Agribisnis Padi Sawah dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani pada Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah mengandung arti yang luas, tapi pada prinsipnya
merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat
kesejahteraan hidup disuatu wilayah tertentu. Tujuan pengembangan wilayah
mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Disisi sosial ekonomis pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup
masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi memberikan kemudahan
prasarana dan pelayanan logistik. Disisi lain, secara ekologis pengembangan
wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat
dari campur tangan manusia terhadap lingkungan. Alasan diperlukan upaya
pengembangan wilayah pada suatu daerah tertentu biasanya terkait dengan
ketidakseimbangan demografi, tingginya biaya atau ongkos produksi menurut
taraf hidup masyarakat, ketertinggalan pembangunan, atau adanya kebutuhan
yang sangat mendesak (Triutomo, 2001).
Menurut Sukirno (2001) bila dilihat dari aspek ekonomi, pengembangan
wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan
masyarakat meningkat dalam jangka waktu yang panjang. Dari pengertian
tersebut dapat terlihat pembangunan ekonomi mempunyai sifat antara lain :
a. Sebagai proses, berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus.

b. Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat, dan
c. Kenaikan pendapatan tersebut terus berlangsung dalam jangka panjang.

15

Universitas Sumatera Utara

16

Target pengembangan wilayah untuk jangka panjang adalah pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan target itu,
dirancanglah skenario tertentu agar kekurangan-kekurangan yang dihadapi dapat
diupayakan melalui pemanfaatan resources, masalah ketika berbicara dalam
konteks pengembangan wilayah di Indonesia munculah, persoalan berupa
kekurangan-kekurangan teknologi untuk pengolahan resources yang berlimpah.
Sementara itu penduduk sebagai sumber daya manusia lebih mengarah social
dimention. Dimensi sosial ini penting sekali. Setiap masyarakat mempunyai pola
tertentu untuk menanggapi hasil teknologi (Sasmojo, 2001).
Menurut Zen (1980) perkembangan Indonesia dalam dua tiga dasawarsa
mendatang akan sangat bergantung pada kemampuannya mengarahkan tiga unsur

pokok, yaitu (1) ketersediaan SDA, (2) kemampuan SDM, dan (3) pemanfaatan
Teknologi. Yang kesemuanya harus ditujukan terutama untuk kesejahteraan
masyarakat. Hubungan ketiga unsur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Teknologi

Pengembangan
Wilayah

Sumber Daya Alam

Sumber Daya Manusia

Gambar 2.1. Tiga Pilar Penopang Ilmu Pengembangan Wilayah.

Universitas Sumatera Utara

17

Pengembangan wilayah sangat tergantung pada kemampuan tiga unsur
pokok seperti pada Gambar 2.1, yaitu 1. ketersediaan sumber daya alam,

2. Kemampuan sumber daya manusia dan 3. pemanfaatan teknologi.
2.2. Teori Pengembangan Wilayah
Bertolak dari pemikiran tentang konsep tata ruang, kemudian muncul
pemikiran mengenai pengembangan wilayah. Pada esensinya konsep pengembangan wilayah adalah sesuatu upaya sistematis dan terencana untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah tertentu yang direncanakan
dan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan terhadap kondisi tata ruang wilayah
serta kondisi sosial budaya dan aktivitas ekonomi masyarakat setempat.
Teori-teori yang berkenaan dengan pengembangan wilayah sudah banyak
dikemukakan oleh para ahli. Diantaranya adalah teori resource endowment, teori
export base, teori pertumbuhan wilayah neo klasik, teori ketidakseimbangan
pertumbuhan wilayah, teori pengembangan sumber daya manusia dan teori lokasi.
Keterangan secara ringkas mengenai teori ini dapat diutarakan sebagai berikut :
a. Teori resource endowment, teori ini bertolak dari suatu pandangan bahwa
pengembangan ekonomi wilayah sangat tergantung pada sumber daya alam
yang dimiliki oleh wilayah tersebut dan permintaan terhadap komoditas yang
dihasilkan dari sumber daya itu. Makin banyak sumber daya alam yang dapat
diolah untuk komoditi unggulan maka makin cepat pertumbuhan wilayahnya.
Teori resource endowment secara implisit mengasumsikan bahwa dalam
perkembangannya, sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu wilayah akan
digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang berbeda bila terjadi
perubahan permintaan.


