Gambaran Tomografi Komputer Kepala Pada Penderita Trauma Kepala Dibandingkan Dengan Tingkat Kesadaran Berdasarkan Skala Koma Glasgow Di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi
Struktur anatomi pada kepala terdiri dari: tengkorak, kulit kepala, otot

kepala, otak, dan vaskularisasi otak (Peter, 2006).
Tengkorak berfungsi sebagai pelindung otak dan organ-organ seperti mata
dan lain-lain. Selain itu, tulang tengkorak juga berfungsi sebagai tempat insersi
otot-otot yang berada di leher dan kepala. Secara garis besar, tengkorak ada 2
bagian: kranium, dan mandibular. Pada bagian kranium, tengkorak terdiri dari os
parietalis, os frontalis, os temporalis, dan os occipitalis. Pada bagian mandibular:
os mandibularis dan os maksillaris (Peter, 2006).
Kulit kepala adalah lapisan yang menutupi seluruh bagian kepala. Bersifat
tebal dan berfungsi sebagai perlindungan pada tengkorak. Terdiri dari beberapa
lapisan: kulit kepala, dense connective tissue, aponeurosis (jaringan fibrous yang
melekatkan otot occipitalis pada bagian belakang kepala ke otot frontalis), otot
temporalis, loose connective tissue, perikranium, dan lapisan meningen (dura
mater, araknoid, dan pia mater) (Peter, 2006).

Otot pada kepala berfungsi dalam proses mengunyah makanan dan
menggerakkan kulit kepala pada bagian dahi. Otot pada kepala terdiri dari: otot
occipitalis, otot temporalis, otot orbicularis oculi, dan otot orbicularis oris(Peter,
2006).
Otak adalah bagian dari sistem saraf tubuh yang membantu dalam
mengkontrol fungsi tubuh badan seperti denyut jantung, berjalan dan berlari. Otak
juga berfungsi dalam emosi dan pemikiran manusia (Peter, 2006).
Otak terdiri dari 3 bagian utama: otak depan, otak tengah dan otak
belakang. Otak depandibagikan menjadi dua bagian: hemisfer kiri dan kanan.
Hemisfer serebri merupakan bagian terbesar dari otak depan. Terdiri dari gyrus
dan sulsi yang membantu dalam memperbesarkan lagi luas permukaan serebri
dalam tengkorak. Setiap hemisfer terbagi menjadi beberapa lobus: frontal
(berfungsi dalam mengatur emosi), parietal (berfungsi dalam orientasi posisi),
occipital (berfungsi dalam intepretasi visual)

dan temporal (berfungsi dalam

4
Universitas Sumatera Utara


5

sensasi bunyi dan percakapan). Kedua–dua hemisfer digabungkan oleh korpus
collusum. Diencephalon berada pada bagian tengah (medial) dari forebrain.
Diencephalon

terdiri dari: thalamus (relay informasi ke otak), hipothalamus

(berfungsi dalam kerja homeostatic tubuh, suhu tubuh dan lain-lain), epithalamus,
dan subthalamus (Peter, 2006).
Otak tengah(mesencephalon) adalah sebagian dari sistem saraf pusat yang
berfungsi dalam proses visual, pendengaran, motorik, siklus tidur, arousal dan
pengaturan suhu tubuh. Formasio reticularis yang berfungsi dalam mengatur
fungsi motorik juga termasuk dalam mesencephalon (Peter, 2006).
Otak belakang(rhombencephalon)terdiri dari: pons, medulla oblongata
(mengatur pernafasan, denyut jantung, tekanan darah), dan cerebellum (mengatur
pergerakan tubuh, keseimbangan tubuh) (Peter, 2006).
Arteri dan vena pada sangat vital dalam fungsi otak. Arteri berfungsi
dalam membawa oxygenated blood ke otak dan vena membawa deoxygenated
blood kembali ke jantung. Darah sangat vital dalam fungsi otak sehingga dalam

hitungan 10 detik otak tidak menerima suplai darah, kerusakan pada otak bersifat
irreversible (Peter, 2006).
Darah dari jantung sampai ke otak melewati arteri karotid yang akan
bercabang dua menjadi arteri serebri medial dan anterior. Vena akan mengumpul
kembali darah melalui sinus–sinus yang ada pada otak. Sinus–sinus yang ada pada
otak terdiri dari: sinus sagitalissuperior (menerima darah dari superficial serebri),
inferior sagittal sinus (menerima darah dari vena superficial), straight sinus
(menerima darah dari inferior sagittal sinus dan great vein of Gale), sinus
cavernosus, dan sigmoid sinus (Peter, 2006).

