BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PEDOFILIA DI INDONESIA
BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA P E D O F I L I A
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh:
N Y A Y U I N D A H PURNAMA
NIM. 50 2013 302
F A K U L T A S HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PALEMBANG
2017
UNIVERSfTAS M U H A M M A D I Y A H PALEMBANG
FAKULTAS H U K U M
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
JUDUL SKRIPSI
:
BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN
TERHADAP
KORBAN
TINDAK
PEDOFILIA D I INDONESIA
Nama
NIM
Program Studi
Program Kekhusan
HUKUM
PIDANA
; Nyayu Indah Pumama
:502013302
: Itmu Hukum
: Hukum Pidana
Pembimbing:
Luii Maknun, SH.,MH
)
Palembang,
Persetujuan oleh Tim Penguji:
Maret 2017
|^
Ketua
: Dr. Muhammad Yahya Selma, SH.,MH
( ^
Anggota
: I . Mulyadi Tatizili, SH.,MH
(
2. Zulfikri Nawawi, SH.,MH
i
)
^^^Qxxi^ )
)
PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI
Pendaftaran
Skripsi
Sarjana
Fakultas
Hukum
Universitas
Muhammadiyah
Palembang Strata 1 B a g i :
NAMA
: NYAYU INDAH PURNAMA
NIM
: 50 2013 302
PRODI
: ILMU HUKUM
JUDUL SKRIPSI
: BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM
T E R H A D A P K O R B A N T I N D A K PIDANA
P E D O F I L I A DI INDONESIA
Dengan diterimanya skripsi i n i , sesudah lulus dari Ujian Komprehensif, penulis
berhak memakai gelar:
SARJANA H U K U M
Diketahui
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
NYAYU INDAH PURNAMA
Tempat dan tgl. Lahir
P A L E M B A N G , 31 Juii 1995
NIM
50 2013 302
Prodi
Ilmu I lukum
Progam Kekhususan
: Hukum Pidana
Menyatakan bahwa Kar^'a Ilmiah/Skripsi saya yang berjudul :
**BEiNTUK-3ENTliK P E R L I N D U N G A N H U K U M T E R H A D A P K O R B A N
T I N D A K P I D A N A P E D O F I L I A DI I N D O N E S I A "
Adalah
bukan
keseluruhan,
merupakan
kecuali
karya
dalam
tubs
bentuk
orang
kutipan
lain,
yang
baik sebagian
telah
saya
maupun
sebutkan
sumbemya.
Demikianlah sural pemyataan
ini saya buat dengan
sebenar-benamya dan
apabila pemyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi akademik.
Palembang,
2017
Yang Menyatakan
N Y A Y U INDAH PURNAMA
IV
MOTTO
"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila
kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan). kerjakanlah dengan sungguhsungguh (urusan) yang lain. Dan Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya
kamu berharap."
(Q.S. Al-Insyirah : 6-8)
K u persembahkan kepada:
•
Ayahanda & Ibunda tercinta
•
Saudara-Saudaraku tersayang
•
Seseorang yang kusayang
«
Sahabat-sahabat sepeijuangan
•
Agama, Nusa & Bangsa.
•
Almamater ku
V
ABSTRAK
BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN
T I N D A K PIDANA PEDOFH^IA DI INDONESIA
NYAYU INDAH PURNAMA
Yang
berikut:
menjadi
permasalahan
dalam
skripsi
i n i adalah
sebagai
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap korban tindak
pidana pedofilia di Indonesia ?
2. Bagaimanakah sanksi terhadap pelaku tindak pidana pedofilia menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak ?
Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk mengetahui upaya aparat
penegak hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana
human
trafficking menurut U U No. 21 tahun 2007 serta kendala aparat penegak hukum
dalam pemberantasan tindak pidana human trafficking, maka jenis penelitian ini
adalah penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif (menggambarkan),
oleh karenanya tidak bermaksud untuk menguji hipotesa.
Teknik penggumpulan data dititikberatkan kepada penelitian kepustakaan
dengan cara mengkaji bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier.
Teknik pengolahan data dilakukan dengan menerapkan cara analisis isi
(Content Analisys) untuk selanjutnya dikontruksikan ke dalam suatu kesimpulan.
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut;
1.
Bentuk-bentuk Perlindungan Terhadap Korban Tindak Pidana Pedofilia di
Indonesia antara lain: Konseling, Pelayanan, Bantuan Medis, Bantuan Hukum,
Pengawasan, Pencegahan.
2.
Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pedofilia Menurut Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dipidana dengan pidana
paling lama 15 (lima belas) denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Kata K u n c i : Pedofilia
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiin
Assalamu'alaikum W r . W b .
Fuji syukur kehadirat Allah SWT dan shalawat serta salam yang
tak
henti-hentinya kepada Rasul Allah Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis
dapat
menyelesaikan
sekripsi
ini dengan
judul
:
"BENTUK-BENTUK
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK
PIDANA
P E D O F I L I A DI INDONESIA"
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, kekeliruan
dan kekhilafan semua ini karena penulis adalah sebagai manusiabiasa yang tak
luput dari kesalahan dan banyak kekurangan, akan tetapi berkat adanya bantuan
dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, akhimya kesukaran dan
kesulitan tersebut dapat dilampaui, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Yth. Bapak
Dr.
Abid
Djazuli,
SE.
M M . , selaku
Rektor
Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2.
Yth. Ibu Dr. Hj. Sri Suatmiati, SH. M . H u m , selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
3.
Yth. Bapak dan Ibu Wakil Dekan 1,11, I I I dan I V Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang.
4.
Yth. Bapak Mulyadi Tanzili, SH. M H , selaku Ketua Prodi
Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
5.
Yth. Ibu Luii Maknun, SH. M H , selaku Penasehat Akademik sekaligus
Pembimbing Skripsi, yang telah banyak memberikan petunjuk-petunjuk dan
bimbingan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini.
6.
Yth. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Karyawan dan karyawati Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
vii
7. Yth. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang selama ini tak henti-hentinya
memberikan doa, semangat serta bantuan kepada penulis selama kuliah
8.
Saudara-saudaraku
yang
memberikan
semangat serta motifasi
dalam
penyelesaian penulisan skripsi ini.
9. Teman-temanku yang telah banyak membantu dalam penyelesEiian skripsi i n i .
Semoga semua jasa baik mereka diterima oleh Allah SWT, sebagai amal
sholeh dan mendapatkan ganjaran yang tidak terhingga. A m i n yarobbal Alamin.
Akhir kata segala keritik dan saran dari pembaca, penulis terima dengan
senang hati dan untuk itu penulis ucapkan terima kasih..
Wassalamu'alaikum W r Wb.
Palembang,
Penulis
Nyayu Indah Pumama
viii
2017
D A F T A R ISI
H A L A M A N JUDUL
i
L E M B A R PERSETUJUAN P E M B I M B I N G
P E N D A F T A R A N U J I A N SKRIPSI
ii
iii
SURAT P E R N Y A T A A N O R I S I N A L I T A S
iv
H A L A M A N MOTTO D A N PERSEMBAHAN
ABSTRAK
v
vi
K A T A PENGANTAR
vii
D A F T A R ISI
ix
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
7
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
7
D. Definisi Operasional
8
E.
Metodologi Penelitian
8
F.
Sistematika Penulisan
9
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
10
A. Pengertian Tindak Pidana
10
B. Pengertian Pedofilia
17
C. Pembagian Pedofilia
20
D. Hak dan Kebutuhan Perlindungan Anak dalam Perlindungannya
E. Pengertian dan Ruang Lingkup Delik Kesusilaan
BAB I I I HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
23
35
42
A. Bentuk-bentuk Perlindungan Terhadap Korban Tindak Pidana Pedofilia di
Indonesia
42
ix
B. Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pedofilia Menenurut Undangundang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
B A B I V PENUTUP
48
52
A . Kesimpulan
52
B . Saran
52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
X
BAB I
PENDAHULUAN
A. L a t a r belakang
Perhatian terhadap permasalahan
perlindungan anak sebagai objek
kejahatan telah dibahas dalam beberapa pertemuan berskala intemasional yang
antara lain Deklarasi Jenewa Tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui
dalam Universal Declaration of Human Rights tahun 1984. Kemudian pada
tanggal 20 November 1958, Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of
the Rights of the Child (Deklarasi Hak-hak Anak)'. Kemudian instrument
intemasional dalam perlindungan anak yang termasuk dalam instrument H A M
yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-bangsa adalah
Protection
of juveniles
Desprived
of Their Liberty.
UN Rules for
UN Standart
the
Minimum
Rules for Non Custodial Measures (Tokyo Rules), UN Guidelines for The
Prevention of Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidelines)^
Permasalahan yang sangat penting dibahas tentang hak asasi manusia
(HAM)
pada segala aspek kehidupan, khususnya
adalah
perlindungan
terhadap anak di Indonesia. Anak mempakan asset sebagai bagian dari
generasi muda yang berperan dan sangat strategis sebagai penentu suksesnya
suatu bangsa. Indonesia merupakan salah satu dari 192 negara yang telah
^ Muladi, Barda Nawawi Arief, bunga liampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung,
1992, Hal. 108.
^ Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Maju Mandar,
Bandung, 2005, Hal. 15.
1
2
meratifikasi hak anak {Converuion on the Righ of the Children) pada tahun
1999. Dengan meratifikasi konversi i n i , Indonesia memiliki kewajiban untuk
memenuhi hak-hak anak bagi semua anak tanpa kecuali, salah satu hak anak
yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan adalah hak-hak yang
mengalami kekerasan seksual.
Salah satu bentuk kejahatan kekerasan seksual terhadap anak adalah
kejahatan pedofilia. Pedofilia adalah manusia dewasa yang memiliki prilaku
seksual menyimpang dengan anak-anak. Pelecehan seksual ini menimbulkan
trauma psikis yang tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat. Dampak
negative dari tindak kekerasan seksual itu memang berbeda-beda, tergantung
dari bagaimana perlakuan pelaku terhadap korban. Keadaan ini juga membuat
anak beresiko tinggi tertular penyakit yang disebabkan hubungan seksual
khususnya H I V / H A I D S .
Pedofilia sebagai gangguan atau kelainan j i w a pada seseorang untuk
bertindak dengan menjadikan anak-anak sebagai instrument atau sasaran dari
tindakan itu. Umumnya bentuk tindakan itu berupa pelampiasan nafsu seksual.
Tindak pelecehan seksual ini sangat meresahkan karena yang menjadi korban
adalah anak-anak. Pelecehan seksual ini menimbulkan trauma psikis yang
tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat. Pasal-pasal K U H P mengenai
tindak
pidana yang masuk golongan kejahatan
mengandung unsur kesalahan, dari
pihak
atau misdripen
pelaku tindak
selalu
pidana, yaitu
kesengajaan atau culpa^
^ Wirdjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco,
Bandung, 1989. Hal.70.
3
Penderita pedofilia atau pedofilis, menjadikan anak-anak
sebagai
sasaran. Seorang pedofilis umumnya melakukan tindakanya hanya karena
dimotifasi keinginanya memuaskan fantasi seksualnya. Kriminolok Andrianus
Meliala, membagi pedofilia dalam dua jenis; pertama pedoofilia hormonal,
yang merupakan kelainan biologis dan bawaan seseorang sejak lahir. Kedua;
pedopilia habitual, kelainan seksual
yang terbentuk dari kondisi
sosial
penderitanya. Dimasyarakat kasus-kasus pedofilia ditengarai banyak terjadi.
Namun masih sedikit terungkap dan diketahui public. Menurut Andrianus
Meliala, itu tidak semata terkait dengan peradaban masyarakat Indonesia
sebagai orang timur, tetapi juga perilaku para pedofilis yang makin canggih
dan meninggalkan pendekatan kekerasan.''
I n i terbukti kalangan pedofilis menggunakan berbagai cara dan modus
untuk "menjerat" korbannya, beberapa diantaranya dengan memberi beasiswa,
menjadi orang tua asuh, dan memberi berbagai barang dan fasilitas.^ Anakanak menjadi korban karena secara sosial kedudukannya lemah, mudah
diperdaya, ditipu, mudah dipaksa dan takut untuk melapor kepada orang
tuanya kendati telah berkali-kali menjadi korban.
Disamping itu, anak terlantar yang banyak berkeliaran dijalanan,
tempat umum atau daerah kumuh juga banyak menjadi korban perilaku
pedofilia karena secara ekonomi mereka tidak mampu, sehingga anak jalanan
rentan menjadi korban pedofilia. Praktek pedofili akan berdampak negatife
bagi anak. Bukan merusak masa depan secara fisik saja, tetapi akan merusak
hltp /Avw-w oi ienta co id/kriminal/. diakses pada tanggal 16 Nopember 2016
' http://\vww.[iputan6.corn/view/, diakses pada tanggal 16 Nopember 2016
4
mental dan kejiwaan anak, seperti gangguan depresi berat dapat terbawa kelak
hingga dewasa. Apalagi kebanyakan penderita pedofilia disebabkan
karena
dirinya pemah menjadi korban pelecahan seksual serupa pada masa kanakkanak.
