi. Seandainya
hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata kurang tepat maka guru hendaknya tetap
memberi apresiasi. Dengan seperti itu, maka siswa akan tetap terpacu motivasinya.
B. SARAN
Setelah berhasil mengatasi segala suatu tentang kejenuhan mempelajari
matematika, maka siswa-siswi sebaiknya di tuntut untuk selalu memotivasi dirinya
sendiri, mulai menyukai guru yang mengajar matematika maka dengan begitu
diharapkan siswa-siswi juga menyukai pelajarannya, dan mulailah buat suatu kelompok
belajar agar lebih banyak masukan-masukan yang bisa di dapat dari teman yang lain.
Demikian saran dan kritik yang penulis harapkan agar bisa lebih baik untuk menulis
karya ilmiah selanjutnya.
C. DAFTAR PUSTAKA
Wordpress.com, www.idblognetwork.com, http:/id.wikipedia.org
MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR MATEMATIKA
Karya Tulis Ilmiah
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DENGAN METODE PROBLEM-BASED LEARNING PADA POKOK BAHASAN LOGIKA MATEMATIKA
DI KELAS X-1 SMA NEGERI 3 BLITAR
TAHUN PELAJARAN 2006 / 2007
ABSTRAK
Priyoananto,Lulus.2007. Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metode
Problem-Based Learning Pada Pokok Bahasan Logika Matematika di Kelas X-1 SMA Negeri 3
Blitar Tahun Pelajaran 2006 / 2007.
Kata kunci : Logika, Problem-Based Learning
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran matematika perlu
dicarikan upaya-upaya yang tepat dan efektif serta efisien. Salah satu upayanya adalah
pemilihan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas belajar siswa dan
bukan pada aktifitas mengajar guru. Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran matematika. Salah satunya adalah Problem-Based Learning.
Dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam penyelesaian soal-soal logika dibanding
dengan strategi pembelajaran lainnya, strategi Problem-Based Learning memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya siswa lebih aktif untuk berdiskusi dan berkolaborasi dalam
menyelesaikan masalah.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
– soal pada pokok bahasan Logika Matematika. (2) mengetahui prestasi belajar siswa pada
pokok bahasan Logika Matematika. (3) mengetahui dampak metode Problem-Based
Learning dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika
Matematika.
Sedangkan manfaat hasil penelitian diharapkan antara lain bagi siswa: (1) Meningkatkan
minat siswa dalam memahami Logika Matematika. (2) Memiliki rasa setia kawan, kerjasama
dan tanggung jawab. (3) Memotifasi siswa untuk lebih mantap dalam belajar matematika
terutama pada pokok bahasan Logika Matematika. (4) Siswa mengerti akan pentingnya
belajar berkelompok. (5) Siswa dapat saling berinteraksi dalam kelompok untuk
menyampaikan pendapat atau mendiskusikan setiap soal pada pokok bahasan Logika
Matematika. (6) Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah melalui
pemberian tugas secara berkelompok. Bagi guru: (1) Mendorong untuk meningkatkan
profesionalisme guru. (2) Memperbaiki kinerja guru. (3) Menumbuhkan wawasan berfikir
ilmiah. (4) Mempermudah pelaksanaan pembelajaran. Bagi sekolah (1) Hasil pembelajaran
sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. (2)
Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah melalui peningkatan prestasi siswa dan kinerja
guru
Waktu penelitian dilaksanakan mulai tanggal 3 April s/d 18 April 2007. penelitian tindakan
kelas ini terdiri dari 2 siklus dan setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan refleksi tindakan. Sedangkan teknik
pengumpulan data dilakukan dengan tes prestasi belajar, angket dan observasi. Untuk
penyajian data disajikan dalam bentuk tabel agar lebih mudah untuk dibaca dengan teknik
analisa diskriptif.
Pada akhir pelaksanaan tindakan pada setiap siklus tampak ada peningkatan rasa senang,
antusias dan keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil pembelajaran disetiap siklus
meningkat pula yaitu nilai rata-rata sebelum diadakan penelitian 42,8, pada siklus I 69,4 dan
pada siklus II 74,4 dengan prosentase kenaikan nilai rata-rata ulangan harian sebelum
diadakan PTK ke siklus I naik 62,15% dari siklus I ke siklus II naik 7,20 %. Jadi dapat
disimpulkan bahwa penggunaan metode Problem-Based Learning dalam pembelajaran
matematika pada pokok bahasan logika matematika dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Pelajaran 2006-2007.
