Korelasi Kadar Serum Estradiol Dengan Klasifikasi Risiko Osteoporosis Osta (Osteoporosis Self Assessment Tools For Asian) Pada Wanita Menopause

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause
Menopause menurut World Health Organization (WHO) tahun 2005
yaitu berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang
sebelumnya mengalami menstruasi setiap bulan, yang disebabkan oleh
jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, sampai tidak
tersedia lagi folikel, serta dalam 12 bulan terakhir mengalami amenorea,
dan bukan disebabkan oleh keadaan patologis. Diagnosis menopause
dibuat setelah terdapat amenorea sekurang-kurangnya 12 bulan terakhir,
kadar FSH > 40 mIU/ml dan kadar Estrogen < 30pg/ml. Berhentinya haid
dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang, dengan perdarahan
yang berkurang. Faktor fisik dan psikis mempengaruhi kapan terjadinya
menopause. Demikian juga dengan adanya penyakit tertentu, operasi
indung telur, stres, obat-obatan, dan gaya hidup merupakan contoh faktor
yang mempengaruhi cepat lambatnya terjadi menopause.16,17,18,19,20
Data Women’s Health Across The Nation menunjukkan rerata usia
wanita menopause 51,4 tahun. Rerata usia wanita menopause 45 tahun
disertai peningkatan hormon estradiol pada masa perimenopause yaitu
satu


tahun

sebelum

terjadinya

menopause.

Data

di

Netherland

menunjukkan rerata usia wanita menopause 50,2 tahun.20 Di negara
berkembang

rerata usia wanita menopause terjadi lebih dini daripada


Universitas Sumatera Utara

negara barat. Penelitian di Indonesia menunjukkan rerata usia wanita
menopause 48-49 tahun.21
Menopause merupakan suatu transisi dimana ditandai perubahan
siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang
cenderung ovulatoar menjadi siklus yang dimulai dengan menuanya
ovarium hingga sampai ke fase berhenti. Pada menopause, jumlah folikel
yang mengalami atresia semakin meningkat, sampai suatu ketika tidak
tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen yang berkurang dan
tidak terjadi lagi haid yang berakhir dengan terjadinya menopause. Hal ini
menyebabkan pada menopause, reproduksi seorang wanita berhenti dan
terjadilah sejumlah perubahan fisiologis. Dimana perubahan ini dapat
mengganggu kualitas hidup sehari – hari. Kekurangan hormon estrogen
akan dapat menyebabkan hilangnya massa tulang. Akibatnya dapat terjadi
osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang mudah patah. 17,22,23

2.2. ESTRADIOL
Estradiol (E2 atau 17β-estradiol) adalah hormon steroid yang
berasal dari kolesterol dengan target pada berbagai jaringan di organ

reproduksi wanita. Pada wanita, estradiol disintesis secara primer oleh
testosterone pada folikel ovarium sedangkan pada pria, estradiol
diproduksi oleh testis dan konversi androgen ekstraglandular.17
Hormon estrogen terdiri dari estron (E1), estradiol (E2) dan estriol
(E3). Estron (E1) adalah senyawa hormon estrogen dan gugus kimiawi

Universitas Sumatera Utara

C18H22O2 yang dijumpai pada tubuh sebagai metabolit estradiol, yang juga
disekresikan terutama pada ovarium. Estradiol (E2) adalah hormone
estrogen alamiah dengan gugus kimiawi phenolic alcohol C18H24O2 yang
secara umum disekresi oleh ovarium. Estriol (E3) adalah hormone
estrogen alami dengan struktur kimiawi glikol C18H24O3 dijumpai pada
tubuh sebagai metabolit estradiol, dan merupakan estrogen utama yang
disekresikan oleh plasenta selama kehamilan dan umumnya di jumpai
pada urin ibu hamil. Estradiol mempunyai potensi estrogenic yang paling
kuat dan merupakan bagian terbesar dari estrogen.17

Gambar 1. Struktur 17 β estradiol 24


Kadar estradiol pada wanita menopause lebih rendah dibandingkan
dengan wanita usai reproduksi pada setiap fase dari siklus haidnya. Pada
wanita menopause estradiol dan estron berasal dari konversi androgen
adrenal di hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal, dan jaringan adipose. Proses
aromatisasi yang terjadi di perifer berhubungan dengan berat badan
wanita. Wanita yang gemuk mempunyai kadar estrogen yang lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan wanita kurus karena meningkatnya aromatisasi
perifer. Kadar estradiol sirkulasi setelah menopause adalah sekitar 10-20
pg / mL, yang sebagian besar berasal dari konversi perifer dari estrone,
yang pada gilirannya terutama berasal dari konversi perifer dari
androstenedione. Kadar estrone sirkulasi pada wanita menopause lebih
tinggi dari estradiol, sekitar 30-70 pg / mL. Rata – rata tingkat produksi
estrogen pascamenopause adalah sekitar 45μg/24 jam.25