Dilihat dari ragam
bentuk karakteristik perbuatan
kaum
pedofil
terhadap anak seperti itu, bisa dikatakan anak-anak dieksploitasi. Sehingga
anak adalah korban yang mestinya dilindungi dan memperoleh
pelayanan
khusus.
Dan seharusnya ada norma dan hukum yang tegas untuk untuk
melindungi anak-anak, sehingga secara yuridis, pihak yang bertanggung jawab
adalah eksploitatomya. Tindak pidana pedofilia sangat merugikan korban dan
masyarakat luas. Penderitaan korban akibat perbuatan kaum pedofilia tidak
berupa penderitaan fisik saja, tetapi juga penderitaan secara psikologis atau
mental/' Oleh karena itu korban membutuhkan perhatian dan perlindungan
hukum. Hukum di Indonesia yang menjerat pelaku praktek pedofilia tidaklah
serius. Sehingga hukuman bagi kaum pedofil tidak setimpal dengan apa yang
telah diperbuat dan resiko rusaknya masa depan para korban. Selain itu
perlindungan dari masyarakat bagi korban pedofil juga sangat kurang.
Tercatat lebih dari 4.000 kasus tiap tahun anak yang berkonfiik dengan
hukum, dimana seharusnya mereka tidak diposisikan sekedar sebagai pelaku
kriminal, namun lebih sebagai korban.^ Yaitu korban atas suasana tidak
* Widodo Judarwanto, Aspek Hukum Bagi Pedofilia di Indonesia, Rineka Cipla,
Jakarta, 2009, Hal, 10
' Sumaryati Hartono, Politik Hukum Memju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991, Hal. 168
kondusif bagi pemenuhan hak tumbuh kembang secara wajar. Selain dari
perlindungan hukum terhadap anak dalam hal melakukan pelanggaran pidana,
tidak kalah pentingnya perlindungan terhadap anak sebagai objek atau sasaran
tindak pidana, dalam hal ini anak sering dipakai sebagai objek kewenangwenangan orang tua atau alat bagi kepentingan orang-orang yang tidak
bertanggung jawab terhadap kehidupan anak.
Salah satu bentuk kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak
adalah kejahatan pedofilia. Pedofilia adalah manusia dewasa yang memiliki
perilaku seksual menyimpang dengan anak-anak. Kata itu berasal dari bahasa
yunani, paedo (anak) dan philia (cinta).** Pedofilia sebagai gangguan atau
kelainan j i w a pada seseorang untuk bertindak dengan menjadikan anak-anak
sebagai instrument atau sasaran dari tindakan itu. Umumnya bentuk tindakan
itu berupa pelampiasan nafsu seksual. Tindak pelecehan seksual ini sangat
meresahkan karena yang menjadi korban adalah anak-anak. Pelecehan seksual
ini menimbulkan trauma psikis yang tidak bisa disembuhkan dalam waktu
singkat.
Dampak
tindak kekerasan
seksual
itu memang
berbeda-beda,
tergantung dari bagaimana perlakuan pelaku terhadap korban.
Menurut Suryani korban pelecehan
seksual yang telah menginjak
dewasa juga terganggu kejiwaanya sehingga sulit membangun mahligai rumah
tangga secara harmonis. Mereka cenderung kehilangan gairah seksual, dan
sulit mengasihi pasangannya. Dalam tingkat yang paling parah, korban bisa
menjadi pelaku pedofilia baru karena meniru apa yang mereka alami saat
"
Evy
Rachmawati,
Sisi
Kelam
http:/Avww.kompasxom-kompaKetak'0509/28/M
Pariwisata
di
Pulau
Dewata,
6
masih anak-anak.
Tidak
penanganan
memadainya
profil
kurang tertuju
pada
para
pedofili
pencegahan
mengakibalkan langkah
para
individu
bertendensi
pedofilia agar tidak melakukan aksinya sama sekali. Sebaliknya, treatment
lebih difokuskan pada semaksimal mungkin mencegah pedofilis agar tidak
mengulangi aksi serupa.
Pendekatan
yang dilakukan
lebih pada terapi
modifikasi kognitif pelaku.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas dalam rangka penanggulangan
masalah
kejahatan
pedofilia
maka
diperlukan
suatu
pendekatan
yang
berorientasi kebijakan hukum pidana. Kebijaktm penanggulangan dengan
hukum
pidana
adalah
merupakan
usaha
yang rasional dalam
rangka
menanggulangi kejahatan. Sebagai kejahatan yang rasional maka kebijakan
tersebut harus berhubungan dengan kebijakan aplikatif yaitu kebijakan untuk
bagaimana mengoperasionalisasikan peraturan perundang-undangan hukum
pidana
yang
berlaku pada saat i n i dalam rangka menangani masalah
pedofilia.
Selain
itu juga yang harus
dikaji
adalah
bagaimana kebijakan
formulatif atau kebijakan yang mengarah pada pembaharuan hukum pidana
(penal law reform) yaitu kebijakan untuk bagaimana merumuskan peraturan
pada undang-undang hukum pidana (berkaitan pula dengan konsep K U H P
baru) yang tepat dalam rangka menanggulangi kejahatan pedofilia pada masa
yang akan datang.
7
Berdasarkan
uraian pada latar belakang diatas, telah
mendorong
penulis untuk mengkaji lebih dalam dan menyusun dalam bentuk skripsi
dengan
judul
TERHADAP
:
**BENTUK-BENTUK
KORBAN
TINDAK
PERLINDUNGAN
PU)ANA
HUKUM
PEDOFILIA
DI
INDONESIA"
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap korban tindak
pidana pedofilia di Indonesia ?
2.
Bagaimanakah sanksi terhadap pelaku tindak pidana pedofilia menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak?
C . Ruang Lingkup dan Tujuan
Untuk membahas ruang gerak pembahasan serta guna terarahnya
pembahasan dan agar tidak menyimpang dari permasalahan diatas, maka
penulis hanya membahas permasalahan
yang berkaitan dengan
bentuk-
bentuk perlindungan terhadap korban tindak pidana pedofilia di Indonesia
dan sanksi terhadap pelaku tindak pidana pedofilia menurut Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
8
D. Definisi Operasional
1. Perlindungan hukum adalah suatu kondisi subjektif yang
menyatakan
hadimya keharusan pada d i n sejumlah subjek untuk segera memperoleh
sejumlah sumber daya guna kelangsungan eksistensi subjek hukum yang
dijamin dan dilindungi oleh hukum.
2. Tindak pidana adalah perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undangundang, bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan patut
dipidana.
Pedofilia adalah aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa
terhadap anak-anak dibawah umur.
E . Metode penelitian
Penelitian i n i termasuk penelitian hukum normative, maka jenis data
yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yang diteliti adalah
sebagai berikut:
1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat
2.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang
bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau
risalah
perundang-
undangan.
3.
Bahan
hukum tersier yang memberikan penjelasan
lebih
mendalam
mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain
: Ensiklopedia Indonesia, kamus hukum, kamus bahasa Inggris, kamus
bahasa Indonesia dan fain-lain.
9
Tehnik pengolahan data dilakukan dengan cara menganalisis data
tekstular (content analisys) untuk kemudian menarik suatu kesimpulan dan
kemudian diajukan saran-saran.
F . Sistematika Penulisan
Rencana penulisan skripsi i n i akan disusun secara keseluruhan dalam 4
(empat) Bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I
: Merupakan Bab Pendahuluan yang menguraikan latar belakang,
rumusan
masalah,
ruang
lingkup
dan
tujuan,
definisi
operasional dan metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
: Merupakan Tinjauan Pustaka yang
berisi
paparan tentang
kerangka teori yang erat kaitannya dengan permasalahan yang
akan dibahas.
BAB III
: Merupakan pembahasan yang menggambarkan tentang hasil
penelitian, sehubungan
dengan
permasalahan
hukum yang
diangkat.
BAB IV
: Merupakan bagian penutup
dalam kesimpulan dan saran.
dari pembahasan yang di format
B A B 11
TESIJAUAN P U S T A K A
A . Pengertiao Tindak Pidana.
Istilah tindak pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal
dalam hukum pidana Belanda yaitu : ^^strajhaar feif\
Walaupun istilah i n i
terdapat dalam W V S Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan
resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafhaar feit itu. Karena itu para
ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. sayangnya
sampai kini belum ada keseragaman pendapat.'^
Istilah-istilah yang pemah digunakan baik dalam perundang-undangan
yang ada maupun dalam berbagai literature hukum sebagai terjemahan dari
istilah strafhaar feit
adalah
: Tindak pidana, peristiwa pidana,
delik,
pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat
dihukum, perbuatan pidana. Nyatalah kini setidak-tidaknya dikenal dengan
istilah dalam bahasa kita sebagai terjemahan dari istilah strafhaar feit.
Strafhaar feit terdiri dari 3 kata, yakni: Straf haar, feit dari istilah
yang digunakan sebagai terjemahan. Dalam strafhaar feit i t u temyata straf
diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar terjemahan dengan
^ Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidcoui, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002, hal 67.
10
11
dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak,
peristiwa, pelanggaran dan perbuatan."'
Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana i n i adalah perbuatanperbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan
masyarakat,
dalam
arti
bertentangan
dengan
atau
menghambat
akan
terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil,
dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan anti sosial.
Tindak
pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum
pidana. Mengenai isi dari pengertian tindak pidana tidak ada
pendapat
kesatuan
Menurut Muladi, tindak pidana adalah
diantara para sarjana.
suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan perbuatan jahat atau kejahatan
yang bisa diartikan secara kriminologis." Menurut Chazawi, tindak pidana
dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-undangan
negara
Indonesia.'^
Dalam
hampir
seluruh
perundang-undangan
di
Indonesia
menggunakan istilah tindak pidana untuk merumuskan suatu tindakan yang
dapat
diancam dengan
suatu
pidana tertentu. Selanjutnya
Vos dalam
Martiman, merumuskan bahwa suatu tindak pidana (strafhaar feit) itu adalah
kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.'^
A r t i delict dalam Kamus Hukum, diartikan sebagai tindak pidana, perbuatan
Wirdjono Prodjodikoro, Tiruhk-tindak Pidatuj Tertentu di buionesia, PT, Eresco,
Jakarta, 1986, hal 11
" Muladi, Teori-teori dan Kehujakan Pidana, Alumni Bandung, 1998 hal. 67,
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian / . Rajawali Grafindo, Jakarta,
2002, hal 55
Martiman Prodjomidjojo, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia I,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1995, hal 16.
12
yang diancam dengan hukuman. Menurut Lamintang dalam Kitab UndangUndang Hukum
Pidana (KUHP), tindak pidana dikenal dengan
istilah
strajbaar feit.
Perkataan feit itu sendiri dalam Bahasa Belanda berarti sebagian dari
kenyataan, sedangkan strajbaar berarti dapat dihukum, hingga secara harfiah
arti dari kata strajbaar feit
dapat diterjemahkan sebagai bagian dari suatu
kenyataan yang dapat dihukum. Pengertian strajbaar feit dikatakan tidak tepat
karena seperti yang kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia
sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, maupun tindakan.'**
Ada dua aliran tindak pidana yang menganut paham yang berbeda
yang golongan aliran
monistis dan aliran dualistis. Kedua aliran ini
menyebutkan pengertian tindak pidana beserta unsur-unsumya. Golongan
monistis adalah golongan yang mengajarkan tentang penggabungan antara
perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana sebagai syarat adanya
pidana merupakan keseluruhan dari sifat dan perbuatan. Golongan monistis
memberikan pengertian mengenai tindak pidana sebagai berikut: '^
1. D . Simon memberikan pengertian bahwa pidana adalah perbuatan
manusia yang dilakukan secara melawan hukum, dilakukan dengan
kesalahan, diancam dengan pidana dan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab.
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997, hal. 107
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1996, hal 90.
13
2.
Van Hamel mendefinisikan bahwa tindak pidana adalah perbuatan
manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan
hukum, dilakukan dengan kesalahan dan patut dipidana.
3. J. Bauman mendefinisikan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang
memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan
dengan adanya unsur kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai
tindak pidana.
Kami
mendefinisikan
bahwa
tindak
pidana
adalah
delik
itu
mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, dilakukan dengan
salah dosa, oleh orang yang sempuma akal budinya dan kepada
siapa
perbuatan tersebut patut dipertanggung jawabkan.
