Studi Kehandalan Waktu Tempuh Perjalanan (Studi Kasus Pegawai Dinas Bina Marga Kota Medan)

68

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemilihan Waktu Pergerakan
2.1.1 Umum
Dewasa ini jaringan jalan di kota besar di Indonesia mengalami permasalahan
transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh
tingginya

tingkat

urbanisasi,

pertumbuhan

ekonomi,

kepemilikan


kenderaan,

serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor dan lokal sehingga jaringan jalan
tidak dapat berfungsi secara efisien.
Pada sistem transportasi tersebut dapat dilihat bahwa kondisi keseimbangan
dapat terjadi pada beberapa tingkat. Yang paling sederhana keseimbangan pada sistem
jaringan jalan; setiap pelaku perjalanan ketika sudah menemukan rute perjalanan terbaik
akan berusaha mencari waktu pergerakan terbaik untuk menghindari jam sibuk bagi
masing-masing yang dapat meminimumkan biaya perjalanannya (misalnya waktu),
setiap perjalanan ingin mendapatkan waktu tempuh yang konsisten yang mereka ukur
sendiri dari beberapa hari percobaan sehingga mereka bisa mendapatkan waktu tempuh
yang sama hari ini, besok, dan seterusnya. Hasilnya, mereka akan mencoba mencari
beberapa waktu pergerakan yang akhirnya berakhir pada suatu pola pergerakan yang
stabil.

Universitas Sumatera Utara

69

Proses pengalokasian pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola pergerakan

yang arus pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan seimbang jika setiap
pelaku perjalanan tidak dapat lagi mencari rute dan waktu pergerakan yang lebih baik
untuk mencapai zona tujuannya karena mereka telah melakukan pergerakan terbaik
yang telah tersedia. Kondisi ini disebut kondisi keseimbangan jaringan jalan.

2.1.2 Waktu Pergerakan
Ada beberapa konsep dasar yang melatarbelakangi keterkaitan dalam
pembentukan

sistem

jaringan.

Konsep

tersebut

dibagi

dalam


dua

bagian,

yakni:
1.

Konsep pergerakan tidak-spasial (tanpa batas ruang) di dalam kota misalnya
yang menyangkut pertanyaan mengapa orang melakukan perjalanan, kapan
orang melakukan, dan jenis angkutan yang digunakan.

2.

Konsep pergerakan spasial (dengan batas ruang) di dalam kota,

termasuk

pola tata guna lahan, pola perjalanan orang, dan pola perjalanan angkutan
barang.

Waktu terjadinya pergerakan sangat terkait dengan aktifitas sehari-hari,
seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara

70

Tabel 2.1. Klasifikasi Pergerakan Orang di Perkotaan Berdasarkan Maksud Pergerakan
(Tamin, 2000)
Aktivitas
I. Ekonomi
• Mencapai
Nafkah
• Mendapatkan
barang dan
pelayanan

Klasifikasi Perjalanan
1. Ke dan dari tempat kerja
2. Yang berkaitan dengan

bekerja
3. Ke dan dari toko dan
keluar untuk keperluan
pribadi yang berkaitan
dengan belanja atau
bisnis pribadi

1. Ke dan dari rumah teman
II. Sosial
Menciptakan, menjaga 2. Ke dan dari tempat
hubungan pribadi
pertemuan bukan di
rumah

Keterangan
Jumlah orang yang bekerja
tidak tinggi, sekita 40%-50%
penduduk. Perjalanan yang
berkaitan dengan pekerja
termasuk:

a. Pulang ke rumah
b. Mengangkut barang
c. Ke dan dari rapat
Pelayanan hiburan dan
rekreasi
diklarifikasi
secara terpisah, tetapi
pelayanan medis, hukum
dan kesejahteraan termasuk
disini.
Kebanyakan
fasilitas
terdapat dalam lingkungan
keluarga
dan
tidak
menghasilkan
banyak
perjalanan. Butir 2 juga
terkombinasi

dengan
perjalanan dengan maksud
hiburan.
Hal ini terjadi pada
sebagian besar penduduk
yang berusia 5-22 tahun.
Di
negara
sedang
berkembang
jumahnya
sekitar 85% penduduk.
Mengunjungi
restoran,
kunjungan
sosial,
termasuk perjalanan pada
hari libur

