Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian
1. Pengertian perjanjian
Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang
Perikatan. Dalam KUHPerdata Buku III perjanjian bersifat terbuka dalam arti
perjanjian boleh dibuat tanpa mengikuti semua ketentuan dalam buku III asal
tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pengertian
perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan
terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst
tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam
Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian
perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling
mengikatkan diri.18


18

Ahmadi Miru & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai
1456 KUH Perdata), Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal 63

Universitas Sumatera Utara

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan
hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan
yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati
apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”19
Definisi perjanjian dapat dilihat dari beberapa pendapat sarjana yang
berbeda-beda dan masing-masing ingin mengemukakan juga memberi pandangan
yang dianggap lebih tepat. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para
sarjana yaitu:
Menurut Munir Fuady, istilah perjanjian merupakan kesepadanan dari

istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau agreement dalam bahasa
Inggris.20 Sedangkan menurut Achmad Ichsan memakai istilah verbintenis untuk
perjanjian, sedangkan Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia
memakai istilah overeenkomst untuk perjanjian.21
Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana
seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk

19

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi, Edisi Ketiga, Balai
Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 458.
20
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) , Citra Aditya Bakt
i, Bandung, 2001, hal.2
21
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana,
Jakarta, 2008, hal. 197

Universitas Sumatera Utara


melaksanakan sesuatu hal.22Istilah perjanjian sebenarnya merupakan terjemahan
dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst dan dalam kepustakaan ilmu hukum di
Indonesia sendiri ada berbagai macam pendapat di kalangan para sarjana.
“Sebagian para sarjana hukum menterjemahkan sebagai kontrak dan sebagian
lainnya menterjemahkan sebagai perjanjian.23
Herlien Budiono memberikan pengertian perjanjian dengan menekankan
pada perbuatan hukum yang diuraikan sebagai berikut: Perbuatan hukum yang
menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan
hukum dan dengan cara demikian, kontrak atau perjanjian menimbulkan akibat
hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah
kontrak atau perjanjian, orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut
pihak-pihak.24
Berdasarkan pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat diartikan
bahwa perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan,
yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di
dalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi.

2. Syarat Sah Perjanjian
Suatu perjanjian baru sah dan karenanya akan menimbulkan akibat hukum

jika dibuat secara sah sesuai dengan hukum yang berlaku. Perjanjian tersebut

22

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata , Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36
Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Gramedia, Jakarta,
2006,hal. 27
24
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal.3
23

Universitas Sumatera Utara

harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan dipenuhinya empat syarat yang disebutkan
dalam Pasal tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara
hukum bagi para pihak yang membuatnya.
Doktrin ilmu hukum yang berkembang, syarat-syarat tersebut dibagi ke
dalam dua kelompok besar, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat

pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau Subjek
yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan
syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan itu. Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari
keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, dapat mengakibatkan cacat dalam
perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk
dapat dibatalkan (apabila terdapat pelanggaran terhadap syarat subjektif), maupun
batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya syarat objektif), dalam
pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat
dipaksakan pelaksanaannya.
Kaiatannya sebagai hukum yang berfungsi melengkapi saja, ketentuanketentuan perjanjian yang terdapat di dalam KUHP Perdata akan dikesampingkan
apabila dalam suatu perjanjian para pihak telah membuat pengaturannya sendiri.
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan: “Semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, akan
tetapi hal tersebut harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan seperti yang

Universitas Sumatera Utara

disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menegaskan bahwa untuk
sahnya suatu perjanjian, maka diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu :

a. Kesepakatan
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sebagai
berikut:
1. Kesepakatan
Dengan diperlakukannnya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka
berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para
pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi
perwujudan kehendak tersebut.25

Pengertian sepakat

dilukiskan sebagai

pernyataan kehendak yang disetujui antara para pihak. Pernyataan pihak yang
menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima
tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang

atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena
kehendak itu tidak dapat dilihat/ diketahui orang lain. 26
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya kontrak.
Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting

25

Mariam Darus Badrulzaman, dkk Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,
Jakarta, 2001, hal. 73.
26
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia , Sinar Grafika,
Jakarta, 2008, hal. 23

