Gambaran Proteksi Radiasi pada Pekerja Bidang Radiologi dan Penerapannya di RSUD Tarutung Tahun 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan

jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi (UndangUndang RI, 2003).
Tercatat sebanyak 103.283 kasus kecelakaan kerja, dimana setiap harinya
terdapat 9 pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan kerja. Jumlah tersebut
meningkat dari tahun ke tahunnya bila dibandingkan angka kecelakaan kerja pada
tahun 2012, yaitu terdapat 103.074 kasus, pada tahun 2011 terdapat 99.491 kasus,
dan pada tahun 2010 terdapat 98.711 kasus (Aryantiningsih dan Husmaryuli,
2015).
Berdasarkan Undang-Undang RI (1992), Kesehatan dan Keselamatan
Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktifitas kerja yang optimal dan
juga harus diselanggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang, mempunyai resiko bahaya
kesehatan, dan mudah terjangkit penyakit.

Tidak terkecuali penerapannya di Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah
institusi yang merupakan bagian integral dari organisasi kesehatan dan organisasi
sosial dan berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap baik secara

1
Universitas Sumatera Utara

2

kuratif maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan
medis serta perawatan. Dalam kegiatan Rumah Sakit terdapat potensi untuk
menimbulkan bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang dapat
membahayakan kesehatan dan keselamatan baik terhadap pekerja, pasien,
pengunjung, maupun masyarakat di lingkungan Rumah Sakit. Pekerja Rumah
Sakit mempunyai risiko lebih tinggi dibanding pekerja industri lain untuk
terjadinya Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja. Pada tahun 1983,
Gun memberikan catatan bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang
diderita petugas Rumah Sakit, yakni hipertensi, varises, anemia, penyakit ginjal
dan saluran kemih, dermatitis dan urtikaria, serta nyeri tulang belakang dan
pergeseran diskus intervertebrae. Ditambahakan juga bahwa terdapat beberapa

kasus penyakit akut yang diderita petugas Rumah Sakit lebih besar 1,5 kali dari
petugas atau pekerja lain (Kepmenkes RI, 2007).
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 juga
menunjukkan terjadinya kecelakaan di Rumah Sakit 41% lebih besar dari pekerja
di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit
pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah
kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja Rumah Sakit, yaitu
sprains, strains: 52%; confusion, crushing, bruising: 11%; cuts, laceration,
punctures: 10,8%; fractures: 5,6%; multiple injuries: 2,1%; thermal burns; 2%
scratches, abrasions: 1,9%; infections: 1,3%; dermatitis: 1,2%; dan lain-lain:
12,4% (Kepmenkes RI, 2007).

Universitas Sumatera Utara

3

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, terdapat beberapa bangunan yang paling tidak harus dimiliki Rumah Sakit,
salah satunya adalah ruang radiologi. Setiap unit pelayanan yang ada di Rumah
Sakit memiliki faktor resiko, baik itu bagi pasien maupun untuk tenaga

kesehatannya. Unit radiologi merupakan sarana penunjang di Rumah Sakit yang
menggunakan dan memanfaatkan sumber radiasi pengion (sinar-X), untuk
menegakkan diagnosa suatu penyakit dalam bentuk gambaran anatomi tubuh yang
ditampilkan dalam film radiografi (Permenkes RI, 2008). Data statistik lain
menunjukkan bahwa sekitar 50% keputusan medis harus didasarkan pada
diagnosa sinar-X, bahkan untuk beberapa negara maju angka tersebut bisa lebih
besar (Uthami dkk, 2010). Lebih dari 25 juta prosedur pencitraan dilakukan setiap
tahunnya di seluruh dunia untuk diagnosa penyakit dan setiap tahun hampir 10
juta orang memanfaatkan radiofarmasi (obat mengandung zat radioaktif) terutama
pengobatan kanker (Syaifudin dan Nazir, 2014).
Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, dengan panjang gelombang
yang sangat pendek (Khoiri, 2009). Pemanfaatan dari sinar-X ini juga memiliki
efek negatif. Sinar-X dikategorikan sebagai salah satu radiasi pengion yang dapat
berinteraksi dengan sel biologi dan dapat menimbulkan efek buruk terhadap sel
tersebut. Dengan kata lain, Sinar-X dapat menimbulkan efek buruk terhadap
manusia (Khoiri, 2009). Menurut Mayerni, dkk (2013) yang mengutip pendapat
Akhadi, beberapa efek merugikan yang muncul pada tubuh manusia karena
terpapar oleh sinar-X segera teramati tidak berselang lama dari penemuan sinar-X.


