Gambaran Tipe Konflik pada Remaja Lesbian

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar belakang
Seorang remaja berada pada tahapan identity versus identity
confusion dalam tahapan perkembangan kehidupan. Pada tahap ini
individu dituntut untuk memahami siapa dirinya. Pemahaman terhadap diri
sendiri dibutuhkan untuk menjadi individu dewasa yang memiliki nilai di
lingkungan masyarakat. Ketika dia berhasil melewati masa ini dan
memperoleh identitas dirinya maka ia akan melewati tahapan berikutnya
dengan baik dan sebaliknya. Remaja yang tidak berhasil pada tahapan ini
akan mengalami identity confusion (Erikson, 1982).
Identity confusion adalah istilah Erikson bagi tahap perkembangan
yang mencirikan anak-anak remaja ketika mengalami ketidakharmonisan
di antara berbagai peran (Reber & Reber, 2010). Misalnya seseorang
merasa bingung akan identitas dirinya, tidak mengerti peran dirinya
sehingga bingung dalam menentukan sikap. Keberhasilan tahap ini tidak
terlepas dari kehidupan di masa kanak-kanak sebelumnya dan menurut

Erikson (1982) tidak semua remaja berhasil melewati masa ini.
Erikson

(1982)

mengatakan

bahwa

terdapatnya

beberapa

kekacauan merupakan sesuatu yang normal. Namun hati-hati pada
kekacauan yang berlebihan karena hal itu dapat menghambat kedewasaan
seseorang. Remaja yang mengalami identity confusion cenderung kembali

1
Universitas Sumatera Utara


2

ke masa sebelumnya, kanak-kanak, menghindari penyelesaian konflik atau
melakukan sesuatu dengan tidak dipikirkan sebelumnya.
Papalia, Old dan Fieldman (2009) mengungkapkan bahwa fokus
utama di dalam pencarian identitas pada masa remaja berkaitan dengan
pilihan bidang pekerjaan yang diminati, kemudian pemilihan nilai-nilai
yang diyakini sebagai panutan dalam menjalani kehidupan dan yang
terakhir adalah pemilihan identitas seksual. Identitas seksual bukan hanya
hal-hal yang berkaitan dengan kenikmatan atau erotisme di dalam
melakukan hubungan seksual saja (Laazulva, 2013). Mengenali orientasi
seksual diri sendiri, menerima dorongan seksual, dan membentuk
kedekatan romantis atau seksual adalah bagian dari pencapaian identitas
seksual (Papalia, Old, Fieldman, 2009).
Mengetahui dan menyadari orientasi seksual dan segala hal yang
berhubungan dengan seksualitas merupakan salah satu aspek penting di
dalam

pembentukan


identitas

seseorang.

Identitas

seksual

dapat

mempengaruhi citra diri seseorang serta mempengaruhi bagaimana
individu berperilaku dalam kehidupan sosial, berhubungan dengan orang
lain (Papalia, Old, Fieldman, 2009).
Papalia, Old & Fieldman (2009) menyatakan bahwa orientasi
seksual mengacu pada kepada siapa seseorang merasakan ketertarikan
secara seksual atau hubungan romantis. Terdapat tiga kategori orientasi
seksual, yaitu biseksual, heteroseksual dan homoseksual. Heteroseksual
adalah ketertarikan individu pada jenis kelamin yang berbeda. Biseksual

