Gambaran Tipe Konflik pada Remaja Lesbian

(1)

LAMPIRAN I

PEDOMAN WAWANCARA

Inisial Subjek :

Usia Subjek :

Hari/ Tanggal Wawancara : Tempat Wawancara :

Wawancara Ke :

A. Latar Belakang Subjek

1. Nama :

2. Usia :

3. Anak Ke :

4. Jumlah saudara laki-laki : 5. Jumlah saudara perempuan : B. Lesbian

a. Latar belakang menjadi lesbian

1. Mengapa anda memilih menjadi lesbian? 2. Sejak kapan anda mengenal dunia lesbian? 3. Sejak kapan anda menjadi lesbian?


(2)

5. Apakah ada yang tau bahwa anda lesbian? C. Konflik Lesbian

a. Tipe konflik

1. Apa yang anda lakukan jika anda dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi positif berkaitan dengan orientasi seksual anda?

2. Apa yang anda lakukan jika anda dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki konsekuensi positif namun di sisi lain juga berdampak negatif berkaitan dengan orientasi seksual anda?

3. Apa yang anda lakukan jika anda dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi negatif berkaitan dengan orientasi seksual anda?

4. Apa yang anda lakukan jika anda dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki dua konsekuensi positif dan dua konsekuensi negatif berkaitan dengan orientasi seksual anda?


(3)

LAMPIRAN II

PEDOMAN OBSERVASI

Nama :

Hari, Tanggal :

Waktu :

Tempat :

Wawancara ke- :

No. Observasi Keterangan

1. Penampilan fisik 2. Tempat wawancara 3. Ekspresi wajah

4. Gerak gerik serta mimik


(4)

INFORMED CONSENT

Pernyataan Pemberian Izin oleh Responden Judul Penelitian : Gambaran Konflik pada Remaja Lesbian Peneliti : Rapidah Marpaung

NIM : 121301016

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, bersedia berperan dalam penelitian ini.

Saya telah diminta dan telah menyetujui untuk diwawancarai sebagai responden dalam penelitian mengenai konflik pada remaja lesbian. Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian ini beserta dengan tujuan dan manfaat penelitiannya.

Dengan demikian, saya menyatakan kesediaan saya dan tidak berkeberatan memberi informasi dan menjawab pernyataan-pernyataan yang diajukan kepada saya.

Saya mengerti bahwa identitas diri dan juga informasi yang saya berikan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian saja.

Medan, 2016


(5)

(6)

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina dkk, 2005. Semua Tentang Lesbian. Ardhanary Institute, Jakarta Selatan.

APA. 2000. DSM-IV-TR. 4th Ed. Washington, DC : APA.

APA. 2011. Definition of Terms: Sex, Gender, Gender Identity, Sexual Orientation.

Ariefana, Pebriansyah. 2015. Dede Oetomo: Berapa Jumlah Gay Lesbian Di Indonesia. 10 November 2015, 19.30. [Online]. http://www.suara.com/news/2015/07/06/060400/berapa-jumlah-gay-lesbian-di-indonesia.

Atkinson. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Biantoro, Bramy. 2014. Aplikasi kencan khusus lesbian hadir di gadget

android. 28 Oktober 2015, 09.00.

[Online].http://www.merdeka.com/teknologi/aplikasi-kencan-khusus-lesbian-hadir-di-gadget-android.html.

Boyatzis. R. 1998. Transforming qualitative information: Thematic analysis and code development. Thousand Oaks: Sage Publications.

Carroll, J. (2005). Sexuality Now. New York (USA): Thomson Learning, inc.

Cass, V. 1984. Homosexual Identity Formation: A Theoretical Model. Journal of Homosexuality.Volume 4(3). Binghamton:The Haworth Press.

Colonne, Stevanus & Eliana, Rika. 2005. Gambaran Tipe-tipe Konflik Intrapersonal Waria Ditinjau dari Identitas Gender. Jurnal Psikologi. Universitas Sumatera Utara. Volume 1, nomor 2.

D’Augelli AR, Hershberger SL, Pilkington NW. Lesbian, gay, and bisexual youth and their families: Disclosure of sexual orientation and its consequences. [Article]. American Journal of Orthopsychiatry. 1998; 68(3):361–371.10.1037/h0080345 [PubMed: 9686289]

Davison, G.C., Neale, J.M., & King, A.M. 2004. Abnormal Psychology. 9th Ed. USA : John Wiley & Sons.


(8)

Eggert, Max A. & Wendy Falzon. 2008. Resolving Conflict Pocket Book. Jakarta: Metalexia Publishing.

Elkind, D. 1998. All grown up and no place to go. Reading, MA: Perseus Books

Erikson, E. H. 1982. The life cycle completed. New York: Norton.

Feist, Jess & Feist, Gregory F. (2002). Theories of Personality. Fifth Edition. New York :Mc Graw Hill Companies.

Gatra, Sandoro. 2015. Menag Indonesia Sulit Terima Pernikahan Sesama

Jenis. 14 November 2015, 20.30.

[Online].http://nasional.kompas.com/read/2015/07/02/17045061/Men ag.Indonesia.Sulit.Terima.Pernikahan.Sesama.Jenis.

Havighurst, R, J. 1972. Development task and education (3rd ed.). New York: Mckay.

Hillier, L. 2002. It’s a catch-22: Same sex attracted young people on coming out to parent. In S. S. Feldman & D. A. Rosenthal, (Eds), Talking aexuality. New Directions for Child and Adolescent Development, 97, 75-91.

Hunt, M.P. and Metcalf, L. 1996. Ratio and Inquiry on Society’s Closed Areas dalam Educating the Democratic Mind (Parker, W.). New York: State University of New York Press.

Hurlock, E.B. 2002. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Iswahudi. 2013. Pelajar di Palembang Banyak Jadi Homoseksual dan Lesbian. 19 September 2016, 20.30. [Online].

http://www.tribunnews.com/regional/2013/12/23/pelajar-di-palembang-banyak-jadi-homoseksual-dan-lesbian

Kelleher, Cathy. (2009). Minority Stress and Health: Implications for Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, and Questioning (LGBTQ) Young People. Counselling Psychology Querterly. Vol 22, No 4, 373-379.

King, V. 1996. Human Sexuality Today. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.


(9)

Laazulva, Indana. 2013. Menguak Stigma, Kekerasan & Diskriminasi Pada LGBT Di Indonesia: Studi Kasus Di Jakarta, Yogyakarta. Jakarta: Arus Pelangi.

Lahey, Benyamin, B. 2007. Psychology an Introduction. 9th edition. New York. McGraw-Hill Book Company.

Lindzey, Hall, Loehlin, Manosevitz. 1985. Introduction to Theories of Personality. United States of America.

Lovina, Febry Eva. 2014. Konsep Diri Lesbian (Sebuah Etnografi Mengenai Lesbian Di Kota Medan). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sumatera Utara.

Manaf, Kamila. 2011. Kami Tidak Bisu: Kongkow Lez. Jakarta: Institut Pelangi Perempuan.

Miller, G.L. 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid Reagen for Determination if Reducing Sugar. J. Anal. Chem. 31 (3).

Morgan.1986. and Phillip L. Ackerman, Work Competence: A Person-Oriented Perspective, Handbook of Competence and Motivation, ed. Andrew J. Elliot and Carlos S. Dweck. New York: The Guilford Press, New York.

Novelita, Maria. 2012. Gambaran Konflik Pada Individu Yang Menikah Semarga Suku Batak Toba. Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara.

Nurmala, Anam, & Suyono. 2006. Studi kasus perempuan lesbian (butchy) di yogyakarta. Universitas ahmad dahlan. Humanitas: Indonesia Psychological Journal. Vol. 3 No. 1 Januari 2006: 28-37.

Oetomo. Dede. 2001. Memberi Suara Pada Yang Bisu. Yogyakarta: Galang Printika Yogyakarta.

Panjaitan, S. Marlina. 2009. Konflik Kehidupan Seorang Clubber. Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara.

Papalia, Olds, Feldman. 2009. Human Development—Perkembangan Manusia Edisi Kesepuluh. Jakarta: Salemba Humanika.

Patterson, C. J. 1992. Children of Lesbian and Gay Parents. Child Development, 63, 1025-1042.


(10)

Patterson, C. J. 1995a. Lesbian Mothers, Gay Fathers, and Their Children. In A. R. D’Augelli & C. J. Patterson (Eds), Lesbian, Gay, and Bisexual Identities Over the Lifespan: Psychological Perspectives (pp. 293-320). New York: Oxford University Press.

Patterson, C. J. 1995b. Sexual Orientation and Human Development: An Overview. Developmental Psychology, 31, 2-11.

Poerwandari, E. Kristi (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3 UI).

Reber & Reber. 2010. Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rich, Adrienne. “Compulsory Heterosexuality and Lesbian Existence.” In

The Lesbian and Gay Studies Reader, ed. Henry Abelove, Michèle Aina Barale, and David M. Halperin, 227–255. New York: Routledge, 1993.

Smith, N.G., Juster, R.R., Sindi, Shireen., dkk. 2013. Sexual orientation and disclosure in relation to psychiatric symptoms. Journal of Psychosomatic Medicine. 10.1097/PSY.0b013e3182826881

Stoner, James AF & Charles Wankel. 1986. Manajemen. Jakarta: CV Intermedia.

Subhi, Mohammad, Sarnon, Nem, Hoesni, et al . 2011. Intrapersonal Conflict Between Christianity and Homosexuality: The Personal Effects Faced By Gay Men and Lesbians. Journal of social sciences and humanities. Vol 6, No 2, 193-205.

Subhrajit, Chatterjee. (2014). Problem Faced by LGBT People in the Mainstream Society: Some Recommendations. International Journal of Interdisciplinary and Multidisciplinary Studies (IJIMS), Vol 1, No.5, 317-331.

Suvianita & Oetomo. 2013. Hidup Sebagai LGBT di Asia: Laporan Nasional Indonesia, Tinjauan dan Analisa Parsitipatif tentang Lingkungan Hukum dan Sosial bagi Orang dan Masyarakat Madani Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Empowered Lives Resilient Nations. USAID.

Tan, Poedjiati, 2005.Mengenal Perbedaan Orientasi Remaja Puteri. Surabaya: Suara Ernest.


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian Kualitatif

Penelitian ini dilakukan guna mengetahui bagaimana dimanika dari konflik pada lesbian yang berada di kota Medan. Peneliti akan menggunakan salah satu metode penelitian, yaitu metode penelitian kualitatif untuk mencapai tujuan penelitian.

Metode ini peneliti gunakan supaya dapat menjawab rumusan masalah, seperti yang telah peneliti uraikan di atas penelitian ini dilakukan guna melihat gambaran konflik yang dialami oleh remaja yang memiliki orientasi seksual sebagai lesbian di kota Medan sehingga tentu akan lebih baik bila menggunakan metode penelitian kualitatif. Poerwandari (2009) mengatakan bahwa minat peneliti kualitatif adalah mendeskripsikan dan memahami proses dinamika yang terjadi berkaitan dengan gejala yang diteliti, dalam penelitian ini berkaitan dengan gambaran konflik pada remaja lesbian.

