Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Trihastuti, Nanik. Hukum Kontrak Karya, Setara Press, Malang, 2013.

H. Budiono. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia. Citra Aditya Bakti : Bandung,2006,

Peter Mahmud Marzuki, Hukum Kontrak&Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta : Sinar Grafika, 2003, hal 196

Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

Patrik, Purwahid. Hukum Perdata I (Asas – Asas Hukum Perikatan). Jurusan

Perdata Fakultas UNDIP Semarang, 2008.

H.S. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Prodjodikoro, Wirjono. Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Jakarta, 2000

Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006

Sofyan, Sri Soedewi Masjchun , Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan

Bangunan Liberty, Yogjakarta, 2003

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2010.

Miru, Ahmadi & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233

sampai 1456 KUH PERDATA), Rajawali Pers, Jakarta, 2011.

Ibrahim, Johanes dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis (Dalam Persepsi Manusia Modern), Reika Aditama, Bandung, 2003

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005.

Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.


(2)

Titik. Triwulan Tutik. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2008

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001.

Simanjuntak Ricardo, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, PT.Gramedia, Jakarta, 2006

Badrulzaman, Mariam Darus. dkk Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001

H.S. Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, 2010, Jakarta

Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 2002

Muljadi, Kartini dan Gunawan Wijaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, 2003

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003 Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers,

Jakarta, 2013.

Fuady, Munir. Kontrak Pemborongan Mega Proyek, edisi revisi PT.Citra Bakti, Bandung, 2008.

Harahap, M. Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2002. H.S. Salim. Hukum Kontrak:Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar

Grafika, Jakarta,2004.

Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak & Perancangan Kontak, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2010.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchun. Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan

Bangunan, Liberty Yogyakarta. 2002.

Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan

(Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007


(3)

Internet

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl31/jenis-jenis-kontrak-bisnis- diakses tanggal 1 Februari 2016

http://ahmaddamopolii.info/2015/1/23/perpres-4-tahun-2015-perubahan-keempat-atas-perpres-54-tahun-2010/diakses pada tanggal 17 Januari 2016

http://www.hukum online.co. id, diakses tanggal 21 Januari 2016


(4)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA

A. Pengertian Perjanjian Kerjasama

KUH Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata itu sendiri. Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan undang-undang, norma-norma kesusilaan yang berlaku. Perjanjian lahir karena adanya kesepakatan, kesamaan kehendak (konsensus) dari para pihak.

Kerjasama adalah suatu interaksi yang sangat penting bagi manusia karena hakekatnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain sehingga ia senantiasa membutuhkan orang lain. Kerjasama dapat berlangsung manakala suatu orang atau kelompok yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran untuk bekerjasama guna mencapai kepentingan mereka tersebut.47

Perjanjian kerjasama berasal dari kata perjanjian dan kerjasama. Perjanjian menurut Van Dunne adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

47 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2010, hal 729


(5)

Kerja sama bisnis adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan bersama. Perjanjian kerjasama dapat dibedakan menjadi tiga pola yaitu:

1. Usaha bersama (joint venture)

2. Kerjasama operasional (joint operational) 3. Operasional sepihak (single operational)48

B. Unsur-Unsur dalam Perjanjian

Unsur-unsur yang harus dipenuhi agar perjanjian bisa dinyatakan sah dan mengikat sebagai undang-undang bagi yang membuatnya, haruslah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada pada Pasal 1320 KUH Perdata. Demikian juga dalam perjanjian kerja, pada prinsipnya unsur-unsur seperti yang ditentukan Pasal 320 KUH Perdata tersebut masih juga menjadi pegangan dan harus diterapkan, agar suatu perjanjian kerja tersebut keberadaannya bisa dianggap sah dan konsekuensinya dianggap sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Walaupun demikian di dalam pembuatan perjanjian kerja, selain tetap berpedoman pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ternyata masih ada unsur- unsur lain yang harus dipenuhi.

Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian dapat dikategorikan sebagai berikut:49

48 Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis (Dalam Persepsi Manusia

Modern), Reika Aditama, Bandung, 2003, hal 42

49

Salim H.S, Hukum Kontrak:Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, Jakarta,2004, hal. 3


(6)

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, trakta dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

b. Subjek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam perjanjian kerjasama ini adalah badan penyelenggara selaku pemberi kerja yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi dan pelaksana CV. Raut Agung Group

c. Adanya prestasi

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu kontrak. Pada umumnya suatu prestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata terdiri dari beberapa hal yaitu memberikan sesuatu; berbuat sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu.

d. Kata sepakat

Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan merupakan unsur mutlak terjadinya perjnjian kerjasama. Kesepakatan dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan


(7)

penerimaan atas penawaran tersebut.50 Sehingga dapat dikatakan bahwa kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

e. Akibat hukum

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama

Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan kontrak. Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa orang-perorangan atau badan usaha yang berbadan hukum. Di dalam KUH Perdata perjanjian sebagaimana diuraikan di atas dikenal dengan perjanjian pemborongan pekerjaan yang diatur dalam Pasal 1601 (b) dan Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1606 KUH Perdata tentang persetujuan tertentu pada Buku III Bab 7A bagian ke 6 Pasal 1601 (b) KUH Perdata memberi arti tentang perjanjian pemborongan sebagai suatu perjanjian dengan mana pihak pertama, si pelaksana pekerjaan (pemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak pemberi pekerjaan borongan) dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan.

50 Ahmadi Miru, Op.cit, hal. 13


(8)

Perjanjian pemborongan diatur dalam beberapa peraturan yaitu KUHPerdata, AV 1941, UU No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Mengenai hak-hak dan kewajiban dari para pihak-hak dalam perjanjian pemborongan hanya sedikit sekali diatur dalam KUHPerdata

Syarat-syarat objektif sebagaimana yang diuraikan pada bagian yang terdahulu merupakan isi perjanjian yang memuat hak dan kewajiban para pihak. Masing-masing pihak dalam perjanjian mempunyai hak dan kewajiban sendiri. Kewajiban pihak pertama merupakan hak pihak kedua, dan sebaliknya hak pihak pertama merupakan kewajiban bagi pihak kedua. Itu sebabnya dikatakan bahwa intisari atau objek dari perjanjian adalah prestasi itu sendiri.

Sedangkan dalam kontrak perjanjian antara CV. Raut Agung Group dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan irigasi tidak menjelaskan secara rinci klausula-klausula tentang hak dan kewajiban antara pengguna barang/jasa dengan pemborong, akan tetapi, secara umum kewajiban utama yang terdapat di dalam kontrak perjanjian yaitu kewajiban dari si pemberi tugas dalam perjanjian pemborongan bangunan ialah membayar jumlah harga borongan sebagaimana tercantum dalam kontrak, kewajiban dari si pemborong dalam perjanjian pemborongan bangunan ialah melaksanakan pekerjaan pemborongan sesuai dengan kontrak, rencana kerja dan syarat-syarat yang telah ditetapkan (bestek). Bestek adalah uraian tentang rencana pekerjaan dan syarat-syarat yang ditetapkan disertai dengan gambar..