2

Universitas Sumatera Utara

3

adalah ketertarikan individu pada jenis kelamin yang sama maupun jenis
kelamin yang berbeda. Homoseksual adalah ketertarikan individu pada
jenis kelamin yang sama.
Subhrajit (2014) mengatakan bahwa homoseksual merupakan
kaum minoritas yang memiliki kemungkinan mendapat perlakuan
diskriminatif yang tinggi. Beberapa negara bahkan telah mencetuskan
bahwa homoseksual merupakah perilaku yang ilegal. Bahkan terdapat
negara yang telah menetapkan bahwa individu yang terbukti melakukan
hubungan sesama jenis akan diberi hukuman mati (Subhrajit, 2014).
Davidson & Neale (2004) menyebutkan bahwa identitas seksual
terdiri dari dua jenis, yaitu lesbian dan gay. Lesbian adalah kecenderungan
pada wanita yang menyukai dan memiliki rangsangan seksual pada jenis
kelamin yang sama. Begitu juga halnya dengan gay, namun gay
merupakan kecenderungan pria menyukai secara seksual pada sesama
jenisnya. Penelitian kali ini akan memfokuskan hanya pada lesbian karena
setelah mendalami lebih lanjut ditemukan bahwa referensi ilmiah yang

berkaitan dengan lesbian masih sangat minim, khususnya di Indonesia.
Individu yang menjadi lesbian disebabkan oleh beberapa hal.
Menurut Tan (2005) yang menyebabkan seseorang menjadi lesbian adalah
sebagai berikut: Pertama, pengaruh keadaan keluarga dan kondisi
hubungan orang tua. Kedua, individu yang berada di lingkungan lesbian
dapat terpengaruh dan akhirnya menjadi lesbian. Penyebab ketiga adalah
pengalaman seksual buruk pada masa kanak-kanak. Penelitian Matthews

3
Universitas Sumatera Utara

4

dkk (2002) juga menemukan bahwa kekerasaan yang terjadi baik itu fisik
maupun seksual dapat menyebabkan seorang anak menjadi lesbian. Hal ini
sejalan dengan penuturan Mei (bukan nama sebenarnya) yang mengatakan
penyebab ia lebih tertarik pada perempuan daripada laki-laki karena di
dalam keluarganya laki-laki tidak berperan dengan baik. Menurut Mei
ayahnya tidak bertanggung jawab dan suka berbuat kasar kepadanya serta
anggota keluarganya yang lain. Mei kemudian menggeneralisasikannya

kepada semua laki-laki sehingga ia akhirnya lebih menyukai perempuan
daripada laki-laki. Berikut penyataan Mei mengenai hal tersebut:
“…dari dulu itu ayahku gak ada pedulinya sama kali kurasa,
gak ada tanggung jawabnya. Kalo misal emosi gak bisa
ngomong baik-baik dia, langsung main kasar, entah itu
ngomongnya yang kasar ato perbuatannyanya. Itu dari dulu,
jadi aku udah keseringan liat contoh laki-laki yang buruk.
Aku nganggapnya laki-laki itu buruk, gak bagus. Abangku
juga gitu soalnya…”
(Wawancara Personal, 2015)
Ketertarikan terhadap sesama jenis bukan hanya dirasakan oleh
mereka yang telah beranjak dewasa, anak-anak yang masih berada pada
tahapan remaja juga telah saat ini telah memiliki perasaan tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Laazulva tahun 2013 pada 335 responden
yang tersebar di wilayah Jakarta, Makassar dan Yogyakarta ditemukan
bahwa perasaan suka terhadap jenis kelamin yang sama kebanyakan
muncul pada rentang usia antara 12 sampai 18 tahun, namun ternyata
perasaan suka terhadap sesama jenis juga bisa muncul di usia kurang dari
12 tahun. Hal ini juga dipengaruhi oleh pubertas seseorang, ketika seorang
remaja telah sampai pada tahap pubertas maka akan mulai muncul


