Jenis-Jenis Buta Warna Pada Siswa Smp Panca Budi Medan Tahun 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buta warna merupakan suatu kelainan penglihatan disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk
menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga warna obyek yang
terlihat bukan warna sesungguhnya, dan paling sering disebabkan oleh
faktor keturunan.(Nina, 2007; Majumdar et al, 2010)
Seseorang mengalami buta warna bisa terjadi dengan 2 cara, yaitu
herediter, diturunkan sejak lahir atau didapat. Tetapi sebagian besar buta
warna terjadi secara herediter. Buta warna merah-hijau adalah jenis buta
warna yang paling sering terjadi, yaitu hampir sekitar 99%, dan
menyebabkan masalah dalam membedakan antara warna merah dan
hijau. Tetapi pada buta warna yang didapat biasanya adalah buta warna
biru-kuning yaitu sekitar 1%. Buta warna kongenital terdapat lebih banyak
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 20:1.
Sedangkan prevalensi buta warna didapat sama untuk kedua jenis
kelamin. Walaupun jumlah penderita buta warna tidak diketahui secara
pasti, namun kira-kira 5%-8% laki-laki dan 0,5% perempuan di dunia lahir
dengan buta warna. Dalam suatu penelitian, 1 dari 12 orang laki-laki
mengalami buta warna, sementara 1 dari 200 orang perempuan

mengalami buta warna.(Byrne dan Hilbert, 2001; C.A Heywood, 2003;
Boptom, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan pada 964 anak sekolah (laki-laki
sebanyak 474, perempuan sebanyak 490), usia 14-15 tahun dari enam
sekolah di Pokhara, Nepal, didapatkan 18 orang anak laki-laki mengalami
buta warna dengan prevalensi 3,8% dan tidak ditemukan kelainan buta
warna pada anak perempuan. Penelitian yang dilakukan secara acak
pada 1.822 siswa yang dipilih secara acak dari 6 sekolah menengah di
Arusha, Northeastern Tanzania, dimana mereka diuji untuk mengetahui
apakah mereka buta warna atau tidak, didapatkan hasil 5,9% laki-laki dan
0,5% perempuan dinyatakan buta warna (Kiula, I.G, dkk. 2011). Penelitian
yang dilakukan oleh Kaur N, dkk (2011), dari 1.210 laki-laki dan 800
perempuan penduduk Tibet di India Utara antara kelompok usia 11-60
tahun, diantaranya 51 laki-laki mengalami buta warna dan tidak ada
satupun perempuan yang ditemukan mengalami buta warna dengan
prevalensi 4,21% dan 0%.(Niroula dan Saha, 2010; Kiula, 2011; Kaur dan
Kumar, 2011)

Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Mata Aravind,
Tirunelveli, dari tanggal 1 Januari 2009 sampai 31 Mei 2009 di Tamil
Nadu, penderita buta warna terdeteksi sebanyak 46 kasus, diantaranya 43
laki-laki dan 3 perempuan dengan prevalensi 2,8% dan 0,2%. Diantara
penderita buta warna tersebut, 18 kasus dengan buta warna total dengan
prevalensi 1,17% dan 28 kasus buta warna merah-hijau dengan
prevalensi 1,81% diantaranya deuteranomaly ditemukan 16 kasus dengan
prevalensi 1,04%, protanomaly 6 kasus dengan prevalensi 0,39%,

Universitas Sumatera Utara

deuteranopia 3 kasus dengan prevalensi 0,19%, protanopia 3 kasus
dengan prevalensi 0,19%.(Majumdar, 2010)
Prevalensi nasional buta warna adalah 0,7%. Sebanyak 6 provinsi
memiliki prevalensi buta warna yang cukup tinggi yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DKI
Jakarta dan Nusa Tenggara Barat. Sedang di Amerika Serikat pada tahun
2006 menurut Howard Hughes Medical Institute terdapat 7% pria atau
sekitar 10,5 juta pria, dan 0,4% wanita tidak dapat membedakan merah
dari hijau atau mereka melihat merah dan hijau secara berbeda

dibandingkan populasi lain.(RISKESDAS, 2007; Mcintyre, 2002)
Kelainan buta warna tidak banyak mempengaruhi kehidupan awal
manusia seperti pada masa kanak-kanak, karena tidak disertai kelainan
tajam penglihatan. Kelainan buta warna mulai berpengaruh, ketika
seseorang dihadapkan pada persyaratan untuk masuk perguruan tinggi
dengan beberapa jurusan dengan buta warna sebagai salah satu
kriterianya. Banyak calon mahasiswa yang sudah lulus ujian penerimaan
perguruan tinggi, tapi setelah dilakukan tes kesehatan, ternyata harus
kecewa karena mereka tidak jadi diterima sebagai mahasiwa disebabkan
adanya kelainan buta warna yang sebelumnya tidak mereka sadari. Oleh
karena itu identifikasi dini kelainan buta warna perlu dilakukan untuk
membimbing anak dalam menentukan jenjang pendidikannya kelak.(World
education, 2011; Wibowo, 2011)

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “ Jenis-jenis buta warna apakah yang
didapatkan pada siswa SMP Panca Budi Medan tahun 2014”.


1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui jenis-jenis buta warna pada siswa SMP Panca
Budi tahun 2014 dengan menggunakan Ishihara’s tests for colour
blindness (Kanehara & Co, LTD).

1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah penderita buta warna pada siswa SMP Panca
Budi Medan tahun 2014 dengan menggunakan Ishihara’s tests for
colour blindness (Kanehara & Co, LTD).
2. Untuk mengetahui jenis-jenis buta warna pada siswa SMP Panca Budi
Medan tahun 2014 dengan menggunakan Ishihara’s tests for colour
blindness (Kanehara & Co, LTD).

1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk mendapatkan data tentang adanya kelainan buta warna dan
jenisnya terhadap siswa SMP Panca Budi Medan.

Universitas Sumatera Utara


2. Menjadi

masukan

kepada

siswa-siswa

SMP

untuk

dapat

menentukan jurusan yang akan diambilnya saat di SMA dan
perguruan tinggi.
3. Menjadi

masukan


kepada

siswa-siswa

SMP

untuk

dapat

menentukan pekerjaan yang akan dipilihnya setelah tamat SMA
dan perguruan tinggi.
4. Menjadi sumber data bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang
sama.
5. Mengubah paradigma masyarakat selama ini tentang jenis-jenis
buta warna yang selama ini hanya dikenal dengan buta warna total
dan buta warna parsial.

Universitas Sumatera Utara