Universitas Sumatera Utara

18

b. Teori export base, teori ini petama kali dikembangkan oleh Douglas C. North
(1955). Menurut North, kekuatan utama ekonomi suatu wilayah tergantung
kepada permintaan eksternal akan barang dan jasa yang diproduksi dari
wilayah tersebut.

Permintaan ekternal akan mempengaruhi penggunaan

modal dan teknologi dan diekspor oleh wilayah itu, karena itu pertumbuhan
wilayah jangka panjang sangat tergantung pada kegiatan industri ekspornya.
Atas dasar itu, keberlanjutan perkembangan wilayah sangat banyak ditekan
pada peningkatan aliran modal dan teknologi, dimana persyarat untuk itu
berkaitan dengan jumlah modal yang ditanamkan oleh pemilik modal, baik
dari dalam maupun luar, serta berkaitan pula dengan sumber daya manusia
yang memiliki keahlian keahlian khusus.
c. Teori pertumbuhan wilayah neo klasik, yang dipelopori oleh Borts Stein

(1964) kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Roman (1965) dan Siebert
(1969), pertumbuhan ekonomi wilayah sangat tergantung kepada faktor tenaga
kerja, ketersediaan modal dan kemajuan teknologi. Teori ini tidak
menekankan pentingnya faktor permintaan.
d. Teori ketidak seimbangan, dikembangkan oleh Kaldor, Dixon dan Thornwell,
teori ini berangkat dari suatu realitas bahwa setiap wilayah memiliki potensi
alam yang berbeda-beda, yang berakibat pada perbedaan produksi dan tingkat
ekonomi masyarakat. Menurut Kaldor, wilayah dengan kegiatan utama pada
sektor industri pengolahan akan mendapatkan keuntungan produktivitas yang
lebih besar dibandingkan dengan wilayah yang bergantung pada sektor primer.
Dalam kondisi demikian, kekuatan pasar sendiri-sendiri tidak akan dapat
menghilangkan perbedaan-perbedaan antar wilayah dalam suatu negara. Pada

Universitas Sumatera Utara

19

konteks inilah diperlukan kerjasama yang erat dan saling menguntungkan
antar wilayah, agar pertumbuhan ekonomi dapat didistribusikan secara merata.
e. Teori pengembangan SDM, teori ini mengasumsikan bahwa sumber daya

manusia (sdm) merupakan faktor penentu bagi kemajuan ekonomi suatu
wilayah. Bukti empirik menunjukkan, ketersediaan sumber daya manusia
memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh
karena itu, investasi pada sumber daya manusia menjadi lebih utama untuk
meningkatkan skala pengembalian dalam jangka panjang.
f. Teori lokasi, perkembangan teori lokasi dimulai dari Von Thunnen, yang
mengembangkan teorinya berdasarkan pengamatan hasil pertanian di
Mcklenberg yang selanjutnya dikembangkan Weber, Palender dan Hoover,
Weber mengenalkan indeks material dan indeks berat. Faktor-faktor yang
menentukan lokasi adalah faktor endowment, pasar dan harga, bahan baku dan
energi, angkutan sebagai input
Dari teori-teori tersebut dapat dikemukakan beberapa kesimpulan
mengenai konsep pengembangan wilayah. Pertama, pada dasarnya konsep
pengembangan wilayah adalah suatu upaya untuk meningkatkan ekonomi
masyarakat dalam suatu wilayah yang disesuaikan dengan potensi alam dan
sumber daya manusia yang dimiliki penduduk setempat. Kedua, konsep
pengembangan wilayah tidak semata mata persoalan penataan dan pemanfaatan
tata ruang, melainkan juga persoalan pemberdayaan masyarakat, baik sebagai
individu maupun komunikasi. Ketiga, konsep pengembangan wilayah tidak
dimaksudkan sebagai upaya parsial untuk satu wilayah, melainkan suatu upaya

komprehensif yang dapat mensinergikan antar wilayah.

