S PJKR 1000360 Chapter1

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Olahraga merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan jasmani serta saling mempengaruhi satu sama lainnya. Olahraga cukup mendominasi muatan kurikulum pendidikan jasmani pada semua tingkatan persekolahan, dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dalam prakteknya di lapangan, selain bentuk olahraga sering mendominasi, juga olahraga ini sangat digemari baik oleh guru maupun oleh peserta didiknya.

Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari pendidikan nasional memiliki peranan penting dalam pembangunan bangsa. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki kontribusi yang cukup besar, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Tujuan yang ingin dicapai bersifat menyeluruh, mencakup domain afektif, kognitif dan psikomotor.

Dalam Abduljabar (2011:67) menjelaskan bahwa “pendidikan fisikal yang dimaksud adalah aktivitas jasmani yang membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh.” Lebih lanjut ahli ini menyebutkan bahwa : ”Pendidikan jasmani adalah suatu proses terjadinya adaptasi dan pembelajaran secara organik, neuromuskular, intelektual, sosial, cultural, emosional dan estetika

yang dihasilkan dari proses pemilihan berbagai aktivitas jasmani.”

Sedangkan pengertian aktivitas jasmani adalah segala bentuk kegiatan jasmani. Aktivitas jasmani sangat mudah dikenali sebagai kata lain “gerak


(2)

jasmani atau gerak badan disebut juga dengan istilah “human movement”, yang

arti dalam bahasa indonesianya ”gerak insan” atau “gerak manusiawi”.

Dalam konteks yang lebih luas, menurut Harold M. Barrow (Freeman, 2011) pendidikan jasmani didefinisikan sebagai “pendidikan melalui gerak aktifitas gerak manusia di mana banyak dari tujuan pendidikan yang dicapai melalui kegiatan otot besar yang melibatkan olahraga, permainan, senam, tari dan latihan.”

Tujuan utuh pendidikan jasmani dan olahraga dalam konteks pelaksanaan aktivitas jasmani dan olahraga telah dibakukan sejak tahun 1945 dan termuat dalam konsep yang sangat generik. Mengenai hal ini Abduljabar (2010:68) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan jasmani dan olahraga yaitu:

1. Kesehatan

2. Merupakan konsep mendasar

3. Membina menjadi warga negara yang baik 4. Membina kompetensi potensial

5. Membina warga negara yang efektif 6. Mampu memanfaatkan waktu luang 7. Membina karakter

Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari proses pendidikan jasmani secara keseluruhan, sehingga tujuan pendidikan jasmani seyogianya selaras dengan tujuan yang ingin dicapai dalam dunia pendidikan di Indonesia hal ini sejalan dengan UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menegaskan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam definisi di atas terdapat tiga pokok pikiran utama, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran


(3)

agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Ruang Lingkup pendidikan jasmani dalam Kurikulum 2013 meliputi aspek:

1. Permainan dan olahraga meliputi: Olahraga tradisional, permainan, eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor, keterampilan non lokomotor dan manipulative, atletik, permainan bola besar, permainan bola kecil dan beladiri serta aktivitas lainnya.

2. Aktivitas pengembangan meliputi: Mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya.

3. Aktivitas senam meliputi: Ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantain serta aktivitas lainnya.

4. Aktivitas ritmik meliputi: Gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya.

5. Aktivitas air meliputi: Permainan di air, keselamatan air, keterampilan gerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya.

6. Pendidikan luas kelas meliputi: Karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah dan mendaki gunung.

7. Kesehatan meliputi: Penanaman budaya sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat merawat lingkungan yang sehat, memiluh makanan yang sehat dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cedera, pengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.

Dalam mentransfer pengetahuan atau kemampuan beladiri Karate kepada peserta didik, guru dituntut memberikan layanan terbaiknya agar materi yang diajarkan dapat tersampaikan dan tersalurkan secara tuntas, dan indikator yang


(4)

diharapkan dapat direspon positif oleh peserta didik. Strategi dan model pembelajaran yang tepat akan menuntun siswa untuk mencapai tujuan tersebut.