Universitas Sumatera Utara

adanya penawaran dan penerimaan. Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihakpihak yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, seia sekata mengenai
hal-hal yang pokok dari perjanjian yang disahkan itu. Jadi sepakat dalam
perjanjian merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau
lebih dengan pihak lainnya dan kesepakatan dalam perjanjian merupakan
perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa

yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya,
kapan harus dilaksanakan, siapa yang melaksanakannya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan adalah kecakapan atau
kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan
oleh undang-undang. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan berarti
kemampuan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum yang menimbulkan
akibat hukum sebagai mana ditentukan dalam undang-undang. Namun dapat saja
terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan perjanjian/
kontrak adalah tidak cakap menurut hukum.
Seseorang dianggap tidak cakap apabila:
a. Belum berusia 21 tahun dan belum menikah.
b. Berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu. 27
Ketentuan dalam Pasal 1330 KUHPerdata, ditentukan bahwa tidak cakap
untuk membuat perjanjian adalah :
a. Orang-orang yang belum dewasa.
27

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada,
2010, Jakarta, hal. 29


Universitas Sumatera Utara

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang;
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang
membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Usia dewasa dalam Hukum perdata diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata
yaitu; “ Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua
puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabilah perkawinan itu
dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak
kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa dan tidak berada dibawah
kekuasaan orang tua, berada diperwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana
teratur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini”.28 Dalam
KUHPerdata Pasal 330 telah dijelaskan bahwa seseorang dikatakan telah dewasa
apabila ia telah mencapai usia genap dua puluh satu tahun atau yang telah
menikah walau pun belum berusia genap dua puluh satu tahun, dan jika
pernikahannya telah berakhir atau cerai maka orang tersebut tetap dikatakan
dewasa. Tidak lagi berada dalam kekuasaan orang tuanya atau berada diperwalian.
Dengan demikian maka KUHPerdata memandang seseorang yang telah berusia

dewasa (21 tahun) itu kematangan secara biologis dan psikologis dianggap
mampu dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum perdata itu sendiri.
Khusus nomor tiga di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan
dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan
laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk orang-

28

Subekti. R. dan Tjitrosudibio, Op.cit, hal 90

Universitas Sumatera Utara

orang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya
tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak berwenang
membuat perjanjian tertentu. Memang dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa
orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian
itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung
jawab yang dipikulnya dengan perbuatan itu.
Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat
suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut

haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta
kekayaannya. Orang yang tidak sehat pikirannya tidak mampu menginsyafi
tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian.
Orang yang ditaruh di bawah pengampuan menurut hukum tidak dapat berbuat
bebas dengan harta kekayaannya. Ia berada di bawah pengawasan pengampuan.
Kedudukannya, sama dengan anak yang belum dewasa. Kalau seorang anak
belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya, maka seorang dewasa
yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau
kuratornya.29
3. Suatu hal tertentu;
Suatu hal tertentu berarti bahwa sesuatu yang diperjanjikan atau yang
menjadi objek perjanjian harus jelas, dan dapat ditentukan jenisnya. Di dalam
berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi
(pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa

29

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002, hal, 18

Universitas Sumatera Utara

yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif.
Prestasi terdiri atas:
a. Memberikan sesuatu.
b. Berbuat sesuatu, dan
c. Tidak berbuat sesuatu Pasal1234 KUHPerdata. 30
Apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, KUHPerdata hendak
menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan
atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu.

31

Dalam suatu kontrak objek

perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut
dapat berupa barang maupun jasa. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi
yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.
Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan
berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar.
Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan
oleh salah satu pihak.
d. Suatu sebab yang halal
Sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan segera
harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah
sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan
itu yang dimaksudkan oleh Undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu
yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk
30

Salim H.S., Op.Cit.,hal. 24
Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian , Rajawali
Pers, Jakarta, 2003, hal. 93
31