Universitas Sumatera Utara

20

2.3. Tujuan Pengembangan Wilayah
Sasaran pengembangan wilayah harus diterjemahkan dari

tujuan

pembangunan nasional. Dimana tujuan pembangunan daerah harus konsisten
dengan tujuan pembangunan nasional yang umumnya terdiri atas :
a) Pemerataan pendapatan.
b) Mengurangi

perbedaan

antara


tingkat

pendapatan,

kemakmuran,

pembangunan serta kemampuan antar daerah.
c) Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah
d) Mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat
(Hadjisaroso, 1994).
Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai
kegiatan pembangunan sektor dan wilayah. Sehingga pemanfaatan ruang dan
sumber daya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan
masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang
diharapkan (Riyadi, 2002).
Dengan demikian tujuan pengembangan wilayah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya yang terbesar di wilayah Indonesia
guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk itu arah dan kebijaksanaan pengembangan wilayah adalah :
a. Pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan tetap memperkokoh kesatuan dan ketahanan nasional serta
mewujudkan wawasan nusantara.


Universitas Sumatera Utara

21

b. Pembangunan

sektoral

dilakukan

secara

saling

memperkuat

untuk

meningkatkan pertumbuhan, pemerataan dan kesatuan wilayah nasional serta

pembangunan yang berkelanjutan.
c. Pengembangan wilayah diupayakan saling terkait dan menguatkan sesuai
dengan potensi wilayah.
Jadi arah kebijaksanaan pengembang wilayah pada prinsipnya mendukung
dan memperkuat pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional.

Dalam pembangunan nasional pertumbuhan ekonomi

diusahakan tinggi, dimana industri pengolahan menjadi tulang punggung yang
didukung oleh pertanian yang mantap. Hal ini juga berlaku pada proses
pembangunan daerah (Ary, 2001).
Sejalan dengan semangat Undang Undang Otonomi Daerah, pada intinya
tugas pemerintah pusat tidak lagi menyusun rencana-rencana pengembangan di
daerah, melainkan lebih berperan pada penciptaan wilayah-wilayah/unit-unit
otonom dalam suatu sistem jaringan (network) yang kuat, dimana setiap unit
otonom diarahkan untuk mampu bersaing menjadi pusat dari jaringan tersebut
pada aspek yang spesifik sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah masingmasing. Konsekuensinya adalah bahwa setiap daerah otonom dimotivasi
pemerintah pusat untuk mampu menciptakan keunggulan yang spesifik.
Pengembangan wilayah lebih berperan pada upaya merencanakan

peningkatan kinerja wilayah melalui aktivitas/kegiatan masyarakat yang sudah
ada melalui pemberdayaan tadi. Dan pada akhirnya baik perencanaan maupun
pengembangan wilayah berujung pada sebuah tujuan yaitu meningkatkan
kesejahteraan.

Universitas Sumatera Utara

22

Dengan demikian pengembangan wilayah sesungguhnya bahagian integral
dari perencanaan wilayah yang tidak saja menyangkut pada perencanaan spasial
dari suatu wilayah, tetapi lebih diutamakan pada perencanaan bagaimana potensi
wilayah dapat dimanfaatkan secara optimal oleh stakeholders demi peningkatan
kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat. Sejalan dengan itu, pengembangan
wilayah juga lebih menekankan pada partisipasi atau keikutsertaan masyarakat
dengan cara memberdayakan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam dan
sumber daya buatan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar.
Hal ini dapat diartikan dibandingkan dengan perencanaan wilayah yang
lebih menekankan pada pembangunan spasial dengan sedikit memperhatikan
pembangunan a-spasial yang sebelumnya tidak ada pada suatu wilayah menjadi
ada, maka pengembangan wilayah lebih berperan pada upaya merencanakan
peningkatan kinerja wilayah melalui aktivitas/kegiatan masyarakat yang sudah
ada melalui pemberdayaan tadi. Dan pada akhirnya, baik perencanaan maupun
pengembangan wilayah berujung pada sebuah tujuan yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2.4. Perencanaan Wilayah
Menurut George R. Terry, perencanaan adalah upaya untuk memilih dan
menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi
mengenai massa yang akan datang. Dengan jalan menggambarkan dan
merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).
Sedangkan menurut Glasson (1974)

perencanaan adalah suatu cara

berfikir mengenai persoalan sosial dan ekonomi terutama berorientasi kepada

Universitas Sumatera Utara

23

masa akan datang, sangat berkenaan dengan hubungan antara tujuan dan
keputusan kolektif dan mengusahakan kebijaksanaan dan program yang
menyeluruh. Bilamana cara berfikir ini diterapkan, maka dikatakan bahwa
perencanaan sedang dilaksanakan.
Bersamaan dengan itu Conyers & Hills (1994) menyatakan

