Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Rumah Sakit
Di Indonesia rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan
kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa
pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,
rehabilitasi medis dan pelayanan perawatan (Herlambang dan Murwani, 2012).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.1.1 Klasifikasi rumah sakit
Klasifikasi rumah sakit umum berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah
Sakit:
1.

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5
(lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan
Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis.


2.

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4
(empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik
Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.

6
Universitas Sumatera Utara

7

3.

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar
dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.

4.


Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.

2.1.2 Karakteristik pelayanan rumah sakit
Diantara sekian banyak pelayanan rumah sakit, berikut 8 pelayanan yang
akan banyak menggunakan sumber daya yang kompleks, diantaranya (Sabarguna
dan Halimun, 2009):
1.

Rawat jalan

2.

Gawat darurat

3.

Rawat inap


4.

Intensif

5.

Operasi

6.

Radiologi

7.

Laboratorium

8.

Pelayanan Gizi


2.2 Pengertian Perawat
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh

melalui

pendidikan

keperawatan.

Seorang

perawat

dikatakan

profesional jika memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan profesional serta
memiliki sikap profesional sesuai kode etik profesi (Hidayat, 1994)


Universitas Sumatera Utara

8

Perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang lain yang
mengalami masalah kesehatan. Namun pada perkembangannya, defenisi perawat
semakin meluas. Kini, pengertian perawat merujuk pada posisinya sebagai bagian
dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
professional.

Perawat

merupakan

tenaga

profesional

yang


mempunyai

kemampuan , tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan/atau
memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan
(Rifiani dan Sulihandri, 2013).
2.2.1 Peranan perawat
Peran pokok perawat antara lain sebagai berikut (Rifiani dan Sulihandri,
2013):
1.

Sebagai caregiver (pengasuh), dilakukan dengan memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan.
Pelayanan keperawatan dilakukan mulai dari yang paling sederhana sampai
yang paling kompleks, sesuai dengan kebutuhan pasien.

2.

Sebagai clientadvocate (advokat klien), berorientasi membantu/melayani
klien dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan.


3.

Sebagai counselor (konselor), yaitu pada saat klien menjelaskan perasaannya
dan hal-hal yang berkaitan dengan keadaanya.

4.

Sebagai educator (pendidik), yaitu membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang

Universitas Sumatera Utara

9

diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan
pendidikan kesehatan.
5.

Sebagai coordinator (coordinator), yaitu mengarahkan, merencanakan, dan

mengoordinasikan pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi
pelayanan kesehatan dapat mengerti dan melakukan praktik sesuai dengan
kebutuhan klien.

6.

Sebagai collaborator (kolaborator), bekerja sama dan/atau melalui tim
kesehatan yang terdiri dari tenaga kesehatan seperti, dokter, perawat, dan lain
sebagainya. Bersama-sama mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
dibutuhkan oleh klien.

7.

Sebagai consultan (konsultan), yaitu sebagai tempat bertanya dan
berkonsultasi. Dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan.

2.2.2 Fungsi perawat
Fungsi utama perawat adalah membantu pasien/klien baik dalam kondisi

sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui layanan
keperawatan. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai
fungsi yaitu, fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen
(Rifiani dan Sulihandri, 2013).
1.

Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana

perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan

Universitas Sumatera Utara

10

sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar
manusia.
2.

Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan

atau instruksi dari perawat lain.
3.

Funsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling

ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya.
2.2.3 Standar praktik keperawatan
Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (Persatuan
Perawat Nasional Indonesia) pada tahun 2000 yang mengacu dalam tahapan
proses

keperawatan

yang

meliputi


pengkajian,

diagnosis

keperawatan,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
1.

Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Pengkajian
keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang bertujuan
menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan klien yang digunakan untuk
merumuskan masalah klien dan rencana tindakan.
2.

Diagnosis Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis

keperawatan. Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan rencana

Universitas Sumatera Utara

11

intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan, dan
penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien.
3.

Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatn untuk mengatasi masalah

kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Perencanaan dikembangkan
berdasarkan diagnosis keperawatan.
4.

Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam

rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan
partispasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang
diharapkan.
5.

Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan

dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data
dasar dan perencanaan.
2.2.4 Pelayanan keperawatan intensif
Pelayanan keperawatan intensif berbeda dengan pelayanan keperawatan di
ruang rawat biasa, karena tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat di
ruang intensif sangat tinggi. Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari
rumah sakit yang terpisah, dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus,
yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial
mengancam jiwa. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta

Universitas Sumatera Utara

12

kemampuan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. Beberapa komponen ICU yang spesifik
yaitu (1) pasien dirawat dalam keadaan kritis, (2) desain ruangan dan sarana yang
khusus, (3) peralatan berteknologi tinggi dan mahal, (4) pelayanan dilakukan oleh
staf yang profesional dan berpengalaman dan mampu mempergunakan peralatan
yang canggih dan mahal (Hanafie, 2007).
Perawat intensif adalah seorang perawat profesional berlisensi yang
bertanggung jawab terhadap pasien kritis dan keluarganya untuk memperoleh
perawatan yang optimal (Chulay dan Burn, 2006). Perawat intensif dalam
memberikan pelayanannya mengacu pada standar keperawatan kritikal, komitmen
pada kode etik keperawatan dapat berfungsi sebagai perwakilan pasien secara
tepat serta menunjukkan akuntabilitas terhadap tindakannya. Perawat kritikal
menggunakan intervensi independen, dependen dan interdependent dalam
mengelola

pasien.

Untuk

dapat

memberikan

pelayanan

sesuai dengan

kompleksitisas pasien di ICU maka dibutuhkan perawat yang memiliki
kompetensi minimal/dasar dan khusu/lanjut (Depkes RI, 2006).
Kompetensi dasar minimal meliputi:
1.

Memahami konsep keperawatan intensif.

2.

Memahami issue etik dan hukum pada perawatan intensif.

3.

Mempergunakan keterampilan komunikasi yang efektif untuk mencapai
asuhan yang optimal.

Universitas Sumatera Utara

13

4.

Melakukan pengkajian dan analisa data yang didapat khususnya mengenai:
henti napas dan jantung, status pernafasan, gangguan irama jantung, status
hemodinamik pasien dan status kesadaran pasien.

5.

Mempertahankan kebersihan jalan napas pada pasien yang terpasang
Endotracheal tube (ETT).

6.

Mempertahankan patensi jaan napas dengan menggunakan ETT.

7.

Melakukan fisioterapi dada.

8.

Memberikan terapi inhalasi.

9.

Mengukur saturasi dengan menggunakan pulse oksimetri.

10. Memberikan terapi oksigen dengan berbagai metode.
11. Melakukan monitoring hemodinamik non invasive.
12. Memberikan Basic life support (BLS) dan Advanced live support (ALS).
13. Melakukan perekaman EKG (elektrokaediogram).
14. Melakukan interpretasi hasil rekaman EKG meliputi gangguan sistim
konduksi, gangguan irama, dan pasien dengan gangguan myocardium
(iskemik, injuri dan infark).
15. Melakukan pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan analisa gas darah
(AGD) dan elektrolit serta melakukan interpretasi hasil pemeriksaan AGD
dan elektrolit.
16. Mengetahui koreksi terhadap hasil analisa gas darah dan elektrolit yang tidak
normal.
17. Melakukan interpretasi hasil photo thorax.
18. Melakukan persiapan pemasangan water seal drainage (WSD).