(9)

Kewajiban pemberi tugas dalam hal cara pembayaran terhadap jumlah harga borongan telah diatur di dalam Pasal 9 kontrak perjanjian kerja. Dalam hal kewajiban pemborong untuk melaksanakan pekerjaan juga telah diatur mengenai jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yaitu pelaksanaan pekerjaan tersebut harus sudah dimulai 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dengan jangka waktu pelaksanaan adalah 128 (seratus duapuluh delapan) hari kalender dimulai dari dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK).

Akibat hukum dari setiap perjanjian akan menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak sesuai dengan yang terdapat dalam isi perjanjian, antara lain sebagai berikut:

Hak dan kewajiban Pejabat Pembuat Komitmen:

1. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia jasa. 2. Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan

yang dilakukan oleh penyedia jasa. 3. Melakukan perubahan kontrak 4. Menangguhkan pembayaran. 5. Mengenakan denda keterlambatan

6. Membayar uang muka, hasil pekerjaan, dan uang retensi. 7. Menyerahkan seluruh atau sebagian lapangan pekerjaan. 8. Memberikan instruksi sesuai jadwal.

9. Membayar ganti rugi, melindungi dan membela penyedia jasa terhadap semua tuntutan hukum, tuntutan lainnya, dan tanggungan yang timbul karena


(10)

kesalahan, kecerobohan dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen.

Hak dan kewajiban penyedia jasa antara lain :

1. Menerima pembayaran uang muka, hasil pekerjaan, dan uang retensi. 2. Menerima pembayaran ganti rugi/kompensasi (bila ada).

3. Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak.

4. Melaporkan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada Pejabat Pembuat Komitmen.

5. Memberikan peringatan dini dan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk pemeriksaan pelaksanaan yang dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen. 6. Menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan pekerjaan

yang telah ditetapkan dalam kontrak.

7. Mengambil langkah-langkah yang memadai untuk melindungi lingkungan baik didalam maupun diluar tempat kerja dan membatasi perusakan dan pengaruh/gangguan kepada masyarakat maupun miliknya, sebagai akibat polusi, kebisingan dan kerusakan lain yang disebabkan kegiatan penyedia jasa.

Risiko pejabat pembuat komitmen dan penyedia jasa

1. Pejabat Pembuat Komitmen bertanggung jawab atas risiko yang dinyatakan dalam kontrak sebagai risiko Pejabat Pembuat Komitmen, dan penyedia jasa bertanggung jawab atas risiko yang dinyatakan dalam kontrak sebagai risiko penyedia jasa.


(11)

2. Risiko Pejabat Pembuat Komitmen

a. Risiko kecelakaan, kematian, kerusakan atau kehilangan harta benda (diluar pekerjaan, peralatan, instalasi dan bahan untuk pelaksanaan pekerjaan) yang disebabkan oleh:

1) Penggunaan atau penguasaan lapangan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan yang tidak dapat dihindari sebagai akibat pekerjaan tersebut;atau

2) Keteledoran, pengabaian kewajiban dan tanggung jawab, gangguan terhadap hak legal oleh Pejabat Pembuat Komitmen atau orang yang dipekerjakannya, kecuali disebabkan oleh penyedia jasa.

b. Risiko, kerusakan terhadap pekerjaan, peralatan, instalasi, dan bahan yang disebabkan karena disain atau disebabkan oleh kesalahan Pejabat Pembuat Komitmen, keadaan kahar dan pencemaran/terkontaminasi limbah radio aktif/nuklir

c. Risiko yang terkait dengan kerugian atau kerusakan dari pekerjaan, peralatan, instalasi dan bahan sejak saat pekerjaan selesai sampai berakhirnya masa pemeliharaan, kecuali apabila:

1) Kerusakan yang terjadi pada masa pemeliharaan;atau

2) Kejadian sebelum tanggal penyerahan pertama pekerjaan yang bukan tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen.

3. Risiko penyedia jasa

Kecuali risiko-risiko Pejabat Pembuat Komitmen, maka penyedia jasa bertanggung jawab atas setiap cidera atau kematian dan semua kerugian atau


(12)

kerusakan atas pekerjaan, peralatan, instalasi, bahan dan harta benda yang mungkin terjadi selama pelaksanaan kontrak.

Laporan hasil pekerjaan

1. Buku harian diisi oleh penyedia jasa dan diketahui oleh direksi teknis, mencatat seluruh rencana dan realisasi aktivitas pekerjaan sebagai bahan laporan harian.

a. Laporan harian dibuat oleh penyedia jasa, diperiksa oleh direksi teknis, dan disetujui oleh direksi pekerjaan.

b. Laporan harian berisi:

a.Tugas, penempatan, dan jumlah tenaga kerja dilapangan; b.Jenis dan kuantitas bahan dilapangan;

c.Jenis, jumlah dan kondisi peralatan dilapangan; d.Jenis dan kuantitas pekerjaan yang dilaksanakan;

e.Cuaca dan peristiwa alam lainnya yang mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan;

f. Catatan lain yang dianggap perlu.

c. Laporan mingguan dibuat oleh penyedia jasa, terdiri dari rangkuman laporan harian dan berisi hasil kemajuan fisik pekerjaan mingguan serta catatan yang dianggap perlu.

d. Laporan bulanan dibuat oleh penyedia jasa, terdiri dari rangkuman laporan mingguan dan berisi hasil kemajuan fisik pekerjaan bulanan serta catatan yang dianggap perlu.


(13)

e. Untuk kelengkapan laporan, penyedia jasa dan direksi teknis wajib membuat foto-foto dokumentasi pelaksanaan pekerjaan.

2. Cacat Mutu

a. Direksi teknis wajib memeriksa pekerjaan penyedia jasa dan memberitahu penyedia jasa bila terdapat cacat mutu dalam pekerjaan. Direksi teknis dapat memerintahkan penyedia jasa untuk menguji hasil pekerjaan yang dianggap terdapat cacat mutu.

b. Apabila direksi teknis memerintahkan penyedia jasa untuk melaksanakan pengujian dan ternyata pengujian memperlihatkan adanya cacat mutu, maka biaya pengujian dan perbaikan menjadi tanggung jawab penyedia jasa. Apabila tidak ditemukan cacat mutu, maka biaya pengujian dan perbaikan menajdi tanggung jawab Pejabat pembuat Komitmen.

c. Setiap kali pemberitahuan cacat mutu, penyedia jasa harus segera memperbaiki dalam waktu sesuai yang tercantum dalam surat pemberitahuan direksi teknis.

d. Direksi pekerjaan dapat meminta pihak ketiga untuk memperbaiki cacat mutu bila penyedia jasa tidak melaksanakannya dalam waktu masa perbaikan cacat mutu sesuai yang tercantum dalam surat pemberitahuan direksi teknis dengan biaya dibebankan kepada penyedia jasa.

e. Cacat mutu harus diperbaiki sebelum penyerahan pertama pekerjaan dan selama masa pemeliharaan. Penyerahan pertama


(14)

pekerjaan dan masa pemeliharaan. Penyerahan pertama pekerjaan dan masa pemeliharaan dapat diperpanjang sampai cacat mutu selesai diperbaiki.

3. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

a. Waktu pelaksanaan kontrak adalah jangka waktu yang ditentukan dalam syarat-syarat khusus kontrak dihitung sejak tanggal mulai kerja yang tercantum dalam SPMK.

b. Pejabat Pembuat Komitemen harus menertbitkan SPMK selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal penandatanganan kontrak.

c. Mobilisasi harus mulai dilaksanakan selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SPMK, yaitu antara lain mendatangkan peralatan berat, kendaraan, alat laboratorium, menyiapkan fasilitas kantor, rumah, gedung laboratorium, bengkel, gudang, dan mendatangkan personil. Mobilisasi peralatan dan personil dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. d. Pekerjaan dinyatakan selesaiu apabila penyedia jasa telah

melaksanakan pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai ketentuan kontrak dan telah dinyatakan dalam berita acara penyerahan pertama pekerjaan yang diterbitkan oleh direksi pekerjaan.

e. Apabila penyedia jasa berpendapat tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal karena keadaan diluar pengendaliannya


(15)

dan penyedia jasa telah melaporkan kejadian tersebut kepada Pejabat Pembuat Komitmen, maka Pejabat Pembuat Komitmen melakukan penjadwalan kembali pelaksanaan tugas penyedia jasa dengan amandemen kontrak.

4. Penyedia Jasa Lainnya

a. Penyedia jasa diharuskan bekerja sama dan menggunakan lapangan bersama-sama dengan penyedia jasa lainnya, petugas-petugas pemerintah, petugas-petugas utilitas, dan Pejabat Pembuat Komitmen.

D. Jenis-Jenis Perjanjian Kerjasama

Jenis-jenis kontrak bisnis dapat dilihat dari hubungan dan kondisi bisnis yang terjadi pada suatu perusahaan. Terlepas dari bidang usaha yang dijalani, adapun macam-macam hubungan dan kondisi bisnis tersebut yaitu sebagai berikut:51

1. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis

Hubungan dengan kontraktor merupakan hubungan pemborongan suatu proyek, bisa dalam rangka mengadakan suatu bangunan pabrik dan atau kantor, dimana perusahaan menjadi pemilik (yang memberikan order kerja) dan kontraktor menjadi pemborong (yang menerima order kerja). Skala dan kompleksitas proyek dapat sangat beragam. Dari yang proyek kecil hingga yang proyek besar; dari yang sederhana hingga yang canggih. Konsep perikatan (perjanjian)-nya pun beragam mengikuti hal-hal tersebut. Dari sekedar Perjanjian

51

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl31/jenis-jenis-kontrak-bisnis-diakses tanggal 1 Februari 2016


(16)

Pemborongan hingga Engineering Procurement Construction Contract atau EPC Contract. Sedangkan hubungan dengan mitra bisnis, perusahaan mempunyai kepentingan yang sama dalam suatu proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu. Dalam hal suatu proyek, maka kedua belah pihak melakukan: (i) suatu kerjasama operasi (joint operation; seperti: Joint Operation Agreement atau Production

Sharing Agreement), atau (ii) penyertaan modal saham (joint venture) dengan

mendirikan suatu perusahaan usaha patungan (joint venture company), yang perjanjiannya disebut Joint Venture Agreement.

Sedangkan dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal yang sangat luas dan beragam. Pada umumnya: (i) ada struktur transaksi pembiayaan proyek (seperti: Build Operate & Transfer Agreement atau disingkat BOT Agreement, atau Build Operate & Own Agreement atau disingkat BOO

Agreement); (ii) proses alih teknologi atau pengetahuan tertentu (seperti: Technical Assistance Agreement); (iii) kepentingan pengembangan/jaringan bisnis

(seperti: Collaboration Agreement); dan (iv) kepentingan penelitian dan pengembangan serta rekayasa mengenai obyek tertentu; mungkin tidak ada pendapatan yang diperoleh tetapi tujuan dari hasil kegiatan tersebut yang diutamakan (seperti: Research, Development & Engineering Agreement); serta (v) kepentingan hak milik intelektual (seperti: Licence Agreement).

2. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok

Sederhananya, perjanjian dengan para pemasok barang atau jasa bagi kepentingan produksi atau operasi bisnis sehari-hari. Biasanya disebut Supply


(17)

3. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor, retailer/agen penjualan Singkatnya, dalam hal perusahaan tidak melakukan penjualan langsung melalui divisi pemasaran dan penjualannya, maka ia akan menunjuk pihak lain yaitu distributor atau retailer atau agen penjualan. Biasanya disebut Distribution

Agreement dan Sales Representative Agreement.

4. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen atau debitur

Dalam hal konsumen tidak mampu membayar tunai, maka perusahaan dapat melakukan pembiayaan sendiri terhadap konsumen yang bersangkutan dengan melakukan perjanjian jual beli dengan cicilan (Purchase With Installment) atau sewa beli (Hire Purchase Agreement).

5. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang saham

Pada umumnya, dalam hal kondisi diluar dari penyertaan modal yang sudah diatur dalam anggaran dasar, yaitu seperti Perjanjian Hutang Subordinasi atau bila ada kesepakatan antara pemegang saham lama dengan yang baru, yaitu

Shareholder Agreement.

6. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang memberikan fasilitas kredit atau pinjaman

Pada umumnya dikenal dengan dengan Facility Agreement atau Credit

Agreement. Namun dari segi sifat hutang dan struktur transaksi dapat merupakan

macam ragam hubungan atau transaksi pinjaman, misalnya, Syndicated Facility

Agreement, Convertible Bond Agreement, Put Option Agreement, Middle Term Note Agreemen.


(18)

BAB IV

HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONTRAK KERJA PEMBANGUNAN IRIGASI ANTARA CV. RAUT AGUNG

GROUP DAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TEBING TINGGI

A. Pengaturan Hukum dalam Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

Perjanjian kerjasama adalah salah satu bentuk perjanjian yang tidak diatur secara khusus pada ketentuan Buku III KUHPerdata sehingga tidak memiliki nama khusus (innominaat). Perjanjian innominaat ini tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan didasarkan pada asas kebebasan berkontrak.

Pengaturan hukum tentang perjanjian kerjasama diatur dalam buku III KUHPerdata Pasal 1233 dinyatakan “Tiap-tiap perikatann dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang.” Buku III KUHPerdata tidak memberikan suatu rumus dari perikatan. Menurut ilmu pengetahuan hukum, dianut rumus bahwa perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

Pengadaan barang ataupun jasa yang terjadi antara orang perorangan/badan hukum dengan perorangan atau badan hukum lainnya, diatur secara umum dalam KUH Perdata dalam hal terjadi kesepakatan antara para pihak untuk melakukan pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan persyaratan perjanjian sebagaimana yang diisyaratkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:


(19)

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Latar belakang yang mendasari Perpres Nomor 4 Tahun 2015 pertama ialah berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Pasal 4 ayat (1) Republik Indonesia, maka lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010. Dengan melihat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka terbentuknya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.Beberapa hal yang baru dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015 adalah:52

1. Melakukan proses pemilihan penyedia dalam pengadaan langsung, penunjukan langsung, dan e-purchasing adalah pejabat pengadaan.

2. Penyedia dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dipersyaratkan antara lain memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir

52

http://ahmaddamopolii.info/2015/1/23/perpres-4-tahun-2015-perubahan-keempat- atas-perpres-54-tahun-2010/diakses pada tanggal 17 Januari 2016


(20)

Ketentuan pengadaan barang/jasa di desa diatur dengan pedoman yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota yang mengacuh pada pedoman yang ditetapkan oleh LKPP berdasarkan kepada Kepres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa pemerintah, pada Pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut dengan pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementrian/Lembaga/satuan kerja perangkat Daerah/institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan untuk memperoleh barang/jasa.