bahwa

perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup
keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk
mencapai tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Perencanaan menurut
Widodo (2006), adalah upaya institusi publik untuk membuat arah kebijakan
pembangunan yang harus dilakukan disebuah wilayah baik di negara maupun di
daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah.
Wilayah sebagai suatu unit geografis yang dibatasi oleh kriteria tertentu
yang bagian-bagiannya bergantung secara internal (Budiharsono, 2005). Menurut
Wibowo (2004) definisi wilayah adalah suatu unit geografi yang membentuk
suatu kesatuan. Unit geografi adalah ruang yang meliputi aspek fisik tanah,
biologis, ekonomi, sosial dan budaya. Sejalan dengan itu wilayah adalah ruang
yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan aspek
fungsional (Tim Redaksi Fokusmedia, 2007).
Perencanaan wilayah, menurut Miraza (2004) adalah suatu perencanaan
yang berjangka panjang, bertahap, dan tersistematik dengan suatu tujuan yang
jelas. Tujuan yang jelas ini adalah yang menyangkut pada keselarasan
kepentingan stakeholders, baik masyarakat dari berbagai lapisan, kelompok
pengusaha, maupun pemerintah sendiri. Perencanaan wilayah menyangkut pada

Universitas Sumatera Utara

24

bagaimana pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi sumberdaya buatan yang
harus dilaksanakan secara fully dan eficiently agar pemanfaatan potensi dimaksud
benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal.
Disamping itu juga kita perlu memikirkan bagaimana dunia usaha dapat berkiprah
secara ekonomis serta pemerintah mendapatkan manfaat dari semua keadaan ini
bagi melangsungkan pemerintahan yang baik.
Glasson (1974) menambahkan bahwa perencanaan wilayah berada antara
perencanaan fisik dan perencanaan ekonomi.

Perencanaan fisik adalah

perencanaan struktur fisik sesuatu daerah, tata guna lahan, komonikasi, utilitas
dan sebagainya. Dalam hal ini kemampuan perencanaan fisik adalah lebih unggul
dari pada mekanisme pasar.

Perencanaan ekonomi lebih berkenaan dengan

struktur ekonomi sesuatu daerah dan tingkat kemakmurannya secara keseluruhan.
Perencanaan ekonomi lebih bertumpu pada mekanisme pasar dari pada perencanaan fisik yang sangat bertumpu pada pengendalian yang bersifat langsung.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya perencanaan wilayah
merupakan suatu upaya merumuskan dan mengimplikasikan kerangka teori
kedalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya
mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan
lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
Sirojuzilam (2008) mengemukakan perencanaan wilayah merupakan upaya
terorganisir untuk

menetapkan

sasaran pembangunan

ekonomi wilayah,

mengumpulkan, menganalisis informasi, membangkitkan dan mengevaluasi
berbagai aktivitas dalam kerangka pembangunan wilayah yang strategis.

Universitas Sumatera Utara

25

2.5. Perencanaan Tata Ruang
Tata ruang Indonesia saat ini dalam kondisi krisis. Krisis tata ruang terjadi
karena pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah masih sering dilakukan
tanpa mengikuti rencana tata ruang, tidak mempertimbangkan keberlanjutan dan
daya dukung lingkungan, serta tidak memperhatikan kerentanan wilayah terhadap
terjadinya bencana alam.

Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi

jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber
daya alam secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas sumber
daya alam dan lingkungan hidup, serta memperbesar resiko timbulnya korban
akibat bencana alam. Selain itu sering terjadi konflik pemanfaatan ruang antar
sektor, contohnya konflik antar kehutanan dan pertambangan. Beberapa penyebab
utama terjadinya permasalahan tersebut adalah :
a. Belum tepatnya kompetensi sumber daya manusia dalam bidang pengelolaan
penataan ruang
b. Rendahnya kualitas dari rencana tata ruang
c. Belum diacunya perundangan penataan ruang sebagai payung kebijakan
pemanfaatan ruang bagi semua sektor
d. Lemahnya penerapan hukum berkenaan dengan pemanfaatan ruang dan
penegakan hukum terhadap pelanggaran berkenaan dengan pemanfaatan ruang.
Pengaturan tata ruang sesuai peruntukan merupakan tantangan pada masa
yang akan datang yang harus dihadapi untuk mengatasi krisis tata ruang yang
telah terjadi. Untuk itu diperlukan penataan ruang yang baik dan berada dalam
satu sistem yang menjamin konsistensi antara perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian tata ruang. Penataan ruang yang baik diperlukan bagi