Universitas Sumatera Utara

4

Efek merugikan itu berupa kerontokan rambut dan kerusakan kulit. Berdasarkan
data pada tahun 1897 di Amerika Serikat dilaporkan adanya 69 kasus kerusakan
kulit yang disebabkan oleh sinar-X, pada tahun 1902 angka yang dilaporkan
meningkat menjadi 170 kasus. Pada tahun 1911 di Jerman juga dilaporkan adanya
94 kasus tumor yang disebabkan oleh sinar-X.
Menurut Dwipayana (2015), pemanfaatan berbagai sumber radiasi harus
dilakukan secara cermat dan mematuhi ketentuan teknik kerja dengan
menggunakan sumber radiasi untuk menghindari terjadinya paparan yang tidak
diinginkan. Kecelakaan radiasi yang pernah terjadi di berbagai negara diantaranya
di Brazil dengan sumber radiasi Cs-137 menyebabkan 4 orang meninggal karena
dosis tinggi dan 249 orang terkontaminasi, di Costa Rika dengan sumber radiasi
Co-60 menyebabkan 13 orang meninggal karena radiasi, sedangkan untuk di
Indonesia sendiri pernah terjadi dua kasus, yaitu di salah satu Rumah Sakit pada
tahun 1998 dengan sumber radiasi LINAC menyebabkan satu orang meninggal.
Kemudian kasus yang kedua terjadi pada tahun 2000 dengan sumber radiasi Cs137, tidak ada korban jiwa dalam kasus ini karena sumber dapat dikembalikan ke
wadahnya (Uthami dkk, 2010).

Menurut Wiryosimin (1995), radiasi medis memberikan sumbangan kedua
terbesar pada penerimaan radiasi setiap orang per tahun. Hal ini didukung dengan
data yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) bahwa paparan
radiasi bersumber dari alam sebanyak 71%, paparan dunia kesehatan sebanyak
20%, dari makanan dan minuman 8%, dan sumber lain 1%. Pekerja radiasi,
bekerja di instalasi nuklir atau instalasi radiasi pengion yang diperkirakan

Universitas Sumatera Utara

5

menerima dosis tahunan melebihi dosis untuk masyarakat (Perpres, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja di Indonesia pada tahun
2011 didapatkan 61 kasus kecelakaan yang disebabkan oleh paparan radiasi.
Penelitian terhadap tenaga kerja radiologi di perusahaan X Surabaya didapatkan
gambaran bahwa radiografer yang hitung leukositnya tidak normal sebayak 7
orang (46,7%) dari 15 orang radiografer yang menjadi responden (Alaydrus,
2014).
Berdasarkan hasil penelitian Clarke yang dikutip oleh Alaydrus (2014) di
Canada tentang radiasi akibat kerja untuk petugas kesehatan di Rumah Sakit,

didapatkan gambaran bahwa besar kecilnya dosis radiasi akibat kerja yang
diterima oleh berbagai macam petugas yang berkecimpung di dunia radiasi,
didapatkan bahwa pekerja yang paling tinggi terkena paparan radiasi adalah ahli
radiologi. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa pekerja radiasi yang
sering bekerja dalam lingkungan kerja radiasi memiliki resiko terpapar radiasi
sinar-X lebih banyak dibandingkan petugas Rumah Sakit lainnya.
Menurut Edward yang dikutip oleh Uthami, dkk (2010) bahwa,
penempatan sinar-X sebagai suatu keuntungan atau kerugian bergantung pada
pengontrolan dosis dan proteksi. Dosis yang digunakan harus berada dalam
tingkat yang aman dan proteksi perlu dilakukan untuk mengurangi resiko yang
berbahaya bagi kesehatan. Hal ini berarti bahwa kemungkinan untuk dapat terkena
kerusakan biologi dan jumlah kerusakan berhubungan langsung dengan jumlah
radiasi yang terserap dan belum ada batas absorbsi tertentu dimana bila radiasi

Universitas Sumatera Utara

6

dibuat lebih kecil dari batas tersebut, tidak ada kemungkinan terjadinya kerusakan
biologi.

Pelayanan radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja. Hal ini
dikarenakan

kegiatan

tersebut

selain

memberikan

manfaat

juga

dapat

menyebabkan bahaya, baik itu bagi pekerja radiasi, masyarakat umum, maupun
lingkungan sekitar (Uthami dkk, 2010). Oleh karena hal tersebut, ditetapkanlah
ketentuan tentang Keselamatan kerja radiasi dengan tujuan untuk menciptakan

keselamatan dalam bekerja dengan radiasi (Kepkabapeten, 1999).
Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung merupakan Rumah Sakit kelas B.
Rumah Sakit Tarutung adalah satu-satunya Rumah Sakit yang ada di kota
Tarutung. Salah satu pelayanan yang tersedia di Rumah Sakit ini adalah unit
layanan radiologi. Unit ini beranggotakan 8 orang petugas kesehatan, yaitu: dokter
ahli radiologi; Pekerja Proteksi Radiasi; dan Pekerja Radiasi.
Dari hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan di Rumah Sakit
Umum Daerah Tarutung, peneliti menemukan bahwa di unit radiologi Rumah
Sakit ini belum tersedia semua peralatan protektif radiasi bagi pekerja radiasi.
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun
2011, diatur bahwa peralatan protektif radiasi bagi pekerja radiasi meliputi: apron,
tabir yang dilapisi Pb, kacamata Pb, sarung tangan Pb, pelindung tiroid Pb,
pelindung ovarium dan/atau pelindung gonad. Dalam peraturan ini juga dikatakan
bahwa pekerja radiasi diwajibkan untuk menggunakan peralatan protektif radiasi
Tiap-tiap alat pelindung diri ini berfungsi untuk menahan radiasi, karena masingmasing peralatan protektif radiasi dilapisi oleh Pb yang dapat berperan untuk