Salah satu model yang dapat digunakan adalah siswa saling memberi pengetahuannya kepada sesama temannya atau mengajar teman sejawat (peer

teaching). Peer Teaching adalah pola belajar antar sesama siswa. Dalam proses

ini guru tak dapat dipisahkan dari proses perubahan afeksi siswa dalam belajar. Model peer teaching adalah teknik menyampaikan materi ajar melalui rekan atau bantuan teman sendiri. Mulai dari pembahasan materi sampai penilaian juga dilakukan dari dan oleh siswa dalam kelompok itu sendiri (

self-assessment dan peer self-assessment). Sedangkan untuk nilai akhirnya adalah

penggabungan antara penilaian oleh guru dan teman sebaya. Guru harus mampu memodifikasi model peer teaching agar sesuai diterapkan untuk siswa terutama pada bagian assessment-nya.

Untuk menerapkan model ini selain membutuhkan skil yang memadai, juga perlu penguasaan konsep materi yang akan diajarkan kepada siswa. Sehingga dalam pembelajaran dapat menuntun daya fikir siswa untuk lebih kreatif dan mandiri.

Penerapan Model Peer Teaching ini dapat membantu mengurangi permasalahan yang berhubungan dengan kurangnya kemampuan guru dalam memberikan timbal balik yang diterima oleh siswa. Kesempatan siswa untuk merespons di dalam kelas berkurang setengahnya dalam peer teaching, karena siswa menghabiskan setengah waktunya untuk menjadi tutor dan setengahnya lagi untuk berlatih sebagai learner. Ketika mereka berperan sebagai learner, setiap siswa memiliki tutor masing-masing yang bertugas untuk mengawasi serta menganalisa setiap kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dalam kegiatan pengajaran. Dan ketika berperan sebagai tutor, siswa secara kognitif mampu meningkatkan pemahamannya terhadap tugas yang diberikan sehingga dapat berlatih dengan benar ketika tiba gilirannya untuk menjadi learner. Meskipun kesempatan siswa untuk merespons hanya sedikit namun


(5)

dengan meningkatnya efektifitas waktu untuk berlatih, hal tersebut dapat tertutupi.

Peer teaching juga memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan

perkembangan kognitif siswa dalam pelajaran olah raga. Untuk menjadi tutor yang baik, siswa harus mengetahui kunci dalam mempergakan sebuah petunjuk gerakan dan memahami hubungan antara petunjuk yang diberikan dengan hasil latihan yang diharapkan. Sehingga akan tercipta kerjasama yang harmonis yang menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok di antara kedua belah pihak manusia untuk tujuan bersama dan mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih baik. Jika tujuan yang ingin dicapai berbeda maka kerjasama tidak akan tercapai. Demikian juga dalam pembelajaran beladiri Karate dengan menggunakan model peer teaching. Hal ini sesuai dengan landasan pengembangan bahan ajar dalam kurikulum 2013 yaitu diutamakan untuk memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerjasama, dan menilai diri sendiri agar peserta didik mampu membangun kemauan, pemahaman, dan pengetahuannya, yang mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar-mengajar perlu suatu model kerja sama antarsiswa sekelas, antarsiswa dengan siswa lain, dan antarsiswa dengan guru untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.

Dari bentuk interaksi atau kerjasama, siswa diharapkan mampu memasuki kehidupan yang sebenarnya. Bukan untuk melahirkan sebuah pernyataan bahwa lulusan yang memasuki dunia kerja belum memiliki kesiapan kerja yang baik. Peserta didik diharapkan mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi. Namun, dewasa ini bentuk pengaplikasian dari model kerjasama tidak begitu dimanfatkan sebagai media untuk melatih sikap kepemimpinan, kemandirian, kecakapan, dan keterampilan para siswa. Sehingga hasil belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan.