Universitas Sumatera Utara

26

a. Arahan lokasi kegiatan
b. Batasan kemampuan lahan, termasuk di dalamnya adalah daya dukung
lingkungan dan kerentanan terhadap bencana alam
c. Efisiensi dan sinkronisasi pemanfaatan ruang dalam rangka penyelenggaraan
berbagai kegiatan.
Penataan ruang yang baik juga harus didukung dengan regulasi tata ruang
yang searah, dalam arti tidak saling bertabrakan antar sektor, dengan tetap
memperhatikan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan, serta kerentanan
wilayah terhadap terjadinya bencana (Tim Redaksi Fokusmedia, 2007).
Pemanfaatan ruang perlu ditata agar tidak terjadi pemborosan dan
penurunan kualitas ruang. Sementara tata ruang adalah wujud struktur ruang dan
pola ruang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) tentang penataan ruang dan
(3) UU No 26 tahun 2007, menyebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan
nasional. Sasaran yang diharapkan tersedianya rencana tata ruang yang konsisten
dan efektif sesuai dengan kaidah penataan ruang di antaranya mengindahkan
kenyamanan lingkungan, keamanan serta budaya dan adat masyarakat setempat
2.6. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Dalam Pengembangan Wilayah
2.6.1. Umur
Menurut Hasyim (2006) umur petani adalah salah satu faktor yang
berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani,
umur dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam
bekerja di mana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan

Universitas Sumatera Utara

27

besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal. Untuk mengetahui
hubungan antara umur petani dengan pendapatan, ternyata tidak ada hubungan.
Petani yang berumur sekitar 50 tahun keatas biasanya fanatik terhadap
tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian yang mengubah cara kerja, cara
berfikir, dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi
baru dan inovasi, semakin muda umur petani, maka semakin tinggi semangatnya
mengetahui hal baru, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk cepat
melakukan adopsi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal
adopsi tersebut (Kartasapoetra, 1994).
Menurut Soekartawi (1999) rata-rata umur petani Indonesia yang
cenderung tua dan sangat berpengaruh pada produktivitas sektor pertanian
Indonesia.

Petani berusia tua biasanya

cenderung sangat konservatif

(memelihara) menyikapi perubahan terhadap inovasi teknologi, berbeda halnya
dengan petani yang berusia muda.
2.6.2. Pendidikan
Pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pengetahuan tentang
teknologi pertanian yang baru, karena pendidikan merupakan sarana belajar
dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang
menguntungkan menuju praktek pertanian yang moderen (Soekartawi, 1988).
Berdasarkan hasil penelitian Hasyim (2006) tingkat pendidikan formal
yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang
luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan
usahataninya. Hal ini dapat dilihat kemauan petani untuk belajar dan menambah
ilmu pengetahuan melalui penyuluhan selalu sungguh-sungguh.

Universitas Sumatera Utara

28

Banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang
akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Sudah tentu
kecakapan tersebut akan mengakibatkan kemampuan yang lebih besar dalam
menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga (Soekartawi, 1999).
Tingkat pendidikan petani cenderung mempengaruhi tingkat penghasilan
secara positif, makin tinggi tingkat pendidikan maka penghasilannya cenderung
makin meningkat.

Hal ini didukung oleh keinginan petani muda untuk

melanjutkan sekolah terutama dengan sistem pembelajaran jarak jauh sehingga
tidak meninggalkan usahatani, tidak mengganggu waktu kerja dapat mengatur
jadwal sendiri, lebih terjangkau dan dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga sambil sekolah (Azhari, 2002).
2.6.3. Lamanya Berusahatani
Lamanya berusahatani, petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih
mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Hal ini dikarenakan
pengalaman lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam
mengambil keputusan (Soekartawi, dkk, 1986). Selanjutnya dengan pengertian
yang sama Lubis (2000) menyatakan petani yang sudah lebih lama berusahatani
akan lebih mudah menerapkan teknologi dari pada petani pemula. Dikarenakan
lamanya berusahatani mengakibatkan pengalamannya menjadi banyak, sehingga
mudah membuat perbandingan dalam mengambil keputusan.
Menurut Hasyim (2006) menyatakan lamanya berusahatani untuk setiap
orang berbeda-beda, oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan
pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat
melakukan hal-hal yang baik untuk waktu-waktu berikutnya. Petani yang sudah

