ANALISIS DESENTRALISASI PENDIDIKAN TERHA. docx

ANALISIS DESENTRALISASI PENDIDIKAN TERHADAP IMPLEMENTASI
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SEKOLAH MENEGAH PERTAMA
DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi daerah sejak 1 Januari 2000, sebenarnya telah mendesentralisasikan urusan
pendidikan. Revisi melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga
mengamatkan bahwa urusan pendidikan yang diserahkan wajib disertai dengan sumber
pendanaan, sarana prasarana serta personil (pendidik dan tenaga kependidikan). Dengan
demikian, pemerintahan daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pendidikan
berdasarkan aspirasi masyarakat setempat secara nyata, luas dan bertanggung jawab. Lalu,
mengapa kebijakan standar kelulusan masih ditentukan pemerintah?
Inilah kemudian muncul idiom otonomi setengah hati. Katanya, otonomi daerah itu
desentralisasi, koq ya, masih diurus pemerintah?
Secara harfiah, kata desentralisasi berasal dari dua penggalan bahasa Latin, yakni: de berarti
’lepas’, centrum berarti ’pusat’, atau lepas dari pusat. Desentralisasi memang merupakan
staatskundige decentralisatie (desentralisasi ketatanegaraan), bukan ambtelijke decentralisatie,
seperti halnya dengan dekonsentrasi (RDH Koesoemahatmadja, 1979).
Desentralisasi dalam sistem pemerintahan di Indoneaia mengacu kepada pembentukan suatu area
yang disebut daerah otonom, yang merupakan tempat atau lingkup dimana kewenangan yang

diserahkan dari pusat akan diatur, diurus dan dilaksanakan.
Daerah otonom tersebut berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Urusan pendidikan, misalnya, mula-mula merupakan urusan pemerintah, namun kemudian sejak
awal tahun 2000 diserahkan kepada daerah, sehingga menjadi urusan daerah yang sifatnya
otonom. Dengan demikian, otonomi daerah adalah bersumber dari desentralisasi tetapi
desentralisasi tidaklah selalu mengacu pada otonomi.
Pemerintah tidak boleh mengurangi, apalagi menegasikan kewenangan pemerintahan yang telah
diserahkan kepada daerah otonom. Namun demikian, daerah otonom-daerah otonom tidak boleh
melepaskan diri dari Negara Kesatuan RI. Betapa pun luasnya cakupan otonomi, desentralisasi
yang mengemban pemerintahan daerah tidaklah boleh meretak-retakkan bingkai Negara
Kesatuan RI.
Dalam hal pendidikan, pemerintahan daerahlah yang paling tahu kondisi ril siswa-siswinya,
sehingga juga paling tahu bagaimana penanganannya. Tanpa mendiskriminasikan siswa-siswa
berkualitas di daerah maju, kurang maju, dan tidak maju, pemerintah seharusnya rela

menyerahkan urusan standar kelulusan ditentukan pemerintah daerah, karena desentralisasi
ketatanegaraan yang dirumuskan dalam UU No. 32 Tahun 2004 mengamanatkan itu. (***)