Kadar ?-Cross-Links Telopeptide Pada Wanita Postmenopause Dengan Osteoporosis Atau Osteoporosis

(1)

KADAR -CROSS-LINKS TELOPEPTIDE PADA

WANITA POSTMENOPAUSE DENGAN

OSTEOPOROSIS ATAU OSTEOPOENI

TESIS

OLEH :

SOUFNI MORAWATI

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkankan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan HidayahNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan karya tulis (tesis) ini yang berjudul Kadar -Cross-Links Telopeptide pada Wanita Postmenopause dengan Osteo

enyampaikan rasa hormat dan terima

a mengucapkan terima kasih semog

nan

porosis atau Osteopoeni.

Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini. Untuk semua itu perkenankanlah saya m

kasih yang tiada terhingga kepada :

Yth, Prof.Dr.Burhanuddin Nasution SpPK-KN,FISH, sebagai

pembimbing saya yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan sampai selesainya tesis ini. Say

a Allah membalas semua kebaikannya.

Yth, Prof.Dr. Delfi Lutan Msc, SpOG-K pembimbing II dari Depertemen Kebidanan dan Kandungan yang sudah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan dan bantuan,mulai dari penyusu proposal, selama dilaksanakannya penelitian sampai selesainya tesis ini.


(3)

Saya u

i peserta Program Pendidikan Dokter Spesia

Universitas Sumatera Utara, yang t

tunjuk, arahan, elama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan.

meng capkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya.

Yth, Prof.Dr.Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, FISH, Ketua

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan, yang telah menerima dan memberikan kesempatan kepada saya sebaga

lis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama saya mengikuti pendidikan.

Yth, Prof. DR. Dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH dan Dr.

Ricke Loesnihari SpPK-K, sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran

elah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan sehingga dapat menyelesaikannya.

Yth, Prof.Dr.Herman Hariman, PhD,SpPK-KH, FISH, yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penelitian ini.

Yth, Prof.Dr Iman Sukiman, SpPK-KH, FISH, Dr. R .Arjuna M

Burhan, DMM, SpPK-K, Dr.Muzahar, DMM, SpPK-K, Dr. Zulfikar Lubis SpPK-K, FISH, Dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH, Dr. Ozar Sanuddin SpPK-K, Dr.Farida Siregar SpPK, Dr.Ulfah Mahidin SpPK , Dr.Chairul Rahma SpPK dan Dr.Lina SpPK, Dr. Nelly Elfrida Samosir, SpPK,

Semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan, pe s


(4)

sampai selesainya tesis saya ini, terima kasih banyak saya ucapka

ah memberikan kesempatan dan bantuan untuk sukses

an kepada saya, sejak mulai pendidikan sampai selesa

tor Universitas

Yth, Drs. Abdul Jalil Amri Arma M.Kes, yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan bantuan di bidang statistik selama saya memulai penelitian

n.

Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Dr. Maharani

sebagai kepala Departemen Rehabilitasi Medis RSUP H. Adam Malik Medan beserta stafnya yang tel

nya penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para analis dan pegawai, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerja sama yang diberik

inya tesis saya ini.

Hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, Bupati Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat. yang telah memberikan izin bagi saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Ucapan terimakasih juga kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,Rek


(5)

Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.

Terima kasih yang setulus-tulusnya serta sembah sujud ,saya sampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda , yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan dorongan moril dan materil kepada ananda selama ini. Semoga Allah SWT membalas semua budi baik dan kasih sayangnya. Begitu juga ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak dan ibu mertua saya yang memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada saya dan keluarga.

Akhirnya terima kasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada

suami tercinta Drs. Kemas Muhammad Oswizar yang telah mendampingi

saya dengan penuh pengertian, perhatian, memberikan motivasi dan pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Juga untuk anak-anakku yang tercinta dan

tersayang Muhammad Andrey Kurniawan dan Raihan Muhammad Ozfiari

yang sangat mengerti atas telah banyaknya kehilangan perhatian dan kasih sayang selama saya mengikuti pendidikan ini.

Akhirul kalam, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin

Medan, Desember 2009

Penulis


(6)

DAFTAR ISI Daftar isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Daftar Lampiran... Daftar Singakatan... BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakakang... 1.2. Perumusan Masalah ………... 1.3. Hipotesa Penelitian ………... 1.4. Tujuan Penelitian... 1.5. Penelitian Kerangka... 1.6. ManfaatKonsep...

BAB II .TINJAUAN PUSTAKA

2.1. -CTx... 2.1.1 Fisilogi dan Biosintesa Colagen Type I dalam Tulang... 2.1.2 Kadar serum dan plasma -CTx dan hal yang

mempengaruhi... 2.1.3 Manfaat klinis pemeriksaan -CTx... 2.2.Menopouse... 2.2.1.Definisi... 2.2.2.TahapanMenopouse……… 2.2.3. Perubahan hormon estrogen ………... 2.3.Osteoporosis... 2.3.1.Definisi...

2.3.2.Klasifikasi... 2.3.3.Fisiologi pembentukan tulang ... 2.3.4.Struktur tulang... 2.3.4.1.Sel Osteoklas ...

I viii ix x xi 1 5 6 6 7 8 9 10 12 15 15 16 16 17 19 19 20 22 19 22


(7)

2.3.4.2. Sel Osteobals... 2.3.4.3. Sel Osteosit...

2.3.4.4. Proses Remodiling Tulang... 2.4. Pemeriksaan bone Mineral Density... 2.4.1. Pemeriksaan Radioisotop ... 2.4.1.1.Singel photon absorbmetry (SPA) ... 2.4.2.2.Dual photon absorpmetry (DPA)……… 2.4.2. Quantitative Computerised Tomography (QCT)………... 2.4.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)……… 2.4.4. Dual- energy X ray absorbtiometry (DEXA)……… 2.4.5. Sono densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound

(QUS) ...

BAB.III. METODE PENELITIAN

3.1.Disain Penelitian ... 3.2.Tempat dan waktu penelitian ... 3.3. Populasi penelitian... 3.4. Sampel penelitian ...

3.4.1. Kriteria Inklusi Persaratan umum sampel... 3.4.1.1. Kriteria eksklusi ... 3.4.1.2.Kriteria ekslusi... . 3.4.1.3.Batasan operasional ... 3.4.2.Perkiraan besar sampel... 3.4.3.Cara pengambilan sampel... 3.5. Ethical clearence dan Infomed Consent………. 3.5. Prosedur penelitian... 3.7.Bahan dan Cara kerja... 3.7.1. Anamnese dan Pemeriksaan fisik……… 3.7.2. Pemeriksaan bone Mineral Density………. 3.7.3 Pengambilan dan pengolahan sampel darah………... 3.7.4 Pemeriksan Sampel Darah………...

23 23 24 25 26 26 26 26 26 27 27 30 30 30 31 31 31 31 31 34 35 36 36 37 37 38


(8)

3.7.4.1. Pemeriksaan -Ctx …... 3.7.4.2. Pemeriksaan kreatinin darah... 3.7.5. Pemantapan kualitas... 3.7.5.1. Kalibrasi Pemeriksaan -CrossLabs ( -Ctx)... 3.7.5.2 . Kontrol kwalitas Peneriksaan -Ctx

3.8.Anlisa data ...

BAB. IV .HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Peserta Penelitian ...

BAB .V .PEMBAHASAN

BAB.VI.KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan ... 6.2.Saran...

DAFTAR PUSTAKA

38 39 40 40

40 41

44 45


(9)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2 Struktur Collagen type I 9

Gambar 3 Skema Reaksi Sandwich ECLIA tahap 1 13

Gambar 4 Skema Reaksi Sandwich ECLIA tahap 2 13

Gambar 5 Skema Reaksi Sandwich ECLIA tahap 3 13

Grafik 1 Nilai kualitas kontrol kadar - CTx 44

Grafik 2 Rerata kadar -CTx Berdasarkan Hasil T-Score dengan Alat Quantitave Ultrasound 50


(10)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1 Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kreatinin 41 Tabel 2 Hasil Kalibrasi Kalibrator -CTx 42 Tabel 3 Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kadar -CTx 43 Tabel 4 Karakteristik Wanita Postmenopouse dengan 46

Osteopeni atau Osteoporosis serta Wanita Pramenopouse tanpa

Osteoporosis atau Osteopeni

Tabel 5 Pengaruh Faktor Kebiasaan terhadap Hasil 47

Nilai T-Score dan Nilai Kadar -CTx

Tabel 6 Rerata Kadar -CTx Wanita Postmenopause 48

dengan Osteoporosis atau Osteopeni dan wanita Pramenopause yang tidak

Osteoporosis atau Osteopeni

Table 7 Perbedaan Rerata Kadar -CTx pada Wanita 49

Post menopouse dengan Osteoporosis atau Osteopeni dan wanita Pramenopouse yang tidak Osteoporosis atau Osteopeni

Table 8 Korelasi Kadar -CTx Berdasarkan Nilai 51


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat persetujuan

Lampiran 2 Status penelitian

Lampiran 3 Surat persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU

Lampiran 4 Surat izin Melakukan Penelitian dari Rumah Sakit Umun Haji Adam Malik Medan

Lampiran 5 Tabel Induk

Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup


(12)

DAFTAR SINGKATAN

BRU : Bone Remodiling Unit

BMD : Bone Mass Density

BMPs : Bone morphogenic protein

CTx : Crosslinked Telopetide

Cbfa : Core binding factor

CRF : Chronic Renal Failure

E1 : Estradiol

E2 : Estron

ECLIA : Electro Chemiluminescense Immunoassay

ECL : Electro Chemiluminescense

EDTA : Ethilend Diamine Tetraacide

EGFR : Estimation Glomerular Filtration Rate

DEXA :Dual-Energy X ray absobtiometry

FGF : Fibroblast growth factor

FSH : Follicle Stimulating Hormon

HRT : Hormon Replacement Theraphy

INH B : Inhibin B

LH : Lutheineizing Hormon


(13)

IL 2 : Interleukin -2

MRI : Magnetic Resonance Imaging

PTH : Parathyroid Hormon

PERMI : Perkumpulan Menopause Indonesia

FER : Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi

OC : Osteocalsin

TPA : Tryplolylamine

QUS : Quantitave Ultrasound

RANK : Receptor Activator Nucler

RANKL : Receptor Activator Nucler Ligant

SPA : Singel photon absorbtimetry

DPA : Dual photon absorpmetry

QCT : Quantitative Computerised Tomography


(14)

RINGKASAN

- Cross-links Telopeptide ( - CTx) dengan nama lain -CrossLaps

adalah merupakan degradasi Collagen Type I, yang mengandung -8AA

octapeptides (EKAHD- -GGR) yang dihasilkan dari salah satu siklus

remodeling tulang yaitu pada proses resorbsi tulang oleh osteoklas, yang kadarnya akan meningkat pada wanita postmenopause, terutama dengan osteoporosis atau osteopeni yang dibandingkan dengan wanita pramenopause .

-CTx merupakan salah satu marker tulang untuk menilai penurunan kepadatan tulang. Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan resorpsi tulang pada wanita postmenopause yang diakibatkan penurunan hormone estrogen, yang akan beresiko untuk terjadinya osteopeni dan osteoporosis. Kedua keadaan ini penting untuk dapat dideteksi lebih dini untuk mecegah terjadinya resiko patah tulang yang tidak memperlihatkan gejala sebelumnya .

Pada penelitian ini dilihat kemampuan pemeriksaan marker tulang

-CTx dengan metode sandwich ECLIA pada wanita postmenopause dengan

osteoporosis , wanita postmenopause dengan osteopenia yang dihubungkan dengan penurunan kepadatan tulang secara Quantitative Ultrasound berdasarkan nilai dari T-Score.