2.2

Trauma Kepala
Trauma kepala adalah trauma yang mencederakan struktur anatomi pada

kepala seperti kulit kepala, tengkorak, dan otak. Diklasifikasikan menjadi dua:
trauma kepala jenis terbuka dan tertutup. Trauma bisa menyebabkan amnesia,
koma maupun kematian tergantung tingkat keparahan trauma kepala yang dialami
penderita (Brown, 2006).


Universitas Sumatera Utara

6

2.2.1

Etiologi
Menurut David (2010), banyak mekanisme yang bisa menyebabkan

terjadinya trauma pada kepala seperti terjatuh, dipukul dan juga cedera saat
olahraga. Tetapi, penyebab yang paling sering dicatat dalam kasus trauma kepala
adalah kecelakaan lalu lintas. Di Amerika Serikat, separuh dari kasus trauma
kepala adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
Kasus ini juga lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 2:1dan lebih sering terjadi pada pasien berumur dibawah
dari 35 tahun (David, 2010).

2.2.2

Patofisiologi

Pada pasien yang mengalami trauma kepala, kecederaan yang dialami

pasien bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: primer dan sekunder. Pada tipe
primer, kecederaan yang dialami pasien adalah kerusakan pada struktur kepala.
Perdarahan intrakranial dan fraktur kepala termasuk dalam tipe primer. Fraktur
bisa terjadi apabila trauma atau hentakan yang diberikan lebih kuat dari toleransi
elastisitas tulang kepala. Kerusakan yang terjadi pada struktur kepala ataupun
fraktur yang terjadi bisa dikategorikan menjadi dua: fraktur jenis terbuka dan
fraktur jenis tertutup. Tipe fraktur ini mudah dibedakan melalui gambaran
tomografi komputer (Lee and Newberg, 2005). Fraktur yang terjadi juga bisa
menyebabkan terjadi kebocoran cairan serebrospinal. Hal ini juga menjelaskan
kenapa otorrhea dan rhinorrhea terjadi pada pasien trauma kepala. Rhinorrhea dan
otorrhea yang terjadi secara berterusan adalah indikasi terjadinya kerusakan pada
lapisan dura pada kepala pasien. Posisi kerusakan yang terjadi hanya bisa
ditentukan menggunakan gambaran tomografi komputer (Allan, 2008).
Pada pasien trauma kepala, perdarahan intrakranial sering ditemukan.
Perdarahan yang terjadi pada pasien trauma kapitis, bisa terjadi di area epidural,
subdural, subaraknoid dan intraserebral. Perdarahan yang terjadi harus segera
ditangani karena ia bisa meningkatkan tekanan intrakranial sehingga vakularisasi
otak bisa tertekan dan menghambat aliran darah ke otak. Perdarahan intrakranial

bisa terjadi disebabkan oleh adanya fraktur dari struktur kepala sehingga terjadi
kerusakan pada arteri kepala. Perdarahan juga bisa muncul bila deselerasi dan

Universitas Sumatera Utara

7

rotasi pada kepala berlaku sehingga terjadi laserasi pada sistem vaskularisasi otak.
Pembuluh darah yang paling sering terjadi kerusakan dalam trauma kepala adalah
arteri karotid interna dan arteri meningeal (Allan, 2008).
Trauma kepala juga bisa menyebabkan kerusakan pada saraf kranial.
Saraf yang sering terjadinya kerusakan adalah saraf olfaktorius, optikus,
okulomotorik, troklearis, trigeminalis, fasialis, dan auditorius. Anosmia ataupun
hilangnya bau pada pasien menunjukkan ada kerusakan pada saraf olfaktorius
pasien. Biasanya terjadi pada pasien yang mengalami trauma pada bagian
belakang kepala. Kerusakan yang terjadi pada saraf optikus akan menyebabkan
penglihatan pasien kabur tergantung tingkat kerusakan saraf yang dialaminya
(Allan, 2008).
Apabila pasien tidak ditangani dengan tepat dan cepat, kecederaan yang
dialami pasien bisa berubah dari tipe primermenjadi tipe sekunder. Kecedaraan

tipe sekunderbisa terjadi karenakomplikasi-komplikasi dari tipe primer yang tidak
ditatalaksana dengan baik. Antara komplikasi yang bisa muncul adalah
peningkatan tekanan intrakranial. Sekiranya terjadi peningkatan tekanan
intrakranial, hernia pada otak bisa terjadi. Struktur vaskularisasi otak akan
tertekan dan akan menyebabkan hipoksia terjadipada otak pasien. Iskemik yang
muncul akibat hipoksia pada otak menyebabkan trauma kepala yang dialami
pasien menjadi lebih parah (Tuong, 2006).

