BAB X - DOCRPIJM 79e922459a BAB XBab 10 Aspek Kelembagaan Kota Yogyakarta

ASPEK KELEMBAGAAN

BAB X ASPEK KELEMBAGAAN KOTA YOGYAKARTA

10.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

  Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan RPIJM pada pemerintahan kabupaten/kota.

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

  Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

  2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi “(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum”.

  Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPIJM sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

ASPEK KELEMBAGAAN

  3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga,Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang.

  Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 subbagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

  4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya.

  Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi.Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

  5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah.Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah. Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005.Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu:

  1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;

ASPEK KELEMBAGAAN

  2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;

  3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;

  4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government;

  5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;

  6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

  7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

  8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.

  9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

10.2 Kondisi Kelembagaan Saat Ini

  Bagian ini menguraikan secara sistematis tentang kondisi eksisting kelembagaan pemerintah Kota Yogyakarta yang menangani bidang Cipta Karya.

10.2.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya

  Peraturan mengenai instansi dan lembaga pemerintah di Kota Yogyakarta diatur dalam Peraturan Daerah Kota YogyakartaNomor 10 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah. Adapun lembaga pemerintah Kota Yogyakarta yang terkait langsung dengan program pembangunan Bidang Cipta Karya adalah Badan Perencanaan Pembangunn Daerah, Dinas Kimpraswil (Permukiman dan Prasarana Wilayah) dan Badan Lingkungan Hidup (BLH). Hal ini karena di dalam Dinas Kimpraswiltersebut terdapat subbidang keciptakaryaan yang terkait langsung dengan RPIJM meliputi Sub bidang/bidang yang mengurusi Air Bersih, Drainase, Permukiman, Air Limbah dan Penataan Bangunan dan Lingkungan sedangkan Persampahan ada pada BLH. Untuk Bappeda sebagaimana ketugasannya yaitu mengawal perencanaan pembangunan daerah memiliki wewenang dalam perencanaan pembangunan Cipta Karya sebagai bagian dari perencanaan pembangunan daerah. Berikut adalah kondisi dari masing-masing bidang tersebut.

  Pembentukan struktur organisasi dan tata kerja Badan Lingkungan Hidup di Kota Yogyakarta. Adapun kedudukan, tugas dan fungsi dari dinas tersebut adalah sebagai berikut: 1) Badan Lingkungan Hidup merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota Yogyakarta di bidang kebersihan, lingkungan hidup dan sumber daya mineral

ASPEK KELEMBAGAAN

  a. Su Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan

  a. Sub Bidang Pembersihan

  6. Bidang Kebersihan, terdiri dari :

  b. Sub Bidang Perindangan Jalan

  a. Sub Bidang Pertamanan

  5. Bidang Keindahan, terdiri dari :

  b. Sub Bidang Daur Ulang Sampah

  a. Sub Bidang Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup

  4. Bidang Pengembangan Kapasitas Lingkungan Hidup, terdiri dari :

  b. Sub Bidang Pemulihan Lingkungan dan Pengelolaan Air Limbah

  2) Badan Lingkungan Hidup dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah 3) Kepala Badan diangkat dan diberhentikan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku Tugas Badan Lingkungan Hidup adalah : 1) Merumuskan dan merencanakan kebijakan pengelolaan kebersihan sampah, pengelolaan air limbah, pertamanan, perindang jalan, pengendalian dampak lingkungan, dan penanggulangan pencemaran

  2) Melaksanakan pembinaan pengelolaan kebersihan sampah, pengelolaan air limbah, pertamanan, perindang jalan, pengendalian dampak lingkungan dan penanggulangan pencemaran

  c. Sub Bagian Adminstrasi Data dan Pelaporan

  b. Sub Bagian Keuangan

  a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

  2. Bagian Sekretariat, terdiri dari :

  1. Kepala Badan

  6) Melaksanakan pemberian rekomendasi, pemantauan dan pengawasan lingkungan hidup 7) Melaksanakan pemungutan retribusi sesuai dengan kewenangan yang diberikan 8) Melaksanakan ketatausahaan Dinas Struktur Organisasi Badan Lingkungan Hidup Terdiri dari :