(6)

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang baik dan bermakna.

Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.

Menurut Hamalik (2001:159) bahwa “hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa”. Sedangkan menurut Nasution (2006:36)

“hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”. Adapun menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”. Hasil belajar ini tidak hanya dalam pembelajaran kokurikuler, harus tercermin dalam pembelajaran ekstrakurikuler.seperti halnya dalam pembelajaran ekstrakurikuler beladiri karate yang termasuk dalam salah satu ruang lingkup pendidikan jasmani.

Karate itu sendiri terdiri dari 3 unsur utama yaitu Kihon atau dasar, Kata atau rangkaian gerak jurus dan Kumite atau pertarungan. Tahapan pembelajaran Karate dimulai dari Kihon atau dasar, selanjutnya rangkaian jurus atau Kata.

Kata menurut Sagitarius (2008:108) “merupakan bentuk rangkaian yang terdiri dari serangan dan tangkisan. Kata dalam istilah kita adalah jurus, dalam Karate bersifat baku yaitu gerakan dan alur gerakan (mbusen) sudah ditetapkan


(7)

Dalam karate Kata Heian Shodan merupakan kata pertama yang di pelajari oleh seorang karateka pemula, yang terdiri dari 21 gerakan.

Saat ini perkembangan karate sudah berkembang pesat di Indonesia hal ini terbukti dari banyaknya perguruan Karate, juga banyaknya sekolah-sekolah yang mengadakan kegiatan ekstrakulikuler karate. Salah satunya yaitu SMA Negeri 1 Baleendah.

Pada awal mula berdirinya karate di SMAN 1 Baleendah pada tahun 2010, waktu itu pihak sekolah menerima bibit atlit karate yang sudah berprestasi dari siswa/siswi manapun melalui jalur prestasi. Siswa-siswi tersebut dibina melalui kegiatan ekstrakurikuler karate untuk menjadi atlet yang professional.

Pada tahun 2013 cabang olah raga karate dimasukkan ke dalam pembelajaran kelas X, karena dalam kurikulum 2013 ada pembelajaran beladiri, sehingga diberikan materi pembelajaran karate.

Berdasarkan pengamatan, pembelajaran Karate di SMA Negeri 1 Baleendah belum berjalan efektif, di mana siswa kurang memahami materi kata yang diberikan. Kurangnya kerjasama antar sesama teman sebaya, sehingga dari proses pembelajaran tidak mendapatkan hasil yang maksimal ketika diberikan materi rangkaian kata beregu oleh guru. Untuk dapat menyeragamkan rangkaian kata beregu dibuthkan waktu yang lama. Beberapa faktor penyebab tidak efektifnya proses pembelajaran karate tersebut diantaranya :

1. Kurangnya memanfaatkan media dalam Pembelajaran Kata 2. Kurangnya penguasaan gerak kata dasar Karate Heian Shodan 3. Kurangnya kompetensi guru penjas dalam pembelajaran Kata

4. Kurangnya pengetahuan guru penjas dalam mengaplikasikan model pembelajaran

5. Kurangnya kerjasama siswa saat pembelajaran berlangsung

Salah satu cara mengatasi masalah diatas adalah dengan menerapkan model Pembelajaran Peer Teaching. dimana seorang anak menjelaskan suatu materi kepada teman lainnya yang rata-rata usianya sebaya. Anak yang menjelaskan ini memiliki pengetahuan yang lebih di banding teman lainnya.


(8)

Model pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk proses pembelajaran Karate, misalnya proses kelompok dan keterampilan pembentukan tim, pembelajaran antar rekan, pembelajaran bersifat aktif dan terindividualisasi, pembelajaran berlangsung secara bertahap, berorientasi pada evaluasi/pertumbuhan, landasan pengujian untuk pengembangan professional dan belajar cara belajar.