Jenis penelitian kualitatif ada 4 (Poerwandari, 2009) , yaitu studi kasus, etnografi, partisipatoris dan unobtrusive. Penelitian kali ini merupakan jenis penelitian studi kasus, dimana studi kasus merupakan studi mengenai fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi. Kasus yang akan diteliti pada penelitian kali ini adalah konflik


(12)

Studi kasus dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu studi kasus intrinsik, studi kasus instrumental, dan studi kasus kolekstif. Pada penelitian ini peneliti menggunakan studi kasus intrinsik. Menurut Poerwandari (2009) metode ini dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian peneliti pada suatu kasus khusus guna memahami secara utuh tanpa maksud untuk menghasilkan atau mengembangkan suatu teori, serta tidak terdapat upaya untuk menggeneralisasikannya. Lesbian ini merupakan kasus yang menarik menurut peneliti, namun pada penelitian kali ini peneliti hanya ingin mengetahui gambaran konflik pada remaja lesbian saja tanpa berniat untuk menghasilkan atau mengembangkan suatu teori.

B. Metode Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan metode wawancara dalam pengumpulan data. Ketika wawancara peneliti juga melakukan observasi, bukan secara terpisah tetapi hanya sebagai pendukung data wawancara.

Menurut Poerwandari (2009) wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Metode wawancara ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan konfliknya sebagai lesbian. Wawancara ini digunaan peneliti untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sehingga data yang didapat akan lebih dalam. Penggunaan pengambilan data dengan wawancara yang dilakukan peneliti dilakukan dengan observasi pendukung wawancara sekaligus.


(13)

Wawancara sendiri memiliki 3 variasi dalam penelitian kualitatif, yaitu: Wawancara informal, Wawancara dengan pedoman umum, Wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka.

Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan jenis wawancara dengan pedoman umum. Hal ini dipilih oleh peneliti dengan asumsi bahwa dengan adanya pedoman peneliti akan mudah untuk menggali informasi yang dibutuhkan sesuai dengan rumusan masalah dalam peneliti. Harapannya pertanyaan yang diajukan akan lebih efektif dan tidak akan melebar ke pembahasan yang lainnya. Meskipun telah menggunakan pedoman di dalam proses wawancara, peneliti tetap melakukan probing pada informasi-informasi tertentu.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan, Sumatera Utara. Kemudian untuk proses pengambilan data sendiri dilakukan pada salah satu tempat di Kota Medan atas permintaan subjek. Pengambilan data akan dilakukan pada tempat tertentu, tergantung permintaan subjek. Hal ini peneliti lakukan supaya subjek merasa nyaman dalam memberikan data-data yang tentu akan dijaga kerahasiaannya.

D. Subjek Penelitian

1. Karakteristik Subjek

Subjek penelitian peneliti adalah remaja perempuan yang berorientasi seksual sebagai lesbian. Lesbian yang akan menjadi


(14)

subjekpeneliti remaja yang berada di Sekolah Menengah Atas atau di Perguruan Tinggi. Menurut Erikson pada usia inilah seseorang akan membentuk identitas dirinya. Subjek berdomisilidi kota Medan. Menurut Cass terdapat enam tahapan pembentukan identitas homoseksual, yaitu identity confusion, identity comparison, identity tolerance, identity acceptance, identity pride, danidentity synthesis. Pada penelitian ini peneliti akan melibatkan lesbian yang berada pada tahan 1, 2, 3 yaitu identity confusion, identity comparison, identity tolerance. Hal ini dikarenakan lesbian yang telah memasuki tahapan keempat dan seterusnya telah memandang positif orientasi seksualnya (Cass, 1984)

2. Teknik Pengambilan Subjek

Pada penelitian kali ini peneliti memutuskan akan menggunakan teknik pengambilan sampel dengan bola salju atau lebih di kenal dengan sebutan snowball. Peneliti memilih hal tersebut dengan asumsi bahwa lesbian yang terbuka sangat sedikit di kota Medan sehingga hal tersebut dilakukan guna mempermudah penelitian, peneliti hanya akan mencari satu remaja lesbian dan selanjutnya peneliti akan meminta bantuan subjek tersebut untuk mengajak remaja lesbian yang subjek ketahui untuk bergabung dengan penelitian peneliti hingga akhirnya peneliti memiliki banyak subjek.


(15)

Subjek dalam penelitian ini sejumlah dua orang. Pada awalnya peneliti telah menemukan tiga orang yang sesuai untuk menjadi subjek dalam penelitian ini namun satu diantaranya mengundurkan diri dengan alasan tidak siap menceritakan kehidupan seksualnya kepada peneliti. Poerwandari (2009) mengatakan dengan bertanya kepada orang yang telah menjadi subjek peneliti mengenai siapa lagi yang dapat memberikan informasi, maka rantai semakin lama akan semakin panjang dan bola salju semakin lama akan semakin panjang.

E. Alat Bantu Pengumpulan Data

Berdasarkan yang telah peneliti uraikan di atas bahwa proses pengambilan data dalam penelitian ini adalah wawancara yang disertai dengan observasi dan catatan harian sehingga peneliti membutuhkan alat bantu di dalam pengumpulannya. Alat bantu yang digunakan peneliti dalam proses pengambilan data adalah sebagi berikut:

1. Alat perekam

Peneliti menggunakan telepon genggam dalam merekam wawancara yang terjadi, sebelum merekam proses wawancara, peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada subjek. Peneliti tidak akan lupa menjelaskan bahwa apapun yang terjadi dalam proses wawancara akan terjaga kerahasiaannya.


(16)

2. Pedoman wawancara

Peneliti menggunakan pedoman wawancara guna mempermudah peneliti dalam mengarahkan jalannya wawancara. Pertanyaan tersebut berisikan tentang apa yang subjek rasakan atau subjek alami sejak menyadari orientasi seksualnya adalah lesbian, untuk lebih jelas hal ini dicantumkan dalam lampiran I. Data yang akan diungkap dalam wawancara ini yaitu konflik yang subjek rasakan di dalam dirinya sendiri, keluarga dan teman berkaitan dengan orientasi seksualnya. Di dalam prosesnya peneliti kemudian menchecklist pertanyaan yang sudah terjawab.

3. Pedoman Observasi

Pedoman wawancara ini digunakan sebagai pendukung saat melakukan wawancara. Pedoman wawancara ini berkaitan dengan bagaimana penampilan subjek, bagaimana tempat wawancara, bagaimana perilaku subjek ketika sedang wawancara, serta hal apa saja yang sering dilakukan subjek ketika sedang menjawab pertanyaan dari peneliti.

4. Alat Tulis

Peneliti akan menggunakan alat tulis seperti, pena, pensil, penghapus, dan buku tulis pada proses pengambilan data. Alat tulis ini digunakan untuk mempermudah pencatatan data.


(17)

F. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

Berikut rangkaian persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini:

a. Mengumpulkan data

Di tahap ini peneliti mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan lesbian. Mulai dari pengertian, perjalanan seseorang hingga akhirnya memutuskan untuk menjadi lesbian dan lain sebagainya. Di tahap ini juga peneliti mencari subjek yang berkaitan dengan fenomena yang akan diangkat. Pencarian subjek dilakukan dengan menggunakan aplikasi khusus untuk para lesbian dan juga bantuan dari seorang lesbian. Pada akhirnya subjek diperoleh dari bantuan lesbian tersebut. Ketika telah menemukan orang yang tepat, lesbian tersebut memastikan ketersediaannya. Saat calon subjek tersebut telah bersedia, peneliti kemudian meminta kontaknya untuk mempermudah proses pendekatan.

b. Menyusun pedoman wawancara

Peneliti awalnya mencari teori yang tepat untuk penelitian ini. Setelah mendapatkan teori, dalam hal ini teori mengenai tipe konflik yang dikemukakan oleh Lewin


(18)

peneliti menyusun pedoman wawancara yang akan digunakan sebagai landasan dalam pengambilan data agar tidak terjadi penyimpangan pembahasan dalam prosesnya nanti.

c. Mempersiapkan alat-alat penelitian

Setelah menentukan pertanyaan yang akan digunakan selanjutnya peneliti mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam proses wawancara, seperti telepon genggam yang digunakan untuk merekam, serta pedoman wawancara.

d. Memastikan subjek

Di tahap ini peneliti menghubungi subjek untuk memastikan bahwa ia bersedia untuk membantu peneliti dalam mendapatkan data. Di tahap ini juga peneliti menjelaskkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian kepada subjek. Selain itu peneliti juga menyampaikan bahwa penelitian ini memang sensitif namun peneliti menegaskan bahwa subjek tidak perlu merasa cemas mengungkapkan apa yang ia rasakan karena data yang akan didapat hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Tahap ini disebut juga dengan pemberian informed consent. Setelah itu peneliti meminta persetujuan subjek untuk bergabung di dalam penelitian ini.


(19)

e. Membangun rapport

Setelah mendapatkan persetujuan atau kesediaan dari subjek, selanjutnya peneliti mulai intens menjalin hubungan untuk mendekatkan diri dengan subjek. Peneliti menjalin komunikasi melalui nomor telepon, Line dan BBM.Hal ini peneliti lakukan untuk memudahkan proses pengambilan data nantinya.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah melakukan persiapan, prosedur selanjutnya adalah proses pelaksanaan. Di tahap ini peneliti melakukan beberapa hal, diantaranya:

a. Konfirmasi

Di tahap ini peneliti mengonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara yang akan dilakukan. Konfirmasi ulang ini dilakukan 2 hari dan beberapa jam sebelum melakukan wawancara.

b. Wawancara

Setelah mengkonfirmasi ulang dan mendapat persetujuan dari subjek, peneliti kemudian melakukan wawancara. Wawancara dilakukan dengan berdasarkan pada panduan wawancara yang telah dibuat. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta kesediaan subjek


(20)

rekaman nanti tidak akan disebarluaskan. Rekaman tersebut hanya akan digunakan demi kepentingan penelitian.

Pada subjek I (Febri) wawancara pertama dilakukan pada hari Senin, 4 April 2016 pada pukul 20.17-21.20 WIB. Wawancara dilakukan di salah satu restoran cepat saji yang berada di kota Medan. Wawancara kedua dilakukan pada hari Minggu, 10 April 2016 pada pukul 16.30-17.12 WIB di rumah subjek. Terakhir, wawancara ketiga dilakukan pada hari Jumat, 15 April 2016 pada pukul 14.48-15.30 WIB di rumah subjek juga.

Pada subjek II (April) wawancara pertama dilakukan pada hari Sabtu, 19 Maret 2015 tepatnya pada pukul 12.11-13.03 WIB di salah satu tempat makan yang berada di kota Medan. Wawancara kedua dilakukan pada hari Sabtu, 23 April 2016 pukul 17.14- 18.23 WIB di tempat makan yang sama dengan wawancara pertama. Wawancara ketiga dilakukan pada hari Minggu, 8 Mei 2016 pada pukul 18.15-19.01 WIB di salah satu cafe yang ada di Medan.

3. Tahap Pencatatan

Pada tahap ini peneliti melakukan pencatatan data. Pencatatan dilakukan dengan memindahkan hasil rekaman ke dalam bentuk narasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan


(21)

verbatim. Penulisan verbatim peneliti rancang dalam bentuk tabel supaya mempermudah proses penganalisaan.