Universitas Sumatera Utara

14

19. Mempersiapkan pemberian terapi melalui syringepump dan infus pump.
20. Melakukan pengelolaan pasien dengan nutrisi parenteral.
21. Melakukan pengelolaan pasien dengan terapi cairan intavena.
22. Melakuka pengelolaan pasien dengan sindrom koroner akut.
23. Melakukan penanggulangan infeksi nosokomial di ICU.
2.2.5 Tugas perawat ICU
Tugas perawat ICU berdasarkan Depkes RI (2006), yaitu :
1. Identifikasi masalah.
2. Observasi 24 jam
1) Kardio vaskuler: peredaran darah, nadi, EKG, perfusi periver, CVP.
2) Respirasi: menghitung pernafasan , setting ventilator, menginterprestasikan
hasil BGA, keluhan dan pemeriksaan fisik dan foto thorax.
3) Ginjal: jumlah urine tiap jam, jumlah urine selama 24 jam.
4) Pencernaan: pemeriksaan fisik, cairan lambung, intake oral, muntah , diare.
5) Tanda infeksi: peningkatan suhu tubuh/penurunan (hipotermi), pemeriksaan
kultuur, berapa lama antibiotic diberikan.
6) Nutrisi klien: enteral, parenteral.
7) Mencatat hasil lab yang abnormal.
8) Posisi ETT dikontrol setiap saat dan pengawasan secara kontinyu seluruh
proses perawatan.
9) Menghitung intake / output (balance cairan).

Universitas Sumatera Utara

15

2.3 Pengertian Stres
Stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik
maupun mental, terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan
menggangu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2001).
Stres adalah suatu respon adaptif, melalui karakteristik individu dan atau
proses psikologis secara langsung terhadap tindakan, situasi, dan kejadian
eksternal yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis yang
bersangkutan (Nasution, 2002).
Stres menunjuk pada keadaan internal individu yang menghadapi ancaman
terhadap kesejahteraan fisik maupun psikisnya. Penekanannya adalah pada
persepsi dan evaluasi individu terhadap stimulus yang memiliki potensi
membahayakan bagi dirinya. Sehingga ada perbandingan antara tuntutan yang
menekan individu dan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut.
Keadaan yang tidak seimbang dalam mekanisme ini akan meningkatkan respon
stres, bagi fisiologi maupun perilakunya (Nasution, 2002).
2.3.1 Stres kerja
Stres kerja adalah suatu kondisi dari hasil penghayatan subjektif individu
yang dapat berupa interaksi antar individu dan lingkungan kerja yang dapat
mengancam dan memberi tekanan secara psikologis, fisiologis dan sikap individu
(Wijono, 2010).
Stres kerja (Selye, dalam Beehr et al., 1992, dalam Waluyo, 2009) dapat
diartikan sebagai sumber atau stresor kerja yang menyebabkan reaksi individu
berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Stres di tempat kerja dapat

Universitas Sumatera Utara

16

diekspresikan sebagai: sikap pesimis, tidak puas, produktivitas rendah, dan sering
absen.
Stres timbul setiap kali karena adanya perubahan dalam keseimbangan
sebuah kompleksitas antara manusia-mesin dan lingkungan. Karena komplesitas
itu merupakan suatu sistem interaktif, maka stres yang dihasilkan tersebut ada di
antara

beberapa komponen sistem. Manusia merupakan komponen terlemah,

maka sebagian atau seluruh ketegangan yang diakibatkannya terwujud dalam
tangan manusia. (Fraser, 1992).
Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stresor kerja. Stresor kerja
merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu
tuntutan dan dapat menimbulan stres kerja. Bila ia sanggup mengatasi stresor
kerja tersebut artinya tidak ada gangguan fungsi organ tubuh, maka dikatakan
yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia
mengalami gangguan pada satu atau lebih fungsi organ tubuh mengakibatkan
seseorang tidak lagi dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka ia disebut
distres (Waluyo, 2009).
2.3.2 Faktor-faktor penyebab stres kerja
Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. . Tenaga Kerja
yang menentukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau
tidak. Interaksinya dalam pekerjaan dipengaruhi pula oleh hasil interaksinya di
tempat lain, di rumah, dalam lingkungan kelompok dan sebagainya (Munandar,
2001). Sumber stres (stresors) adalah suatu kondisi, situasi atau peristiwa yang
dapat menyebabkan stres (Wijono, 2010).

