Pendidikan Karakter dalam Tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 133 sampai 136 - Test Repository

  

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TAFSIR

AL- QUR’AN SURAT ALI IMRAN AYAT 133 -136

  

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

  

Oleh:

Ahmad Mudasir

NIM: 11112162

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2017

  

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TAFSIR

AL- QUR’AN SURAT ALI IMRAN AYAT 133 -136

  

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

  

Oleh:

Ahmad Mudasir

NIM: 11112162

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2017

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  MOTTO

  هٔذٌاٌُا ظخع ٓف الله ظخع َ هٔذٌاٌُا بضس ٓف الله بضس

  “Keridhaan Allah terletak pada keridhaan kedua orangtua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan keduanya.” Persembahan

  Untuk Bapak dan Ibuku (Bapak Nurfauzi dan Ibu Asrifah) Mas, mbak, adik dan keponakan (Mas Muharrom, Mas Khamim, adek mudhofir, Anindita, Feri Kurniawan, Khakim Lutfil) Untuk sahabat-sahabatku dan teman spesialku (Muhammad Kholik, Khamidun, Ali, Kang tarmo, Adhikara, Intan, Hasan cilikan, Camplung, Kasibok) Untuk teman-teman seperjuangan PAI E dan teman-teman angkatan 2012

KATA PENGANTAR

  Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Rahman dan Rahim yang dengan rahmat, taufik, dan hifdayah-Nya skripsi dengan judul Pendidikan Karakter dalam Tafsir Al-

  Qur’an Surat Ali Imran Ayat 133-136 bisa diselesaikan.

  Skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, dukungan dan bantuan dari berbagai piak terkait sehingga kebahagiaan yang tiada tara penulis rasakan setelah skripsi ini selesai. Oleh karena itu penulis ucapkan banyak terima kasih setulusnya kepada:

  1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

  3. Bapak H. Ahmad Agus Suaidi, MA. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan membantu dalam penyelesaian skripsi.

  4. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

  5. Bapak Winarno, M, Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna.Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya.

  Amin Ya Robbal ’Alamin

  Salatiga, 5 Maret 2017 Penulis

  ABSTRAK

  Mudasir, Ahmad. 2017. Pendidikan Karakter dalam Tafsir Al-

  Qur’an Surat Ali Imran Ayat 133 sampai 136 . Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

  Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing H. Agus Ahmad Suaidi, MA. Kata kunci: Pendidikan, Karakter

  Penelitian ini membahas tentang pendidikan karakter yang terkandung dalam tafsir al- Qur‟an surat Ali Imran ayat 133 sampai 136. Fokus penelitian ini meliputi: 1) Bagaimanakah konsep pendidikan karakter menurut al-

  Qur‟an surat Ali Imran ayat 133-136? 2) Bagaimanakah aktualisasi pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari menurut al-

  Qur‟an surat Ali Imran ayat 133-136?

  Penelitian yang digunakan oleh peneliti ini termasuk dalam jenis penelitian literatur, atau penelitian kepustakaan/library research, baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data skripsi ini dengan mengacu pada sumber- sumber kepustakaan seperti buku, majalah, artikel dan jurnal. Dalam penelitian literatur ini, penulis mengacu beberapa sumber yang sesuai dengan topik yang bersangkutan, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primernya yaitu Al-

  Qur‟an dan Hadist Nabi yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Sedangkan sumber sekundernya yaitu tafsir Al-

  Qur‟an yang berkaitan dengan pendidikan karakter dan buku para ahli yang berkaitan dengannya. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi, sedangkan analisis datanya menggunakan metode diskriptif analisis dan metode induktif.

  Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa konsep pendidikan karakter dalam tafsir al- Qur‟an surat Ali Imran ayat 133 sampai 136 adalah pendidikan karakter yang ditanamkan kepada peserta didik dalam membentuk kepribadian yang baik bagi mereka dan menyempurnakan diri peserta didik secara terus-menerus dengan selalu bergegas dalam kebaikan. Dan aktualisasi pendidikan karakter mengenai tafsir surat Ali Imran ayat 133-136 dalam kehidupan sehari-hari peserta didik antara lain: 1) Pendidik menanamkan kepada peserta didik agar membiasakan menginfakkan hartanya dan harus didasari lillahi ta