2.2.3

Diagnosis
Menurut Allan (2008), diagnosis trauma kepala bisa ditegakkan

menggunakan pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
radiologis.
Pada pemeriksaan fisik, pasien yang menderita perdarahan subduraldan
perdarahan epidural, keduanya akan mengalami lucid interval dalam hitungan
menit

hingga


berjam.

Pupil

dilatasi

dan

hemiparesis

juga

bisa

dijumpai.Padaperdarahan subdural,pemeriksaan fisik bisa ditemukan perubahan
personaliti pada pasien, lambat berpikir, kejang, hemiparesis ringan dan juga sakit
kepala yang menghilang saat posisi kepala diubah (Allan, 2008).

Universitas Sumatera Utara


8

Pada pemeriksaan neurologis, dilakukan beberapa pemeriksaan seperti:
pemeriksaan tingkat kesadaran, pemeriksaan batang otak, pemeriksaan motorik,
pemeriksaan reflek, dan pemeriksaan sensorik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
melihat kerusakan yang mungkin terjadi pada sistem neurologis pasien (Allan,
2008).
Pemeriksaan radiologis sangat dibutuhkan dalam mendiagnosis trauma
kepala. Pemeriksaan tomografi komputer pada kepala pasien telah menjadi
standardisasi dalam mendiagnosis trauma kepala karena pemeriksaan tomografi
komputer lebih cepat, memiliki akurasi yang tinggi dan juga lebih murah
dibandingkan pemeriksaan gambaran magnetik resonansi(Allan, 2008).

2.2.4

Tingkat Keparahan Trauma Kepala
Dalam menentukan tingkat keparahan trauma kepala, bisa digunakan

beberapa metode seperti durasi hilangnya kesadaran, skala koma Glasgow,posttraumatic amnesia. Metode yang menjadi standar adalah dengan menggunakan

skala

koma

Glasgow

yang

bisa

dilihat

pada

Tabel

2.1

(The Brain Injury Guide And References, 2008).


Tabel2.1 Cara Pemeriksaan Tingkat Kesadaran Pasien(The Brain Injury
Guide And References, 2008)
Durasi Hilangnya
Kesadaran
- Ringan = < 20 menit.
- Sedang = < 6 jam.
- Berat = > 6 jam.

2.2.5

Skala Koma Glasgow

Post-traumatic Amnesia

- Ringan = skor 13-15.
- Sedang = skor 9–12.
- Berat = skor < 8.

- Sangat ringan= < 5 menit.
- Ringan = 5–60 menit.
- Sedang = 1–24 jam.
- Berat = 1–7 hari.
-Sangat berat =1-4minggu.
-Kronik
=>4 minggu.

Penatalaksanaan
Menurut Japardi (2002), tatalaksana trauma kepala ditentukan atas dasar

tingkat keparahan trauma kepala pasien dan dilakukan menurut prioritas. Secara
idealnya, tatalaksana ini dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari ahli paramedis
yang terlatih, dokter ahli saraf, bedah saraf, radiologi, anestesi, dan rehabilitasi
medik.

Universitas Sumatera Utara

9

Talakasana yang dilakukan pada pasien trauma kepala menurut prioritas:
(1) ditentukan tingkat kesadaran menggunakan skala koma Glasgow; (2) lakukan
resusitasi jantung paru (primary survey); (3) lakukan pemeriksaan fisik
(secondary survey); (4) lakukan pemeriksaan radiologis; (5) pengukuran tekanan
intrakranial; dan (6) lakukan terapi (Japardi, 2002).