Universitas Sumatera Utara

17

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau
yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam
pembangkit stres saja tetapi dari beberapa pembangkit stres. Karena sebagian
besar waktu manusia bekerja, maka lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh
yang besar sebagai sumber stres bagi para pekerja (Munandar, 2001).
Penyebab stres yang sering terjadi pada petugas kesehatan meliputi kerja
shift, jam kerja yang panjang, peran yang ambigu dan konlik peran, dan
terpaparnya petugas kesehatan terhadap infeksi dan substansi bahaya lainnya yang
ada dirumah sakit. Beberapa penelitian tentang stres kerja terhadap perawat juga
telah dilakukan berhubungan dengan beban kerja berlebih (work overload),
tuntutan waktu pengerjaan tugas yang cepat, tidak adanya dukungan sosial dalam
bekerja (khususnya dari supervisor, kepala perawat dan managerial keperawatan
yang lebih tinggi), terpapar penyakit infeksi, tertusuk jarum, dan berhubungan
dengan pasien sulit atau kondisi sulit pasien yang serius (NIOSH, 2008).
Setiap individu dapat terkena stres. Lama, keseringan serta intensitas stres
seseorang individu berbeda dengan individu lainnya. Stres ini menyangkut
individu yang terkena, sumber stres dan transaksi antara keduanya. Oleh karena
itu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja (sumber stres) secara
umum, digolongkan menjadi (Nasution, 2002):
1. Dalam diri individu (internal source)
Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang
terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah sebagai

Universitas Sumatera Utara

18

permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu
diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres, (Hidayat, 2004).
Konflik sebagai suatu hal yang nyata dalam kehidupan seseorang
merupakan proses sosial orang-orang yang berusaha mencapai tujuannya dengan
jalan menentang pihak lawan. Sikap membiarkan suatu keadaan tertentu dalam
bidang kerja, tidak dapat dihindari sebagai akibat adanya konflik. Kehidupan kerja
seperti ini menunjukan perasaan tidak ikut memiliki bersama (sense of belonging)
bidang kerja. Satu dengan yang lainya berusaha menjatuhkan lawannya walau
dalam kondisi yang abstrak (Anoraga, 2001).
Salah satu faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu
meliputi kepribadian type A. Pola tingkah laku type A digambarkan sebagai orang
yang memiliki derajat dan intensitas yang tinggi untuk ambisi, dorongan untuk
pencapaian

(achievement)

dan

pengakuan

(recognition),

kebersaingan

(competitiveness) dan keaagresifan. Orang tipe A memiliki paksaan untuk bekerja
berlebih, selalu bergelut dengan batas waktu, dan sering menelantarkan aspekaspek lain dari kehidupan seperti keluarga, kegiatan-kegiatan waktu luang dan
rekreasi. Sebaliknya pola perilaku tipe B digambarkan sebagai tipe easy-going dan
santai. Secara relatif bebas dari rasa mendesak, mereka tidak selalu harus berkejar
dengan waktu (Munandar, 2008).
2. Luar diri individu (external source); (lingkungan kerja dan lingkungan
psikososial sekitar)
Lingkungan kerja juga dapat berperan sebagai faktor penyebab terjadinya
stres kerja (sumber stres), seperti tuntutan pekerjaan, tanggung jawab kerja,