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam, karena bimbinganNyalah penelitian ini dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
Dengan Metode Problem-Based Learning Pada Pokok Bahasan Logika Matematika di Kelas X1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Pelajaran 2006 / 2007” Peneliti sadari masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan koreksi, kritik dan saran dari
berbagai pihak untuk perbaikan dan penyempurnaannya.
Pada kesempatan yang baik ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada :
1. Bapak Drs. Pratignyo Yitno Sutomo, M.Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan Daerah
Tingkat II Kota Blitar.
2. Bapak dan Ibu Guru Matematika SMA Negeri 3 Blitar.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu dan mendukung kegiatan penelitian ini.
Harapan Peneliti semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
para pembaca.
Blitar, 25 April 2007
Peneliti
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK
i
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan Penelitian
5
D. Manfaat Penelitian
5
E. Batasan Masalah
7
F. Penegasan Istilah
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran
9
B. Prinsip-prinsip Belajar
10
C. Motivasi Belajar
11
D. Pendekatan Belajar
13
E. Masalah-masalah Belajar
14
F. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
G. Logika Matematika
20
H. Penelitian Tindakan Kelas
25
I. Hipotesis
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Seting Penelitian
29
B. Siklus Penelitian
29
C. Instrumen Penelitian
33
D. Teknik analisa data
35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Siklus I
38
1. Perencanaan
38
2. Pelaksanaan
38
3. Pengamatan
41
4. Refleksi Perbaikan dan Pengayaan
49
B. Siklus II
49
1. Perencanaan
49
2. Pelaksanaan
50
3. Pengamatan
52
4. Refleksi Perbaikan dan Pengayaan
59
C. Pembahasan Hasil Penelitian
60
BAB V
PENUTUP
18
A. Kesimpulan
B. Saran
67
DAFTAR PUSTAKA
66
68
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.
Data Nilai Ulangan Harian PRA PTK Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 3
Blitar Tahun Pelajaran 2006-2007
39
Tabel 2.
Nilai hasil ulangan Harian Siklus I
42
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Data Perolehan Nilai Siswa pada Siklus I
Tabel 4.
Keaktifan Siswa Mencatat pada Siklus I
Tabel 5.
Keaktifan Siswa dalam Belajar Kelompok Siklus I
Tabel 6.
Nilai Hasil Ulangan Harian Siklus II
Tabel 7.
Distribusi Frekuensi Data Perolehan Nilai Siswa pada Siklus II
46
46
53
Tabel 8. Keaktifan Siswa Mencatat pada Siklus II
Tabel 9.
46
56
57
Keaktifan Siswa dalam Belajar Kelompok Siklus II
57
Tabel 10. Ringkasan Hasil Pengamatan Kolaborator pada Siklus II
58
Tabel 11. Hasil Angket tentang Metode Pembelajaran dengan Metode ProblemBased Learning (yang ditujukan dalam bentuk proses)
60
Tabel 12. Data Hasil Belajar Sebelum Diadakan Penelitian
61
Tabel 13. Data Hasil Kenaikan Nilai Ulangan Secara Keseluruhan
62
Tabel 14. Data Hasil Distribusi Frekuensi Perolehan Nilai dari Siklus I dan Siklus
II
62
Tabel 15. Data Hasil Kreatifitas Siswa Mencatat Materi Pelajaran Siklus I dan
Siklus II
63
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Silabus
69
2. Tes Evaluasi Siklus I
71
3. Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus I
4. Tabel Monitoring Kolaborator Siklus I
5. Tes Evaluasi Siklus II
75
6. Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus II
7. Tabel Monitoring Kolaborator Siklus II
8. Angket
80
9. Foto-Foto Pelaksanaan
81
72
74
77
79
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembelajaran matematika banyak guru yang mengeluhkan rendahnya kemampuan
siswa dalam menerapkan konsep matematika. Hal ini terlihat dari banyaknya kesalahan
siswa dalam memahami konsep matematika sehingga mengakibatkan kesalahan –
kesalahan dalam mengerjakan soal sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi belajar
siswa (skor) baik dalam ulangan harian, ulangan semester, maupun ujian akhir sekolah,
padahal dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas biasanya guru memberikan tugas
(pemantapan) secara kontinu berupa latihan soal. Kondisi riil dalam pelaksanaannya latihan
yang diberikan tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menerapkan konsep matematika. Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang
efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari siswa, guru maupun
sarana dan prasarana yang ada, minat dan motivasi siswa yang rendah, kinerja guru yang
rendah, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai akan menyebabkan
pembelajaran menjadi kurang efektif. Saat sekarang ini sistem pembelajaran harus sesuai
dengan kurikulum yang menggunakan sistem KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Jadi
pendidikan tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif saja tetapi juga afektif dan
psikomotorik.
Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari
waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa, sehingga
siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru
sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas
profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa
dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran. Juga mengupayakan
siswa untuk memiliki hubungan yang erat dengan guru, dengan teman – temannya dan juga
dengan lingkungan sekitarnya.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung
pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang
memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran
(Semiawan, 1985).Banyaknya teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang
menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ). Salah satu
pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah pembelajaran dengan
pemberian tugas secara berkelompok.
Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan dari pemikiran nilai – nilai demokrasi, belajar
efektif perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman dimasyarakat. Dalam
pembelajaran guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial
yang memiliki ciri proses demokrasi dan proses ilmiah. Pembelajaran berbasis masalah
merupakan jawaban terhadap praktek pembelajaran kompetensi serta merespon
perkembangan dinamika sosial masyarakat. Selain itu pembelajaran berbasis masalah pada
dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok. Dengan
demikian, metode pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang khas yaitu
menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar
tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dengan
situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut
Ibrahim dan Nur (2000:2 dalam Nurhadi dkk,2004), “ Pembelajaran berbasis masalah dikenal
dengan nama lain seperti Project-Based Learning (Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based
Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran
Autentik), dan Anchored instruction (Pembelajaran berakar pada dunia nyata)”. Peran guru
dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan
dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat
dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya
pertukaran ide secara terbuka secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari
menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat
memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukankan penyelidikan secara inkuiri.
Terkait dengan kurikulum 2004, pembelajaran dengan pemberian tugas secaraberkelompok
menjadi salah satu pendekatan yang sebaiknya di kuasai oleh guru baik secara teoritis
maupun praktis. Berangkat dari pemikiran tersebut Peneliti
memilih judul
“Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metoda Problem-Based Learning Pada
Pokok Bahasan Logika Matematika Di Kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 –
2007”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengerjakan soal – soal latihan pada pokok bahasan Logika Matematika di
kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007?
2. Apakah dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Tahun Ajaran
2006 – 2007?
3. Bagaimanakah dampak metode Problem-Based Learning dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa pada pokok bahasan Logika Matematika siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar
Tahun Ajaran 2006 – 2007?
C. Tujuan Penelitian
Untuk memberi arah yang jelas tentang maksud dari penelitian ini dan berdasar pada
rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal – soal
pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 –
2007 yang diajarkan dengan metode Problem-Based Learning.
2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika
Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007 yang diajarkan
dengan metode Problem-Based Learning..
3. Untuk mengetahui dampak metode Problem-Based Learning dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007 pada pokok
bahasan Logika Matematika.
D. Manfaat Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat memberikan mamfaat
bagi :
1. Bagi Siswa
a. Meningkatkan minat siswa dalam memahami Pokok Bahasan Logika Matematika.
b. Memiliki rasa setia kawan, kerjasama dan tanggung jawab.
c. Memotivasi siswa untuk lebih mantap dalam belajar matematika terutama pada pokok
bahasan Logika Matematika.
d. Siswa mengerti akan pentingnya belajar berkelompok.
e. Siswa dapat saling berinteraksi dalam kelompok untuk menyampaikan pendapat atau
mendiskusikan setiap soal pada pokok bahasan Logika Matematika.
f. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah melalui pemberian
tugas secara berkelompok
2.
a.
b.
Bagi Guru
Mendorong untuk meningkatkan profesionalisme guru.