Di tahap ini juga peneliti membubuhkan kode-kode pada setiap data yang diperoleh. Pengkodean ini dikenal dengan istilah koding. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang akan dipelajari (Poerwandari, 2009). Pengkodean ini peneliti bubuhkan pada setiap jawaban dari responden yang berhubungan dengan topik yang telah peneliti tentukan.

G. Kredibilitas penelitian

Kredibilitas dalam penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan peneliti dalam mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi (Poerwandari, 2009). Selain itu kredibilitas yang baik ditunjukkan dengan cara yang digunakan oleh peneliti dalam menjamin bahwa subjek penelitian diidentifikasi dan dideskripsikan secara akurat (Poerwandari, 2009).

Peneliti mengkonfirmasi ulang data-data yang telah didapat kepada subjek guna menjamin keakuratan data yang ada. Hal ini dilakukan guna menghindari kesalahan dalam pencatatan data. Peneliti juga melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada subjek sehingga subjek sendiri dapat mengungkapkan hal yang terjadi secara lebih terbuka. Selain itu peneliti


(22)

tidak lupa mencari sumber referensi dari penelitian-penelitian sebelumnya, kemudian peneliti selalu berdiskusi dengan orang-orang yang telah ahli di dalam penelitian. Terakhir, peneliti berulang kali melakukan checking pada keseluruhan proposal penelitian.

H. Metode Analisis Data 1. Organisasi Data

Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh akan banyak dan beragam, oleh karena itu dibutuhkan pengorganisasian data yang baik. Menurut Highlen dan Finley dalam Poerwandari (2009) organisasi data yang sistematis digunakan untuk menghasilkan kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, menyimpan data dan analisis yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian. Hal yang penting untuk disimpan antara lain data mentah (catatan lapangan atau kaset hasil rekaman), data yang sudah diproses (verbatim wawancara dan catatan refleksi), data yang sudah dikoding serta dokumentasi umum (Poerwandari, 2009).

Pada penelitian kali ini peneliti juga melakukan pengoranisasian data, diawali dengan melakukan pengumpulan data. Data tersebut didapat dari proses wawancara dan setiap wawancara peneliti melakukan observasi. Ketika melakukan


(23)

wawancara peneliti mereka percakapan, rekaman tersebut kemudian peneliti dokumentasikan dalam bentuk verbatim. Ketika mengetik hasil verbatim, peneliti sekaligus memperhatikan kalimat mana yang masih belum jelas. Jika ada yang belum jelas peneliti membuat refleksi-refleksi, kemudian pada wawancara selanjutnya peneliti menanyakan hal tersebut. Data-data yang ada kemudian peneliti simpan di tempat yang berbeda-beda, mulai dari di laptop, flash disk, sampai penyimpanan di internet (one drive). Hal ini dilakukan guna memastikan bahwa data yang telah diperoleh tidak akan hilang.

2. Koding

Koding adalah proses membubuhkkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat dengan mudah ditelusuri. Menurut Poerwandari (2009) mengatakan bahwa proses koding ini dilakukan seefektif mungkin dan merupakan hak serta tanggunjawab peneliti.

Peneliti melakukan analisa pada setiap kalimat yang diucapkan oleh subjek dimana setiap analisa dibubuhkan koding berupa responden keberapa yang disingkat dengan R, contohnya R1; wawancara keberapa yang disingkat dengan W, contohnya


(24)

W1; tangggal wawancara; baris wawancara, yang disingkat dengan B, contohnya B30 yaitu baris ke tiga puluh; halaman keberapa, yang disingkat dengan H, contohnya H1. Teori yang akan digunakan oleh peneliti adalah teori tipe konflik oleh Kurt Lewin yang telah dijabarkan di dalam bab II Landasan Teori

3. Analisa Tematik

Analisa tematik merupakan suatu proses mengkode suatu informasi sehingga pada akhirnya akan mendapatkan daftar tema, model tema serta indikator yang kompleks, kualifikasi yang berkaitan dengan tema tersebut. Tema-tema tersebut dapat diperoleh secara induktif dari informasi mentah, selain itu dapat juga diperoleh secara deduktif dari teori-teori atau penelitian-penelitian sebelumnya (Boyatzis, 1998).

Pada penelitian kali ini tema yang akan digunakan adalah tipe-tipe konflik, yaitu approach-approach conflict, avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance-avoidance conflict, dan multiple approach avoidance conflict. Selain itu peneliti juga akan melakukan analisa tematik berkaitan dengan hal-hal yang mendukung serta memperjelas gambaran tipe konflik pada remaja lesbian tersebut, yaitu latar belakang mengapa ia menjadi lesbian. Tema-tema tersebut akan dituliskan pada kolom analisa tematik.


(25)

Berikut pedoman kode analisa tematik tipe konflik: Tipe konflik

A. Approach-approach conflict B. Avoidance-avoidance conflict C. Approach-avoidance conflict

D. Multiple approach avoidance conflict Penyebab menjadi lesbian

E. Latar belakang menjadi lesbian 4. Tahapan Interpretasi

Interpretasi data merupakan proses yang mengacu pada upaya untuk memahami data yang telah didapatkan secara lebih ekstensif serta mendalam. Dalam hal ini peneliti memiliki cara pandang tersendiri di dalam penelitiannya berkaitan dengan apa sebenarnya yang sedang ia teliti. Peneliti kemudian dapat menginterpretasi data melalui cara pandangnya tersebut.

Pada penelitian ini peneliti menginterpretasi data melalui teori Kurt Lewin berkaitan dengan empat tipe-tipe konflik. Menurut Poerwandari (2009) proses interpretasi memerlukan upaya mengambil jarak dari data, dimana hal ini dapat dilalui melalui langkah-langkah metodis dan teoritis yang jelas, serta dengan cara dimasukkannya data ke dalam konteks konseptual yang khusus.


(26)

5. Penulisan Laporan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak memiliki cara penulisan laporan penelitian yang baku dari mulai penyusunan proposal, pengambilan data, pengolahan dan analisis, hingga ke penyusunan laporan (Poerwandari, 2009). Pada penelitian ini laporan penelitian akan ditulis dalam 5 bab. Bab pertama akan diisi dengan latar belakang penelitian yang berisikan data dan fenomena lapangan tentang lesbian, identifikasi permasalahan yang akan diangkat, tujuan peneliti melakukan penelitian ini, manfaat penelitian ini dilakukan baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis, serta sistematika penulisan. Bab kedua akan berisikan landasan teori yang akan menjadi acuan peneliti saat melakukan interpretasi, terdapat tiga teori yang akan dibahas yaitu teori tentan konflik, remaja, serta lesbian.

Bab ketiga akan berisikan metodologi penelitian, dimana di dalamnya akan dijabarkan bagaimana peneliti akan melakukan penelitian ini, mulai dari metodologi yang digunakan, proses pengumpulan datanya, lokasi penelitian, subjek penelitian, alat bantu yang akan digunakan di dalam pengumpulan data, prosedur penelitian yang dilakukan, kredibilitas dari penelitian, serta bagaimana cara peneliti menganalisis data yang ada. Bab keempat akan berisi tentang hasil data yang diperoleh serta pembahasan yang dilakukan berdasarkan pada teori tipe-tipe konflik. Bab


(27)

kelima akan berisian kesimpulan yang dari keseluruhan penelitian serta saran yang membangun.


(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi penjabaran dari hasil wawancara yang telah dianalisa dan dituangkan dalam bentuk narasi. Penjabaran ini dilakukan guna memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam memahami tipe konflik yang terjadi pada remaja lesbian. Hasil data yang diperoleh dari Febri dan April dianalia dan diinterpretasi satu per satu. Proses analisa dan interpretasi dilakukan berdasarkan teori yang telah dicantumkan dalam bab II Landasan Teori.

Setiap proses analisa pada bab ini akan diberikan kode tertentu, misalnya R1. W2. 100416. C. B997-999. H41. Kode tersebut diartikan sebagai berikut; R1 berarti Febri; W2 berarti wawancara kedua; 100416 berarti wawancara dilakukan pada 10 april 2016; C berarti pengkodean untuk analisa tematik yang disesuaikan dengan teori; B997-999 berarti ungkapan tersebut berada pada baris 997 sampai dengan 999; H41 berarti ungkapan tersebut berada pada data verbatim halaman 41.

Gambaran Umum Subjek Penelitian Pertama

Tabel 1. Gambaran Umum Partisipan Pertama

Nama Samaran Febri

Usia 18 tahun

Jenis Kelamin Perempuan

Anak Ke 2

Jumlah Saudara Laki-laki 1 Jumlah Saudara Perempuan -


(29)

Suku Bangsa Batak

Status Mahasiswa

Tabel 2. Jadwal Wawancara Partisipan Pertama

Pertemuan Waktu

1 Senin, 04 April 2016, pukul 20.17-21.20 WIB 2 Minggu, 10 April 2016, pukul 16.30-17.12 WIB 3 Jumat, 15 April 2016, pukul 14.48-15.30 WIB

1. Subjek Pertama a. Hasil Observasi

1. Pertemuan Pertama

Senin, 04 April 2016, pukul 20.17-21.20 WIB

Wawancara pertama dilakukan di sebuah restoran cepat saji yang berada di kota Medan, tak jauh dari kediaman Subjek. Restoran tersebut dipilih guna mempermudah Subjek. Wawancara dilakukan pada hari Senin, 4 April 2016, pada pukul 20.17- 21.20 WIB. Sebelumnya peneliti dan Febri memastikan bahwa restoran tersebut merupakan tempat yang nyaman untuk melakukan wawancara. Restoran tersebut terdiri dari dua lantai, dan wawancara dilakukan di lantai dua. Dinding restoran tersebut terbuat dari kaca sehingga membuat aktifitas di dalam restoran terlihat oleh orang yang berada di luar.


(30)

Ketika memasuki restoran, yang pertama kali terlihat adalah deretan tempat makan yang tersusun rapi dengan meja persegi dan sofa bulat yang sejatinya hanya dapat diduduki oleh satu orang saja. Sebelah kanan pintu masuk yang terbuat dari kaca merupakan tempat pembelian. Tempat pembelian tersebut dijaga oleh lima orang, masing-masing berhadapan dengan satu komputer.

Pada bagian atas tempat pembelian terpampang berbagai sajian yang disediakan beserta dengan harga satuannya. Setiap pembeli dapat menerima pesanannya antara 5-15 menit setelah melakukan pembayaran. Di samping tempat pemesanan terdapat tangga yang merupakan akses untuk naik ke lantai dua. Tangga tersebut terbuat dari semen yang dilapisi oleh marmer berwarna putih.

Pertama kali memasuki lantai dua maka yang terlihat adalah susunan meja yang berbentuk persegi dan bangku yang terbuat dari besi. Dinding restoran yang terbuat dari kaca membuat tempat tersebut menjadi semakin menarik. Pengunjung dapat melihat kemerlipan lampu jalan dan bangunan-bangunan indah yang berada di sekitar restoran. Wawancara dilakukan di sudut kanan restoran setelah sebelumnya peneliti memesan makanan serta minuman.


(31)

Pada saat melakukan wawancara hanya terdapat 5 orang pengunjung yang berada di lantai 2 tersebut. 2 di antaranya adalah peneliti dan Febri (bukan nama sebenarnya), 3 orang lagi adalah orang tak dikenal yang duduk di bagian sudut kiri ruangan. Peneliti memperkirakan bahwa lantai 2 tersebut berukuran 9 x 6 meter. Bisa dipastikan bahwa 3 orang yang berada di sudut kiri tersebut tidak mendengar pembicaraan yang terjadi antara peneliti dan Febri.