Universitas Sumatera Utara

29

lama bertani akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan dari pada petani
pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak sehingga sudah dapat
membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Ginting, 2002).
2.6.4. Lamanya Berorganisasi P3A
Organisasi merupakan unit operatif dalam orde sosial yang mampu
menggerakkan manusia untuk menjalankan berbagai fungsi. Organisasi menjadi
kerangka institusional bagi segala interaksi sosial yang mencakup aktivitas
produktif, mempunyai kekuasaan dan melembagakan. Dengan organisasi dapatlah
diperoleh keuntungan melalui bersama. Aktivitas kolektif menjamin peningkatan
“kemampuan” hidup, maka berbagai jenis organisasi bersifat efisien dan instrumental dalam mengusahakan berbagai hasil (Mubyarto dan Kartodirdjo, 1988).
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan organisasi mandiri
yang tidak di bawah pemerintah desa. Organisasi ini boleh berkembang menjadi
organisasi yang tidak hanya mengurusi masalah air, tetapi dapat juga berkembang
menjadi usaha ekonomi jika dikehendaki oleh para anggotanya (Dinas PU
Pengairan Sumatera Utara, 1999).

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

merupakan organisasi sosial dari petani, yang tidak berinduk

pada

golongan/partai politik, merupakan organisasi yang bergerak di bidang pertanian,
khususnya dalam kegiatan pengolahan air pengairan sehubung kepentingan
melangsungkan usahatani bersama (Kartasapoetra dan Mul Mulyani, 1991).
Tujuan organisasi pengairan P3A adalah :
1. Menampung masalah dan aspirasi petani yang berhubungan dengan air untuk
tanaman dan bercocok tanam. Selain itu organisasi ini sebagai wadah
bertemunya petani untuk saling bertukar pikiran, tukar pendapat dan

Universitas Sumatera Utara

30

membuat keputusan guna memecahkan permasalahan yang dihadapi petani,
baik yang dapat dipecahkan sendiri oleh petani maupun yang memerlukan
bantuan dari luar.
2.

Memberikan pelayanan kebutuhan petani terutama dalam memenuhi
kebutuhan air irigasi untuk usahataninya. Dalam perkembangannya P3A
diharapkan dapat menjadi suatu unit usaha mandiri yang mampu
menyediakan sarana produksi pertanian maupun dalam pemasarannya.

3. Menjadi wakil petani dalam melakukan tawar menawar dengan pihak luar
(pemerintah, LSM, atau lembaga lainnya) yang berhubungan dengan
kepentingan petani (Dinas PU Pengairan Sumatera Utara, 1999).
Pada umumnya organisasi ini sudah ada sejak air irigasi mulai menjadi
bagian dari kehidupan pertanian. Dulu organisasi seperti ini terkait dengan
pemerintahan desa sebagai pusat pengaturan kemasyarakatan di desa, meskipun
ada yang berdiri sendiri seperti Subak di Bali. Dalam perkembangannya
organisasi ini sudah sejak lama ada secara tradisional dan mengakar dalam
masyarakat, karena dibentuk sendiri oleh petani berdasarkan kebutuhannya. Pada
zaman orde baru, pemerintah menganjurkan di bentuk organisasi P3A secara
formal yang memuat AD dan ART yang dibuat oleh pemerintah sabagai penjalan
kegiatannya (Dinas PU Pengairan Sumatera Utara, 1999).
Atas dasar ini setiap desa yang mempunyai areal irigasi dianjurkan
dibentuk P3A dengan proses pembentukan agak dengan paksaan berorientasi
target jumlah dan belum tentu menjadi kebutuhan masyarakat. Karena proses
pembentukan yang demikian maka banyak P3A yang kurang dapat berkembang

Universitas Sumatera Utara

31

atau bahkan tinggal papan nama, belajar dari pengalaman tersebut maka cara-cara
tersebut harus ditinggalkan (Dinas PU Pengairan Sumatera Utara, 1999).
2.6.5 Jumlah Tanggungan Keluarga
Menurut Hasyim (2006), jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu
faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga, akan mendorong petani
untuk melakukan banyak kegiatan/aktivitas terutama dalam upaya mencari dan
menambah pendapatan keluarga (Ginting, 2002).
Jumlah tanggungan keluarga semakin banyak (anggota keluarga) akan
semakin meningkat pula beban hidup yang harus dipenuhi.