Untuk siswa SMA Negeri 1 Baleendah dimana jumlah siswa yang berlatih karate cukup banyak, yaitu berjumlah 48 orang tiap kelasnya, model pembelajaran Peer Teaching ini sangat cocok digunakan. Aktivitas ini memberikan simulasi pada setiap kelompok untuk melatih setiap sub bab lebih baik. Selain itu diharapkan kerjasama siswa dapat meningkat sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa dapat memperoleh hasil yang maksimal. Di mana kerjasama merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Sedangkan hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menerapkan model Pembelajaran Peer Teaching dalam pembelajaran Karate terhadap gerak

Kata Heian Shodan. Maka judul yang di ambil oleh penulis adalah “ Pengaruh

Model Pembelajaran Peer Teaching Terhadap Kerjasama dan Hasil Belajar

Kata Beragu (Heian Shodan) Pada Pembelajaran Karate Di SMA Negeri 1

Baleendah”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa dalam pembelajaran penjas dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka beberapa masalah yang timbul dalam pembelajaran penjas dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Siswa kurang memahami materi kata yang diberikan. 2. Kurangnya kerjasama antar sesame teman sebaya.


(9)

3. Tidak mendapatkan hasil yang maksimal ketika diberikan materi rangkaian kata beregu oleh guru.

4. Membutuhkan waktu yang lama untuk menyeragamkan rangkaian kata beregu.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka masalah pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “

1. Apakah model Peer Teaching dalam pembelajaran kata beregu (heian

shodan) berpengaruh terhadap kerjasama siswa SMA Negeri 1 Baleendah?

2. Apakah model Peer Teaching dalam pembelajaran kata beregu (heian

shodan) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa SMA Negeri 1

Baleendah?

D. Tujuan penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ingin mendapatkan data dan informasi yang jelas mengenai pengaruh model

Peer Teaching dalam pembelajaran kata beregu (heian shodan) terhadap

kerjasama siswa SMA Negeri 1 Baleendah.

2. Ingin mendapatkan data dan informasi yang jelas mengenai pengaruh model

Peer Teaching dalam pembelajaran kata beregu (heian shodan) terhadap

hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Baleendah.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menjadi bahan masukan serta pertimbangan dalam upaya pengembangan pembelajaran pendidikan jasmani. Adapun mafaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah :


(10)

Penelitian ini diharapkan dapat meberikan kontribusi bagi pembelajaran di sekolah, meningkatkan ilmu pengetahuan, peningkatan mutu pendidikan dalam aspek pembelajaran terutama pada pembelajaran penjas.

2. Manfaat praktis

a. Bagi guru dapat dijadikan salah satu acuan oleh para guru pendidikan jasmani guna memperbaiki pembelajaran di sekolah.

b. Bagi sekolah/lembaga memberikan keleluasan kepada guru untuk menciptakan strategi, metoda, pendekatan dan teknik pembelajaran penjas.

c. Bagi siswa untuk memunculkan minat belajar penjas dan memberikan pembelajaran penjas yang inovatif.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan selanjutnya, maka berikut rencana penulis untuk membuat kerangka penulisan yang akan diuraikan berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi) BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

(kajian teoritis berisi konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan

penelitian yang dilakukan tentang beladiri karate, model pembelajaran peer teaching, kerjasama dan hasil belajar. Kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian)

BAB III MODEL PENELITIAN

(lokasi dan subjek penelitian/sampel penelitian, desain penelitian, model penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, pelaksanaan pengumpulan data dan


(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(membahas tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang diberikan)


(1)

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang baik dan bermakna.

Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.

Menurut Hamalik (2001:159) bahwa “hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa”. Sedangkan menurut Nasution (2006:36)

“hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”. Adapun menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”. Hasil belajar ini tidak hanya dalam pembelajaran kokurikuler, harus tercermin dalam pembelajaran ekstrakurikuler.seperti halnya dalam pembelajaran ekstrakurikuler beladiri karate yang termasuk dalam salah satu ruang lingkup pendidikan jasmani.