Saat melakukan wawancara Febri dan peneliti duduk berhadapan sehingga dapat menatap satu sama lain dengan jelas. Peneliti dan Febri hanya berjarak sekitar 60 cm. Saat itu Febri menggunakan baju berwarna kuning berlengan pendek dan pants berwarna putih.

Febri tergolong memiliki badan yang besar. Berat badannya 62 kg dan tinggi badannya 166 cm. Febri memiliki kulit putih bersih, tangannya terlihat memiliki bulu yang lumayan lebat, wajahnya berbentuk bulat dengan dagu agak tirus, matanya panjang dengan pelupuk mata yang terlihat mestipun sedikit, hidungnya sedikit mancung, mulutnya kecil dengan bibir yang berisi, dan rambut panjannya tergerai lurus. Dia tidak memakai aksesoris yang berlebihan, hanya menggunakan jam tangan dan anting-anting berbentuk bunga.


(32)

Sekitar sebulan sebelum wawancara dimulai peneliti dan Febri telah 3 kali bertemu, hal ini dilakukan sebagai bentuk pendekatan. Pada saat akan memulai wawancara, peneliti dan Febri bersalaman, tangannya terasa dingin. Febri merupakan orang yang ceria. Dia selalu tersenyum namun ketika ia memastikan bahwa identitasnya tidak akan diketahui oleh orang lain, senyumnya hilang diiringi dengan mata yang dikedipkan dengan cepat, dahi berkerut dan tangan di depan meja dengan posisi menyilang terlihat seperti orang yang takut. Namun setelah memastikan hal tersebut raut wajahnya kembali normal seperti biasanya, mudah tersenyum.

Pada awal wawancara Febri terlihat santai saja. Amarah Febrijelas terlihat pada saat menceritakan kisahnya di saat masih kecil, hal ini terlihat dari perilaku yang ia tampilkan, seperti pengucapan kata perkata lebih lambat dan tangan kanan memegang siku kiri bagian bawah dan sebaliknya tangan kiri memegang siku kanan bagian atas. Febri sempat mengeluarkan kalimat anjir ketika menceritakan kisah tersebut. Nada suaranya juga jauh lebih tinggi ketika menyebutkan kata tersebut. Kedua bibir Febri ditarik ke bagian bawah yang menandakan ia merasakan emosi negatif. Bibirnya hanya tersenyum sesekali, namun bukan senyum keceriaan seperti biasanya melainkan senyum kecil yang getir.


(33)

Raut wajahnya juga berubah ketika ia menjawab bagaimana bila ketahuan bahwa ia adalah seorang lesbian. Bibirnya tersenyum tipis dan wajahnya menunduk, terlihat seperti menahan sedih. Pengucapan kata-katanya tetap lancar namun terdengar lambat. Secara keseluruhan Febri menjawab setiap pertanyaan dengan lancar. Tatapan Febri juga lebih sering tertuju kepada peneliti yang menandakan bahwa ia menjalani wawancara dengan sepenuh hati.

Wawancara juga berjalan lancar, tidak terdapat gangguan yang berarti. Febri sangat kooperatif ketika proses wawancara, jawaban yang dilontarkannya juga cukup banyak. Pertemuan sebelumnya membuat hubungan peneliti dengan Febri menjadi dekat. Terkadang terdengar suara tawa pengunjung lainnya namun hal tersebut tidak menghambat proses wawancara. Suara tawanya juga tidak dekat. Kebetulan restoran cepat saji tersebut sepi pada saat itu.

2. Pertemuan Kedua

Minggu, 10 April 2016, pukul 16.30-17.12 WIB

Wawancara kedua dilaksanakan pada hari Minggu, 10 April 2016. Wawancara kedua ini dilakukan pada sore hari, tepatnya pukul 16.30-17.12 WIB di rumah Febri. Wawancara seharusnya dilaksanakan pada hari senin, 11 April 2016, karena Febri


(34)

yang harus ia kerjakan. Namun pada hari minggu tersebut tiba-tiba Febri memberitahukan bahwa ia bisa diwawancarai karena tugas yang harus ia kerjakan telah selesai.

Peneliti tiba di rumah Febri sekitar pukul 16.00 WIB. Wawancara tidak bisa dilangsungkan segera karena Febri meminta izin untuk mandi terlebih dahulu. Rumah tersebut dipagari oleh besi berwarna putih setinggi 2 meter. Ketika pagar terbuka kita akan dihadapkan pada sebuah pintu, yang mana pintu tersebut adalah pintu masuk ke dalam rumah. Jarak pagar ke pintu tersebut sekitar 2 meter.

Terdapat beberapa pot besar yang diisi dengan bunga pada bagian depan. Ketika memasuki bagian dalam rumah, maka yang pertama kali terlihat adalah empat buah sofa, 2 di antaranya berukuran panjang yang dapat diduduki oleh 3 orang, dan 2 lagi berukuran kecil yang hanya dapat diduduki oleh 1 orang. Di bagian tengah susunan sofa tersebut terdapat meja persegi panjang yang terbuat dari kaca berwarna hitam. Lebar rumah sekitar 8 meter, namun sayang peneliti tidak dapat memperkirakan panjang rumah tersebut. Ketika tiba di rumahnya peneliti langsung diarahkan ke kamar Febri yang berada tepat di samping ruangan yang berisikan sofa tersebut.


(35)

Kamar tersebut berukuran persegi sekitar 4x4 meter dengan dinding berwarna ungu muda. Terdapat 1 buah meja belajar beserta kursinya di bagian dalam, 1 buah lemari dua pintu berwarna coklat dan 1 tempat tidur yang di atasnya terdapat 4 boneka. Pada bagian atas meja belajar yang berwarna hitam tersebut terdapat susunan buku dan beberapa makanan ringan yang susunannya tidak beraturan. Pada pintu bagian belakang terdapat beberapa baju dan celana yang tergantung. Terdapat tiga foto yang ditempelkan di dinding sebelah atas meja belajar.

Suhu di ruangan tersebut tidak panas dan tidak terlalu dingin, sedang. Selesai mandi Febri ke kamar dengan membawa 1 buah kursi. Wawancara dilakukan di depan meja belajar yang mana peneliti dan Febri duduk berhadapan tanpa dihalangi oleh meja sehingga baik peneliti maupun Febri dapat saling melihat dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sama halnya denggan wawancara sebelumnya peneliti dan Febri hanya berjarak sekitar 60 cm saja.

Saat wawancara Febri menggunakan baju tidur berlengan panjang berwarna biru, rambutnya diikat ke atas. Febri masih tetap sering tersenyum. Sebelum memulai wawancara Febri berulang kali mempertanyakan apakah peneliti ingin minum teh. Terdapat 3 jenis makanan ringan yang dibawanya ke kamar dan menyuruh peneliti untuk memakannya. Setelah meletakkan makanan ringan


(36)

tersebut, ia keluar dari kamarnya kembali dan masuk lagi dengan membawa gawainya.

Ketika akan memulai wawancara terlihat Febri berulang kali memeriksa gawainya yang berbunyi. Sesekali keningnya berkerut ketika membuka gawai tersebut. Namun setelah peneliti menanyakan apakah wawancara sudah bisa dimulai, ia menganggung dan meletakkan gawainya. Suasana hening menemani jalannya wawancara karena memang hanya ada peneliti dan Febri di rumah tersebut.

Febri masih sama seperti pertemuan sebelumnya, tetap kooperatif dan aktif. Ia menjawab dengan lancar dan tegas pada setiap pertanyaan yang diajukan. Ia juga menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang masih belum jelas. Ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan tanggapan temannya berkaitan LGBT ia lebih dominan menatap lantai dan menurunkan tangannya yang mana sebelumnya berada di atas meja belajar namun hal tersebut terjadi ketika diawal saja, tidak lama kemudian ia kembali mengarahkan pandangannya kepada peneliti seolah menandakan bahwa ia sedih namun harus tetap menghadapi apapun yang terjadi. Ketika membahas tentang kebahagiaannya menjadi lesbian ia sering tertawa seolah menandakan bahwa ia benar-benar bahagia. Febri juga kerap kali menggoda peneliti untuk menjadi seperti dirinya, memiliki orientasi seksual lesbian.


(37)

Proses wawancara kali ini lebih kondusif daripada wawancara sebelumnya, wawancara berjalan dengan tanpa hambatan. Pada awalnya peneliti takut wawancara akan terganggu apabila gawai terus berbunyi, namun ternyata selama wawancara gawai tersebut tidak berbunyi sama sekali. Sampai wawancara selesai pun orang tua dan abang Febri masih belum pulang.

3. Pertemuan Ketiga

Jumat, 15 April 2016, pukul 14.48-15.30 WIB

Wawancara ketiga dilaksanakan pada hari Jumat, 15 April 2016 pada pukul 14.48-15.30 WIB. Wawancara dilakukan setelah Febri pulang dari kampus. Berdasarkan pengalaman sebelum-sebelumnya, peneliti dan Febri sepakat bahwa wawancara lebih efektif bila dilaksanakan di rumah Febri (bukan nama sebenarnya). Peneliti tiba di rumah Febri sekitar pukul 14.30 WIB.

Rumah masih sama seperti sebelumnya tidak ada perubahan yang berarti, letak pot-pot besarnya juga masih sama. Hanya saja di bagian sudut halaman rumah terdapat sebuah sepeda motor lengkap dengan helmnya. Ketika memasuki rumah yang pertama kali akan terlihat masih tetap sama, yaitu 4 buah sofa. Peneliti disambut oleh Febri dengan senyumnya yang lebar, seakan-akan menyambut orang terdekatnya. Memang setelah


(38)

Setelah menyambut peneliti dengan membukakan pagar dan membukakan pintu rumah, Febri langsung mengarah ke kamar seperti pertemuan sebelumnya. Sepertinya Febri telah menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk wawancara. Ketika memasuki kamar, sudah terdapat dua buah kursi yang berada di depan meja belajar. Ruangan kamar Febri juga tidak banyak berubah, hanya saja diatas lemari sebelumnya tidak terdapat koper, namun kali ini terdapat koper berwarna ungu di atas lemari.

Pada pertemuan sebelumnya buku-buku tersusun rapi namun pada kali ini, beberapa buku terlihat tidak berada ditempatnya, terdapat ruang-ruang kosong diantara jejeran buku. menandakan buku tersebut diambil dari tempatnya. Di atas meja terdapat buku-buku yang tertumpuk, terdapat 5 buku. Dua diantaranya tebal, sekitar 4 cm bila diukur dengan menggunakan penggaris dan tiga lagi merupakan buku dengan ukuran sedang dengan ketebalan yang sedang juga, sekitar 2 cm bila diukur dengan menggunakan penggaris.

Keadaan rumah juga berbeda dari sebelumnya, saat wawancara ketiga ini, Febri tidak sendirian di rumah, melainkan bersama dengan mamanya. Sesaat sebelum wawancara dimulai seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar, wanita tersebut mengenakan long dress berwarna coklat. Wanita tersebut adalah Ibu Febri . Ibu Febri datang dengan membawa 2 buah minuman,


(39)

ternyata Febri telah bercerita kepada Ibunya bahwa ia akan kedatangan seorang teman namun tentu ia tidak mengatakan akan melakukan wawancara. Ia mengatakan bahwa ia dan peneliti akan mengerjakan tugas kuliah.

