Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Pemberian Hidrogel dan Frekuensi Penyiraman dengan Sistem Vertikultur

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae,
Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,
Ordo: Liliales, Famili: Liliaceae, Genus: Allium, Species: Allium ascalonicum L.
(Steenis et al., 2005).
Bentuk daun bawang merah berbentuk pipa pipih berwarna hijau muda.
Akar berbentuk serabut pendek berada pada pangkal umbi, dan membenam tidak
terlalu dalam. Umbi bawang merah berlapis-lapis, dan karena faktor kesuburan
dan suhu yang tepat, lapisan-lapisan umbi tersebut akan membentuk umbi baru
yang saling berdekatan. Umbi yang baru itu dinamakan umbi samping, yang
menempel pada umbi induk (Suparman, 2010).
Akar bawang merah tumbuh di bagian bawah umbi. Sistem perakaran
serabut dan dangkal, bercabang dan terpencar, dapat menembus tanah hingga
kedalaman 15 cm (Hamasaki et al., 1999).
Bawang merah memiliki batang semu atau disebut “discus” yang
bentuknya seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekat akar dan
mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang
tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah
akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus), antara lapis
kelopak bulbus terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau

anakan terutama pada spesies bawang merah biasa (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang tiap bunga terdapat
benang sari dan kepala putik. Bakal buah sebenarnya terbentuk dari 3 daun buah
yang disebut carpel, yang membentuk tiga buah ruang dan dalam tiap ruang
tersebut terdapat 2 calon biji. Buah berbentuk bulat dengan ujung tumpul. Bentuk
biji agak pipih. Biji bawang merah dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan
tanaman secara generatif (Fritsch et al., 2006).
Bawang merah biasanya memiliki jumlah umbi per rumpun bervariasi
antara 4 sampai 8 umbi dan bentuk umbinya dapat bervariasi mulai dari bentuk
agak bulat sampai berbentuk lebih gepeng. Umbi tersebut terbentuk di dalam
tanah dengan posisi yang rapat serta dikelilingi suatu seludang. Pertumbuhan
umbi-umbi dalam setiap rumpunnya adalah mandiri dengan bagian dasarnya yang
berhubungan (Putrasamedja dan Suwandi, 1996).
Ukuran umbi yang digunakan sebagai bibit sangat mempengaruhi produksi
bawang merah. Bibit umbi yang tidak baik dapat menurunkan produksi. Umbi
bibit yang baik mempunyai ukuran fisik yang tidak terlalu kecil. Umbi bibit yang
terlalu kecil cenderung menghasilkan jumlah anakan yang relatif sedikit,

sedangkan umbi bibit yang terlalu besar merupakan pemborosan karena umbi
yang mempunyai ukuran fisik yang terlalu besar sering kali kurang menghasilkan
tunas (Sufyati et al, 2006).
Pertumbuhan pada fase vegetatif terjadi pada perkembangan akar, daun
dan batang baru. Pertumbuhan tanaman didukung oleh peran hasil fotosintesis
yang berupa karbohidrat , protein dan lemak. Fotosintesis yang merupakan proses
perubahan CO2, dan H2O dibawah pengaruh cahaya kedalam persenyawaan
organik yang berisi karbon dan kaya energi, dapat mengakibatkan pertambahan

Universitas Sumatera Utara

ukuran dan berat kering tanaman. Dengan bertambahnya jumlah dan ukuran luas
daun pada masa vegetatif yang disertai kemampuan akar dalam menyerap unsur
hara dan air dari dalam tanah, akan semakin meningkat kemampuan tanaman
untuk berfotosintesis. Hasil fotosintesis yang berupa karbohidrat berperan dalam
mendorong pertumbuhan tanaman (Nani Sumarni dan Etty Sumiati, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Syarat Tumbuh

Iklim
Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas
permukaan laut. Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di
dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil
umbinya lebih rendah (Sumarni, 2005).
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan
yang tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32°C, dan
kelembaban nisbi 50-70% (Sutarya dan Grubben, 1995).
Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu
udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu
udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bila mana
ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara
22°C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman
bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah
(Sumarni, 2005).
Tanah
Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur

sedang sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup,
dan reaksi tanah tidak masam (pH tanah : 5,6 – 6,5). Tanah yang paling cocok
untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya dengan

Universitas Sumatera Utara

tanah Glei-Humus atau Latosol Tanah yang cukup lembab dan air tidak
menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Sumarni, 2005).
Tanaman bawang merah cocok tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi pada ketinggian 0–1000 m dpl. Ketinggian optimum untuk pertumbuhan
dan perkembangan bawang merah adalah 0 - 450 m dpl. Tanaman bawang merah
peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut.
Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal
70% penyinaran), suhu udara 25-32 0C, dan kelembaban nisbi 50-70%
(Setiawati, 2007).
Vertikultur
Vertikultur dapat diartikan sebagai teknik budidaya tanaman secara
vertikal sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem
bertingkat. Teknik vertikultur berawal dari ide vertical garden yang dilontarkan
oleh sebuah perusahaan benih di Swiss pada tahun 1944 (Desiliyarni, 2003).

