ARTIKEL ILMIAH ANALISIS ENERGI PANAS PADA PENGERINGAN BIJI GUDE

  

ARTIKEL ILMIAH

ANALISIS ENERGI PANAS PADA PENGERINGAN BIJI GUDE

(Cajanus Cajan (L) Millsp) SISTEM FLUIDIZED BED

  

OLEH

SARIATIN

C1J 010 019

  (CAJANUS CAJAN (L) ANALISIS ENERGI PANAS PADA PENGERINGAN BIJI GUDE

MILLSP) FLUIDIZED BED

   SISTEM

Heat Energy Analysis on Pigeon Pea Gude (Cajanus Cajan (L) Millsp) Drying Process using

Fluidized Bed System

1) 2) 3) 1) Sariatin , Sukmawaty , Murad .

  Mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, 2) Universitas Mataram Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

  Universitas Mataram

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis energi panas pada ruang pengering selama proses

  gude Fluidized Beds

  pengeringan biji menggunakan alat pengering dan menghitung efisiensi pengeringan . Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Parameter yang diamati yaitu suhu, penurunan massa dan kecepatan aliran udara. Kecepatan aliran udara yang digunakan 23,67 m/detik, 24,14 m/detik, 24,34 m/detik, o o o o

  24,44 m/detik dan 24,66 m/detik dengan suhu 50

  C, 60

  C, 70 C dan 80

  C. Bahan dan alat yang digunakan adalah biji gude dan alat fluidized bed , timbangan digital, data loger, timbangan analitik, termometer bola basah dan bola kering dan satu set alat Image Major Science . Hasil o analisa menunjukkan efisiensi pengeringan terendah terjadi pada suhu 80 C dengan kecepatan o udara 24,34 m/detik yaitu 1,61% dan efisiensi terbesar terjadi pada suhu 50 C dengan kecepatan 23,67 yaitu 5,73%

  fluidized bed

  Kata kunci: biji gude, efisiensi pengeringan,

  

ABSTRACT

This research aims to analyze heat energy on drying chamber of fluidized bed during pigeon pea

drying process and to calculate drying efficiency. Experimental method was used in this

research using parameters of temperature, mass product, and air velocity with varies at 23.67

o o o m/s, 24.14 m/s, 24.34 m/s, 24.44 m/s, 24.66 m/s and temperature varies at 50

  C, 60

  C, 70

  C, o

  80 C. Pigeon pea was used as material in this research, whereas equipments used were

fluidized bed, digital and analytic scale, data logger, wet and dry bulb thermometer, and Image

Major Science equipment set. Analytical result showed minimum drying efficiency of 1.61%

o

obtained at temperature 80 C with flowrate 24.34 m/s while maximum drying of efficiency

o obtained at temperature 50 C with flowrate 23.67 m/s.

  PENDAHULUAN

  Masalah ini sangat erat kaitannya dengan inovasi teknologi mesin dan peralatan khususnya di bidang teknologi pangan dan agroindustri. Perlu dilakukan analisis energi untuk setiap mesin dan peralatan yang digunakan untuk mengetahui seberapa banyak energi yang dibutuhkan, energi yang diserap, maupun energi yang terbuang selama proses produksi.

  Penanganan pascapanen pada komoditas tanaman pangan adalah tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada tahapan pascapanen agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri. Penanganan pascapanen bertujuan untuk menekan tingkat kerusakan hasil panen komoditas pertanian dengan meningkatkan daya simpan dan daya guna komoditas pertanian agar dapat menunjang usaha penyediaan bahan baku industri dalam negeri, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan serta melestarikan sumberdaya alam dan lingkugan hidup. Penanganan pascapanen pada kacang gude yang biasa dilakukan oleh masyarakat yaitu penjemuran (pengeringan) brangkasan, pembijian (perontokan), pengeringan biji, pembersihan, pengemasan dan penyimpanan biji (Adisarwanto, 2008).

