KARYA TULIS ILMIAH pandangan gender dala (1)

KARYA TULIS ILMIAH
TENTANG
KONSEP GENDER DALAM PANDANGAN ISLAM

DI SUSUN OLEH :
Nama

: Julita Kaisupy

Jurusan : PAI
Semester : III (Tiga)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
AMBON
2018

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur'an tidak mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan sebagai manusia.
Di hadapan Tuhan, lelaki dan perempuan mempunyai derajat yang sama, namun masalahnya
terletak pada implementasi atau operasionalisasi ajaran tersebut. Kemunculan agama pada
dasarnya merupakan jeda yang secara periodik berusaha mencairkan kekentalan budaya
patriarkhi. Oleh sebab itu, kemunculan setiap agama selalu mendapatkan perlawanan dari
mereka yang diuntungkan oleh budaya patriarkhi. Sikap perlawanan tersebut mengalami
pasang surut dalam perkembangan sejarah manusia.
Semua dimungkinkan terjadi karena pasca kerasulan Muhammad, umat sendiri tidak
diwarisi aturan secara terperinci (tafshily) dalam memahami Al-Qur'an. Di satu sisi Al-Qur'an
mengakui fungsi laki-laki dan perempuan, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Namun tidak ada aturan rinci yang mengikat mengenai bagaimana keduanya
berfungsi secara kultural. Berbeda pada masa kenabian superioritas dapat diredam.
Keberadaan nabi secara fisik sangat berperan untuk menjaga progresivitas wahyu dalam
proses emansipasi kemanusiaan. Persoalannya, problematika umat semakin kompleks dan
tidak terbatas seiring perkembangan zaman, sementara Al-Qur'an sendiri terdapat aturanaturan yang masih bersifat umum dan global (mujmal) adanya.
Konsep relasi gender dalam Islam lebih dari sekedar mengatur keadilan gender dalam
masyarakat, tetapi secara teologis mengatur pola relasi mikrokosmos (manusia),
makrokosmos (alam) dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat menjalankan
fungsinya sebagai khalifah dan hanya khalifah yang sukses yang dapat mencapai derajat abdi

sesungguhnya.

2

Islam mengenalkan konsep relasi gender yang mengacu pada ayat-ayat (Al Qur an)
substantif yang sekaligus menjadi tujuan umum syariah antara lain mewujudkan keadilan dan
kebajikan. (An Nahl {16} : 90)
Artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, member kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat

mengambil pelajaran.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan islam mengenai Gender.?
2. Bagaimana pandangan Al-Qur’an mengenai gender.?

3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Gender
Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan
peran khalifah dan hamba. Soal peran sosial dalam masyarakat tidak ditemukan ayat Al Qur
an dan hadits yang melarang perempuan aktif di dalamnya. Sebaiknya Al Qur an dan hadits
banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi.
Dengan demikian keadilan gender adalah suatu kondisi adil bagi perempuan dan lakilaki untuk dapat mengaktualisasikan dan mendedikasikan diri bagi pembangunan bangsa dan
negara. Keadilan dan kesetaraan gender berlandaskan pada prinsip-prinsip yang
memposisikan laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Tuhan yakni :


Laki-laki dan perempuan akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan
pengabdiannya (An Nahl : 97)







Sebagai khalifah di bumi ( Al A Raaf :165)

Penerima perjanjian promordial (perjanjian dengan Tuhannya) (Al Araaf : 172)
Adam dan hawa dalam cerita terdahulunya ( Al A raaf : 22)

Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan dan keadilan gender serta
memberikan ketegasan bahwa prestasi individual baik dalam bidang spiritual maupun karir
profesional. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama dalam meraih
prestasi yang optimal. Namun dalam realitas masyarakat, konsep ideal ini membutuhkan
tahapan dan sosialisasi karena masih terdapat sejumlah kendala, terutama kendala budaya.
Tujuan Al Qur an adalah terwujudnya keadilan bagi masyarakat. Keadilan dalam
masyarakat mencakup segala segi kehidupan umat manusia baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat. Al Qur an tidak mentolerir segala bentuk penindasan baik
berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, kepercayaan maupun jenis kelamin.

4

Dengan demikian terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas
atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan.
B. KONSEP GENDER DALAM ISLAM
Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis
merupakan pemberian, kikta dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan.

