Seni dan Desain pada Zaman Revolusi Indu

Seni dan Desain pada Zaman Revolusi Industri

Menurut Hafiz Ahmad dalam artikelnya yang berjudul Multimedia, Virtual
Reality Dan History Of Art (Resume Kuliah Digital Content Theory oleh Professor
Han, Department of Computer Design, Woosong University) dalam web Error!
Hyperlink reference not valid. dijelaskan, revolusi industri merupakan titik
“keberangkatan” yang penting karena merombak pola pikir masyarakat pada
masa itu, terutama tentang eksistensi seni dan kerajinan. Kemungkinan
menghasilkan barang-barang “bercita rasa seni” dalam jumlah banyak karena
diproduksi mesin, sehingga menimbulkan perdebatan-perdebatan, yaitu antara
seni sebagai high art atau seni yang juga sebagai craft/kerajinan.
Dapat dikatakan bahwa saat revolusi industri melahirkan craft, ini merupakan
satu hal yang sama sekali baru. Sebelum revolusi industri bisa dikatakan belum
ada “ilmu” tentang desain, sehingga saat mulai membuat benda-benda craft, ide
yang digunakan sebagai unsur visualisasi dan desainnya diambil dari manamana. Ide bisa datang dari seni era Yunani, Renaissance ataupun Baroque &
Rococo, bahkan campuran dari semuanya. Dalam berkesenian juga menghendaki
timbulnya kembali nilai-nilai kehidupan dalam peradaban klasik yang dirasakan
lebih sesuai, yaitu kebebasan (Drs R. Soekmono, 1981: 111). Maka tidak heran
jika produk-produk kerajinan menjadi banyak tetapi dengan kualitas yang rendah,
bahkan tidak berkualitas sama sekali. Kondisi ini kemudian memicu gerakan yang
menentang dalam bentuk Art and Craft Movement.

Pada masa ratu Victoria tahun 1851, timbul dua reaksi yaitu reaksi penolakan
dan reaksi mendukung. Reaksi penolakan timbul karena ada yang beranggapan
bahwa mesin menciptakan proses dehumanisasi. Sedangkan reaksi mendukung
timbul karena ada yang beranggapan bahwa dengan hadirnya mesin sebagai alat
produksi maka akan memudahkan pekerjaan manusia. Reaksi penolakan itu
dalam seni dan kriya muncul dalam bentuk gerakan romantik. Romantisisme
sangat mementingkan perasaan serta kemuliaan dari hak individu untuk
mengungkapkan pemikiran. Filsuf romantisisme yang terkenal adalah Hegel
yang menganggap seni dapat sembuhkan keresahan manusia akibat tekanan
alam atau lingkungan. Gerakan romantik yang paling menonjol dalam seni dan
kriya adalah Art and Craft movement dan Art Nouveau(Arief Adityawan S., 1999:
11).
Dalam artikel yang berjudul Design Against Style: Melawan Penindasan Gaya
dalam
Desain
Grafis oleh
Ancala
Suryaputra
(http://www.komvis.com/artikel.html?
kategori=artikel&id=136&start=50&PHPSESSID=52a006b68d225cb96c4d7f),

mulai dari gerakan Seni dan Kerajinan (Arts & Crafts Movement) kemudian masa
Art Nouveau hingga tiba di masa modern ArtDeco, muncul media desain grafis
yang paling besar peranannya dalam menampilkan gaya-gaya desain yaitu
poster, baik yang bersifat komersil maupun propaganda sosial kebudayaan dan
militer.
Hal tersebut bisa dilacak kembali melalui perkembangan desain grafis sejak Art
Nouveau di Prancis yang kemudian berbarengan tersebar meluas di seluruh
daratan Eropa. Penamaan gaya yang berbeda-beda seperti Jugendstil
(Jerman/Skandinavia), Secession (Swiss/Austria), Glasgow (Inggris), dan Stile
Liberty (Italia), namun tetap dalam satu nafas yang sama yaitu identifikasi visual
berupa bentuk-bentuk organis, garis tumbuhan, dan garis liuk yang feminim.
Pelbagai aliran seni rupa turut pula memperkaya gaya art nouveau ini,
diantaranya seperti impresionisme dan simbolisme. Desain grafis Eropa masa ini
mampu membawa gerakan atau penciptaan gaya baru yang merupakan