4
Universitas Sumatera Utara

5

perasaan suka baik secara fisik, emosi maupun seksual (Laazulva, 2013).
Iswahudi (2013) mengatakan bahwa remaja yang memiliki ketertarikan
seksual terhadap sesama jenis tersebut bahkan telah memiliki keberanian
untuk menjalin hubungan dengan sesama jenis mereka.
Kesadaran memiliki orientasi seksual lesbian bukan merupakan hal
yang mudah. Terjadi proses yang sangat panjang sebelum akhirnya
seseorang menyadari bahwa ia memiliki orientasi seksual yang berbeda
dari kebanyakan orang. Seorang lesbian akan melewati enam tahapan
sebelum benar-benar menyadari orientasi seksualnya. Enam tahapan
tersebut adalah identity confusion, identity comparison, identity tolerance,
identity acceptance, identity pride, identity synthesis. Individu yang berada
pada tahapan identity confusion sampai dengan identity tolerance
merupakan lesbian yang mengungkapkan orientasi seksualnya hanya
kepada sesama lesbian. individu yang berada pada tahapan identity

acceptance sampai dengan identity synthesis merupakan individu yang
telah mengungkapkan orientasi seksualnya kepada beberapa orang terdekat
bahkan publik. Masing-masing tahapan tersebut memiliki kemungkinan
terjadinya pemberhentian atau yang biasa disebut dengan istilah identity
foreclosure (Cass, 1984).
Penelitian yang dilakukan oleh Juster, Smith, Oullet, Sindi, dan
Lupien pada tahun 2013 menemukan bahwa lesbian yang mengakui
orientasi seksualnya meskipun hanya

kepada beberapa teman dan

keluarga yang memiliki orientasi heteroseksual akan memiliki tingkat

5
Universitas Sumatera Utara

6

kecemasan, depresi dan burnout yang lebih rendah. Mereka yang masih
takut untuk mengakui bahwa mereka memiliki orientasi seksual lesbian

malah

sebaliknya.

Lesbian

tersebut

cenderung

memiliki

banyak

pertimbangan terkait orientasi seksualnya (Juster dkk, 2013). Hal tersebut
sejalan dengan ungkapan Nata (bukan nama yang sebenarnya), seorang
lesbian yang telah berada di tahap identity acceptance dan Mei (bukan
nama yang sebenarnya) yang masih berada pada tahap identity tolerance.
Berikut pernyataan Nata dan Mei tersebut:
“…gak ada yang harus ditutup-tutupilah, aku gak merugikan

orang lain kok, dan itu sah-sah aja menurutku karena
memang itu yang aku rasakan, hak ku juga kan, ngapain
takut…”
(Wawancara Personal, 2016)
“…kan lebih banyak yang gak suka sama lesbian daripada
yang suka, apalah yang aku dapat kalo mereka tau aku
lesbian? Dijauhi pasti, mending kalo cuma dijauhi aja, bisa
jadi dihina, disindir-sindir. Padahal kita kan gak ganggu
kan, tapi tetep aja pasti diperlakukan bedalah. Gak habishabislah kalo mikirin itu, yang ada pusing sendiri, mending
dipendam baik-baik ajalah…”
(Wawancara Personal, 2015)
Saat ini banyak penelitian yang coba menggali homoseksual yang
terjadi di masyarakat. Dahulu homoseksual dipandang sebagai gangguan
mental namun dari banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para
ilmuan menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara orientasi
homoseksual

dengan masalah emosional atau sosial (Patterson, 1992,

1995a, 1995b). Pada tahun 2000 American Psychiatric Association

Manual Of mental Disorders (DSM) menghapus homoseksual yang berarti
homoseksual telah terbukti bukan merupakan gangguan.

6
Universitas Sumatera Utara

7

Penghapusan homoseksual dari daftar gangguan mental tidak
menjadikan homoseksual sesuatu yang dapat diterima. Bila ditelaah dari
sudut pandang masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia sampai saat
ini beranggapan negatif terhadap homoseksual termasuk lesbian.
Masyarakat memiliki stigma yang negatif terhadap lesbian. Masyarakat
beranggapan bahwa lesbian adalah pendosa yang tidak sepantasnya
diterima (Lovina, 2014).