(15)

Penelitian dengan rancangan cross sectional ini dilakukan di RS H.Adam Malik, Medan sejak bulan Juli sampai dengan September 2009 .melibatkan peserta penelitian yang merupakan wanita postmenopause yang berobat jalan dan berkunjung untuk skrening kepadatan tulang pada divisi Rehabilitasi Medis RSUP H Adan Malik /FK USU Medan .

Setelah melalui beberapa tahap untuk penyeleksian peserta penelitian wanita postmenopause yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 36 orang dan dilakukan pemeriksaan skrening kepadatan tulang dan berdasarkan nilai T-Score dikelompokkan kedalam Osteoporosis 16 orang dan Osteopeni 20 orang , sebagi kontrol wanita pramenopause yang tidak Osteoporosis atau Osteopeni berjumlah 36 orang .

Pada kelompok postmenapouse dengan Osteoporosis didapatkan rerata serum -Ctx 0,792 ± 0,244 ng/mL dengan rentang nilai tertinggi 1,260 ng/mL.sedangkan untuk kelompok postmenopause dengan Osteopoeni kadar -Ctx yang didapatkan 0,625 ± 0,169 ng/mL dengan rentang nilai 0,342 sampai 1,100 ng/mL dan untuk pramenopause yang tidak osteoporosis atau osteopeni didapati nilai kadar -Ctx adalah 0,248 ± 0,138 ng/mL dengan rentang nilai terendah 0,079 dan nilai tertinggi 0,745 ng/mL. Dengan uji

statistik ANOVA satu arah perbedaan rerata kadar -CTx (p = 0,001

/signifikan). Dengan uji komprasi ganda LSD perbedaan bermakan kadar -Ctx (p = 0,001) dan nilai T-Score (p = 0,005) ditemukan antara ketiga kelompok wanita postpenopouse dengan osteoporosis, wanita menopause


(16)

dengan osteopeni serta wanita pramenopause tidak osteoporosis atau osteopeni.

Dengan uji dengan korelasi Pearson untuk melihat hubungan antara kadar -CTx dengan uji kepadatan tulang berdasarkan nilai T-Score,. Untuk kelompok osteoporosis r = 0,522 dan signifikan p = 0,038. menyimpulkan semakin tinggi kadar -CTx semakin rendah nilai dari T-Score artinya kepadatan tulang semakin menurun. Tetapi tidak berkorelasi untuk kelompok postmenopause dengan osteopeni ataupun pramenopause yang tidak osteoprosis ataupun osteopeni.

Adanya perbedaan bermakna kadar -CTx pada kelompok wanita postmenapouse dengan osteoporosis atau osteopeni serta wanita pramenapouse tidak osteoporosis atau osteopenia dan telihatnya hubungan antara kadar -CTx dengan berdasarkan nilai T-Score kepadatan tulang dari alat Quantitave Ultrasound membawa kita pada satu kesimpulan bahwa

kadar -CTx akan meningkat pada wanita postmenapouse dengan

osreoporosis dibanding wanita postmenopause dengan osteopeni dan dibandingkan pada wanita pramenopause yang tidak osteoporosis atau osteopeni. Peningkatan kadar -CTx ini berkorelasi negatif dengan derajat penurunan dari nilai T-Score kepadatan tulang secara Quantitative Ultrasound.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

-Cross-links telopeptide ( -CTx) atau - CrossLaps merupakan

fragmen Colagen type I yang mengandung - isomerizad octopeptide

EKADH - - GGR yang merupakan suatu protein heliks yang bersambungan

secara menyilang pada helical protein crosslinked pada C-terminal dan N-terminal molekul yang dihasilkan dari proses metabolisme tulang dalam siklus remodeling tulang.1

Tulang adalah jaringan yang hidup dan dipelihara dengan siklus bone

formation oleh osteoblas dan bone resorpstion oleh osteoklas. Proses ini

akan berjalan secara seimbang antara keduanya 2

Keseimbangan akan terganggu pada wanita menopause dimana kecepatan resorpsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan tulang. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan pengurangan densitas massa tulang pada Bone Remodeling Unit (BRU) 3. Pada keadaan dimana

terjadi peningkatan penyerapan tulang yang banyak terutama pada wanita

menopouse -CTx akan didegradasi dalam jumlah banyak sehingga

kadarnya dalam darah meningkat. Kadar -CTx yang tinggi dalam serum

menunjukkan terjadinya resorpsi tulang yang berlebihan yang beresiko untuk terjadinya osteoporosis.1,2 Osteoklas berperan pada resorpsi tulang dengan

mensekresi protease yang dapat melarutkan kolagen diantara matriks organik dan mineral tulang yang bebas. Hasil proses degradasi tersebut


(18)

adalah pyridinium crosslinks yang dapat diukur dalam urin dan -CTx dalam serum sebagai peptidanya 4

Menopause berdasarkan rekomendasi WHO tahun 1981 dan telah

diperbaharui kembali oleh Technical Working Party WHO tahun 1994

didefinisikan sebagai : penghentian permanen siklus haid pada wanita yang disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium. Diagnosa berdasarkan pemantauan selama amenorhoe 12 bulan berturut-turut dan tidak terdapat penyebab lainnya, patologis atau psikologis. 5 Postmenopause dimulai 5

tahun setelah menopause, sedangkan pramenopause terjadi 4-5 tahun sebelum masa menopause. 3

Pada beberapa penelitian memperlihatkan peningkatan bone

resorption pada wanita postmenopouse. Stephan dkk tahun 1998 meneliti

serum pada wanita post menopouse yang diterapi dengan Hormon Replacement Therapy (HRT) menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini sensitif dan spesifik sebagai marker untuk proses resorpsi tulang dan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk follow up terapi antiresorptif 9

Penelitian lainnya dari Garnero P dkk tahun 2001 di Prancis yang

melakukan pemeriksaan kadar CTx serum pada wanita pramenopause dan

postmenopause didapati hasil yang meninggi pada wanita postmenopause. 7

Hormon estrogen dalam kadar normal akan memicu aktifitas osteoblas

dalam formasi tulang untuk membentuk kolagen. Kadar estrogen yang sangat rendah dapat menghambat kerja osteoblas dan akan meningkatkan kerja


(19)

proses resorpsi tulang (osteoklas lebih aktif dari osteobals) sehingga ancaman terjadinya osteopenia sampai osteoporosis. Kehilangan masa tulang pada awal menopause sekitar 10% dan berkelanjutan sekitar 2-5% pertahun. 8

Reiko Okabe dkk 2001 di Jepang mengevaluasi perubahan

-CrossLaps pada pasien-pasien yang menderita penyakit metabolisme tulang

meyimpulkan bahwa -CrossLaps bermanfaat secara potensial untuk

mengkaji keadaan resorpsi tulang, termasuk responnya terhadap terapi pengganti hormon. 1

Penelitian terbaru dari Aurelie dkk di Prancis thn 2008 memperlihatkan peningkatan yang signifikan kadar Ctx pada wanita postmenopause dengan osteoporosis dibanding pada wanita pramenopause normal. Kadarnya didalam serum akan normal kembali setelah mendapat terapi anti resorptive 6

Osteoporosis adalah keadaan berkurangnya massa tulang dan berubahnya arsitektur tulang sampai tingkat ambang batas patah tulang,

tanpa keluhan-keluhan klinis.3 Penurunan hormon estrogen merupakan

penyebab lebih cepat terjadinya osteporosis primer pada wanita postmenopause. Osteoporosis biasanya terjadi pada usia 55-70 tahun dan sering menyebabkan kolaps tulang belakang, tinggi badan berkurang karena bengkok, fraktur tulang panggul dan pangkal pergelangan tangan. 10

Saat ini dinyatakan bahwa osteoporosis merupakan penyakit endemik manusia usia lanjut. Dinyatakan dari tahun 1990 sampai 2025 terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia yang osteoporosis mencapai 41.4%


(20)

yang mengancam terjadi patah tulang (14,7-20%) pertahun dan kecacatan

dalam kehidupan3. Diperkirakan angka fraktur tulang panggul di dunia

meningkat dari 1,7 juta /tahun 1990 menjadi 6,3 juta/tahun pada tahun 2050.

10

Salah satu tujuan pemeriksaan -CTx pada wanita menopause untuk melihat ada atau tidak peningkatan resorpsi tulang yang beresiko terjadi penurunan densitas tulang dan mengakibatkan terjadinya osteoporosis. 8

Untuk menilai densitas dari tulang dilakukan pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD), salah satunya dengan Alat Ultrasound Densitometry atau

Quantitative Ultrasound (QUS), yang memiliki potensial untuk mengukur

struktur tulang menggunakan gelombang suara dengan nilai dalam T-score

Bila hasil T-score lebih dari -1 SD dikategorikan normal, antara -1 sampai -2,5 SD disebut osteopeni, dan dibawah -2,5 SD disebut osteoporosis. Peningkatan kadar -CTx sebagai petanda untuk penyerapan tulang akan mendahului perubahan masa tulang secara signifikan sebelum

terdeteksi oleh pemeriksaan BMD. Kadar bone resorption (penyerapan

tulang) yang tinggi berhubungan dengan kehilangan masa tulang. 13

Patrick Garnero dkk tahun 2001 melakukan penelitian serum

Cross-linking telopeptide (CTx) pada wanita postmenopause di Jepang dan wanita

pramenopause yang terbagi dalam kelompok umur mendapatkan kadar CTx

yang lebih tinggi pada kelompok wanita postmenopause dan menyimpulkan bahwa marker ini mempunyai presisi dan prediksi untuk menilai resiko


(21)

Sedangkan Irma Pratiwi tahun 2005 di Bandung telah melakukan penelitian pada wanita menopause normal, wanita menopause osteopenia dan osteoporosis. Menyimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara

nilai -CrossLaps ( -CTx) pada wanita menopause normal dibandingkan

dengan wanita menopause osteopenia dan osteoporosis. 14

Tujuan lainnya evaluasi kadar -CTx pada wanita pra dan post

menopause adalah untuk melengkapi pemeriksaan densitas masa tulang. Selain itu juga untuk mengenal pasien dengan resiko osteoporosis lebih dini.

Saat ini di Medan belum ada penelitian kadar -CTx sebagai

penanda untuk resorbsi tulang, untuk itu peneliti membandingan kadar -CTx serum wanita postmenopause umur > 55 tahun (minimal 5 tahun sudah menopause) yang osteoporosis atau osteopenia dengan wanita pramenopause (umur: 45-50 tahun) yang tidak osteoporosis atau osteopenia, berdasarkan nilai T-score dari pemeriksaan QUS.

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:

1. Apakah ada perbedaan kadar -CTx pada wanita postmenopause

dengan osteoporosis atau osteopenia, dibandingkan dengan wanita pramenopause tanpa osteoporosis atau osteopeni .


(22)

2. Apakah ada hubungan kadar serum -CTx dengan penurunan Bone

Mineral Density berdasarkan pemeriksaan Quantitative Ultrasound

pada penderita osteoporosis atau osteopeni?

1.3.Hipotesa Penelitian

1. Kadar -CTx meningkat pada wanita potmenopause dengan

osteopenia atau osteoporosis.

2. Penurunan nilai BMD berhubungan dengan peningkatan kadar -CTx .

1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan umum

Mempelihatkan potensi pemeriksaan kadar -CTx pada wanita

postmenopause untuk mendeteksi penurunan densitas tulang.

1.4.2.Tujuan khusus

1. Mengetahui perbedaaan kadar -CTx pada wanita postmenopause

dengan osteoporosis atau osteopeni dibandingkan wanita pramenopause tanpa osteoporosis atau osteopeni.

2. Menentukan hubungan antara penurunan masa tulang secara

Quantitative Ultrasonografi (QUS) pada wanita postmenopause dengan

osteoporosis atau osteopeni dengan kadar -CTx .