Ibu Febrisangat bersahabat. Ia masuk dengan tersenyum lebar dan mengatakan bahwa peneliti dan Febri harus mengerjakan tugas dengan benar. Peneliti dan Febrimengiyakan perkataannya. Ibu Febri berbicara dengan penuh kelembutan yang menunjukkan bahwa Febri diasuh oleh seorang Ibu yang penyayang. Setelah berbicara sebentar Ibunya langsung meninggalkan ruangan dan tidak lupa menutup pintu. Setelah itu, Febri berjalan ke arah pintu dan mengunci pintu dan mengatakan ia melakukan hal tersebut supaya aman dan tidak ada yang masuk.

Setelah itu Febri kembali duduk ke kursi yang berada di depan meja belajar. Kali ini ia duduk dengan menaikkan kakinya dan duduk bersila. Kemudian ia meminum minuman yang telah dibuat oleh Ibunya tersebut.Sebelum minum ia mempersilahkan peneliti untuk meminumnya juga.

Pada wawancara kali ini Febri menggunakan baju kemeja coklat muda yang berlengan panjang dan bercorak volkadot berwarna putih. Ia menggunakan celana longgar yang tidak panjang, sekitar 12 cm di atas lutut. Celana berwarna merah muda


(40)

tersebut memberikan kesan santai, ditambah dengan tampilan rambutnya yang dijepit ke atas dengan penjepit rambut yang biasa dikenal dengan sebutan jedayatau penjepit baday.

Wawancara kali ini berlangsung seperti biasa. Perilaku yang ditunjukkan oleh Febri juga sama. Febri selalu menyunggingkan senyuman dan fokus ketika wawancara. Ia memperhatikan setiap pertanyaan yang diajukan, ketika pertanyanyaannya masih belum jelas Febri meminta penjelasan akan pertanyaan tersebut terlebih dahulu baru kemudian menjawabnya . Terkadang ia juga menggoda peneliti lewat kata-kata, seperti mengatakan akan mengenalkan peneliti dengan teman-teman lesbiannya, atau mengatakan supaya peneliti menjadi lesbian saja.

Wawancara kali ini jauh lebih santai dari pada dua wawancara sebelumnya. Namun ketika membahas mengenai abang kandungnya, Febri menurunkan badannya dan menarik sebelah bibirnya ke bawah, seperti tidak ingin membahas hal tersebut. Meskipun begitu ia tetap menjawab pertanyaan peneliti. Berbeda dengan ketika membahas sang ibu, ia tidah hanya menurunkan badannya namun juga menundukkan kepalanya sejenak, seolah – olah ia merasakan suatu kesedihan.


(41)

Selama proses wawancara, tidak ada yang mengetuk pintu kamar Febrisehingga proses wawancara berjalan lancar. Hanya saja terkadang terdengar suara-suara kecil yang timbul dari ruang televisi yang menurut penuturan Febri memang berada di sebelah kamarnya. Namun hal tersebut tidak mengganggu proses wawancara. Baik peneliti maupun Febri tetap fokus pada wawancara.

b. Rangkuman Hasil Wawancara

1. Latar Belakang Menjadi Lesbian

Febri (bukan nama yang sebenarnya) merupakan seorang perempuan yang berusia 18 tahun dan saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi di kota Medan. Febri merupakan perempuan yang memiliki suku batak dan diasuh dengan penuh kasih sayang oleh kedua orangtua, terutama ibunya. Febri merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ia memiliki seorang kakak laki-laki.

Febri dan saudara laki-lakinya tidak begitu dekat. Febri mulai menyadari perasaan suka terhadap perempuan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Saat itu Febri suka memperhatikan teman-teman perempuannya yang memiliki pembawaan tomboi. Namun pada saat itu ia belum mengartikan perasaan sukanya tersebut sebagai suatu ketertarikan atau perasaan


(42)

lesbian ia adalah perempuan straightatau penyuka lawan jenis. Sebelumnya ia sempat berpacaran dengan seorang laki-laki dan sangat menyayangi laki-laki tersebut. Berikut pernyataan Febri yang berhubungan dengan jabaran di atas:

“Iyapernah dulu sama cowok”

(R1. W1. 040416. E. B36. H3) “…kerasa betulnya itu pas udah pacaran lah ya, tapi

dulu waktu aku SMA aku udah suka gitu liat cewek-cewek yang tomboy gitu..”

(R1. W1. 040416. E. B54. H3) Hubungannya dengan laki-laki yang sebelumnya sangat ia sayangi tersebut harus berakhir akibat laki-laki tersebut harus melanjutkan pendidikannya di luar kota. Menurut Febri alasan tersebut sangat tidak pantas dan ia merasa sangat terpukul. Menurut Febri, laki-laki tersebut tidak akan selamanya berada di luar kota sehingga Febri tidak dapat menerima alasan tersebut dan ia merasa sakit hati. Bersamaan dengan retaknya hubungan Febri dengan seorang laki-laki, salah satu teman Febri mengaku homoseksual kepadanya. Febri merasa mulai saat itulah ia menjadi lebih dekat dengan dunia lesbian. Namun Febri mengaku bahwa temannya tersebut tidak pernah memberi dorongan kepada Febri untuk masuk ke dalam dunia lesbian bahkan cenderung melarang. Berikut penuturan Febriberkaitan dengan hal tersebut:

“Awalnya itu aku yang eee awalnya coba-coba aja kan. Itu emm awalnya karena ada temenku yang coming


(43)

out ke aku jadi dia bilang kalau dia itu homo, nah dari situlah aku mulai selangkah lebih dekat eh hahah iya haha jadi maksudnya aku jadi lebih dekat sama dunia belok kaan. Tapi sebenarnya teman aku itu yang homo itu ngewanti-wanti aku sebenarnya, dia sering bilang kalo aku itu aku gak boleh jadi homo juga. Terus kebetulanlah pula pacar aku ini , pacar yang cowo dulu, mantan mulai berubah sampe akhirnya kami putus tanpa alasan yang kuat. Hmm kuat sih sebenarnya tapi menurutku itu gak pantes dijadikan alasan sama dia. Hah gitulah”

(R1. W1. 040416. E. B76-87. H4) “Karena kami jauh, dia kuliah diluar kota. Hah gitulah,

iya, dia bilangnya karna kamu jauh sih, gak taulah kalo misal dianya bohong. Maksudnya kan dia gak selamanya juga kan diluar kota itu kan, tapi dianya kaya gitu, yaudahlah. Aku model yang kalo cinta jadi bakalan cinta banget gitulo, jadi sama dia kemarin gitu aku, sumpah itu sakit...”

(R1. W1. 040416. E. B89-94. H4) Putus dengan laki-laki tersebut membuat Febrimerasa kehilangan dan ada saat dimana ia merasa bosan dan tidak tahu harus berbuat apa sehingga saat itu yang ia lakukan adalah mengunduh beberapa aplikasi. Salah satu aplikasi yang diunduhFebri adalah aplikasi berbasis umum namun ia tidak memunculkan profil atau identitas pemilik akun. Di aplikasi inilah Febri akhirnya berkomunikasi dengan pengguna lainnya yang merupakan seorang lesbian. Febri kemudian menjadi penasaran dengan dunia lesbian, ia mulai mengetahui istilah-istilah yang digunakan oleh lesbian hingga akhirnya ia mendapatkan pacar dari


(44)

aplikasi tersebut.Berikut penuturan Febri yang berkaitan dengan hal tersebut.

“Hmm iya disitu awalnya aku mulai bencilah sama cowok. Pas putus itukan kadang aku bosan, gak tau kadang aku mau ngapain. Jadi download-downloadaplikasi trus akudapat ada aplikasi kan,bisa fake, gak ketahuan kalo itu kita. Pas ada yang post tentang lesbian gitukan, dia cari anak belok gitulah, jadi chat lah kami kan, aku pura-pura belok”

(R1. W1. 040416. E.B98-103.H5) “… Nah di situ aku penasaran gimana rasanya dekat,

dekat yang gitu dekat kaya pacar gitukan sama cewek”

(R1. W1. 040416. E.B112-113. H5) Setelah mendapatkan pacar perempuan Febri tidak langsung merasa senang, sebaliknya ia juga merasa sedih karena menjadi lesbian, menurutnya banyak yang tersakiti oleh laki-laki sepertinya namun tidak langsung sangat membenci semua laki-laki seperti dirinya. Ia awalnya masih mencari-cari penyebab ia sebenci itu kepada laki-laki. Hingga pada akhirnya ia menyadari bahwa pengalaman masa kecilnya mempengaruhi alasan mengapa ia sangat membenci laki-laki. Ketika masih kecil Febri pernah mengalami pelecehan seksual. Hal ini jadi semakin menyakitkan baginya karena yang melakukan pelecehan seksual tersebut adalah saudara kandungnya sendiri. Hal ini membuat Febri menganggap bahwa ia hanya akan mendapatkan perasaan sakit bila berhubungan


(45)

dekat dengan laki-laki. Berikut ungkapan Febri mengenai hal tersebut:

“…banyak yang entah kaya mana-mana lebih parah dari aku mungkin, tapi masih tetap normal dia, akuu, hahaha jadi belok”

(R1. W2. 100416. E. B804-806. H33) “ Jadi dulu waktu kecil, aku gak ngerti apa-apa. Yang

aku tau kami lagi main-main. Dan waktu itu kami lagi main, waktu itu, sebenarnya awalnya bukan sama dia, tapi pas kami udah lama main, dia datang dan ikut-ikut gitu, dan dia ngajak aku ke tempat yang sepi dan di situ, dia suruh aku buka celana. Aku gak ingat jelas kejadian detailnya gimana, yang pasti di situ dia masukin punya dia ke punyaku, anj*r. Kurang ajar, ih benci kali aku kok ingat itu anj**r”

(R1. W1. 040416. E. B174-182. H8) Pengalaman buruk yang terjadi antara Febri dan abangnya benar-benar membuat Febri berpikir bahwa hal tersebut tidak termaafkan sehingga sulit bagi dirinya untuk menjadi heteroseksual. Setelah mengingat hal tersebut Febri semakin meyakini bahwa ia lesbian dan tidak ingin berhubungan dekat dengan laki-laki. Hingga saat ini Febri merasakan kenyamanan ketika berhubungan dekat dengan perempuan.

“…gimana ya, susah, aku udah terlanjur apa ya, mestipun aku sekarang aku mikirnya kalopun aku masih perawan tapi apa yang dia lakukan itu, si bejat itu gak termaafkan menurut aku, dan gak tau aku menganggap semua laki-laki miriplah smaa dia…”


(46)

2. Tipe Konflik

Menurut Kurt Lewin terdapat 4 tipe konflik yang bisa saja terjadi pada seseorang, yaitu approach-approach conflict, avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance conflict, dan multiple approach-avoidance conflict. Terdapat tiga jenis konflik yang ditemukan pada Febripertama yaitu avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance conflict, dan multiple approach-avoidance conflict. Berikut pembahasan mengenai hal tersebut.