  5) Melaksanakan pengawasan dan pengendalian teknis pengelolaan kebersihan sampah, pengelolaan air limbah, pertamanan, perindang jalan, pengendalian dampak lingkungan dan penanggulangan pencemaran

  4) Melaksanakan perencanaan, pembangunan, pengadaan, pemeliharaan sarana dan prasarana kebersihan sampah, pengelolaan air limbah, pertamanan, perindang jalan, pengendalian dampak lingkungan dan penanggulangan pencemaran

  3) Melaksanakan pengelolaan kebersihan sampah, pengelolaan air limbah, pertamanan, perindang jalan, pengendalian dampak lingkungan, dan penanggulangan pencemaran, serta pemanfaatan sumber daya alam yang menjadi kewenangannya

  3. Bidang Pengelolaan Lingkungan, terdiri dari :

ASPEK KELEMBAGAAN

  b. Sub Bidang Pengangkutan

  5. Kelompok Jabatan Fungsional

  8. Unit Pelaksana Teknis Tata Kerja dalam Badan Lingkunagn Hidup adalah : Dalam melaksanakan tugas, Kepala Badan, Kepala Bagian, Kepala Sub Bagian, Kepala Bidang, Kepala Sub Bidang, Kepala UPT dan Kelompok Jabatan Fungsional menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi secara vertical dan horizontal baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi sesuai dengan tugas masing-masing.

  Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Badan Lingkungan Hidup bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya serta memberikan bimbingan dan petunjuk dalam melaksanakan tugas. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Badan Lingkungan Hidup bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan laporan tepat waktu.

  X -6 Gambar 10.1Struktur Organisasi Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta

  SEKRETARIAT Sub Bagian Umum& Kepegawaian

  Kelompok Jabat an Fungsional Sub Bagian Keuangan

BIDANG KEBERSIHAN BIDANG KEINDAHAN

  Sub Bid Pengangkut an Sub Bid Pembersihan Sub Bid Pert amanan Sub Bid Perindang Jalan

  Sub. Bid. Daur Ulang Sampah Sub Bid Pengembangan Sumberdaya Lingkungan

  Hidup BIDANG PENGEMBANGAN KAPASITAS LINGKUNGAN HIDUP BIDANG PENGAWASAN DAN PEMULIHAN LINGKUNGAN HIDUP

  Sub Bid Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan Sub Bid Pemulihan Lingkungan dan

  Pengelolaan Air Limbah Unit Pelaksana Teknis KEPALA

  Sub Bagian Admist rasi Dat a & Pelaporan

RPI-2JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

  Kedudukan Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut ini:  Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah merupakan unsur pelaksana pemerintahdaerah di bidang pengairan, drainase, bina marga, perkotaan, penerangan jalanumum, air limbah, permukiman, perumahan dan penataan ruang.

   Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah dipimpin oleh Kepala Dinas yangberkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui SekretarisDaerah Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah mempunyai tugas pokok melaksanakan urusanpemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidangpengairan, drainase, bina marga, perkotaan, penerangan jalan umum, air limbah,permukiman, perumahan dan penataan ruang. Susunan organisasi adalah sebagai berikut ini:

  1. Kepala Dinas

  2. Sekretariat, terdiri dari :

  a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;

  b. Sub Bagian Keuangan,

  c. Sub Bagian Data Adminstrasi dan Pelaporan

  3. Bidang Tata Perkotaaan dan Penerangan Jalan Umum, terdiri dari :

  a. Seksi Tata Perkotaan; b. Seksi Penerangan Jalan Umum.

  4. Bidang Pengairan dan Drainase, terdiri dari :

  a. Seksi Pengairan; b. Seksi Drainase.