Tabel 2.1. Perubahan kadar hormone steroid di sirkulasi darah wanita
menopause 25


Keuntungan penting yang lain dari estrogen adalah merangsang
pertumbuhan tulang dan membantu mempertahankan kesehatan tulang,
juga melindungi jantung dan pembuluh darah dengan meningkatkan
kolesterol baik (HDL), serta menurunkan kolesterol jahat (LDL).8
Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostasis
tulang yang penting. Estrogen memiliki efek langsung dan tak langsung

Universitas Sumatera Utara

pada tulang. Efek tak langsung meliputi estrogen terhadap tulang
berhubungan dengan homeostasis kalsium yang meliputi regulasi
absorpsi kalsium di usus, modulasi 1,25(OH)2D, ekskresi kalsium di ginjal
dan sekresi PTH.8

2.2.1. Fungsi Estradiol.8,16
Fungsi

secara

umum


estradiol

(estrogen)

adalah

sebagai

perangsang sintesis DNA melalui RNA, pembentuk utusan RNA
(messenger RNA), sehingga terjadi peningkatan sintesis protein
Sedangkan fungsi khusus meliputi:
1. Endometrium
Estradiol

memicu

proliferasi

endometrium


dan

memperkuat

kontraksi otot uterus.
2. Serviks
Sawar

(barrier)

yang

terutama

menghalangi

masuknya

spermatozoa kedalam uterus adalah getah serviks yang kental. Produksi

estradiol yang kian meningkat pada fase folikuler akan meninggikan
sekresi getah serviks dan mengubah konsentrasi getah pada saat ovulasi
menjadi

encer

dan

bening,

sehingga

memudahkan

penyesuaian,

memperlancar perjalanan spermatozoa dan meninggikan kelangsungan
hidupnya. Dalam praktik klinis, hal ini dapat digunakan sebagai diagnostik
untuk membuktikan adanya estrogen.


Universitas Sumatera Utara

3. Vagina
Estradiol menyebabkan perubahan selaput vagina, meningkatkan
produksi getah dan meningkatkan kadar glikogen, sehingga terjadi
peningkatan produksi asam laktat oleh bakteri Doderlein. Nilai pH menjadi
rendah, dan memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi.
4. Ovarium
Estradiol memicu sintesis reseptor FSH di dalam sel-sel granula,
juga reseptor LH di sel-sel teka. Adanya khasiat estrogen pada sistim
reproduksi wanita dapat dengan mudah dilihat, tanpa memerlukan
pemeriksaan hormon serum atau urin.

Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi
ovarium yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan
progesteron juga menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus
remodelling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan
dimulai.8,26
Estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada osteoporosis
primer, baik pasca menopause maupun senilis. Estrogen tidak hanya

dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa dihasilkan oleh kelenar adrenal
dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat mengubah
hormon androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang
dimiliki oleh wanita, semakin banyak hormon estrogen yang dapat
diproduksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang kelebihan berat

Universitas Sumatera Utara

badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi, pada umumnya akan lebih
kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka tubuh
dari trauma dan patah tulang.8,26
Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat
remodelling tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi
lebih tinggi daripada formasi tulang, yang mengakibatkan berkurangnya
massa tulang. Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang
trabekular karena tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan
terhadap defisiensi estrogen. Tulang trabekular akan menjadi tipis dan
akhirnya berlubang atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup
banyak tulang yang terlepas, tulang trabekular akan melemah.26
Reseptor estrogen ditemukan baik pada osteoblas normal maupun

pada populasi osteoblast-like osteosarcoma cell. Reseptor pada sel-sel
tersebut relatif dalam konsentrasi yang rendah bila dibandingkan dengan
reseptor pada sel target estrogen yang lain. Pada penelitian in vitro,
ternyata 17β-estradiol akan meningkatkan mRNA pada sel osteoblas yang
bertanggung jawab pada sintesis rantai a1 prokolagen tipe I. Selain itu
17β-estradiol juga akan meningkatkan mRNA insulin-like growth factor-1
(IGF-1) dan PTH yang dirangsang oleh aktifitas adenilat siklase.8
Inter Leukin-1(IL-1) dan Tumor Necrosis Factor(TNF) merupakan
sitokin yang akan meningkatkan stimulasi osteoblas untuk pertumbuhan
dan pematangan osteoklas dari prekursornya di sumsum tulang. Selain
itu, kedua sitokin tersebut juga akan meningkatkan pelepasan mediator-