  ‟ala. 2) Peserta didik dapat memanage emosi, dan pendidik senantiasa menumbuhkan rasionalitas kepada peserta didik untuk mengalahkan emosi. 3) Pendidik menanamkan toleransi kepada peserta didik agar memaafkan kesalahan orang lain dan memiliki kemuliaan jiwa. 4) Peserta didik memiliki kesadaran untuk cepat mengkoreksi diri dan cepat memperbaiki diri 5) Peserta didik dapat membiasakan diri berbuat kebaikan yang berlebih seperti yang disebutkan di atas.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN ..................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

  1 B. Rumusan Masalah ....................................................................

  4 C. Tujuan Pembahasan ..................................................................

  4 D. Manfaat Hasil Penelitian ..........................................................

  5 E. Definisi Operasional .................................................................

  6 F. Metode Penelitian ....................................................................

  8 G. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................. 10

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Karakter ................................................................. 11 1. Pengertian Pendidikan Karakter ......................................... 11 2. Aliran-Aliran Pendidikan ................................................... 16 3. Tujuan Pendidikan .............................................................. 19 4. Tujuan Pendidikan Karakter ............................................... 21 5. Urgensi Pendidikan Karakter ............................................. 23 B. Karakter atau Akhlak dalam Al-Qur‟an ................................... 25 1. Karakter dan Akhlak .......................................................... 25 2. Al-Qur‟an Sebagai Rujukan Karakter ................................ 27

  BAB III TAFSIR SURAT ALI IMRAN AYAT 133 SAMPAI 136 A. Surat Ali Imran ayat 133 sampai 136 ....................................... 31 B. Tafsir Surat Ali Imran Ayat 133-136 menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Quraisy Shihab .............................................

  33 C. Tafsir Surat Ali Imran ayat 133-136 menurut Tafsir Al- Maraghi dan Tafsir An-Nur ......................................................

  43 BAB IV PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TAFSIR SURAT ALI IMRAN AYAT 133 SAMPAI 136 A.

  Konsep Pendidikan Karakter Menurut Al-Qur‟an Surat Ali Imran Ayat 133-136 .................................................................

  52 B. Aktualisasi Pendidikan Karakter Dalam Kehidupan Sehari-

  Hari Menurut Al- Qur‟an Surat Ali Imran Ayat 133-136 ......... 54

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 62 B. Saran ........................................................................................ 63 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

  64 LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 Penunjukan Pembimbing Skripsi Lampiran 2 SKK Lampiran 3 Lembar Konsultasi Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu cara untuk menciptakan generasi

  penerus bangsa yang bermartabat. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang

  ,

  selanjutnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral (Muhammad 2003: 5). Tetapi walaupun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas yang memadai, namun institusi-institusi tersebut masih belum mencetak individu-individu yang beradab. Sehingga, tujuan pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab terabaikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Justru yang terjadi adalah kondisi yang sebaliknya.

  Pendidikan di dunia Islam saat ini mengalami krisis yang menyebabkan kemunduran. Para pemerhati pendidikan telah menganalisis beberapa sebab terjadinya kemunduran itu, di antaranya karena ketidaklengkapan aspek materi, terjadinya krisis sosial masyarakat dan krisis budaya, serta hilangnya qudwah hasanah (teladan yang baik), akidah shahihah, dan nilai-nilai islami. (Syafri, 2012: 1). Budaya barat juga sangat berpengaruh pada kehidupan manusia yang menjadikan mereka seperti tidak membutuhkan pendidikan agama, sehingga bisa merusak moral dan perilaku seseorang.

  Melihat beberapa kasus pelanggaran moral dan akhlak yang terjadi pada peserta didik, tampak jelas tidak tertanamnya dengan baik mana akhlak yang mesti dijadikan karakter dan mana akhlak yang terlarang. Jika pendidikan akhlak dibangun berdasarkan worldview yang benar, metode yang tepat, dan praktik yang integral pada setiap proses pendidikannya, maka bangunan karakter anak didik akan mudah terbentuk (Syafri, 2012: 7). Jadi, dapat dikatakan bahwa untuk memperbaiki nilai-nilai moral dan akhlak seseorang, perlu adanya pendidikan karakter yang ditanamkan kepada para peserta didik.

  Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Menurut Winton, pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai- nilai kepada para siswanya (dalam Samani dan Hariyanto, 2011: 43). Dalam makna yang sempit, pendidikan karakter dimaknai sebagai sejenis pelatihan moral yang merefleksikan nilai tertentu, misalnya diaktualisasikan dalam bentuk sedekah, memaafkan kesalahan orang lain, menahan amarah, bertaubat dan sebagainya.