Hal ini sejalan dengan ungkapan seorang

masyarakat, Risma ketika diwawancari, berikut pernyataan beliau:
“…sampe sekarang kau (peneliti) neliti inipun aku gak yang
mikir itu pantas, aneh-aneh aja orang zaman sekarang. Dari
mana coba orang itu kepikiran bisa jalani kek gitu. apa gak
beragama orang itu? di agama manapun rasaku itu dilarangla.
Gak usah nambah-nambah dosala kalo apa hahaha, kau
terapila sana orang itu hahah..”
(Wawancara Personal, 2016)
Penolakan dari kalangan masyarakat juga dirasakan oleh lesbian
tersebut. Manaf dalam tulisannya yang berjudul “Kami Tidak Bisu” pada
tahun 2011 mengungkapkan bahwa kaum lesbian merasa kurang aman
dan nyaman dengan mayoritas masyarakat. Masyarakat masih banyak
yang tidak menerima orientasi seksual mereka. Isu-isu yang berhubungan
dengan lesbian masih menjadi sesuatu yang tabu dan sensitif di kalangan
publik (Manaf, 2011).
Penolakan tersebut tidak hanya datang dari anggapan masyarakat
saja. Bila ditinjau dari sisi keagamaan menjadi lesbian juga merupakan
suatu larangan. Larangan tersebut terdapat pada Al quran (1998) surah Al

7
Universitas Sumatera Utara

8

ankabut dan Al Kitab (2004) surat Imamat. Kitab suci yang datangnya
dari Sang Pencipta bahkan melarang homoseksual. Selain itu, negara
Indonesia juga masih teguh berpengangan pada aturan bahwa pernikahan
sesama jenis merupakan perilaku yang ilegal. Menteri Agama, Lukman
Hakim Saifuddin dalam Kompas menyatakan bahwa pernikahan sesama
jenis tidak dapat diterima karena masyarakat Indonesia merupakan warga
yang religius dan di dalam religi hubungan sesama jenis dilarang (Gatra,
2015).
Laazulva (2013) juga mengatakan bahwa orang-orang yang
memiliki orientasi seksual lesbian kerap kali mendapatkan stigma.
Masyarakat

beranggapan

bahwa

lesbian

merupakan

orang-orang

menyimpang karena tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Selain
sebagai orang yang menyimpang, mereka yang memiliki orientasi seksual
lesbian juga dianggap sebagai pendosa karena yang mereka lakukan tidak
sesuai dengan ajaran agama. Anggapan abnormal dan pendosa tersebut
membuat para lesbian mendapatkan perlakuan dan hak yang berbeda
dengan kebanyakan warga negara.
Keadaan tersebut menimbulkan pertentangan pada lesbian dan
menurut Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985) ketika
individu memiliki dorongan yang sama-sama kuat namun saling
bertentangan maka akan menimbulkan konflik. Lahey (2007) juga di
dalam teorinya menyebutkan bahwa konflik merupakan keadaan dimana

8
Universitas Sumatera Utara

9

dua atau lebih motif tidak dapat dipuaskan karena mereka saling
mengganggu satu sama lain. Bila dua motif saling bertentangan, maka
kepuasan motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif yang
lain.
Subhi

dkk

(2011)

dalam

penelitiannya

yang

berjudul

Intrapersonal Conflict Between Christianity And Homosexuality: The
Personal Effect Faced By Gay Men And Lesbian, menemukan bahwa
lesbian atau gay yang mengalami konflik berkaitan dengan keagamaan
dan homoseksualitas memiliki kemungkinan untuk mengalami depresi.
Selain depresi, konflik yang terjadi pada lesbian atau gay juga dapat
menimbulkan perasaan kecemasan, rasa bersalah, keterasingan dan
bahkan dapat menyebabkan adanya keinginan untuk melakukan bunuh
diri (Subhi dkk, 2011).
Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985) mengatakan
bahwa konflik yang dialami oleh individu dapat dijabarkan melalui 4 tipe
konflik. Konflik yang pertama adalah approach-approach conflict,
yaitukonflik ini terjadi ketika seseorang memiliki dua pilihan yang samasama positif. Tipe konflik yang kedua adalah avoidance-avoidance
conflict, yaitu tipe konflik yang terjadi ketika seseorang dihadapkan pada
dua keadaan yang sama-sama negatif. Ambar (bukan nama sebenarnya)
merupakan salah satu lesbian yang mengalami tipe konflik ini:

