Formulasi dan evaluasi beads floating mukoadhesif alginat dan beads mukoadhesif alginat-kitosan yang mengandung antasida secara in vitro dan in vivo

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ulkus peptikum merupakan luka pada jaringan mukosa lambung yang
meluas sampai dibawah epitel lambung atau disebut juga erosi/ulkus. Ulkus
peptikum bisa berada pada setiap bagian saluran cerna yang terpajan sekresi asam
lambung, mulai dari esofagus, lambung, duodenum sampai jejunum (Lindseth,
2006).
Patogenesis ulkus lambung timbul karena lemahnya pertahanan jaringan
mukosa, dimana kadar asam biasanya dalam jumlah normal dan seringnya dalam
jumlah banyak. Ulkus duodenum timbul karena faktor agresif dari asam dan
pepsin yang melewati daya pertahanan mukosa, dimana daya pertahanan mukosa
dapat terganggu ataupun normal. Secara umum semua ulkus timbul karena tidak
ada keseimbangan antara aksi faktor agresif dari asam lambung dan aksi protektif
atau pertahanan normal dari mukosa lambung. Faktor-faktor pertahanan lambung
antara lain bikarbonat, prostaglandin, produksi mukus, dan aliran darah ke
mukosa, sedangkan faktor-faktor agresif antara lain infeksi bakteri Helicobacter
pylori, asam lambung, pepsin, rokok, stress, alkohol, obat-obat antiinflamasi
nonsteroid (Robbins, 1995).
Pada siang hari, makanan dapat merangsang sekresi asam lambung dan

dapat menetralisir asam lambung dan juga menjaga pH lambung antara 3 dan 5.
Saat lambung kosong, sekitar 2 sampai 3 jam setelah makan, pH lambung akan
kembali turun, dan pasien ulkus akan cenderung untuk mengalami rasa nyeri yang

dapat diobati dengan makan atau minum antasida. Penyembuhan penyakit asam
lambung terjadi bila pH rata-rata selama 24 jam dijaga di atas 3-4. Rasa nyeri
yang dimediasi asam biasanya terjadi saat pH lambung berada di bawah 3
(Gregory, 2000).
Penggunaan

antasida

pada

penyakit

tukak

lambung


berdasarkan

kemampuan antasida dalam menetralkan asam lambung dan mencegah konversi
pepsinogen lambung menjadi pepsin dalam bentuk aktif. Pepsin adalah enzim
proteolitik untuk mediasi luka jaringan pada penyakit ulkus. Pepsinogen tidak
dapat diaktifkan pada pH 4. Oleh karena itu antasida dapat meningkatkan aksi
perlindungan terhadap lambung (Tolman, 2000).
Antasida adalah basa lemah yang dapat bereaksi dengan asam lambung
sehingga dapat membentuk garam dan air. Antasida dapat memberikan
perlindungan mukosa, baik melalui rangsangan produksi prostaglandin ataupun
pengikatan substansi pembuat luka (Katzung, 2004).
Karakteristik sekresi asam basal yaitu irama sirkardian (circadian rhythm),
yang mana sekresi asam paling tinggi terjadi pada pukul 22.00 WIB sampai
tengah malam dan sekresi asam paling rendah pada pukul 04.00 WIB sampai
pukul 08.00 WIB. Pola sekresi asam ini yang menyebabkan penderita penyakit
ulkus peptikum bangun pada tengah malam dengan mengeluh rasa nyeri dimana
sekresi asam sedang tinggi dan tidak dinetralkan oleh makanan (Gregory, 2000).
Singkatnya masa tinggal obat dalam lambung menyebabkan antasida tidak
menetralisir pengeluaran asam klorida dalam periode waktu yang lama. Idealnya
antasida memiliki kapasitas penetralan yang besar, memiliki durasi kerja yang

panjang, memberikan aksi mempertahankan pH terus-menerus serta tidak

menyebabkan efek lokal maupun efek sistemik yang tidak diinginkan dan dapat
merugikan (Tolman, 2000).
Senyawa