  Salah satu kacang kacangan di Indonesia yang belum begitu banyak dimanfaatkan sebagai sumber pangan layaknya kedelai adalah kacang gude. Kacang gude mengandung protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang cukup tinggi. Kandungan proteinnya hingga 20,7%. Selain itu, tanaman kacang gude mudah sekali tumbuh dan sangat produktif. Tanaman kacang gude membutuhkan sedikit air atau penyiraman karena akarnya yang masuk sangat dalam ke tanah. Di Indonesia kacang gude dikenal dengan nama lain: kacang hiris (Sunda), ritis lias (Sumatera), kacang kaju (Madura), undis (Bali), lebui, dan legui (Jose, 2009).

  Fluidized Bed Drying

  . Menurut Anonim (2013), Pada proses pengeringan

  Fluidized Bed , udara panas dipaksa melalui

  partikel-partikel produk dengan kecepatan yang cukup tinggi agar melebihi gaya gravitasi, sehingga partikel-partikel produk yang dikeringkan tersebut selalu dalam posisi melayang-layang dalam udara panas pengering.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan pengeringan diantaranya adalah pengeringan pada alat

  Pengeringan kacang gude secara alami masih menggunakan cara lama yaitu penjemuran di bawah terik matahari yang masih dapat dikatakan cukup layak, namun proses kacang gude dapat dilakukan dengan menggunakan

  . Beberapa tahapan sebagai berikut :

  1. Mempersiapkan sampel Disiapkan bahan yang telah dikupas secara manual untuk diambil bijinya dengan ukuran yang hampir sama.

  2. Penimbangan dan pengukuran kadar air Bahan yang telah dikupas, diukur kadar air menggunakan moisturemeter digital, kemudian ditimbang sebanyak 750 gram untuk masing-masing perlakuan. Sampel yang digunakan yaitu biji kacang gude dengan kadar air >45%.

  3. Dimasukkan sampel ke dalam alat pengering

  Fluidized Beds

  . Kemudian mengatur suhu

  heater

  menggunakan

  fluidized bads

2. Kadar air bahan 3.

  10.0

  30.0

  40.0

  50.0

  60.0

  70.0

  120 240 360 S uhu ruang pe ng e ring ( o C ) Waktu (menit)

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C

  0.0

  20.0

  10.0

  30.0

  40.0

  50.0

  60.0

  70.0

  120 240 360 S u h u r u an g p e n g e ri n g ( o

  C) Waktu (menit)

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C

  20.0

  Suhu awal (ruang pengering, dan lingkungan)

  4. Kelembaban pada ruang pengering, dan lingkungan Setelah alat pengering dioperasikan, pengambilan data berikutnya selang 60 menit sekali adalah; 1.

  0.0

  Kelembaban relatif, RH (%), lingkungan dan ruang pengering 2. Massa bahan 3. Kecepatan aliran udara 4. Tinggi bahan dalam

  beds HASIL DAN PEMBAHASAN Temperatur ( o

  C)

  Temperatur (suhu) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pengeringan. Dalam proses pengeringan diperlukan suhu yang relatif tinggi untuk menguapkan air yang ada di dalam bahan. Makin tinggi suhu udara pengering makin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan (Taufiq, 2004).

  Dari hasil penelitian diperoleh data suhu pada ruang pengering dengan lama pengeringan sebagai berikut :

  Gambar 7. Grafik Hubungan Suhu Ruang Pengering ( o

  C) dengan Lama Pengeringan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,14 (m/detik) Gambar 8. Grafik Hubungan Suhu Ruang Pengering ( o

  C) dengan Lama Pengeringan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,34 (m/detik)

  10.0

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C

  20.0

  30.0

  40.0

  50.0

  60.0

  70.0 S

  u h u R u an g p e n g e ri n g ( O

  C)

  0.0

  Kelembaban Relatif Ruang Pengering

  70.0 o

  C)