  Salah satu pemikir pendidikan karakter kontemporer, Thomas Lickona misalnya, memiliki pandangan bahwa pendidikan karakter dan pendidikan agama semestinya dipisahkan dan tidak dicampuradukkan.

  Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi, perasaan senasib sependeritaan (public

  

copassion ), pemecah konflik secara damai, merupakan nilai-nilai yang

  semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter. (Majid dan Andayani, 2011: 61).

  Persoalan kehancuran moral bangsa tidak dapat diatasi dengan berdoa atau hanya dengan membaca kitab suci. Oleh karena itu, gagasan Lincona yang masih relevan bagi kita adalah bahwa dalam melaksanakan pendidikan karakter, terlebih berkaitan dengan pendidikan agama, kita tidak boleh berhenti pada pengembangan nilai keagamaan yang sifatnya ritual (Majid dan Andayani, 2011: 64).

  Manusia dengan potensinya juga diberi kesempatan memilih. Manusia bukan robot yang bisa dibentuk, tetapi makhluk yang bisa dipengaruhi, diarahkan, dan dididik. Namun, manusia sering salah memilih karena kesalahan pembinaan manusia itu sendiri (Syafri, 2012: 33). Apabila sejak dini peserta didik mulai diberikan arahan-arahan yang baik, dididik agar memiliki karakter yang baik, pasti mereka akan terbiasa dengan perilaku yang baik. Untuk itu, proses pendidikan ditempatkan sebagai misi utama dalam Al-

  Qur‟an untuk mengenalkan tugas dan fungsi manusia itu sendiri. Al- Qur‟an meskipun bukan tergolong ilmu pengetahuan, namun seluruh ayatnya memuat prinsip-prinsip pendidikan sebagai pegangan manusia untuk dipelajari.

  ) 2 ( ) 1 (مٌا َهِْٕمَّخُمٌٍِّْ ًِذٌُ ًِِْٕف َبَْٔس َلا ُبَخِىٌْا َهٌَِر

  “Alif laam miim. Kitab (Al-Qur‟an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 1-2)

  Menurut Syaikh Abdurrahman Nashir As- Sa‟adi, Al-Qur‟an memiliki dua macam petunjuk; Pertama, berupa perintah, larangan, dan informasi tentang perbuatan yang baik menurut syari‟at atau ‘urf (kebiasaan) yang berdasarkan akal, syari‟at dan tradisi. Kedua, menganjurkan manusia memanfaatkan daya nalarnya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Ayat-ayat Al-

  Qur‟an sangat membangun karakter atau akhlak. Beberapa di antaranya adalah pengarahan agar umat manusia berakhlakul karimah, bisa dilihat pada beberapa surah dan ayat berikut; QS An-Nur: 30-32, QS Al-Ahzab:33, QS Al-

  Isra‟: 23, QS At- Taubah: 119, QS Ali Imran: 133-134 yang mengungkapkan hal-hal yang berkenaan dengan perilaku, penjagaan diri, sifat pemaaf, dan kejujuran.

  (Syafri , 2012: 64).

  Oleh karena itu, kedudukan akhlak al- Qur‟an sangat penting, sebab melalui ayat-ayat-Nya al-

  Qur‟an berupaya membimbing dan mengajak umat manusia untuk berakhlakul karimah. Melalui pendidikan karakter ini manusia dimuliakan Allah dengan akal, sehingga manusia dapat mengemban tugas kekhalifahan dengan akhlak yang benar. Berdasarkan hal-hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang pendidikan karakter dan semua yang berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis memutuskan untuk mengambil judul : “Pendidikan Karakter Dalam Tafsir Al-

  Qur‟an Surat Ali Imran Ayat 133-136”

B. Rumusan Masalah

  Untuk menyusun skripsi ini, penulis terlebih dahulu merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep pendidikan karakter dalam tafsir Al-Qur‟an Surat

  Ali Imran ayat 133-136? 2. Bagaimana aktualisasi pendidikan karakter dalam kehidupan sehari- hari menurut Al-

  Qur‟an Surat Ali Imran ayat 133-136? C.

   Tujuan Pembahasan 1.

  Memahami dan menganalisis konsep pendidikan karakter dalam tafsir Al- Qur‟an QS Ali Imran ayat 133-136.