(23)

1.5 Manfaat penelitian

• Dengan mengetahui kadar -CTx pada wanita postmenopause

dengan osteoporosis atau osteopeni maka pemeriksaan ini dapat dipakai sebagai petanda peningkatan penyerapan tulang dan diharapkan dapat digunakan sebagai penyerta pemeriksaan BMD.

• Bila hubungan ini baik maka -CTx dapat dipakai untuk

menentukan adanya peningkatan penyerapan tulang secara dini, bila BMD tidak dapat dilakukan.


(24)

1.6. Kerangka Konsep

Wanita

pramenopause tanpa osteoporosis atau

osteopeni

POPULASI : Wanita postmenopause yang berkunjung di bagian

fisioterapi

Pemeriksaan kepadatan tulang secara Quantitative

Ultrasound Wanita

postmenopause dengan osteoporosis

atau osteopoeni

Belum ada penelitian Tentang kadar

-CTx /

-CrossLaps di Medan Irma Pratiwi 2005

Aurelie dkk 2008 -CrossLaps meningkat

pada waniita postmenopause dengan

osteoporosis

KADAR

-CTx /

-CROSSLAPS


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. -Cross-links telopeptide ( -CTx) atau -CrossLaps

Jaringan tulang mempunyai tiga komponen yang terdiri matriks organik yang disebut osteoid, mineral tulang, dan sel tulang. Collagen type I menyusun 90% dari matriks tulang dan 10% sisanya terdiri dari protein-protein lain seperti osteocalsin, osteonectin,dan osteopentin. 2,10,12

Marker biokimia untuk melihat perubahan tulang dapat menginformasikan secara langsung turnover dari tulang. Marker ini dapat

diukur secara langsung melalui urin maupun darah. Pemeriksaan Bone

turnover ini sudah dimulai sejak 20 tahun yang lalu. 3 Sudah diteliti secara

luas kususnya pada wanita postmenopause untuk memperkirakan terjadinya fraktur osteoporotik, dengan menilai peningkatan aktivitas osteoklas dan penurun yang menonjol dari aktifitas osteobals 17,20

Pemeriksaan kadar -CTx menggunakan alat Cobas e 601 kadar -CTx dalam serum, pengujian ini spesifik untuk fragmen degradasi Collagen Type

I, yang mengandung -8AA octapeptides (EKAHD- -GGR), yang merupakan

protein yang bersambungan secara menyilang pada C- Terminal Telopeptide. Pemerilksaan menggunakan two monoclonal antibody. 10,45,46


(26)

Gambar.1.struktur dari Collagen type I dikutip dari 10

2.1.1 Fisiologi kolagen dari tulang

Kolagen merupakan protein ekstraseluler yang terpenting dalam tubuh, Kolagen merupakan 65% bagian dari total komponen organik dalam tulang. Kolagen terdiri dari struktur tripel heliks rantai polipetida yaitu rantai (alfa). Ada beberapa kolagen yang ditemukan didalam tubuh manusia yang dikelompokkan menjadi kolagen fibrilar (tipe I,II,III dan V) dan kolagen non fibrilar. 2,12

Kolagen fibrular tipe I merupakan kolagen terbanyak yang dijumpai dalam tulang, kulit dan tendon, yang diproduksi oleh osteoblas. Setiap kolagen tersusun atas rantai yang berbeda, untuk kolagen tipe I terdiri oleh 2 rantai 1 dan 1 rantai 2. 12

Biosintesa dari kolagen terdiri beberapa tahap untuk tahap awal disintesis di protokolagen, kemudian akan terjadi beberapa modifikasi dilanjutkan oleh osteoblas akan terjadi hidroksiasi prolin dan lisin membentuk hidroksipolin dan hidroksilisin. Selanjutnya rantai akan membentuk tripel


(27)

heliks sebelum disekresikan. Sedangkan C-terminal dan N-terminal propeptida terpisah bersamaan saat sekskresinya. Tropokolagen yang merupakan gabungan ketiganya membentuk serabut-serabut kolagen, dan struktur dasar dari tripel heliks akan diperkuat dengan ikatan (cross-link). Ikatan ini terdiri dari piridinolin dan deoksipiridinolin yang terutama terletak pada C-Terminal dan N-terminal dimana struktur tripel heliks digantikan dengan domain non tripel yang disebut telopeptida. Telopeptida merupakan protein yang kaya akan asam amino prolin dan lisin. 17,20,24

Pada proses turnover kolagen ikatan pyridinium dan deoksipiridinolin atau peptida yang mengandung keduanya akan dilepaskan dan diekskresikan lewat urin. Pengukuran keduanya didalam urin sebagai petanda resorbsi tulang28 . Didalam jaringan tulang kolagen bereaksi dengan

komponen jaringan lainnya termasuk proteoglikan,glikoprotein, dan mineral, dan hanya kolagen type I yang mengalami mineralisasi di tulang.

Proses degradasi kolagen membutuhkan pelepasan dari mineral, karena mineral melindungi kolagen dari proses denaturasi. Hasil degradasi matriks tulang yang meliputi beberapa peptida dan asam amino, akan dilepas kealiran darah dan urin. Degradasi Collagen Type I, yang mengandung


(28)

2.1.2. Kadar dan assay -CTx/ -Crosslaps

a. Kadar -CTx/ -Crosslaps

Nilai batas pengukuran -CrossLaps : 0,010-6,00 ng/mL atau 10-6000 pg/mL Pramenopause : 0,299 ng/mL dan untuk postmenopause 0,556 ng/ mL. 10,31

P.Garnero tahun 2001 meneliti kadar -CrossLaps pada 254 wanita

pramenopause dengan rentang umur 34-50 tahun didapat kadar -Crosslaps

0,299 ng/mL dan 429 postmenopause dengan rentang umur 54-80 tahun adalah : 0.556 ng/mL

P.Garnero tahun 2001 juga telah melakukan penelitian terhadap

-CrossLaps untuk melihat stabilitas serum dan plasma EDTA. Yang dilakukan

terhadap 10 subjek sehat didapat nilai yang tetap stabil pada tempratur

ruangan 4ºC, bahkan setelah sebelumnya diinkubasi selama 24 jam1

Penyimpanan pada suhu - 30ºC tidak menurun secara signifikan selama 12 minggu baik sampel menggunakan EDTA atau tanpa menggunakan EDTA. Dan tetap stabil setelah dibekukan dan dicairkan berulang hingga sembilan kali sebelum konsentarasi -CrossLaps dilakukan pengukuran pada kedua sampel 1

Penelitian juga dilakukan pada penderita gangguan metabolisme tulang pada penderita hiperparathyroidism, Chronic Renal Failure (CRF)

,malignancy. Didapat hampir 100 % pasien memiliki serum -CTx yang

melebihi batas atas interval reverensi, didapati juga korelasi yang baik dengan serum Osteocalsin (OC) dan dengan serum Parathyroid Hormon


(29)

Kadar -CrossLaps pada wanita postmenopause dengan osteoporosis

yang mendapat terapi penggantian estrogen didapati penurunan kadar

-CrossLaps setelah 3 dan 6 bulan terapi. 1,6 .

b.Assay

Tekhnik pemeriksaan sandwich electro chemiluminescense

immunoassay menggunakan fase solid berlapis streptavadin bersamaan

dengan antibodi monoklomal berlebel kompleks ruthenium untuk mendeteksi analitnya. 31,42

Pada inkubasi tahap pertama, antigen pada sampel, antibodi poliklonal biotinilasi dan antibodi monoclonal spesifik -Crosslaps dilabel dengan kompleks ruthenium membentuk kompleks sandwich. 31,42

Gambar 2. Skema Reaksi Sandwich ECLIA Tahap satu (dikutip dari 42) Keterangan :


(30)

Pada inkubasi kedua, setelah penambahan mikropartikel paragmatik berlapis streptavidin dan monoclonal terjadi komplek antigen-antibodi yang terikat dengan mikropartikel melalui interaksi antara biotin dengan streptavidin. 31,42 .

Gambar 4. Skema reaksi Sandwich ECLIA Tahap Kedua (dikutip dari 42) Keterangan :

Campuran reaksi ini diaspirasi kedalam sel pengukur eletrokimia dan senyawa yang tidak terikat dicuci dan dibuang oleh buffer procell, sedangkan kompleks imun yang terbentuk ditangkap secara magnetis. Dalam reaksi

Electro Chemiluminescent (ECL) terjadi reaksi antara kompleks ruthenium

dengan TPA (trypropylamine) yang distimulasi secara elektrik untuk menghasilakan emisi cahaya. Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit dalam sampel. 31


(31)

Gambar 5. Skema Reaksi Sandwich ECLIA Tahap Kedua (dikutip dari 42)

Keterangan :

2.1.3. Manfaat klinis pemeriksaan -CTx

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terlihat eratnya

hubungan kadar -CTx dengan terjadinya osteoporosis terutama pada

wanita post menopause. Selain -CTx memberikan hasil yang sangat

bermanfaat secara potensial untuk mengkaji keadaan resorpsi tulang juga termasuk responnya terhadap terapi pengganti estrogen. 1

2.2. Menopause

Pada tahun 1990, populasi wanita menopause di seluruh dunia dilaporkan mencapai jumlah 476 juta jiwa, 40% di antaranya berada di negara industri. Diperkirakan jumlah populasi wanita menopause pada tahun


(32)

2030 sebanyak 1.200 juta dengan distribusi di negara berkembang sebesar 76%. Data yang didapatkan dari daerah Asia Tenggara juga menunjukkan fenomena serupa. Umur di negara barat seperti populasi wanita menopause Amerika Serikat dan United Kingdom adalah 51,4 dan 50,9 tahun. Untuk negara Asia, ternyata didapatkan nilai yang tidak jauh berbeda. Sebuah studi yang dilakukan pada 7 negara Asia Tenggara memperlihatkan usia median terjadinya menopause yaitu 51,09 tahun. Untuk Indonesia sendiri, laporan tahun 1990 menyebutkan terjadi menopause pada usia 50 tahun.Studi yang diadakan di Malaysia terhadap 3 jenis etnik yaitu Melayu, Cina dan India, menyebutkan bahwa menopause terjadi pada usia 50,7 tahun.23

2.2.1. Definisi

Menurut Technical Working Party WHO tahun 1994 menopause

didefinisikan sebagai : penghentiaan permanen siklus haid pada wanita yang disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium. Diagnosa berdasarkan pemantauan selama amenorhoe 12 bulan berturut-turut dan tidak terdapat penyebab lainnya, patologis atau psikologis. 5

2.2.2.Tahapan menopause

Kilmakterium adalah tahap awal penurunan fungsi ovarium, yang ditandai dengan menstruasi yang tidak teratur dengan dijumpai gejala vasomotor. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa masa klimakterium


(33)

berlangsung selama 30 tahun (usia 35-65 tahun), dan dibagi menjadi 3 bagian untuk kepentingan klinis, yaitu: 3,4

1. Klimakterium awal (35-45 tahun) pada masa ini mulai terjadi keluhan gangguan haid oleh karena kadar esterogen mulai rendah

2. Masa perimenopause (46-55 tahun) terbagi pada tahap

pramenopause (umur 45-50), menopause (umur 50 tahun), postmenopause (umur > 55 tahun) pada masa ini sudah dijumpai keluhan klinis defiseiensi estrogen pada vasomotor, flour albus, dispareunia, osteopenia, dan osteoporosis.

3. Klimakterium akhir ( 56-65 tahun) pada masa ini didapati kadar estrogen yang sangat rendah sampai tidak ada. Dengan ancaman masalah jantung, aterotrombosis, serta fraktur oleh karena osteoporosis.