Golongan dualistis adalah ajaran yang memisahkan antara perbuatan
pidana dan pertanggung jawaban pelaku tindak pidana. Golongan dualistis
memberikan pengertian mengenai tindak pidana sebagai berikut :'^'
1. Moeljatno mendefinisikan tindak pidana adalah suatu perbuatan yang
diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut
hams ada unsur-unsur pendukungnya yaitu :
a.
Perbuatan manusia.
b.
Yang memenuhi mmusan dalam undang-undang.
c.
Bersifat melawan hukum.
14
3. W.P.J. Pompe mendefinisikan tindak pidana adalah perbuatan yang
bersifat melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam
pidana.
Dari berbagai pandangan di atas dapat diambil kesimpulan yaitu tindak
pidana suatu perbuatan yang dilakukan manusia, bersifat melawan hukum dan
dapat
dikenakan sanksi pidana, kemudian perlu dijelaskan pula mengenai
pengertian dari sanksi pidana.
Pemidanaan adalah penderitaan untuk sengaja dibebankan kepada
orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Unsur-unsur dari pemidanaan adalah ;
1. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
akibat-akibat Iain yang menyenangkan.
2.
Pidana
itu diberikan
dengan
sengaja oleh orang atau badan
yang
mempunyai kesalahan.
3. Pidana tersebut diberikan kepada orang yang telah melakukan tindak
pidana menurut undang-undang.
Dalam i l m u hukum pidana dikenal berbagai macam penggolongan atau
penjelasan dan penjenisan tindak pidana'^, y a k n i :
^
\ . a. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusanya menitik
beratkan pada perbuatan yang dilarang dan diacam oleh undangundang.
Misalnya
: Pasal
362
KUHP,
tentang Tindak
Pencurian.
'^Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarso, Semarang, 1997, hal 40.
^^IbidMy 15-
Pidana
15
/ b. Tindak pidana materi! adalah tindak pidana yang perumusannya
menitik beratkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan
pidana oleh undang-undang, dengan kata lain hanya disebut rumusan
dan akibat perbuatan. Misalnya : Pasal 338 K U H P , tentang Tindak
Pidana Pembunuhan.
2. a. Tindak pidana sengaja (dolus) yang biasanya dalam K U H P dimulai
dengan kata-kata
"barang siapa dengan sengaja". Misalnya ; Pasal
340 tentang Pembunuhan Berencana.
b. Tindak pidana tidak Sengaja {culpa)
Yang dalam KUHP dimulai dengan kata-kata "barang siapa karena
kealpaannya". Misalnya : Pasal 210.
3. a. Delicto Commissionnis
Yaitu perbuatan yang melanggar suatu perbuatan yang dilarang.
Misalnya: Penggelapan.
b. Delicto Ommissionms
yaitu melanggar sesuatu perbuatan yang diperintah, misalnya Pasal 224
K U H P yakni tidak memenuhi kewajiban sebagai saksi.
Selain
KUHP
memiliki
pengertian tindak
pidana, K U H P juga
mengatur unsur-unsur tindak pidana, unsur-unsur tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Unsur subjektif; dan
2.
Unsur objektif.'''
16
Unsur subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku i t u
sendiri. Asas hukum pidana menyatakan tidak ada hukuman kalau tidak
ada
kesalahan,
kesalahan
yang
dimaksud
adalah
kesalahan
yang
diakibatkan oleh :
1.
Kesengajaan dan kealpaan;
2.
Maksud dari suatu percobaan, seperti yang dimaksud dalam Pasal 53
ayat (1) K U H P ;
3. Berbagai maksud seperti yang terdapat dalam pencurian, penipuan,
pemerasan dan Iain-lain.
4.
Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang terdapat dalam kejahatan
menurut Pasal 340 K U H P ; dan
5. Perasaan takut seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana
menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur objektif
Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku, y a k n i ;
1.
Sifat melawan hukum;
2.
Kualitas
dari
pelaku,
misalnya
seorang
Pegawai
Negeri
Sipil
melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 415 K U H P ; dan
3. Kausaiitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab
dengan kenyataan sebagai akibat.
Semua unsur tindak pidana tersebut merupakan suatu kesatuan, salah
satu unsur saja tidak terbukti bisa menyebabkan terdakwa dibebaskan dari
17
dakwaan maupun tuntutan melalui putusan Majelis Hakim.
^ K i t a b Undang-Undang Hukum Pidana ( K U H P ) , telah membagi tindak
pidana menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :
1. Tentang Kejahatan.
Termuat daiam Buku ke I I , dari Pasal 104 s/d pasal 488.
2.
Tentang Pelanggaran.
Termuat dalam Buku ke I I I dari Pasal 489 s/d Pasal 569.
Jenis tindak pidana terdiri atas pelanggaran dan kejahatan. Pembagian
tindak pidana ini membawa akibat hukum^", yakni sebagai berikut:
1. Percobaan suatu pelanggaran tidak dapat dihukum;
2.
Undang-undang tidak membuat perbedaan antara sengaja atau kealpaan
dalam suatu pelanggaran;
3. Keikutsertaan dalam pelanggaran tidak dapat dihukum;
4.
Pelanggaran yang dilakukan pengurus atau anggota pengurus
dapat
dihukum, apabila pelanggaran itu terjadi sepengetahuan mereka;
Dalam
pelanggaran
itu tidak
terdapat
ketentuan bahwa
adanya
pengaduan yang merupakan syarat bagi penuntutan.
B . Pengertian Pedofilia.
Secara hariiah pedofilia berarti cinta pada anak-anak. A k a n tetapi,
terjadi perkembangan kemudian, sehingga secara umum digunakan sebagai
istilah untuk menerangkan salah satu kelainan perkembangan psikoseksual
^° Evi Hartanti, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 7.
18
dimana individu memiliki liasrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak.
Pedofilia merupakan aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa
terhadap
anak-anak
di
bawah
umur.
Kadang-kadang,
si
anak
yang
menyediakan diri menjadi pasangan orang dengan setelah melalui bujukan
halus.^^
Tapi yang lebih sering penderita pedofilia memaksa dengan ancaman
terhadap anak-anak di bawah umur untuk mendapatkan kesenangan seksual.
Pada masyarakat tradisional, kasus-kasus pedofilia seringkali dikaitkan dengan
upaya seseorang mencari kesaksian atau kekebaian".^''
Keintiman seksual dicapai melalui manipulasi alat genital anak-anak
atau melakukan penetrasi penis sebagian atau keseluruhan Jerhadap alat
genital anak. Sering juga anak-anak dipaksakan melakukan relasi oral genital
atau anal genital. Kebanyakan kaum pedofilis adalah pria, tetapi dalam
pemusatan hasrat erotisnya sering juga melibatkan anak perempuan. Mereka
akan mencari anak-anak yang polos, untuk dijadikan mangsanya
dengan
bujukan atau rayuan, memberikan gula-gula, coklat, bahkan uang jajan.
Seringkali pula mangsanya adalah anak-anak dari temannya sendiri, seperti
anak tetangga atau bahkan anak-anak saudaranya.
Dalil apapun yang menjadikan penyebab anak-anak dalam perilaku
seksual adalah perilaku penyimpangan. Perilaku seksual yang melibatkan
^' Sawatri Supardi S, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. PT. Refika
Aditama, Bandung, 2005, hal 71
Mohammad Asmawi (Edt), Lika-liku Seks Meyimpang Bagaimana S'olusinya,
Yogyakarta, Darussalam Offset, 2005, hal 93.
Mohammad Asmawi (Edt), Lika-liku Saks Meyimpang..., op.cit, hal. 95
19
anak-anak
baik untuk tujuan objek
seksual
maupun
untuk komersial,
memberikan pengaruh negatif bagi perkembangan j i w a anak. Diantara kaum
Pedofilia i n i , ada juga yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak-anak
sendiri. Apabila sudah terlaksana hasrat seksualnya biasanya anak-anak yang
polos tersebut diancam dengan kekerasan agar tidak berani menceritakan
peristiwa yang dialaminya kepada orang lain, termasuk kepada orang tuanya
sendiri.
Bahwa masalah
kekerasan
seksual
merupakan salah satu bentuk
kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan serta patut
dikatagorikan sebagai jenis kejahatan
humanity).
melawan manusia
{crime against
Perlu diketahui misalnya dalam perspektif masyarakat
pada
lazimnya bahwa kejahatan seksual i t u bermacam-macam seperti: perzinahan,
'
^
homo^eksuai, ''samen leven'' (kumpul kebo), lesbian, prostitusi (pelacuran),
/
pencabulan, perkosaan promiskuitas (hubungan seksual yang dilakukan di luar
ikatan perkawinan dengan cara berganti-ganti pasangan). Namun demikian di
antara kejahatau seksual itu ada diantaranya yang tidak berbentuk atau di
lakukan dengan cara kekerasan. Ada di antara kejahatan seksual {seksual
crime) atau kejahatan kesusilaan itu yang dilakukan dengan suka sama suka
atau melalui transaksi (imbalan uang atau barang untuk melayani kebutuhan
seksual sesorang atas dasar perjanjian) seperti pelacuran. Meskipun demikian,
kejahatan kesusialaan
itu jaga dapat berefek pada terjadinya
kekerasan
bilamana kejahatan itu bersifat terorganisir, atau pihak yang merasa memiliki
20
uang banyak "menguasai" transaksi mengidap kelainan seksual dan baru
terpenuhi kebutuhan seksualnya j i k a dilayani dengan cara-cara kekerasan.
Begitupun soal kekerasan yang terkait dengan hubungan seksual tidak
selalu dapat dikatakan sebagai kejahatan bilamana ketentuan perundangundangan (hukum) tidak atau beium mengatumya. Misalnya
pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya tidak bisa
dikatakan sebagai kejahatan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai beberapa
istilah kata di atas (kejahatan kekerasan seksual) terasa penting untuk
diketahui lebih dahulu agar lebih memudahkan pembahasan berikutnya untuk
dicema.
C . Pembagian Pedofilia.
Objek
seksual
pada pedofilia
adalah anak-anak
dibawah umur
Pedopilia terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Pedofilia homoseksual, yaitu objek seksualnya adalah anak laki-laki
dibawah umur;
2. Pedofilia heteroseksual, yaitu objek seksualnya adalah anak perempuan
dibawah umur.
Secara lebih singkat, Robert G Meyer dan Paul Salmon membedakan
beberapa tipe pedophilia. Tipe pertama adalah mereka yang memiliki perasaan
tidak mampu secara seksual, khususnya bila berhadapan dengan wanita
dewasa. Tipe kedua adalah mereka yang punya perhatian khusus terhadap
21
ukuran alat vitalnya. Penyebab Pedofilia antara lain sebagai berikut:"
1. Hambatan dalam perkembangan psikologis yang menyebabkan ketidak
mampuan penderita menjalin relasi heterososial dan homososial yang
wajar;
2. Kecenderungan keperibadian antisosial yang ditandai dengan hambatan
perkembangan
pola
seksual
yang
matang
disertai
oleh
hambatan
perkembangan moral;
3. Terdapat kombinasi regresi, ketakutan impotent, serta rendahnya tatanan
etika dan moral.
Ciri-ciri Umum Anak yang Mengalami kekerasan seksual atau Sexual
abuse :
a.
Tanda-Tanda Perilaku
1. Perubahan-perubahan mendadak pada perilaku dari bahagia ke depresi
atau permusuhan, dari bersahabat ke isolasi, atau dari komunikatif ke
penuh rahasia;
2. Perilaku ekstrim: perilaku yang secara komparatif lebih agresif atau pasif
dari teman sebayanya atau dari perilaku dia sebelumnya;
3. Gangguan tidur: takut pergi ke tempat tidur, sulit tidur atau tenjaga dalam
waktu yang lama, mimpi buruk;
4. Perilaku
regresif: kembali
pada
perilaku
awal
perkembangan
tersebut, seperti ngompol, mengisap jempol, dan sebagainya;
Mohammad Asmawi (Edt), Lika-liku Seks Menyimpang..., Op.Cit. Hal. 95.
anak
22
5. Perilaku antisosial atau nakal: bermain api, mengganggu anak lain atau
binatang, tindakan-tindakan merusak;
6. Perilaku menghindar, takut akan atau menghindar dari orang tertentu
(orang tua, kakak, saudara lain, tetangga/pengasuh), lari dari rumah, nakal
atau membolos sekolah;
7.
Perilaku seksual yang tidak pantas: masturbasi berlebihan, berbahasa atau
bertingkah porno melebihi usianya, perilaku seduktif terhadap anak yang
lebih muda, menggambar porno;
8.
Penyalahgunaan
N A P Z A : alkohol atau obat terlarang khususnya pada
anak remaja;
9. Bentuk-bentuk perlakuan salah terhadap diri sendiri {self-abuse): merusak
diri
sendiri, gangguan
makan, berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan
berisiko tinggi, percobaan atau melakukan bunuh diri.
b.