  2. Memahami dan menganalisis aktualisasi pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari menurut Al- Qur‟an Surat Ali Imran ayat 133- 136.

D. Manfaat Hasil Penelitian 1.

  Manfaat teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pendidikan karakter baik menurut Al Qur‟an ataupun menurut ilmu pendidikan Islam lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan ilmu sebagai sarana memperluas khazanah pengetahuan peneliti khususnya dan orang yang berinteraksi langsung dengan pendidikan pada umumnya tentang pendidikan karakter dalam tafsir al- Qur‟an surat Ali Imran ayat 133-136.

2. Manfaat praktis

  Mengetahui tentang konsep pendidikan karakter dan aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bahan referensi bagi pihak atau instansi yang membutuhkan penelitian ini, serta dapat menumbuhkan semangat untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

E. Definisi Operasional

  Untuk menghindari kesalahfahaman dalam mengartikan pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah dalam skripsi ini sebagai berikut: 1.

  Pendidikan Karakter Menurut Noeng Muhajir sebagaimana dikutip oleh Suwarno

  (2006: 19), pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani,

  Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak pergi dan pulang

  sekolah diantar seorang pelayan. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.

  Sedangkan karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam (Majid dan Andayani, 2011: 11). Jadi, pendidikan karakter atau oleh para pendidik sering disebutnya sebagai pendidikan watak, adalah sebuah proses pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai luhur, budi pekerti, atau akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat istiadat dan nilai-nilai ke-Indonesiaan, dalam rangka mengembangkan kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang berkarakter sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama (Zuchdi, 2009: 76).

  2. Tafsir Tafsir berasal dari kata “fassara” yang bermana menjelaskan, menerangkan. Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi.

  Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al- Qur‟an al-Karim dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia

  (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tafsir).

  3. Al-Qur‟an Al-

  Qur‟an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan perantara malaikat Jibril, untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan, sebagai petunjuk atau pedoman hidup umat manusia, kitab suci umat islam (Rajak, 1993: 24).

F. Metode Penelitian 1.

  Jenis penelitian Penelitian yang digunakan oleh peneliti ini termasuk dalam penelitian literatur, atau penelitian kepustakaan/library research, yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dan peneliti terdahulu (Hasan, 2006: 5). Dalam hal ini penulis mengumpulkan data skripsi ini dengan mengacu pada sumber- sumber kepustakaan seperti buku, majalah, artikel dan jurnal.

2. Sumber Data

  Dalam penelitian literatur ini, penulis mengacu beberapa sumber yang sesuai dengan topik yang bersangkutan, yakni dibagi dalam dua bentuk sumber yaitu: a.

  Sumber Primer Sumber primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian perorangan, kelompok, dan organisasi

  (Ruslan, 2010: 29). Dalam hal ini peneliti mengacu sumber primernya diantaranya adalah Al- Qur‟an dan Hadist Nabi yang berkaitan tentang pendidikan karakter.

  b.

  Sumber Sekunder Yaitu sumber yang mendukung dan melengkapi sumber data primer. Adapun sumber data sekunder dalam penulisan skripsi ini adalah tafsir Al- Qur‟an yang berkaitan dengan pendidikan karakter dan buku para ahli yang berkaitan dengannya.

  3. Teknik Pengumpulan Data Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, digunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274).

  Metode dokumentasi adalah cara untuk mendapatkan data mengenai hal-hal atau variabel dengan membuka kembali catatan, daftar riwayat hidup, transkrip dan lain-lainnya disebut dokumen. Pada penelitian ini penulis menggunakan buku dalam menemukan data.

  Objek penelitian ini adalah pendidikan karakter. Penulis memfokuskan kajian ini pada pendidikan karakter yang termaktub dalam Al- Qur‟an surat Ali Imran ayat 133-136.

  4. Analisis Data Dijelaskan oleh Lexy J. Moleong analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Di dalam analisis, data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka (Miles dan Huberman, 1992:15).

  Dalam menganalisis penelitian tentang pendidikan karakter penulis menggunakan beberapa metode, diantaranya metode diskriptif analisis dan metode induktif. Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif analisis, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai dari suatu variabel, dalam hal ini variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. (Hasan, 2006:7)

  Metode Induktif adalah metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret, kemudian dari fakta- fakta atau peristiwa-peristiwa yang kongkret itu ditarik generalisasi- generalisasi yang mempunyai sifat umum (Hadi, 1993:42).