Di Indonesia, sistem pertanian vertikal baru dikembangkan sejak tahun
I987, sehingga apa yang dijelaskan ini sebagian besar sudah dilakukan pada kurun
waktu itu. Kolom vertikal paling sederhana dapat dibuat dari mulsa hitam perak
dengan kerangka bambu. Vertikultur merupakan cara bertanam dalam susunan
vertikal keatas menuju ruang udara bebas, dengan menggunakan tempat media
tumbuh yang disusun secara vertikal pula. Media tanam ditampung dalam kalengkaleng, paralon pvc, riul, maupun papan kayu dapat dipergunakan sebagai
alternatif tempat media tanam (Wartapa, 2010).
Dalam aplikasi teknologi vertikultur yang harus dipenuhi dalam budidaya
sayuran di lahan pekarangan yang sempit adalah harus memiliki nilai estetika atau

Universitas Sumatera Utara

keindahan, sehingga selain dapat menghasilkan sayuran sehat dan bergizi untuk
dikonsumsi, juga dapat memperindah halaman rumah. Selain itu persyaratan
lainnya

adalah

bahan


harus

kuat

dan

mudah

untuk

dipindahkan

(Werdhany, 2012).
Lahan sempit yang banyak terdapat di perkotaan dapat dimanfaatkan
dengan bertanam secara vertikal atau vertikultur .Lahan sempit yang tidak
termanfaatkan bisa memberikan keuntungan ekonomi. Kelebihan lainnya cara
bertanam ini memungkinkan kita memperoleh sayuran yang bersih dan bermutu
yang dapat diyakini seratus persen. Dengan melakukan penanaman dan
pemeliharaan sendiri tentu akan mengurangi atau bahkan meniadakan penggunaan
pestisida. Sayuran yang diperoleh pun akan sedikit atau bahkan bebas residu

pestisida yang berbahaya bagi kesehatan (Rasapto, 2006).
Menurut Mariyam (2013), dalam budidaya vertikultur terdapat kelebihan
dan kekurangan dari teknik budidaya secara vertikultur, beberapa kelebihannya
antara sebagai berikut:
a) Populasi tanaman per satuan luas lebih banyak karena tanaman disusun ke atas
dengan tingkat kerapatan yang dapat diatur sesuai keperluan.
b) Media tanam yang disterilisasi meminimalkan risiko serangan hama dan
penyakit sehingga mengurangi biaya untuk pengendalian hama dan penyakit.
c) Kehilangan pupuk oleh guyuran air hujan dapat dikurangi karena jumlah media
tanam yang sudah ditentukan hanya berada di sekitar perakaran tanaman di
dalam wadah terbatas.
d) Perlakuan penyiangan gulma sangat berkurang karena sedikit media tanam
terbuka yang tidak memungkinkan media tanam untuk ditumbuhi gulma.

Universitas Sumatera Utara

e) Berbagai bahan di sekitar rumah seperti karung bekas, batang bambu, pipa
peralon, dan bekas gelas air mineral dapat dimanfaatkan sebagai wadah budi
daya vertikultur.
f) Tempat dibangunnya bangunan vertikultur menampilkan nilai estetika, atau

dapat dikatakan sebagai tanaman hias.
g) Bangunan vertikultur dapat dipindah-tempatkan ke tempat yang diinginkan,
terutama untuk vertikultur dengan konstruksi yang dapat dipindah-pindahkan.
Selain itu di samping banyaknya nilai kelebihan, teknik budidaya
vertikultur ini pun memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sebagai berikut.
a) Investasi atau biaya awal yang diperlukan cukup tinggi karena harus membuat
srtruktur bangunan khusus dan penyiapan media tanam.
b) Oleh karena jarak tanamnya rapat, tercipta suatu kondisi kelembapan udara
yang tinggi. Hal ini menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan penyakit
akibat cendawan.
Hidrogel
Hidrogel mulai dikembangkan pada tahun 1950 dengan pengembangan
soil conditioner polymer yang dapat larut dalam air. Pada awal tahun 1980
diperkenalkan polimer penyerap air (water absorbing polymer) atau sekarang ini
lebih dikenal dengan nama hidrogel. Hidrogel ini dikenal dalam bidang pertanian
sebagai zat yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat fisika tanah yaitu
untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan air, meningkatkan efisiensi
penggunaan air, meningkatkan kecepatan permeabilitas dan infiltrasi tanah,
mengurangi frekuensi irigasi, menurunkan kecenderungan kepadatan tanah,