Universitas Sumatera Utara

19

lingkungan fisik kerja, hubungan antar manusia yang buruk, kurang pengakuan
dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja dan sebagainya
(Nasution, 2002).
a. Beban Kerja
Terlalu banyak pekerjaan/ terlalu sedikit pekerjaan juga terkadang dapat
menyebabkan stres pada seorang individu. Terlalu banyak pekerjaan berkaitan
dengan kemampuan untuk menyelesaikan semua pekerjaan tersebut dengan hasil
yang sebaik-baiknya. Sedangkan terlalu sedikit berkaitan dengan tidak adanya
pekerjaan yang dapat dikerjakan. Sejauhmana hal ini dapat menyebabkan seorang
individu menjadi stres, tergantung bagaimana dia dapat mengatasi keadaan
tersebut (Nasution, 2002).
Beban kerja berlebihan, misalnya, merawat terlalu banyak pasien,
mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak
mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi
masalah keterbatasan tenaga (Hidayat, 1994).
Tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak dan harapan perusahaan yang
berlebih terhadap pekerja dapat mempengaruhi imunitas tubuh dan kesehatan
pekerja tersebut secara langsung. Tuntutan tersebut diantaranya:
1. Beban kerja yang berat
2. Waktu istirahat yang jarang
3. Jam kerja yang panjang
4. Pergantian jam kerja (shift) yang kurang tepat jadwalnya (jarak antara shift
terlalu dekat)

Universitas Sumatera Utara

20

5. Beban kerja yang padat dan rutin namun sedikit memberi nilai dan arti
bagi kehidupan.
6. Beban kerja yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan
pekerjaan dan keluarga atau salah penempatan (Hidayat, 1994).
b. Tanggung Jawab
Kerja Bila seseorang harus bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain,
perubahan dalam hidup menyebabkan ia tidak mempunyai kontrol. Misalnya,
teman kerja tidak masuk, ia harus menggantikan tugasnya. Stres dapat
ditimbulkan oleh tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar
yang harus ditanggungnya (Prawono, 2004)
Kerja yang penuh tanggung jawab atas keselamatan orang sangat cendrung
mengakibatkan stres. Kerja sama ini dialami para petugas medis, paramedis,
dokter dan perawat, dinas kebakaran dan polisi. (Hardjana, 1994).
Tarigan. L (2004) yang melakukan penelitian terhadap 20 orang perawat di
Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan menyatakan bahwa tanggung jawab
kerja menunjukkan hasil yang tidak bermakna terhadap terjadinya stres kerja. Ia
juga menyatakan sehubungan dengan rasa tanggung jawab sangat erat kaitannya
dengan disiplin kerja. Dalam hal ini tenaga kerja akan termotivasi dalam
melakukan tugasnya yang memberikan dampak positif bagi tenaga kerja dalam
hal penyelesaian tugas yang tepat waktu dan ketelitian dalam melakukan
pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

21

c. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal)
Hubungan antar manusia ditempat kerja dapat sebagai sumber stres karena
hubungan dengan atasan, rekan kerja, dan bawahan tidak selalu baik dan serasi.
Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misalnya mengalami konflik
dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak mengahargai sumbangsih
yang dilakukan, dan gagal membentuk tim kerja dengan staf (Tarigan, 2004)
d. Keamanan Kerja
Keamanan kerja berarti berkenaan dengaan tempat kerja yang mempunyai
resiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerjanya. Hal ini dapat
menyebabkan ketegangan (stres) kerja yang terus menerus pada tenaga kerja
tersebut. Stres yang terjadi dapat disebabkan karena individual conflict (takut),
maupun organizational conflict (kurangnya alat proteksi di industri tersebut).
Selain itu yang dimaksud keamanan kerja disini adalah kepastian untuk tidak
dipecat (PHK) yang dapat terjadi setiap saat dan sebagainya (Nasution, 2002)
2.3.3 Gejala-gejala stres kerja
Beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang menunjukkan
adanya perubahan baik secara fisiologis, psikologis dan sikap. (Wijono, 2010).
Tanda-tanda dan gejala-gejala stres berbeda-beda antara orang yang satu dengan
orang lainnya. Namun beberapa gejala bersifat umum, seperti mudah marah atau
suka murung. Pola respon yang umum biasanya tergantung kepada masingmasing orang (Brecht, 2000). Respon tertentu dapat mengindikasikan adanya stres
kerja pada seseorang atau kelompok. Hal tersebut dapat berupa keluhan sakit