Pengaturan hukum Pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi dengan CV. Raut Agung Group dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi. Dalam rangka penyaringan pemborong / rekanan / kontraktor / penyedia jasa digunakan metoda pelelangan umum dengan proses pasca kualifikasi. Adapun tahapan dalam metoda pelelangan umum tersebut terdiri dari:

a. Tahap Pengumuman;

b. Pendaftaran untuk mengikuti pelelangan; c. Tahap pengambilan dokumen lelang umum; d. Penjelasan (Aanwijziing);

e. Pemasukan penawaran; f. Evaluasi penawaran;

g. Penetapan calon pemenang berdasarkan harga terendah terevaluasi diantara penawaran yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis serta tanggap terhadap dokumen pelelangan;


(21)

i. Masa sanggah;

j. Penetapan pemenang; k. Penandatanganan kontrak. 53

B. Faktor terjadinya kendala dalam Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

Dari hasil penelitian, yang dilakukan oleh penulis di CV. Raut Agung Group, untuk mengetahui kendala yang ada dalam pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi. Kendala sekecil apapun harus diselesaikan dengan baik untuk mencegah kerugian yang lebih besar, baik dari pelaksanaan waktu pekerjaan maupun operasional bangunan kelak.

Perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat pihak-pihak yang terkait didalamnya. Dengan kata lain pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor harus menaati klausul-klausul yang ada dalam perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi tersebut. Apabila pihak kontraktor wanprestasi dalam melaksanakan, maka sebagai akibat dari wanprestasi tersebut pihak kontraktor dapat dikenai sanksi sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi.

Rencana pembangunan suatu proyek yang dituangkan dalam perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi tentu tidak selamanya dapat tercapai seperti yang direncanakan. Banyak hal yang dipengaruhi oleh kehendak manusia maupun

53

Hasil wawancara dengan Abdul Rahman Siahaan, selaku direktur CV. Raut Agung Group, tanggal 2 Februari 2016


(22)

diluar kehendak manusia yang mempengaruhi jalannya pelaksana perjanjian pemborongan yang dapat menyebabkan rencana tersebut terhambat atau bahkan kemungkinan rencana tersebut dibatalkan sama sekali. Maka akhirnya berkembanglah teori dan praktek hukum mengenai ketidakterlaksanaan perjanjian pemborongan dengan berbagai bentuk dan konsekuensinya. Berkaitan dengan itu terdapat dua macam kendala dalam pelaksanan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi yaitu kendala oleh kelalaian manusia dan kendala yang diakibatkan peristiwa diluar kekuasaan manusia atau force mejeur. Kendala yang diakibatkan kelalaian manusia antara lain wanprestasi pihak kontraktor. Wanprestasi tersebut terjadi karena pihak pemborong melaksanakan pekerjaan tidak sebagaimana mestinya, atau terlambat dalam penyerahan atau sama sekali tidak melaksanakan pekerjaan.54

Jika dalam jangka waktu pemeliharaan pihak kontraktor tidak melaksanakan pekerjaan pemeliharaan walaupun telah diberi peringatan tertulis oleh pihak pemberi tugas, maka pemberi tugas dapat pula menyerahkan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan tersebut kepada pihak ketiga.

Namun apabila wanprestasi tersebut dikarenakan instruksi dalam bestek, tidak sesuai dengan apa yang ada dilapangan sehingga mengakibatkan terkendalanya pelaksanaan pembangunan irigasi atau terdapat perubahan desain sesuai dengan keinginan pihak pemberi tugas, maka pihak kontraktor dapat meminta toleransi kepada pihak pemberi tugas mengenai jangka waktu perpanjangan penyelesaian proyek tersebut. Mengenai hambatan pelaksanaan

54

Purwahid Patrik. Hukum Perdata I (Asas – Asas Hukum Perikatan). Jurusan Perdata


(23)

pembangunan proyek yang dikarenakan terjadinya keadaan memaksa atau

overmacht, pemberi tugas biasanya memberikan toleransi kepada pihak kontraktor

dan mendiskusikan kembali perjanjian pemborongan sehingga kerugian dapat ditanggung bersama.

Apabila pihak kontraktor melakukan wanprestasi berupa melaksanakan pekerjaan tidak sesuai kontrak maka kontraktor tersebut dapat dikenai sanksi yang biasanya berupa: 55

1. Teguran dan peringatan-peringatan tertulis

2. Apabila teguran dan peringatan-peringatan tertulis dua kali berturut-turut tidak diindahkan maka dilakukan penangguhan pembayaran dan pengulangan atau penggantian pekerjaan baik sebagian atau seluruh pekerjaan.

3. Apabila teguran dan peringatan tertulis tiga kali berturut-turut tidak juga diindahkan maka dilakukan pemutusan perjanjian kontrak

Jika pihak kontraktor tidak melaksanakan tangung jawabnya sebagaimana yang tercantum dm perjanjian pemborongan sehingga mengakibatkan kegagalan proyek maka dikenai sanksi administratif ataupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada pihak kontraktor sebagai penyedia jasa, menurut Pasal 42 ayat (1) UU No 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi berupa:

1. Peringatan tertulis

2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi 3. Pembatasan kekgiatan usaha dan/ atau profesi

55

Hasil wawancara dengan H. Abdul Rahman Siahaan, selaku Direktur CV. Raut Agung Group, 2 Februari 2016


(24)

4. Pembekuan izin usaha dan / atau profesi

Ketentuan Pasal 43 ayat (2) disebutkan “Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lina persen) dari nilai kontrak”. Karena pengaturan hukum di Indonesia sangat minim maka diharapkan para pihak mengatur sendiri hal-hal tersebut dalam kontrak yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan kedudukan dan peranan dari suatu kontrak konstruksi yang komprehensif menjadi semakin penting artinya, karena menurut hukum di Indonesia hal-hal yang diatur dalam kontrak menjadi undang-undang atau kekuatannya sama dengan kekuatan undang-undang bagi para pihak. Maka harus dinegosiasikan satu demi satu pasal dan ayat dari kontrak tersebut secara cermat.