  5. Bidang Bina Marga, terdiri dari :

  a. Seksi Jalan dan Jembatan; b. Seksi Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan Jalan, Peralatan dan Perbekalan.

  6. Bidang Permukiman dan Saluran Air Limbah, terdiri dari :

  a. Seksi Permukiman; b. Seksi Sarana Air Limbah.

  7. UnitPelaksanaTeknis. Bidang terkait RPIJM yang ada di Kimpraswil dari tujuh bidang yang ada terdapat 3 bidang yaitu Bidang Tata Perkotaan dan Penerangan Jalan Umum, Bidang Pengairan dan Drainase serta Bidang Permukiman.Mengenai SDM yang ada di Dinas Kimpraswil dapat dilihat dari tabel berikut ini. Struktur organisasi Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta dijelaskan secara diagramatis melalui gambar berikut ini.

  Gambar 10.2Struktur Organisasi Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta

10.2.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

  Sebagaimana ditetapkan dalam Program Reformasi Birokrasi, penataan tata laksanamerupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitaskelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkanadalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah denganmenumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatanproduktifitas dan kinerja. Secara internal, keorganisasian urusan pemerintah bidangCipta Karya, perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuaidengan kompetensi dan kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-masing bidang/seksi. Selanjutnyajuga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antarbidang/seksi di dalam keorganisasian urusan Cipta Karya, maupununtuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindaritumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansialdan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkatdaerah. Dalam tabel berikut ditampilkan hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya.

  Tabel 10.1Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya

  

No Instansi Peran Instansi dalam Pembangunan Unit/Bagian yang Menangani

Bidang CK Pembangunan Bidang CK

1. Bappeda Kota

  a. Perumusan kebijakan teknis bidang Bidang Sarana dan Prasarana; Yogyakarta perencanaan pembangunan daerah; Bidang Pengendalian, Evaluasi b. Pelaksanaan tugas bidang dan Laporan perencanaan pembangunan daerah; c. Pembinaan perencanaan pembangunan daerah; d. Pengoordinasian perencanaan pembangunan daerah

  2. Dinas Kimpraswil Melaksanakan urusan pemerintahan Bidang Permukiman dan Kota Yogyakarta daerah berdasarkan asas otonomi dan Saluran Air Limbah tugas pembantuan dibidang pengairan, drainase, bina marga, perkotaan, penerangan jalan umum, air limbah, permukiman, perumahan dan penataan ruang

Hidup Kota kebijakan pengelolaan kebersihan Hihup pada subbidang Daur

  Yogyakarta sampah, pengelolaan air limbah, Ulang Sampah

pertamanan, perindang jalan,

pengendalian dampak lingkungan,

dan penanggulangan pencemaran

  2) Melaksanakan pembinaan

pengelolaan kebersihan sampah,

pengelolaan air limbah, pertamanan,

perindang jalan, pengendalian

dampak lingkungan dan

penanggulangan pencemaran

  3) Melaksanakan pengelolaan

kebersihan sampah, pengelolaan air

limbah, pertamanan, perindang jalan,

pengendalian dampak lingkungan,

dan penanggulangan pencemaran,

serta pemanfaatan sumber daya

alam yang menjadi kewenangannya 4) Melaksanakan perencanaan,

pembangunan, pengadaan,

pemeliharaan sarana dan prasarana

kebersihan sampah, pengelolaan air

limbah, pertamanan, perindang jalan,

pengendalian dampak lingkungan

dan penanggulangan pencemaran

  5) Melaksanakan pengawasan dan

pengendalian teknis pengelolaan

kebersihan sampah, pengelolaan air

limbah, pertamanan, perindang jalan,

pengendalian dampak lingkungan

dan penanggulangan pencemaran

  6) Melaksanakan pemberian

rekomendasi, pemantauan dan

pengawasan lingkungan hidup 7) Melaksanakan pemungutan retribusi

sesuai dengan kewenangan yang

diberikan

10.2.3 Kondisi Sumber Daya Manusi (SDM) Bidag Cipta Karya

  Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM aparatur merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Ada tiga lembaga yang akan dilihat kondisi SDM-nya yaitu Dinas Kimpraswil, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Lingkungan Hidup. Berikut ini disampaikan data komposisi pegawai dalam unit kerja Bidang Cipta Karya.