III. Pendidikan


1. Ke dan dari sekolah,
kampus dan lain-lain.

IV. Rekreasi dan
Hiburan

1. Ke dan dari tempat
rekreasi
2. Yang berkaitan dengan
perjalanan
dan
berkendaraan
untuk
rekreasi
1. Ke dan dari tempat Perjalanan
kebudayaan
Ibadah
dan hiburan sangat sulit
2. Perjalanan

bukan dibedakan.
hiburan ke dan dari
daerah budaya serta
pertemuan politik

V. Kebudayaan

Universitas Sumatera Utara

71

Di lain hal waktu tempuh dan jarak sesungguhnya dalam kejadian sehari-hari di
lapangan sering dijumpai tidak selalu sebanding, ini disebabkan oleh adanya jarak yang
panjang, waktu tempuhnya cepat, tetapi ada pula jarak yang pendek justru sebaliknya
(waktu tempuhnya lama). Penyebabnya barangkali terletak pada kondisi ruas jalan atau
rute yang dilewati seperti, ruas jalannya padat atau macet, atau ruas jalannya jelek
(pemukimannya berlubang-lubang, jalan tanah, kerikil, dan lain-lain).
2.1.3 Faktor Penentu Pemilihan Rute
Seperti pemilihan moda, pemilihan rute juga dipengaruhi oleh beberapa
alternatif seperti terpendek, tercepat, termurah, dan juga di asumsikan bahwa pengguna

jalan mempunyai informasi yang cukup (tentang kemacetan jalan) sehingga mereka
dapat menentukan rute yang terbaik. Untuk angkutan umum,

rute telah di

tentukan berdasarkan moda transportasi (misal, bus dan kereta api mempunyai rute yang
tetap).
Dalam kasus ini pemilihan moda dan rute dilakukan bersama-sama.

Untuk

kenderaan pribadi, di asumsikan bahwa orang memilih moda dulu baru rutenya. Ada
beberapa faktor penentu utama pemilihan rute yaitu:
1. Waktu tempuh
Waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang diperlukan,

termasuk

berhenti dan tundaan, dari satu tepat ke tempat lain melalui rute
tertentu.Waktu tempuh dapat diamati dengan cara metode pengamat

bergerak, yaitu pengamat mengemudikan kenderaan survei di dalam arus
lalulintas dan mencatat waktu tempuhnya.

Universitas Sumatera Utara

72

2. Nilai waktu
Nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang untuk
dikeluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit perjalanan.

Nilai

waktu biasanya sebanding dengan pendapatan perkapita, merupakan
perbandingan yang tetap dengan tingkat pendapatan. Ini didasari bahwa
waktu perjalanan tetap konstan sepanjang waktu, relatif terhadap
pengeluaran konsumen. Ini merupakan asumsi yang agak berani karena
sedikit atau tidak adanya data empirik yang menyokongnya.
3. Biaya perjalanan
Biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang, waktu tempuh, jarak
atau gabungan ketiganya yang biasa disebut biaya gabungan.

Dalam hal ini

diasumsilan bahwa total biaya perjalanan sepanjang rute tertentu adalah
jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang dilalui.
4. Biaya operasi kenderaan
Biaya operasi kenderaan merupakan biaya yang penting. Perbaikan atau
peningkatan mutu perasarana dan sarana transportasi kebanyakan bertujuan
mengurangi biaya ini. Biaya operasi kenderaan antara lain meliputi
penggunaan bahan bakar, pelumas, biaya penggantian (misalnya ban), biaya
perawatan dan upah atau gaji supir.

Universitas Sumatera Utara

73

2.2 Studi Waktu Perjalanan dan Tundaan
2.2.1 Waktu Perjalanan
Waktu perjalanan (Travel Time) didefinisikan sebagai total/keseluruhan waktu
yang dibutuhkan oleh suatu moda/kendaraan untuk menempuh suatu rute perjalanan
dari daerah asal menuju daerah tujuan. Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk
perjalanan ini maka dibutuhkan perhitungan nilai waktu perjalanan,

dimana

perhitungan ini menghasilkan data berupa waktu yang dibutuhkan untuk menjalani
suatu ruas jalan, kecepatan kendaraan dan juga tundaan.
2.2.2 Kecepatan
Kecepatan (speed) adalah jarak yang dapat ditempuh suatu kenderaan pada suatu
ruas jalan per satuan waktu. Satuan yang umum digunakan di Indonesia adalah
kilometer/jam.
2.2.3 Tundaan
Tundaan (delay) adalah waktu yang hilang akibat gangguan terhadap arus lalulintas atau pengaturan sistem arus lalu lintas.
Jenis-jenis tundaan sebagai berikut:
a. Operational Delay (akibat friction)
Ada dua jenis, yaitu:
1. Side Friction adalah tundaan yang diakibatkan oleh gangguan diantara
komponen-komponen lalu-lintas di luar arus itu sendiri, misalnya:
kendaraan yang parkir di badan jalan, adanya pejalan kaki yang
mengganggu arus lalu lintas.