1. Avoidance-avoidance Conflict

Avoidance-avoidance conflict merupakan tipe konflik yang kedua menurut kurt Lewin. Avoidance-avoidance conflictadalah konflik yang dialami seseorang ketika ia dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki konsekuensi yang negatif. Konflik ini terjadi pada Febri pertama.

Febri benar-benar menyadari bahwa orientasi seksual yang ia miliki saat ini (lesbian) merupakan sesuatu yang salah menurut ajaran Tuhan. Febri dengan penuh rasa bersalah mengatakan ingin mendapatkan ampunan dari Tuhan. Febri sedikit menundukkan kepala sambil perlahan memejamkan matanya ketika mengucapkan hal tersebut. Ia benar-benar memohon ampun karena di sisi lain meskipun menyadari hal tersebut Febri tidak bisa meninggalkan


(47)

dunia lesbian tersebut. Berikut pengakuan Febri mengenai hal tersebut:

“…Tapiii aku juga sadar, aku hidup di tengah-tengah orang yang taat beragama, dan Tuhan gak mengajarkan aku untuk jadi begini, ini gak benar kalo dilihat dari ajaran Tuhan. Tapi aku gak bisa ninggalkan ini, astaga, ampun Tuhan ampun…”

(R1. W1. 040416. B. B327-331. H14) Menyadari bahwa orientasi seksualnya merupakan hal yang salah membuat Febri sangat berhati-hati bila berkaitan dengan identitas seksualnya. Seraya menggeleng-gelengkan kepala Febri mengaku masih belum berani mengungkapkan bahwa ia lesbian, Menurut Febri orang lain tidak akan mengerti perasaannya dan dengan penuh keyakinan Febri mengatakan tidak mau bila disuruh untuk meninggalkan dunia lesbian ketika ketahuan. Berikut ungkapan Febri mengenai hal tersebut:

“…aku itu hati-hati betul, jangan sampe ada yang sadar kalo aku belok, bisa rusak semuanya. Orang gak bakal ngertikan sama aku terus aku juga berat kalolah misal disuruh gak jadi belok lagi”

(R1. W1. 040416. B. B313-316. H13) Merahasiakan orientasi seksualnya membuat Febriharus menjalin hubungan dengan sesama jenisnya secara diam-diam. Menurut Febri menjalin hubungan secara diam-diam bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Meskipun begitu Febri tidak bisa berbuat apa-apa, Febri menundukkan kepalanya sejenak sambil


(48)

bahwa ia menjalin hubungan dengan sesama jenis. Febri menuturkan bahwa orang yang berada di lingkungannya tidak akan menerima hal tersebut. Berikut pengakuan Febri mengenai hal tersebut:

“…Kadang kepikiran juga, cuma apalah yang bisa aku perbuat. Sabar-sabar ajalah. Kadang stres sendiri karna sembunyi kaya gini, mau bilang gabisa…”

(R1. W1. 040416. B. B400-402. H17) Penuturan Febri berkaitan dengan lingkungan yang tidak akan menerima orientasi seksualnya memiliki alasan. Pasalnya Febri mengaku orang-orang yang berada disekitarnya menganggap bahwa lesbian adalah hal yang negatif. Meskipun begitu Febrisambil tersenyum hambar mengatakan tidak dapat berbuat apa-apa ketika orang lain membicarakan hal yang negatif tentang LGBT, meskipun hatinya sakit mendengar hal tersebut. Febri mengatakan bahwa sebenarnya ingin menanggapi perkataan orang tersebut namun tentu saja hal tersebut tidak bisa ia lakukan. Berikut penuturan dari Febri berkaitan dengan hal tersebut:

“…kalo dipukul itu sakit yang dikita cuma berapa harilah kan paling. Nyakiti yang ngata-ngatain itu lo yang bikin gak tahan. Makin nyakitkan karna kita gak bisa yang tanggepin, gak bisa kita yang kaya ngasi tau kalo orang itu udah nyakitin perasaan kita…”

(R1. W2. 100416. B. B777-781. H32) Keadaan ini mendatangkan dilema tersendiri bagi Febri. Febri mengaku berpikir dua kali untuk mengungkapkan identitas


(49)

seksualnya. Menurut Febri mengungkapkan orientasi seksualnya bukan hal yang mudah sehingga sampai saat ini Febri belum mengungkapkan bahwa ia lesbian kepada temannya. Febri menggeleng-gelengkan kepala sambil membesarkan matanya dan berkata bahwa ia takut jika teman-temannya akan menjauh bila mengetahui bahwa ia seorang lesbian. Berikut hasil wawancara dengan Febri yang mengungkapkan hal tersebut:

“…gak segampang itu loh. Sejauh ini temanku pada masih keliatan kali nentangnya, kalo aku bilang mereka ntar malah mikir yang enggak-enggak, entahpun dibhayin aku…”

(R1. W2. 100416. B. B933-B936. H38) Febri mengatakan bahwa teman-temannya bukan hanya menentang melainkan menganggap bahwa lesbian adalah hal menjijikkan. Selain itu dengan senyum tipisnya yang hambar Febri mengatakan bahwa temannya menganggap bahwa orang-orang yang memiliki orientasi seksual lesbian seolah-olah tidak beragama. Dengan kondisi seperti ini Febri mengaku ingin menghentikan anggapan jijik teman-temannya dengan mengatakan bahwa ia lesbian namun Febri bingung harus menuruti keinginannya untuk mengungkapkan atau memendamnya saja. Apabila ia ungkapkan maka menurutnya teman-teman akan jijik melihat dan akhirnya menjauh. Namun Febri mengaku bertindak diam saja terhadap anggapan teman-temannya juga membuat ia


(50)

“…terus mereka yang kaya jijik gitukan, ya disitu aku baru ngerasa gak enak, ya tapi gimana, mau nyalahin mereka juga kan gak bisa ya, ya sama kaya aku yang milih pro sama LGBT, temanku itu juga ya bebas ya milih untuk gak pro, gak suka sama L. Tapi kadang responnya orang itu ya, kadang respon itu mereka kaya yang jijik gitu, sedih. Pengen rasanya ya kadang bilang ke temen-temen, “jangan gituu, aku, teman kalian bagian dari LGBT” haha ya tapi mana mungkin, yang ada mereka jijik ke aku, jauhi aku..”

(R1. W1. 040416. B. B279-288. H12) “…Waktu bahas itulah mereka keliatan kali gak

sukanya, ngatain kalo anak belok kaya gak punya agama, anak belok menggelikan…”

(R1. W2. 100416. C. B997-999. H41) Usia Febri sebentar lagi menginjak masa dewasa namun Ia berharap keluarganya tidak memaksanya menikah. Febri mengatakan bahwa ia akan menghindari permintaan menikah dari orang tuanya namun bila akhirnya dipaksa untuk menikah, sambil menaikkan volume suara Febri mengatakan akan pergi dari rumah mestipun tahu bahwa hal itu memalukan. Menurutnya jika tidak pergi dari rumah maka ia akan dinikahkan dengan orang yang tidak diinginkannya. Pernikahan semacam itu menurut Febri tidak baik dan akan terasa hambar. Berikut pernyataan Febri mengenai hal tersebut:

“…aku pun gak tau. Tapi kayanya aku bakal cari-cari alasanlah, supaya jangan dipaksa. Toh ngapain aku nikah kalo hatiku gak dipernikahan itunya. Buat sengsara itu. Malas pun …”


(51)

“…mungkin gak bisa ngelak lagi lah. Antara aku kabur, tapi kok memalukan gitu hahaha, paling tanya pacarlah kalo udah gitu. Tapi janganlah gitu, gak mau ah gak mau aku. Gak enak itu nanti, gak ikhlas gitu, hambar nanti…”

(R1.W3. 150416. B. B1820-1821. H71)

2. Approach-avoidance Conflict

Approach-avoidance conflict merupakan tipe konflik yang ketiga menurut kurt Lewin. Approach-avoidance conflict adalah konflik yang dialami oleh seseorang ketika disatu sisi ia memiliki tujuan yang positif namun di sisi lain tujuannya tersebut memiliki konsekuensi yang negatif. Berikut rangkaian approach-approach conflict yang dialami oleh Febri.

Febri menyatakan bahwa ia merasa bahagia menjadi lesbian, ia mengucapkan hal tersebut sambil berulang kali menganggukkan kepala dan membesarkan matanya. Namun matanya kemudian kembali mengecil dan ia mengatakan bahwa bahwa orang-orang yang berada disekitarnya menganggap bahwa hal ini salah sehingga ia takut bila orang lain mengetahui identitas seksualnya. Berikut penuturan Febri mengenai hal tersebut:

“…aku bahagia ya iya, tapi aku juga hidup di tengah-tengah orang yang orang itu menyalahkan perilaku yang begini, jadi akupun jadi takut orang-orang tau, jadi terakhir jadi kurang bahagianya…”


(52)

Perasaan senang menjadi lesbian tersebut Febri rasakan karena ia memiliki pacar, tentu saja pacarnya adalah seorang perempuan. Ungkapan senang dan nyaman berpacaran dengan sesama jenisnya Febri hanturkan dengan diiringi senyuman yang lebar. Di sisi lain Febri juga menyadari bahwa menjadi lesbian adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan. Meskipun begitu, Febri mengaku susah untuk menjadi straight atau heteroseksual. Menurut Febri tidak adil bila ia tidak diperbolehkan menyukai sesama jenis. Menurutnya ketika orang yang memiliki orientasi heterokseksual merasa bahagia dengan lawan jenisnya, ia sebagai homoseksual malah sebaliknya, ia bahagia bila dengan sesama jenisnya. Berikut ucapan Febri mengenai hal tersebut:

“…tau kok aku tau kalo misalnya belok itu gak boleh tapi aku mau aja jadi belok. Aku kaya nyari susah sendiri gitu. Tapi ya kaya mana, siapa suru cowok buat sakit hati kaya gitu, dan Tuhan malah buat aku sama cewekku ini, nyaman pula itu, aku senang pacaran sama pacarku ini, sama cewek. jadi stres, susah nyari jalan keluarnya, jalan keluarnya satu sih ya, jadi straight , tapi ya itu, akunya udah nyaman gini. Susah…”

(R1. W1. 040416. B. B404-412.H17)

“…Kalian bahagia pacaran sama yang lawan jenis gitu, lah kami gak bahagia. Apa iya kami harus pacaran sama yang lain jenis gitu juga? Gak adilkan”


(53)

Kebahagiaan yang dirasakan oleh Febri tidak lantas menandakan semua berjalan dengan baik. Febri mengatakan ingin menghilangkan beban di dalam hatinya dengan mengungkapkan bahwa ia memiliki pacar sesama jenis, namun jika ia melakukan hal tersebut maka terdapat kemungkinan ia akan dijauhi, ia tidak mau orang lain menjauhinya. Febri mengucapkan hal tersebut sambil mencoba tetap tersenyum. Bersamaan dengan senyum tersebut bibir atas Febri terdorong ke atas sehingga senyuman yang terpampang merupakan senyuman kepedihan. Berikut pernyataan Febri mengenai hal tersebut:

“…aku pengen kasi tau orang-orang gitu, bilang, pacar aku ini pacar aku cewek, tapi aku gak bisa, aku harus sembunyi- sembunyi, karena aku tau kalo misalnya, aku kasi tau ke orang-orang kalo misalnya pacarku ini cewek, ee pasti ee pasti gak sama lagilah kehidupan aku …”