Memperbaiki kinerja guru
c.
d.
Menumbuhkan wawasan berfikir ilmiah
Meningkatkan kualitas pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
a. Hasil pembelajaran sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pembelajaran.
b. Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah melalui peningkatan prestasi siswa dan
kinerja guru.
E. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Proses pembelajaran matematika dengan metode Problem-Based Learning untuk
meningkatkan prestasi belajar matematika dilaksanakan di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar
semester genap tahun pelajaran 2006 / 2007
2.
Materi yang diajarkan adalah pada pokok bahasan Logika Matematika
F. Penegasan Istilah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang ada dan untuk menghindari kesalahan
penafsiran, maka diberikan penegasan istilah sebagai berikut :
1. Prestasi belajar
“ Prestasi belajar adalah suatu nilai yang menunjukkan hasil tertinggi dalam belajar yang
dicapai menurut kemampuan anak dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu pula”.
(Sumartono, 1971). Dalam penelitian ini yang dimaksud mengerjakan sesuatu adalah
menyelesaikan soal – soal pokok bahasan Logika Matematika. Sedang yang dimaksud pada
saat tertentu adalah pada saat dilakukan ulangan harian.
2. Logika Matematika
Logika Matematika adalah Pokok bahasan dalam pelajaran matematika yang diajarkan di
kelas X SMA pada semester genap.
3. Pemberian Tugas Secara Berkelompok
Pemberian tugas secara berkelompok adalah pemberian tugas kepada siwa yang dikerjakan
oleh dua orang siswa atau lebih, dimana siswa belajar dapat bekerjasama untuk sampai
pada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok .
(Johnson, 1991 dalam Santoso, 1998 ).
4. Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pendekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahannya, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.(Nurhadi, Burhan
& Agus, 2004)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran
Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja dirancang atau
tanpa sengaja dirancang (Suliana,2005). Kegiatan belajar tersebut dapat dihayati (dialami)
oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat di amati oleh orang
lain. Belajar yang di hayati oleh seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha
pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami
oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain,
kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh
tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan
usaha atau rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan
pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai
dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program
belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru,
kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran.
Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar
sebagai dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002)
B. Prinsip-prinsip Belajar
Para ahli meneliti gejala-gejala dari berbagai sudut pandang ilmu. Mereka telah menemukan
teori-teori dan prinsip-prinsip belajar. Diantara prinsip-prinsip belajar yang penting
berkenaan dengan :
1. Perhatian dan motivasi belajar siswa
2. Keaktifan belajar
3. Keterlibatan dalam belajar
4. Pengulangan belajar
5. Tantangan semangat belajar
6. Pemberian balikan dan penguatan belajar
7. Adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar
Perhatian dapat memperkuat kegiatan belajar, menggiatkan perilaku untuk mencapai
sasaran belajar. Perhatian berhubungan dengan motivasi sebagai tenaga penggerak belajar.
Motivasi dapat bersifat internal atau eksternal, maupun intrinsik atau ekstrinsik.
Yang dimaksud dengan motivasi yang bersifat internal adalah motivasi yang datang dari diri
sendiri. Motivasi yang bersifat eksternal adalah motivasi yang datang dari orang lain. Yang
dimaksud dengan motivasi yang bersifat intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguhsungguh mempelajari matapelajaran disekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang
dipelajarinya. Sedang motivasi ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar
perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai contoh, seorang siswa
belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan karena ingin memiliki pengetahuan yang
dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan untuk naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik
kelas dan mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Dewasa ini para ahli memandang siswa adalah seorang individu yang aktif. Oleh karena itu,
peran guru bukan sebagai satu-satunya pembelajar, tetapi sebagai pembimbing, fasilitator
dan pengarah. Belajar memang bersifat individual, oleh karena itu belajar berarti suatu
keterlibatan langsung atau pemerolehan pengalaman individual yang unik. Belajar tidak
terjadi sekaligus, tetapi akan berlangsung penuh pengulangan berkali-kali, bersinambungan,
tanpa henti. Belajar yang berarti bila bahan belajar tersebut menantang siswa. Belajar juga
akan menjadi terarah bila ada balikan dan penguatan dari pembelajar. Betapapun
pembelajaran yang telah direkayasa secara pedagogis oleh guru, hasil belajar akan
terpengaruh oleh karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifat individual pebelajar.