Universitas Sumatera Utara

74

2. Internal Friction adalah tundaan yang diakibatkan oleh gangguan dalam
arus itu sendiri, misalnya terdapatnya volume lau lintas yang tinggi,
kapasitas ruas jalan yang terbatas dan lain-lainya.
b. Fixed Delay
Pada bagian ini terdapat tundaan yang disebabkan oleh adanya pengaturan
alat lalulintas seperti: Traffic Light dan rambu stop pada perlintasan Kereta
api.
i.

Kemacetan
Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas

jalan

yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan
bebas ruas jalan tersebut mendekati 0 km/jam atau bahkan menjadi

0 km/jam

sehingga mengakibatkan terjadinya antrian. Terjadinya kemacetan dapat dilihat dari
nilai derajat kejenuhan yang terjadi pada ruas jalan yang ditinjau,

dimana

kemacetan terjadi jika nilai derajat kejenuhan tercapai lebih dari 0.8

(MKJI,

1997).
Kemacetan disebabkan oleh beberapa faktor seperti disiplin para pelaku
lintas (pengguna jalan) atau jalan rusak yang dinyatakan dengan V/C > 1

lalu

dimana V

adalah volume lalulintas sedangkan C adalah kapasitas ruas jalan. Meskipun demikian
dalam hal jalan rusak dan terjadi kemacetan pada ruas

jalan tersebut, yang terjadi

adalah justru V/C < 1. Dalam hal kemacetan murni, artinya kemacetan bukan
disebabkan oleh kerusakan jalan, semua pihak ikut menjadi penyebab kemacetan.

Universitas Sumatera Utara

75

Kemacetan pada dasarnya adalah persoalan lalu lintas, namun hal itu dapat
terjadi sebagai akibat kesalahan perencanaan perangkutan, yakni dalam menentukan
kebijakan pilihan moda (modal split) dan atau pembebanan jaringan (traffic asignment).
Dengan kata lain, kemacetan bukan semata-mata masalah perlalulintasan melainkan
dapat saja berakar pada sektor perangkutan. Oleh karena itu, di samping upaya
membuat V/C < 1, upaya melalui sektor perangkutan pun perlu dilakukan
(Warpani, 2002).
Dalam upaya agar V/C < 1, maka yang perlu dilakukan adalah pengelolaan
perlalulintasan melalui berbagai rekayasa lalu lintas seperti menerapkan kebijakan lalu
lintas satu arah, membangun median jalan, membangun pulau lalu lintas, memasang
lampu lalu lintas, atau membuat marka jalan. Upaya rekayasa ini bertujuan
meningkatkan kapasitas ruas jalan tertentu guna melancarkan arus lalu lintas, sehingga
pemborosan biaya akibat kemacetan dapat ditekan sampai titik minimal.
Biaya Kemacetan adalah biaya perjalanan akibat tundaan lalu lintas maupun
tambahan volume kendaraan yang mendekati atau melebihi kapasitas pelayanan

jalan

(Nash, 1997, dalam Cahyani, 2000). Kemacetan identik sebagai penyebab
keterlambatan dalam perjalanan. Keterlambatan adalah kondisi dimana terjadinya
penurunan kecepatan bebas ruas jalan yang ditinjau tanpa terjadinya adanya kemacetan.
Keterlambatan lebih dipengaruhi oleh sikap pengemudi, bukan oleh nilai kelebihan
kapasitas jalan. Pada kondisi ini tidak terjadi kejenuhan lalu lintas dimana nilai derajat
kejenuhan di bawah atau sama dengan 0,8 (MKJI, 1997).

Universitas Sumatera Utara

76

2.3 Karakteristik Arus pada Ruas Jalan
2.3.1. Volume (Q)
Volume

(Q)

adalah

jumlah

kendaraan

yang

melewati

suatu

penampang/potongan jalan dalam priode tertentu atau jumlah kendaraan persatuan
waktu. Volume dapat dinyatakan dalam kendaraan/jam, kendaraan/menit dan

lain-

lain. Perbedaan antara volume dan besar arus yaitu, volume adalah jumlah kendaraan
yang melewati suatu penampang tertentu pada suatu ruas jalan tertentu per satuan waktu
tertentu, sedangkan besar arus mewakili jumlah kendaraan yang melewati suatu titik
selama interval waktu kurang dari satu jam tetapi dinyatakan dalam jam.
2.3.2. Kecepatan (V)
Kecepatan (V) adalah laju perjalanan dalam jarak per satuan waktu.