Universitas Sumatera Utara

mediator lain yang juga berperan untuk pematangan osteoklas, seperti (IL6), Macrophage-Colony Stimulating Factor (M-CSF) dan Granulocyte
Macrophage-Colony Stimulating Factor (GM-CSF). Pada penelitian, dapat
dibuktikan bahwa estradiol dapat menghambat pelepasan TNF oleh
monosit dan wanita yang telah mengalami ooforektomi menunjukkan
peningkatan konsentrasi IL-1 sampai IL-6. Selain itu estrogen juga akan
menghambat produksi IL-6 baik oleh osteoklas maupun sumsum tulang.
Pada penelitian biopsi tulang, didapatkan bahwa kadar mRNA yang
mengkoding IL-1α, IL-1β, TNF-α dan IL-6 pada wanita yang menggunakan
terapi sulih hormon ternyata lebih rendah dibandingkan pada spesimen
tanpa terapi sulih hormon. Penelitian lain menunjukkan bahwa konsentrasi
estrogen yang normal akan menekan pelepasan IL-1 oleh monosit darah
perifer.27
2.3. Komposisi Tulang 12,28,29,30,31,32
Unsur-unsur yang membentuk tulang adalah :
a. Sel-sel tulang : osteoblas, asteoklas, osteosit
b. Mineral (±65%)
c. Matriks (±35%)
d. Air
Dilihat dari beratnya diperkirakan jaringan tulang terdiri dari 65% mineral
bahan anorganis 5-8% air dan sisanya terdiri dari bahan organis atau
matriks ekstraselular, 95% mineral merupakan kristal hidroksiapatit, dan
sisanya 5% terdiri dari bahan anorganis, 98% dari bahan organis

Universitas Sumatera Utara

mengandung jaringan kolagen tipe I dan sisanya 2% terdiri dari beberapa
protein non kolagen. Pada osteoporosis, rasio antara zat organis dan
anorganis adalah seimbang.

2.3.a. Sel-sel tulang
Metabolisme tulang diatur oleh sel tulang (Osteoblas, Osteoklas,
Osteokosit) yang dapat memberikan reaksi terhadap rangsangan.
Rangsangan spesifik diatur oleh reseptor sel yang terdapat pada
membran sel atau di dalam sel. Reseptor yang berada di membran sel
mengikat rangsangan dari luar dan kemudian mengirimkan informasi
tersebut ke inti sel melalui mekanisme transduksi.
Sementara itu reseptor di dalam sel (sitoplasma atau intisel) dapat
mengikat rangsangan (biasanya hormon steroid) yang melewati membran
sel dan masuk kedalam sel untuk memindahkan efektor ke inti yang
didalamnya terdapat kompleks reseptor steroid yang terikat pada asam
deoksiribonukleat (DNA) spesifik dari rangkaian gen.

2.3.b. Mineral
Susunan utama dari mineral adalah kalsium yang analog dengan
kristal kalsium Phospat dengan rumus kimia 3 Ca3 (PO)2 Ca (OH)2 yang
dikenal sebagai kristal kalsium hidroksiapatit. Kalsium hidroksiapatit
berbentuk piringan kristal tajam seperti jarum, berbeda di dalam dan
diantara serat kolagen dengan panjang 20-80 nm dan tebal 2-5 nm. Kristal

Universitas Sumatera Utara

ini tidak murni tapi mengandung unsur lain yaitu senyawa karbonat,
senyawa sitrat, dengan unsur magnesium, natrium, dan fluorida yang
dapat dijumpai pada sisi dari kristal atau terserap ke dalam sampai
kepermukaan kristal.

2.3.c. Matriks tulang
Matriks tulang adalah bentuk organis tulang. Sekitar 35% dari berat
tulang kering mengandung 98% kolagen dan sisanya 2% terdiri dari
beberapa macam protein non kolagen. Kolagen adalah protein dengan
daya larut yang sangat rendah, berbentuk tripel helik, terdiri dari 2 rantai
a1(I) dan a2(II) berbentuk silang ( cross linked ) dengan ikatan hidrogen
antara hidroksi protein dan residu lainnya. Setiap molekul berada dalam
satu garis bersama dengan lainnya dan membentuk serat kolagen.
Golongan protein non kolagen yang jumlahnya banyak adalah osteonektin
dan osteokalsin ( bone-Glaprotein).
Osteokalsin adalah protein kecil yang jumlahnya 10-12% dari
protein non kolagen dan erat hubungannya dengan fase mineralisasi
tulang. Osteonektin adalah protein besar yang disekresi oleh osteoblas
(OBL) yang berfungsi mengikat kolagen dan hidroksiapatit.

2.3.1. Fisiologi Pembentukan Tulang
Massa tulang terbentuk dari masa bayi sampai mencapai
puncaknya sewaktu usia dewasa, nilai ini ditentukan oleh faktor genetik

Universitas Sumatera Utara

nutrisi, kegiatan fisik dan penyakit. Makin tinggi nilai masa tulang ini
dicapai akan semakin baik, setelah puncak dicapai pada umur 30 tahun,
maka kurva akan mendatar (plateau) dan kemudian sekitar umur 40 tahun
kurva mulai menurun. Kecepatan laju penurunan sekitar ±1 % per
tahun.28,33,34
Selama perkembangannya tulang terus membutuhkan kalsium
yang sangat tinggi sampai masa pubertas dimana proses kematangan
hormon reproduksi, estrogen pada wanita dan testosteron pada laki-laki.
Karena pengaruh anabolik dan prekursor estrogen terjadilah proses bone
remodelling atau pergantian masa tulang.28
Proses remodelling ini melalui 2 tahap yaitu oleh tahap bone
formation atau pembentukan tulang oleh osteoblas dan tahap bone
resorption atau penyerapan tulang oleh osteoklas. Sebagai puncak
pembentukan terjadi pada wanita usia 30 tahun dan akan mengalami
penurunan pada masa menopause sampai usia lanjut.28