  Dengan adanya pengurangan kadar air

  60.0

   (

  pada proses pengeringan yang terus

  g n

  50.0 meningkat maka kelembaban relatif akan

  ri e g

  40.0 semakin rendah. Udara yang terdapat dalam Suhu 50°C

  n e

  ruang pengering secara perlahan akan

  30.0

   p

  Suhu 60°C

  g

  memanaskan dan penguapkan massa bahan

  20.0

  an

  sehingga semakin banyak kadar air yang

  u

  Suhu 70°C

   r

  10.0

  u diuapkan maka kelembaban relatif bahan h

  Suhu 80°C

  u 0.0 akan semakin rendah (Widyotomo dkk, 2005). S

  Dari hasil analisa didapatkan grafik

  120 240 360

  hubungan antara kelembaban relatif ruang pengering dengan lama waktu pengeringan

  Waktu (menit)

  sebagai berikut: Gambar 9. Grafik Hubungan Suhu Ruang o 100.00 Pengering (

  C) dengan Lama Pengeringan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,44

  80.00 (m/detik)

  )

  60.00 Suhu 50°C

   (%

  70.0 H

  40.00 R Suhu 60°C o

  C)

  60.0

   ( g

  20.00 Suhu 70°C

  50.0

  n ri e

  40.0

  g Suhu 50°C Suhu 80°C

  • n e

  30.0

   p Suhu 60°C g 180 360

  20.0

  an

  Suhu 70°C

  u

  10.0 Waktu (menit)

   r u

  0.0 Suhu 80°C

  h u S

  Gambar 11. Grafik Hubungan RH (%) dengan

  120 240 360

  Lama Pengeringan (Jam) pada Kecepatan Aliran Udara 23,67 (m/detik)

  Waktu (menit)

  100 Gambar 10. Grafik Hubungan Suhu Ruang o Pengering (

  C) dengan Lama Pengeringan

  80 (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,66

  )

  60 (m/detik)

  Suhu 50°C

   (% H

  40 R Suhu 60°C

  Grafik pada Gambar 6-10, dengan kecepatan 24,66 m/detik menunjukkan

  20 Suhu 70°C hubungan antara waktu pengeringan dengan Gambar 12. Grafik Hubungan RH (%) 100 dengan Lama Pengeringan (menit) pada

  80 Kecepatan Aliran Udara 24,14 (m/detik)

  )

  60 Suhu 50°C .

   (% H

  40 100 R Suhu 60°C

  20

  80 Suhu 70°C

  )

  60 Suhu 80°C Suhu 50°C

   (% H

  40 R Suhu 60°C

  20 Waktu (menit) Suhu 70°C Suhu 80°C

  Gambar 15. Grafik Hubungan RH (%) dengan Lama Pengeringan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,66 (m/detik)

  Waktu (menit)

  Grafik pada Gambar 11-15, dengan Gambar 13. Grafik Hubungan RH (%) kecepatan 23,67 m/detik, 24,14 m/detik, dengan Lama Pengeringan (menit) pada 24,34 m/detik, 24,44 m/detik, 24,66 m/detik.

  Kecepatan Aliran Udara 24,34 (m/detik) Hal ini dikarenakan uap yang keluar dari bahan sudah mulai berkurang sedangkan udara panas yang keluar semakin besar

  100 (Parwita, 2014).