2.2.3.Perubahan hormon estrogen

Perubahan pada hipotalamus berperan pada siklus menstruasi yang teratur menjadi tidak teratur dapat dialami wanita dalam dua hingga delapan tahun sebelum terjadinya menopause. Selama masa tersebut, folikel indung telur, yang mematangkan ovum, akan mengalami tingkat kerusakan yang semakin cepat hingga jumlah cadangan folikel akan habis. Penurunan kadar Inhibin B (INH-B) yang merupakan protein dimeric yang merefleksikan penurunan jumlah folikel ovarium mengakibatkan meningkatnya kadar FSH


(34)

(Follicle Stimulating Hormone) mencapai 20 kali. 8,20,21 Tanda awal

peningkatan kadar hormon FSH yang diukur pada pada fase folikular siklus menstruasi lebih tinggi dibandingkan masa reproduktif wanita, efek penurunan hormon steroid ovarium dan peningkatan GnRH akan juga meningkatkan LH (Lutheineizing Hormon) 3-5 kali. 20,24

Estrogen utama yang dihasilkan oleh wanita sebelum menopause, disebut Estradiol (E2) merupakan estrogen aktif yang sering disebut 17 -estradiol salah satunya berfungsi mengatur siklus dari haid. Sedangkan Estron (E1) yang dibentuk oleh ovarium sesudah menopause berasal dari lemak tubuh. Pada masa pramenopause estron dihasilkan oleh ovarium akan diubah ke bentuk aktif menjadi estradiol, oleh karena ovarium masih berfungsi dengan baik. Aktifitasnya sama seperti estradiol, dan berasal dari konversi androstenodion yang diproduksi kelenjar adrenal dengan asal utama dari jaringan adiposa. Kadar androgen juga akan menurun sektar 50 % tetapi tidak sebesar penurunan kadar estrogen. Pada masa menopause maupun postmenopause, estradiol ini akan turun kadarnya sampai 90% mengakibatksan aterisia folikel.8,24

Kadar testoteron turun sampai 30% secara nyata selama pramenopause. Sebaliknya kadar progesteron sangat menurun selama postmenopause, bahkan jauh sebelum terjadinya perubahan-perubahan pada estrogen atau testoteron dan ini merupakan hal yang paling penting bagi kebanyakan wanita. Meskipun reproduksi tidak lagi merupakan tujuan,


(35)

hormon reproduksi tetap memegang peran yang penting. Estrogen dan androgen (seperti halnya testoteron) adalah penting, untuk mempertahankan tulang yang sehat dan kuat. 8,21

2.3. Osteoporosis 2.3.1. Definisi

Menurut WHO Osteoporosis adalah suatu penyakit metabolik tulang ditandai berkurangnya massa tulang dan arsitektur jaringan tulang sampai tingkat di bawah ambang batas patah, yang mengakibatkan peningkatan fragilitas tulang ,sehingga akhirnya terjadi fraktur. 3,12,15.25.

Keadaan ini dapat terjadi baik pada pria maupun wanita dengan prevalensi osteoporosis dapat terjadi pada 1 dari 3 wanita usia lanjut. Pada wanita menopause kadar estrogen mulai menurun sehingga mulai terjadi gangguan keseimbangan antara bone resorption ( penyerapan tulang ) oleh osteoklas dan bone formation ( pembentukan tulang ) oleh osteoblas 3,12,15.24 .

Di Indonesia data yang pasti mengenai jumlah osteoporosis belum ditemukan. Data retrospektif osteoporosis yang dikumpulkan di UPT Makmal Terpadu Imunoendokrinologi, FKUI dari 1690 kasus osteoporosis, ternyata yang pernah mengalami patah tulang femur dan radius sebanyak 249 kasus (14,7%) 12 Demikian pula angka kejadian pada fraktur hip, tulang belakang

dan wrist di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2001-2005, meliputi 49 dari total 83 kasus fraktur hip pada wanita usia >60 tahun. Terdapat 8 dari 36 kasus fraktur tulang belakang dan terdapat 53 dari 173 kasus fraktur wrist.


(36)

Dimana sebagian besar terjadi pada wanita >60 tahun dan disebabkan oleh kecelakaan rumah tangga.16

2.3.2. Klasifikasi

Osteoporosis diklasifikasikan atas:

1. Osteoporosis primer: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Dihubungkan dengan faktor resiko meliputi merokok, aktifitas, berat badan rendah, alkohol, ras kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan asupan kalsium yang rendah 16

a. Tipe I (post manopausal):

Terjadi 5-20 tahun setelah menopause (55-75 tahun). Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’ fraktur, dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut. Dimana jaringan terabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen 16,25

b. Tipe II (senile):

Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.16, 24

2. Osteoporosis sekunder: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi gangguan tiroid hiperparatiroidisme, hipertirodisme, multipel mieloma, gagal ginjal kronis, malnutrisi, pemakaian kortikosteroid


(37)

2.3.3. Fisiolgi pembentukan tulang

Tulang dibentuk didalam kandungan mulai trimester 3 kehamilan yang disebut tulang woven, setelah lahir menjadi tulang lameral yang hanya mengandung 25 gr kalsium dan selanjutnya berkembang terus karena pengaruh lokal dan sistemik dan meningkatkan kalsium sampai 1000 gr saat tulang mencapai kematangan 3,12,13.

Masa tulang terbentuk dari masa bayi sampai mencapai puncaknya sewaktu usia dewasa, nilai ini ditentukan oleh faktor genetik ,nutrisi,kegiatan fisik,dan penyakit. Makin tinggi nilai masa tulang ini dicapai akan semakin makin baik, setelah puncak dicapai pada umur 30 tahun, maka kurva akan mendatar (plateau) dan kemudin sekitar umur 40 tahun kurva mulai menurun. Kecepatan laju penurunan sekitar ±1% per tahun 3,27.

Selama perkembangannya tulang terus membutuhkan kalsium yang sangat tinggi sampai masa pubertas dimana proses kematangn hormon reproduksi, estrogen pada wanita dan testosteron pada laki-laki. Karena pengaruh anabolik dan prekursor estrogen terjadilah proses boneremodeling

atau pergantian masa tulang.

Proses remodeling ini melalui 2 tahap yaitu oleh tahap bone formation

atau pembentukan tulang oleh osteoblas dan tahap bone resorption resorpsi atau penyerapan tulang oleh osteoklas. Sebagai puncak pembentukan terjadi pada wanita usia 30 tahun dan akan mengalami penurunan pada masa menopause sampai usia lanjut.


(38)

2.3.4 Struktur tulang

Tulang merupakan connective tissue yang kaku yang terdiri dari sel fiber, dan material gelatin yang disebut ground substance dan sejumlah besar mineral pada tulang yang matur. Pembentukan jaringan yang baru dimulai dengan produksi matriks organik oleh sel tulang. Matriks tulang terdiri dari

ground substance,kolagen dan protein lain.

2.3.5. Sel tulang

2.3.5.1.Sel Osteoklas

Adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadp proses resorpsi tulang, berasal dari sel hematopoitik /fagosit mononuklear. Differensiasi pada fase awal membutuhkan faktor transkripsi PU-1 yang merubah sel progenitor menjadi sel mieloid, adanya rangsangan M-CSF, sel sel ini akan berubah menjadi sel sel monositik berproliferasi dan mengekspresikan reseptor RANK dengan adanya RANK Ligan (RANKL) sel ini akan berdiferensiasi menjadi osteoklas. Berbeda dengan sel makrofag osteoklas mengekspresikan beribu ribu sel RANK, kalsitonin dan vibronektin. Selesai proses resorpsi osteoklas akan mengalami apoptosis oleh pengaruh esterogen. Pada keadaan defisiensi estrogen, menopause atau ovarektomi, apoptosis akan terhambat sehingga terjadi resorpsi tulang berlebihan. 3,12,13,17


(39)

Proses remodiling tulang diatur oleh sejumlah hormon dan faktor – faktor lainnya .Hormon yang berperan pada proses ini hormon paratiroid (PTH) ,insulin ,kalsitonin,glukokotikoid ,hormon tiroid .

2.3.5.2. Sel Osteoblas

Adalah sel yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang, yaitu berfungsi dalam sistem matriks tulang yang disebut osteoid yaitu komponen protein dari jaringan tulang. Osteoblas berasal dari stromal stem cell atau conetive tissue mesenchymal stem cell yang berkembang menjadi osteoblas, kondrosit, sel otot, adiposit, dan sel ligamen. Untuk proses diferensiasi dan maturasi sel osteoblas dibutuhkan faktor pertumbuhan lokal seperti fibroblast growth factor (FGF), bone morphogenic protein (BMPs)

selain itu juga faktor transkripsi, yaitu core binding factor I (Cbfa 1) Prekursor osteoblas ini akan berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi preosteoblas dan kemudian menjadi osteoblas yang matur. Osteoblas selalu tampak melapisi matriks tulang (osteoid) yang diproduksi sebelum dikalsifikasi 3,17 . Membran plasma osteoblas kaya akan fosfatase alkali dan

receptor untuk hormon partiroid dan prostglandin tetapi tidak memiliki resptor untuk kalsitonin.Osteoblast juga mengekspresikan berbagai sitokin seperti

colony stimulating factor I (CSF I ) dan reseptor anti nuclear factor kB ligand


(40)

2.3.5.3. Sel Osteosit

Sel osteosit merupakan sel yang mempunyai prosesus yang sngat panjang yang akan berhubungan dengan prosesus osteosit yang lain dan juga dengan bone lining cell 7,11.didalam matrik osteosit terletak pada lakuna

dan prosesusnya terletak pada kanalikuli .Lakuna dan kanalikuli berhubungan satu sama lain termasuk lakuna kanalikuli dari osteosit lainnya membentuk jaringan yang disebut sistem lakunakanalikular (LCS) .sistem ini berperan pada mekanisme penyebran rangsang mekanik dan kimia yang diterima tulang melalui transduksi mekano-bio-elektro-kemikal.jaringan LCS yang sangat penting untuk kehidupan tulang yang sehat .Osteosit berperan sebagai mekanosensor bagi jaringan tulang .pada tulang yang osteoporotik terjadi diskoneksi antara prosesus tersebut transduksi mekano bio elektri dan remodiling tidak berjalan sempurna ,tulang akan kehilangan kemampuan melakukan formasi setelah resorpsi berlangung.