Satuan

yang digunakan adalah kilometer/jam, mil/jam, meter/detik. Kecepatan terdiri dari
kecepatan bergerak, kecepatan perjalanan dan kecepatan setempat.
2.3.3. Kerapatan/kepadatan (D)
Kerapatan/kepadatan (D) adalah perbandingan antara jumlah kendaraan
yang ada pada suatu potongan jalan dengan panjang jalannya. Satuannya dalam
kendaraan/kilometer. Penilaian kondisi suatu ruas jalan dengan menggunakan ketiga
parameter di atas dapat memberikan hubungan antara masing-masing parameter, yaitu
antara kecepatan dengan kepadatan, kecepatan dengan volume dan volume dengan
kepadatan.

Universitas Sumatera Utara

77

2.3.4 Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan
Hubungan dasar antara ketiga parameter arus lalu lintas dinyatakan dalam
volume, kecepatan dan kepadatan yang saling terkait antara satu sama lain sehingga
memunculkan kurva yang memperlihatkan bagaimana pengaruh kepadatan terhadap
kenaikan dan penurunan volume dan kecepatan kenderaan pada jalan raya yang terjadi
pada waktu normal terlebih pada saat jam sibuk seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Hubungan antara Kecepatan dengan Kepadatan

Pada Gambar 2.1 menggambarkan bahwa pada kondisi jam sibuk nilai
kecepatan mengalami penurunan sedangkan nilai kepadatan akan semakin bertambah.
Sedangkan untuk hubungan antara arus dan kepadatan dapat kita lihat pada

Gambar

2.2.

Universitas Sumatera Utara

78

Gambar 2.2. Hubungan antara Arus dengan Kepadatan

Gambar 2.2 memperlihatkan bahwa bertambahnya arus lalu lintas berakibat
kecepatan rata-rata ruang akan berkurang sampai kerapatan/kepadatan Kritis

(volume

maksimum) tercapai. Setelah kerapatan kritis tercapai, maka kecepatan

rata-rata

ruang dan volume akan berkurang. Kurva di atas menunjukkan bahwa

pada kondisi

jam sibuk nilai arus maksimumnya akan bertambah, hingga nilai kepadatannya
maksimum.
Dengan berkurangnya kecepatan rata-rata sangat berdampak pada pengguna
jalan raya dalam berlalu lalang, terlihat pada bertambahnya waktu tempuh ke tempat
tujuan. Sedangkan hubungan antara kecepatan dengan arus kenderaan dapat kita

lihat

pada Gambar 2.3. Dari gambar ini dijelaskan semakin berkurangnya kecepatan
kenderaan arus kenderaan meningkat.

Universitas Sumatera Utara

79

Gambar 2.3. Hubungan antara Kecepatan dengan Arus Kendaraan

Kurva di atas menggambarkan bahwa kecepatan kendaraan akan meningkat naik
hingga pada arus maksimum kendaraan, setelah itu kecepatan kendaraan akan kembali
turun setelah melewati arus maksimum kendaraan.

2.4 Metode Survei Waktu Tempuh Kenderaan
Di dalam buku panduan survei dan perhitungan waktu perjalanan lalulintas yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Bina Marga Bidang Pembinaan Jalan dan Kota 1990, di
jelaskan bahwa dalam survei waktu tempuh kenderaan, dikenal tiga macam kecepatan
yaitu kecepatan seketika (spot speed), kecepatan kenderaan rata-rata selama bergerak
(running speed) dan kecepatan rata-rata kenderaan yang dihitung dari jarak tempuh
dibagi dengan waktu tempuh (journey speed), jadi termasuk waktu kenderaan berhenti.

Universitas Sumatera Utara

80

Di dalam studi ini, survei waktu tempuh kenderaan yang diperoleh adalah
kecepatan seketika (spot speed). Pengukuran spot speed dapat dilakukan dengan
beberapa metode antara lain:
2.4.1. Manual count
Manual count adalah pencatatan waktu tempuh kenderaan yang dijadikan
sebagai contoh dalam penelitian yang disebut dengan kenderaan contoh untuk melewati
segmen/penggal jalan pada saat dilaksanakan pengamatan. Pencatatan waktu tempuh ini
dilakukan dengan menghidupkan stopwatch pada saat roda depan melewati garis injak
pertama, seterusnya mengikuti lajur kenderaan, dan stop wath diamatikan tepat saat
roda kederaan tersebut melewati garis injak kedua.
2.4.2. Enescope
Enescope adalah kotak cermin yang berbentuk cermin dengan berbentuk L.
Alat ini diletakkan di pinggir jalan untuk membelokkan garis pandangan ke arah tegak
lurus jalan. Pengamatan di satu ujung potong jalan dan enescope jika digunakan dua
enescope. Pengukuran waktu tempuh digunakan alat stopwatch yang dimulai pada saat
kenderaan melewati pengamat dan dihentikan pada saat kenderaan melewati enescope.
2.4.3. Radar meter
Radar meter bekerja menurut prinsip Doppler, yang mana kecepatan dari
pergerakan proporsional dengan perubahan frekuensi diantara dua radio transmisi target
dan radio pemantul. Peralatan mengukur perbedaan dan mengubah pembacaan langsung
ke mph.