C. Motivasi Belajar
Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa
keinginan, perhatian atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau
tinggi. Ada sebagian ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang
mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai
dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk
perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku pada individu belajar
(Koeswara, 1989; Siagia, 1989; Sehein, 1991; Biggs & Telfer, 1987 dalam Dimyati &
Mudjiono, 2002 ). Sebagai kekuatan mental, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu:
1. Motivasi Primer
Motivasi Primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar
tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. (Dimyati & Mudjiono,
2002)
2. Motivasi Sekunder
Motivasi Sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer.
Sebagai ilustrasi seorang yang lapar akan tertarik pada makan dibanding belajar. Untuk
memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja
dengan baik, orang harus belajar bekerja. “Bekerja dengan baik” merupakan motivasi
sekunder. Bila orang bekerja dengan baik, maka ia akan memperoleh gaji berupa uang.
Uang tersebut merupakan penguat motivasi sekunder. Uang merupakan penguat umum,
agar orang bekerja dengan baik. Bila orang memiliki uang setelah ia bekerja dengan baik,
maka ia dapat membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar.(Jalaludin Rahmad, 1991;
Sumadi Suryabrata, 1991 dalam Dimyati & Mudjiono, 2002)
Berdasarkan sifatnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang dikarenakan orang tersebut senang melakukannya.
(Dimyati & Mudjiono, 2002)
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada diluar perbuatan
yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu, karena dorongan dari luar seperti adanya
hadiah dan menghindari hukuman.(Dimyati & Mudjiono, 2002)
D. Pendekatan Belajar
Belajar dapat dilakukan di sembarang tempat, kondisi, dan waktu. Cepatnya informasi lewat
radio, televisi, film, internet, surat kabar, majalah, dapat mempermudah belajar. Meskipun
informasi dapat dengan mudah diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong
untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan daripadanya.
Guru profesional memperlukan pengetahuan dan keterampilan pendekatan pembelajaran
agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa terbiasa belajar sepanjang hayat.
Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan
sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam belajar tentang pendekatan belajar tersebut,
orang dapat melihat pengorganisasian siswa, posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan,
dan pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dengan
pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran secara individual,
pembelajaran secara kelompok, dan pembelajaran secara klasikal. (Dimyati & Mudjiono,
2002)
E. Masalah-masalah Belajar
Dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan masalah-masalah internal belajar.
Dari sisi guru, yang memusatkan perhatian pada pebelajar yang belajar maka akan muncul
faktor-faktor eksternal yang memungkinkan terjadinya belajar.
Faktor internal yang dialamai oleh siswa meliputi hal-hal seperti; sikap terhadap belajar,
motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuan mengolah bahan belajar, kemampuan
menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan,
kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan
keberhasilan belajar, kebiasaan belajar dan cita-cita siswa. Faktor-faktor internal ini akan
menjadi masalah sejauh siswa tidak dapat menghasilkan tindak belajar yang menghasilkan
hasil belajar yang baik. (Dimyati & Mudjiono, 2002)
Faktor eksternal meliputi hal-hal sebagai berikut; guru sebagai pembimbing belajar,
prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan siswa di sekolah, dan
kurikulum sekolah. Dari sisi guru sebagai pembelajar maka peranan guru dalam mengatasi
masalah-masalah eksternal belajar merupakan prasyarat terlaksanannya siswa dapat
belajar.(Dimyati & Mudjiono, 2002)
Sumadi Suryabrata (1984) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi digolongkan menjadi
dua golongan, yaitu :
a. Faktor-faktor non-sosial
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tidak terbilang jumlahnya, seperti misalnya :
keadaan suhu, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam), tempat (letaknya,
pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku, alat peraga, dan
sebagainya yang dapat kita sebut sebagai alat pelajaran).
b. Faktor-faktor sosial
Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor manusia (semua manusia), baik
manusia itu hadir maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir.