2.3.6. Proses Remodeling Tulang

Proses remodeling tulang diatur oleh osteoblas dan osteoklas yang tersusun dalam struktur yang disebut Bone Remodeling Unit (BRU) struktur dari BRU terdiri dari osteoklas didepan diikuti oleh sel osteoblas dibelakang nya dan ditengah-tengah terdapat kapiler , jaringan saraf dan jaringan ikat. Pada orang dewasa sehat diperkirakarakan 1 juta BRU dalam keadaaan aktif


(41)

tulang kortikal maupun tulang trabekular. Pada tulang trabekular BRU mulai bekerja dimana sel osteoklas meresorpsi tulang dengan memahat dan menggali kemudian sel osteoblas akan menutup bekas galian tadi dengan mengganti sel sel yang rusak dengan membentuk matris tulang (sel kolagen tipe 1) dengan pengaruh hormon estrogen salah satunya .Proses remodeling ini juga akan diatur oleh sejumlah hormon lainnya. Hormon yang berpengaruh pada proses ini adalah hormon paratiroid, glukokortikoid, hormon sex dan hormon tiroid dll.11,17

Proses yang sama juga terjadi pada tulang trabekular, penyerapan tulang akan terjadi dalam 3 minggu. Sedangkan proses pembentukan sel tulang butuh waktu 3 bulan dan masa BRU hidup lebih lama dari osteobals dan osteoklas 6-9 bulan, sehingga diperlukan lebih banyak sel osteoblas yang dibentuk oleh sum-sum tulang sel progenitor hematopoitik 3,11, 14

Defisiensi estrogen menyebabkan penurunan masa tulang secara signifikan. Defisiensi estrogen dipikirkan mempengaruhi level sirkulasi sitokin spesifik seperti IL-1, tumor nekrosing faktor, koloni granulosit-makrofag stimulating faktor dan IL-6. Bersama sitokin ini meningkatkan resorpsi tulang melalui peningkatan recruitment, diferensiasi dan aktifasi sel osteoklas.9

Pada beberapa tahun pertama postmenopause terjadi penurunan masa tulang yang cepat sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular dan 2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan meningkatnya aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh osteoblas dan hilangnya massa tulang menjadi 1-2 % per tahun.7


(42)

Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan sitokin seperti faktor lokal lain (growth factor, protaglandin dan leukotrien, PTH, kalsitonin, estrogen dan 1,25-dihydrocyvitamin D3 [1,25-(OH)D3]. PTH bekerja pada osteoblas dan sel stroma, dimana mensekresi faktor soluble

yang menstimulasi pembentukan osteoklas dan resorbsi tulang oleh osteoklas. Sintesis kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh paparan pada PTH yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada PTH menghambat sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivasi enzim ginjal , hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3 menjadi 1,25-(OH)2D3.9

2.4. Pemeriksaan Bone Mineral Density

Pemeriksaan ini berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur, berbagai penelitian menunjukkan peningkatan resiko pada densitas masa tulang yang menurun secara progresif dan terus menerus. Pemeriksaan densitas masa tulang ini merupakan pemeriksaan yang akurat dan presisi hingga dapat dijadikan sebagi prognosis, prediksi fraktur, dan bahkan diagnosis osteoporosis 12,43

Beberapa metode pemeriksaan yang dapat dipakai untuk menilai densitas massa tulang dengan :


(43)

2.4.1.Pemeriksaan radioisotop

Menggunakan sinar foton radionuklida terdapat 2 jenis pemeriksaan:

2.4.1.1. Singel photon absorbtimetry (SPA)

Sumber sinal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosisi 200 mci, yang diperiksa pada tulang perifer radius dan calcaneus.

2.4.1.2. Dual photon absorpmetry (DPA)

Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI yang mempunyai energi (44 kev dan 100 kev) digunakan untuk mengukur vertebra dan kolum femoris 3,11,20

2.4.2. Quantitative Computerised Tomography (QCT)

Merupakan salah satu metode yang dapat menilai mineral tulang secara volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia, dan vertebra. Keuntungan pemeriksaan ini tidak diengaruhi oleh korteks dan artefak kalsifikasi osteosit. Keuntungan tidak diperhitungkan berat badan dan tinggi badan. Sedangkan kerugian nya paparan radiasi yang tinggi dari pemeriksaan lainya . 3,11,20

2.4.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Dapat mengukur struktur trabekular dan kepadatannya. Tidak memakai radiasi, hanya dengan lapangan magnet yang sangat kuat, sayangnya pemeriksaan ini mahal dan perlu sarana yang banyak. 3,11,20


(44)

2.4.4. Dual-Energy X ray absobtiometry (DEXA)

Pemeriksaan prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA bedanya menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Memiliki dua jenis X ray absorbtiometry yaitu SXA single Xray absorbtiometry dan SXA-DEXA-Dual energi X ray absobtimety. Metode ini sangat sering digunakan untuk pemeriksaan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, mempunyai presisi dan akurasi yang tinggi . 11,20,44

Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa

• Densitas masa tulang mineral tulang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per centimeter.

• Kandungan mineralnya tulang dalam satuan gram

• Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z score atau T-score)

2.4.5. Sono densitometer (USG) metode Quantitative Ultarsound (QUS)

Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas masa tulang perifer menggunakan gelombang suara ultra yang menembus tulang dinilai atenuasi kekuatan dan daya tembus melewati tulang dengan

ultrasound broad band dan kekakuan (stiffnes) dan tanpa ada resiko radiasi.

Adanya elastisitas tulang terbukti dengan adanya kecepatan tembus gelombang dan kekuatan tulang berkaitan dengan atenuasi ultrasound 3,11


(45)

Pemeriksaan ini merupakan suatu metode yang mempunyai ,keuntungan tidak hanya gampang dibawa bawa tetapi juga tidak ada radiasi ukuran kecil, pengukuran cepat dan relatif murah. 16 Lokasi pemeriksaan

pada daerah sedikit jaringan lunak yaitu dilakukan pada tulang calcaneus tibia dan bisa juga pada jari tangan. Parameter - parameter diatas diketahui berkurang pada pasien osteoporosis .dan yang lebih penting parameter sonografi dapat merupakan prediktor resiko fraktur vetebra. Alat ini mempunyai tingkat akurasi 20%. 16,43

Densitas tulang terbaca sebagai nilai T-score . Beberapa hal perlu diketahui dalam menganalisa hasil skrening densitometer, diantaranya: Pengertian T-Score, keabsahan hasil skrening dan interpretasi hasil16

T-Score : Merupakan nilai perbandingan kandungan densitas mineral tulang seseorang bila dibandingkan dengan nilai puncak optimalisasi pembentukan

masa tulang (peak bone mass), yang lazimnya tercapai pada usia 30-35

tahun.

WHO menetapkan batasan nilai sebagai berikut 3,11,15,20 :

Kategori Diagnostik T-score

Normal T>-1 SD

Osteopenia -2,5< T<-1 SD

Osteoporosis (tanpa fraktur) T<-2.5 SD


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1.Desain penelitian

Penelitian dilakukan secara observasional analitik dengan cara Cross-

Sectional ( potong lintang).

3.2.Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H.Adam Malik Medan mulai bulan Juni - september 2009 bekerjasama dengan Departemen Kebidanan Kandungan dan Pusat Rehabilitasi Medik FK-USU/RSUP.H.Adam Malik Medan.

3.3.Populasi penelitian

1. Wanita postmenapuse yang berkunjung ke pusat rehabilitasi medis baik yang sudah terdiagnosa osteopeni atau osteoporotik < 6 bulan atau kiriman poliklinik/pribadi telah ditegakkan osteopeni atau osteoporosis. Setelah dilakukan pemeriksaan BMD memakai alat QUS memenuhi kriteria penelitian.

2. Sebagai pembanding diambil Kelompok wanita pramenapause tanpa osteopeni atau osteoporosis berdasarkan pemeriksaan QUS memenuhi kriteria penelitian


(47)

3.4. Sampel penelitian

3.4.1.Persaratan umum sampel 3.4.1.1Kriteria Inkusi

1. Wanita postmenopause umur >55 tahun ( minimal 5 tahun sudah menopause), dengan osteopeni atau osteoporosis setelah pemeriksaan Quantitative Ultrasound (QUS).

2. Wanita pramenopause umur 45-50 tahun tanpa osteopeni atau osteoporosis setelah pemeriksaan QUS.

3.3.1.2.Kriteria Ekslusi

Peserta dikeluarkan dari penelitian jika :

1. Peserta amenorhoenya oleh karena pengangkatan uterus . 2. Terdapat riwayat atau menderita hipertiroid

3. Penderita gagal ginjal diketahui dari anamnese dan pemeriksaan Estimation Glomerular Filtration Rate (EGFR). 4. Penggunaan glukortikoid jangka panjang > 6 bulan

(prednison > 7,5 mg/hari) 37 .

3.3.1.3. Batasan operasional

1. Menopause

Wanita dikatakan menopause berdasarkan rekomendasi WHO tahun 1981 dan telah diperbaharui kembali oleh Technical


(48)

Working Party WHO tahun 1994 didefinisikan sebagi : Penghentiaan permanen siklus haid pada wanita yang disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium. Diagnosa berdasarkan pemantauan selama amenorhoe 12 bulan dengan berturut-turut dan tidak terdapat penyebab lainnya, patologis atau psikologis 5

Berdasarkan pembagian kronologis kehidupan wanita disampaikan pada kursus Kongres Menopausal Treatmen, Kongres Nasional II Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMI), dan Temu Ilmiah II Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi (FER), Surabaya Februari 2005. Masa perimenopause (usia 46-55), diawali pramenopause umur 45-50 tahun diakhiri dengan masa postmenopause (usia 55-65 tahun)

dikutip dari 3

. 2. Osteoporosis

Ditentukan berdasarkan pemeriksaan :

a. Bone Mass Density (kepadatan masa tulang )

Dengan menggunakan Quantitative Ultrasound (QUS) untuk mengukur kepadatan masa tulang. Pemeriksaan ini berdasarkan pengukuran tidak langsung dari anatomi (tumit), untuk mengukur jumlah kepadatan massa tulang pada area tubuh dinyatakan dengan nilai T-score.


(49)

Dinyatakan osteopenia jika nilai T- score: -2,5 <T< -1 SD Dinyatakan osteoporosis jika nilai T- score :T< -2,5 SD 3. Gagal ginjal

Berdasarkan riwayat penyakit seperti menderita hemodialisa reguler, pemeriksaan fisik, riwayat Hipertensi dan EFGR.

Ditentukan berdasarkan penetapan Estimation Glomerular

Filtration Rate (EGFR) yang direkomendasikan The National

Kidney Foundation ,dengan kalkulasi Cockroft-Gault36 .

EGFR (mL/menit) = (140 – umur) x BB(kg) X( 0,85 ) 72 X Scr (mg/dL)

Keterangan: Scr : Serum Kreatinin

Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan EGFR ≤ 40 ml /menit 36 4. Penderita hipertiroid

Dilakukan pisik diagnostik mengunakan wayne indeks . Penilaian dikatakan Hypertyroid jika Nilai Wayne indeks≥ 20

No Gejala yang baru timbul dan atau bertambah berat

Nilai

1. Sesak saat kerja +1

2. Berdebar +2

3. Kelelahan +2

4. Suka udara dingin -5

5. Suka udara panas +5

6. Keringat berlebihan +3

7. Gugup +2

8. Nafsu makan naik +3

9. Nafsu makan turun -3

10. Berat badan naik -3

11. Berat badan turun +3


(50)

No Tanda Ada Tidak Ada

1. Tyroid teraba +1 -3

2. Bising Tyroid +2 -2

3. Exoptalmus +2 -

4. Kelopak mata tertinggal gerak bola mata

-5 -

5. Hiperkinetik +5 -2

6. Tremor jari +3 -

7. Tangan panas +2 -2

8. Tangan basah +3 -1

9. Fibrilasi atrial -3 -

10. Nadi teratur

<80 x/menit 80-90 x/ menit

>90x/menit

- - +3

-3 - -

Tabel 1. dan 2. Wayne Indeks 39

5. -CTx

Dalam penelitian ini nilai kadar -CTx dihubungkan dengan penurunan kepadatan tulang dengan alat QUS yang disebabkan oleh peningkatan resorpsi tulang, yang oleh keadaan postmenopause. Kadar -CrossLaps dihitung dalam ng/mL.

3.4.2. Perkiraan Besar Sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan

besar sampel yang akan diteliti dipakai rumus uji hipotesa terhadap rerata dua populasi, dalam hal ini untuk dua kelompok berpasangan, sebagai berikut 31:


(51)

n = (z + z ) Sd 2 d

Dimana :

z = Nilai baku normal tabel Z yang besarnya tergantung oleh nilai untuk nilai = 0,05 å z = 1,96

z = Nilai baku normal tabel Z yang besarnya tergantung oleh nilai untuk nilai = 0,15 å z = 1,036

Sd = Simpang baku dari selisih rerata didapat dari kepustakaan 6 :

n1 = 254 S1= 0,137(ng/mL) X1 = 0,299 n2 = 429 S2 = 0,226(ng/mL) X2 =0,556 = √ (n1-1) Sd12 + (n2-1)2

n1+n2 -2

= √ (254-1) (0,137)2 + (429-1) (0,226)2

254+ 429 -2

= 1,0014

d = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna ditentukan d = 0,5 jumlah sampel yang dibutuhkan :

n = (1,96 + 1,036 ) 1,0014 2 0,5

n ≥ 36,00 47 ≈ 36

3.4.3Cara pengambilan Sampel


(52)

3.5.Ethical clearence dan Infomed Consent

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Inform consent

diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini.