adaptasinya terhadap persinggungan dengan budaya asing. Mereka mampu
menerjemahkan warna lokal dari kultur di luar dunianya untuk dipahami dalam
warna lokal kulturnya sendiri, sehingga dikatakan Art Nouveau menjadi seni
komersil pertama yang secara konsisten dipakai untuk mempertinggi keindahan.
Perang Dunia I menjadi salah satu ajang pembuktian keterlibatan desain grafis,

seperti yang bisa kita saksikan dalam poster-poster propaganda, tanda dan
simbol dalam identitas militer. Kemajuan dari revolusi industri yang kemudian
menggiring pada hiruk-pikuk suasana perang dunia pertama itu, telah
mengilhami gerakan manifesto kaum futuris (yang berorientasi pada masa
depan) dan dadais (yang berorientasi pada kritik sosial saat itu). Bersamaan
dengan berbagai permasalahan sosial yang tumbuh pada masa-masa kisruh itu,
muncullah aliran kubisme, konstruktivisme, de stijl, fauvis dan ekspresionis yang
mempengaruhi karakteristik pengembangan desain grafis selanjutnya, yang
dipanggil sebagai gaya desain Art Deco. Bahkan seni Ziggurat Mesir dan Indian
Aztec turut meramaikan gaya desain ini pula. Di Amerika yang belakangan mulai
menunjukkan keadikuasaannya memberi label tersendiri pada gaya ini yaitu
Streamline.
Tak lama berselang, berdirilah sekolah Bauhaus yang dengan upayanya
memadukan seni dan teknologi, menambah kemajuan pertumbuhan berbagai
gaya-gaya desain grafis, yang merupakan sintesis dari seni, desain dan
teknologi. Pemahaman modernitas yang berupaya mengejar hal-hal baru dan
gaya desain modern yang universal makin merebak.
Dalam abad ke-18 adanya tuntutan terhadap kebebasan individu, kemudian
muncullah apa yang disebut individualisme. Dalam individualisme yang menjadi
pokok permasalahan adalah “ratio”, yaitu kecerdasan otak atau akal

(Rationalisme). Dari rationalisme akhirnya berkembang berbagai gaya seni dan
desain, berkembang juga bidang-bidang lain seperti penyelidikan, ilmu falaq dan
lain-lain. Dari rationalisme itu menimbulkan pandangan-pandangan baru yang
terutama menghendaki perbaikan nasib manusia yang disebut dengan istilah
Aufklarung (Drs R. Soekmono, 1981: 111).
Menurut Hafiz Ahmad dalam artikelnya yang berjudul Multimedia, Virtual Reality Dan History
Of Art (Resume Kuliah Digital Content Theory oleh Professor Han, Department of Computer Design,
Woosong University) dalam web Error! Hyperlink reference not valid. dijelaskan, revolusi industri
merupakan titik “keberangkatan” yang penting karena merombak pola pikir masyarakat pada masa itu,
terutama tentang eksistensi seni dan kerajinan. Kemungkinan menghasilkan barang-barang “bercita
rasa seni” dalam jumlah banyak karena diproduksi mesin, sehingga menimbulkan perdebatanperdebatan, yaitu antara seni sebagai high art atau seni yang juga sebagai craft/kerajinan.
Dapat dikatakan bahwa saat revolusi industri melahirkan craft, ini merupakan satu hal yang sama
sekali baru. Sebelum revolusi industri bisa dikatakan belum ada “ilmu” tentang desain, sehingga saat
mulai membuat benda-benda craft, ide yang digunakan sebagai unsur visualisasi dan desainnya
diambil dari mana-mana. Ide bisa datang dari seni era Yunani, Renaissance ataupun Baroque &
Rococo, bahkan campuran dari semuanya. Dalam berkesenian juga menghendaki timbulnya kembali
nilai-nilai kehidupan dalam peradaban klasik yang dirasakan lebih sesuai, yaitu kebebasan (Drs R.
Soekmono, 1981: 111). Maka tidak heran jika produk-produk kerajinan menjadi banyak tetapi dengan
kualitas yang rendah, bahkan tidak berkualitas sama sekali. Kondisi ini kemudian memicu gerakan
yang menentang dalam bentuk Art and Craft Movement.