Universitas Sumatera Utara

mengurangi hilangnya air akibat evaporasi, dan meningkatkan produktivitas
tanaman (Jhurry, 1997).
Menurut Sarvas et al. (2007), hidrogel sangat mudah digunakan sebagai
bahan campuran media tanam, tetapi akan sangat sulit apabila menggunakannya
terlalu

banyak,

hal

tersebut

dapat

mengakibatkan

tingginya


kapasitas

penyimpanan air didalam hidrogel. Maka, pemakaian hidrogel diharapkan
disesuaikan dengan kondisi media tanam yang digunakan dan tanaman yang
digunakan.
Polimer hidrogel dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Yaitu
berdasarkan bentuknya diklasifikasikan menjadi polimer serbuk, bola, dan serat.
Dari jenis bahan penyusunnya terdiri dari polimer makromolekul alam,
semipolimer sintetis dan polimer sintetis sedangkan dilihat dari proses
pembuatannya dapat dibedakan menjadi polimer cangkokan dan polimer ikatan
silang (Saptadji et al.,2008).
Hidrogel yang banyak tersedia di pasaran adalah hidrogel yang terbuat dari
polimer cangkok pati-asam akrilat yang berasal dari selulosa. Selulosa adalah
sejenis bahan organik yang banyak tersedia yang dapat digunakan sebagai
pembuat bahan baru seperti hidrogel. Hidrogel dengan bahan selulosa bersifat
ramah lingkungan karena pada dasarnya bahan organik adalah bahan yang mudah
didegradasi (Anah, 2013).
Ikatan utama polimer hidrogel adalah gugus hidrofilik karena terdiri dari
gugus asam karboksilat (-COOH) yang mudah menyerap air. Ketika polimer
hidrogel dimasukkan dalam air maka akan terjadi interaksi antara polimer dengan

molekul air. Interaksi ini disebut hidrasi. Mekanisme hidrasi yang terjadi adalah

Universitas Sumatera Utara

ion dari zat terlarut dalam polimer seperti COO- dan Na+ akan tertarik dengan
molekul polar air. Adanya ikatan silang dalam polimer hidrogel menyebabkan
polimer tidak larut dalam air atau pelarut (Saptadji et al.,2008).
Katerina dan Koudela (2013) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa
pemberian hidrogel pada tanaman selada (Lactuca sativa L.) dan bawang bombai
(Allium cepa L.) tidak mempengaruhi laju kecepatan perkecambahan dari tanaman
tersebut.
Hidrogel mampu bertahan di dalam tanah selama dua tahun sepanjang
tidak terkena sinar matahari langsung yang kuat dalam waktu yang lama. Hidrogel
dalam keadaan kering berbentuk kristal halus, dan akan mengembang saat
menghisap air, kemudian membentuk gel-gel bening sebagai tempat penyimpanan
air. Air tersebut akan dikeluarkan kembali jika tanah di sekitarnya kekurangan air.
Hal ini berjalan secara alamiah berdasarkan prinsip keseimbangan tekanan
osmosis.

1

gram

hidrogel

dapat

menyimpan

100

-

200

gram

air

(Gulrez et al., 2011).
Hidrogel dapat cepat melapuk di bawah sinar matahari langsung. Menurut
Ekebefe (2011), waktu yang dibutuhkan hidrogel untuk melapuk dibawah sinar
matahari langsung yaitu hanya 4 – 6 minggu.
Peran air bagi tanaman
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi
sistem produksi pertanian. Di bidang pertanian, Air tidak hanya berkaitan dengan
aspek produksi, melainkan juga sangat menentukan potensi perluasan tanam
(ekstensifikasi), luas areal tanam, intensitas pertanaman, dan kualitas tanaman
(Kurnia,2004).

Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan air pada tanaman dipengaruhi berbagai faktor yang mendukung
efisiensi penggunaan air yaitu jenis dan umur tanaman, waktu atau periode
pertanaman, sifat-sifat fisik tanah, teknik pemberian air, jarak sumber air, dan luas
areal pertanaman (Hikmah et al., 2010).
Tanaman

bawang

merah

memerlukan

air

yang

cukup

selama

pertumbuhannya terutama pada periode kritis saat pembentukan umbi.
Kekurangan air dapat mengakibatkan penurunan

produksi bawang merah.

(Sumarni dan Hidayat, 2005).
Air mempunyai beberapa fungsi penting dalam tanah. Air penting dalam
pelapukan mineral dan bahan organik yaitu reaksi yang menyiapkan hara larut
bagi pertumbuhan tanaman. Air juga berpengaruh terhadap sifat fisik tanah.
Kandungan air dalam tanah sangat berpengaruh terhadap konsistensi tanah,
kesesuaian tanah untuk diolah dan variasi kandungan air tanah mempengaruhi
daya dukung tanah. Air juga dipakai tanaman di dalam jaringan struktural dan
protoplasma. Kurang lebih 99% air yang diserap oleh tanaman mungkin hilang ke
atmosfir karena transpirasi yang berlangsung melalui stomata. Dengan demikian
kehidupan tanaman sangat tergantung pada kemampuan tanah menyediakan air
yang cukup banyak untuk mengimbangi kehilangan air dari transpirasi. Bila air
transpirasi tidak dapat diganti dari sumber dalam tanah, air akan diuapkan ke
atmosfir dari jaringan-jaringan sel yang menyebabkan sel kehilangan turguditas
dan tanaman menjadi layu yang berkepanjangan akan berakhir dengan kematian
tanaman (Yulius et al. 1997).

Universitas Sumatera Utara