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2 Tahap Proses Remodelling Tulang 32

Tulang merupakan jaringan yang hidup secara terus menerus
mengalami pembentukan dan perombakan (resorpsi). Tulang mempunyai
kemampuan untuk membentuk dirinya sendiri secara terus menerus
melakukan suatu cara yang teratur. Pada usia muda menjelang 20 tahun
proses pembentukan tulang sangat aktif, jauh melampaui proses
penyerapan tulang. Pada usia 20 - 40 tahun kedua proses hampir sama
aktif, sedangkan di atas 40 tahun proses resorpsi lebih aktif dibandingkan
proses pembentukan tulang. Akibatnya massa tulang jadi lebih kecil.10

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Osteoporosis

2.4.1. Definisi
Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang
ditandai oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya
matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari
jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga
terjadi kecenderungan tulang mudah patah.11
Berdasarkan konsensus National Institute of Health (NIH) tahun
2000, osteoporosis didefinisikan sebagai gangguan pada tulang yang
ditandai dengan berkurangnya kekuatan tulang sebagai faktor predisposisi
peningkatan resiko fraktur tulang.35
Definisi Osteoporosis menurut WHO yaitu suatu penyakit yang
disifati oleh berkurangnya massa tulang dan kelainan mikroarsitektur
jaringan tulang, dengan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dan resiko
terjadinya fraktur tulang. Atas dasar definisi dari WHO ini maka
osteoporosis diukur densitas massa tulang dengan ditemukan nilai t-score
< – 2,5. Sedangkan dikatakan normal nilai t-score >-1 dan Osteopenia
apabila t-score antara -1 to - 2,5.36

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3 Gambaran tulang pada orang normal dan osteoporosis 37

2.4.2. Patogenesis Osteoporosis 11,29
Patogenesis osteoporosis bersifat kompleks meliputi peranan selsel tulang, hormon, sitokin, faktor mineral dan biomekanik tulang.
Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh jumlah dan
aktivitas sel osteoklas lebih banyak daripada jumlah dan aktivitas sel
osteoblas sehingga mengakibatkan penurunan massa tulang.
Beberapa teori yang menyebabkan peningkatan diferensiasi dan
aktivitas sel osteoklas yaitu :
1. Defisiensi estrogen
2. Faktor sitokin
3. Pembebanan

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.a Defisiensi Estrogen
Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel
osteoblas

dan

beraktivitas

melalui

reseptor

di

sitosol

sel

yang

mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti Interleukin I (IL-1),
Interleukin 6 (IL-6) dan Tumor Necroting Factor Alpha (TNF-α) dimana
sitokin ini berfungsi untuk penyerapan tulang. Estrogen juga meningkatkan
sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b) yang merupakan satusatunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator
untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diresorpsi
oleh osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen
untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin. Efek
estrogen pada osteoklas memberikan pengaruh secara langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh estrogen secara langsung adalah mencegah
terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel
osteoklas dewasa. Sedangkan pengaruh estrogen secara tidak langsung
akan mempengaruhi proses diferensiasi, aktivasi maupun apoptosis dari
osteoklas. Dalam diferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi
Receptor Activator of nuclear factor kappa-B Ligand (RANK-L), M-CSF
dari sel stroma osteoblas dan mencegah terjadinya ikatan kompleks
antara RANK-L dan Receptor Activator of nuclear factor kappa-B (RANK)
dengan meproduksi reseptor Osteoprotegin (OPG) yang berkompetisi
dengan RANK.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.b Faktor Sitokin
Stadium awal proses osteoklasogenesis akan melalui suatu jalur
yang memerlukan suatu mediator yaitu sitokin dan faktor koloni stimulator.
Mediator sitokin yang menstimulasi osteoklasogenesis adalah IL-1, IL-3,
IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM), Ciliary
Neurottropic factor (CNTF), Tumor Necroting Factor (TNF), Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan Macrophage
Colony Stimulating Factor (M-CSF) sedangkan mediator sitokin yang
menghambat osteoklasogenesis adalah IL-4, IL-10, IL-18 dan interferon
G. Interleukin 6 merupakan salah satu sitokin mempunyai peranan penting
dimana adanya peningkatan IL-6 terbukti memegang peranan akan
terjadinya beberapa penyakit yang berpengaruh pada remodelling tulang
dan penyerapan tulang yang berlebihan baik lokal maupun sistemik.