2.2.5.1 Pemeriksaan Tingkat Kesadaran Berdasarkan Skala Koma Glasgow
Dalam ilmu kedokteran, skala koma Glasgow telah menjadi satu standari
dalam menilai tingkat kesadaran pasien. Skala ini juga dapat digunakan dalam
menentukan tingkat keparahan pasien trauma kepala(CDC, 2003).
Pemeriksaan skala koma Glasgow didasari oleh 3 variabel, yaitu: respon
pembukaan mata, respon verbal, dan respon motorik. Skor dari setiap respon akan
dijumlahkan dan dijadikan nilai skala koma Glasgow. Skala terendah adalah 3 dan
tertinggi 15(CDC, 2003).
Menurut CDC (2003), skala ini dikategorikan menjadi 3: berat (skor ≤ 8);
sedang (skor 9-12); dan ringan (skor 13-15).

Tabel 2.2 Skala Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale ( CDC, 2003)
MEMBUKA MATA
RESPON VERBAL
RESPON MOTORIK
• Spontan- 4
• Terorientasi- 5
• Gerakan
• Respon terhadap
• Disorientasi- 4
sesuaiperintah- 6
bicara- 3
•Kata-katatidak berupa
• Tahu lokasi nyeri- 5
• Respon terhadap nyeri- 2 kalimat- 3
• Menjauhi lokasi nyeri• Tidak ada- 1
•Mengerang- 2
4
•Tidak ada- 1
• Fleksi- 3
• Ekstensi- 2
• Tidak ada- 1
Jumlah Skor Skala Koma Glasgow: 3-15

2.2.5.2 Resusitasi Jantung Paru (Primary Survey)
Pada pasien yang mengalami trauma kepala, sering terjadi hipoksia,
hipotensi, dan hiperkapnia terutama pada pasien trauma kepala yang berat. Saat
pasien datang, lakukan primary survey (A = Jalan Pernafasan, B = Pernafasan,C =
sirkulasi) (Japardi, 2002).

Universitas Sumatera Utara

10

Saat melakukan primary survey, jalan pernafasan pasien diperiksa untuk
memastikan tidak terjadi sumbatan. Bersihkan mulut pasien dari cairan yang ada
dan buang benda asing yang menutupi jalan pernafasan pasien (A = jalan
pernafasan). Apabila ada gangguan dalam pernafasan, pasien bisa mengalami
hipoksia dan hiperkapnia. Berikan oksigen dan ventilator apabila diperlukan(B =
pernafasan). Hindari pasien dari mengalami hipotensi, karena pasien hipotensi
akan menyebabkan terjadinya kecederaan sekunder. Hentikan perdarahan ada dan
lakukan infus darah sekiranya diperlukan (C = sirkulasi) (Japardi, 2002).

2.2.5.3 Pemeriksaan Fisik (Secondary Survey)
Setelah dilakukan resusitasi jantung paru, lakukan pemeriksaan fisik
singkat pada pasien dengan diperiksa kembali tingkat kesadaran pasien, pupil,
defisit fokal serebral yang mungkin terjadi, dan kecederaan ekstrakranial(Japardi,
2002).

2.2.5.4 Pemeriksaan Radiologis
Dalam pemeriksaan radiologis, pemeriksaan yang paling akurat dalam
mendiagnosis trauma kepala adalah dengan pemeriksaan gambaran tomografi
komputer pada kepala pasien (Jeremy, 2003).
Menurut Lee dan Newberg (2005), pasien trauma kepala dengan skor
skala koma Glasgow dibawah 15 diindikasikan untuk dilakukan gambaran
tomografi komputer pada kepala untuk melihat kelainan yang mungkin muncul
disebabkan trauma yang dialami pasien. Gambaran yang diperoleh

dapat

membantu dalam menentukan tatalaksana yang tepat dan sekaligus dapat
mengelakkan terjadinya kecederaan sekunderpada pasien. Hasil yang diperoleh
sangat signifikan. Hal ini karena, gambaran tomografi komputer dapat melihat
kelainan yang tidak bisa didiagnosis hanya dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan neurologis. Gambaran tomografi komputer menjadi pilihan utama
dalam tatalaksana trauma kepala karena hasil yang diperoleh cepat dan juga
memiliki akurasi yang tinggi dalam mendeteksi fraktur ataupun perdarahan yang
mungkin terjadi pada pasien trauma kepala. Namun, gambaran tomografi
komputer juga mempunyai kelemahan tersendiri. Gambaran tomografi komputer