  80 Massa dan Kesetimbangan Energi

  )

  60 Suhu 50°C Proses utama yang terjadi pada sistem

   (% H

  40 pengeringan adalah proses perpindahan

  R

  Suhu 60°C panas dan perpindahan massa. Murti (2010),

  20 Suhu 70°C mendefinisikan perpindahan panas merupakan suatu perpindahan energi thermal pada suatu

  Suhu 80°C media yang diakibatkan oleh perbedaan temperatur. Sedangkan perpindahan massa adalah perpindahan massa pada suatu media

  Waktu (menit)

  yang diakibatkan oleh adanya perbedaan konsentrasi molar suatu spesies pada media Gambar 14. Grafik Hubungan RH (%) tersebut. dengan Lama Pengeringan (menit) pada

  Penurunan Massa Bahan

  Kecepatan Aliran Udara 24,44 (m/detik) Data yang diperoleh untuk penurunan

  0.800 0.800

  g)

  0.700

  k )

  0.600

   ( g

  0.600

  an (k

  Suhu 50°C 0.500

  0.400

  ah an

  Suhu 50°C

   B

  0.400 Suhu 60°C ah

  B

  0.200

  rat

  0.300 Suhu 60°C

  e

  Suhu 70°C rat

  B

  0.200 0.000 e

  Suhu 70°C

  B

  0.100 Suhu 80°C

  0.000

  120 240 360

  Suhu 80°C

  Waktu (Menit) 120 240 360

  Waktu (Menit)

  Gambar 16. Grafik Hubungan Penurunan Massa Bahan (kg) dengan Lama Pengeringan

  Gambar 18. Grafik Hubungan Penurunan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 23,67

  Massa Bahan (kg) dengan Lama Pengeringan (m/detik)

  (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,34 (m/detik)

  0.800 0.700

  ) g

  0.800 0.600

   (k

  0.500

  an

  0.600 Suhu 50°C

  0.400

  ah B

  0.300

  g Suhu 50°C

  Suhu 60°C 0.400

  rat 0.200 (k e

  Suhu 60°C Suhu 70°C

  B an

  0.100 0.200

  ah

  0.000

  B Suhu 70°C

  Suhu 80°C 0.000

  rat

  Suhu 80°C

  120 240 360 e B

  120 240 360 Waktu (Menit) Waktu (Menit)

  Gambar 17. Grafik Hubungan Penurunan Massa Bahan (kg) dengan Lama Pengeringan

  Gambar 19. Grafik Hubungan Penurunan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,14

  Massa Bahan (kg) dengan Lama Pengeringan (m/detik)

  (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,44 (m/detik) Gambar 20. Hubungan Penurunan Massa Bahan (kg) dengan Lama Pengeringan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,66 (m/detik)

  Grafik pada Gambar 16-20. Penurunan massa bahan pada kecepatan aliran udara 23,67 m/detik, 24,14 m/detik, 24,34 m/detik, 24,44 m/detik dan pada kecepatan aliran udara 24,66 m/detik. Hal ini menunjukkan semakin besar suhu pada pengeringan maka penurunan massa bahan menjadi besar dan kehilangan massa bahan akan semakin tinggi.

  Kesetimbangan Energi

  Berikut data yang didapatkan untuk kesetimbangan energi pengeringan: Tabel 15. Kesetimbangan Energi Pengeringan pada Suhu 50 o C

  Tabel 16. Kesetimbangan Energi Pengeringan pada Suhu 60 o C Tabel 17. Kesetimbangan Energi Pengeringan pada Suhu 70 o C

  Tabel 18. Kesetimbangan Energi Pengeringan pada Suhu 80 o C Dari tabel 15-18, menjelaskan kesetimbangan energi pada kecepatan udara

  23,67 m/detik, 24,14 m/detik, 24,34 m/detik, 24,44 m/detik dan 24,66 m/detik. Energi yang masuk paling rendah yaitu pada suhu 50 o C dan paling besar pada suhu 80 o

  C. Hal ini menunjukkan bahwa jumah energi yang 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800

  120 240 360 B er a t B a ha n (k g ) Waktu (Menit)

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C diartikan dengan besar energi yang masuk sama dengan energi berguna ditambahkan dengan energi yang hilang.