2.4.2.c Pembebanan
Tulang

merupakan

jaringan

dinamik

yang

secara

konstan

melakukan remodelling akibat respon mekanik dan perubahan hormonal.
Remodelling tulang terjadi dalam suatu unit yang dikenal dengan bone
remodelling

unit

yang

merupakan

keseimbangan

dinamik

antara

penyerapan tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh
osteoblas. Remodelling ini dimulai dari perubahan permukaan tulang yang
pasif (quiescent) menjadi perubahan permukaan tulang yang mengalami
resorpsi. Sel osteosit memegang peranan penting dalam menginisiasi

Universitas Sumatera Utara

remodelling tulang dengan mengirimkan sinyal lokal kepada sel osteoblas
maupun sel osteoklas di permukaan tulang melalui sistem kanalikuler.
Pembebanan

mekanik

pada

tulang

(skletal

load)

akan

menimbulkan stres mekanik dan strain atau resultant tissue deformation
yang menimbulkan efek pada jaringan tulang yaitu pembentukan tulang
pada

permukaan

periosteal

sehingga

memperkuat

tulang

dan

menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan tulang. Dengan
demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran, bentuk dan
kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas dan arsitektur
tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses seluler yang
memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan
mekanik. Informasi pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor
yang akan membuat tulang baru dan merusak tulang yang tua.

2.4.3. Faktor-Faktor Resiko Osteoporosis38,39,40
Berdasarkan The North American Menopause Society tahun 2010,
faktor resiko utama osteoporosis pada wanita paska menopause adalah
usia, genetik, faktor gaya hidup (seperti asupan rendah kalsium, vitamin
D, merokok), indeks massa tubuh dan status menopause.

2.4.3.1. Usia 38,39,40
Usia merupakan faktor yang sangat kuat terhadap resiko
osteoporosis, hal ini disebabkan setelah usia 30 tahun proses formasi dan

Universitas Sumatera Utara

resorbsi tulang mulai berjalan tidak seimbang dimana proses resorbsi
melebihi proses formasi. Penelitian Buttros A et al. (2011) menunjukkan
bahwa usia saat menopause merupakan faktor resiko osteoporosis.
Insiden osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia 55
sampai 65 tahun) daripada lanjut usia (65 sampai 85 tahun). Jadi terdapat
korelasi antara osteoporosis dengan peningkatan usia.
Untuk resiko fraktur akibat osteoporosis berdasarkan nilai densitas tulang,
resiko fraktur 4 kali lebih besar pada usia 55 – 85 tahun. Namun usia
meningkatkan resiko fraktur tulang panggul sebesar 40 kali dengan usia
lebih tua 30 tahun

2.4.3.2. Genetik38,39,40
Pengaruh terbesar

puncak massa tulang (maksimal densitas

tulang yang diperoleh selama perkembangan tulang) adalah bersifat
herediter. Penelitian menunjukkan bahwa hingga 80% dari variabilitas
puncak densitas tulang adalah faktor genetik. Anak dari wanita yang
mengalami fraktur osteoporotic memiliki nilai densitas tulang yang lebih
rendah dari rata – rata densitas tulang anak seusianya.

2.4.3.3. Faktor Gaya Hidup38,39,40
2.4.3.3.a. Asupan Vitamin D dan Kalsium
Vitamin D yang disintesis dalam kulit atau diabsorpsi melalui usus
dihidroksilasi di dalam hati oleh enzim 25-hidroksilase. Metabolisme lebih

Universitas Sumatera Utara

lanjut pada ginjal menyebabkan pembentukan metabolit aktif 1,25 (OH)2
vitamin D3 (kalsitriol). Molekul ini penting bagi kesehatan tulang dan
mempengaruhi mineralisasi tulang serta absorpsi kalium di usus.
Penurunan aktivitas 25 hidroksilase bertanggung jawab pada penurunan
massa tulang.

2.4.3.3.b. Merokok
Tembakau

dapat

menganggu

proses

formasi

tulang

dan

menurunkan kadar estrogen sehingga kadar estrogen pada kelompok
merokok akan lebih rendah daripada yang tidak merokok. Pada wanita
menopause yang merokok didapatkan indeks massa tubuh yang lebih
rendah dan menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal) daripada
kelompok yang tidak merokok. Resiko osteoporosis pada wanita perokok
lebih tinggi daripada kelompok yang tidak merokok.

2.4.3.3.c. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka waktu lama akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Konsumsi alkohol lebih dari
750 ml setiap minggu dapat menurunkan massa tulang. Adanya defisiensi
nutrisi dan defisiensi vitamin D juga merupakan akibat dari gangguan
metabolisme di hati akibat konsumsi alkohol berlebihan.

Universitas Sumatera Utara

2.4.3.3.d. Aktivitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada tulang dan
menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan
tulang. Menurunnya aktivitas fisik yang berkepanjangan dapat mengurangi
massa tulang. Aktivitas fisik yang berkecukupan akan menghasilkan
massa tulang yang lebih besar. Kejadian osteoporosis pada seseorang
dengan aktivitas fisik cukup saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung
lebih sedikit daripada aktivitas fisik minimal.