Tetapi, jalan yang menjadikan kita maskulin atau feminine adalah gabungan blok-blok
bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur kita. Setiap masyarakat
memiliki berbagai naskah untuk diikuti oleh anggotanya seperti mereka belajar memainkan
peran feminine atau maskulim, sebagaimana halnya setiap masyarakat memiliki bahasanya
sendiri.
Secara umum gender dimaknai sebagai perbedaan yang bersifat social budaya yang
merupakan nilai yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi serta
peran perempuan dan laki-laki dikarenakan perbedaan biologis atau kodrat yang oleh
masyarakat kemudian dibakukan menjadi ‘budaya’ dan seakan tidak lagi bisa ditawar.
Apalagi kemudian dikuatkan oleh nilai ideologi, hukum, politik, ekonomi dsb. Atau dengan
kata lain gender adalah nilai yang dikonstruksi oleh masyarakat setempat yang telah
mengakar dalam bawah sadar kita seakan mutlak dan tidak bisa diganti lagi.
Gender adalah pandangan atau keyakinan yang yang dibentuk masyarakat tentang
bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki bertingkahlaku maupun berpikir.
Misalnya pandangan bahwa seorang perempuan ideal harus pandai memasak, pandai
merawat diri, lemah lembut atau keyakinan bahwa perempuan adalah makhluk yang sensitif,
emosional selalu memakai perasaan. Sebaliknya seorang laki-laki sering dilukiskan berjiwa
pemimpin, pelindung, kepala rumahtangga, rasional dan tegas.
Islam telah memberi aturan yang rinci berkenaan dengan peran dan fungsi masingmasing dalam menjalani kehidupan ini. Terdapat perbedaan dan persamaan yang tidak bisa


5

dipandang sebagai adanya kesetaraan atau ketidaksetaraan gender. Pembagian tersebut
semata-mata merupakan pembagian tugas yang dipandang sama-sama pentingnya dalam
upaya tercapainya kebahagiaan yang hakiki di bawah keridloan Allah semata. Islam telah
memberikan hak-hak kaum perempuan secara adil, kaum perempuan tidak perlu meminta
apalagi menuntut atau memperjuangkannya, sebagaimana dalam surat Al Ahzab : 35
Artinya : “Sungguh, Laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin,
laki-laki dan perempuan yang dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, lakilaki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki yang menyebut (nama) Allah, Allah
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

Maksud dari ayat di atas, sebagai manusia kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban
yang sama, pahala dan kebaikan di hari akhir pun juga demikian. Setiap individu akan dihisab
berdasarkan perbuatan yang mereka lakukan di dunia.
Pada dasarnya gender dalam perspektif Islam menganggap kaum perempuan
mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki yaitu sebagai hamba Allah.
Jadi kesetaraan gender adalah suatu keadaan di mana perempuan dan laki-laki samasama menikmati status, kondisi atau kedudukan yang setara sehingga terwujud secara penuh
hak-hak dan potensinya bagi pembangunan di segala aspek kehidupan berkeluarga, berbangsa

dan bernegara. Islam mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan,
keserasian, keselarasan, keutuhan baik sesama umat manusia maupun dengan lingkungan
alamnya.
Konsep relasi gender dalam Islam lebih dari sekedar mengatur keadilan gender dalam
masyarakat, tetapi secara teologis mengatur pola relasi mikrokosmos (manusia),
makrokosmos (alam) dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat menjalankan

6

fungsinya sebagai khalifah dan hanya khalifah yang sukses yang dapat mencapai derajat abdi
sesungguhnya.
Islam mengenalkan konsep relasi gender yang mengacu pada ayat-ayat (Al Qur an)
substantif yang sekaligus menjadi tujuan umum syariah antara lain mewujudkan keadilan dan
kebajikan. (An Nahl {16} : 90
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member
kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan

permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
C. Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an

Al Qur’an secara umum dan dalam banyak ayatnya telah membicarakan relasi gender,
hubungan antara laki- laki dan perempuan, hak- hak mereka dalam konsepsi yang rapi, indah
dan bersifat adil. Al Qur’an yang diturunkan sebagai petunjuk manusia, tentunya
pembicaraannya tidaklah terlalu jauh dengan keadaan dan kondisi lingkungan dan masyrakat
pada waktu itu. Seperti apa yang disebutkan di dalam QS. Al- Nisa, yang memandang
perempuan sebagai makhluk yang mulia dan harus di hormati, yang pada satu waktu
masyarakat Arab sangat tidak menghiraukan nasib mereka.
Sebelum diturunkan surat An-Nisa ini, telah turun dua surat yang sama-sama
membicarakan wanita, yaitu surat Al-Mumtahanah dan surat Al-Ahzab. Namun
pembahasannya belum final, hingga diturunkan surat al-Nisa’ ini. Oleh karenanya, surat ini
disebut dengan surat Al-Nisa’ al-Kubro, sedang surat lain yang membicarakan perempuan
juga , seperti surat al-Tholak, disebut surat al-Nisa’ al Sughro. Surat Al Nisa’ ini benar- benar
memperhatikan kaum lemah, yang di wakili oleh anak- anak yatim, orang-orang yang lemah
akalnya, dan kaum perempuan.
Maka, pada ayat pertama surat al-Nisa’ kita dapatkan, bahwa Allah telah
menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan makhluk Allah, yang
masing- masing jika beramal sholeh, pasti akan di beri pahala sesuai dengan amalnya. Keduaduanya tercipta dari jiwa yang satu (nafsun wahidah), yang mengisyaratkan bahwa tidak ada
perbedaan antara keduanya. Semuanya di bawah pengawasan Allah serta mempunyai
kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya (ittaqu robbakum).
7


Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Qur’an tersebut, bukan berarti harus sama
antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal.Untuk menjaga kesimbangan alam (sunnatu
tadafu’), harus ada sesuatu yang berbeda, yang masing-masing mempunyai fungsi dan tugas
tersendiri. Tanpa itu, dunia, bahkan alam ini akan berhenti dan hancur. Oleh karenanya,
sebgai hikmah dari Allah untuk menciptakan dua pasang manusia yang berbeda, bukan hanya
pada bentuk dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada emosional
dan komposisi kimia dalam tubuh.
Hal ini akibat membawa efek kepada perbedaan dalam tugas ,kewajiban dan hak. Dan
hal ini sangatlah wajar dan sangat logis. Ini bukan sesuatu yang di dramatisir sehingga
merendahkan wanita, sebagaimana anggapan kalangan feminis dan ilmuan Marxis. Tetapi
merupakan bentuk sebuah keseimbangan hidup dan kehidupan, sebagiamana anggota tubuh
manusia yang berbeda- beda tapi menuju kepada persatuan dan saling melengkapi. Oleh
karenanya, suatu yang sangat kurang bijak, kalau ada beberapa kelompok yang ingin
memperjuangkan kesetaraan antara dua jenis manusia ini dalam semua bidang. Al Qur’an
telah meletakkan batas yang jelas dan tegas di dalam masalah ini, salah satunya adalah ayatayat yang terdapatdi dalam surat al Nisa. Terutama yang menyinggung konsep pernikahan
poligami, hak waris dan dalam menentukan tanggungjawab di dalam masyarakat dan
keluarga.
Adapun prinsip-prinsip kesetaraan gender ada di dalam Al Qur an yakni:
a. Perempuan dan laki-laki sama sebagai hamba

Surat Adz Dzariat:56, Laki-laki dan perempuan mempunyai potensi dan peluang yang
sama untuk menjadi hamba yang ideal yakni sebagai orang yang bertaqwa (mutaqqun).
b. Perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai khalifah di bumi
Dalam surat Al An am:165 dan Al Baqarah:30 artinya perempuan dan laki-laki
mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah yang akan mempertanggungjawabkan tugastusgas kekhalifahannya di bumi.
c. Perempuan dan laki-laki sama-sama menerima perjanjian awal dengan Tuhan
Surat Al A raaf : 172 yakni laki-laki dan perempuan menyatakan ikrar yang sama akan
keberadaan Tuhan, tidak ada diskriminasi jenis kelamin.
d. Hawa dan adam terlibat secara aktif dalam drama kosmis
- Keduanya diciptakan di syurga dan memanfaatkan fasilitas syurga (Al Baqarah: 35)
- Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari setan (Al A raaf : 20)
- Sama-sama memohon ampun dan diampuni Tuhan (Al A raaf : 23)
8

Setelah di bumi keduanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling
membutuhkan (Al Baqarah: 187)
d. Perempuan dan laki-laki sama-sama berpotensi meraih prestasi
Surat Al Imran :195, An Nissa: 124, An Nahl : 97, merupakan konsep kesetaraan gender yang
ideal dan memberikan ketegasan prestasi individual dalam bidang spiritual maupun karier
profesional yang tidak didominasi satu jenis kelamin saja.


9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al Qur’an secara umum dan dalam banyak ayatnya telah membicarakan relasi gender,
hubungan antara laki- laki dan perempuan, hak- hak mereka dalam konsepsi yang rapi, indah
dan bersifat adil. Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Qur’an itu, bukan berarti harus sama
antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal. Untuk menjaga kesimbangan alam
(sunnatu tadafu’), harus ada sesuatu yang berbeda, yang masing-masing mempunyai fungsi
dan tugas tersendiri.
Dalam pandangan Islam perempuan memiliki kedudukan yang sama dibandingkan
dengan laki-laki. Dari sudut penciptaan, kemuliaan, dan hak mendapatkan balasan atas amal
usahanya perempuan memiliki kesetaraan dengan laki-laki. Sedangkan dalam hal peran
perempuan memiliki perbedaan dengan laki-laki. Peran perempuan yang wajib adalah
sebagai anggota keluarga yaitu sebagai istri dari suami dan ibu bagi anak-anaknya.
Sedangkan peran perempuan sebagai anggota masyarakat dalam urusan muamalah
mendapatkan

profesi

(pekerjaan)

dihukumi

dengan

rukhshah

darurat.

Meskipun

diperbolehkan namun harus selalu mementingkan segi kemaslahatan baik bagi rumah tangga
maupun bagi masyarakat. Apabila lebih banyak kemudaratannya bagi keluarga maka profesi
di luar rumah harus ditinggalkan mengingat sesuatu yang darurat tidak boleh meninggalkan
hal yang wajib.

10

DAFTAR PUSTAKA
Qurrotul Ainiyah, Keadilan Gender dalam Prespektif Islam, Malang: Kelompok
intrans publishing,2015

11