  Energi yang Dibutuhkan Selama Proses Pengeringan (kJ)

  Jumlah kalor (panas) yang digunakan untuk pengeringan yang diperoleh dari penjumlahan panas yang digunakan untuk memanaskan bahan (Taufiq, 2004). Dari hasil perhitungan diperoleh hubungan antara jumlah energi yang dibutuhkan dengan lama waktu pengeringan adalah sebagai berikut: Gambar 21. Grafik Hubungan Jumlah Energi yang Dibutuhkan, Q (kJ) dengan Lama Pengeringan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 23,67 (m/detik)

  Pengeringan (Jam) pada Kecepatan Aliran Udara 24,14 (m/detik) Gambar 23. Grafik Hubungan Jumlah Energi Yang Di Butuhkan, Q (kJ) dengan Lama Pengeringan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 23,34 (m/detik) Gambar 24. Grafik Hubungan Jumlah Energi yang Dibutuhkan, Q (kJ) dengan Lama Pengeringan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,44 (m/detik)

  200 400 600 800

  K e b u tu h an E n e rg i, Q (k J) Waktu (menit)

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C

  100 200 300 400 500 600 700 800

  K e b u tu h an E n e rg i, Q (k J)

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C

  100 200 300 400 500 600 700 800

  K e b u tu h an E n e rg i, Q (k J) Waktu (menit)

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C

  100 200 300 400 500 600 700 800 120 240 360

  K e b u tu h an E n e rg i, Q (k J) Waktu (menit)

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C Gambar 25. Grafik Hubungan Jumlah Energi yang Dibutuhkan, Q (kJ) dengan Lama Pengeringan (menit) pada Kecepatan Aliran Udara 24,66 (m/detik)

  Grafik pada Gambar 21-25, dengan kecepatan aliran udara 23,67 m/detik, 24,14 m/detik, 24,34 m/detik, 24,44 m/detik dan 24,66 m/detik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan udara yang diberikan maka jumlah energi yang dibutuhkan semakin besar. Adapun faktor faktor yang menyebabakan kebutuhan energi pada tiap tiap kecepatan udara berbeda adalah banyaknya uap air yang diuapkan.

  20

  E fi si e n si Pen g e ri n g an , ƞ (% ) Waktu (menit)

  20 120 240 360

  15

  10

  5

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C

  E fi si e n si Pen g e ri n g an , ƞ (% ) Waktu (menit)

  25 120 240 360

  15

  Efisiensi Pengeringan

  10

  5

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C

  K e b u tu h an E n e rg i, Q (k J) Waktu (menit)

  100 200 300 400 500 600 700 800 120 240 360

  ƞ (%) dengan Lama Pengeringan (menit) Pada Kecepatan Aliran Udara 24,14 (m/detik)

  ƞ (%) dengan Lama Pengeringan (menit) Pada Kecepatan Aliran Udara 23,67 (m/detik) Gambar 27. Grafik Hubungan Efisiensi Pengeringan,

  Gambar 26. Grafik Hubungan Efisiensi Pengeringan,

  Perhitungan efisiensi pengeringan dihitung berdasarkan jumlah energi yang dibutuhkan yang digunakan untuk menguapkan air dari bahan dibagi dengan kebutuhan panas total untuk menaikkan suhu udara (Hargono, dkk., 2012). Dari hasil perhitungan diperoleh hubungan antara efisiensi pengeringan dengan lama waktu pengeringan sebagai berikut:

  Suhu 50°C Suhu 60°C Suhu 70°C Suhu 80°C

  16

  20

  ) )

  14

  (% (%

  15

  12

  , ƞ , ƞ an an

  10 Suhu 50°C

  g g

  Suhu 50°C

  10

  n n

  8

  ri ri e e

  Suhu 60°C

  g g

  Suhu 60°C

  6

  5 Suhu 70°C

  4 Pen

   Pen

  Suhu 70°C

  si si n

  2 n Suhu 80°C

  e e

  Suhu 80°C

  si si fi fi

  120 240 360

  E E

  120 240 360

  Waktu (menit) Waktu (menit)