3.6.Prosedur penelitian

Wanita postmenopause yang datang ke pusat rehabilitasi medik baik pribadi ataupun kiriman poliklinik yang sudah pernah dilakukan pemeriksaan BMD dengan memakai (QUS) ataupun akan dilakukan pemeriksaan QUS, didiagnosa dengan osteopeni atau osteoporosis. Kemudian dijelaskan maksud dan tujuan penelitian, dan diminta persetujuan tertulis untuk menjadi peserta penelitian. Selanjutnya sebagai perbandingan lain diambil wanita yang pramenopause umur 45-50 tahun dan dilakukan pemeriksaan yang sama, dan tidak osteopeni ataupun osteoporosis.

1. Dilakukan anamnese meliputi :

• Lamanya sudah tidak menstruasi bukan dikarenakan oleh sebab penyakit dan kejadian patologis

• Tidak menderita gangguan kelenjar tiroid dan dilakukan anamnese pemeriksaan fisik


(53)

• Tidak menderita penyakit ginjal kronik

• Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama, terutama Glukokortikoid > 6 bulan terutama prednison >7.5 mg /hari 36

• Pekerjaan /aktifitas sehari hari

• Riwayat minum alkohol

• Riwayat merokok

2. Dilakukan pemeriksan fisik,meliputi:

• Berat badan dan tinggi badan, ditentukan dengan IMT

• Pemeriksaan fisik untuk Wayne Indeks

3.Pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan alat Quantitative Ultrasound (QUS) untuk menilai kepadatan tulang.

4.Pengambilan sampel darah vena yang sebelumnya puasa selama 12 jam dipisahkan serumnya dilakukan pemeriksaan kreatinin darah dan sebagian dimasukkan kedalam aliquot dan disimpan dalam freezer -30º C sampai waktu pemeriksaan -CTx

5.Pemeriksaan kadar -CTx secara serentak terhadap sampel darah dari pasien-pasien yang masuk kriteria penelitian.

3.7. Bahan dan Cara Kerja

3.7.1. Anamnese dan pemeriksaan fisik

Anamnese dilakukan dengan cara wawancara meliputi lama sudah menopouse berpedoman pada daftar pertanyaan pada status penelitian


(54)

dan pemeriksaan fisik meliputi tekanan darah dan pemeriksaan gangguan tiroid .seluruh data dan hasil pemeriksaan dicatat dalam status penelitian.

3.7.2. Pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD)

Untuk pemeriksaan ini dilakukan memakai Quantitative Ultrasound dengan mendapatkan nilai T-score sebagai nilai dari kepadatan tulang.

3.7.3. Pengambilan dan pengolahan sampel darah

Pemeriksaan kadar -CTx menggunakan sampel darah vena yang

sebelumnya puasa selama 12 jam. Sampel diambil dari penderita yang telah ditetapkan masuk dalam kelompok postmenopause dengan osteopeni atau osteporosis dan kelompok pramenopause tanpa osteopeni atau osteoporosis.

Darah diambil sebanyak 5 cc, dari vena mediana cubiti, pasien malamnya puasa 10-12 jam. Darah dimasukkan dalam tabung tanpa antikoagulan. Setelah didiamkan selama lebih kurang 30 menit, kemudian disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit. Dari serum yang dipisahkan dilakukan pemeriksaan kreatinin darah, dan sebagian dimasukkkan dalam aliquot dan disimpan dalam freezer -30°C, sampai waktu untuk pemeriksaan -CTx.31


(55)

3.7.4. Pemeriksaan Sampel Darah 3.7.4.1 . Pemeriksaan -cross Laps10,31

Dilakukan serentak setelah terkumpul sejumlah sampel. Dengan alat

Cobas Elecsys 601 (Cobas e 601), menggunakan metode

Electrochemiluminescence sandwich immunoassay (ECLIA). Sampel yang

beku dicairkan pada suhu ruangan. Reagensia, kalibrator dan kontrol juga dibuat menjadi suhu ruangan (20-25°C), dan disiapkan menjadi larutan kerja sesuai petunjuk pada leaflet. Reagensia diletakkan pada disk reagensia, kalibrator pada disk sampel. Lakukan kalibrasi reagen. Letakkan kontrol dan sampel pada disk sampel. Lakukan pemeriksan sampel.

Prinsip pemeriksaan ECLIA tahapan sebagai berikut :

• Inkubasi pertama : antigen dari sampel (50 µL), antibodi biotinilasi poliklonal spesifik CrossLaps dan antibodi monokonal spesifik -CrossLaps yang telah dilabel dengan kompleks ruthenium membentuk kompleks sandwich .

• Inkubasi kedua : Setelah penambahan mikropartikel yang dilapisi oleh streptavadin terjadi kompleks antigen antibodi melalui interaksi biotin dan sterptavadin.

• Gabungan reaksi ini diaspirasikan kedalam sel pengukur elektrokimia dimana substansi yang tidak terikat dicuci dan kemudian dipindahkan

oleh buffrer procell. Sedangkan kompleks imun yang terbentuk


(56)

kemudian menginduksi emisi cahaya chemiluminesncent yang diukur dengan photomultiplier.

• Hasilnya ditentukan melalui kurva kalibrasi yang digenerasikan secara spesifik dengan instrumen dengan cara kalibrasi 2 titik terhadap kurva master yang tersedia melalai barcode reagensia.

• Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit dalam sampel. 31

3.7.4.2. Pemeriksaan kreatinin darah35

Dilakukan dengan alat Automatic analyzer Cobas Integra 400 plus dan pemeriksaan kreatinin dengan metode Jaffe tanpa deproteinisasi. Prinsip reaksi adalah :

pH Alkali

Creatinin + picrid acidåcomplexcreatinin picrid acid (merah-oranye)

Kalkulasi konsentrasi analit secara otomatis dengan mengalikan faktor konversi : µmol/L X 0,0113 = mg/dL

3.7.5. Pemantapan Kualitas

Pemantapan kualitas dilakukan untuk menjamin ketepatan hasil pemeriksaan dalam batas yang dapat dipercaya (valid). Sebelum dilakukan pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi terhadap alat-alat yang digunakan agar penentuan konsentrasi zat yang belum diketahui seakurat mungkin


(57)

Kalibrasi autometic analyzer Rohce/Cobas Integra 400 plus untuk pemeriksaan kreatinin menggunakan C.f.a.s (calibrator for autometic system ) yang dilarutkan dengan 5 ml steril water .

Kontrol kualitas menggunakan kontrol normal Precinom U dan. Kontrol kualitas dilakukan setiap hari pada setiap awal pemeriksaan sedang kontrol abnormal Precipath U yang dilakukan jika dadapati hasil yang tinggi dan tidak masuk dalam nilai kontrol.

Tabel 1. Hasil Kontrol kualitas pemeriksaan kreatinin

Pemeriksaan Nilai control Nilai target Range

14 -07-09 18-07-09 23-07-09 29-07-09 30-07-09 03-08-09 1,0 1,0 1,1 0,90 1,1 1,0 1,08 1,08 1,08 1,08 1,08 1,08 0,90-1,26 0,90-1,26 0,90-1,26 0,90-1,26 0,90-1,26 0,90-1,26

Nilai kontrol kualitas dalam 6 kali pemeriksaan kreatinin keseluruhanya berada pada batas yang dpat dierima (acceptabel range 0,93-1,35)

3.7.5.1.Kalibrasi Pemeriksaan -CrossLaps ( -CTx)

Kalibrasi pemeriksaan -CTx pada alat cobas e 601 analyzers menggunakan calset Elecsys -CTx Cat.No 11776576 terdiri dari kalibrator 1( CROSSL Cal 1), kalibrator 2 ( CROSSL Cal 2), dalam 2 nilai target


(58)

konsentrasi . Nilai kadar kalibrator spesifik lot dicantumkan dalam kode

barcode dan juga dicetak pada lembaran barcode kalibrator

Kedua kalibrator sudah siap pakai menjadi larutan kerja yang disimpan dalam botol kusus (CalSet vial)

Prinsip kalibrasi adalah mengukur 2 kalibrator dan Analyzer akan mencocokkan dengan kurva master. Kurva master kalibrasi dibuat oleh pabrik

Roche Diagnostic sewaktu memproduksi reagen, yang dikodekan dalam

barcode 2 dimensi sesuai dengan kemasan reagen kemudian informasi ini

akan ditransferkan ke analyzer

Selama penelitian kalibrasi hanya dilakukan satu kali pada waktu membuka reagen, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Kalibrasi Kalibrator -CTx

Test Module Calibration

type

Unit Date Calibration

lot

Regent lot

CrossL E-2 Rodbard ng/mL 01/08/2009 15112201 00182353

L-Calibrasi. Was generated

Level 1 Level 2 Target Range

Target Signal 1 Signal 2 Monotomy Diff Dupl Sys.Err 0,05 1933 1796 - - - - 1,83 16527 15271 - - - -

0,05 0,05 -2,0


(59)

3.7.5.2.Kontrol Kualitas Pemeriksaan -CTx

Kontrol kualitas menggunakan PreciControl Bone Cat.No.03142949

yang mengandung serum control lyophilized dengan bahan dasar serum

kuda memakai 3 nilai konsentrasi PC BONE1, PC BONE2, PC BONE 3. PreciContol bone dibuat menjadi larutan kerja, dengan melarutkan setiap botol dengan menambahkan 2,0 ml steril water, dan dibiarkan selama 15 menit hingga larut dan dicampur dengan hati hati untuk menghindari terbentuknya gelembung3 .

Nilai rentang target dari pabrik Roche digunakan untuk memantau akurasi pemeriksaan -Ctx pada Cobas e 601. Hasil pemeriksaan precicontrol adalah sebagai berikut:

Tabel 3.Hasil Kontrol Kualitas Pemeriksaan Kadar -CTx

Date R.lot No. PC BONE 1

Target

Range

PC BONE 2

Target PC BONE 3 Target 01/8/2009 18/8/2009 00182353 00182353 0,296 0,319 0,315 ± 2SD 0,759 0,786 0,75 ± 2SD 3,08 3,11 3,0 ± 2SD

Selama penelitian kontrol kualitas dilakukan sebanyak 2 kali bersamaan dengan sampel yang diperiksa. Dalam 2 kali pemeriksaan sampel, nilai kontrol PC-BONE 1, PC-BONE 2 dan PC BONE 3 tidak melewati nilai target yang diharapkan (Garfik 2)


(60)

Grafik 2. Nilai kualitas kontrol kadar - CTx

3.8. Analisa data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 15,0. Gambaran karakteristik penderita dan kelompok pembanding disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

1. Untuk melihat perbedaaan kadar -CTx pada wanita postmenopause

dengan osteopeni atau osteoporosis dibandingkan wanita pramenopause tanpa osteoporosis atau osteopeni digunakan uji ANOVA satu arah, karena varian datanya sama.

2. Untuk melihat hubungan antara penurunan masa tulang teknik QUS pada wanita postmenopause dengan osteoporosis atau osteopeni dengan kadar -CTx, dinilai dengan uji T berpasangan oleh karena data kedua kelompok diamati berdistribusi normal. Kenormalan distribusi data diuji dengan uji Kolmogorof Smirnov. Untuk melihat hubungan keduanya digunakan uji statistik korelasi Pearson.