Kehadiran orang atau orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak kali
mengganggu belajar itu; misalnya kalau satu kelas murid sedang melaksanakan ujian, lalu
banyak anak-anak lain bercakap-cakap di samping kelas, atau seseorang sedang belajar di
kamar, satu atau dua orang hilir mudik keluar masuk kamar belajar itu dan sebagainya.
Selain kehadiran yang langsung seperti yang dikemukakan di atas, mungkin juga orang lain
itu hadir tidak secara langsung atau dapat disimpulkan kehadirannya; misalnya saja potret
dapat merupakan representasi dari seseorang, suara nyanyian yang dihidangkan lewat radio
maupun tape recorder juga dapat merupakan representasi bagi kehadiran seseorang.
2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar, dan ini pun dapat lagi digolongkan
menjadi dua golongan yaitu :
a. Faktor-faktor fisiologi
Faktor-faktor fisiologi ini masih dapat lagi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1) Keadaan tonus jasmani pada umumnya
Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas
belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang
kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada yang tidak lelah.
Dalam hubungannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan yaitu :
(a) Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan
kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk,
lekas lelah dan lain sebagainya.
(b) Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu.
2) Keadaan fungsi-fungsi fisiologi tertentu terutama fungsi-fungsi alat indra.
b. Faktor-faktor psikologi
Arden N. Frandsen (dalam S. Suryabrata, 1984) mengatakan bahwa hal yang mendorong
seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut:
1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
2) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
3) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru,
baik dengan kooperasi maupun kompetensi
4) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
5) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
F. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam
situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut
Ibrahim dan Nur (2002:2 dalam Nurhadi dkk, 2004), “Pembelajaran berbasis masalah dikenal
dengan nama lain seperti Project-based Teaching (pembelajaran proyek), Experience-Based
Education (pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran
autentik), dan Anchored instructian (pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”. Peran
guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan
masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran
berbasis masalah terdiri dari penyajian kepada siswa situasi masalah yang autentik dan
bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan
penyelidikan dan inkuiri.
1. Ciri-ciri pengajaran berbasis masalah
Berbagai pengembangan pembelajaran berbasis masalah menunjukkan ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
b. Berfokus pada ketrampilan antar disiplin
c. Penyelidikan autentik
d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
2. Tujuan pembelajaran dan hasil pembelajaran
Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan
terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, dan keterampilan intelektual; belajar tentang berbagai peran orang dewasa
melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar
yang otonom dan mandiri. (Nurhadi, Burhan & Agus, 2004)
3. Tahapan pembelajaran berbasis masalah
Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai guru
memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah yang diakhiri dengan penyajian dan
analisa hasil kerja siswa.
a. Tahap pertama adalah orientasi siswa terhadap masalah. Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b. Tahap kedua adalah mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
c. Tahap ketiga adalah membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian masalahnya.
d. Tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu
siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan, video dan model
serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
e. Tahap kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru
membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-peoses yang mereka gunakan.
G. Logika Matematika
1. Pernyataan
Pernyataan adalah suatu kalimat yang deklaratif yang bernilai benar saja atau salah saja,
tetapi tidak sekaligus benar dan salah. Yang dimaksud benar atau salah adalah sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya. Setiap pernyataan adalah kalimat tetapi tidak semua
kalimat adalah pernyataan.
Contoh : a. 4 kurang dari 5 (benar)
b. 6 adalah bilangan prima (salah)
Suatu pernyataan biasanya dilambangkan dengan memakai huruf kecil, seperti a,b,c,
…….o,p,q, dan seterusnya.
Contoh : Pernyataan “4 kurang dari 5”
Ditulis p : 4 kurang dari 5
Benar atau salah dari suatu pernyataan dapat ditentukan melalui dasar empiris dan tak
empiris.
Dasar empiris yaitu menentukan benar atau salah dari suatu pernyataan berdasarkan fakta
yang ada atau dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh : “ Ibu kota Indonesia
adalah Jakarta”, merupakan pernyataan benar.
Dasar tak empiris yaitu menentukan benar atau salah dari suatu pernyataan dengan
memakai bukti atau perhitungan-perhitungan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh :
“Akar persamaan 3X – 2 = 4 adalah 2”, merupakan pernyataan benar.