Universitas Sumatera Utara

membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh Undang-Undang.
Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan
seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang. Yang diperhatikan oleh hukum
atau Undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Misalnya,
saya membeli rumah karena saya mempunyai simpanan uang dan saya takut kalau
dalam waktu singkat akan ada suatu tindakan moneter pemerintah atau nilai uang
akan terus menurun.
Suatu sebab yang halal berarti juga suatu sebab yang oleh Undang-Undang
tidak dilarang, tidak bertentangan dengan hukum, tidak melanggar kesusilaan, dan
ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan Orzaak (suatu sebab
yang halal) sebagai tujuan para pihak.
Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena
menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga
dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.32
Menurut Pasal 1337 KUHPerdata bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang
jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Suatu
kausa dikatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam
perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang, jika
kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undangundang yang berlaku.
Apabila syarat yang pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu
dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan

32

Salim H.S., Op.Cit., hal. 2

Universitas Sumatera Utara

untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Akan tetapi, apabila para pihak
tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan
keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa
dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.

B. Jenis-jenis Perjanjian
Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
yaitu:33
1. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak
dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya
perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa
Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di
kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang
dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban
membayar dan hak menerima barangnya.
2. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan
kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah
ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan
barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai
kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang
dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

33

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hal

82.

Universitas Sumatera Utara

3. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi
keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah dan pinjam pakai Pasal
1666 dan 1740 KUHPerdata.
4. Perjanjian konsensuil, riil dan formil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi
kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah
perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan.
Misalnya perjanjian penitipan barang pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian
pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah
perjanjian

yang

memerlukan

kata

sepakat

tetapi

undang-undang

mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara
tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT.
Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus
dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.
5. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama
Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan
ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab
XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain.
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus
dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan
distributor, perjanjian kredit.

Universitas Sumatera Utara

C. Asas-Asas Perjanjian
Menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh
para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi
para pihak, oleh KUHPerdata diberikan berbagai asas umum, yang merupakan
pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan
membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan
yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dan
pemenuhannya.
Menurut Peter Mahmud Marzuki, aturan-aturan hukum yang menguasai
kontrak sebenarnya merupakan penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang
terdapat pada asas-asas hukum secara umum. Asas-asas hukum ini bersifat sangat
umum dan menjadi landasan berfikir yaitu dasar ideologis aturan-aturan hukum.
Asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberi inspirasi
mengenai nilai-nilai etis, moral dan sosial masyarakat. Dengan demikian asas
hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada,
dalam arti norma hukum tersebut pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada
asas hukum yang menjiwainya.34
Di dalam hukum kontrak dikenal banyak asas, diantaranya, sebagai
berikut:35

34

Peter Mahmud Marzuki, Hukum Kontrak&Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika,
Jakarta, 2003, hal 196.
35
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta, 2013,
hal. 3

Universitas Sumatera Utara

1. Asas konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan
untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak,
lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini
berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak
dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah
bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
kontrak tersebut. Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak
karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap
kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku.36
Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena
asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak
formal dan kontrak riel tidak berlaku.
2. Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di
dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak yang
bebas pancaran hak asasi manusia. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian
sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

36

Ibid

Universitas Sumatera Utara

mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasal 1320
KUH Perdata yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian.37
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian, yaitu dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri;
b. Kecakapan untuk membuat perikatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
1.ad. kesepakatan mereka yang mengikatkan diri artinya suatu perasaan rela atau
iklas di atara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk memenuhi suatu perbuatan
yang mereka perjanjikan.Numun kesepakatan diyatakan tidak sah jika Kontrak
didasarkan atas penipuan, kesalahan, paksaan dan menyalagunakan keadaan.
2.ad. kecakapan untuk membuat Perikatan yaitu, berakti Pihak-pihak yang
membuat kontrak haruslah orang-orang yang cakap hukum atau sudah dewasa.
Orang dikatakan dewasa terdapat dalam Pasal 330 KUH Perdata, orang dewasa
adalah orang yang sudah berumur dua puluh satu tahun atau sudah pernah kawin
dan bukan dalam berada pengampuan meskipun umurnya sudah mencapai dua
puluh satu tahun.
3.ad. Suatu hal tertentu yaitu, bahwa para pihak-pihak yang mengikatkan dirinya
melakukan suatu perjajian haruslah objek yang diperjanjikan jelas atau setidaktidaknya dapat ditentukan, tidak boleh mengabang ataupun samar-samar.