(R1. W1. 040416. C. B377-382. H16) “…pengen bilang ke orang kalo aku belok tapi aku gak

mau dijauhi. Beratlah jadi kaya beban gitu, beban tapi bebannya gak bisa dibuang…”

(R1. W2. 100416. C. B887-889. H36) Ketika membahas topik LGBT dengan teman-temannya, Febri mengatakan bahwa ia sengaja menceritakan hal-hal yang baik karena merasa tidak enak hati mendengar ucapan mereka yang cenderung menyalahkan lesbian. Namun ternyata teman-temannya tetap menganggap bahwa LGBT merupakan sesuatu yang salah


(54)

kirinya ke arah dada Febri mengaku tersiksa karena anggapan teman-temannya tersebut. Berikut penuturan Febri mengenai hal tersebut:

“…Sama teman sih yang paling kerasa, jadi tersiksanya itu karna mereka bahas tentang LGBT misalnya kan, trus mereka ngomongnya yang menyalah-nyalahkan LGBTnya aja gitu, jadi itu kadang yang buat aku agak gak enak sama mereka. Kadang ni ya aku udah ngomong kan, bilang yang baik-baiklah gitu tentang ini LGBT, tapi tetep aja, mereka gak setuju, malah terakhir aku kadang yang dianuin sama mereka…”

(R1. W2. 100416. C. B645-652. H27)

Febri merasa senang menjadi lesbian dan ia selalu menganggukkan kepalanya dengan cepat ketika mengungkapkan hal tersebut. Di sisi lain ia merasa bersalah bila mengingat ibunya. Wajah Febri terlihat penuh harap dengan mata sedikit berkaca-kaca namun tetap mencoba untuk tersenyum ketika mengatakan bahwa ia ingin meminta maaf kepada ibu yang telah susah payah membesarkannya kerena telah menjadi lesbian. Namun ia tidak tau bagaimana cara mengatakan permohonan maaf atas perilakunya tersebut. Berikut penuturan Febri mengenai hal tersebut:

“…capek-capek dia besarin aku, supaya jadi anak baik tapi malah senang jadi belok hmm bukan berarti aku jahat karna cuma kan orang lain mana, mamaku pasti malu kalo orang tau aku belok kan, jadi yang kaya pengen minta ampun sama dia, pengen minta maaf, aku udah gini, tapi kaya mana bilangnya, aku gak jahat kok…”


(55)

3. Multiple approach-avoidance Conflict

Multiple Approach-avoidance conflict merupakan tipe konflik yang keempat menurut kurt Lewin. Multiple Approach-avoidance conflict adalah konflik yang dihadapi seseorang ketika ia dihadapkan pada dua keadaan yang mana keduanya memiliki konsekuensi yang positif dan negatif. Berikut ulasan mengenai Multiple Approach-avoidance conflict yang dialami oleh Febri.

Febri mengaku bahwa ia membutuhkan kasih sayang, kasih sayang sebagai seorang kekasih. Febri mengatakan ingin mendapatkan kasih sayang dari seseorang yang ia inginkan, tentu saja dalam hal ini ia menginginkan kasih sayang dari seorang perempuan. Bersamaan dengan hal tersebut Febri sambil tersenyum mengaku sadar bahwa menjalin hubungan sesama jenis merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima oleh orang lain sehingga pada akhirnya Febri memilih untuk melakukannya secara diam-diam. Dengan menjalin hubungan secara diam-diam maka ia tidak akan dijauhi dan tidak akan dianggap yang aneh-aneh. Berikut pernyataan Febri mengenai hal tersebut:

“…kaya dosa, jadi ya gitu, kita belok harus diam-diam, kalo enggak orang-orang bakal jauhi kita, kamu kira mudah itu, .ibaratnya itu aaa kaya yang, gini, kaya yang kamu pengen minum kan terus tapi minum dilarang, gak boleh jadi kalo mau minum harus diam-diam. Terus kalo ketahuan kamu disalah-salahkan, dihukum atau diapainlah, padahal itu minum loh,


(56)

kali orang gak minum. Ha yang kaya itulah kira-kira. Aku butuh kasih sayang, tapi kasih sayangnya itu aku pengen dari cewek terus cewek sama cewek jadi nya, dilarang itu. Diam-diamlah aku berhubungannya, pintar-pintar biar gak dijauhi, biar gak dicap yang aneh-aneh …”


(57)

Rekapitulasi Data Hasil Wawancara Subjek I

Tabel 3. Rekapitulasi Data Tipe Konfik Subjek

Tipe Konflik Gambaran

Avoidance-avoidance conflict

Sampai saat ini subjek menyembunyikan orientasi seksualnya, menurutnya orang lain tidak akan mengerti perasaannya jika mengetahui bahwa ia lesbian dan ia tidak ingin disuruh tidak menjadi lesbian lagi

Subjek menyadari bahwa lesbian salah dimata Tuhan namun ia tidak bisa meninggalkannya

Subjek merasa stres karena menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi namun ia tidak bisa mengungkapkan orientasi seksualnya

Subjek merasa sakit hati bila mendengar orang membicarakan hal yang negatif tentang lesbian, ia ingin menanggapi namun tidak bisa

Subjek menyembunyikan orientasi seksualnya, jika ia ungkapkan orang lain tidak akan mengerti dan akan menyuruhnya menjadi heteroseksual

Approach-avoidance conflict

Subjek merasa lesbian benar namun orang-orang sekitar tidak membenarkan sehingga ia merasa takut dan kurang bahagia

Subjek terkadang sadar bahwa lesbian itu tidak diperbolehkan namun ia merasa nyaman berpacaran dengan perempuan sehingga ia merasa susah untuk menjadi straight kembali

Subjek ingin memberitahu bahwa ia lesbian supaya tidak membebaninya namun tidak mau jadi dijauhi karena hal tersebut.

Subjek merasa senang menjadi lesbian namun ia merasa bersalah kepada ibu yang telah bersusah payah membesarkannya, subjek ingin meminta maaf maaf namun tidak mengerti bagaimana caranya

Multiple approach-avoidance conflict

Subjek membutuhkan kasih sayang sama seperti orang lain namun ia ingin kasih sayang dari perempuan dan tentu saja hal itu merupakan sesuatu yang salah sehingga supaya keinginannya terpenuhi ia harus menjalin hubungan secara diam-diam supaya is tidak dijauhi


(58)

Penyebab Bertentangan Dengan

Pohon Masalah Tipe Konflik Subjek I

Remaja

Identity Vs Role Confusion

Lesbian

1. Agama

2. UU/ Kebijakan pemerintah 3. Sosial Budaya

Konflik

Avoidance-avoidance conflict Multiple

Avoidance-avoidance conflict Pelecehan seksual

Approach-avoidance conflict  Subjek mengetahui bahwa menjadi lesbian salah dimata

Tuhan namun ia tidak dapat meninggalkan dunia lesbian  Subjek merasa sakit hati bila ada yang mengatakan hal

yang negatif tentang lesbian namun tetap saja ia tidak bisa menanggapi karena dapat menyebabkan ia ketahuan  Subjek menjalin hubungan dengan pacarnya secara

sembunyi-sembunyi, ia yakin orang lain tidak memahaminya dan ia tidak mau disuruh jadi straight bila ketahuan

 Mengungkapkan orientasi seksualnya merupakan sesuatu yang tidak mudah, subjek takut temannya menjauh bila mengetahui orientasi seksualnya

 Subjek menyembunyikan orientasi seksualnya, jika ia ungkapkan orang lain tidak akan mengerti dan akan menyuruhnya menjadi heteroseksual

 Subjek menganggap lesbi sesuatu yang benar namun ia takut karena orang lain menganggap hal tersebut salah

 Subjek bahagia menjadi lesbian namun orang lain tidak menerima  Subjek ingin menghilangkan beban

pikiran dengan mengatakan ia lesbian kepada temannya namun ia takut teman-temannya menjauh  Subjek merasa senang menjadi

lesbian namun ia merasa bersalah kepada ibunya dan tidak tau bagaimana cara meminta maaf kepada sang ibu

 Subjek membutuhkan kasih sayang (sebagai seorang kekasih) seperti orang lain namun ia menginginkan kasih sayang dari perempuan dan tentu saja hal tersebut salah sehingga supaya keinginannya terpenuhi ia harus menjalin hubungan secara diam-diam supaya ia tidak dijauhi.

Homoseksual


(59)

Gambaran Umum Subjek Penelitian Kedua

Tabel 1. Gambaran Umum Partisipan Kedua

Nama Samaran April

Usia 18 tahun

Jenis Kelamin Perempuan

Anak Ke 1

Jumlah Saudara Laki-laki - Jumlah Saudara Perempuan 2

Suku Bangsa Tionghoa

Status Mahasiswa

Tabel 2. Jadwal Wawancara Partisipan Kedua

Pertemuan Waktu

1 Sabtu, 19 Maret 2015 pukul 12.11-13.03 WIB 2 Sabtu, 23 April 2016 pukul 17.14- 18.23 WIB 3 Minggu, 8 Mei 2016 pukul 18.15-19.01 WIB

2. Subjek Kedua a. Hasil Observasi

1. Pertemuan Pertama

Sabtu, 19 Maret 2015 pukul 12.11-13.03 WIB

Wawancara pertama dilakukan di salah satu tempat makan yang berada di kota Medan. Tempat ini merupakan pilihan April karena tepat setelah pertemuan dengan peneliti April akan bertemu dengan temannya dan kebetulan pertemuan mereka berada di


(60)

karena menurutnya merupakan tempat yang nyaman untuk mengungkapkan apa yang ingin diungkap. Wawancara dilakukan pada hari Sabtu, 19 Maret 2016 tepatnya pada pukul 12.11- 13.03 WIB.

Lantai pertama tempat makan tersebut terlihat luas namun peneliti tidak dapat memperkirakan berapa ukuran tempat makan tersebut karena peneliti tidak dapat melihat lantai satu tersebut secara menyeluruh karena terhalangi oleh meja tempat pemesanan. Namun peneliti sempat melihat bahwa di sudut ruangan terdapat botol-botol berukuran sedang yang di dalamnya terdapat bumbu-bumbu. Selain itu dibagian tengah terdapat dua buah tiang yang terbuat dari semen yang kemudian diberi cat berwarna putih.

Pelayan yang berada dalam tempat makan tersebut berpakaian seragam berwarna hitam. Selama berada di sana peneliti melihat bahwa semua pegawai wanita menggunakan jilbab yang berwarna hitam dengan terdapat sebuah garis berwarna merah di bagian tengah jilbabnya. Masing-masing pelayan memakai tanda pengenal yang dikancingkan dibagain dada. pada dinding tempat makan tersebut juga terdapat lukisan-lukisan yang indah, seperti lukisan sungai. Selain lukisan terdapat juga beberapa foto makanan. Sepertinya itu adalah contoh-contoh makanan yang tersedia di tempat makan mereka.