Universitas Sumatera Utara

81

2.4.4. Pemotretan
Dalam metode ini kamera foto mengambil gambar pada interval waktu yang
ditetapkan. Gambar-gambar yang diperoleh dari hasil survei diproyeksikan dengan
menggunakan alat proyektor ke suatu layer yang sudah mempunyai pembagian skala,
dengan demikian perpindahan skala dengan perpindahan masing-masing kenderaan
dapat dihitung.

2.5. GPS Tracker
Global posisioning system (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit
yang berfungsi dengan baik. System ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan
sinyal gelombang mikro ke bumi.sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan
dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan, arah, dan waktu. System navigasi
pada GPS saat ini banyak digunakan untuk sistem transportasi yang berbentuk sebuah
alat yang biasa disebut dengan GPS Tracker.
GPS Tracker atau sering disebut dengan GPS Tracking adalah tehnologi

AVL

(Automated Vehicle Locater) yang memungkinkan pengguna untuk

melacak posisi

kenderaan, armada ataupun mobil dalam keadaan real time.

GPS Tracking

memanfaatkan tahnologi komunikasi (GSM dan GPS) untuk menentukan koordinat
sebuah objek, lalu menerjemahkannya dalam bentuk peta digital (Ernastuti, 1999).

Universitas Sumatera Utara

82

2.5.1 Cara Kerja Pesawat Penerima GPS
Satelit GPS secara umum memancarkan dua macam sinyal gelombang mikro
yaitu L1 da L2. L1 dengan frekwensi 1575,42 Mhz yang membawa pesan navigasi dan
sinyal kode SPS (Standart Posisioning Service). L2 dengan frekwensi 1227,60 Mhz
yang digunakan untuk mengukur keterlambatan pada lapisan ionosfer dengan
menggunakan penerima PPS (Precise Positioning Service).
Tiga kode binary digunakan untuk menggeser free sinyal L1 dan L2 yang
ditransmit oleh sebuah satelit GPS. Ketiga macam kode binary itu adalah sebagai
berikut:
1.

Modulasi kode C/A (Coarce Acquisition) pada fase L1. Kode C/A ini
dikirim secara berulang setiap satu Mhz PRN (Pseudo Random Noise).
Kode C/A PRN ini berbeda untuk setiap satelit GPS yang merupakan
identifikasi untuk satelit tersebut. Modulasi kode C/A ini yang digunakan
sebagai dasar untuk penggunaan GPS pada masyarakat Sipil.

2.

Modulasi kode P (pricise) pada kedua sinyal L1 dan L2. Kode P ini sangat
panjang sampai 7 hari pada 10 Mhz PRN. Pada penggunaan

Anti-

Spoofing (AS) kode ini di transkripsi ke dalam kode untuk setiap chanel
penerima dan digunakan untuk keperluan pemakai tertentu saja dengan
Cryptoghrapic-key. Kode P (Y) ini menjadi dasar penggunaan pada PPS
(Pricise Positioning Service).
3.

Pesan navigasi lainnya juga dimodulasikan dengan kode L1 C/A setiap
50 Mhz, termasuk mengenai orbit satelit, koreksi waktu, dan sistem

Universitas Sumatera Utara

83

parameter lainnya. Pesawat penerima GPS menggunakan sinyal satelit
untuk melakukan triangulasi posisi yang hendak ditentukan dengan
mengukur

lama

perjalanan

waktu

sinyal

ke

satellite,

cara

kemudian

mengalikannya dengan kecepatan cahaya untuk menentukan secara
seberapa jauh pesawat penerima GPS dari setiap satelit.

cepat
Dengan

mengunci sinyal yang ditransmit oleh satelit minimum 3 sinyal dari satelit
yang berbeda, pesawat penerima GPS dapat manghitung posisi tetap sebuah
titik yaitu posisi lintang dan bujur bumi (Lattitude and Longitude) atau
sering disebut dengan 2D fix. Penguncian sinyal satelit yang keempat
membuat pesawat penerima GPS dapat menghitung posisi ketinggian.

2.6. Tata Cara Survei
Titik awal dan titik akhir dari rute yang disurvei perlu diidentifikasi terlebih
dahulu untuk memperkirakan kondisi lalu-lintas yang ada. Titik-titik antara di sepanjang
rute perlu juga diidentifikasi yang dapat dipakai sebagai titik kontrol.