37

Ibid

Universitas Sumatera Utara

4.ad. Suatu sebab yang di bolehkan atau halal, berakti bahwa kesepakatan yang
tertuang di dalam perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundangundangan, menganggu ketertiban umum dan kesusilaan.
Ketentuan syarat kesatu dan kedua di atas merupakan syarat sabjek, yang
apabilah syarat kesatu dan kedua tidak terpenuhi atau salah satu syarat satu dan
dua tidak di penuhi makan Perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya bahwa
dengan tidak dipenuhinya syarat satu dan dua tidak terpenuhi atau salah satu
Syarat, bukan berakti perjanjian tersebut batal demi hukum selama kedua yang
melakukan perjajian tersebut tidak ada yang keberatan, namun perjajian tersebut
dapat di batalkan secara sepihak apabila salah satu pihak tidak setuju maka
perjajian tersebut dapat dibatalkan. Ketentuan Syarat tiga dan empat merupakan
syarat objek, yang apabila syarat tiga dan empat tidak terpenuhi atau sala satu
syarat tidah terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum atau dianggap
perjanjian tersebut tidak pernah ada.
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang
untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian,
diantaranya:38
a. bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
b. bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
c. bebas menentukan isi atau klausula perjanjian;
d. bebas menentukan bentuk perjanjian;

38

Ibid

Universitas Sumatera Utara

e. kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan
orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat Buku III
KUH Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para
pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap pasalpasal tertentu yang sifatnya memaksa.
3. Asas Pacta Sunt Servanda (Asas Mengikatnya Suatu Perjanjian).
Asas

ini

melandasi

pernyataan

bahwa

suatu

perjanjian

akan

mengakibatkan suatu kewajiban hukum dan karena itu para pihak terikat untuk
melaksanakan kesepakatan kontraktual. Suatu kesepakatan harus dipenuhi
dianggap sudah terberi dan tidak dipertanyakan kembali. Keterikatan suatu
perjanjian terkandung di dalam janji yang dilakukan oleh para pihak sendiri.39
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata. Asas pacta sunt servanda atau disebut asas kepastian hukum. Asas
ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Mereka tidak boleh melakukan
intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat para pihak.
Gunawan Widjaja memberikan pendapatnya berkaitan dengan pelaksanaan
dari asas pacta sunt servada yang diuraikan sebagai berikut:

Pemaksaan

berlakunya dan pelaksanaan dari perjanjian berkaitan dengan asas ini hanya dapat
dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian terhadap pihak pihak
lainnya dalam perjanjian, artinya setiap pihak, sebagai kreditor yang tidak

39

Herlien Budiono, Op.Cit, hal.30-31

Universitas Sumatera Utara

memperoleh pelaksanaan kewajiban oleh debitur, dapat atau berhak memaksakan
pelaksanaannya dengan meminta bantuan pada pejabat negara yang berwenang
yang akan memutuskan dan menentukan sampai seberapa jauh suatu prestasi yang
telah gagal, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau
dilaksanakan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan masih dapat dilaksanakan,
semuanya dengan jaminan harta kekayaan debitor sebagaimana diatur dalam Pasal
1131 KUHPerdata.40
4. Asas Persamaan Hak
Asas ini terdapat dalam Pasal 1341 KUH Perdata. Dalam asas ini, para
pihak diletakkan pada posisi yang sama. Dalam perjanjian sudah selayaknya tidak
ada pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak
terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain.
Mereka melakukannya walaupun secara formal hal tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai paksaan. Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak lainnya.
Jika prinsip sama-sama menang (win win solution) tidak dapat diwujudkan secara
murni, namun harus diupayakan agar mendekati perimbangan di mana segala
sesuatu yang merupakan hak para pihak tidaklah dikesampingkan begitu saja.
5. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak
memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
40

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend
Recht) dalam Hukum Perdata , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal.281-282.