2.4.3.4. Penurunan Massa Otot dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 38,39,40
Penurunan massa otot dan IMT yang rendah sering ditemukan
pada menopause. IMT yang rendah berhubungan dengan Bone Mass
Density (BMD) yang rendah pada populasi umum termasuk pada
menopause. Penelitian menunjukkan bahwa efek berat badan terhadap
massa tulang lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan
misalnya pada tulang femur atau tibia.
Penelitian dalam sepuluh tahun terakhir telah menunjukkan
peranan adipokin leptin dalam kontrol massa tulang. Leptin dihasilkan oleh
adiposit dan berperan untuk regulasi homeostasis energi melalui supresi
nafsu makan dan dengan meningkatkan penggunaan energi. Leptin
perifer bekerja di tulang untuk meningkatkan proliferasi osteoblas dan
sintesis matriks tulang yang menghasilkan peningkatan masssa tulang.
Leptin juga menekan produksi RANKL yang menyebabkan penurunan

Universitas Sumatera Utara

resorpsi tulang. Efek kedua aktivitas ini menghasilkan peningkatan massa
tulang. Leptin juga memiliki efek imunomodulasi kompleks dan dapat
bekerja sebagai sitokin proinflamasi yang mengaktivasi sel inflamasi dan
mempromosikan sekresi sitokin proinflamasi seperti IL-1, TNF dan
Interferon Gamma (IFNγ). Karena kadar leptin sangat berhubungan
dengan IMT, dimana kadar leptin yang rendah mencerminkan penurunan
status nutrisi.
Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium tetapi juga di kelenjar
adrenal dan jaringan lemak. Jaringan lemak dapat mengubah hormon
androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki
oleh wanita maka semakin banyak hormon estrogen yang diproduksi.
Penurunan massa tulang pada wanita dengan berat badan berlebih
disertai kadar lemak tinggi akan lebih jarang.

2.4.3.5. Status Menopause38,39,40
Hormon seks penting untuk mempertahankan massa tulang. Fungsi
gonad akan terpengaruh pada menopause dan gambaran klinis
hipogonadisme sering tampak jelas pada menopause. Salah satu fungsi
estrogen adalah untuk mempertahankan remodelling tulang yang normal.
Wanita yang mengalami menopause akan terjadi penurunan fungsi
estrogen sehingga produksi estrogen dan progesteron juga menurun.
Adanya penurunan estrogen yang bersikulasi akan mempengaruhi siklus
bone remodelling sehingga terjadi penurunan massa dan densitas tulang

Universitas Sumatera Utara

pada wanita. Tingkat resorpsi tulang akan lebih tinggi daripada formasi
tulang sehingga tulang trabekular menjadi tipis dan rentan patah tulang.

2.4.4. Proses Remodelling Tulang pada Wanita Menopause
Wanita menopause akan mengalami peningkatan hormon FSH
sebesar 10 sampai 20 kali lipat dan hormon LH sebesar 3 kali lipat karena
perubahan sel stroma ovarium menjadi jaringan mesenkim sehingga
menurunkan kemampuan ovarium untuk menghasilkan hormon steroid.
Pada

masa

menopause

ovarium

akan

mensekresikan

hormon

androstenedion dan testosteron sehingga terjadi peningkatan kadar
hormon ini. Produksi hormon androstenedion pada masa menopause
sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal ginjal dan sebagian kecil
oleh ovarium.41,42
Pada fase menopause awal hormon testosteron dihasilkan oleh
perubahan hormon androstenedion di perifer dan pada fase menopause
lanjut dihasilkan oleh

kelenjar suprarenal. Perubahan androstenedion

menjadi estrogen dipengaruhi oleh peningkatan berat badan yang
mempengaruhi proses aromatisasi androgen. Saat aktivitas produksi
hormon steroid dari ovarium berhenti maka terjadi peningkatan FSH dan
LH sehingga aktivitas steroidogenesis di ovarium berhenti. Pada wanita
terjadi penurunan massa tulang pada tahun pertama paska menopause
sekitar 2% per tahun.41,43,44
Setelah mencapai puncak massa tulang (peak bone mass) pada
usia antara 25 sampai 35 tahun, lambat laun tulang akan mengalami

Universitas Sumatera Utara

penyusutan 0,3 – 0,5 % per tahun. Pada wanita yang memang memiliki
massa tulang yang rendah dibandingkan laki – laki, penyusutan massa
tulang terjadi lebih awal. Patah tulang meningkat pada wanita usia > 45
tahun, sedangkan pada laki – laki patah tulang baru meningkat pada usia
> 75 tahun. Penyusutan massa tulang akibat kekurangan estrogen terlihat
pertama kali pada spongiosa sedangkan pada tulang trabekula belum
terlihat penyusutan.17
Penyusutan massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara resorpsi tulang dan formasi tulang. Osteoklas menyebabkan
penghancuran tulang sedangkan osteoblas membangun tulang. Pada
osteoporosis