Universitas Sumatera Utara

22

kepala, gangguan tidur, sulit untuk berkonsentrasi, gangguan pada lambung, dan
ketidakpuasan kerja (NIOSH, 2008).
Menurut Rice (1999) dalam Waluyo (2009), gejala stres kerja dibagi
dalam tiga aspek, yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan gejala prilaku. Beberapa
gejala yang banyak dijumpai di lingkungan kerja dikemukakan sebagai berikut.
Gejala fisiologis berupa Sakit kepala (pusing), sakit maag, mudah kaget
(berdebar-debar), banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih,
kaku leher belakang sampai punggung, dada rasa panas/nyeri, rasa tersumbat di
kerongkongan, gangguan psikoseksusal, nafsu makan menurun, mual, muntah,
gejala kulit, gangguan menstruasi, keputihan, kejang-kejang, pingsan (Anoraga,
2001).
Gejala psikologis yaitu pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil
keputusan, cemas, was-was, kuatir, mimpi-mimpi buruk, murung, mudah
marah/jengkel, mudah menangis, dan gelisah (Anoraga, 2001). Selain itu memicu
timbulnya ketidakpuasan kerja, meningkatkan ketegangan, kebosanan, dan suka
menunda pekerjaan (Rice dalam Prihatini, 2007).
Gejala prilaku berupa semakin banyak merokok/alkohol/makan, menarik
diri dari pergaulan sosial dan mudah bertengkar (Anoraga, 2001). Gejala perilaku
lainnya yaitu menurunnya tingkat produktivitas, meningkatkan absensi dan turn
over, perubahan pada pola makan, cara bicara yang menjadi cepat, gelisah,
gangguan tidur (Rice dalam Prihatini, 2007).

Universitas Sumatera Utara

23

2.3.4 Dampak stres kerja
Pada umumnya stres dirasakan sebagai suatu kondisi yang negatif, suatu
kondisi yang mengarah ketimbulnya penyakit fisik dan mental, atau mengarah ke
prilaku yang tidak wajar (Munandar, 2001). Stres yang baik disebut dengan
eustres. Sebaliknya stres yang merugikan dan merusak (destruktif) disebut dengan
distres. Bagi kita stres menjadi eustres atau distres dipengaruhi oleh penilaian dan
daya tahan kita terhadap peristiwa dan keadaan yang potensial atau netral
kandungan daya stresnya (Nasution, 2002).
Arnold (1986) dalam waluyo (2009) menyebutkan bahwa ada empat
konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang di alami oleh individu,
yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta
mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan. Pada umumnya stres kerja
lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan.
Stres kerja dalam waktu yang lama dapat menimbulkan dampak penyakit
secara fisik seperti penyakit kardiovaskular dan gangguan muskuloskeletal.
Konsekuensi jangka panjang stres kerja juga dapat berpengaruh secara psikologis
dan social seperti terjadinya gangguan penyakit gangguan mental ataupun
perubahan perilaku sosial. Perawat ICU rentan mengalami Post Traumatic Stres
Disorder (PTSD) dibandingkan dengan perawat umum (Maeler, et.al., 2007).
Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa 24 % perawat ICU
mengalami PTSD sementara 14 % perawat umum yang mengalami PTSD.

Universitas Sumatera Utara

24

2.4 Kerangka Konsep
Karakteristik Individu
- Umur
- Jenis kelamin
- Status pernikahan
- Masa kerja
Stres kerja
Faktor Lingkungan
Psikososial
- Beban Kerja
- Hubungan Interpersonal
- Tanggung Jawab
- Keamanan Kerja

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

15 83 93

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT STRES KERJA PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT DI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT STRES KERJA PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT DI RSUD.DR. MOEWARDI SURAKARTA.

0 3 16

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

1 5 15

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

0 0 5

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

0 2 3

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

0 0 20

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017

2 10 21

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017

0 1 2

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017

0 4 7