Universitas Sumatera Utara

perjanjian itu dengan iktikad baik.Asas keseimbangan dilandaskan pada ideologi
yang melatarbelakangi tertib hukum Indonesia. Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 adalah sumber tata nilai dan mencerminkan cara pandang masyarakat
Indonesia. Pemerintah Indonesia adalah wakil dan cerminan masyarakat dan juga
menjaga arah perkembangan tertib hukum sehingga tolak ukur tata nilai Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, tetatp terjaga sebagai ideal yang setiap kali
hendak diejawantahkan.41
Asas keseimbangan dalam kontrak dengan berbagai aspeknya telah begitu
banyak dikaji dan diulas oleh para ahli, sehingga muncul berbagai pengertian
terkait dengan asas keseimbangan ini. Pengertian “keseimbangan-seimbang” atau
“ evenwitch-evenwichtig” (Belanda) atau “equality-equal-equilibrium” (Inggris)
bermakna leksikal “sama, sebanding” menunjuk pada suatu keadaan, posisi,
derajat, berat, dan lain-lain.42

D. Akibat Hukum dari Perjanjian Kerjasama
Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir dari adanya hubungan
hukum dari suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan
hak dan kewajiban inilah merupakan salah satu bentuk dari pada adanya suatu
kontrak. Kemudian, hak dan kewajiban ini tidak lain adalah hubungan timbal
balik dari pada para pihak, maksudnya kewajiban di pihak pertama merupakan
hak bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak kedua

41

H. Budiono. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia. Citra Aditya Bakti
Bandung,2006, hal. 357
42
Ibid

Universitas Sumatera Utara

merupakan hak bagi pihak pertama. Jadi dengan demikian akibat hukum disini
tidak lain adalah pelaksanaan dari pada kontrak itu sendiri.
Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara
tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tesebut, atau dengan kata lain, apa saja hak
dan kewajiban masing-masing pihak. Terkadang orang mengadakan perjanjian
dengan tidak mengatur atau menetapkan secara teliti hak dan kewajiban mereka.
Mereka hanya menetapkan hal-hal yang pokok dan penting saja, lupa hal-hal yang
menjadi turunan dari hak dan kewajiban tersebut, sebagai contoh dalam jual beli
hanya ditetapkan tentang barang mana yang dibeli, jenisnya, jumlahnya, harganya,
namun tidak menetapkan tentang tempat penyerahan barang, biaya pengantaran,
tempat dan waktu pembayaran, bagaimana kalau barang musnah di perjalanan dan
sebagainya.
Ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata: "Persetujuan tidak hanya mengikat
untuk hal - hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala
sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan
undang-undang.
Menurut Pasal 1338 KUHPerdata semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Bahwa suatu
perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa di katakan, sebagai
suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan
suatu perjanjian diakui oleh undang-undang haruslah sesuai dengan syarat-syarat
yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 1338 KUH Perdata dinyatakan bahwa “Semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak atau, karena alasan-alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”
Ketentuan dari Pasal 1338 KUH Perdata tersebut dapat disimpulkan, bahwa
perjanjian yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak adalah mengikat untuk
pihak-pihak yang melakukan perjanjian dan membawa akibat hukum bagi
keduanya.
Setiap kontrak dapat saja tidak terlaksana/tidak dilaksanakan dengan
semestinya seringkali terjadi. Ketidakterlaksanakan kontrak tersebut mempunyai
graduasi yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut :
1. Tidak terlaksana pada tingkat yang sangat ringan, sehingga tidak perlu
diperbaiki sama sekali oleh pihak kontraktor.
2. Tidak terlaksana ringan, sehingga perlu diperbaiki pada saat serah terima atau
pada masa perawatan oleh pihak kontraktor.
3. Tidak terlaksana yang agak berat, sehingga perlu diperbaiki pada saat sedang
berlangsungnya pembangunan tanpa harus mengubah kontrak.
4. Tidak terlaksana yang agak berat, sehingga perlu perbaikan pada saat sedang
berlangsungnya pembangunan dengan dilakukannya penyesuaian/perubahan
penbangunan dengan dilakukannya penyesuaian/perubahan kontrak.
5. Tidak terlaksana yang berat, sehingga pelaksanaan kontrak harus ditunda.