terjadi aktivitas berlebihan

oleh osteoklas. Estrogen

menghambat aktivitas osteoklas dan dengan sendirinya menghambat
resorbsi tulang dan secara bersamaan estrogen mengaktifkan osteoblas,
sehingga laju penggantian tulang menjadi normal. Estrogen bekerja baik
secara langsung melalui reseptor yang berada ditulang maupun secara
tidak langsung dengan bantuan sitokin dan faktor pertumbuhan. Estrogen
memicu pengeluaran kalsitonin dan membantu kerja paratiroid hormon
terhadap tulang. Estrogen meningkatkan aktifitas 1 alfa-hidoksilase di
ginjal, yang mengubah vitamin D yang tidak aktif menjadi vitamin D3
bentuk aktif, sehingga resorbsi kalsium melalui usus meningkat.17
Pada wanita menopause akan terjadi peningkatan jumlah sel
osteoklas yang sama dengan peningkatan jumlah sel osteoblas yang

Universitas Sumatera Utara

berperan dalam proses pembentukan tulang bersamaan dengan proses
resorpsi sehingga terjadi penurunan densitas mineral tulang.17

Calcitonin ↓

Respon paratiroid ↑
Respon kalsium tulang ↑

Defisiensi

Reseptor vitamin D

estrogen

pada osteoblas ↓

Vitamin D ↓
Absorpsi kalsium ↓

Abnormalitas modulasi
sitokin
Aktivitas osteoklas ↑

OSTEOPOROSIS

Gambar 4 Patofisiologi Osteoporosis21

2.5. OSTA (Osteoporosis Self Assessment Tools for Asian)
Masalah biaya dan keterbatasan penggunaan pengukuran BMD)
dalam menentukan resiko osteoporosis pada beberapa komunitas,
menjadikan dibuatnya suatu instrument untuk mempermudah dalam
menentukan resiko osteoporosis. The Osteoporosis Self-Assessment Tool
for Asians (OSTA) Score dikembangkan oleh WHO sebagai instrument
untuk mengidentifikasi wanita pasca menopause yang memiliki resiko
osteoporosis. OSTA Dikembangkan pertama kali oleh 11 negara yaitu
China, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Filipina, Thailand, Malaysia,

Universitas Sumatera Utara

Singapura, Belgia, Jepang, dan Amerika Serikat. Penelitian ini dilakukan
dibawah pengawasan WHO. Dimana WHO ingin memperkenalkan suatu
skrining untuk mendiagnosis resiko osteoporosis di Asia.

Penelitian

didesain dengan menggunakan sampel pasien wanita Asia pasca
menopause. Oleh sebab itu sampel diambil dari 8 negara Asia: Singapore,
Hong Kong, Taiwan, China, Thailand, Malaysia, Filipina, and Korea.
Sekitar 860 wanita pasca menopause di ikut sertakan dalam penelitian ini
(100 wanita tiap Negara, dimana 150 dari Korea). Penelitian mengikut
sertakan 21 klinik partisipan dan kebanyakan sampel menunjukan sampel
yang

berasal

dari

etnis

China

(59%).

Instrumen

osteoporosis

menggunakan berbagai variable yang dihubungkan dengan BMD.
Variabel itu diantaranya: terapi estrogen, pengobatan tiroid, suplemen
kalsium, Riwayat fraktur saat usia lebih dari 45 tahun, Riwayat fraktur
tulang belakang, Riwayat fraktur dalam keluarga, Etnis China, Filipina,
Korea, Aktivitas fisik, paparan sinar matahari, usia, dan berat badan.
Variabel ini kemudian disederhanakan menjadi 2 variabel yang hanya
meliputi usia dan berat badan. Variabel yang disederhanakan itu ternyata
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tidak terlalu berbeda. Model
dengan 11 variabel memiliki sensitivitas 95% dan spesifisitas 47%.
Sedangkan model dengan 2 variabel memiliki sensitivitas 91% dan
spesifisitas 45% dalam menentukan resiko osteoporosis.45,46,47,48
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Singapura pada wanita
pasca menopause tahun 2001, penelitian OSTA memiliki sensitivitas 94%

Universitas Sumatera Utara

dan spesifisitas 64% dalam menentukan resiko osteoporosis. Penelitian
yang dilakukan di Korea tahun 2001 pada wanita pasca menopause,
penelitian OSTA memiliki sensitivitas 87% dan spesifisitas 67% dan
validasi penelitian OSTA di China tahun 2001 memiliki sensitivitas 92%
dan spesifisitas 54%. Penelitian di Hirosima-Jepang tahun 2001 pada
wanita pasca menopause, penelitian OSTA memiliki sensitivitas 98% dan
spesifisitas 29% dalam menentukan resiko osteoporosis.45-48
Penggunaan skor OSTA cukup mudah dan ekonomis dalam
menentukan resiko osteoporosis pada populasi umum dibandingkan
pemeriksaan

menggunakan

alat

DXA.45-49 Aplikasi

OSTA

dalam

menentukan resiko osteoporosis dapat dilakukan melalui 2 instrumen.
Instrumen pertama yaitu melalui aplikasi table grafik OSTA dan instrumen
kedua melalui aplikasi rumus OSTA. Instrumen table grafik