C. Penyelesaian Sengketa Jika Terjadi Perselisihan Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi.

Pelaksanaan pembangunan fisik dibidang jasa konstruksi cukup banyak melibatkan sumber-sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam berupa bahan bangunan, sumber daya tenaga dan energi peralatan, mekanikal dan elektrikal, serta sumber daya keuangan. Setiap tahapan pekerjaan tersebut dilakukan dengan pendekatan manajemen proyek, yang prosedurnya telah diatur dan ditetapkan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan waktu pelaksanaan. Namun demikian, pada setiap


(25)

tahapan-tahapan pekerjaan tersebut, adakalanya mengalami kendala, baik dari faktor manusia maupun sumber-sumber daya yang lain

Berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian kerja sama timbul suatu sengketa. Sengketa tersebut terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian pemborongan sehingga pihak lain merasa dirugikan. Mengenai hal tersebut bahwa apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan kedua belah pihak yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor akan berusaha untuk menyelesaikan secara musyawarah.56

Apabila timbul sengekta/perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama kedua belah pihak yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor akan berusaha untuk menyelesaikan masalahnya kepada Badan Arbitrase yang terdiri dari wakil pihak pemberi tugas dan wakil pihak kontraktor masing-masing satu orang dan satu orang lagi dari pihak netral yang ditunjuk oleh kedua belah pihak. Penyelesaian perselisihan lewat jalur hukum dapat ditempuh sebagai langkah terakhir yaitu meminta penyelesaian Pengadilan Negeri Lubuk Pakam di Lubuk Pakam57

Sebagai akibat dari wanprestasi pemborong, maka bouweer sebagai kreditur dapat mengajukan tuntutan: 58

1. Supaya pekerjaan tetap dilaksanakan 2. Supaya perjanjian diputuskan

3. Ganti kerugian

56 Ibid

57 Ibid 58 Ibid


(26)

4. Pembiayaan selanjutnya karena pekerjaan dilanjutkan oleh pihak ketiga. Hal kontraktor tidak dapat menyelesaikan pekerjaan menurut waktu yang ditetapkan atau menyerahkan pekerjaan dengan tidak baik, maka atas gugatan dari si pemberi tugas dapat memutuskan perjanjian tersebut sebagian atau seluruhnya beserta segala akibatnya. Yang dimaksud dengan akibat pemutusan perjanjian disini ialah pemutusan untuk waktu yang akan datang dalam arti bahwa mengenai pekerjaan yang telah diselesaikan/dikerjakan akan tetap dibayar, namun mengenai pekerjaan yang belum dikerjakan itu yang diputuskan. Dengan adanya pemutusan perjanjian demikian perikatannya bukan berhenti sama sekali seperti seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan sama sekali, dan wajib dipulihkan ke keadaan semula, melainkan dalam keadaan tersebut diatas si pemberi tugas dapat menyuruh orang lain untuk menyelesaikan pemborongan itu sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Atau jika telah terlanjur dibayar kepada pemborong atas biaya yang harus ditanggung oleh pemborong sesuai dengan pembayaran yang diterimanya. Jika terjadi pemutusan perjanjian, si pemborong selain wajib membayar denda-denda yang telah diperjanjikan juga wajib membayar kerugian yang berupa ongkos-ongkos, kerugian yang diderita dan bunga yang harus dibayar.59

Praktek kerjasama ternyata ada yang tidak mengadakan pemisahan antara perselisihan dari segi teknis dan perselisihan dari segi yuridis. Yaitu dengan mencantumkan dalam perjanjian pemborongan ketentuan-ketentuan yang menyatakan bahwa bila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak penyelesaian

59

Sri Soedewi Masjchun Sofwan. Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan


(27)

diselesaikan secara musyawarah. Jika dengan jalan musyawarah tidak tercapai kata sepakat maka dibentuk panitia Arbitrase yang terdiri dari seorang wakil pihak kesatu dan seorang wakil pihak kedua, kemudian mengangkat seorang ahli yang pengangkatannya disetujui oleh kedua belah pihak. Selanjutnya penyelesaian perselisihan akan diteruskan melalui pengadilan, apabila melalui cara tersebut di atas tidak dicapai penyelesaian.60 Keputusan panitia Arbitrase ini mengikat kedua belah pihak, dan biaya penyelesaian perselisihan yang dikeluarkan akan dipikul bersama.

Penyelesaiannya, berdasarkan pada literatur maupun pengalaman lapangan yang dialami, khususnya untuk proyek pembangunan irigasii. Pada dasarnya, ilmu pengetahuan yang sangat luas itu merupakan bagian dari kebutuhan manusia, akan tetapi dengan keterbatasan yang dimiliki manusia itu sendiri, mereka hanya mampu untuk menampung beberapa cabang keilmuan saja. Oleh karenanya wajar apabila setiap pekerjaan profesi yang dilakukan oleh seorang yang profesional, wajib didukung dengan pengetahuan yang cukup untuk melengkapi keilmuan yang dimiliki. Maksudnya, sudah saatnya para profesional teknik memiliki pengetahuan keilmuan yang bersentuhan dengan bidang pekerjaannya, yaitu ilmu hukum. Dengan demikian diharapkan bahwa setiap langkah profesi yang dilakukan oleh profesional teknik, mampu untuk mengantisipasi kemungkinan yang terjadi apabila bidang pekerjaan profesi teknik tersebut berakibat hukum.

60 Ibid., hal 89


(28)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi disebutkan bahwa :

1. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.

2. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam KUH Pidana

3. Jika dipilih penyelesaian sengketa diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Selanjutnya dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi disebutkan apabila:

1. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi diluar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan.

2. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak. 3. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dibentuk oleh


(29)

Upaya penyelesaian dalam hal penyedia jasa tidak melakukan tanggung jawabnya dalam kontrak karena wanprestasi adalah perdamaian diluar pengadilan. Adanya penyelesaian perselisihan melalui jalur di luar pengadilan yang didahului dengan adanya surat teguran tersebut dibenarkan oleh para penyedia jasa yang berhasil ditemui bahwa dalam hal terjadi wanprestasi baik akibat keterlambatan atau tidak sesuainya spesifikasi objek perjanjian tindakan yang paling sering dilakukan oleh pengguna jasa adalah diberikan teguran agar penyedia jasa melaksanakan kewajibannya.

Prakteknya selama ini, setiap perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat diantara para pihak dan belum pernah diselesaikan melalui pengadilan. Secara yuridis pola penyelesaian sengketa dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Melalui pengadilan

2. Alternatif penyelesaian sengketa 3. Musyawarah

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang diselesaikan oleh pengadilan dan putusannya bersifat mengikat. Sedangkan penyelesaian sengeketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni penyelesaian diluar pengadilan diluar pengadilan ahli (Pasal 1 ayat (10) UU No. 30 Tahun 1999 maka cara penyelesaian sengketa melalui ADR dibagi menjadi lima cara, yaitu:


(30)

1. Konsultasi 2. Negosiasi 3. Mediasi 4. Konsiliasi

5. Peniliaan Hukum

Selama ini perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi dengan CV. Raut Agung Group dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi belum pernah terdapat kasus sampai ke pengadilan ataupun pemutusan kontrak. Hal ini dikarenakan pihak pengguna jasa memberikan kesempatan terlebih dahulu pada pihak pemborong untuk memperbaiki dan atau melengkapi kekurangan pekerjaan sebagaimana yang diisyaratkan dalam kontrak. Walaupun penyelesaian secara musyawarah sering digunakan, namun ada satu hal yang sulit untuk mewujudkan tercapainya musyawarah / mufakat dalam suatu sengketa. Hal tersebut adalah para pihak pada umumnya mengganggap remeh hal-hal yang kelihatannya sepele. Justru hal-hal yang dianggap sepele oleh satu pihak, malah dianggap hal yang sangat materiil oleh pihak lainnya. Selain itu hal-hal sepele itu apabila tidak segera diselesaikan akan berakibat pada membesarnya masalah tadi, sehingga terjadilah sengketa yang hampir tidak mungkin diselesaikan dengan musyawarah mufakat.

Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara suka rela dari para pihak yang bersengketa, UU Jasa Konstruksi mengaturnya. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku untuk tindak pidana bagi penyelenggaraan pekerjaan


(31)

konstruksi. Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, cara penyelesaian di luar pengadilan diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (disingkat UU Arbitrase). Sengketa melalui pengadilan hanya dapat ditempuh, apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa :

1. Pengaturan hukum Pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi. Penyedia jasa wajib menugaskan personil inti yang tercantum dalam daftar personil inti atau menugaskan personil lainnya yang di setujui oleh direksi pekerjaan. Direksi pekerjaan hanya akan menyetujui usulan penggantian personil inti apanila kualifikasi, kemampuan, dan pengalaman-nya sama atau melebihi personil inti yang ada dalam personil inti. Apabila direksi pekerjaan meminta penyedian jasa untuk memberentikan personilnya dengan alasan atas permintaan tersebut, maka penyedia jasa harus menjamin bahwa peronil tersebut sudah harus meninggalkan lapangan dalam waktu 7 (tujuh) hari dan terus diganti selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari

2. Faktor terjadinya kendala dalam pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi dengan CV. Raut Agung Group dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi yaitu kendala oleh kelalaian manusia dan kendala yang diakibatkan peristiwa diluar kekuasaan manusia


(33)

atau force mejeur. Kendala yang diakibatkan kelalaian manusia antara lain wanprestasi pihak kontraktor. Wanprestasi tersebut terjadi karena pihak pemborong melaksanakan pekerjaan tidak sebagaimana mestinya, atau terlambat dalam penyerahan atau sama sekali tidak melaksanakan pekerjaan

3. Apabila timbul sengekta/perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama kedua belah pihak yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor akan berusaha untuk menyelesaikan masalahnya kepada Badan Arbitrase yang terdiri dari wakil pihak pemberi tugas dan wakil pihak kontraktor masing-masing satu orang dan satu orang lagi dari pihak netral yang ditunjuk oleh kedua belah pihak. Penyelesaian perselisihan lewat jalur hukum dapat ditempuh sebagai langkah terakhir yaitu meminta penyelesaian Pengadilan Negeri Lubuk Pakam di Lubuk Pakam

B. Saran

Berdasarkan hal-hal yang penulis temukan dalam penelitian mengenai pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi, memberikan saran sebagai berikut:

1. Kepada penyedia jasa sebaiknya mempelajari terlebih dahulu mengenai peraturan-peraturan yang terkait dengan jasa konstruksi. Sehingga dapat lebih memahami klausula-klausula yang ada dalam kontrak kerja konstruksi yang mereka sepakati dengan pengguna jasa.

2. Agar CV. Raut Agung Group lebih bertindak professional dan berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaan yang telah diberikan. Sebab


(34)

profesionalisme usaha mampu mendorong tingkat kepercayaan rekanan bisnis dan merupakan pencerminan dari perusahaan yang sehat dan bonafit, dalam upaya menopang lancarnya kegiatan pembangunan

3. Kepala Bagian Keuangan yang bertanggungjawab mencairkan dana proyek sebaiknya mengatur keuangan daerah secara teratur dan terukur sehingga penyalurannya tepat sasaran sesuai dengan apa yang telah dianggarkan sebelumnya. Hal ini untuk menjamin adanya kepastian akan ketepatan waktu dalam mencairkan dana untuk proyek-proyek yang dibangun di daerah. Dibutuhkan pula, proteksi dari pemerintah yang terkait agar sebaiknya memperhatikan dan mengawasi kinerja para pejabat pengadaan barang/jasa sehingga dapat menjalankan tugasnya secara profesional. Selain itu, segera melakukan revisi terhadap peraturan-peraturan yang dapat merugikan pihak penyedia jasa konstruksi sehingga dapat menjamin kesetaraan kedudukan antara penyedia jasa dan pejabat pembuat komitmen dengan melibatkan penyedia jasa konstruksi yang terwadahi dalam lembaga-lembaga yang terkait dengan jasa konstruksi agar dapat mewujudkan perlindungan hukum yang seharusnya bagi masing-masing pihak.


(35)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian 1. Pengertian perjanjian

Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Dalam KUHPerdata Buku III perjanjian bersifat terbuka dalam arti perjanjian boleh dibuat tanpa mengikuti semua ketentuan dalam buku III asal tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pengertian perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri.18

18

Ahmadi Miru & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 KUH Perdata), Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal 63


(36)

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Kamus

Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan

yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati

apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”19

Definisi perjanjian dapat dilihat dari beberapa pendapat sarjana yang berbeda-beda dan masing-masing ingin mengemukakan juga memberi pandangan yang dianggap lebih tepat. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para sarjana yaitu:

Menurut Munir Fuady, istilah perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau agreement dalam bahasa Inggris.20 Sedangkan menurut Achmad Ichsan memakai istilah verbintenis untuk perjanjian, sedangkan Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia memakai istilah overeenkomst untuk perjanjian.21

Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk

19

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 458.

20 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakt i, Bandung, 2001, hal.2

21

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2008, hal. 197


(37)

melaksanakan sesuatu hal.22Istilah perjanjian sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst dan dalam kepustakaan ilmu hukum di Indonesia sendiri ada berbagai macam pendapat di kalangan para sarjana. “Sebagian para sarjana hukum menterjemahkan sebagai kontrak dan sebagian lainnya menterjemahkan sebagai perjanjian.23

Herlien Budiono memberikan pengertian perjanjian dengan menekankan pada perbuatan hukum yang diuraikan sebagai berikut: Perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, kontrak atau perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah kontrak atau perjanjian, orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut pihak-pihak.24

Berdasarkan pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan, yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.

2. Syarat Sah Perjanjian

Suatu perjanjian baru sah dan karenanya akan menimbulkan akibat hukum jika dibuat secara sah sesuai dengan hukum yang berlaku. Perjanjian tersebut

22

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36

23 Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2006,hal. 27

24

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang


(38)

harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan dipenuhinya empat syarat yang disebutkan dalam Pasal tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.

Doktrin ilmu hukum yang berkembang, syarat-syarat tersebut dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau Subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, dapat mengakibatkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (apabila terdapat pelanggaran terhadap syarat subjektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya syarat objektif), dalam pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.

Kaiatannya sebagai hukum yang berfungsi melengkapi saja, ketentuan-ketentuan perjanjian yang terdapat di dalam KUHP Perdata akan dikesampingkan apabila dalam suatu perjanjian para pihak telah membuat pengaturannya sendiri. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, akan tetapi hal tersebut harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan seperti yang


(39)

disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menegaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, maka diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu :

a. Kesepakatan

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sebagai berikut:

1. Kesepakatan

Dengan diperlakukannnya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.25 Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/ diketahui orang lain. 26

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting

25 Mariam Darus Badrulzaman, dkk Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, hal. 73.

26

Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 23


(40)

adanya penawaran dan penerimaan. Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang disahkan itu. Jadi sepakat dalam perjanjian merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya dan kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, siapa yang melaksanakannya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan berarti kemampuan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum sebagai mana ditentukan dalam undang-undang. Namun dapat saja terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan perjanjian/ kontrak adalah tidak cakap menurut hukum.

Seseorang dianggap tidak cakap apabila: a. Belum berusia 21 tahun dan belum menikah.

b. Berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu.27

Ketentuan dalam Pasal 1330 KUHPerdata, ditentukan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa.