  Berdasarkan pengertian tersebut penulis akan menguraikan makna yang terkandung dalam Al- Qur‟an surat Ali Imran ayat 133-

  136, kemudian penulis menarik kesimpulan tentang permasalahan tersebut.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

  Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman isi skripsi ini, penulis akan menyusun skripsi ini dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

  BAB I, bab ini berisi tentang pendahuluan yang mencakup tentang latar belakang penelitian, rumusan dan tujuan penelitian. Selain itu di dalamnya juga dibahas tentang manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian diteruskan dengan sistematika penulisan skripsi agar lebih terstruktur dalam memahami.

  BAB II, sebagai kelanjutan dari bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis memaparkan landasan teori yang di dalamnya terdapat teori-teori tentang pendidikan, teori-teori tentang pendidikan karakter, dan teori-teori tentang kandungan surat Ali Imran ayat 133-136.

  BAB III, pada bab ini penulis akan membahas tentang ayat- ayat alqur‟an dan hadis pendukung, serta tafsir surat Ali Imran ayat 133-136.

  BAB IV, pada bab ini, penulis memfokuskan pembahasan mengenai surat Ali Imran ayat 133-136 tentang pendidikan karakter dan aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari. BAB V, memaparkan tentang kesimpulan yang telah dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini serta dilanjutkan dengan penutup.

BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan 1. Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah salah satu hal yang dibutuhkan oleh manusia

  oleh karena itu tidak heran jika banyak orang yang berbondong-bondong mengenyam pendidikan dari yang formal sampai yang informal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 232), Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me sehingga menjadi “mendidik”, yang memiliki arti memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

  Menurut Noeng Muhajir sebagaimana dikutip oleh Suwarno (2006: 19), pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan

  educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam

  bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.

  Secara terminologi pedidikan telah diumuskan oleh para pakar pendidikan maupun ulama. Di antaranya yang dikemukakan oleh al-Qodli Baidlowi yang dinukil oleh Miqdad Yaljan sebagai berikut:

  بًئَْٕشَف بًئَْٕش ًٍَِِمَو ٌَّا ٍءَّْٓشٌا ُغٍِْْٕبَح ٌَِٓ تَِّٕبْشَّخٌا

  “Pendidikan adalah usaha perlahan-lahan untuk mengembangkan sesuatu menuju kesempurnaannya”. Jadi kalau kita perhatikan ta‟rif tersebut, maka pengertian pendidikan berlaku sangat umum (Huda, 2009: 19).

  Dalam pengertian yang sederhana dan umum, pendidikan merupakan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (Indar, 1994: 16). Sementara pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat (Sadulloh, 2009: 54).

  Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Suwarno, 2006: 21).

  Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan

  (Ikhsan, 2003: 2). Selain itu, pendidikan juga merupakan salah satu sarana terpenting dalam usaha pembangunan sumber daya manusia dan penanaman nilai-nilai kemanusiaan, yang pada gilirannya akan menciptakan suasana dan tatanan kehidupan masyarakat yang beradab dan berperadaban (Naquib Al-Attas, 2003: 23).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi diinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

2. Aliran-aliran pendidikan

  Terdapat empat aliran pendidikan yang mana keempat aliran tersebut mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang pendidikan: a.

  Aliran empirisme Aliran empirisme dikemukakan oleh John Locke (1704-1932) seorang filsuf Inggris. Empirisme juga berasal dari bahasa latin, dengan kata asal emiricus yang berarti pengalaman. Aliran ini juga dinamakan aliran “Tabularasa” yang berarti seseorang dilahirkan seperti kertas kosong yang belum ditulisi apapun, maka pendidikanlah yang akan menulisnya (Idris, 1992: 5). Jadi John Locke berpendapat bahwa anak dilahirkan ke dunia ini tanpa pembawaan. Menurut teori empirisme, pendidikan adalah maha kuasa dalam membentuk anak didik menjadi apa yang diinginkannya (Jumali dkk, 2008: 126).

  Teori empirisme ini menganggap bahwa pendidikan hanya dapat diperolah dari lingkungan yang ada disekitar. Yang dimaksud dengan lingkungan yaitu lingkungan hidup maupun lingkungan tak hidup yang berpengaruh besar terhadap pendidikan dan perkembangan anak.

  b.