(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar -CTx pada wanita postmenopause dengan osteoporosis atau osteopeni yamg dilaksanakan mulai tanggal 12 juli sampai 31 september 2009 . Subjek penelitian didapatkan dari wanita postmenopause kiriman poliklinik/pribadi yang berkunjung ke pusat rehabilitasi medis Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Sedangkan sebagai kelompok pembanding adalah wanita pramenopause yang tidak osteoporosis atau osteopeni.

Penderita yang bersedia sebagai subjek pada penelitian dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang menggunakan QUS. Pada awal penelitian didapati sebanyak 36 sampel wanita, postmenopause yang terdirir dari 16 orang osteoporosis dan 20 orang osteopeni berdasarkan nilai skrening kepadatan tulang .

Sebagai kelompok pembanding adalah wanita pramenopause yang tidak osteoporosis dan osteopeni, sebanyak 36 orang

Peserta penelitian dengan rentang umur 40 sampai dengan 70 tahun. Hasil penelitian yang didapatkan adalah sebagai berikut :


(62)

Tabel 4. Karakteristik Wanita Postmenopause dengan Osteopeni atau Osteoporosis serta Wanita Pramenopause tanpa Osteoporosis atau Osteopeni.

Karakteristik demografi

klinis dan laboratorium Osteopoeni Osteoporosis Normal p Sig (n=20) (n=16) (n=36)

Umur (tahun)(a) 61 ± 5,7 65 ± 7,4 46 ± 2,7 0,001* S Tinggi Badan (cm) (a) 154 ± 7,0 154,9 ± 7,0 157,7 ± 6,0 0,156 NS Berat Badan (kg)( a) 55,4 ± 8,1 56,3 ± 7,0 59,2± 6,0 0,657 NS Indeks Masa Tubuh(a) 23,9 ± 2,8 22,9 ± 1,4 23,8 ± 2,9 0,500 NS Lama Menopause(thn)( b) 7,8 ± 2,3 8,9 ± 1,9 - 0,144 NS Creatinin (mg/dl) a) 0,73 ± 0,17 0,83 ± 0,21 0,72 ±0,99 0,065 NS LFG a) 74,7 ± 19,6 64,6 ±17,09 92,6 ± 21,4 0,065 NS a)

Anova b) Student t-test

S: Signifikan , NS: Non Signifikan p <0,05 LFG: laju filtrasi glomerulus

4.1 Gambaran Umum Peserta Penelitian

Gambaran demogarafi, klinis dan laboratorium pada ketiga kelompok peserta penelitian tersusun dalam tabel 4. Disini terlihat perbedaan umur yang bermakna antara ketiga kelompok , dimana umur rata-rata kelompok osteoporosis sebanyak 16 orang adalah 65±7,4 tahun dan kelompok osteopeni sebanyak 20 orang adalah 61±5,7 tahun sedangkan pada kelompok normal sebanyak 36 orang adalah 46± 2,7 tahun.

Tidak terlihat perbedaan bermakna untuk tinggi badan dan Indek Masa Tubuh pada ketiga kelompok dimana pada kelompok osteoporosis tinggi badan adalah 154,9 ± 5,9 cm pada kelompok osteopeni tinggi badan 154 ± 7,0 cm sedangkan untuk kelompok normal tinggi badan adalah 157,7 ± 6,0


(63)

cm . Untuk Indeks Masa Tubuh pada kelompok osteoprosis 22,9 ± 1,4 pada kelompok osteopeni 23,9±2,8 sedangkan untuk kelompok normal 23,8± 2,9 .

Pada tabel diatas juga terlihat, lamanya sudah menopause antara kelompok yang osteoporosis dan osteopenia juga tidak terlihat perbedaan bermaka dimana untuk osteoporosis adalah 8,9 ± 1,9 tahun, dan untuk kelompok osteopeni adalah 7,8 ± 2,3 tahun .

Karakteristik hasil laboratorium pada ketiga kelompok juga didapati nilai dari Creatinin darah tidak terlihat perbedaan bermakna dimana pada kelompok osteoporosis 0,83±0,21 mg/dl, sedangkan untuk kelompok osteopeni 0,73±0,17 mg/dl dan untuk kelompok normal adalah 0,72±0,99 mg/dl. Begitu juga untuk LFG tidak terlihat perbedaan bermakna pada ketiga

kelompok dimana pada kelompok osteoporosis adalah 64,6 ± 17,09 pada

kelompok osteopeni 74,7 ±19,6 dan untuk kelompok normal 92,6 ± 21,4 .

Tabel 5. Pengaruh Faktor Kebiasaan terhadap Hasil Nilai T-Score dan Nilai Kadar -CTx.

N X±SD p Sig

T –Score Tidak minum susu 54 -1,1 ± 1,2 0,1 NS Minum susu 18 -1,5 ± 1,0

Tidak merokok 70 -1,2 ± 1,2 0,1 NS Merokok 2 -2,4 ± 0,7

Tidak Olah raga 68 -1,2 ± 1,2 0,4 NS Ada Olah raga 4 -1,0 ± 1,2


(64)

-CrossLaps (ng/mL)

Tidak minum susu 54 0,454 ± 0,291 0,1 NS Minum susu 18 0,531 ± 0,289

TidakMerokok 70 0,461 ± 0,285 0,1 NS Merokok 2 0,889 ± 0,092

Tidak Olah raga 68 0,474, ± 0,293 0,4 NS Ada Olah raga 4 0,460 ± 0,281

Anova p signifikan ≤ 0,05

Secara keseluruhan kondisi faktor kebiasaan minum susu dengan tidak minum susu terhadap nilai T-Score dan -CTx tidak signifikan pada ketiga kelompok . Untuk 54 orang yang minum susu nilai T-Score adalah -1,2 ± 1,2 yang tidak minum susu -1,5 ± 1,0 dan untuk kadar -CTx yang didapat 0,454 ± 0,291 ng/mL.

Untuk faktor resiko yang merokok dan tidak merokok juga tidak signifikan pada ketiganya dimana 70 orang yang tidak merokok T-Score adalah -1,2 ± 1,2. sedang untuk merokok jumlah 2 orang T-Score yang didapat adalah -2,4 ± 0,7. Dan untuk pemeriksaan kadar CTx yang tidak merokok adalah 0,461 ± 0,285 ng/mL, dan yang merokok adalah 0,889 ± 0,092 ng/mL.

Kebiasan berolah raga ataupun tidak ada berolah raga pada ketiga kelompok ini juga tidak bermakna secara signifikan , nilai T-Score yang tidak

berolahraga sebanyak 68 orang adalah -1,2 ± 1,2 dan yang berolahraga

sebayak 4 orang adalah -1,0 ± 1,20 , begitu juga pada nilai kadar CTx pada kelompok yang tidak merokok hasil 0,474, ± 0,293 ng/mL dan untuk yang berolahraga adalah 0,460 ± 0,281ng/mL


(65)

Tabel 6.Rerata Kadar -CTx Wanita Postmenopause dengan

Osteoporosis atau Osteopeni dan wanita Pramenopause yang tidak osteoporosis atau osteopeni.

Variabel Osteoporosis Osteopeni Normal p

(n=16) (n=20) (n=36

-CTx 0,792 ± 0,244 0,625 ± 0,169 0,248 ± 0,136 0,0001*

(ng/mL)

T-Score -2,6 ± 0,2 -2,1 ± 0,3 -0,2 ± 0,6 0,0001*

Anova p signifikan < 0,05

Kriteria osteoporosis pada wanita postmenopause ataupun osteopeni pada kelompok ini berdasarkan pemeriksaan kepadatan tulang memakai alat QUS berdasarkan nilai T-Score. Perbedaan kadar -CTx pada ketiga kelompok wanita yang diperiksa didapati hasil yang berbeda terjadi peningkatan yang signifikan antara wanita postmenopause dengan osteoporosis, wanita postmenopause dengan osteopeni dan wanita pramenopause yang tidak osteoporosis ataupun osteopeni. Sampel yang diperiksa pada ketiga , kelompok sebanyak 72 orang.

Pada kelompok wanita postmenopause yang osteoporosis berjumlah 16 orang didapatkan kadar 0,792 ± 0,244 ng/mL dengan rentang nilai terendah 0,244 sampai tertinggi 1,260 ng/mL. Sedangkan untuk kelompok wanita postmenopause dengan osteopoeni berjumlah 20 orang kadar -CTx

yang didapatkan 0,625 ± 0,169 ng/mL dengan rentang nilai 0,342 sampai


(66)

osteoporosis didapati nilai kadar -CTx adalah 0,248 ± 0,136 ng/mL dengan rentang nilai terendah 0,079 dan nilai tertingi 0,745 ng/mL. Dengan uji statistik ANOVA satu arah perbedaan rerata kadar -CTx antara ketiga kelompok tersebut bermakna , p = 0,001 (98 % CI 0,405- 0,542).

Grafik 1 Memperjelas perbedaan rerata kadar -CTx pada masing masing kelompok .Kadar -CTx yang lebih tinggi pada wanita post menopause dengan osteoporosis dibandingkan pada wanita postmenopause dengan osteopeni dan wanita pramenopause tidak osteopeni ataupun osteoporosis.

Kadar -CrossLaps

Nilai kepadatan tulang berdasarkan T-Score Normal Osteopeni

Osteoporosis 0.800

0.700

0.600

0.500

0.400

0.300

0.200

Grafik 2. Rerata kadar -CTx Berdasarkan Hasil T-Score dengan alat Quantitative Ultrasound


(67)

Untuk mengetahui rerata mana saja yang berbeda digunakan analisa komparasi ganda LSD seperti yang terlihat pada tabel 6, dimana perbedaan bermakna kadar -CrossLaps ( -Ctx ) dan nilai T-Score ditemukan antara ketiga kelompok yaitu pada kelompok postmenopause dengan osteoporosis dan postmenopause dengan osteopeni dijumpai penurunan , p = 0,005 untuk nilai T-Score p = 0,005 dengan pramenopause normal p = 0,001, T-Score p = 0,001 untuk kelompok postmenopause dengan osteopeni dengan postmenopause dengan osteoporosis p = 0,001 , nilai T-Score p = 0,005 untuk pramenopause normal p = 0,001, nilai T-Score p = 0,001 sedangkan untuk kelompok pramenopause normal dengan postmenopause osteoporosis

p = 0,001 nilai T-Score p = 0,005 untuk postmenopause osteopeni p = 0,001, nilai T-Score p = 0,001

Table 7.Perbedaan Rerata Kadar -CTx Wanita Post menopause dengan Osteoporosis atau Osteopeni dan wanita Pramenopause yang tidak Osteoporosis atau Osteopeni (normal)

Gambaran Perbedaan nilai

Rerata -CTx p Sig -CTx

Osteoporosis Osteopeni 0,167 0,005*

Normal 0,543 0,001*

Osteopeni Osteoporosis -0,167 0,005*

Normal 0,376 0,001*

Normal Osteoporosis - 0,543 0,005*

Osteopeni - 0,376 0,001*


(68)

T-Score

Osteoporosis Osteopeni -0,5 0,001*

Normal -2,4 0,001*

Osteopeni Osteoporosis 0,5 0,001* Normal -1,9 0,001*

Normal Osteoporosis 2,4 0,001*

Osteopeni 1,9 0,001*

p < 0,05 dianggap berbeda bermakna

Untuk melihat sifat hubungan antara kadar -CTx dengan uji kepadatan tulang berdasarkan nilai T-Score, diuji dengan korelasi Pearson dengan koefisen korelasi . Untuk kelompok osteoporosis r = 0,522 dan signifikan p = 0,038. Semakin tinggi kadar -CTx semakin rendah nilai T-Score artinya kepadatan tulang semakin menurun. Tetapi tidak berkorelasi untuk kelompok postmenopause dengan osteopeni ataupun pramenopause yang tidak osteoprosis ataupun osteopeni (table 8)