Tanda-Tanda Kognisi
1.
Tidak dapat berkonsentrasi: sering melamun dan mengkhayal, fokus
perhatian singkat / terpecah;
2.
Minat
sekolah
memudar:
menunmnya
perhatian
terhadap
pekeijaem
sekolah dibandingkan dengan sebelumnya;
3. Respons reaksi berlebihan: khususnya terhadap gerakan tiba-tiba dan
orang lain dalam jarak dekat;
c. Tanda-Tanda Sosial-Emosional
1.
Rendahnya kepercayaan diri: perasaan tidak berharga;
23
2.
Menank diri: mengisolasi diri dari teman, lari ke dalam khayalan atau ke
bentuk-bentuk lain yang tidak berhubungan;
3. Depresi
tanpa
penyebab
jelas:
perasaan
tanpa
harapan
dan
ketidakberdayaan, pikiran dan pemyataan-pemyataan ingin bunuh diri;
Ketakutan berlebihan: kecemasan, hilang kepercayaan terhadap orang lain;
4.
5. Keterbatasan
perasaan:
tidak dapat
mencintai, tidak
riang
seperti
sebelumnya atau sebagaimana dialami oleh teman sebayanya.
d. Tanda-Tanda Fisik
1.
Perasaan sakit yang tidak jelas: mengeluh sakit kepala, sakit perut,
tenggorokan tanpa penyebab jelas, menurunnya berat badan secara drastis,
tidak ada kenaikan berat badan secara memadai, muntah-muntah;
2.
Luka-luka pada alat kelamin atau mengidap penyakit kelamin: pada
vagina, penis atau anus yang ditandai dengan pendarahan, lecet, nyeri atau
gatal-gatal di seputar alat kelamin.
3.
D.
Hamil;
H a k dan Kebutuhan Perlindungan Anak dalam Perlindungannya.
1. H a k - H a k A o a k
Menurut
pengertian
The Minimum
tentang
anak
Age
seorang
Convention
yang berusia
Nomor
15 tahun
138 (1973),
ke
bawah.
Sebaliknya, dalam Convention On The Rights Of The Child (1989) yang
telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Kepres Nomor 39 tahun 1990
disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah.
24
Sementara itu UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia
antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang
belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan
undang-undang
perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun.^^
Jika dicermati, maka secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentan
usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai
batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha
kesejahtaraan
sosial serta pertimbangan kematangan
sosial, kematangan
pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah
melampaui usia 21 tahun. Mengenai hak anak secara universal telah
ditetapkan melalui Sidang Umum PBB tanggal 20 Nopember 1959, dengan
memproklamasikan deklarasi hak-hak anak. Dengan demikian deklarasi
tersebut, diharapkan semua pihak, baik individu, orang tua, organisasi sosial,
pemerintah dan masyarakat mengakui hak-hak tersebut dan mendorong
semua upaya untuk memenuhinya.
Ada 10 prinsip tentang hak anak menurut deklarasi tersebut, yaitu:^^
Prinsip 1 :
Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi ini
tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan diskriminasi.
Prinsip 2:
Setiap
anak
harus menikmati perlindungan khusus,
harus diberikan
Abu Hurairah, Kekerasan Terhadap Anak. Nuansa, Bandung. 2006, ha 120.
^Mbid,
25
kesempatan dan fasilitas hukum atau peralatan lain, sehingga mereka
mampu berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual dan sosial dalam
cara yang sehat dan normal.
Prinsip 3:
Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas kebangsaan.
Prinsip 4:
Setiap anak harus menikmati manfaat dari jaminan sosial.
Prinsip 5:
Setiap anak yang baik secara baik secara fisik, mental dan sosial mengalami
kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan dan pemeliharaan
sesuai dengan kondisinya.
Prinsip 6:
Untuk perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang setiap anak
memeriukan kasih sayang dan pengertian.
Prinsip 7:
Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas dasar
wajib belajar.
Prinsip 8:
Setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan bantuan
yang pertama.
Prinsip 9:
Setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk keterlantaran, tindakan
kekerasan, dan eksploitasi.
26
Prinsip 10:
Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktek diskriminasi berdasarkan
rasial, agama dan bentuk - bentuk lainnya.
Disamping itu, dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak, disebutkan bahwa:
1. Anak berhak atas dasar kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan
kasih
sayang,
baik dalam
keluarganya
maupun
dalam
asuhannya khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan
kemampuan
dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,
untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa kandungan
maupun sesudah dilahirkan.
4.
Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan
wajar.
D i samping menguraikan hak anak-anak menurut Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1979 diatas pemerintah Indonesa juga telah meratifikasi
Konvensi Hak Anak ( K H A ) PBB melalui Nomor 39 Tahun 1990. Menurut
K H A yang diadopsi dari Majelis U m u m PBB tahun 1989, setiap anak tanpa
memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama, maupun bahasa
mempunyai hak-hak yang mencakup empat bidang :
27
1. Hak atas kelangsungan hidup, yang mencakup hak atas tingkat hidup yang
layak dan pelayanan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu
luang, kegiatan seni dan budaya, serta kebebasan berpikir, berkeyakinan
dan beragama serta hak anak cacat atas pelayanan,
perlakuan
dan
perlindungan khusus.
3. Hak
perlindungan,
mencakup
perlindungan
atas segala eksploitasi,
perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan
pidana.
4. Hak
partisipasi,
meliputi
kebebasan
untuk
menyatakan
pendapat,
berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut hidup dirinya.^^
Konvensi
Hak
Anak
(KHA)
merupakan
instrumen
hukum
intemasional yang paling lengkap, karena mencakup seluruh aspek hak anak,
mencakup hak politik, ekonomi, dan sosial dan serta tanggung jawab dari
Negara,
masyarakat,
dan
orang
tua
untuk
memenuhi
hak-hak
itu.
Selengkapnya sejumlah hak-hak berdasarkan K H A PBB antara lain sebagai
berikut:
1. Berhak memperoleh nama sementara dan kebangsaan serta dipelihara oleh
orang tua;
2. Berhak mempertahankan idenditasnya, termasuk soal
nama diri dan hubungan keluarga.
"y/-i7.hai. 21-22
Ibid, hal. 22-24.
kewarganegaraan
28
3.
Berhak bebas menyatakan pendapat, baik lisan, tertulis maupun cetakan,
dalam bentuk seni atau media lain sesuai pilihan anak yang bersangkutan.
4.
Berhak memperoleh informasi yang tepat dari berbagai sumber nasional
dan intemasional.
5. Berhak mempunyai kemerdekaan berpikir, hati nurani, dan beragama.
6.
Berhak mempunyai kemerdekaan berserikat dan kemerdekaan berkumpul
dengan damai.
7.
Berhak melindungi kehidupan pribadi.
8.
Berhak untuk tidak disiksa atau hukuman yang tidak manusiawi atau
menumnkan martabat.
9.
Berhak memperoleh bimbingan orang tua atau anggota keluarga besar atau
masyarakat sebagaimana yang ditentukan oleh adat istiadat setempat.
10. Berhak memperoleh perawatan dari orang tua.
11. Berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tua.
12. Berhak bersatu kembali dengan keluarga.
13. Berhak mendapatkan dukungan dari lingkungan keluarga.
14. Berhak mengalami perlakuan adopsi, yang dapat menjamin kepentingan
terbaik anak.
15. Berhak memperoleh perlindungan dari Negara atas tindakan penyerahan
secara gelap
ke luar negeri, sehingga tidak dapat kembali ke Indonesia.
16. Berhak untuk tidak disalahgunakan dan diterlantarkan oleh Negara.
17. Berhak memperoleh peninjauan kembali secara periodik
eksistensi diri.
penempatan
29
18. Berhak memperoleh kelangsungan hidup dan pengembangan dari Negara.
19. Berhak memperoleh kenikmatan hidup penuh dan layak. seandainya anak
dalam keadaan cacat, fisik atau mental.
20. Berhak memperoleh jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan.
21. Berhak mendapatkan jaminan sosial dan pelayanan
perawatan
serta
22. Berhak meningkatkan kwalitas hidup yang layak dan pengembangan
fisik,
berbagai fasilitas dan Negara.
mental, spiritual, moral, dan sosial.
23. Berhak
memperoleh
pendidikan
secara
bertahap
dan
mempunyai
kesempatan dari Negara.
24. Berhak mengenyam tereaiisasinya tujuan pendidikan yang diwujudkan
Negara.
25. Berhak memperoleh fasilitas yang sama dari Negara dalam memanfaatkan
waktu luang, kegiatan rekreasi dan budaya.
26. Anak pengungsi berhak memperoleh perlindungan.
27. Anak korban konflik bersenjata berhak memperoleh perlindungan.
28. Hak setiap anak untuk diperlakukan dengan baik apabila
melanggar
hukum sesuai dengan martabat dan nilai anak.
29. Anak berhak mendapatkan kemerdekaan, diperlakukan manusiawi, serta
harus dihormati martabat kemanusiaannya.
30. Tak seorang anak pun menjalani siksaan atau perlakuan kejam, perlakuan
yang tidak manusiawi atau menurunkan martabat.
30
3 1 . Negara akan mengambil langkah-langkah yang layak untuk meningkatkan
pemulihan rohani dan jasmani serta penyatuan kembali dalam masyarakat
atas eksistensi anak yang menjadi korban konilik hukum.
32. Anak dilindungi Negara dari eksploitasi ekonomi terhadap pekerjaan yang
berbahaya
atau mengganggu
pendidikan, merugikan kesehatan anak,
perkembangan fisik, mental spiritual, moral dan sosial.
33. Anak berhak dilindungi Negara dari pemakaian narkoba dan Zat-zat
psikotropika lainya.
34. Anak berhak dilindungi Negara dari segala bentuk eksploitasi seksual dan
penyalahgunaan seksual.
35. Negara akan melindungi anak dari semua bentuk lain eksploitasi yang
merugikan bagi setiap aspek dari kesejahteraan anak,
36. Negara akan mengambil semua langkah yang layak, baik secara nasional,
bilateral dan multilateral untuk mencegah penculikan, penjualan, atau jual
beli anak untuk tujuan atau dalam bentuk apapun.
37. Anak dari kalangan minoritas berhak
untuk diakui dan menikmati
hidupnya.
Kemudian, sejak ditetapkannya Undang,-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 (disetujui
DPR - R I tanggal 23 September 2002), yang telah diubah menjadi UndangUndang 35 Tahun 2014 tentang Perlidungan Anak (Undang-undang ini
diundangkan
pada tanggal
17 Oktober 2014), perlindungan bagi
anak
Indonesia telah memiliki landasan hukum yang lebih kokoh. Hak anak relatif
31
lebih
lengkap
dan
cukup banyak
dicantumkan dalam
undang-undang
perlindungan anak. Pasal-pasal yang berkaitan dengan hak-hak anak tersebut
adalah sebagai berikut:
Pasal 6:
Setiap anak berhak
untuk benbadah
menurut agamanya,
berpikir,
dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan
Orang Tua atau Wali.
Pasal 9:
(1)
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.
(la)
Setiap anak berhak mendapat perlindungan di satuan pendidikan
dan kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak Iain.
(2)
Selain mendapatkan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (la), Anak menyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan
luar biasa dan Anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
Pasal 12:
Setiap Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 14:
32
(1) Setiap anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali j i k a ada
alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan
terakhir.
(2) Dalam hal terjadinya pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak
tetap berhak;
a.
bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua
Orang Tuanya.
b.
mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan
untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya.
c.
memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
d.
memperoleh Hak Anak lainnya.
Pasal 15:
Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari:
a.
penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b.
pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c.
pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d.
pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e.
Pelibatan dalam peperangan; dan
f.
Kejahatan seksual.
33
2. Kebutuhan A n a k
Setiap
anak,
sebagaimana
halnya
manusia
lainnya,
memiliki
kebutuhan-kebutuhan dasar yang menimtut untuk dipenuhi, sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz,
sebagaimana dikutip Muhidin, kebutuhan dasar yang sangat penting bagi anak
adalah adanya hubungan orang tua dan anak yang sehat dimana kebutuhan
anak
seperti: perhatian
dan kasih-sayang
yang kontinyu,
perlindungan,
dorongan dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orang tua.^^
Sedangkan Brown dan Swanson dalam Muhidin mengatakan bahwa
kebutuhan
umum
anak
adalah
perlindungan
(keamauan),
kasih-sayang
pendekatan/perhatian dan kesempatan untuk terlibat dalam pengalaman positif
yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan mental yang sehat.