  Aliran nativisme Nativisme berasal dari bahasa latin yaitu natives yang berarti terlahir. Seseorang berkembang berdasarkan apa yang dibawanya dari lahir. Pendidikan tidak berpengaruh sama sekali terhadap perkembangan seseorang. Pelopor dari aliran Nativisme ini adalah Schopenhauwer (1788-1880) yang berkebangsaan Jerman. Menurutnya mendidik ialah membiarkan seseorang tumbuh berdasarkan pembawaannya (Idris, 1992: 6). Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir, pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menentukan hasil perkembangannya (Purwanto, 2006: 59).

  Dalam hubungannya dengan pendidikan, aliran ini berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak kelahirannya. Lingkungan tidak berpengaruh sama sekali terhadap pendidikan dan perkembangan anak itu. Aliran ini juga berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan dengan perkembangan anak didik. Dengan kata lain aliran nativisme merupakan aliran pesimisme dalam pendidikan. Berhasil tidaknya perkembangan anak tergantung pada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang dimiliki oleh anak didik (Jumali dkk, 2008: 126).

  c.

  Aliran naturalisme Naturalisme berasal dari bahasa latin yaitu nature yang berarti alami, tabiat, dan pembawaan. Aliran ini hampir sama dengan nativisme yang berpendapat bahwa pada hakikatnya semua anak sejak dilahirkan adalah baik. Teori yang dikemukakan oleh J. J Rousseau (1712-1778) berpendapat bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang baik, tidak ada seorangpun anak yang lahir dengan pembawaan buruk(Jumali dkk, 2008: 127).

  d.

  Aliran konvergensi Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau kerjasama untuk mencapai suatu hasil. Hukum ini berasal dari ahli ilmu jiwa Jerman, bernama William Stern (1871- 1939). Ia berpendapat bahwa faktor pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia, sehingga aliran ini merupakan kombinasi dari nativisme dengan empirisme (Purwanto, 2006: 60).

  Menurutnya, teori empirisme dan nativisme masing-masing terlalu berat sebelah. Kedua-duanya mendukung kebenaran dan juga ketidak benaran. Menurut teori konvergensi baik pembawaan maupun lingkungan kedua-duanya mempunyai pengaruh terhadap hasil perkembangan anak didik. Hasil perkembangan dan pendidikan bergabung pada kecilnya pembawaan serta situasi lingkungan (Jumali dkk, 2008: 128).

  Jadi, menurut teori konvergensi perkembangan manusia bukan karena hasil dari pembawaan saja melainkan juga lingkungan yang menentukan hasil pendidikan tersebut. Selain itu kemampuan atau aktivitas seseorang itu sendiri juga menentukan hasil dari pendidikan dan perkembangan manusia. Dengan begitu teori konvergensi menggabungkan antara pembawaan dan lingkungan serta aktivitas manusia itu sendiri.

3. Tujuan Pendidikan

  Menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003 bab 2 pasal 3 mengenai fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Kesuma, 2011: 6)

  M Athiyah al-Abrasy (2003: 35), mengemukakan bahwa tujuan Pendidikan dan pengajaran adalah sebagai berikut : a.

  Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.

  b.

  Pendidikan dan pengajaran bukanlah sekedar memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), c. Membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya, ikhlas, dan jujur.

  d.

  Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.

  Jaminan UUD 1945 pasal 29, UU SISDIKNAS RI bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencita-citakan lahirnya anak Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mayoritas jumlah penduduk Indonesia beragama Islam, tumbuhnya kegairahan para pemikir dan pengelola lembaga pendidikan Islam untuk memperbaiki, meningkatkan dan memperbaharui mutu pendidikan, munculnya metode belajar membaca al- Qur‟an (Mansur, 2005, 145).

  Pembentukan karater merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah yang terkandung dalam UU di atas bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter. Sehingga akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafaskan nilai-nilai luhur bangsa serta agama (Asmani, 2012: 29).

B. Karakter 1.

  Pengertian Karakter Secara bahasa, karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang artinya „mengukir‟. Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Tidak mudah usang tertelan waktu atau aus terkena gesekan. Menghilangkan ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu. sebab, ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya (Munir, 2010:2). Kata karakter menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) berarti; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Sedangkan karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas memiliki makna; bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak (Syafri, 2012: 7).

  Sementara dalam kamus psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sfat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo dalam Furqon Hidayatullah, 2010: 12).

  Karakter berasal dari kata character yang berarti watak, karakter atau sifat (Echols, 1996: 107). Suyanto mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan beerja sama, baik dalam lingkup keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara (Zuchdi, 2011: 27).