Universitas Sumatera Utara

11

yang diperoleh sangat sukar untuk mendeteksi fraktur ataupun lesi yang berukuran
kecil. Walaupun gambaran dari pencitraan magnetik resonansi mempunyai
sensitivitas lebih baik, tetapi gambaran tomografi komputer tetap menjadi pilihan
utama dalam tatalaksana trauma kepala karena umumnya rumah sakit di seluruh
dunia mempunyai alat untuk melakukan gambaran tomografi komputer dan lebih
murah dibandingkan pencitraan magnetik resonansi.
Gambaran yang bisa dijumpai pada tomografi komputer pada kepala
pasien trauma kepala: perdarahan subdural (hiperdens, homogen, dan berbentuk
bulan sabit) (Gambar 2.1); perdarahan subaraknoid(ruangan subaraknoid dipenuhi
cairan serebrospinal, sisternadan sulsi berwarna putih) (Gambar 2.3); perdarahan
epidural (hiperdens, bikonveks, dan herniasi pada otak juga bisa dijumpai)
(Gambar 2.2); perdarahan intraserebral (hiperdens dan efek massa) (Gambar
2.4)(Lee and Newberg, 2005).

Gambar 2.1 Perdarahan Subdural (Crash, 2013)

Universitas Sumatera Utara

12

Gambar 2.2 Perdarahan Epidural (Crash, 2013)

Gambar 2.3 Perdarahan Subaraknoid (Doe, 2014)

Universitas Sumatera Utara

13

Gambar 2.4 Perdarahan Intraserebral (Crash, 2013)

2.2.5.5 Pengukuran Tekanan Intrakranial
Pengukuran intrakranial biasanya dilakukan pada pasien trauma kepala
berat.

Tekanan

intrakranial

bisa

diukur

dengan

menggunakan

kateter

intraventrikuler, skru subdural, dan sensor epidural. Nilai normal adalah 1-20
mmHg (Japardi, 2002).
2.2.5.6Terapi
Menurut David (2010), tatalaksana terapi pada trauma kepala ada dua,
yaitu; terapi bedah dan terapi non-bedah. Pasien trauma kepala yang mengalami
peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi bisa dilakukan pembedahan
kraniotomi untuk menurunkan tekanan intrakranial pasien. Selain itu, kraniotomi
juga dilakukan untuk menghentikan dan membuang perdarahan yang ada.
Dalam terapi non-bedah, pasien trauma kepala dipastikan terlebih dahulu
jalan nafas dan sirkulasi pasien stabil. Jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial, bisa diberikan mannitol secara intravena kepada pasien. Berikan juga
nutrisi yang secukupnya karena pasien yang mengalami trauma kepala cenderung

Universitas Sumatera Utara

14

untuk mengalami kecepatan pada sistem metabolik tubuh. Pastikan juga
pergerakan pasien dibatasi (David, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Prevalensi Karsinoma Hepatoseluler di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009-2012

1 66 71

Gambaran Penderita Trauma Kepala di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.

0 56 54

Profil Penderita Asma pada Anak di Rumah Sakit Haji Adam Malik Tahun 2009

0 35 57

Gambaran Tingkat Depresi pada Pasien HIV/AIDS di Pusat Pelayanan Khusus RSUP Haji Adam Malik Medan

9 44 76

Gambaran Tomografi Komputer Kepala Pada Penderita Trauma Kepala Dibandingkan Dengan Tingkat Kesadaran Berdasarkan Skala Koma Glasgow Di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2013

0 5 57

Gambaran Tomografi Komputer Kepala Pada Penderita Trauma Kepala Dibandingkan Dengan Tingkat Kesadaran Berdasarkan Skala Koma Glasgow Di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2013

0 1 12

Gambaran Tomografi Komputer Kepala Pada Penderita Trauma Kepala Dibandingkan Dengan Tingkat Kesadaran Berdasarkan Skala Koma Glasgow Di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2013

0 0 2

Gambaran Tomografi Komputer Kepala Pada Penderita Trauma Kepala Dibandingkan Dengan Tingkat Kesadaran Berdasarkan Skala Koma Glasgow Di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2013

0 0 3

Gambaran Tomografi Komputer Kepala Pada Penderita Trauma Kepala Dibandingkan Dengan Tingkat Kesadaran Berdasarkan Skala Koma Glasgow Di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2013

0 0 4

Gambaran Tomografi Komputer Kepala Pada Penderita Trauma Kepala Dibandingkan Dengan Tingkat Kesadaran Berdasarkan Skala Koma Glasgow Di Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2013

0 0 11