  Tabel 10.2Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya

  Unit Kerja Golongan Jenis Kelamin Latar Belakang Jabatan Pendidikan Fungsional

  • Dinas Kimpraswil Kota Gol III: 1 orang Pria : 1 orang S2 : 1 orang Yogyakarta Wanita : 0 Orang Badan Perencanaan Gol IV: 1 orang S2: 4 orang - Pria : 16 orang Pembangunan Daerah Kota Gol III: 16 orang Wanita : 5 Orang S1: 6 orang SMA: 9 orang Badan Lingkungan Hidup Gol IV: 2 orang Pria : 2 orang S2 : 2 orang Kota Yogyakarta Gol III: 2 orang Wanita : 0 Orang

10.3 Analisis Kelembagaan

  Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkatdaerah, bagian ini menguraikan analisis permasalahan kelembagaanPemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya

  10.3.1. Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya

  Berdasarkan struktur organisasi, tugas dan fungsi organisasi sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku khususnya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan Dan Tugas Pokok Dinas Daerah. Namun demikian ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan tupoksi kiciptakaryaan, diantaranya yaitu :

  a. Koordinasi antar lembaga yang belum dilakukan dengan efektif

  b. Belum tersedianya database keciptakaryaan yang terpadu dan mudah diakses

  c. Peningkatan pertumbuhan masalah yang harus ditangani

  d. Pertumbuhan kebutuhan pembiayaan

  e. Tuntutan publik terhadap ketersediaan infrastruktur cipta karya

  10.3.2. Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

  Mengenai ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya, dalam penyusunan keorganisasian yang ada di Kota Yogyakarta sudah mengacu pada ketentuan yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Peraturan Pemerintah tersebut juga diteruskan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan,

  Kedudukan Dan Tugas Pokok Dinas Daerah. Dalam Perda ini dijelaskan secara jelas tentang tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing dinas/unit kerja yang ada.

  10.3.3. Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

  Analisis Sumber Daya Manusi (SDM) Bidang Cipta Karya menunjukkan adanya beberapa kendala diantaranya : a. Jumlah dan kualitas SDM keciptakaryaan yang belum mencukupi. Luasan daerah layanan dan banyaknya unit kegiatan membutuhkan penyesuaian jumlah dan kapasitas SDM.

  b. Terjadinya rolling pegawai (perpindahan) yang tidak diikuti dengan regenerasi. Hal ini menjadi kendala karena berpengaruh dalam terbentuknya koordinasi antar SDM.

  10.3.4. Analisis SWOT Kelembagaan

  Pelaksanaan Sub Bidang Air Limbah dan Persampahan ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup melalui Seksi Pembersihan dan Seksi Pengangkutan pada Bidang Kebersihan untuk Sub-Bidang Persampahan. Sedangkan untuk Sub Bidang Air Limbah ditangani oleh Seksi Pemulihan Lingkungan dan Pengelolaan Air Limbah Bidang Pengelolaan Lingkungan.

  Sedang Pelaksanaan Sub Bidang Drainase, PSD Permukiman, dan Tata Bangunan Lingkungan dilaksanakan oleh Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah melalui Seksi Tata Ruang dan Seksi Tata Bangunan Bidang Tata Ruang dan Bangunan untuk Sub Bidang Tata Bangunan Lingkungan, kemudian Seksi Drainase untuk Sub-Bidang Drainase, serta Seksi PSD Permukiman dan Seksi Perumahan Bidang Permukiman untuk Sub Bidang Pengembangan Permukiman. Pelaksana Sub Bidang Air minum dilaksanakan oleh PDAM.