27

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, 2010, Jakarta, hal. 29


(41)

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang; dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Usia dewasa dalam Hukum perdata diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata yaitu; “ Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabilah perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada diperwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini”.28 Dalam KUHPerdata Pasal 330 telah dijelaskan bahwa seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah mencapai usia genap dua puluh satu tahun atau yang telah menikah walau pun belum berusia genap dua puluh satu tahun, dan jika pernikahannya telah berakhir atau cerai maka orang tersebut tetap dikatakan dewasa. Tidak lagi berada dalam kekuasaan orang tuanya atau berada diperwalian. Dengan demikian maka KUHPerdata memandang seseorang yang telah berusia dewasa (21 tahun) itu kematangan secara biologis dan psikologis dianggap mampu dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum perdata itu sendiri.

Khusus nomor tiga di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk


(42)

orang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak berwenang membuat perjanjian tertentu. Memang dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatan itu.

Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya. Orang yang tidak sehat pikirannya tidak mampu menginsyafi tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Ia berada di bawah pengawasan pengampuan. Kedudukannya, sama dengan anak yang belum dewasa. Kalau seorang anak belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya, maka seorang dewasa yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.29

3. Suatu hal tertentu;

Suatu hal tertentu berarti bahwa sesuatu yang diperjanjikan atau yang menjadi objek perjanjian harus jelas, dan dapat ditentukan jenisnya. Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa


(43)

yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas:

a. Memberikan sesuatu. b. Berbuat sesuatu, dan

c. Tidak berbuat sesuatu Pasal1234 KUHPerdata. 30

Apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, KUHPerdata hendak menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu. 31 Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak.

d. Suatu sebab yang halal

Sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh Undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk

30 Salim H.S., Op.Cit.,hal. 24 31

Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hal. 93


(44)

membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh Undang-Undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau Undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Misalnya, saya membeli rumah karena saya mempunyai simpanan uang dan saya takut kalau dalam waktu singkat akan ada suatu tindakan moneter pemerintah atau nilai uang akan terus menurun.

Suatu sebab yang halal berarti juga suatu sebab yang oleh Undang-Undang tidak dilarang, tidak bertentangan dengan hukum, tidak melanggar kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan Orzaak (suatu sebab yang halal) sebagai tujuan para pihak.

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.32

Menurut Pasal 1337 KUHPerdata bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Suatu kausa dikatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

Apabila syarat yang pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan

32 Salim H.S., Op.Cit., hal. 2


(45)

untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Akan tetapi, apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.

B. Jenis-jenis Perjanjian

Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:33

1. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.

2. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

33

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hal 82.


(46)

3. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

4. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris. 5. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama

Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.


(47)

C. Asas-Asas Perjanjian

Menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh KUHPerdata diberikan berbagai asas umum, yang merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dan pemenuhannya.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, aturan-aturan hukum yang menguasai kontrak sebenarnya merupakan penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang terdapat pada asas-asas hukum secara umum. Asas-asas hukum ini bersifat sangat umum dan menjadi landasan berfikir yaitu dasar ideologis aturan-aturan hukum. Asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberi inspirasi mengenai nilai-nilai etis, moral dan sosial masyarakat. Dengan demikian asas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada, dalam arti norma hukum tersebut pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas hukum yang menjiwainya.34

Di dalam hukum kontrak dikenal banyak asas, diantaranya, sebagai berikut:35

34 Peter Mahmud Marzuki, Hukum Kontrak&Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal 196.

35

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal. 3


(48)

1. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut. Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku.36

Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak yang bebas pancaran hak asasi manusia. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

36 Ibid


(49)

mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasal 1320 KUH Perdata yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian.37

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; b. Kecakapan untuk membuat perikatan; c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

1.ad. kesepakatan mereka yang mengikatkan diri artinya suatu perasaan rela atau iklas di atara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk memenuhi suatu perbuatan yang mereka perjanjikan.Numun kesepakatan diyatakan tidak sah jika Kontrak didasarkan atas penipuan, kesalahan, paksaan dan menyalagunakan keadaan. 2.ad. kecakapan untuk membuat Perikatan yaitu, berakti Pihak-pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang cakap hukum atau sudah dewasa. Orang dikatakan dewasa terdapat dalam Pasal 330 KUH Perdata, orang dewasa adalah orang yang sudah berumur dua puluh satu tahun atau sudah pernah kawin dan bukan dalam berada pengampuan meskipun umurnya sudah mencapai dua puluh satu tahun.

3.ad. Suatu hal tertentu yaitu, bahwa para pihak-pihak yang mengikatkan dirinya melakukan suatu perjajian haruslah objek yang diperjanjikan jelas atau setidak-tidaknya dapat ditentukan, tidak boleh mengabang ataupun samar-samar.

37 Ibid


(50)

4.ad. Suatu sebab yang di bolehkan atau halal, berakti bahwa kesepakatan yang tertuang di dalam perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan, menganggu ketertiban umum dan kesusilaan.

Ketentuan syarat kesatu dan kedua di atas merupakan syarat sabjek, yang apabilah syarat kesatu dan kedua tidak terpenuhi atau salah satu syarat satu dan dua tidak di penuhi makan Perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya bahwa dengan tidak dipenuhinya syarat satu dan dua tidak terpenuhi atau salah satu Syarat, bukan berakti perjanjian tersebut batal demi hukum selama kedua yang melakukan perjajian tersebut tidak ada yang keberatan, namun perjajian tersebut dapat di batalkan secara sepihak apabila salah satu pihak tidak setuju maka perjajian tersebut dapat dibatalkan. Ketentuan Syarat tiga dan empat merupakan syarat objek, yang apabila syarat tiga dan empat tidak terpenuhi atau sala satu syarat tidah terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum atau dianggap perjanjian tersebut tidak pernah ada.

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya:38

a. bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak; b. bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; c. bebas menentukan isi atau klausula perjanjian;

d. bebas menentukan bentuk perjanjian;

38 Ibid


(51)

e. kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat Buku III KUH Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.

3. Asas Pacta Sunt Servanda (Asas Mengikatnya Suatu Perjanjian).

Asas ini melandasi pernyataan bahwa suatu perjanjian akan mengakibatkan suatu kewajiban hukum dan karena itu para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual. Suatu kesepakatan harus dipenuhi dianggap sudah terberi dan tidak dipertanyakan kembali. Keterikatan suatu perjanjian terkandung di dalam janji yang dilakukan oleh para pihak sendiri.39

Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas pacta sunt servanda atau disebut asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat para pihak.