Sementara itu, Huttman dalam Muhidin merinci kebutuhan anak adalah
TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA P E D O F I L I A
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh:
N Y A Y U I N D A H PURNAMA
NIM. 50 2013 302
F A K U L T A S HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PALEMBANG
2017
UNIVERSfTAS M U H A M M A D I Y A H PALEMBANG
FAKULTAS H U K U M
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
JUDUL SKRIPSI
:
BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN
TERHADAP
KORBAN
TINDAK
PEDOFILIA D I INDONESIA
Nama
NIM
Program Studi
Program Kekhusan
HUKUM
PIDANA
; Nyayu Indah Pumama
:502013302
: Itmu Hukum
: Hukum Pidana
Pembimbing:
Luii Maknun, SH.,MH
)
Palembang,
Persetujuan oleh Tim Penguji:
Maret 2017
|^
Ketua
: Dr. Muhammad Yahya Selma, SH.,MH
( ^
Anggota
: I . Mulyadi Tatizili, SH.,MH
(
2. Zulfikri Nawawi, SH.,MH
i
)
^^^Qxxi^ )
)
PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI
Pendaftaran
Skripsi
Sarjana
Fakultas
Hukum
Universitas
Muhammadiyah
Palembang Strata 1 B a g i :
NAMA
: NYAYU INDAH PURNAMA
NIM
: 50 2013 302
PRODI
: ILMU HUKUM
JUDUL SKRIPSI
: BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM
T E R H A D A P K O R B A N T I N D A K PIDANA
P E D O F I L I A DI INDONESIA
Dengan diterimanya skripsi i n i , sesudah lulus dari Ujian Komprehensif, penulis
berhak memakai gelar:
SARJANA H U K U M
Diketahui
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
NYAYU INDAH PURNAMA
Tempat dan tgl. Lahir
P A L E M B A N G , 31 Juii 1995
NIM
50 2013 302
Prodi
Ilmu I lukum
Progam Kekhususan
: Hukum Pidana
Menyatakan bahwa Kar^'a Ilmiah/Skripsi saya yang berjudul :
**BEiNTUK-3ENTliK P E R L I N D U N G A N H U K U M T E R H A D A P K O R B A N
T I N D A K P I D A N A P E D O F I L I A DI I N D O N E S I A "
Adalah
bukan
keseluruhan,
merupakan
kecuali
karya
dalam
tubs
bentuk
orang
kutipan
lain,
yang
baik sebagian
telah
saya
maupun
sebutkan
sumbemya.
Demikianlah sural pemyataan
ini saya buat dengan
sebenar-benamya dan
apabila pemyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi akademik.
Palembang,
2017
Yang Menyatakan
N Y A Y U INDAH PURNAMA
IV
MOTTO
"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila
kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan). kerjakanlah dengan sungguhsungguh (urusan) yang lain. Dan Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya
kamu berharap."
(Q.S. Al-Insyirah : 6-8)
K u persembahkan kepada:
•
Ayahanda & Ibunda tercinta
•
Saudara-Saudaraku tersayang
•
Seseorang yang kusayang
«
Sahabat-sahabat sepeijuangan
•
Agama, Nusa & Bangsa.
•
Almamater ku
V
ABSTRAK
BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN
T I N D A K PIDANA PEDOFH^IA DI INDONESIA
NYAYU INDAH PURNAMA
Yang
berikut:
menjadi
permasalahan
dalam
skripsi
i n i adalah
sebagai
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap korban tindak
pidana pedofilia di Indonesia ?
2. Bagaimanakah sanksi terhadap pelaku tindak pidana pedofilia menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak ?
Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk mengetahui upaya aparat
penegak hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana
human
trafficking menurut U U No. 21 tahun 2007 serta kendala aparat penegak hukum
dalam pemberantasan tindak pidana human trafficking, maka jenis penelitian ini
adalah penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif (menggambarkan),
oleh karenanya tidak bermaksud untuk menguji hipotesa.
Teknik penggumpulan data dititikberatkan kepada penelitian kepustakaan
dengan cara mengkaji bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier.
Teknik pengolahan data dilakukan dengan menerapkan cara analisis isi
(Content Analisys) untuk selanjutnya dikontruksikan ke dalam suatu kesimpulan.
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut;
1.
Bentuk-bentuk Perlindungan Terhadap Korban Tindak Pidana Pedofilia di
Indonesia antara lain: Konseling, Pelayanan, Bantuan Medis, Bantuan Hukum,
Pengawasan, Pencegahan.
2.
Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pedofilia Menurut Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dipidana dengan pidana
paling lama 15 (lima belas) denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Kata K u n c i : Pedofilia
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiin
Assalamu'alaikum W r . W b .
Fuji syukur kehadirat Allah SWT dan shalawat serta salam yang
tak
henti-hentinya kepada Rasul Allah Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis
dapat
menyelesaikan
sekripsi
ini dengan
judul
:
"BENTUK-BENTUK
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK
PIDANA
P E D O F I L I A DI INDONESIA"
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, kekeliruan
dan kekhilafan semua ini karena penulis adalah sebagai manusiabiasa yang tak
luput dari kesalahan dan banyak kekurangan, akan tetapi berkat adanya bantuan
dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, akhimya kesukaran dan
kesulitan tersebut dapat dilampaui, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Yth. Bapak
Dr.
Abid
Djazuli,
SE.
M M . , selaku
Rektor
Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2.
Yth. Ibu Dr. Hj. Sri Suatmiati, SH. M . H u m , selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
3.
Yth. Bapak dan Ibu Wakil Dekan 1,11, I I I dan I V Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang.
4.
Yth. Bapak Mulyadi Tanzili, SH. M H , selaku Ketua Prodi
Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
5.
Yth. Ibu Luii Maknun, SH. M H , selaku Penasehat Akademik sekaligus
Pembimbing Skripsi, yang telah banyak memberikan petunjuk-petunjuk dan
bimbingan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini.
6.
Yth. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Karyawan dan karyawati Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
vii
7. Yth. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang selama ini tak henti-hentinya
memberikan doa, semangat serta bantuan kepada penulis selama kuliah
8.
Saudara-saudaraku
yang
memberikan
semangat serta motifasi
dalam
penyelesaian penulisan skripsi ini.
9. Teman-temanku yang telah banyak membantu dalam penyelesEiian skripsi i n i .
Semoga semua jasa baik mereka diterima oleh Allah SWT, sebagai amal
sholeh dan mendapatkan ganjaran yang tidak terhingga. A m i n yarobbal Alamin.
Akhir kata segala keritik dan saran dari pembaca, penulis terima dengan
senang hati dan untuk itu penulis ucapkan terima kasih..
Wassalamu'alaikum W r Wb.
Palembang,
Penulis
Nyayu Indah Pumama
viii
2017
D A F T A R ISI
H A L A M A N JUDUL
i
L E M B A R PERSETUJUAN P E M B I M B I N G
P E N D A F T A R A N U J I A N SKRIPSI
ii
iii
SURAT P E R N Y A T A A N O R I S I N A L I T A S
iv
H A L A M A N MOTTO D A N PERSEMBAHAN
ABSTRAK
v
vi
K A T A PENGANTAR
vii
D A F T A R ISI
ix
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
7
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
7
D. Definisi Operasional
8
E.
Metodologi Penelitian
8
F.
Sistematika Penulisan
9
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
10
A. Pengertian Tindak Pidana
10
B. Pengertian Pedofilia
17
C. Pembagian Pedofilia
20
D. Hak dan Kebutuhan Perlindungan Anak dalam Perlindungannya
E. Pengertian dan Ruang Lingkup Delik Kesusilaan
BAB I I I HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
23
35
42
A. Bentuk-bentuk Perlindungan Terhadap Korban Tindak Pidana Pedofilia di
Indonesia
42
ix
B. Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pedofilia Menenurut Undangundang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
B A B I V PENUTUP
48
52
A . Kesimpulan
52
B . Saran
52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
X
BAB I
PENDAHULUAN
A. L a t a r belakang
Perhatian terhadap permasalahan
perlindungan anak sebagai objek
kejahatan telah dibahas dalam beberapa pertemuan berskala intemasional yang
antara lain Deklarasi Jenewa Tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui
dalam Universal Declaration of Human Rights tahun 1984. Kemudian pada
tanggal 20 November 1958, Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of
the Rights of the Child (Deklarasi Hak-hak Anak)'. Kemudian instrument
intemasional dalam perlindungan anak yang termasuk dalam instrument H A M
yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-bangsa adalah
Protection
of juveniles
Desprived
of Their Liberty.
UN Rules for
UN Standart
the
Minimum
Rules for Non Custodial Measures (Tokyo Rules), UN Guidelines for The
Prevention of Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidelines)^
Permasalahan yang sangat penting dibahas tentang hak asasi manusia
(HAM)
pada segala aspek kehidupan, khususnya
adalah
perlindungan
terhadap anak di Indonesia. Anak mempakan asset sebagai bagian dari
generasi muda yang berperan dan sangat strategis sebagai penentu suksesnya
suatu bangsa. Indonesia merupakan salah satu dari 192 negara yang telah
^ Muladi, Barda Nawawi Arief, bunga liampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung,
1992, Hal. 108.
^ Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Maju Mandar,
Bandung, 2005, Hal. 15.
1
2
meratifikasi hak anak {Converuion on the Righ of the Children) pada tahun
1999. Dengan meratifikasi konversi i n i , Indonesia memiliki kewajiban untuk
memenuhi hak-hak anak bagi semua anak tanpa kecuali, salah satu hak anak
yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan adalah hak-hak yang
mengalami kekerasan seksual.
Salah satu bentuk kejahatan kekerasan seksual terhadap anak adalah
kejahatan pedofilia. Pedofilia adalah manusia dewasa yang memiliki prilaku
seksual menyimpang dengan anak-anak. Pelecehan seksual ini menimbulkan
trauma psikis yang tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat. Dampak
negative dari tindak kekerasan seksual itu memang berbeda-beda, tergantung
dari bagaimana perlakuan pelaku terhadap korban. Keadaan ini juga membuat
anak beresiko tinggi tertular penyakit yang disebabkan hubungan seksual
khususnya H I V / H A I D S .
Pedofilia sebagai gangguan atau kelainan j i w a pada seseorang untuk
bertindak dengan menjadikan anak-anak sebagai instrument atau sasaran dari
tindakan itu. Umumnya bentuk tindakan itu berupa pelampiasan nafsu seksual.
Tindak pelecehan seksual ini sangat meresahkan karena yang menjadi korban
adalah anak-anak. Pelecehan seksual ini menimbulkan trauma psikis yang
tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat. Pasal-pasal K U H P mengenai
tindak
pidana yang masuk golongan kejahatan
mengandung unsur kesalahan, dari
pihak
atau misdripen
pelaku tindak
selalu
pidana, yaitu
kesengajaan atau culpa^
^ Wirdjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco,
Bandung, 1989. Hal.70.
3
Penderita pedofilia atau pedofilis, menjadikan anak-anak
sebagai
sasaran. Seorang pedofilis umumnya melakukan tindakanya hanya karena
dimotifasi keinginanya memuaskan fantasi seksualnya. Kriminolok Andrianus
Meliala, membagi pedofilia dalam dua jenis; pertama pedoofilia hormonal,
yang merupakan kelainan biologis dan bawaan seseorang sejak lahir. Kedua;
pedopilia habitual, kelainan seksual
yang terbentuk dari kondisi
sosial
penderitanya. Dimasyarakat kasus-kasus pedofilia ditengarai banyak terjadi.
Namun masih sedikit terungkap dan diketahui public. Menurut Andrianus
Meliala, itu tidak semata terkait dengan peradaban masyarakat Indonesia
sebagai orang timur, tetapi juga perilaku para pedofilis yang makin canggih
dan meninggalkan pendekatan kekerasan.''
I n i terbukti kalangan pedofilis menggunakan berbagai cara dan modus
untuk "menjerat" korbannya, beberapa diantaranya dengan memberi beasiswa,
menjadi orang tua asuh, dan memberi berbagai barang dan fasilitas.^ Anakanak menjadi korban karena secara sosial kedudukannya lemah, mudah
diperdaya, ditipu, mudah dipaksa dan takut untuk melapor kepada orang
tuanya kendati telah berkali-kali menjadi korban.
Disamping itu, anak terlantar yang banyak berkeliaran dijalanan,
tempat umum atau daerah kumuh juga banyak menjadi korban perilaku
pedofilia karena secara ekonomi mereka tidak mampu, sehingga anak jalanan
rentan menjadi korban pedofilia. Praktek pedofili akan berdampak negatife
bagi anak. Bukan merusak masa depan secara fisik saja, tetapi akan merusak
hltp /Avw-w oi ienta co id/kriminal/. diakses pada tanggal 16 Nopember 2016
' http://\vww.[iputan6.corn/view/, diakses pada tanggal 16 Nopember 2016
4
mental dan kejiwaan anak, seperti gangguan depresi berat dapat terbawa kelak
hingga dewasa. Apalagi kebanyakan penderita pedofilia disebabkan
karena
dirinya pemah menjadi korban pelecahan seksual serupa pada masa kanakkanak.