  Sehingga masalah yang dihadapi adalah penanganan pembangunan keciptakaryaan di Kota Yogyakarta dilakukan oleh instansi yang berbeda hal itu tentunya akan menyulitkan dalam hal koordinasi. Beberapa masalah yang dapat diidentifikasi terkait dengan kelelmbagaan pelaksana pembangunan bidang cipta karya adalah:

  1) Besarnya volume program yang diperlukan dibandingkan kapasitas lembaga yang menangani 2) Belum optimalnyakoordinasi antar instansi pelaksana pembangunan CK. 3) Ketatalaksanan penyelenggaraan CK di instansi pemerintah 4) Belum terpenuhinya kebutuhan sumber daya manusia, baik secara kualitas maupun kuantitas. 5) Masih kurangnya prasarana fisik, meliputi masalah-masalah kurangnya kualitas dan kuantitas prasarana kantor.

  Berdasarkan kajian kelembagaan dapat dilihat bahwa dalam lingkup instansi keciptakaryaan masih diketemukan beberapa hal diantaranya : lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan. Perubahan paradigma pembangunan sejalan dengan semangat reformasi mengindikasikan bahwa dalam struktur organsasi dan ketatalaksanaan kelembagaan memerlukan beberapa langkah penyesuaian terkait dengan tata kepemerintahannya, peran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan infrastruktur keciptakaryaan. Penguatan peran masyarakat, pemerintah daerah, dan swasta diperlukan dalam rangka memperluas dan memperkokoh basis sumber daya. Pada aspek institusi, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom telah menimbulkan pola pengelolaan kecitakaryaan yang kurang efisien, bahkan tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan keciptakaryaan, masih belum mencapai tingkat yang diharapkan karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan.

  Sasaran pembangunan dan pengelolaan bidang keciptakaryaan pada tahun 2008 berorientasi pada tersedianya pelayanan kepada publik bidang keciptakaryaan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Selanjutnya dengan terpenuhinya pelayanan minimal kepada publik akan mendorong peningkatan produktivitas sektor-sektor ekonomi yang menggunakan infrastruktur keciptakaryaan sebagai salah satu sarana pendukung faktor produksinya. Sasaran kedua adalah meningkatnya partisipasi swasta yang antara lain dalam bentuk investasi dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur di kabupaten/kota. Untuk dapat menemukan program yang perlu dilaksanakan dilakukan dengan analisis Strengh Weakness Opportuntty dan Threats (SWOT) sebagai berikut.

  Tabel 10.3Analisis SWOT Kelembagaan Bidang Cipta Karya

  Kekuatan (S) Kelemahan (W) Internal

  1. Visi dan misi daerah

  1. Jumlah dan kualitas SDM

  2. Ketersediaan dokumen

  2. Keterbatasan dana perencanaan

  3. Koordinasi antar lembaga Eksternal

  3. Kemitraan pemerintah,

  4. Keterbatasan jumlah dan swasta dan masyarakat kualitas sarana dan

  4. Sumber dana APBD prasarana Peluang (O) Strategi S-O: Strategi W-O:

  1. Pelaksanaan otonomi daerah

  1. Kemitraan pemerintah

  1. Peningkatan kapasitas

  2. Ketersediaan DAK dengan swasta maupun kelembagaan

  3. Pertumbuhan ekonomi dengan masyarakat dalam

  2. Penguatan lembaga untuk daerah pembangunan bidang CK peningkatan partisipasi

  4. Perkembangan aktivitas

  2. Perencanaan dan penilaian masyarakat bisnis (valuation) pembiayaan

  3. Penguatan UPTD untuk

  5. Pertumbuhan penduduk investasi dari sumber- manajemen aset dan sumber pemerintah, swasta evaluasi kemanfaatan dan masyarakat infrastruktur Cipta Karya

  Ancaman (T) Strategi S-T: Strategi W-T:

  1. Peningkatan pertumbuhan

  1. Optimalisasi pelaksanaan

  2. Peningkatan Sumber Daya masalah yang harus fungsi organisasi pelaksana Manusia, baik secara ditangani pembangunan bidang CK kualitas maupun kuantitas