Universitas Sumatera Utara

6. Tidak terlaksana yang sangat berat, sehingga kontrak boleh diputus (terminasi)
oleh salah satu pihak. 43
Merupakan tindakan yang sangat baik, jika ketidakterlaksanaan kontrak
dapat dideteksi sejak dini, sehingga masih mudah untuk diperbaiki atau dapat
dengan segera diperbaiki. Untuk itu, perlu secepatnya dianalisis gejala-gejala
ketidakberesan dalam pelaksanaan proses pembangunan proyek tersebut, sehingga
perlu segera dibicarakan dengan pihak kontraktornya.
Menurut pasal 1339 KUH Perdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat
untuk hal-hal yang tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi untuk segala sesuatu
yang menurut sifat perjanjian diharuskan (diwajibkan) oleh kepatutan, kebiasaan
dan undang-undang. Dengan demikian setiap perjanjian diperlengkapi dengan
aturan-aturan yang terdapat dalam undang-undang, dalam adat kebiasaan (di suatu
tempat dan kalangan tertentu), sedangkan kewajiban-kewajiban yang diharuskan
dalam kepatutan harus juga diindahkan, jadi tiga sumber norma sebagaimana
disebut diatas merupakan sesuatu yang penting diperhatikan para pihak dalam
mengadakan suatu perjanjian.
Akibat hukum perjanjian yang sah adalah mengikat para pihaknya dan
berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Jika ada yang
melanggar perjanjian itu, maka terhadapnya dianggap sama dengan melanggar
undang-undang, yang akan memiliki sanksi hukum. Perjanjian yang sah tidak
dapat dihentikan secara sepihak. Jika salah satu pihak berkeinginan membatalkan
maka haruslah mendapatkan persetujuan dari pihak lainnya.
43

Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, edisi revisi Citra Bakti, Bandung,
2008, hal 196.

Universitas Sumatera Utara

E. Berakhirnya Perjanjian Kerjasama
Berakhirnya suatu kontrak kerja itu berarti telah terjadi hapusnya
perjanjian dikarenakan yaitu:
1. Pembayaran
Pembayaran tidak selalu harus diartikan terbatas pada pelunasan hutang
semata-mata, karena bila ditinjau lebih jauh pembayaran tidak selamanya harus
berbentuk sejumlah uang atau barang tertentu. Pembayaran dapat dilakukan
dengan pemenuhan jasa atau pembayaran dalam bentuk yang tidak berwujud.
Dengan pembayaran prestasi perjanjian hapus dengan sendirinya. 44Dari ketentuan
undang-undang dapat dilihat bahwa pada umumnya pembayaran tidak
mendasarkan pada formalitas tertentu, walau ada beberapa jenis perjanjian yang
menentukan formalitas pembayaran. Menurut pendapat M.Yahya bahwa
pembayaran bukan tindakan hukum tetapi pembayaran dapat dilakukan tanpa
ikatan formalitas.45
2. Adanya penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penitipan.
Hal ini ditentukan dalam Pasal 1381 KUH Perdata. Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penitipan hanya mungkin terjadi dalam
perjanjian menyerahkan suatu benda bergerak. Oleh karena itu dalam perjanjian
yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu maupun dalam
penyerahan benda tak bergerak, penawaran dan penitipan ini tidak mungkin
dilakukan. Perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan
suatu prestasi tidak mungkin dititipkan tapi harus dilakukan oleh debitur itu
44
45