Dilihat dari ragam
bentuk karakteristik perbuatan
kaum
pedofil
terhadap anak seperti itu, bisa dikatakan anak-anak dieksploitasi. Sehingga
anak adalah korban yang mestinya dilindungi dan memperoleh
pelayanan
khusus.
Dan seharusnya ada norma dan hukum yang tegas untuk untuk
melindungi anak-anak, sehingga secara yuridis, pihak yang bertanggung jawab
adalah eksploitatomya. Tindak pidana pedofilia sangat merugikan korban dan
masyarakat luas. Penderitaan korban akibat perbuatan kaum pedofilia tidak
berupa penderitaan fisik saja, tetapi juga penderitaan secara psikologis atau
mental/' Oleh karena itu korban membutuhkan perhatian dan perlindungan
hukum. Hukum di Indonesia yang menjerat pelaku praktek pedofilia tidaklah
serius. Sehingga hukuman bagi kaum pedofil tidak setimpal dengan apa yang
telah diperbuat dan resiko rusaknya masa depan para korban. Selain itu
perlindungan dari masyarakat bagi korban pedofil juga sangat kurang.
Tercatat lebih dari 4.000 kasus tiap tahun anak yang berkonfiik dengan
hukum, dimana seharusnya mereka tidak diposisikan sekedar sebagai pelaku
kriminal, namun lebih sebagai korban.^ Yaitu korban atas suasana tidak
* Widodo Judarwanto, Aspek Hukum Bagi Pedofilia di Indonesia, Rineka Cipla,
Jakarta, 2009, Hal, 10
' Sumaryati Hartono, Politik Hukum Memju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991, Hal. 168
kondusif bagi pemenuhan hak tumbuh kembang secara wajar. Selain dari
perlindungan hukum terhadap anak dalam hal melakukan pelanggaran pidana,
tidak kalah pentingnya perlindungan terhadap anak sebagai objek atau sasaran
tindak pidana, dalam hal ini anak sering dipakai sebagai objek kewenangwenangan orang tua atau alat bagi kepentingan orang-orang yang tidak
bertanggung jawab terhadap kehidupan anak.
Salah satu bentuk kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak
adalah kejahatan pedofilia. Pedofilia adalah manusia dewasa yang memiliki
perilaku seksual menyimpang dengan anak-anak. Kata itu berasal dari bahasa
yunani, paedo (anak) dan philia (cinta).** Pedofilia sebagai gangguan atau
kelainan j i w a pada seseorang untuk bertindak dengan menjadikan anak-anak
sebagai instrument atau sasaran dari tindakan itu. Umumnya bentuk tindakan
itu berupa pelampiasan nafsu seksual. Tindak pelecehan seksual ini sangat
meresahkan karena yang menjadi korban adalah anak-anak. Pelecehan seksual
ini menimbulkan trauma psikis yang tidak bisa disembuhkan dalam waktu
singkat.
Dampak
tindak kekerasan
seksual
itu memang
berbeda-beda,
tergantung dari bagaimana perlakuan pelaku terhadap korban.
Menurut Suryani korban pelecehan
seksual yang telah menginjak
dewasa juga terganggu kejiwaanya sehingga sulit membangun mahligai rumah
tangga secara harmonis. Mereka cenderung kehilangan gairah seksual, dan
sulit mengasihi pasangannya. Dalam tingkat yang paling parah, korban bisa
menjadi pelaku pedofilia baru karena meniru apa yang mereka alami saat
"
Evy
Rachmawati,
Sisi
Kelam
http:/Avww.kompasxom-kompaKetak'0509/28/M
Pariwisata
di
Pulau
Dewata,
6
masih anak-anak.
Tidak
penanganan
memadainya
profil
kurang tertuju
pada
para
pedofili
pencegahan
mengakibalkan langkah
para
individu
bertendensi
pedofilia agar tidak melakukan aksinya sama sekali. Sebaliknya, treatment
lebih difokuskan pada semaksimal mungkin mencegah pedofilis agar tidak
mengulangi aksi serupa.
Pendekatan
yang dilakukan
lebih pada terapi
modifikasi kognitif pelaku.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas dalam rangka penanggulangan
masalah
kejahatan
pedofilia
maka
diperlukan
suatu
pendekatan
yang
berorientasi kebijakan hukum pidana. Kebijaktm penanggulangan dengan
hukum
pidana
adalah
merupakan
usaha
yang rasional dalam
rangka
menanggulangi kejahatan. Sebagai kejahatan yang rasional maka kebijakan
tersebut harus berhubungan dengan kebijakan aplikatif yaitu kebijakan untuk
bagaimana mengoperasionalisasikan peraturan perundang-undangan hukum
pidana
yang
berlaku pada saat i n i dalam rangka menangani masalah
pedofilia.
Selain
itu juga yang harus
dikaji
adalah
bagaimana kebijakan
formulatif atau kebijakan yang mengarah pada pembaharuan hukum pidana
(penal law reform) yaitu kebijakan untuk bagaimana merumuskan peraturan
pada undang-undang hukum pidana (berkaitan pula dengan konsep K U H P
baru) yang tepat dalam rangka menanggulangi kejahatan pedofilia pada masa
yang akan datang.
7
Berdasarkan
uraian pada latar belakang diatas, telah
mendorong
penulis untuk mengkaji lebih dalam dan menyusun dalam bentuk skripsi
dengan
judul
TERHADAP
:
**BENTUK-BENTUK
KORBAN
TINDAK
PERLINDUNGAN
PU)ANA
HUKUM
PEDOFILIA
DI
INDONESIA"
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap korban tindak
pidana pedofilia di Indonesia ?
2.
Bagaimanakah sanksi terhadap pelaku tindak pidana pedofilia menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak?
C . Ruang Lingkup dan Tujuan
Untuk membahas ruang gerak pembahasan serta guna terarahnya
pembahasan dan agar tidak menyimpang dari permasalahan diatas, maka
penulis hanya membahas permasalahan
yang berkaitan dengan
bentuk-
bentuk perlindungan terhadap korban tindak pidana pedofilia di Indonesia
dan sanksi terhadap pelaku tindak pidana pedofilia menurut Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
8
D. Definisi Operasional
1. Perlindungan hukum adalah suatu kondisi subjektif yang
menyatakan
hadimya keharusan pada d i n sejumlah subjek untuk segera memperoleh
sejumlah sumber daya guna kelangsungan eksistensi subjek hukum yang
dijamin dan dilindungi oleh hukum.
2. Tindak pidana adalah perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undangundang, bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan patut
dipidana.
Pedofilia adalah aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa
terhadap anak-anak dibawah umur.
E . Metode penelitian
Penelitian i n i termasuk penelitian hukum normative, maka jenis data
yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yang diteliti adalah
sebagai berikut:
1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat
2.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang
bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau
risalah
perundang-
undangan.
3.
Bahan
hukum tersier yang memberikan penjelasan
lebih
mendalam
mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain
: Ensiklopedia Indonesia, kamus hukum, kamus bahasa Inggris, kamus
bahasa Indonesia dan fain-lain.
9
Tehnik pengolahan data dilakukan dengan cara menganalisis data
tekstular (content analisys) untuk kemudian menarik suatu kesimpulan dan
kemudian diajukan saran-saran.
F . Sistematika Penulisan
Rencana penulisan skripsi i n i akan disusun secara keseluruhan dalam 4
(empat) Bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I
: Merupakan Bab Pendahuluan yang menguraikan latar belakang,
rumusan
masalah,
ruang
lingkup
dan
tujuan,
definisi
operasional dan metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
: Merupakan Tinjauan Pustaka yang
berisi
paparan tentang
kerangka teori yang erat kaitannya dengan permasalahan yang
akan dibahas.
BAB III
: Merupakan pembahasan yang menggambarkan tentang hasil
penelitian, sehubungan
dengan
permasalahan
hukum yang
diangkat.
BAB IV
: Merupakan bagian penutup
dalam kesimpulan dan saran.
dari pembahasan yang di format
B A B 11
TESIJAUAN P U S T A K A
A . Pengertiao Tindak Pidana.
Istilah tindak pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal
dalam hukum pidana Belanda yaitu : ^^strajhaar feif\
Walaupun istilah i n i
terdapat dalam W V S Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan
resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafhaar feit itu. Karena itu para
ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. sayangnya
sampai kini belum ada keseragaman pendapat.'^
Istilah-istilah yang pemah digunakan baik dalam perundang-undangan
yang ada maupun dalam berbagai literature hukum sebagai terjemahan dari
istilah strafhaar feit
adalah
: Tindak pidana, peristiwa pidana,
delik,
pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat
dihukum, perbuatan pidana. Nyatalah kini setidak-tidaknya dikenal dengan
istilah dalam bahasa kita sebagai terjemahan dari istilah strafhaar feit.
Strafhaar feit terdiri dari 3 kata, yakni: Straf haar, feit dari istilah
yang digunakan sebagai terjemahan. Dalam strafhaar feit i t u temyata straf
diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar terjemahan dengan
^ Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidcoui, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002, hal 67.
10
11
dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak,
peristiwa, pelanggaran dan perbuatan."'
Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana i n i adalah perbuatanperbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan
masyarakat,
dalam
arti
bertentangan
dengan
atau
menghambat
akan
terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil,
dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan anti sosial.
Tindak
pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum
pidana. Mengenai isi dari pengertian tindak pidana tidak ada
pendapat
kesatuan
Menurut Muladi, tindak pidana adalah
diantara para sarjana.
suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan perbuatan jahat atau kejahatan
yang bisa diartikan secara kriminologis." Menurut Chazawi, tindak pidana
dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-undangan
negara
Indonesia.'^
Dalam
hampir
seluruh
perundang-undangan
di
Indonesia
menggunakan istilah tindak pidana untuk merumuskan suatu tindakan yang
dapat
diancam dengan
suatu
pidana tertentu. Selanjutnya
Vos dalam
Martiman, merumuskan bahwa suatu tindak pidana (strafhaar feit) itu adalah
kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.'^
A r t i delict dalam Kamus Hukum, diartikan sebagai tindak pidana, perbuatan
Wirdjono Prodjodikoro, Tiruhk-tindak Pidatuj Tertentu di buionesia, PT, Eresco,
Jakarta, 1986, hal 11
" Muladi, Teori-teori dan Kehujakan Pidana, Alumni Bandung, 1998 hal. 67,
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian / . Rajawali Grafindo, Jakarta,
2002, hal 55
Martiman Prodjomidjojo, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia I,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1995, hal 16.
12
yang diancam dengan hukuman. Menurut Lamintang dalam Kitab UndangUndang Hukum
Pidana (KUHP), tindak pidana dikenal dengan
istilah
strajbaar feit.
Perkataan feit itu sendiri dalam Bahasa Belanda berarti sebagian dari
kenyataan, sedangkan strajbaar berarti dapat dihukum, hingga secara harfiah
arti dari kata strajbaar feit
dapat diterjemahkan sebagai bagian dari suatu
kenyataan yang dapat dihukum. Pengertian strajbaar feit dikatakan tidak tepat
karena seperti yang kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia
sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, maupun tindakan.'**
Ada dua aliran tindak pidana yang menganut paham yang berbeda
yang golongan aliran
monistis dan aliran dualistis. Kedua aliran ini
menyebutkan pengertian tindak pidana beserta unsur-unsumya. Golongan
monistis adalah golongan yang mengajarkan tentang penggabungan antara
perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana sebagai syarat adanya
pidana merupakan keseluruhan dari sifat dan perbuatan. Golongan monistis
memberikan pengertian mengenai tindak pidana sebagai berikut: '^
1. D . Simon memberikan pengertian bahwa pidana adalah perbuatan
manusia yang dilakukan secara melawan hukum, dilakukan dengan
kesalahan, diancam dengan pidana dan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab.
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997, hal. 107
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1996, hal 90.
13
2.
Van Hamel mendefinisikan bahwa tindak pidana adalah perbuatan
manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan
hukum, dilakukan dengan kesalahan dan patut dipidana.
3. J. Bauman mendefinisikan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang
memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan
dengan adanya unsur kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai
tindak pidana.
Kami
mendefinisikan
bahwa
tindak
pidana
adalah
delik
itu
mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, dilakukan dengan
salah dosa, oleh orang yang sempuma akal budinya dan kepada
siapa
perbuatan tersebut patut dipertanggung jawabkan.