  2. Kenaikan harga barang

  2. Peningkatan efektivitas untuk pengembangan kebutuhan sarana cipta ketatalaksanan kemitraan pemerintah, karya penyelenggaraan swasta dan masyarakat

  4. Pertumbuhan kebutuhan pembangunan bidang C K

  3. Peningkatan kualitas pembiayaan prasarana dan sarana kerja

  

5. Tuntutan publik terhadap pendukung pembangunan

ketersediaan infrastruktur bidang CK cipta karya

  Kemitraan pada hakikatnya merupakan wujud yang ideal dalam peran serta masyarakat dalam pembangunan. Kemitraan didasari atas hubungan antarpelaku yang bertumpu pada ikatan usaha yang saling menunjang dan saling menguntungkan, serta saling menghidupi berdasarkan asas kesetaraan dan kebersamaan. Setiap pelaku usaha memiliki potensi, kemampuan dan keistimewaan sendiri, walaupun berbeda ukuran, jenis, sifat, dan tempat usahanya. Setiap pelaku usaha juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dengan kelebihan dan kekurangan itu timbul kebutuhan kerjasama dan kemitraan. Dengan demikian, kelebihan-kelebihan akan dilipat gandakan dengan memaksimalkan manfaat yang mungkin diperoleh. Sedangkan kekurangan-kekurangan dapat diusahakan untuk dikurangi, atau bahkan dihilangkan sama sekali, dengan kerjasama yang saling menutupinya. Kemitraan dalam pembangunan pada dasarnya mengandung hakekat keadilan dalam perolehan keuntungan dan manfaat, pembebanan biaya dan penanggungan risiko yang timbul dalam kegiatan usaha tersebut. Dengan demikian, kemitraan yang dikembangkan adalah kemitraan yang setara antara para pelaku sesuai dengan kemampuan kontribusinya. Kemitraan yang setara memerlukan pula pemahaman yang kuat terhadap hak dan tanggung jawab serta peranan dari masing-masing pelaku. Pengembangan kemitraan dalam pembangunan dapat mencakup dua pola dasar, yaitu pertama, dalam bentuk peran serta swasta dan masyarakat dalam pembangunan yang sifatnya memberikan lebih banyak peluang untuk berpartisipasi pada kegiatan yang semula merupakan tugas pemerintah. Atau dengan kata lain, pemerintah memberi ijin pemanfaatan aset milik pemerintah (konsesi)kepada pihak swasta dan masyarakat untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu guna melakukan tugas-tugas pelayanan umum. Kedua, kerjasama kemitraan antara masyarakat, swasta dan pemerintah melalui pengembangan formula pembagian modal kerja yang menjadi tanggung jawab masing-masing pihak. Dalam rangka ini dikembangkan pola -pola kerjasama kemitraan yang mencakup pembagian keuntungan dan sekaligus juga risikonya. Untuk mewujudkan kemitraan dalam bentuk-bentuk tersebut, perlu kesepakatan dalam persepsi kemitraan antara swasta maupun pemerintah. Swasta tidak hanya mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomi jangka pendek saja, apalagi yang bersikap spekulatif, tetapi sudah harus memperhatikan kesinambungan pembangunan, atau lebih mengkonseptualisasikan pemikiran investasi yang berwawasan jangka panjang. Secara potensial ada peluang-peluang yang terbuka lebar untuk menumbuhkembangkan kemitraan yang saling menguntungkan dalam pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan perkotaan. Potensi dan peluang yang besar ini terutama disebabkan oleh makin meningkatnya kemampuan masyarakat di perkotaan untuk memperoleh pelayanan perkotaan yang makin berkualitas dengan sistem penyediaan yang lebih baik. Kemampuan masyarakat saat ini sangat berkembang, terutama untuk membayar pelayanan yang lebih baik tersebut memberi landasan keekonomian yang kuat bagi pengembangan kemitraan dalam penyediaan pelayanan prasarana dan sarana yang tersedia. Berdasarkan cara pandang kota sebagai pusat pelayanan ekonomi wilayah/kawasan, maka hendaknya kota tidak hanya dilihat sebagai unit yang berdiri sendiri secara individual, tetapi dipandang sebagai satu kesatuan dalam suatu sistem. Berkaitan dengan peningkatan peran swasta dalam berbagai bentuk pembangunan skala besar seperti pembangunan perumahan, kota baru, kota satelit dan lain -lain, maka kegiatannya perlu dilaksanakan dalam suatu kerangka sistem perkotaan yang lebih luas, di samping pembangunan sistem internal kotanya sendiri. Dengan demikian, dapat terwujud keterpaduan dan sinkronisasi system