Stop watch

dimulai pada titik awal survei. Selanjutnya kendaraan contoh dikendarai di sepanjang
rute sesuai dengan perkiraan kriteria operasi yang diambil.

Ketika kendaraan

berhenti atau terpaksa bergerak sangat lambat, karena kondisi

yang ada, maka stop

watch kedua digunakan untuk mencatat waktu hambatan yang dialami. Masing-masing
lokasi, lamanya dan penyebab hambatan dicatat pada lembar kerja lapangan.
Kode angka dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis hambatan yang ada.
Pada akhir rute, stop watch dihentikan dan waktu total perjalanan dicatat.

Jarak rute

Universitas Sumatera Utara

84

serta jarak pada masing-masing seksi dapat diperoleh dari odometer kendaraan contoh.
Dianjurkan untuk melakukan survei sebanyak 6 kali perjalanan. Apabila jumlah tersebut
tidak dapat dicapai, di dalam praktek dapat dilaksanakan selama 3 kali perjalanan.

a.

Pengenalan Metode Travel Time Reliability Dalam Penentuan Waktu
Perjalanan

2.7.1 Umum
Hampir semua orang berusaha untuk mencapai tujuan mereka tepat pada
waktunya, sayangnya pergerakan itu dilakukan hampir pada saat yang bersamaan,
biasanya selama jam puncak, pelaku perjalanan umumnya sudah terbiasa dengan
kemacetan tiap harinya dan sudah mempersiapkan untuk hal tersebut. Karena setiap
orang menginginkan satu satuan waktu yang tetap, yang mereka gunakan dalam
perancanaan perjalanan mereka yaitu waktu yang tetap dari hari ke hari atau dari waktu
ke waktu dalam satu hari. Dengan kata lain, setiap orang menginginkan

suatu

perjalanan yang jika hari ini memakan waktu setengah jam, setengah jam besok, dan
seterusnya, maka perlu sebuah ukuran yang dapat diandalkan sehingga masalahmasalah seperti di atas tidak terjadi.
Pelaku perjalanan kurang mentolerir tundaan yang tidak terduga (unexpected
delays) dikarenakan tundaan ini memiliki konsekuensi yang lebih besar dibandingkan
dengan kemacetan tiap harinya. Pelaku perjalanan juga cenderung untuk mengingat

Universitas Sumatera Utara

85

beberapa hari terburuk yang mereka habiskan di lalu lintas, dibanding waktu rata-rata
dalam setahun.
Kondisi lalu lintas dapat dilaksanakan dengan mengamati waktu tempuh selama
tiga bulan dalam satu tahun dengan menggunakan variasi waktu awal tahun yang
dilaksanakan di bulan Januari, kemudian dilaksanakan pertengahan tahun

pada

bulan Juli dan terakhir dilaksanakan pada akhir tahun di bulan Desember.

Hasil

pencatatan dari ke tiga bulan ini kemudian didapatkan nilai rata-rata sehingga
terbentuklah kurva nilai rata-rata seperti pada Gambar 2.4.Pengamatan ini harus
dilaksanakan secara serius dengan menggunakan form sehingga didapatkan data yang
akurat. Sering sekali pengamatan yang dilakukan secara visual oleh pengendara hanya
dapat memanfaatkan data yang diingat oleh pengendara saja sehingga nilai rata-rata
waktu tempuh berkendara yang diambil adalah berdasarkan ingatan pengendara
sebagaimana yang terlihat pada gambar 2.5 memperlihatkan grafik perjalanan paling
menonjol adalah yang hanya diingat oleh pengendara.

Universitas Sumatera Utara

86

Gambar 2.4. Gambaran Kondisi Lalu Lintas

Gambar 2.5. Perhitungan Waktu Tempuh Rata-rata didapat data yang kurang lengkap

Reliability merupakan suatu ukuran yang dapat dipercaya atau ukuran yang
dapat diandalkan untuk melakukan sesuatu. Namun untuk Travel Time Reliability
tujuannya adalah untuk mencari waktu keandalan dalam melakukan suatu perjalanan
untuk suatu alasan ataupun pekerjaan dari suatu zona menuju zona lain pada rute
tertentu. Reliability Travel Time sangat erat kaitannya dengan masalah kemacetan,
dimana terdapat berbagai macam gangguan atau tundaan yang dapat mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara

87

keterlambatan atau kehilangan waktu perjalanan setiap hari, dimana bila ini terjadi
dalam skala besar maka sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat perekonomian
(Susilawati, 2010). Perbedaan kecil dan besar akibat pengaruh waktu tempuh rata-rata
dapat diperhatikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Pengukuran Waktu Tempuh Kenderaan

2.7.2 Skema Umum Penggunaan Reliability
Untuk mengukur waktu keandalan perjalanan relative baru, namun beberapa
pengukuran telah terbukti efektif, berikut beberapa metode cara pengukuran keandalan
waktu perjalanan yang paling efektif:

Universitas Sumatera Utara

88

1.