OSTA

merupakan suatu table yang terdiri dari 72 kolom. Kolom itu terdiri dari 8
kolom horizontal yang menggambarkan berat badan dengan satuan
kilogram dan kolom baris vertical yang menggambarkan usia dinyatakan
dalam satuan tahun. OSTA terdiri dari 2 komponen variabel yaitu berat
badan dan usia. Variabel umur dengan rentang usia 40 - 99 tahun.
Variabel berat badan dengan rentang berat 40 - 94 kg. Penggunaan
instrument ini sangat sederhana yaitu dengan membandingkan berat
badan sampel (kolom horizontal X) dengan usia sampel (baris kolom
vertical Y). Hasilnya berupa perpotongan kolom kordinat antara kolom X-Y

Universitas Sumatera Utara

dan dilakukan interprestasi dengan dimasukannya dalam kategori resiko
rendah, sedang atau tinggi.49,50,51
Berdasarkan tabel OSTA, Kategori resiko tinggi osteoporosis
meliputi usia 65-99 tahun dengan berat badan 40-44 kg, usia 70-99 tahun
dengan berat badan 45-49 kg, usia 75-99 tahun dengan berat badan 5054 kg, usia 80-99 tahun dengan berat badan 55-59 kg, usia 85-99 tahun
dengan berat badan 60-64 kg, usia 90-99 tahun dengan berat badan 6569 kg, dan usia 95-99 tahun dengan berat badan 70-74 kg. Kategori resiko
sedang osteoporosis meliputi usia 45-64 tahun dengan berat badan 40-44
kg, usia 50-69 tahun dengan berat badan 45-49 kg, usia 55-74 tahun
dengan berat badan 50-54 kg, usia 60-79 tahun dengan berat badan 5559 kg, usia 65-84 tahun dengan berat badan 60-64 kg, usia 70-89 tahun
dengan berat badan 65-69 kg, usia 75-94 tahun dengan berat badan 7074 kg, usia 80-99 tahun dengan berat badan 75-79 kg, usia 85-99 tahun
dengan berat badan 80-84 kg, usia 90-99 tahun dengan berat badan 8589 kg, dan usia 95-99 tahun dengan berat badan 90-94 kg. Kategori resiko
rendah osteoporosis meliputi usia 40-44 tahun dengan berat badan 40-44
kg, usia 40-49 tahun dengan berat badan 45-49 kg, usia 40-54 tahun
dengan berat badan 50-54 kg, usia 40-59 tahun dengan berat badan 5559 kg, usia 40-64 tahun dengan berat badan 60-64 kg, usia 40-69 dengan
berat badan 65-69 kg, usia 40-74 tahun dengan berat badan 70-74 kg,
usia 40-79 tahun dengan berat badan 75-79 kg, usia 40-84 tahun dengan

Universitas Sumatera Utara

berat badan 80-84 kg, usia 40-89 tahun dengan berat badan 85-89 kg,
dan usia 40-94 tahun dengan berat badan 90-94 kg.49,50,51,52

Gambar 5 Tabel OSTA52

Selain melalui gambaran tabel OSTA, kategori resiko osteoporosis
OSTA dapat dikelompokan kategorinya melalui perhitungan numerik.
Perhitungan nilai OSTA dari pengurangan berat badan dengan usia lalu
kemudian dikalikan 0,2. Dapat ditulis sebagai: OSTA = 0.2 [berat badan
(kg) – usia (tahun)]. Kategori resiko skor OSTA yaitu skor < -4 memiliki
resiko tinggi; skor antara -1 sampai dengan -4 memiliki resiko moderate
dan skor >-1 memiliki resiko rendah. Ketiga kategori ini diaplikasikan
dengan menggunakan indeks yang didasarkan usia dan berat badan
dengan batasan nilai -1 dan -4. Indeks resiko ini memiliki sensitifitas 91%
dan spesitifitas 45%.45-54

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Kerangka Teori
Wanita Menopause

Defisiensi Vit D,
paparan sinar matahari ↓

Ethnis
BMI↓

Penurunan Estrogen
Estradiol

Osteoklast ↑

↑PTH

Resorpsi
Tulang ↑

Aktivitas Fisik↓

Usia ↑

Penurunan Absorbsi
usus

Degradasi
Kolagen ↑

Aktivitas Osteoblast ↓

Konsumsi
kalsium
inadekuat

Kalsium serum ↓

Formasi tulang ↓

Jumlah
Osteoblast ↓

Massa Tulang ↓

OSTEOPOROSIS

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Kerangka Konsep

Kadar Serum
Estradiol

Osteoporosis

Variabel independen

Variabel dependen

Klasifikasi
Resiko
Osteoporosis
OSTA

Variabel antara

Universitas Sumatera Utara