prasarana kota dan antara kota yang berdampingan atau berdekatan, baik yang dibangun pemerintah maupun yang dibangun oleh swasta. Selain itu juga dapat saling mendukung dengan sistem dalam kota intinya dan juga mendukung keterkaitan dengan kota-kota lainnya.

  Dengan kata lain, sinkronisasi pembangunan regional merupakan tantangan yang harus diatasi dengan meningkatnya berbagai bentuk pembangunan skala besar oleh pihak swasta. Dalam banyak hal, memang kegiatan swasta sudah tidak lagi berskala mikro, tetapi sudah sampai pada skala makro yang berdampak makro pula, seperti pengembangan permukiman skala besar atau kota baru, penyediaan sistem telekomunikasi melalui satelit, pembangunan pusat-pusat tenaga listrik, dan sebagainya. Mengingat makin besarnya bentuk dan nilai partisipasi swasta dalam pembangunan daerah yang berskala besar seperti itu, maka sinkronisasi investasi pembangunan menjadi imperatif agar terjadi sinergi yang optimal antara berbagai pelaku pembangunan. Kegiatan yang saling tumpang tindih harus dapat dihilangkan. Di sisi lain, adanya sinkronisasi dapat mengisi ‘gap’ atau kekosongan dari suatu kegiatan pembangunan. Dalam membangun kemitraan, pihak-pihak yang terlibat tentu harus memiliki tanggung jawab karena kemitraan bukanlah bertepuk sebelah tangan. Meskipun semua pihak memiliki tanggung jawab, pemerintah tetap harus mengambil prakarsa paling tidak untuk menciptakan iklim yang merangsang bagi usaha kemitraan, antara lain dengan:

1) Mengembangkan kebijaksanaan dan strategi pembangunan yang jelas, yang

  tercermin baik pada tujuan, arahan maupun indikator-indikator kebijaksanaan (policy indicators). 2) Menetapkan prioritas pembangunan yang realistis dan diikuti oleh semua pihak, baik pemerintah maupun dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu perlu kesepakatan di antara berbagai pelaku pembangunan ini, dan karena itu perlu ada dialog-dialog. 3) Memantapkan mekanisme komunikasi yang lancar dan transparan. Transparansi erat kaitannya dengan tingkat partisipasi dan oleh karena itu, sejak pada tahap awal mekanisme kemitraan yang transparan harus dikembangkan dan dimantapkan. 4) Mengembangkan pilihan-pilihan atas pola-pola kemitraan yang dapat mencakup kepentingan-kepentingan yang ada di berbagai lapisan dan golongan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperanserta seluas-luasnya dalam kemitraan pembangunan. 5) Menyiapkan rencana pengembangan kemitraan yang mencakup rencana investasi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan nasional.

  6) Menyiapkan kerangka peraturan dan arahan serta pedoman yang dapat menjadi acuan terutama bagi swasta dan masyarakat dan juga menjamin kepastian usaha.

10.4 Rencana Pengembangan Kelembagaan

  Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOTsebelumnya, maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi meliputistrategi pengembangan organisasi, strategi pengembangan tatalaksana, dan strategi pengembangan sumber daya manusia.Berdasarkan strategi-strategi tersebut, dapat dikembangkan rencanapengembangan kelembagaan di daerah seperti dijelaskan sebagai berikut ini.