  Gambar 30. Grafik Hubungan Efisiensi Gambar 28. Grafik Hubungan Efisiensi Pengeringan,

  ƞ (%) dengan Lama Pengeringan, Pengeringan (menit) Pada Kecepatan Aliran

  ƞ (%) dengan Lama Pengeringan (menit) Pada Kecepatan Aliran Udara 24,66 (m/detik) Udara 24,34 (m/detik)

  Grafik pada Gambar 26-30, dengan kecepatan 23,67 m/detik, 24,14 m/detik,

  20

  )

  24,34 m/detik, 24,44 m/detik dan 24,66

  (%

  m/detik. Menunjukkan bahwa efisiensi

  15

  , ƞ

  pengeringan terus menurun seiring dengan

  an g Suhu 50°C

  meningkatnya suhu dan kecepatan aliran

  n

  10

  ri

  udara pengeringan. Ini sesuai dengan

  e

  Suhu 60°C

  g

  pendapat Nugroho, dkk (2012), semakin

  5 Suhu 70°C

   Pen tinggi suhu yang digunakan untuk si n pengeringan maka nilai efisiensi pengeringan

  Suhu 80°C

  e si akan semakin menurun. fi

  120 240 360

  E KESIMPULAN Waktu (menit)

  Gambar 29. Grafik Hubungan Efisiensi Berdasarkan hasil analisa dan

  Pengeringan, ƞ (%) dengan Lama pembahasan, dapat dikemukakan beberapa

  Pengeringan (menit) Pada Kecepatan Aliran kesimpulan sebagai berikut: Udara 24,44 (m/detik) 1.

  Efisiensi pengeringan akan menurun seiring meningkatnya kecepatan aliran udara. o Efisiensi terendah terjadi pada suhu 80 C dengan kecepatan udara 24,14 m/detik yaitu 5,73% dan efisiensi terbesar terjadi o Asal, pada suhu 50 C dengan kecepatan 23,67 Yasin H.G., dan Andi T.M., 2013.

  Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi m/detik yaitu 330 kg. Tanaman Jagung 3.

  . Jurnal Penelitian Pada kesetimbangan energi, energi yang o masuk paling rendah yaitu pada suhu 50 C Hal. 1. Balai Penelitian Tanaman sebesar 9000 kJ dan paling besar pada Serealia. Maros o suhu 80 C sebesar 136080 kJ.

  Farel, H. N. dan Yuda P. A., 2011.

  SARAN Perancangan dan Pengujian Alat Pengering Jagung dengan Tipe

  Dari hasil pembahasan dan kesimpulan,

  Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 9 Kg

  disarankan untuk dilakukan penelitian lebih Per-Siklus . Jurnal Dinamis Vol. II. No. lanjut dengan bahan yang dikeringkan

  8. Hal. 33-35. Departemen Teknik berbeda dan pengaruh waktu pengeringan Mesin Fakultas Teknik. Universitas yang berbeda. Sumatera Utara. Medan

DAFTAR PUSTAKA

  Garavand-Amin Taheri, Shahin Rafiee and

  Mathematical Alireza Keyhani., 2011. Karakteristik Teknik Bahan Anonim 2013.

  Modeling Of Thin Layer Drying Pertanian . Kinetics Of Tomato Influence Of Air Dryer Conditions . Department Of

  (Diakses pada tanggal 13 Februari Agricultural Machinery Engineering 2014).

  University Of Tehran, Karaj, Iran. b International Transactionjournal Of

  Anonim , 2013. E-Learning Mata Kuliah Teknik Engineering, Management, & Applied

  Pengolahan Pangan. BAB VIII.

  Science & Technologies Vol. 2, No, 2, Pengeringan Bahan Pangan. page 147-160

  Anonim, 2014. . Laporan Tehnik Tenaga

  Analisis Energi Panas Hendro, Edi., 2014. Listrik. BAB V1. Energi.