Karate itu sendiri terdiri dari 3 unsur utama yaitu Kihon atau dasar, Kata atau rangkaian gerak jurus dan Kumite atau pertarungan. Tahapan pembelajaran Karate dimulai dari Kihon atau dasar, selanjutnya rangkaian jurus atau Kata.

Kata menurut Sagitarius (2008:108) “merupakan bentuk rangkaian yang terdiri dari serangan dan tangkisan. Kata dalam istilah kita adalah jurus, dalam Karate bersifat baku yaitu gerakan dan alur gerakan (mbusen) sudah ditetapkan


(2)

Faizal Nur Iman, 2014

Pengaruh Model Pembelajaran Peer Teaching Terhadap Kerjasama dan Hasil Belajar Kata Beregu (Heian Shodan) Pada Pembelajaran Karate di SMA Negeri 1 Baleendah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Dalam karate Kata Heian Shodan merupakan kata pertama yang di pelajari oleh seorang karateka pemula, yang terdiri dari 21 gerakan.

Saat ini perkembangan karate sudah berkembang pesat di Indonesia hal ini terbukti dari banyaknya perguruan Karate, juga banyaknya sekolah-sekolah yang mengadakan kegiatan ekstrakulikuler karate. Salah satunya yaitu SMA Negeri 1 Baleendah.

Pada awal mula berdirinya karate di SMAN 1 Baleendah pada tahun 2010, waktu itu pihak sekolah menerima bibit atlit karate yang sudah berprestasi dari siswa/siswi manapun melalui jalur prestasi. Siswa-siswi tersebut dibina melalui kegiatan ekstrakurikuler karate untuk menjadi atlet yang professional.

Pada tahun 2013 cabang olah raga karate dimasukkan ke dalam pembelajaran kelas X, karena dalam kurikulum 2013 ada pembelajaran beladiri, sehingga diberikan materi pembelajaran karate.

Berdasarkan pengamatan, pembelajaran Karate di SMA Negeri 1 Baleendah belum berjalan efektif, di mana siswa kurang memahami materi kata yang diberikan. Kurangnya kerjasama antar sesama teman sebaya, sehingga dari proses pembelajaran tidak mendapatkan hasil yang maksimal ketika diberikan materi rangkaian kata beregu oleh guru. Untuk dapat menyeragamkan rangkaian kata beregu dibuthkan waktu yang lama. Beberapa faktor penyebab tidak efektifnya proses pembelajaran karate tersebut diantaranya :

1. Kurangnya memanfaatkan media dalam Pembelajaran Kata 2. Kurangnya penguasaan gerak kata dasar Karate Heian Shodan 3. Kurangnya kompetensi guru penjas dalam pembelajaran Kata

4. Kurangnya pengetahuan guru penjas dalam mengaplikasikan model pembelajaran

5. Kurangnya kerjasama siswa saat pembelajaran berlangsung

Salah satu cara mengatasi masalah diatas adalah dengan menerapkan model Pembelajaran Peer Teaching. dimana seorang anak menjelaskan suatu materi kepada teman lainnya yang rata-rata usianya sebaya. Anak yang menjelaskan ini memiliki pengetahuan yang lebih di banding teman lainnya.


(3)

Model pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk proses pembelajaran Karate, misalnya proses kelompok dan keterampilan pembentukan tim, pembelajaran antar rekan, pembelajaran bersifat aktif dan terindividualisasi, pembelajaran berlangsung secara bertahap, berorientasi pada evaluasi/pertumbuhan, landasan pengujian untuk pengembangan professional dan belajar cara belajar.