  Secara koheren karakter memancar dari hasil olah pikir, olah rasa dan karsa, serta olah raga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Budimansyah, 2010: 23). Dan secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga sehingga menghasilkan enam karater utama dalam seorang individu, yaitu jujur, tanggung jawab, cerdas, bersih, sehat, peduli, dan kreatif (Majiid dan Andayani, 2011: 164).

  Karakter memiliki batasan yang berada di dalam dua wilayah. Ia diyakini ada sebagai sifat fitri manusia, sementara pada sisi lain ia diyakini harus dibentuk melalui model pendidikan tertentu. Aristoteles meyakini bahwa individu tidak lahir dengan kemampuan untuk mengerti dan menerapkan standar-standar moral, dibutuhkan pelatihan yang berkesinambungan agar individu menampakkan kebaikan moral.

  Sementara Socrates meyakini bahwa ada bayi moral dalam diri manusia yang meminta untuk dilahikan , tugas pendidikan adalah untuk membantu melahirkannya (Anees, 2009: 120).

2. Karakter atau Akhlak dalam Al-Qur‟an

  Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut kebiasaan (Majiid dan Andayani, 2011: 12).

  Al- Qur‟an adalah sebagai rujukan akhlak yang berfungsi menyampaikan risalah hidayah untuk menata sikap dan perilaku yang harus dilakukan manusia. Ayat-ayat al-

  Qur‟an sangat membangun karakter akhlak. Beberapa diantaranya adalah pengarahan agar umat manusia berakhlakul karimah, bisa dilihat pada beberapa surat dan ayat berikut yang mengungkapkan hal-hal yang berkenaan dengan perilaku, penjagaan diri, sifat pemaaf, dan kejujuran (Syafri, 2012: 63): a.

  QS. An-Nur ayat 30-31

  

َّنِا ْمٌٍَُ َّوْصَأ َهٌَِر ْمٍَُجَُشُف اُُظَفْحَََٔ ْمٌِِسبَصْبَأ ْهِم اُُّضُغَٔ َهِٕىِمْئُمٌٍِْ ًُْل

(30) َنُُعَىْصَٔ بَمِب ٌشِٕبَخ َ َّالله َهِٔذْبُٔ َلاََ َّهٍَُجَُشُف َهْظَفْحَََٔ َّهٌِِسبَصْبَأ ْهِم َهْضُضْغَٔ ِثبَىِمْئُمٌٍِْ ًُْلََ

  َهِٔذْبُٔ َلاََ َّهٍِِبُُُٕج ٍََّع َّهٌِِشُمُخِب َهْبِشْضٌَََْٕ بٍَْىِم َشٍََظ بَم َّلا ِا َّهٍَُخَىِٔص ِءبَىْبَأ ََْأ َّهٍِِئبَىْبَأ ََْأ َّهٍِِخٌَُُعُب ِءبَبَآ ََْأ َّهٍِِئبَبَآ ََْأ َّهٍِِخٌَُُعُبٌِ َّلاِا َّهٍَُخَىِٔص

بَم ََْأ َّهٍِِئبَغِو ََْأ َّهٍِِحاََُخَأ ِٓىَب ََْأ َّهٍِِواَُ ْخِا ِٓىَب ََْأ َّهٍِِواَُْخِا ََْأ َّهٍِِخٌَُُعُب

ْمٌَ َهِٔزٌَّا ًِْفِّطٌا ََِأ ِيبَجِّشٌا َهِم ِتَبْسِ ْلْا ٌَُِٓأ ِشَْٕغ َهِٕعِببَّخٌا ََِأ َّهٍُُوبَمَْٔأ ْجَىٍََم

  ْهِم َهِٕفْخُٔ بَم َمٍَ ْعٌُِٕ َّهٍٍُِِجْسَؤِب َهْبِشْضَٔ َلاََ ِءبَغِّىٌا ِثاَسَُْع ٍََّع اَُشٍَْظَٔ 31 ( َنُُحٍِْفُح ْمُىٍََّعٌَ َنُُىِمْئُمٌْا بٍََُّٔأ بًعِٕمَج ِ َّالله ٌَِّا اُُبُُحََ َّهٍِِخَىِٔص

  “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (30)."Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita- wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan- pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