Golongan dualistis adalah ajaran yang memisahkan antara perbuatan
pidana dan pertanggung jawaban pelaku tindak pidana. Golongan dualistis
memberikan pengertian mengenai tindak pidana sebagai berikut :'^'
1. Moeljatno mendefinisikan tindak pidana adalah suatu perbuatan yang
diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut
hams ada unsur-unsur pendukungnya yaitu :
a.
Perbuatan manusia.
b.
Yang memenuhi mmusan dalam undang-undang.
c.
Bersifat melawan hukum.
14
3. W.P.J. Pompe mendefinisikan tindak pidana adalah perbuatan yang
bersifat melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam
pidana.
Dari berbagai pandangan di atas dapat diambil kesimpulan yaitu tindak
pidana suatu perbuatan yang dilakukan manusia, bersifat melawan hukum dan
dapat
dikenakan sanksi pidana, kemudian perlu dijelaskan pula mengenai
pengertian dari sanksi pidana.
Pemidanaan adalah penderitaan untuk sengaja dibebankan kepada
orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Unsur-unsur dari pemidanaan adalah ;
1. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
akibat-akibat Iain yang menyenangkan.
2.
Pidana
itu diberikan
dengan
sengaja oleh orang atau badan
yang
mempunyai kesalahan.
3. Pidana tersebut diberikan kepada orang yang telah melakukan tindak
pidana menurut undang-undang.
Dalam i l m u hukum pidana dikenal berbagai macam penggolongan atau
penjelasan dan penjenisan tindak pidana'^, y a k n i :
^
\ . a. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusanya menitik
beratkan pada perbuatan yang dilarang dan diacam oleh undangundang.
Misalnya
: Pasal
362
KUHP,
tentang Tindak
Pencurian.
'^Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarso, Semarang, 1997, hal 40.
^^IbidMy 15-
Pidana
15
/ b. Tindak pidana materi! adalah tindak pidana yang perumusannya
menitik beratkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan
pidana oleh undang-undang, dengan kata lain hanya disebut rumusan
dan akibat perbuatan. Misalnya : Pasal 338 K U H P , tentang Tindak
Pidana Pembunuhan.
2. a. Tindak pidana sengaja (dolus) yang biasanya dalam K U H P dimulai
dengan kata-kata
"barang siapa dengan sengaja". Misalnya ; Pasal
340 tentang Pembunuhan Berencana.
b. Tindak pidana tidak Sengaja {culpa)
Yang dalam KUHP dimulai dengan kata-kata "barang siapa karena
kealpaannya". Misalnya : Pasal 210.
3. a. Delicto Commissionnis
Yaitu perbuatan yang melanggar suatu perbuatan yang dilarang.
Misalnya: Penggelapan.
b. Delicto Ommissionms
yaitu melanggar sesuatu perbuatan yang diperintah, misalnya Pasal 224
K U H P yakni tidak memenuhi kewajiban sebagai saksi.
Selain
KUHP
memiliki
pengertian tindak
pidana, K U H P juga
mengatur unsur-unsur tindak pidana, unsur-unsur tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Unsur subjektif; dan
2.
Unsur objektif.'''
16
Unsur subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku i t u
sendiri. Asas hukum pidana menyatakan tidak ada hukuman kalau tidak
ada
kesalahan,
kesalahan
yang
dimaksud
adalah
kesalahan
yang
diakibatkan oleh :
1.
Kesengajaan dan kealpaan;
2.
Maksud dari suatu percobaan, seperti yang dimaksud dalam Pasal 53
ayat (1) K U H P ;
3. Berbagai maksud seperti yang terdapat dalam pencurian, penipuan,
pemerasan dan Iain-lain.
4.
Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang terdapat dalam kejahatan
menurut Pasal 340 K U H P ; dan
5. Perasaan takut seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana
menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur objektif
Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku, y a k n i ;
1.
Sifat melawan hukum;
2.
Kualitas
dari
pelaku,
misalnya
seorang
Pegawai
Negeri
Sipil
melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 415 K U H P ; dan
3. Kausaiitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab
dengan kenyataan sebagai akibat.
Semua unsur tindak pidana tersebut merupakan suatu kesatuan, salah
satu unsur saja tidak terbukti bisa menyebabkan terdakwa dibebaskan dari
17
dakwaan maupun tuntutan melalui putusan Majelis Hakim.
^ K i t a b Undang-Undang Hukum Pidana ( K U H P ) , telah membagi tindak
pidana menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :
1. Tentang Kejahatan.
Termuat daiam Buku ke I I , dari Pasal 104 s/d pasal 488.
2.
Tentang Pelanggaran.
Termuat dalam Buku ke I I I dari Pasal 489 s/d Pasal 569.
Jenis tindak pidana terdiri atas pelanggaran dan kejahatan. Pembagian
tindak pidana ini membawa akibat hukum^", yakni sebagai berikut:
1. Percobaan suatu pelanggaran tidak dapat dihukum;
2.
Undang-undang tidak membuat perbedaan antara sengaja atau kealpaan
dalam suatu pelanggaran;
3. Keikutsertaan dalam pelanggaran tidak dapat dihukum;
4.
Pelanggaran yang dilakukan pengurus atau anggota pengurus
dapat
dihukum, apabila pelanggaran itu terjadi sepengetahuan mereka;
Dalam
pelanggaran
itu tidak
terdapat
ketentuan bahwa
adanya
pengaduan yang merupakan syarat bagi penuntutan.
B . Pengertian Pedofilia.
Secara hariiah pedofilia berarti cinta pada anak-anak. A k a n tetapi,
terjadi perkembangan kemudian, sehingga secara umum digunakan sebagai
istilah untuk menerangkan salah satu kelainan perkembangan psikoseksual
^° Evi Hartanti, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 7.
18
dimana individu memiliki liasrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak.
Pedofilia merupakan aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa
terhadap
anak-anak
di
bawah
umur.
Kadang-kadang,
si
anak
yang
menyediakan diri menjadi pasangan orang dengan setelah melalui bujukan
halus.^^
Tapi yang lebih sering penderita pedofilia memaksa dengan ancaman
terhadap anak-anak di bawah umur untuk mendapatkan kesenangan seksual.
Pada masyarakat tradisional, kasus-kasus pedofilia seringkali dikaitkan dengan
upaya seseorang mencari kesaksian atau kekebaian".^''
Keintiman seksual dicapai melalui manipulasi alat genital anak-anak
atau melakukan penetrasi penis sebagian atau keseluruhan Jerhadap alat
genital anak. Sering juga anak-anak dipaksakan melakukan relasi oral genital
atau anal genital. Kebanyakan kaum pedofilis adalah pria, tetapi dalam
pemusatan hasrat erotisnya sering juga melibatkan anak perempuan. Mereka
akan mencari anak-anak yang polos, untuk dijadikan mangsanya
dengan
bujukan atau rayuan, memberikan gula-gula, coklat, bahkan uang jajan.
Seringkali pula mangsanya adalah anak-anak dari temannya sendiri, seperti
anak tetangga atau bahkan anak-anak saudaranya.
Dalil apapun yang menjadikan penyebab anak-anak dalam perilaku
seksual adalah perilaku penyimpangan. Perilaku seksual yang melibatkan
^' Sawatri Supardi S, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. PT. Refika
Aditama, Bandung, 2005, hal 71
Mohammad Asmawi (Edt), Lika-liku Seks Meyimpang Bagaimana S'olusinya,
Yogyakarta, Darussalam Offset, 2005, hal 93.
Mohammad Asmawi (Edt), Lika-liku Saks Meyimpang..., op.cit, hal. 95
19
anak-anak
baik untuk tujuan objek
seksual
maupun
untuk komersial,
memberikan pengaruh negatif bagi perkembangan j i w a anak. Diantara kaum
Pedofilia i n i , ada juga yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak-anak
sendiri. Apabila sudah terlaksana hasrat seksualnya biasanya anak-anak yang
polos tersebut diancam dengan kekerasan agar tidak berani menceritakan
peristiwa yang dialaminya kepada orang lain, termasuk kepada orang tuanya
sendiri.
Bahwa masalah
kekerasan
seksual
merupakan salah satu bentuk
kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan serta patut
dikatagorikan sebagai jenis kejahatan
humanity).
melawan manusia
{crime against
Perlu diketahui misalnya dalam perspektif masyarakat
pada
lazimnya bahwa kejahatan seksual i t u bermacam-macam seperti: perzinahan,
'
^
homo^eksuai, ''samen leven'' (kumpul kebo), lesbian, prostitusi (pelacuran),
/
pencabulan, perkosaan promiskuitas (hubungan seksual yang dilakukan di luar
ikatan perkawinan dengan cara berganti-ganti pasangan). Namun demikian di
antara kejahatau seksual itu ada diantaranya yang tidak berbentuk atau di
lakukan dengan cara kekerasan. Ada di antara kejahatan seksual {seksual
crime) atau kejahatan kesusilaan itu yang dilakukan dengan suka sama suka
atau melalui transaksi (imbalan uang atau barang untuk melayani kebutuhan
seksual sesorang atas dasar perjanjian) seperti pelacuran. Meskipun demikian,
kejahatan kesusialaan
itu jaga dapat berefek pada terjadinya
kekerasan
bilamana kejahatan itu bersifat terorganisir, atau pihak yang merasa memiliki
20
uang banyak "menguasai" transaksi mengidap kelainan seksual dan baru
terpenuhi kebutuhan seksualnya j i k a dilayani dengan cara-cara kekerasan.
Begitupun soal kekerasan yang terkait dengan hubungan seksual tidak
selalu dapat dikatakan sebagai kejahatan bilamana ketentuan perundangundangan (hukum) tidak atau beium mengatumya. Misalnya
pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya tidak bisa
dikatakan sebagai kejahatan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai beberapa
istilah kata di atas (kejahatan kekerasan seksual) terasa penting untuk
diketahui lebih dahulu agar lebih memudahkan pembahasan berikutnya untuk
dicema.
C . Pembagian Pedofilia.
Objek
seksual
pada pedofilia
adalah anak-anak
dibawah umur
Pedopilia terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Pedofilia homoseksual, yaitu objek seksualnya adalah anak laki-laki
dibawah umur;
2. Pedofilia heteroseksual, yaitu objek seksualnya adalah anak perempuan
dibawah umur.
Secara lebih singkat, Robert G Meyer dan Paul Salmon membedakan
beberapa tipe pedophilia. Tipe pertama adalah mereka yang memiliki perasaan
tidak mampu secara seksual, khususnya bila berhadapan dengan wanita
dewasa. Tipe kedua adalah mereka yang punya perhatian khusus terhadap
21
ukuran alat vitalnya. Penyebab Pedofilia antara lain sebagai berikut:"
1. Hambatan dalam perkembangan psikologis yang menyebabkan ketidak
mampuan penderita menjalin relasi heterososial dan homososial yang
wajar;
2. Kecenderungan keperibadian antisosial yang ditandai dengan hambatan
perkembangan
pola
seksual
yang
matang
disertai
oleh
hambatan
perkembangan moral;
3. Terdapat kombinasi regresi, ketakutan impotent, serta rendahnya tatanan
etika dan moral.
Ciri-ciri Umum Anak yang Mengalami kekerasan seksual atau Sexual
abuse :
a.
Tanda-Tanda Perilaku
1. Perubahan-perubahan mendadak pada perilaku dari bahagia ke depresi
atau permusuhan, dari bersahabat ke isolasi, atau dari komunikatif ke
penuh rahasia;
2. Perilaku ekstrim: perilaku yang secara komparatif lebih agresif atau pasif
dari teman sebayanya atau dari perilaku dia sebelumnya;
3. Gangguan tidur: takut pergi ke tempat tidur, sulit tidur atau tenjaga dalam
waktu yang lama, mimpi buruk;
4. Perilaku
regresif: kembali
pada
perilaku
awal
perkembangan
tersebut, seperti ngompol, mengisap jempol, dan sebagainya;
Mohammad Asmawi (Edt), Lika-liku Seks Menyimpang..., Op.Cit. Hal. 95.
anak
22
5. Perilaku antisosial atau nakal: bermain api, mengganggu anak lain atau
binatang, tindakan-tindakan merusak;
6. Perilaku menghindar, takut akan atau menghindar dari orang tertentu
(orang tua, kakak, saudara lain, tetangga/pengasuh), lari dari rumah, nakal
atau membolos sekolah;
7.
Perilaku seksual yang tidak pantas: masturbasi berlebihan, berbahasa atau
bertingkah porno melebihi usianya, perilaku seduktif terhadap anak yang
lebih muda, menggambar porno;
8.
Penyalahgunaan
N A P Z A : alkohol atau obat terlarang khususnya pada
anak remaja;
9. Bentuk-bentuk perlakuan salah terhadap diri sendiri {self-abuse): merusak
diri
sendiri, gangguan
makan, berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan
berisiko tinggi, percobaan atau melakukan bunuh diri.
b.