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hal 108
Ibid., hal 108

Universitas Sumatera Utara

sendiri, demikian halnya dengan penyerahan benda tak bergerak. Jadi penawaran
tunai yang diikuti kongsinasi adalah khusus untuk perjanjian pembayaran uang
dan penyerahan benda-benda bergerak
3. Pembaharuan Hutang (Novasi)
Pembaharuan hutang ini lahir dari persetujuan para pihak, yaitu dengan
jalan menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang bersamaan dengan
penghapusan tadi, perjanjian tersebut diganti dengan perjanjian baru. Menurut
Pasal 1413 KUHPerdata, bahwa pembaharuan hutang dapat terjadi apabila :
a. Kreditur mengadakan ikatan perjanjian hutang terhadap debitur dengan tujuan
menghapuskan dan mengganti perjanjian lama dengan perjanjian yang baru.
Dalam hal ini perjanjiannya diperbaharui, sedangkan para pihaknya tetap
seperti semula.
b. Seorang debitur baru menggantikan debitur lama yang dibebaskan dari
kewajiban pembayaran oleh kreditur.
Membuat perjanjian baru yang menggantikan kreditur lama dengan
kreditur baru, yang kreditur lama tidak berhak lagi menuntut pembayaran dari
ikatan perjanjian lama.
4. Perjumpaan utang atau kompensasi
Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berhutang satu pada yang lain
dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh
undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua orang tersebut telah terjadi suatu
perhitungan menghapuskan perikatannya (Pasal 1425 KUHPerdata). Untuk

Universitas Sumatera Utara

terjadinya kompensasi undang-undang menetapkan berdasarkan Pasal 1427
KUHPerdata, yaitu utang tersebut :
a. Kedua-duanya berpokok sejumlah uang, atau
b. Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan
barang yang dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
c. Kedua-duanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketik
5. Penghapusan utang
Tindakan kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk memenuhi
pelaksanaan perjanjian. Tindakan pembebasan hutang ini harus dapat dibuktikan
dan tidak boleh diduga-duga. Hal yang sangat dibutuhkan dalam pembebasan
hutang ialah adanya kehendak kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk
melaksanakan pemenuhan perjanjian serta sekaligus menggugurkan perjanjian itu
sendiri
6. Musnahnya barang yang terhutang
Perjanjian hapus karena musnahnya atau lenyapnya barang tertentu yang
menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk barang tersebut
harus sesuai dengan ketentuan lebih lanjut dari Pasal 1444 KUH Perdata yang
dapat dijelaskan sebagai berikut : “Musnah atau lenyapnya barang harus diluar
perbuatan atau kesalahan debitur. Maka perjanjian itu menjadi musnah akibat dan
sebab yang berada diluar kekuasaan debitur (force majeur), dalam hal ini pihak
debitur harus membuktikannya

Universitas Sumatera Utara

7. Pembatalan
Dikatakan suatu perjanjian batal demi hukum adalah apabila perjanjian itu
tidaklah memenuhi syarat obyektif yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata
yaitu kesepakatan dan kecakapan. Sedangkan pembatalan terjadi apabila suatu
perjanjian tidak memenuhi syarat obyektif yang juga terdapat dalam Pasal 1320
KUHPerdata mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.46.
8. Berlakunya suatu syarat batal
Syarat batal adalah suatu syarat yang jika tidak dipenuhi maka perjanjian
itu tidak akan menjadi batal atau perjanjian tidak pernah ada. Hal ini biasanya
tergantung pada suatu peristiwa yang terjadinya tidak tentu, misalnya saya akan
memberikan hadiah berupa mobil kepadamu jika kamu telah berhasil meraih juara
umum disekolah.
9. Berlakunya syarat batal
Berlaku syarat batal maksudnya adalah syarat yang apabila dipenuhi akan
menghentikan atau mengakhiri perjanjiannya, dan membawa segala sesuatu
kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian.
Berlakunya syarat batal ini berkaitan dengan adanya perjanjian bersyarat dengan
syarat batal, yaitu perikatan yang berdasarkan pada peristiwa yang masih akan
datang dan yang masih belum tentu terjadi secara membatalkan perikatan.

46

Ibid., hal 109

Universitas Sumatera Utara

10. Lewat jangka waktu
Batas waktu yang telah ditetapkan sudah berakhir atau lewat waktunya
akan membebaskan seseorang dari suatu kewajiban. Dalam kaitan antara
lampaunya waktu dengan perjanjian, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Membebaskan seseorang dari kewajiban setelah lewat jangka waktu
tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan undang-undang.
b. Memberikan kepada seseorang untuk memperoleh sesuatu hak setelah
lewat jangka waktu tertentu sesuai dengan yang ditetapkan undang-undang

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 10 86

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

1 21 106

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 7

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 1

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 17

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi Chapter III V

0 0 31

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 3

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

0 0 9

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

0 0 1

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

0 0 16