  ”(31) b. QS. Al-Ahzab ayat 33

  َةلاَّصٌا َهْمِلَأََ ٌََّلأا ِتٌٍَِِّٕبَجٌْا َجُّشَبَح َهْجَّشَبَح لاََ َّهُىِحُُُٕب ِٓف َنْشَلََ َظْجِّشٌا ُمُىْىَع َبٌِْزٌُِٕ ُ َّالله ُذِٔشُٔ بَمَّوِا ًٌَُُُعَسََ َ َّالله َهْعِطَأََ َةبَوَّضٌا َهِٕحآَ اًشٍِْٕطَح ْمُوَشٍَِّطََُٔ ِجَْٕبٌْا ًٌََْأ

  "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias, dan bertingkah-laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlulbait, dan membersihkan (dosa) kamu sebersih-bersihnya."

  • – (QS.33:33) c.

  QS. Al-Isra‟ ayat 23

  َنَذْىِع َّهَغٍُْبَٔ بَّمِا ۚ بًوبَغْحِا ِهَْٔذٌِاٌَُْبِبََ ُيبَِّٔا َّلاِا اَُذُبْعَح َّلاَأ َهُّبَس َّٰضَلََ ِىٌْا

ًلاَُْل بَمٌٍَُ ًُْلََ بَمٌُْشٍَْىَح َلاََ ٍّفُأ بَمٌٍَُ ًُْمَح َلاَف بَمٌُ َلاِو ََْأ بَمٌُُذَحَأ َشَب

بًمِٔشَو

  “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

  ” d.

  QS. At-Taubah ayat 119 ﴾ 11١ ﴿

  َهِٕلِدبَّصٌا َعَم ْاُُوُُوََ َ ّالله ْاُُمَّحا ْاُُىَمآ َهِٔزٌَّا بٍََُّٔأ بَٔ

  “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (199).

  e.

  QS. Ali Imran ayat 133-134

   ُض ْرلأا َو ُتا َواَمَّسلا اَهُض ْرَع ٍةَّنَج َو ْمُكِّبَر ْنِم ٍةَرِفْغَم ىَلِإ اوُعِراَس َو ٣١١ ِءاَّرَّضلا َو ِءاَّرَّسلا يِف َنوُقِفْنُي َنيِذَّلا ) ( َنيِقَّتُمْلِل ْتَّدِعُأ ) ٣١١ ( َن يِن ِس ْحُمْلا ُّبِحُي ُ َّاللَّ َو ِساَّنلا ِنَع َنيِفاَعْلا َو َظْيَغْلا َنيِمِظاَكْلا َو

  “Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (133). (yaitu) orang- orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema‟afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang- orang yang berbuat kebaikan.” (134)

  Al- Qur‟an sendiri melakukan proses pendidikan melalui latihan- latihan, baik formal ataupun nonformal. Pendidikan akhlak ini merupakan sebuah proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berpikir yang baik. Selain Al- Qur‟an, sumber akhlak lainnya adalah sunnah Nabi Muhammad Saw. pandangan ini berdalil pada pendapat Aisyah ra. Ketika menafsirkan akhlak Rasul yang tergambar dalam “al-khuluq al-azhim”, yaitu Al- Qur‟an. Seperti dalam firman Allah, “Dan

  ِمِْٕظَع ٍكٍُُخ ٍََّعٌَ َهَّوِا ََ

  sesungguhnya engkau benar- benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. Al- Qalam: 4). (Syafri , 2014: 65)

  Akhlak merupakan fondasi dasar sebuah karakter diri. Sehingga pribadi yang berakhlak baik nantinya akan menjadi bagian dari masyarakat yang baik pula dan sebaliknya. Akhlaklah yang membedakan karakter manusia dengan makhluk lainnya. Tanpa akhlak, manusia akan kehilangan derajat sebagai hamba Allah paling terhormat. Sebagaimana firman

  • –Nya,

  5

  4 ( َهٍِِٕفبَع ًََفْعَأ ُيبَوْدَدَس َّمُث ) َّلاِا ) ( ٍمُِْٔمَح ِهَغْحَأ ِٓف َنبَغْوِ ْلْا بَىْمٍََخ ْذَمٌَ

  )

  6 ( ٍنُُىْمَم ُش َْٕغ ٌشْجَأ ْمٍٍََُف ِثبَحٌِبَّصٌا اٍُُِمَعََ اُُىَمَآ َهِٔزٌَّا

  “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya(Neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus- putusnya

  ” (QS At-Tin: 4-6) C.