aluminium

bekerja

sitoprotektif

langsung

dengan

cara

melindungi mukosa lambung (Katzung, 2004). Senyawa magnesium bekerja
dengan cara mengurangi motilitas usus dalam waktu ½ sampai 6 jam atau

memberikan aksi yang dapat mengubah motilitas usus. Kombinasi antasida
bertujuan untuk memberikan aksi kerja yang cepat, pelepasan yang lama, serta
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi-reaksi efek samping yang tidak
diinginkan (Tolman, 2000).
Reaksi-reaksi yang tidak diinginkan terhadap antasida meliputi perubahan
dalam fungsi normal usus. Seperti aluminium menyebabkan efek sembelit dan
magnesium menyebabkan efek pencahar, oleh karena itu, masalah ini dapat diatasi
dengan cara mengkombinasikan aluminium dan magnesium (Katzung, 2004).
Menurut Elzahtary, et al., (2008) dalam beberapa tahun terakhir, telah
terjadi peningkatan minat yang signifikan terhadap sediaan yang dapat bertahan di
lambung/Gastroretentive Drug Delivery System (GDDS). Sistem penghantaran
obat yang bekerja lokal di lambung dapat meningkatkan efektifitas terapi. Salah
satunya yaitu sistem floating-mukoadhesif dan sistem mukoadhesif yang sangat
efektif untuk menargetkan obat pada lokasi tertentu dalam saluran pencernaan
baik untuk memaksimalkan respon terapi atau untuk mengurangi efek samping
yang disebabkan oleh pemberian obat ke daerah yang tidak tepat.
Beberapa pendekatan dari bentuk sediaan gastroretentif telah dibuktikan
dan diteliti seperti sistem penghantaran floating yang memiliki keterbatasan
dimana dapat dibatasi jumlah cairan lambung untuk mengapung sehingga sediaan


dapat jatuh dan terbawa keluar dari lambung, kemampuan mengapung dari
sediaan mungkin sangat terbatas yaitu hanya 3 - 4 jam. Pendekatan lain sistem
bioadhesif atau mukoadhesif yang mana polimer dari bioadhesif atau mukoadhesif
dapat melekat pada lapisan permukaan epitel musin, kombinasi sistem floating
dan sistem mukoadhesif memiliki keuntungan dapat meningkatkan waktu kontak
obat dengan mukosa lambung, penyerapan obat yang lebih efektif dan dapat
meningkatkan

bioavailabilitas

obat

dan

mengurangi

frekuensi

dosis


(Bhimavarapu, et al., 2013).
Alginat merupakan polimer anionik dengan kelompok karboksil yang
merupakan agen mukoadhesif yang baik. Begitu juga, bahan adhesif kitosan telah
menunjukkan kemampuan bertahan yang baik selama kontak kitosan dan substrat.
Kedua agen bioaktif ini dapat menunda waktu tinggal obat yang bekerja lokal
untuk diserap pada permukaan lambung (Elzahtary, et al., 2008). Kitosan
merupakan polimer kationik yang telah banyak digunakan dalam pembuatan
sediaan beads oleh sejumlah peneliti (Wittaya, et al., 2006).
Alginat memiliki sifat dapat membentuk gel dengan adanya kation
multivalen seperti ion-ion kalsium dalam medium air, sedangkan kitosan sebagai
polimer dalam pembuatan mukoadhesif beads karena memiliki sifat mukoadhesif
yang baik dan bersifat biodegradable. Pada waktu alginat ditambahkan ke dalam
larutan kitosan terjadi interaksi elektrostatik gugus karboksilat dari alginat dengan
gugus amin dari kitosan menghasilkan pembentukan sebuah membran. Alginat
membentuk kompleks kuat dengan polikation, yang akan lebih tahan dengan
adanya chelator kalsium dan dapat digunakan untuk menstabilkan alginat-kitosan
(Elzahtary, et al., 2008).