Persentile ke-95. Persentile ke-95 adalah waktu perjalanan yang dianggap paling
sibuk pada arus lalulintas (TTI, 2006). Perhitungan nilai percentile ke-95 didapat
dari data waktu perjalanan pada pengamatan/penelitian.
Rumus Persentil:
P1 =

1 (N + 1)
100

di mana : P1 = Presentil 1 dan N = Jumlah Perjalanan
Travel Time Window = Waktu Rata-Rata Perjalanan ± Standart Deviasi
Buffer Indeks =

(Persentil 95 waktu perjalanan) − (Waktu rata − rata perjalanan)
Waktu rata - rata perjalanan

Buffer Time = (Buffer indek) x (Waktu Rata-Rata Perjalanan)
Planning Time Indeks =

Free flow time =

Persentil ke − 95 waktu perjalanan
Free flow travel time

Total jarak tempuh rute 1
Kecepatan

Planning Time = Planning Time Indeks x Free Flow Time
2.

Rumus Lomax dan Van Lint
Karena Reliability didefinisikan terhadap bagaimana perjalanan berubah-ubah
setiap harinya, maka sangat penting untuk mempertimbangkan variabilitas

yang

ada. Dengan menghitung total waktu rata-rata perjalanan dan total waktu tambahan
yang dibutuhkan bagi para pengguna jalan untuk memastikan berapa jumlah waktu

Universitas Sumatera Utara

89

yang agar para pengguna jalan bisa sampai ke tujuan tepat waktu. Yang termasuk
dalam perhitungan Reliability Lomax dan Van Lint adalah:
1. Statistical Range
Menunjukkan waktu tempuh tersering dialami, umumnya statistik dari deviasi
standar untuk menunjukkan perkiraan dari kondisi transportasi yang mungkin
dialami oleh pelaku perjalanan. Pengukuran ini umumnya menggambarkan
pengukuran variabilitas.
2. Travel Time Window
Deviasi standar dari waktu tempuh yang dikombinasikan dengan waktu tempuh
rata-rata dari sejumlah pengukuran untuk menciptakan pengukuran keandalan
dan variasi. Penjumlahan dan pengurangan dari waktu tempuh

rata-rata akan

memberikan sebesar mana nilai waktu tempuh akan bervariasi. Penggunaan
standar deviasi akan meliputi 68% data yang dianalisa.
3. Percent Variation
Ini merupakan bentuk dari pengukuran statistik untuk mendapatkan nilai
koefisien variasi, menganalisa data waktu tempuh berdasarkan koefisien variasi
memberi

gambaran

yang

lebih

jelas

terhadap

karakteristik

performa

dibandingkan dengan deviasi standar dengancara menghilangkan jarak tempuh
dari perhitungan. Umumnya semakin tinggi nilai percent variation maka
semakin kurang keandalannya.

Universitas Sumatera Utara

90

4. Variability Index
Digunakan untuk melihat keandalan yang teraplikasi lebih dari satu pengukuran.
indeksnya dihitung sebagai sebuah rasio dari perbedaan dari selang kepercayaan
di atas dan di bawah 95% dari periode sibuk dan tidak sibuk. Perbedaan interval
(mewakili 2 deviasi standar di atas dan di bawah rata-rata) dalam periode sibuk
umumnya lebih besar dari periode tidak sibuk sehingga variability index
memiliki nilai rasio lebih besar dari 1.
5. Buffer Time Measures
Menunjukkan efek dari kondisi perjalanan yang tidak beraturan dimana harus
diberi waktu tambahan agar pelaku perjalanan bisa mencapai tempat tujuannya
tepat waktu dalam tingkat persentase yang tinggi. Atau praktisnya ”saya harus
memberikan waktu yang cukup supaya saya bisa mencapai tempat tujuan (dalam
persen) tepat pada waktunya”. Pengukuran ini umumnya menggambarkan
pengukuran reliability.
6. Buffer Time
Besarnya waktu ekstra dalam menit yang dibutuhkan oleh seorang pelaku
perjalanan agar tiba sampai ke tempat tujuannya tepat pada waktunya.
7. Buffer Index
Dimaksudkan adalah besarnya persentase waktu ekstra yang dibutuhkan
terhadap berbagai hambatan yang terjadi dalam perjalanan.
8. Planning Time Index
Disebut sebagai perhitungan waktu tempuh rencana, agar perjalanan bisa sampai
tujuan tepat pada waktunya.