2. Kalimat Terbuka
Kalimat terbuka adalah kalimat yang mengandung variabel, dan jika variabel tersebut di
ganti konstanta dengan semesta yang sesuai maka kalimat itu akan menjadi kalimat yang
bernilai benar saja atau salah saja.
Variabel adalah simbol yang menunjukkan suatu anggota yang belum spesifik dalam
semesta pembicaraan. Dan konstanta adalah simbol yang menunjukkan anggota tertentu
(yang sudah spesifik) dalam semesta pembicaraan.
Contoh : a. 2 + x = 5, untuk nilai x variabel bilangan cacah.
b. 4x+3>9, untuk nilai x variabel bilangan asli.
3. Ingkaran dan Negasi (~)
Ingkaran atau negasi adalah kebalikan dari suatu pernyataan. Jika pernyataan yang semula
bernilai benar jika dinegasi maka akan menjadi bernilai salah, atau sebaliknya pernyataan
yang semula bernilai salah bila dinegasi maka akan bernilai benar.Contoh : a bila dinegasi
~a (berarti bukan a). Adapun tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:
p ~p
B S
S B
)Ù4. Konjungsi (
Konjungsi adalah dua pernyataan bernilai benar jika kedua komponennya bernilai benar.
Konjungsi adalah kata lain dari perangkai “dan”. Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:
qÙP Q p
B
B
S
S
B
S
B
S
B
S
S
S
)Ú5. Disjungsi (
Disjungsi adalah dua pernyataan bernilai benar jika salah satu komponennya bernilai benar
atau bernilai salah bila kedua komponennya bernilai salah. Disjungsi adalah kata lain dari
perangkai atau. Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:
p
B
B
S
S
q
B
S
B
S
pvq
B
B
B
S
)Þ6. Implikasi (
Implikasi adalah dua pernyataan majemuk yang disusun dari dua buah pernyataan p q)
pernyataan tersebut bernilaiÞdan q dengan bentuk jika p maka q (p salah jika p bernilai
benar dan q bernilai salah dan yang lainnya bernilai benar. Tabel kebenarannya adalah
sebagai berikut:
qÞp q p
B B B
B S S
S B B
S S B
)Û7. Biimplikasi (
Biimplikasi adalah pernyataan yang dibentuk dari dua pernyataan p dan q dengan
menggunakan kata hubung “jika dan hanya jika”. Biimplikasi dua pernyataan akan bernilai
benar jika komponen-komponennya memiliki kebenaran yang sama. Tabel kebenarannya
adalah sebagai berikut:
qÛp q p
B B B
B S S
S B S
S S B
8. Pernyataan Majemuk
Pernyataan majemuk adalah pernyataan yang dibentuk dari beberapa pernyataan tunggal
(komponen) yang dirangkai dengan menggunakan kata hubung logika.
~q) !ÚContoh : tunjukkan dengan nilai kebenaran pernyataan majemuk ~(p
~q)ÚJawab : tabel kebenaran ~(p
~q)Ú~q) ~(pÚp q ~q (p
B B S B S
B S B B S
S B S S B
S S B B S
9. Tautologi
Tautologi adalah suatu pernyataan majemuk yang selalu selalu benar untuk semua
kemungkinan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan komponennya.
10. Ekuivalen
Dua buah pernyataan dikatakah ekuivalen jika kedua pernyataan majemuk itu mempunyai
nilai kebenaran yang sama.
11. Kuantor Universal
Kuantor universal adalah pernyataan yang menggunakan kata semua atau setiap
pernyataan yang berkuantor universal “semua A adalah B”
12. Kuantor Eksistensi
Kuantor Ekstensial adalah pernyataan yang menggunakan kata “ada atau beberapa”.
H. Penelitian Tindakan Kelas
1. Pengertian
Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) adalah suatu bentuk penelitian
reflektif yang dilakukan oleh guru yang hasilnya dimanfaatkan sebagai alat untuk
pengembangan keahlian mengajar peningkatan profesionalisme guru, pengembangan
sekolah, pengembangan kurikulum dan lain – lain ( Mc. Niff ; 1992 : 1 dalam Djuweni, 2005 :
2 ). Jenis penelitian ini merupakan penelitian praktis yang dilakukan dikelas dan bertujuan
untuk menemukan strategi pembelajaran yang tepat untu