Untuk siswa SMA Negeri 1 Baleendah dimana jumlah siswa yang berlatih karate cukup banyak, yaitu berjumlah 48 orang tiap kelasnya, model pembelajaran Peer Teaching ini sangat cocok digunakan. Aktivitas ini memberikan simulasi pada setiap kelompok untuk melatih setiap sub bab lebih baik. Selain itu diharapkan kerjasama siswa dapat meningkat sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa dapat memperoleh hasil yang maksimal. Di mana kerjasama merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Sedangkan hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menerapkan model Pembelajaran Peer Teaching dalam pembelajaran Karate terhadap gerak

Kata Heian Shodan. Maka judul yang di ambil oleh penulis adalah “ Pengaruh

Model Pembelajaran Peer Teaching Terhadap Kerjasama dan Hasil Belajar Kata Beragu (Heian Shodan) Pada Pembelajaran Karate Di SMA Negeri 1

Baleendah”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa dalam pembelajaran penjas dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka beberapa masalah yang timbul dalam pembelajaran penjas dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Siswa kurang memahami materi kata yang diberikan. 2. Kurangnya kerjasama antar sesame teman sebaya.


(4)

Faizal Nur Iman, 2014

Pengaruh Model Pembelajaran Peer Teaching Terhadap Kerjasama dan Hasil Belajar Kata Beregu (Heian Shodan) Pada Pembelajaran Karate di SMA Negeri 1 Baleendah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

3. Tidak mendapatkan hasil yang maksimal ketika diberikan materi rangkaian kata beregu oleh guru.

4. Membutuhkan waktu yang lama untuk menyeragamkan rangkaian kata beregu.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka masalah pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “

1. Apakah model Peer Teaching dalam pembelajaran kata beregu (heian shodan) berpengaruh terhadap kerjasama siswa SMA Negeri 1 Baleendah? 2. Apakah model Peer Teaching dalam pembelajaran kata beregu (heian

shodan) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Baleendah?

D. Tujuan penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ingin mendapatkan data dan informasi yang jelas mengenai pengaruh model Peer Teaching dalam pembelajaran kata beregu (heian shodan) terhadap kerjasama siswa SMA Negeri 1 Baleendah.

2. Ingin mendapatkan data dan informasi yang jelas mengenai pengaruh model Peer Teaching dalam pembelajaran kata beregu (heian shodan) terhadap hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Baleendah.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menjadi bahan masukan serta pertimbangan dalam upaya pengembangan pembelajaran pendidikan jasmani. Adapun mafaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah :


(5)

Penelitian ini diharapkan dapat meberikan kontribusi bagi pembelajaran di sekolah, meningkatkan ilmu pengetahuan, peningkatan mutu pendidikan dalam aspek pembelajaran terutama pada pembelajaran penjas.

2. Manfaat praktis

a. Bagi guru dapat dijadikan salah satu acuan oleh para guru pendidikan jasmani guna memperbaiki pembelajaran di sekolah.

b. Bagi sekolah/lembaga memberikan keleluasan kepada guru untuk menciptakan strategi, metoda, pendekatan dan teknik pembelajaran penjas.

c. Bagi siswa untuk memunculkan minat belajar penjas dan memberikan pembelajaran penjas yang inovatif.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan selanjutnya, maka berikut rencana penulis untuk membuat kerangka penulisan yang akan diuraikan berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi) BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

(kajian teoritis berisi konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan

penelitian yang dilakukan tentang beladiri karate, model pembelajaran peer teaching, kerjasama dan hasil belajar. Kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian)

BAB III MODEL PENELITIAN

(lokasi dan subjek penelitian/sampel penelitian, desain penelitian, model penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, pelaksanaan pengumpulan data dan


(6)

Faizal Nur Iman, 2014

Pengaruh Model Pembelajaran Peer Teaching Terhadap Kerjasama dan Hasil Belajar Kata Beregu (Heian Shodan) Pada Pembelajaran Karate di SMA Negeri 1 Baleendah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(membahas tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang diberikan)