Tanda-Tanda Kognisi
1.
Tidak dapat berkonsentrasi: sering melamun dan mengkhayal, fokus
perhatian singkat / terpecah;
2.
Minat
sekolah
memudar:
menunmnya
perhatian
terhadap
pekeijaem
sekolah dibandingkan dengan sebelumnya;
3. Respons reaksi berlebihan: khususnya terhadap gerakan tiba-tiba dan
orang lain dalam jarak dekat;
c. Tanda-Tanda Sosial-Emosional
1.
Rendahnya kepercayaan diri: perasaan tidak berharga;
23
2.
Menank diri: mengisolasi diri dari teman, lari ke dalam khayalan atau ke
bentuk-bentuk lain yang tidak berhubungan;
3. Depresi
tanpa
penyebab
jelas:
perasaan
tanpa
harapan
dan
ketidakberdayaan, pikiran dan pemyataan-pemyataan ingin bunuh diri;
Ketakutan berlebihan: kecemasan, hilang kepercayaan terhadap orang lain;
4.
5. Keterbatasan
perasaan:
tidak dapat
mencintai, tidak
riang
seperti
sebelumnya atau sebagaimana dialami oleh teman sebayanya.
d. Tanda-Tanda Fisik
1.
Perasaan sakit yang tidak jelas: mengeluh sakit kepala, sakit perut,
tenggorokan tanpa penyebab jelas, menurunnya berat badan secara drastis,
tidak ada kenaikan berat badan secara memadai, muntah-muntah;
2.
Luka-luka pada alat kelamin atau mengidap penyakit kelamin: pada
vagina, penis atau anus yang ditandai dengan pendarahan, lecet, nyeri atau
gatal-gatal di seputar alat kelamin.
3.
D.
Hamil;
H a k dan Kebutuhan Perlindungan Anak dalam Perlindungannya.
1. H a k - H a k A o a k
Menurut
pengertian
The Minimum
tentang
anak
Age
seorang
Convention
yang berusia
Nomor
15 tahun
138 (1973),
ke
bawah.
Sebaliknya, dalam Convention On The Rights Of The Child (1989) yang
telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Kepres Nomor 39 tahun 1990
disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah.
24
Sementara itu UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia
antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang
belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan
undang-undang
perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun.^^
Jika dicermati, maka secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentan
usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai
batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha
kesejahtaraan
sosial serta pertimbangan kematangan
sosial, kematangan
pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah
melampaui usia 21 tahun. Mengenai hak anak secara universal telah
ditetapkan melalui Sidang Umum PBB tanggal 20 Nopember 1959, dengan
memproklamasikan deklarasi hak-hak anak. Dengan demikian deklarasi
tersebut, diharapkan semua pihak, baik individu, orang tua, organisasi sosial,
pemerintah dan masyarakat mengakui hak-hak tersebut dan mendorong
semua upaya untuk memenuhinya.
Ada 10 prinsip tentang hak anak menurut deklarasi tersebut, yaitu:^^
Prinsip 1 :
Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi ini
tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan diskriminasi.
Prinsip 2:
Setiap
anak
harus menikmati perlindungan khusus,
harus diberikan
Abu Hurairah, Kekerasan Terhadap Anak. Nuansa, Bandung. 2006, ha 120.
^Mbid,
25
kesempatan dan fasilitas hukum atau peralatan lain, sehingga mereka
mampu berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual dan sosial dalam
cara yang sehat dan normal.
Prinsip 3:
Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas kebangsaan.
Prinsip 4:
Setiap anak harus menikmati manfaat dari jaminan sosial.
Prinsip 5:
Setiap anak yang baik secara baik secara fisik, mental dan sosial mengalami
kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan dan pemeliharaan
sesuai dengan kondisinya.
Prinsip 6:
Untuk perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang setiap anak
memeriukan kasih sayang dan pengertian.
Prinsip 7:
Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas dasar
wajib belajar.
Prinsip 8:
Setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan bantuan
yang pertama.
Prinsip 9:
Setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk keterlantaran, tindakan
kekerasan, dan eksploitasi.
26
Prinsip 10:
Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktek diskriminasi berdasarkan
rasial, agama dan bentuk - bentuk lainnya.
Disamping itu, dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak, disebutkan bahwa:
1. Anak berhak atas dasar kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan
kasih
sayang,
baik dalam
keluarganya
maupun
dalam
asuhannya khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan
kemampuan
dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,
untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa kandungan
maupun sesudah dilahirkan.
4.
Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan
wajar.
D i samping menguraikan hak anak-anak menurut Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1979 diatas pemerintah Indonesa juga telah meratifikasi
Konvensi Hak Anak ( K H A ) PBB melalui Nomor 39 Tahun 1990. Menurut
K H A yang diadopsi dari Majelis U m u m PBB tahun 1989, setiap anak tanpa
memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama, maupun bahasa
mempunyai hak-hak yang mencakup empat bidang :
27
1. Hak atas kelangsungan hidup, yang mencakup hak atas tingkat hidup yang
layak dan pelayanan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu
luang, kegiatan seni dan budaya, serta kebebasan berpikir, berkeyakinan
dan beragama serta hak anak cacat atas pelayanan,
perlakuan
dan
perlindungan khusus.
3. Hak
perlindungan,
mencakup
perlindungan
atas segala eksploitasi,
perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan
pidana.
4. Hak
partisipasi,
meliputi
kebebasan
untuk
menyatakan
pendapat,
berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut hidup dirinya.^^
Konvensi
Hak
Anak
(KHA)
merupakan
instrumen
hukum
intemasional yang paling lengkap, karena mencakup seluruh aspek hak anak,
mencakup hak politik, ekonomi, dan sosial dan serta tanggung jawab dari
Negara,
masyarakat,
dan
orang
tua
untuk
memenuhi
hak-hak
itu.
Selengkapnya sejumlah hak-hak berdasarkan K H A PBB antara lain sebagai
berikut:
1. Berhak memperoleh nama sementara dan kebangsaan serta dipelihara oleh
orang tua;
2. Berhak mempertahankan idenditasnya, termasuk soal
nama diri dan hubungan keluarga.
"y/-i7.hai. 21-22
Ibid, hal. 22-24.
kewarganegaraan
28
3.
Berhak bebas menyatakan pendapat, baik lisan, tertulis maupun cetakan,
dalam bentuk seni atau media lain sesuai pilihan anak yang bersangkutan.
4.
Berhak memperoleh informasi yang tepat dari berbagai sumber nasional
dan intemasional.
5. Berhak mempunyai kemerdekaan berpikir, hati nurani, dan beragama.
6.
Berhak mempunyai kemerdekaan berserikat dan kemerdekaan berkumpul
dengan damai.
7.
Berhak melindungi kehidupan pribadi.
8.
Berhak untuk tidak disiksa atau hukuman yang tidak manusiawi atau
menumnkan martabat.
9.
Berhak memperoleh bimbingan orang tua atau anggota keluarga besar atau
masyarakat sebagaimana yang ditentukan oleh adat istiadat setempat.
10. Berhak memperoleh perawatan dari orang tua.
11. Berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tua.
12. Berhak bersatu kembali dengan keluarga.
13. Berhak mendapatkan dukungan dari lingkungan keluarga.
14. Berhak mengalami perlakuan adopsi, yang dapat menjamin kepentingan
terbaik anak.
15. Berhak memperoleh perlindungan dari Negara atas tindakan penyerahan
secara gelap
ke luar negeri, sehingga tidak dapat kembali ke Indonesia.
16. Berhak untuk tidak disalahgunakan dan diterlantarkan oleh Negara.
17. Berhak memperoleh peninjauan kembali secara periodik
eksistensi diri.
penempatan
29
18. Berhak memperoleh kelangsungan hidup dan pengembangan dari Negara.
19. Berhak memperoleh kenikmatan hidup penuh dan layak. seandainya anak
dalam keadaan cacat, fisik atau mental.
20. Berhak memperoleh jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan.
21. Berhak mendapatkan jaminan sosial dan pelayanan
perawatan
serta
22. Berhak meningkatkan kwalitas hidup yang layak dan pengembangan
fisik,
berbagai fasilitas dan Negara.
mental, spiritual, moral, dan sosial.
23. Berhak
memperoleh
pendidikan
secara
bertahap
dan
mempunyai
kesempatan dari Negara.
24. Berhak mengenyam tereaiisasinya tujuan pendidikan yang diwujudkan
Negara.
25. Berhak memperoleh fasilitas yang sama dari Negara dalam memanfaatkan
waktu luang, kegiatan rekreasi dan budaya.
26. Anak pengungsi berhak memperoleh perlindungan.
27. Anak korban konflik bersenjata berhak memperoleh perlindungan.
28. Hak setiap anak untuk diperlakukan dengan baik apabila
melanggar
hukum sesuai dengan martabat dan nilai anak.
29. Anak berhak mendapatkan kemerdekaan, diperlakukan manusiawi, serta
harus dihormati martabat kemanusiaannya.
30. Tak seorang anak pun menjalani siksaan atau perlakuan kejam, perlakuan
yang tidak manusiawi atau menurunkan martabat.
30
3 1 . Negara akan mengambil langkah-langkah yang layak untuk meningkatkan
pemulihan rohani dan jasmani serta penyatuan kembali dalam masyarakat
atas eksistensi anak yang menjadi korban konilik hukum.
32. Anak dilindungi Negara dari eksploitasi ekonomi terhadap pekerjaan yang
berbahaya
atau mengganggu
pendidikan, merugikan kesehatan anak,
perkembangan fisik, mental spiritual, moral dan sosial.
33. Anak berhak dilindungi Negara dari pemakaian narkoba dan Zat-zat
psikotropika lainya.
34. Anak berhak dilindungi Negara dari segala bentuk eksploitasi seksual dan
penyalahgunaan seksual.
35. Negara akan melindungi anak dari semua bentuk lain eksploitasi yang
merugikan bagi setiap aspek dari kesejahteraan anak,
36. Negara akan mengambil semua langkah yang layak, baik secara nasional,
bilateral dan multilateral untuk mencegah penculikan, penjualan, atau jual
beli anak untuk tujuan atau dalam bentuk apapun.
37. Anak dari kalangan minoritas berhak
untuk diakui dan menikmati
hidupnya.
Kemudian, sejak ditetapkannya Undang,-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 (disetujui
DPR - R I tanggal 23 September 2002), yang telah diubah menjadi UndangUndang 35 Tahun 2014 tentang Perlidungan Anak (Undang-undang ini
diundangkan
pada tanggal
17 Oktober 2014), perlindungan bagi
anak
Indonesia telah memiliki landasan hukum yang lebih kokoh. Hak anak relatif
31
lebih
lengkap
dan
cukup banyak
dicantumkan dalam
undang-undang
perlindungan anak. Pasal-pasal yang berkaitan dengan hak-hak anak tersebut
adalah sebagai berikut:
Pasal 6:
Setiap anak berhak
untuk benbadah
menurut agamanya,
berpikir,
dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan
Orang Tua atau Wali.
Pasal 9:
(1)
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.
(la)
Setiap anak berhak mendapat perlindungan di satuan pendidikan
dan kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak Iain.
(2)
Selain mendapatkan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (la), Anak menyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan
luar biasa dan Anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
Pasal 12:
Setiap Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 14:
32
(1) Setiap anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali j i k a ada
alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan
terakhir.
(2) Dalam hal terjadinya pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak
tetap berhak;
a.
bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua
Orang Tuanya.
b.
mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan
untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya.
c.
memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
d.
memperoleh Hak Anak lainnya.
Pasal 15:
Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari:
a.
penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b.
pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c.
pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d.
pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e.
Pelibatan dalam peperangan; dan
f.
Kejahatan seksual.
33
2. Kebutuhan A n a k
Setiap
anak,
sebagaimana
halnya
manusia
lainnya,
memiliki
kebutuhan-kebutuhan dasar yang menimtut untuk dipenuhi, sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz,
sebagaimana dikutip Muhidin, kebutuhan dasar yang sangat penting bagi anak
adalah adanya hubungan orang tua dan anak yang sehat dimana kebutuhan
anak
seperti: perhatian
dan kasih-sayang
yang kontinyu,
perlindungan,
dorongan dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orang tua.^^
Sedangkan Brown dan Swanson dalam Muhidin mengatakan bahwa
kebutuhan
umum
anak
adalah
perlindungan
(keamauan),
kasih-sayang
pendekatan/perhatian dan kesempatan untuk terlibat dalam pengalaman positif
yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan mental yang sehat.
Sementara itu, Huttman dalam Muhidin merinci kebutuhan anak adalah