Beberapa penelitian telah menjelaskan tentang penggunaan alginat-kitosan
dalam formulasi pelepasan obat terkontrol dan sediaan gastroretentif, seperti

formulasi mikropartikel alginat-kitosan sebagai mukoadhesif yang mengandung
prednisolon untuk pelepasan terkontrol (Wittaya, et al., 2006), formulasi
bioadhesif beads alginat-kitosan yang mengandung teofilin untuk pelepasan
terkontrol sampai 24 jam (Elzatahry, et al., 2008), beads alginat dari ranitidin
klorida dengan parafin cair mengapung lebih dari 20 jam dan mampu melepaskan
obat selama lebih dari 12 jam (Jaiswal, et al., 2009), sediaan floating-mukoadhesif
beads dari klaritromisin untuk pengobatan infeksi H.pylori (Ganeshlal, et al.,
2010), sediaan floating dan mukoadhesif dari beads alginat-kitosan yang
mengandung ranitidin HCl (Patel, et al., 2014), pembuatan dan evaluasi sediaan
gastroretentif antasida dari film alginat-kitosan (Mariadi, 2014).
Spickett, et al., (1994) telah mempatenkan sediaan antasida dengan masa
tinggal yang diperpanjang di lambung (Antacid Compositions With Prolonged
Gastric Residence Time) sediaan antasida ini memiliki fasa internal yang padat
(serbuk dan tablet) dan dikelilingi oleh eksipien dengan fasa eksternal padat yang
mengandung bahan hidrofobik seperti ester gliserol dengan asam palmitat/asam
stearat, polialkena hidroksilasi, dan emulsifier non-ionik.
Danish (2011) telah membuat dan mengevaluasi beads floating dengan
model obat Verapamil HCl yang mempunyai kelarutan yang tinggi dalam asam
maka pelepasannya dapat diperlambat dengan membuat sediaan beads floating
menggunakan polimer alginat, pektin, dengan parafin cair. Hasilnya sediaan beads

mampu mengapung selama 24 jam dalam lambung.

Mariadi (2014) telah membuat sediaan gastroretentif bentuk matriks film
yang mengandung Al(OH)3 menggunakan alginat kitosan dengan rasio 3:4 sebagai
polimer dan gliserin. Hasil uji simulasi sekresi lambung menunjukkan bahwa
sediaan film mampu bertahan dalam lambung selama 7 ± 0,5 jam, dan hasil
penentuan kemampuan menetralkan asam lambung sediaan film antasida Al(OH)3
mampu menjaga pH lambung 3 - 3,4 selama 6 jam.
Kelebihan sediaan film antasida Al(OH)3 yaitu dapat bertahan dalam
lambung selama 7 ± 0,5 jam dan mampu menjaga pH lambung 3 - 3,4 selama 6
jam. Kelemahan sediaan film ini dimana antasida yang digunakan tunggal yaitu
Al(OH)3 sedangkan menurut Thompson (2009) antasida aluminium memiliki
reaksi yang tidak diinginkan yaitu dapat menyebabkan sembelit dan memiliki
kemampuan menetralkan yang lemah dibandingkan dengan magnesium. Maka
lebih baik dikombinasi dengan magnesium yang memiliki efek pencahar yang
efektif.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti tertarik untuk merancang
suatu sediaan antasida model baru dengan sistem penyampaian obat yang dapat
mengapung dan dapat tinggal di lambung, dengan bentuk sediaan berupa beads
floating-mukoadhesif dan beads mukoadhesif dengan model obat kombinasi

antasida aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida sehingga dapat
memperpanjang waktu tinggal obat dalam lambung dan sediaan dapat melepaskan
obatnya secara terus menerus dan terkontrol dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan sediaan konvensional.
Penelitian ini meliputi pembuatan sediaan beads floating-mukoadhesif
alginat dan beads mukoadhesif alginat-kitosan yang mengandung Al(OH)3,

Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2, evaluasi dan karakterisasi
sediaan, serta uji in vitro dan in vivo sediaan beads.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah

sediaan

beads

floating-mukoadhesif


alginat

dan

beads

mukoadhesif alginat-kitosan yang mengandung antasida Al(OH)3 dan
Mg(OH)2 dapat floating-mukoadhesif dan mukoadhesif sebagai sediaan
Gastroretentive Drugs Delivery System (GDDS)?
2. Apakah bentuk sediaan beads Gastroretentive Drugs Delivery System
(GDDS) floating-mukoadhesif alginat dan beads mukoadhesif alginatkitosan yang mengandung antasida Al(OH)3 dan Mg(OH)2 mampu
mempertahankan pH 3 - 4 dalam waktu yang lebih lama dibandingkan
sediaan konvensional yang diuji secara in vitro dan menyembuhkan ulkus
lambung secara in vivo?
1.3

Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas maka hipotesis penelitian

ini adalah:

1. Sediaan beads floating-mukoadhesif alginat dan beads mukoadhesif
alginat-kitosan yang mengandung antasida Al(OH)3 dan Mg(OH)2 dapat
floating-mukoadhesif dan mukoadhesif sebagai sediaan Gastroretentive
Drugs Delivery System (GDDS).
2. Sediaan beads Gastroretentive Drugs Delivery System (GDDS) floatingmukoadhesif alginat dan beads mukoadhesif alginat-kitosan yang

mengandung antasida Al(OH)3 dan Mg(OH)2 mampu mempertahankan pH
3-4 dalam waktu yang lebih lama dibandingkan sediaan konvensional yang
diuji secara in vitro dan dapat menyembuhkan ulkus lambung secara in
vivo.
1.4

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui sifat floating-mukoadhesif dan mukoadhesif sediaan
beads floating-mukoadhesif alginat dan beads mukoadhesif alginat-kitosan
yang mengandung antasida Al(OH)3 dan Mg(OH)2 sebagai salah satu
sediaan Gastroretentive Drugs Delivery System (GDDS).
2. Untuk mengetahui kemampuan sediaan Gastroretentive Drugs Delivery
System

(GDDS)

beads

floating-mukoadhesif

alginat

dan

beads

mukoadhesif alginat-kitosan yang mengandung antasida Al(OH)3 dan
Mg(OH)2 dapat bertahan di lambung dan menjaga pH lambung antara 3 - 4
dalam durasi yang lebih lama dibandingkan sediaan konvensional yang
diuji secara in vitro dan melihat efek penyembuhan ulkus lambung secara
in vivo.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi:
1.

Memberikan

informasi

dalam

pengembangan

Sistem Penyampaian Obat terutama dalam teknologi sediaan obat-obat
yang dapat bertahan di lambung atau Gastroretentive Drugs Delivery
System (GDDS).

2.

Sediaan

GDDS

dapat

mengontrol

lamanya

pelepasan obat dalam lambung sehingga efektifitas sediaan menjadi lebih
baik.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Permasalahan

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Hasil

warna

Spesifikasi
beads

Durasi
Kerja
Antasida
Konvensional yang
Singkat
Konsentrasi
AlginatParafin(Al(OH)3Mg(OH)2)
Formulasi
Gastroreten
tif Beads
AlginatKitosan
yang
mengandun
g Antasida
(Al(OH)3Mg(OH)2)

berat

SEM

morfologi

Floating
Lag time

waktu yang
dibutuhkan
untuk
mengapung

Floating
time

Daya
Mukoadhesif

Konsentrasi
AlginatParafinKitosan(Al(OH)3Mg(OH)2)

diameter

Profil
Netralisasi
HCL 0,1 N
secara
in vitro

Efek
antiulkus
secara
in vivo

lama beads
dapat
mengapung
dyne

lama pH
beads
dapat
bertahan ≥
3-4
-Makroskopis
(jumlah ulkus
dan indeks
ulkus)
-Mikroskopis
(Kohesi sel
mukosa)

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Pikir Penelitian

Antasida
yang
memiliki
efektifitas
yang lebih
baik