Pada masa ratu Victoria tahun 1851, timbul dua reaksi yaitu reaksi penolakan dan reaksi
mendukung. Reaksi penolakan timbul karena ada yang beranggapan bahwa mesin menciptakan proses
dehumanisasi. Sedangkan reaksi mendukung timbul karena ada yang beranggapan bahwa dengan
hadirnya mesin sebagai alat produksi maka akan memudahkan pekerjaan manusia. Reaksi penolakan
itu dalam seni dan kriya muncul dalam bentuk gerakan romantik. Romantisisme sangat mementingkan
perasaan serta kemuliaan dari hak individu untuk mengungkapkan pemikiran. Filsuf romantisisme
yang terkenal adalah Hegel yang menganggap seni dapat sembuhkan keresahan manusia akibat
tekanan alam atau lingkungan. Gerakan romantik yang paling menonjol dalam seni dan kriya adalah
Art and Craft movement dan Art Nouveau (Arief Adityawan S., 1999: 11).
Dalam artikel yang berjudul Design Against Style: Melawan Penindasan Gaya dalam Desain
Grafisoleh
Ancala
Suryaputra
(http://www.komvis.com/artikel.html?
kategori=artikel&id=136&start=50&PHPSESSID=52a006b68d225cb96c4d7f), mul
ai dari gerakan Seni dan Kerajinan (Arts & Crafts Movement) kemudian masa Art Nouveau hingga
tiba di masa modern Art Deco, muncul media desain grafis yang paling besar peranannya dalam
menampilkan gaya-gaya desain yaitu poster, baik yang bersifat komersil maupun propaganda sosial
kebudayaan dan militer.

Hal tersebut bisa dilacak kembali melalui perkembangan desain grafis sejak Art Nouveau di Prancis
yang kemudian berbarengan tersebar meluas di seluruh daratan Eropa. Penamaan gaya yang berbedabeda seperti Jugendstil (Jerman/Skandinavia), Secession (Swiss/Austria), Glasgow (Inggris), dan Stile
Liberty (Italia), namun tetap dalam satu nafas yang sama yaitu identifikasi visual berupa bentukbentuk organis, garis tumbuhan, dan garis liuk yang feminim. Pelbagai aliran seni rupa turut pula
memperkaya gaya art nouveau ini, diantaranya seperti impresionisme dan simbolisme. Desain grafis
Eropa masa ini mampu membawa gerakan atau penciptaan gaya baru yang merupakan adaptasinya
terhadap persinggungan dengan budaya asing. Mereka mampu menerjemahkan warna lokal dari kultur
di luar dunianya untuk dipahami dalam warna lokal kulturnya sendiri, sehingga dikatakan Art
Nouveau menjadi seni komersil pertama yang secara konsisten dipakai untuk mempertinggi
keindahan.
Perang Dunia I menjadi salah satu ajang pembuktian keterlibatan desain grafis, seperti yang bisa
kita saksikan dalam poster-poster propaganda, tanda dan simbol dalam identitas militer. Kemajuan
dari revolusi industri yang kemudian menggiring pada hiruk-pikuk suasana perang dunia pertama itu,
telah mengilhami gerakan manifesto kaum futuris (yang berorientasi pada masa depan) dan dadais
(yang berorientasi pada kritik sosial saat itu). Bersamaan dengan berbagai permasalahan sosial yang
tumbuh pada masa-masa kisruh itu, muncullah aliran kubisme, konstruktivisme, de stijl, fauvis dan
ekspresionis yang mempengaruhi karakteristik pengembangan desain grafis selanjutnya, yang
dipanggil sebagai gaya desain Art Deco. Bahkan seni Ziggurat Mesir dan Indian Aztec turut
meramaikan gaya desain ini pula. Di Amerika yang belakangan mulai menunjukkan keadikuasaannya
memberi label tersendiri pada gaya ini yaitu Streamline.


Tak

lama

berselang,

berdirilah

sekolah Bauhaus yang

dengan upayanya memadukan seni dan teknologi, menambah

kemajuan pertumbuhan berbagai gaya-gaya desain grafis,
yang merupakan sintesis dari seni, desain dan teknologi.
Pemahaman modernitas yang berupaya mengejar hal-hal baru
dan gaya desain modern yang universal makin merebak.
Dalam abad ke-18 adanya tuntutan terhadap kebebasan individu,
kemudian muncullah apa yang disebutindividualisme. Dalam
individualisme yang menjadi pokok permasalahan adalah “ratio”, yaitu
kecerdasan otak atau akal (Rationalisme). Dari rationalisme akhirnya

berkembang berbagai gaya seni dan desain, berkembang juga bidangbidang lain seperti penyelidikan, ilmu falaq dan lain-lain. Dari
rationalisme itu menimbulkan pandangan-pandangan baru yang
terutama menghendaki perbaikan nasib manusia yang disebut dengan
istilah
Aufklarung
(Drs
R.
Soekmono,
1981:
111).
sumber : http://achmadyanu.com/?p=262#comment-641

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24