Universitas Sumatera Utara

7


menyerap radiasi dari pesawat sinar-X (Atmojo dan Triharjanto, 2002).
Penggunaan peralatan protektif radiasi ini bersifat wajib karena masing-masing
alat memiliki peruntukan yang berbeda.
Selain itu, RSUD Tarutung juga belum menyelenggarakan pemantauan
kesehatan pada para pekerja radiasi. Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 63
Tahun 2000, diatur bahwa pengusaha instalasi dalam hal ini Rumah Sakit harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh,
untuk setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi yang akan dilakukan
oleh dokter yang ditunjuk pengusaha instalasi dan disetujui oleh instansi yang
berwenang di bidang ketenagakerjaan, Rumah Sakit umum, atau badan pelaksana.
Pemantauan kesehatan ini meliputi: pemeriksaan kesehatan, konseling dan
penatalaksaanan kesehatan pekerja yang mendapatkan paparan radiasi berlebihan.
Pemantauan kesehatan bagi pekerja radiasi ini dilakukan sejak awal sebagai upaya
untuk mengantisipasi efek negatif dari paparan radiasi yang diterima selama
bekerja dan intervensi sedini mungkin apabila terdapat kejanggalan pada
kesehatan pekerja rdaiasi.
Rata-rata penyinaran per tahunnya yang dilakukan di unit radiologi RSUD
Tarutung adalah sebanyak 9.771 penyinaran. Jika dirata-ratakan, jumlah
penyinaran per harinya ada sebanyak 27 kali penyinaran dimana masing-masing
radiografer


mendapatkan

giliran

sebanyak

5

kali

per

harinya.

Jika

menghubungkan jumlah penyinaran dan dosis paparan radiasi yang diterima oleh
radiografer, sudah selayaknya bahwa pihak Rumah Sakit selaku pemegang izin
menaruh perhatian lebih pada penerapan program proteksi radiasi bagi pekerja


Universitas Sumatera Utara

8

radiasi yang ada di unit radiologi RSUD Tarutung. Dengan alasan tersebut,
peneliti bermaksud untuk mengkaji mengenai proteksi radiasi pada pekerja
radiologi serta melihat gambaran penerapannya, karena seperta yang telah
dipaparkan sebelumnya bahwa unit radiologi merupakan unit pelayanan kesehatan
dimana pekerjanya memiliki dampak kesehatan yang bersifat jangka panjang bagi
pekerja di unit tersebut.
1.2

Permasalahan Penelitian
Berdasarkan belakang yang telah diuraikan, peneliti ingin membuat

gambaran tentang proteksi radiasi pada pekerja bidang radiologi dan
penerapannya di Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung pada tahun 2017.
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Untuk melihat gambaran proteksi radiasi pada pekrja bidang radiologi dan

penerapannya di Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung.
1.3.2
1.

Tujuan Khusus.

Mengetahui gambaran pendidikan personil proteksi radiasi di unit radiologi
RSUD Tarutung.

2.

Mengetahui adanya penyelenggaraan pelatihan proteksi radiasi bagi personil
yang ada di unit radiologi.

3.

Untuk mengetahui penerapan pemantauan kesehatan yang ditujukan pada
personil yang ada di unit radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung.

4.

Untuk mengetahui peralatan protektif radiasi yang digunakan oleh personil
pada saat bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung.

Universitas Sumatera Utara

9

5.

Mengetahui pendokumentasian kegiatan proteksi radiasi di unit Instalasi
radiologi RSUD Tarutung.

6.

Untuk mengetahui sistem pemantauan dosis radiasi di unit radiologi di
Rumah Sakit Umum Daerah Tarutung.

1.4
1.

Manfaat Penelitian
Sebagai masukan bagi pihak Rumah Sakit dan Instansi terkait bagaimana
pentingnya pelaksanaan peraturan yang berlaku dalam mencegah terjadinya
dampak negatif terhadap pekerja yang berkaitan dengan radiasi.

2.

Memberikan informasi yang bermanfaat bagi pekerja radiasi dalam upaya
perlindungan terhadap penyakit akibat kerja dan terjadinya kecelakaan kerja.

3.

Memberi informasi dan masukan yang bermanfaat bagi penelitian yang
sejenis di bidang radiasi.

Universitas Sumatera Utara