Gunawan Widjaja memberikan pendapatnya berkaitan dengan pelaksanaan dari asas pacta sunt servada yang diuraikan sebagai berikut: Pemaksaan berlakunya dan pelaksanaan dari perjanjian berkaitan dengan asas ini hanya dapat dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian terhadap pihak pihak lainnya dalam perjanjian, artinya setiap pihak, sebagai kreditor yang tidak


(52)

memperoleh pelaksanaan kewajiban oleh debitur, dapat atau berhak memaksakan pelaksanaannya dengan meminta bantuan pada pejabat negara yang berwenang yang akan memutuskan dan menentukan sampai seberapa jauh suatu prestasi yang telah gagal, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau dilaksanakan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan masih dapat dilaksanakan, semuanya dengan jaminan harta kekayaan debitor sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata.40

4. Asas Persamaan Hak

Asas ini terdapat dalam Pasal 1341 KUH Perdata. Dalam asas ini, para pihak diletakkan pada posisi yang sama. Dalam perjanjian sudah selayaknya tidak ada pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain. Mereka melakukannya walaupun secara formal hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai paksaan. Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak lainnya. Jika prinsip sama-sama menang (win win solution) tidak dapat diwujudkan secara murni, namun harus diupayakan agar mendekati perimbangan di mana segala sesuatu yang merupakan hak para pihak tidaklah dikesampingkan begitu saja. 5. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan

40

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend


(53)

perjanjian itu dengan iktikad baik.Asas keseimbangan dilandaskan pada ideologi yang melatarbelakangi tertib hukum Indonesia. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sumber tata nilai dan mencerminkan cara pandang masyarakat Indonesia. Pemerintah Indonesia adalah wakil dan cerminan masyarakat dan juga menjaga arah perkembangan tertib hukum sehingga tolak ukur tata nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tetatp terjaga sebagai ideal yang setiap kali hendak diejawantahkan.41

Asas keseimbangan dalam kontrak dengan berbagai aspeknya telah begitu banyak dikaji dan diulas oleh para ahli, sehingga muncul berbagai pengertian

terkait dengan asas keseimbangan ini. Pengertian “keseimbangan-seimbang” atau

evenwitch-evenwichtig” (Belanda) atau “equality-equal-equilibrium” (Inggris) bermakna leksikal “sama, sebanding” menunjuk pada suatu keadaan, posisi, derajat, berat, dan lain-lain.42

D. Akibat Hukum dari Perjanjian Kerjasama

Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir dari adanya hubungan hukum dari suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban inilah merupakan salah satu bentuk dari pada adanya suatu kontrak. Kemudian, hak dan kewajiban ini tidak lain adalah hubungan timbal balik dari pada para pihak, maksudnya kewajiban di pihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak kedua

41 H. Budiono. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia. Citra Aditya Bakti Bandung,2006, hal. 357


(54)

merupakan hak bagi pihak pertama. Jadi dengan demikian akibat hukum disini tidak lain adalah pelaksanaan dari pada kontrak itu sendiri.

Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tesebut, atau dengan kata lain, apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak. Terkadang orang mengadakan perjanjian dengan tidak mengatur atau menetapkan secara teliti hak dan kewajiban mereka. Mereka hanya menetapkan hal-hal yang pokok dan penting saja, lupa hal-hal yang menjadi turunan dari hak dan kewajiban tersebut, sebagai contoh dalam jual beli hanya ditetapkan tentang barang mana yang dibeli, jenisnya, jumlahnya, harganya, namun tidak menetapkan tentang tempat penyerahan barang, biaya pengantaran, tempat dan waktu pembayaran, bagaimana kalau barang musnah di perjalanan dan sebagainya.

Ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata: "Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal - hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

Menurut Pasal 1338 KUHPerdata semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Bahwa suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa di katakan, sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.


(1)

TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONTRAK KERJA PEMBANGUNAN IRIGASI ANTARA CV. RAUT AGUNG

GROUP DAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TEBING TINGGI

Oleh

IRFAN FAUZI DAULAY 100200119

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Edy Ikhsan,SH.,MA) (Zulkifli Sembiring,SH.,M.H)


(2)

ABSTRAK *Irfan Fauzi Daulay ** Dr. Edy Ikhsan S.H., MA Zulkifli Sembiring, S.H., M.H

Indonesia tengah melakukan pembangunan di segala bidang dengan menggunakan berbagai peraturan-peraturan yang diformalisasikan untuk melindungi masyarakat sekaligus memberikan ruang yang bebas bagi iklim investasi, ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaturan hukum pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi. Faktor penyebab terjadinya kendala dalam pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi. Penyelesaian sengketa jika terjadi perselisihan dalam Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi.

Dalam rangka penyaringan pemborong / rekanan /kontraktor / penyedia jasa digunakan metoda pelelangan umum dengan proses pasca kualifikasi. Faktor terjadinya kendala dalam pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi yaitu kendala oleh kelalaian manusia dan kendala yang diakibatkan peristiwa diluar kekuasaan manusia atau force mejeur. Kendala yang diakibatkan kelalaian manusia antara lain wanprestasi pihak kontraktor. Wanprestasi tersebut terjadi karena pihak pemborong melaksanakan pekerjaan tidak sebagaimana mestinya, atau terlambat dalam penyerahan atau sama sekali tidak melaksanakan pekerjaan. Apabila timbul sengketa/perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama kedua belah pihak yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor akan berusaha untuk menyelesaikan masalahnya kepada Badan Arbitrase yang terdiri dari wakil pihak pemberi tugas dan wakil pihak kontraktor masing-masing satu orang dan satu orang lagi dari pihak netral yang ditunjuk oleh kedua belah pihak. Penyelesaian perselisihan lewat jalur hukum dapat ditempuh sebagai langkah terakhir yaitu meminta penyelesaian Pengadilan Negeri Lubuk Pakam di Lubuk Pakam.

* Irfan Fauzi Daulay, Mahasiswa Fakultas Hukum USU ** Dr. Edy Ikhsan, SH, M.A Dosen Fakultas Hukum USU *** Zulkifli Sembiring, SH, M.H, Dosen Fakultas Hukum USU


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul: Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi dengan CV. Raut Agung Group Dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II, Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Edy Iksan, S.H., M.A selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya sehingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Bapak, Zulkifli Sembiring, S.H., M.H, Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya sehingga terselesaikannya skripsi ini.


(4)

8. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

9. Teristimewa kepada orang tua Ayahanda Alm Buchari Karim Daulay dan Ibunda Mariana serta Abangda Ari Ansari Daulay, SP, yang selalu mendoakan, memberikan motivasi dan pengorbanannya baik dari segi moril, materi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Terima kasih juga kepada, Irmayani, SE, Dirga Syahputra, SH, yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia pendidikan.

Medan, Januari 2016

Irfan Fauzi Daulay NIM. 100200119


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penulisan ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ... 18

A. Pengertian Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian ... 18

B. Jenis-Jenis Perjanjian ... 28

C. Asas-Asas Perjanjian ... 30

D. Akibat Hukum dari Perjanjian Kerjasama ... 36

E. Berakhirnya Perjanjian Kerjasama ... 40

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA ... 45

A. Pengertian Perjanjian Kerja ... 45

B. Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja ... 46

C. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama ... 48


(6)

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN KONTRAK KERJA PEMBANGUNAN IRIGASI ANTARA CV. RAUT

AGUNG GROUP DAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA

TEBING TINGGI... 56

A. ... Pengat uran Hukum dalam Pelaksanaan Perjanjian Kontrak ... Kerja Pembangunan Irigasi Antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi ... . 56

B. ... Faktor terjadinya kendala dalam pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi Antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi ... 62

C. ... Penyel esaian sengketa jika terjadi perselisihan dalam Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara CV. Raut Agung Group dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi. ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

1 21 106

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 7

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 1

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 17

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 27

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi Chapter III V

0 0 31

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 3

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

0 0 9

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

0 0 1

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

0 0 16