  Pengeringan Biji Kemiri (Aieurites Moluccana, Wild) pada Alat Pengering Budi Daya Kedelai Adisarwanto. 2008.

  Tipe Batch Model Tungku Berbasis Tropika

  . Jakarta: Penebar Swadaya.

  Bahan Bakar Cangkang Kemiri . SKRIPSI,

  UNRAM. NTB

  Theorie

  Bonnesen, T. Dan Werner F., 1984.,

  der Konvexen Korpen

  . Verlag Von Joko Nugroho W.K., Primawati Y.F, Nursigit Julius Springer Berlin.

  Bintoro,. 2012. Proses Pengeringan

  Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Dina, 2012. Analisa Kadar Air . Parut Dengan Menggunakan Pneumatic

  

  Dryer. Jurusan Teknik Pertanian, FTP

  (Diakses pada UGM Jl. Flora No. 1 Bulaksumur. tanggal 23 Januari 2014) al%20blog.htm. (Diakses pada tanggal 14 agustus 2015). Muchtadi, T. R., 1997. Teknologi Proses

  Pengolahan Pangan . Departemen

  2 Jurusan Biologi fmipa Uns: Surakarta. Septiatin, Atin. 2011. Meningkatkan Produksi

  Winarno, F. G. kimia pangan dan gizi .

  Buletin Ilmiah INSTIPER Vol. 12, No. 1, Page 15-37.

  Penentuan Karakteristik Pengeringan Kopi Robusta Lapis Tebal. Study of Drying Characteristic Robusta Coffe with Thick Layer Drying Method .

  1. Dalam Widyotomo, S. dan Sri Mulato. 2005.

  Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. II. No.

  Perbandingan Kinerja Mesin Pengering Jagung Tipe Bak Datar Model Segiempat dan Silinder . Jurnal Teknik

  . Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Widodo, P. Dan A. Hendriadi, 2004.

  Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Pengeringan Jagung pada Pengering Konvensional dan Fluidized Beds

  37. Majalah Pangan Media Komunikasi dan Informas. Jakarta Taufiq, M., 2004.

  Tepung dan Pati Umbi-Umbian Untuk Menunjang Ketahanan Pangan . Hal.

  Pasang Surut. Bandung: Yrama Widya. Suismono, 2001. Teknologi Pembuatan

  Kedelai Di Lahan Kering, Sawah, dan

  . Bioteknologi

  Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

  Kesetimbangan Energi Thermal Aspergilus Oryzae

  Teknik Universitas Indonesia. Jakarta Ratnasari, 2014. Tinjauan Pustaka . Eprints.undip.ac.id/44628/4/BAB_11.pdf . (Diakses pada tanggal 14 agustus 2015). Murti, M.2010.

  Produk Hasil Pertanian . Fakultas

  Puntanata, S., 2008. Pengeringan pada

  Vol. 11. No. 1. Hal. 30. Institut Pertanian Bogor. Bagor

  dan Temperatur Terhadap Mutu Beras pada Pengeringan Gabah Lapisan Tipis . Jurnal Ilmiah Semeste Teknika.

  Prasetyo, T., Kamaruddin A., I Made K.D., Armansyah H.T., dan Leopold N., 2008. Pengaruh Waktu Pengeringan

  Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Porositas dan Permeabilitas Pada Batupasir (Studi Kasus; Formasi Ngrayong. Kerek, Ledok dan Selorejo). Vol. 9,no.4.page 192-193.

  Nurwidyanto, M. Irham., Yustiana Meida., dan Widada,Sugeng, 3006.

  . Penebar Swadaya. Jakarta

  Pengolahan Sayuran Segar

  Novary, E. W., 1997. Penanganan dan

  Gramedia pustaka utama. Jakarta. Yefrican, 2010. Kadar air basis basah dan kadar air basis kering. Agriantrural Produk

  . Int. J. Agri.Bio., Vol. 10, page 61-65.