9
Universitas Sumatera Utara

10

“…lingkungan aku itu enggak mendukung buat out
(mengungkapkan orientasi seksualnya), dari pada nanti di
keluarkan dari rumah, dikucilkan…”
(Wawancara Personal, 2015)
D’Augelli, Hershberger, dan Pilkington pada tahun 1998 juga
menemukan bahwa proses mengungkapkan orientasi seksual kepada
orang lain, terutama kepada orang tua merupakan hal yang menegangkan.
Sehingga para lesbian lebih memilih untuk tidak mengungkapkan
orientasi seksualnya. Alasan utama lesbian tidak mengungkapkan
orientasi seksualnya karena terdapat perasaan takut pada reaksi yang
nantinya akan ia terima (D’Augelli, Hershberger, & Pilkington, 1998).
Tipe konflik yang ketiga adalah approach-avoidance conflict,
yaitu konflik yang dihadapi seseorang ketika ia memiliki tujuan yang
positif tetapi sekaligus akan berdampak negatif. Tipe konflik yang
terakhir adalah multiple approach-avoidance conflict, yaitu konflik yang
terjadi ketika seseorang dihadapkan pada dua situasi positif dan dua
situasi negatif secara bersamaan. Ketika konflik terjadi baik konflik tipe
approach-approach, approach- avoidance, avoidance-avoidance maupun
multiple approach-avoidance tentu saja akan menimbulkan dampak bagi
lesbian tersebut (Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985).
Kelleher (2009) mengatakan bahwa konflik dapat terjadi kepada
individu yang masuk dalam golongann kaum minoritas, seperti lesbian,
gay, biseksual, transgender (waria) dan questioning. Hal tersebut juga

10
Universitas Sumatera Utara

11

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Colonne pada tahun
2005 tentang waria. Colonne (2005) menemukan bahwa sebagai golongan
kaum minoritas, waria mengalami konflik.
Hasil penelitian Colonne (2005) menunjukkan bahwa waria
tersebut mengalami approach-approach conflict dan approach-avoidance
conflict. Approach-approach conflict dialami oleh waria tersebut ketika di
satu sisi ia ingin menunjukkan diri sebagai perempuan karena memang
terdapat dorongan tersebut dari dalam dirinya, namun di sisi lain ia tidak
dapat menyangkal bahwa dirinya adalah seorang laki-laki dan ingin benarbenar menjadi laki-laki. Approach-avoidance conflict terjadi ketika waria
tersebut memiliki perekonomian yang sulit. Keadaan tersebut memaksa
dirinya untuk melacurkan diri namun di sisi lain ia merasa malu apabila
berjumpa dengan orang-orang yang mengenal dirinya.
Bersumber dari rangkaian fakta bahwa memiliki orientasi seksual
yang berbeda dari kebanyakan orang, yaitu lesbian tidak mudah. Terdapat
pertentangan dari berbagai hal, seperti dari lingkungan sosial budaya,
kebijakan pemerintah dan juga agama. Di sisi lain mestipun menyadari hal
tersebut tetap saja terdapat perempuan-perempuan yang tertarik secara
seksual kepada perempuan lainnya. Menelaah fakta-fakta di atas peneliti
merasa tertarik dan perlu mengadakan penelitian yang berkaitan dengan
konflik yang dialami oleh lesbian. Konflik dalam hal ini berkaitan dengan
fakta bahwa mereka memiliki orientasi seksual yang bertentangan dengan

11
Universitas Sumatera Utara

12

hal yang telah disebutkan diatas. Setelah melakukan penelitian ini peneliti
berharap mendapatkan gambaran mengenai tipe konflik seperti apa
sebenarnya yang dirasakan oleh remaja lesbian.
B.