Universitas Sumatera Utara

91

9. Tardy Trip Indicators
Menjawab pertanyaan ”seberapa sering pelaku perjalanan tidak menerima
keterlambatan?” Pengukuran waktunya bisa dari persentase waktu perjalanan,
peningkatan waktu dalam menit diatas ratarata atau nilai mutlak dalam menit.
Pengukuran ini umumnya menggambarakan pengukuran reliability.
10. Florida Reliability Index
Merupakan pengukuran menggunakan persentase dari puncak waktu tempuh
rata-rata untuk memperkirakan batas dari waktu tempuh tambahan yang masih
diizinkan, jumlah dari waktu tempuh tambahan dan waktu rata-rata
menunjukkan waktu perkiraan. Waktu perkiraan tambahan itu sendiri yaitu 5%,
10%, 15%, dan 20% dari waktu tempuh rata-rata.
11. On Time Arrival
Persentase dari ambang batas keterlambatan yang mengindikasikan bahwa
waktu tempuh masih dapat disebut andal.
12. Misery Index
Aspek negatif dari keandalan perjalanan bisa diperiksa dari menit rata-rata
perjalanan terburuk melebihi rata-rata waktu tempuh. Hal ini bisa dikalkulasikan
dengan cara mengambil data terburuk sebanyak 20%,

dimana penggunaan

angka 20% menunjukkan hari terburuk dalam satu minggu.

Universitas Sumatera Utara

92

13. Probabilistic Measures
Menunjukkan probabilitas dari perjalanan asal tujuan bisa berhasil dengan
pemberian waktu interval dan berada pada level servis yang spesifik.
Pada pengukuran ini diberi batas ambang untuk membedakan waktu tempuh
andal dan tidak andal.
14. Skew and Width Measures
Percobaan untuk mengukur skew dan width dari distribusi waktu tempuh
perjalanan menggunakan persentil. Skew yang besar menunjukkan probabilitas
dari waktu tempuh yang ekstrim (relatif ke nilai tengah) tinggi, sedangkan width
yang besar mengindikasikan lebar data (atau width) atau distribusi waktu
tempuh relatif besar ke nilai tengahnya.
15. λvar dan λskew
λskew ≈ 1 dan λvar ≤ 0.1 maka didapatkan kondisi arus bebas terjadi,

waktu

tempuh termasuk andal. untuk λskew > 0.1 (padat), waktu
tempuh yang lebih lama akan didapat dan semakin besar nilai

λvar

waktu tempuh semakin tidak bisa diandalkan. untuk λskew >> 1 dan λvar ≥ 0.1,
kepadatan bisa terjadi dan bisa tidak, maksudnya waktu bebas dan waktu
tempuh besar bisa saja terjadi. Semakin besar nilai λskew, waktu bisa disebut
semakin tidak andal. Perhitungan waktu tempuh keandalan ini dapat dilakukan

Universitas Sumatera Utara

93

dengan menggunakan pendekatan rumus Lomax dan Van Lint sebagaimana
yang tertera pada Tabel 2.2.

Universitas Sumatera Utara

94

Tabel 2.2 Perhitungan waktu tempuh keandalan (berdasar rumus Lomax dan Van Lint)
Kategori

Nama

Rumus

Travel time

Average travel time ± Standart deviation

Window
Statistical

Percent

Range

variation
Variability
Indeks

Difference in peak - period confidence interval
Difference in off - peak - period confidence interval

Buffer time

95 th Percent travel time - Average travel time

Buffer
Buffer time
measures

Standart deviation
x 100
Average travel time

Indeks

95th Percent travel time − Average travel time
x 100
Average travel time

Planning

95 th Percent travel time indeks

Time Indeks
Florida
Realibity

100% - (percent of trips with travel times greater than expected)

Indeks
Tardy trip

On – time

Indicators

Arrival
Misery
Indeks

Probabilistic Probabilistic

Skew and
With

100% - (percent of travel rates greater than 110% of the average
travel rate)
Average of the travel time rates for the longest 20% of the trips Average travel rates for all trips
Average travel time

Tr ( travel time > α. Travel time threshold)

λ var

95 th Percentile travel time - 10 th Percentile travel time
50 th Percentile travel time

λ skew

95th Percentile travel time - 50 th Percentile travel time
50 th Percentile travel time - 10 th Percentile travel time

UIr

λ var ln (λ skew )
Travel time per length

Measures

Sumber: Seungkyu Ryu, Investigating Travel Time Reability Measures in Toll Disgn
Problem EASTS, 2011

Universitas Sumatera Utara