Table 8. Korelasi Kadar -CTx Berdasarkan Nilai Kepadatan Tulang Memakai Nilai T-Score

Variabel yang dihubungkan n r p

Kadar -CTx dengan

nilai T-Score kepadatan tulang

Osteopeni 20 0,014 0,953

Osteoporosis 16 0,522 0,038*

Normal 36 0,254 0,135


(1)

Wayne indeks : dikatakan Hipertiroid total nilai >20

No Gejala yang baru timbul dan atau bertambah berat Nilai

1. Sesak saat kerja +1

2. Berdebar +2

3. Kelelahan +2

4. Suka udara dingin -5

5. Suka udara panas +5

6. Keringat berlebihan +3

7. Gugup +2

8. Nafsu makan naik +3

9. Nafsu makan turun -3

10. Berat badan naik -3

11. Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak Ada

1. Tyroid teraba +1 -3

2. Bising Tyroid +2 -2

3. Exoptalmus +2 -

4. Kelopak mata tertinggal gerak bola mata -5 -

5. Hiperkinetik +5 -2

6. Tremor jari +3 -

7. Tangan panas +2 -2

8. Tangan basah +3 -1

9. Fibrilasi atrial -3 -

10. Nadi teratur

<80 x/menit 80-90 x/ menit >90x/menit - - +3 -3 - -

Hasil laboratorium : Nilai : Kreatinin LFG :

Kesimpulan kriteria pasien : [ ] Inklusi

[ ] Ekslusi

[ ] Kontrol penderita hipertensi tanp osteopeni atau osteoporosis Penjajakan :

[ ] Nilai BMD dengan QUS : [ ] Kadar -CrossLaps :


(2)

Lampiran 5 Data Pasien Penelitian Kasus Postmenopause

Faktor resiko Hasil Lab

N0 Inisi al

Umur (thn)

TB

(cm)

(kg) IMT Nilai T-Score Kelom Pok Lama Meno Pause (thn) Mero kok Minum Susu Olahraga Teratur Cr mg/dL LFG eta-CTx ng/ml

1 SM 65 150 49 21,8 -2,7 osteoporosis >10 0 0 0 0,90 49 0,755

2 AN 54 165 60 22,2 -2,0 Osteopeni 5 0 1 1 0,65 95 0,527

3 NG 59 150 50 22,2 -2,3 Osteopeni 8 0 1 0 0,66 72 0,571

4 JD 69 145 40 22,8 -2,1 Osteopeni >10 0 0 0 0,83 58 0,835

5 SR 66 152 50 22.8 -2,6 osteoporosis >10 0 0 0 0,76 55 0,628

6 PS 68 159 60 23,7 -2,8 osteoporosis >10 0 0 0 0,69 74 0,680

7 AS 62 150 60 25 -2,3 Osteopeni >10 0 0 0 0,68 82 0,564

8 AR 55 156 65 22,6 -2,6 osteoporosis 5 0 0 0 0,78 82 0,622

9 MT 55 158 55 26,6 -2,5 osteoporosis 5 0 0 0 0,75 73 0,682

10 NU 62 160 62 24.2 -2,2 Osteopeni 8 0 0 0 0,58 98 0,520

11 LG 54 146 61 28,6 -1,8 Osteopeni 5 0 0 0 1,0 61 0,536

12 NR 63 146 70 32,8 -2,0 Osteopeni >10 0 0 0 1,33 48 1,10

13 NS 61 159 58 26,2 -2,1 Osteopeni >10 0 0 0 0,66 88 0,711

14 JL 55 152 50 21,6 -2,6 osteoporosis 5 0 0 0 0,65 77 0,604

15 FD 61 160 57 22.3 -3.0 osteoporosis 9 1 1 0 1,42 34 0,955

16 ML 55 168 68 23.0 -1,9 Osteopeni 5 1 1 1 0,64 123 0,824

17 SS 60 160 62 24,2 -2,4 Osteopeni 7 1 1 0 0,67 61 0,522

18 JAM 69 150 50 22,2 -2,4 Osteopeni >10 0 0 0 0,65 64 0,688

19 IS 60 168 68 24,1 -2,6 osteoporosis 9 0 1 0 1.2 98 1.17

20 MN 53 155 50 20,8 -1,9 Osteopeni 5 0 1 0 0,68 75 0,591


(3)

22 NAS 62 157 56 22,7 -2,6 osteoporosis >10 0 0 0 0,87 79 0,808

23 NTR 63 149 51 23,1 -2,8 osteoporosis >10 0 0 0 0,69 52 0,871

24 LGN 78 157 56 22,7 -2,6 osteoporosis >10 0 0 0 0,85 48 0,806

25 MSL 72 145 43 20,5 -2,6 osteoporosis >10 0 0 0 0,62 56 0,244

26 BU 68 160 58 22,7 -2,5 osteoporosis >10 0 0 0 0,89 55 0,766

27 TM 72 155 55 22,1 -2,7 osteoporosis >10 0 0 0 0,87 50 1,08

28 SIM 78 155 60 25,0 -2,9 osteoporosis >10 0 0 0 0,63 69 1,26

29 HM 55 158 60 24,0 -1,3 Osteopeni 5 0 0 0 0,81 74 0,342

30 SN 61 159 58 26,2 -2,1 Osteopeni >10 0 0 0 0,66 81 0,627

31 JLH 61 152 50 21,6 -2,6 Osteopeni 5 0 0 0 0,65 71 0,573

32 MR 55 155 50 20,8 -1,9 Osteopeni 5 0 1 0 0,68 68 0,591

33 JEN 69 145 40 22,8 -2,1 Osteopeni >10 0 0 0 0,83 40 0,770

34 AN 71 160 60 23,4 -2,5 Osteopeni >10 0 1 0 0,54 103 0,378

35 ENY 70 145 69 23,4 -2,6 osteoporosis >10 0 1 0 0,68 83 0,745

36 NIR 68 145 50 23,8 -2,3 Osteopeni >10 0 1 0 0,71 61 0,540

TB : Tinggi Badan BB : Berat Badan

IMT : Indeks Masa Tubuh LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

Cr : Kreatinin


(4)

Data Pasien Kontrol Pramenopause

Faktor resiko Hasil Lab

No Inisial Umur TB (cm)

BB (kg)

IMT

T-Score Kesan

Merokok Minum susu

Olahraga Cr mg/dL

LFG -CTx

ng/ml

1 WIN 46 160 60 23,4 -0,8 normal 0 1 1 0,65 110 0,306

2 RMN 49 150 50 21,4 0,6 normal 0 0 1 0,97 58 0,183

3 PAI 45 146 55 25,8 -0,3 normal 0 0 0 0,71 86 0,219

4 ROS 49 146 66 31,0 0,7 normal 0 0 0 0,63 112 0,292

5 ANS 45 160 56 23,4 -0,3 normal 0 0 0 0,77 81 0,145

6 SM 40 163 82 31,2 0,1 normal 0 1 0 0,86 112 0,117

7 AM 48 157 56 22,7 0,4 normal 0 0 0 0,75 81 0,186

8 SH 46 145 43 20,5 -0,7 normal 0 0 0 0,85 57 0,229

9 NUR 44 159 50 19,8 -0,4 normal 0 0 0 0,88 64 0,292

10 PS 47 159 60 23,7 -0,6 normal 0 0 0 0,71 92 0,124

11 BIA 48 160 59 23,3 0,9 normal 0 0 0 0,60 106 0,079

12 JH 48 155 49 20,4 -1,0 normal 0 0 0 0,63 84 0,232

13 NL 45 162 58 22,1 -0,9 normal 0 0 0 0,73 89 0,108

14 ETY 49 160 75 27,3 -0,4 normal 0 0 0 0,68 118 0,270

15 HR 48 159 60 23,7 -0,7 normal 0 0 0 0,72 90 0,227

16 ST 43 156 63 23,1 -0,5 normal 0 0 0 0,76 111 0,348

17 TT 45 155 60 25,0 -0,6 normal 0 0 0 0,82 82 0,195

18 ELS 48 150 50 22,2 0,8 normal 0 0 0 0,74 78 0,168

19 UPK 49 165 60 22,0 -0,4 normal 0 0 0 0,63 102 0,250

20 NHY 44 162 60 22,9 -0,4 normal 0 0 0 0,88 77 0,273

21 ARM 48 157 50 20,3 0,4 normal 0 0 0 0,75 73 0,354


(5)

23 AS 47 159 60 23,7 0,6 normal 0 0 0 0,77 94 0,168

24 SP 45 164 62 23,0 -0,5 normal 0 1 0 0,63 116 0,107

25 ANA 48 158 60 24 0,9 normal 0 0 0 0,73 90 0,208

26 SAR 45 152 50 21,5 -0,8 normal 0 0 0 0,75 77 0,105

27 TAR 45 145 50 23,8 0,4 normal 0 0 0 0,75 75 0,562

28 NIA 49 160 59 23,0 -0,9 normal 0 0 0 0,85 70 0,311

29 EN 50 161 60 23,1 -0,5 normal 0 0 0 0,69 75 0,240

30 AGS 48 159 78 30,9 -0.8 normal 0 1 0 0,64 99 0,745

31 DS 40 155 65 27,1 -0,7 normal 0 0 0 0,63 116 0,427

32 PLG 40 155 52 21,1 0,2 normal 0 1 0 0,67 80,6 0,104

33 ID 40 165 78 28,7 -0,4 normal 0 1 0 0,60 153 0,342

34 SRH 47 158 65 26,0 -0,6 normal 0 0 0 0,73 96 0,270

35 SUSI 45 159 54 21,0 0,8 normal 0 0 0 0,46 145 0,133

36 SA 45 159 60 23,7 -0,5 normal 0 1 0 0,75 89 0,427

TB : Tinggi Badan BB : Berat Badan

IMT : Indeks Masa Tubuh LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

Cr : Kreatinin

1 = : ada/positif 0 = tidak ada/negatif


(6)

Dokumen yang terkait

STUDI ANALISA HUBUNGAN ANTARA POSTMENOPAUSE TERHADAP TIMBULNYA OSTEOPOROSIS DI RSU HAJI SURABAYA

0 4 2

Osteoporosis Pada Wanita Pasca Menopause (Studi Pustaka).

0 0 12

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA PRE-MENOPAUSE DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA.

0 0 4

Korelasi Kadar Serum Estradiol Dengan Klasifikasi Risiko Osteoporosis Osta (Osteoporosis Self Assessment Tools For Asian) Pada Wanita Menopause

0 0 15

Korelasi Kadar Serum Estradiol Dengan Klasifikasi Risiko Osteoporosis Osta (Osteoporosis Self Assessment Tools For Asian) Pada Wanita Menopause

0 1 2

Korelasi Kadar Serum Estradiol Dengan Klasifikasi Risiko Osteoporosis Osta (Osteoporosis Self Assessment Tools For Asian) Pada Wanita Menopause

0 0 7

Korelasi Kadar Serum Estradiol Dengan Klasifikasi Risiko Osteoporosis Osta (Osteoporosis Self Assessment Tools For Asian) Pada Wanita Menopause

0 0 30

Korelasi Kadar Serum Estradiol Dengan Klasifikasi Risiko Osteoporosis Osta (Osteoporosis Self Assessment Tools For Asian) Pada Wanita Menopause Chapter III V

1 2 18

Korelasi Kadar Serum Estradiol Dengan Klasifikasi Risiko Osteoporosis Osta (Osteoporosis Self Assessment Tools For Asian) Pada Wanita Menopause

0 0 8

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO OSTEOPOROSIS DENGAN TINGKAT RISIKO OSTEOPOROSIS PADA WANITA DI DUSUN PANDOWAN II GALUR KULON PROGO NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Faktor-Faktor Risiko Osteoporosis dengan Tingkat Risiko Osteoporosis pada Wanita di Dusun Pandowan

0 0 20