(61)

Wawancara dilakukan dilantai dua tempat makan tersebut. Hal ini dipilih untuk menghindari keramaian. Lantai dua tersebut berukuran kecil, sangat kontras dengan ruangan yang berada di lantai dua. Peneliti memperkirakan ukurannya sekitar 9 X 4 meter. Sebelum naik ke lantai dua peneliti yang tiba terlebih dahulu memesan makanan. Tempat pemesanan tepat berada di bawa tangga. Ruangan tersebut memiliki pemandangan yang menyejukkan hati. Terdapat dedaunan palsu yang di gantung di bagian dindingnya. Selain itu di sudut ruangan terdapat lukis an air terjun yang kira-kira berukuran 100 X 60 cm. sementara itu tepat di depan tangga terdapat wastafel yang dilengkapi dengan sebuah keran, pencuci tangan dan pengering tangan.

Tempat duduknya terbuat dari besi yang tentunya hanya bisa didudukin oleh satu orang saja. Masing-masing meja dilengkapi dengan empat buah kursi. April datang tidak lama setelah peneliti memesan makanan. April terlihat sedikit lebih kecil dari peneliti. Pembawaannya terlihat tomboi, ia berjalan dengan langkah kaki yang terbuka.

Berat badannya sekitar 45 kg dengan tinggi badan 154. Hal ini peneliti pastikan sendiri dengan bertanya pada April pada saat sedang makan. April menjawabnya sambil tertawa. Ketika wawancara April mengenakan kemeja polos berlengan pendek


(62)

berwarna hitam. Selain itu April juga mengenakan celana selutut berwarna coklat. Sepatunya juga berwarna coklat polos.

April memiliki rambut yang lurus. Rambutnya tidak panjang namun juga tidak pendek. Kulitnya putih bersih. Wajahnya berbentuk bulat dengan daging di bagian pipi sedikit lebih banyak, orang sering menyebut pipi seperti itu dengan sebutan pipi chubby. Matanya kecil dan sipit dengan bulu mata pendek yang lurus ke depan. Alisnya tidak beraturan dan terbilang tidak lebat. Mulutnya kecil dan tipis yang mana bila ia tersenyum yang terlihat hanyalah bagian pinggir bibir. Hidungnya pendek dan kecil, meskipun tidak dapat dikatakan mancung namun tidak pesek. Suaranya terdengar berat dan tidak cempreng.

Ketika makan April terlihat gugup, ia hanya berbicara sekedarnya, hanya ketika peneliti menanyakan. Jawabannya juga terbilang singkat apalagi pada pertanyaan-pertanyaan yang tertutup. Ia menyatakan bahwa ia gugup sebenarnya tapi ia juga meyakinkan peneliti bahwa ia akan menjawab pertanyaan peneliti. Awalnya ia juga meminta maaf karena bebicara seadanya. Ia mengatakan bahwa ia bisanya memang seperti itu untuk pertemuan pertama, apalagi pertemuan pertama dengan kondisi akan diwawancarain tentang orientasi seksualnya. Jarak peneliti dengan April saat berbicara tidak berjauhan, hanya sekitar 60 cm. Peneliti dan April hanya dihalangi oleh sebuah meja.


(63)

Setelah makan peneliti tidak langsung memulai wawancara, melainkan mencairkan suasana dengan bercerita tentang pengalaman peneliti dengan para homoseksual dan saat itu April mulai terlihat santai, tangan yang sebelumnya ia sembunyikan di bawah meja mulai naik ke atas meja. Kursi yang sebelumnya berjarak dengan meja yang berarti membuat jarak antara dirinya dengan peneliti menjadi semakin jauh, namun setelah peneliti membahas tentang homoseksual April mulai memajukan kursinya menjadi rapat dengan meja yang menandakan bahwa April mulai tertarik dengan apa yang dibahas oleh peneliti. Ia juga sudah mulai tersenyum lebar memamerkan giginya yang pendek dan tersusun rapi. Setelah semua terlihat tidak kaku, peneliti kemudian memulai wawancara.

Pada awal wawancara April kembali meletakkan tangannya dibawah meja yang menandakan bahwa April belum terlalu rileks untuk bercerita. Namun wajahnya tidak tegang seperti ketika sedang makan. April menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti dengan sangat baik namun terdapat beberapa bagian yang awalnya ia terdiam baru kemudian menjawab dan April menjawabnya dengan baik, yaitu ketika dipertanyakan mengapa ia bisa sampai suka dengan perempuan dan menjadi lesbian.


(64)

Secara keseluruhan wawancara berjalan dengan baik dan lancar. Terkadang April juga menaikkan tangannya yang semula berada dibawah meja, ia meletakkannya di atas meja dengan keadaan jari kanan dimasukkan pada sela-sela yang berada di jari sebelah kiri yang menunjukkan April belum terlalu santai di dalam bercerita. Pandangan matanya juga tidak hanya fokus kepada peneliti. Aprilterkadang menatap bawah atau terkadang juga menatap ke arah peneliti namun tidak tepat ke mata peneliti.

Wawancara kemudian berakhir setelah sebelumnya April menerima telepon. Ia memang telah mengkonfirmasi sebelumnya bahwa waktunya tidak banyak namun hal tersebut bukan masalah menurutnya. Setelah menerima tepelon tersebut April tidak berlama-lama lagi. Ia langsung mohon diri kemudian pergi. Sebelum pergi ia juga mengatakan kalau masih ada pertanyaan ia bersedia menjawab dan meminta maaf karena ia terburu-buru. 2. Pertemuan kedua

Sabtu, 23 April 2016 pukul 17.14- 18.23 WIB

Pertemuan kedua untuk melakukan wawancara dilakukan pada hari Sabtu, 23 April 2016 pukul 17.14- 18.23 WIB. Wawancara yang kedua kalinya dilakukan di tempat makan yang sama dengan wawancara pertama. Sama seperti sebelumnya tempat wawancara dipilih sendiri oleh April, menurut April wawancara


(65)

yang dilakukan sebelumnya cukup nyaman sehingga ia memutuskan untuk bertemu di tempat makan tersebut lagi. Tempat duduk yang digunakan juga tetap sama dengan tempat duduk sebelumnya.

Tidak terdapat perubahan yang berarti pada tempat makan tersebut. Tempat pemesanan masih menghalangi pandangan mata. Kita tetap tidak dapat melihat keseluruhan ruangan pada lantai satu kecuali apabila kita makan di lantai satu. Hal ini dikarenakan tempat pemesanan tepat berada di depan pintu masuk. Hanya saja kali ini terdapat pelayan wanita yang tidak menggunakan jilbab. Pelayan tersebut tetap berpenampilan rapi dengan menggunakan baju yang sama dengan para pelayan wanita lainnya namun rambutnya digulung sampai ke bagian atas kepala.

April mengenakan pakaian yang lebih santai pada pertemuan kali ini. April mengenakan baju kaos berkerah berwarna warni, kerahnya berwarna merah, kemudian baju yang ia kenakan bermotif garis-garis berwarna merah, hitam, kuning. April menggunakan celana pendek yang tidak ketat selutut dan berwarna hitam. Rambutnya yang pendek lurus tetap tergerai, tidak diikat. Ia juga mengenakan jam hitam dan gelang yang berwarna warni di tangan kirinya. April datang dengan tidak membawa tas, ia hanya membawa telepon genggam. Kemudian setelah duduk ia


(66)

Pada pertemuan kedua ini April terlihat lebih akrab daripada pertemuan sebelumnya. Hal ini mungkin dikarenakan setelah pertemuan pertama April dan peneliti sering berhubungan via chat, dan pernah berhubungan via telepon juga. Percakapan di chat atau di telepon bukan percakapan berat, melainkan hanya percakapan berkaitan dengan kuliah ataupun tentang pacarnnya. Ia datang kemudian menyalami peneliti terlebih dahulu diiringin dengan senyuman dan mengucapkan kata “halo”. Setelah menyalami peneliti April kemudian duduk di sebelah kanan peneliti. Pada saat itu jarak antara peneliti kurang dari 60 cm. Meskipun April duduk di sebelah kanan peneliti, peneliti masih dapat melihat wajah April tanpa harus memalingkan wajah.

April juga tidak lagi menyembunyikan tangannya dibawah meja. Ia lebih sering menyatukan jari-jarinya di atas meja. Sesekali terlihat ia memeriksa gawai yang ia letakkan di atas meja. Namun hal tersebut ia lakukan sebelum memulai wawancara. Ketika wawancara dimulai ia sama sekali tidak melihat gawainya. wawancara kali ini berjalan lebih baik dari sebelumnya. April tetap menatap peneliti selama proses wawancara. Selain itu Apriljuga menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dengan tegas dan lancar. April juga tidak lagi menjawab dengan menyimpan tangan di bawah meja, tangan sudah mulai di atas dan


(1)

vii

vii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Permasalahan ... 15

C. Tujuan Penelitian... 15

D. Manfaat Penelitian... 15

E. Sistematika Penulisan ... 16

F. Paradigma Berpikir ... 18

BAB II LANDASAN TEORI ... 20

A. Konflik ... 20

1. Pengertian Konflik ... 20

2. Tipe Konflik ... 21

3. Jenis Konflik ... 23

4. Dampak Konflik ... 24

B. Remaja ... 24

1. Definisi Remaja ... 24

2. Tahapan Perkembangan Pada Masa Remaja ... 26

3. Karakteristik Pemikiran Remaja Menurut Elkind ... 26

4. Ciri-ciri Masa Remaja ... 28

5. Tugas Perkembangan Remaja ... 30

C. Lesbian ... 31

1. Sejarah Lesbian ... 31

2. Tahapan Pembentukan Identitas Homoseksual ... 32

3. Penyebab seseorang menjadi Lesbian ... 35

D. Konflik pada lesbian ... 36


(2)

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Metodologi Penelitian Kualitatif ... 40

B. Metode Pengumpulan Data ... 41

C. Lokasi Penelitian ... 42

D. Subjek Penelitian ... 43

E. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 44

F. Prosedur Penelitian ... 46

1. Tahap Persiapan ... 46

2. Tahap Pelaksanaan ... 47

3. Tahap Pencatatan ... 49

G. Kredibilitas penelitian ... 49

H. Metode Analisis Data ... 50

1. Organisasi Data ... 50

2. Koding ... 51

3. Analisa Tematik ... 52

4. Tahapan Interpretasi ... 53

5. Penulisan Laporan Penelitian ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Hasil ... 56

1. Subjek Pertama ... 56

a. Hasil Observasi ... 56

b. Rangkuman Hasil Wawancara ... 67

2. Subjek Kedua ... 84

a. Hasil Observasi ... 84

b. Rangkuman Hasil Wawancara ... 95

B. Pembahasan ... 111

1. Subjek 1 ... 113

2. Subjek 2 ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 128

A. Kesimpulan ... 128


(3)

ix

ix

DAFTAR PUSTAKA ... 133 LAMPIRAN ... 136


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Gambaran Umum Subjek 1 ... 55

Tabel 2. Jadwal Wawancara Subjek 1 ... 55

Tabel 3. Rekapitulasi Data Tipe Konflik Subjek 1 ... 81

Tabel 4. Gambaran Umum Subjek 2 ... 83

Tabel 5. Jadwal Wawancara Subjek 2 ... 83

Tabel 6. Rekapitulasi Data Tipe Konflik Subjek 2 ... 108


(5)

xi

xi

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1 Paradigma Berfikir ... 18

Bagan 2 Paradigma Teoritis ... 39

Bagan 3 Pohon Masalah Tipe Konflik Subjek 1 ... 82


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Pedoman Wawancara

Lampiran II Lembar Observasi