  10.4.1. Rencana Pengembangan Keorganisasian

  Rencana pengembangan Keorganisasian sebagaimana hasil analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi dapat diupayakan dengan : 1) Optimalisasi dan peningkatan efektivitas pelaksanaan fungsi organisasi pelaksana pembangunan bidang cipta karya 2) Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam menentukan social cost and benefit sharing untuk pembangunan infrastruktur bidang cipta karya 3) Penguatan lembaga untuk peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan cipta karya 4) Penguatan UPTD untuk manajemen aset dan monitoring & evaluasi infrastruktur

  Cipta Karya 5) Menyusun tupoksi sesuai dengan analisis jabatan dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan satuan organisasi di masing-masing unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya

  10.4.2. Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan

  Rencana pengembangan ketatalaksanaan sebagai analisis SWOT yang dilakukan, dapat diupayakan dengan : 1) Pembentukan lembaga yang menangani program-program kemitraan pemerintah dengan swasta maupun dengan masyarakat dalam pembangunan bidang cipta karya

  2) Peningkatan kemampuan dalam perencanaan dan penilaian (valuation) pembiayaan investasi dari sumber-sumber pemerintah, swasta dan masyarakat 3) Peningkatan prasarana dan sarana kerja pendukung pembangunan bidang cipta karya, khususnya untuk pengadaan alat pengelolaan sampah dan drainase 4) Peningkatan efektivitas ketatalaksanan penyelenggaraan pembangunan bidang cipta karya 5) Peningkatan kualitas prasarana dan sarana kerja pendukung pembangunan bidang cipta karya 6) Kerjasama pemerintah swasta untuk pengadaan rumah sehat 7) Pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansiataupun lintas instansi di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya di bidang Cipta Karya

  10.4.3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

  Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam lembaga pembangunan bidang cipta karya melalui perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individudan kebutuhan organisasi. Perencanaan pegawai dilakukan dengan mengacu padaanalisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi.Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan denganpeningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitaspegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidangCipta Karya, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapatbeberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta KaryaKementerian PU yang dapat dilaksanakan antara lain.

  1. Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah NegaraPusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis

  2. Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara

  3. Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III

  4. Training of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunandan Lingkungan

  5. Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-undanganBangunan Gedung dan Lingkungan

  6. Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL

  7. Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi

  8. Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan

  9. Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang TataPersuratan

  10. Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Cipta Karya

  11. Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalamTanggap Darurat Bencana

  12. Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang MilikNegara

  13. Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN

  14. Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai

  15. Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai

  16. Diklat Pejabat Inti Satker (PIS)

  17. Diklat Jabatan Fungsional

  Contents

  

10.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya .................................................. 1

  

10.2 Kondisi Kelembagaan Saat Ini .................................................................................... 3

  

10.2.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya ................................................... 3

  

10.2.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya....................................................... 8

  

10.2.3 Kondisi Sumber Daya Manusi (SDM) Bidag Cipta Karya ............................... 10

  

10.3 Analisis Kelembagaan ............................................................................................ 10

  

10.3.1. Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya ............................................. 10

  

10.3.2. Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya ........................................... 10

  

10.3.3. Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya ...................... 11

  

10.3.4. Analisis SWOT Kelembagaan ...................................................................... 11

  

10.4 Rencana Pengembangan Kelembagaan ................................................................ 15

  

10.4.1. Rencana Pengembangan Keorganisasian .................................................. 16

  

10.4.2. Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan ................................................ 16

  

10.4.3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) ........................... 16

Tabel 10. 1 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya ...................................................... 9

Tabel 10. 2 Komposisi Pegawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya................................. 10

Tabel 10. 3 Analisis SWOT Kelembagaan Bidang Cipta Karya ............................................ 13

Gambar 10.1Struktur Organisasi Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta ........................ 6