Identifikasi Permasalahan
Berdasarkan penjabaran pada subbab sebelumnya, identifikasi
permasalahan penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran tipe konflik
yang dialami oleh remaja yang memiliki orientasi seksual lesbian?”

C.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran
tipe konflik yang dialami oleh remaja yan memiliki orientasi seksual
lesbian.

D.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini tentu bermanfaat bagi keberlangsungan hidup
yang sejahtera. Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik bila ditinjau
dari sisi teoritis maupun dari sisi praktis.
1.

Manfaat Teoritis
a.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengetahuan bagi mereka yang tertarik pada pembahasan
lesbian.

b.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah penelitian dalam
bidang

psikologi

berkaitan

dengan

kaum

lesbian,

khususnya tentang konflik yang mereka alami.

12
Universitas Sumatera Utara

13

c.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi terbaru
bagi peneliti lainnya yang melakukan penelitian yang sama,
berkaitan dengan kaum lesbian.

2.

Manfaat Praktis
a.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah
informasi dan pengetahuan bagi remaja yang memiliki
orientasi seksual lesbian sehingga dapat membantu
memikirkan langkah apa yang akan diambil bila mengalami
konflik tersebut. Selain itu, diharapkan dapat memberi
masukan ide bagi peneliti lain yang berminat melakukan
penelitian dengan tema lesbian.

b.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
mengenai konflik yang dihadapi oleh lesbian terkhusus
untuk mereka yang memang memiliki orientasi seksual
lesbian.

E.

Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai latar belakang
peneliti mengangkat topik tentang konflik pada remaja lesbian
yang didukung dan dilengkapi dengan fakta-fakta di lapangan,
identifikasi permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan.

13
Universitas Sumatera Utara

14

BAB II : Landasan teori
Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian.
Dalam penelitian ini akan digunakan teori konflik dari Kurt
Lewin dan teori tentang hal-hal yang berhubungan dengan
lesbian.
BAB III : Metode Penelitian
Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang
mencakup; metode penelitian kualitatif, metode pengumpulan
data, dan alat bantu pengumpulan data, karakteristik dan teknik
pengambilan subjek, serta prosedur penelitian dan analisis data.
BAB IV : Hasil dan Pembahasan
Berisi data yang ditemukan dari lapangan berupa penjabaranpenjabaran dan pembahasan yang menghubungkan antara teori
yang telah dikemukakan pada bab II dengan data tersebut.
BAB V

: Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan sebelumnya
sehingga akhirnya menjawab pertanyaan penelitian yang telah
disebutkan pada bab I dan pemberian saran yang berkaitan
dengan penelitian.

14
Universitas Sumatera Utara

15

REMAJA

Identity
Vs
Role Confusion

Pekerjaan

Identitas Seksual

Biseksual

Homoseksual

Heteroseksual

Lesbian

Penyebab:

Nilai

Tahap pembentukan
identitas lesbian:

1. Keadaan keluarga
2. Pengalaman seksual
pada masa kanakkanak
3. Pengaruh lingkungan

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bertentangan

Gay

Identity confusion
Identity comparison
Identity tolerance
Identity acceptance
Identity pride
Identity synthesis

1. Agama
2. Undang-undang/
Kebijakan pemerintah
3. Sosial budaya

Konflik
1. Approach-approach conflict
2. Avoidance-avoidance conflict
3. Approach-avoidance conflict
4. Multiple approach-avoidance conflict

Bagaimanakah gambarantipe konflik pada remaja lesbian?

F.

Paradigma Berpikir
15
Universitas Sumatera Utara

16

Keterangan:
Terdiri dari
Penyebab
Tahapan
Menyebabkan
Yang akan diteliti

16
Universitas Sumatera Utara