Jumlah anggota

keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani. Keluarga
yang memiliki sebidang lahan tetap saja

jumlahnya semakin sempit dengan

bertambahnya anggota keluarga sementara kebutuhan akan produksi terutama
pangan semakin bertambah (Daniel, 2002).
Ada hubungan yang searah antara koefisien keengganan petani terhadap
resiko dengan jumlah anggota keluarga.

Keadaan demikian sangat beralasan

karena tuntutan kebutuhan uang tunai rumah tangga yang besar, sehingga petani
harus berhati hati dalam bertindak khususnya berkaitan dengan cara-cara baru
yang senantiasa beresiko tinggi, kegagalan petani dalam berusahatani akan sangat
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah anggota keluarga
yang besar seharusnya memberikan dorongan yang kuat untuk berusahatani secara
intensif dengan menerapkan teknologi baru

sehingga akan meningkatkan

pendapatan petani (Soekartawi, 1993).

Universitas Sumatera Utara

32

2.6.6. Total Luas Lahan Usahatani
Lahan pertanian diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan
usahatani. Disamping ukuran luas lahan, maka ukuran nilai tanah perlu
diperhatikan seperti tingkat kesuburan tanah, lokasi, topografi, status kepemilikan
tanah dan faktor lingkungan. Nilai atau harga tanah dengan status milik lebih
mahal bila dibandingkan dengan lahan yang bukan milik. Luas lahan pertanian
akan mempengaruhi skala usaha dan akhirnya mempengaruhi efisien tidaknya
suatu usaha pertanian (Soekartawi, 1989).
Petani yang mempunyai luas lahan yang lebih luas akan lebih mudah
menerapkan inovasi dibandingkan dengan petani berlahan sempit.

Hal ini

dikarenakan keefektifan dan efisiensi dalam penggunaan sarana produksi.
Besarnya luasan usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat
petani, dengan semakin luasnya lahan sehingga semakin tinggi produksi dan
pendapatan yang diterima (Soekartawi, 2002).
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan akhirnya
mempengaruhi efisien tidaknya suatu usaha pertanian.
pertanian maka lahan semakin tidak

Makin luas lahan

efisien, karena pemikiran untuk

mengupayakan lahan secara efisien semakin berkurang. Sebaliknya pada lahan
yang sempit, upaya pengawasan terhadap pemakaian faktor produksi semakin
baik sehingga lebih efisien.

Meskipun demikian, luasan yang terlalu kecil

cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien (Soekartawi, 1989).
Menurut Salmiah (2004), faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat
pendapatan petani yang ada di dalam kawasan HPH adalah usia petani, luas lahan
dimiliki yang dikelola, dan jumlah tanggungan keluarga.

Sedangkan faktor

Universitas Sumatera Utara

33

pendidikan, tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani. Tingkat luasan
usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani, semakin luas
areal menggambarkan semakin tinggi produksi dan pendapatan yang di terima
(Tim Universitas Udayana, 2008).
2.7. Kearifan Lokal Dalam Bentuk Doa Turun Tanam Pada
Pengembangan Wilayah
2.7.1. Kearifan Lokal Dalam Bentuk Doa Turun Tanam Untuk Turun Hujan
Doa turun tanam adalah salah satu jenis ritual atau upacara minta hujan
yang dilakukan oleh masyarakat di daerah perdesaan yang mayoritas pekerjaan
utamanya sebagai petani. Menurut kepercayaan masyarakat tersebut, permintaan
datangnya hujan dilakukan dengan bantuan bidadari, Dewi Sri yang merupakan
dewi padi, lambang kemakmuran dan kesejahteraan. Melalui doa-doa yang
dilakukan penuh keyakinan. Datangnya hujan berarti datangnya rakhmat Illahi
yang menjadi sumber hidup bagi seluruh makhluk bumi, termasuk manusia.
Lahan-lahan yang digarap meliputi lahan basah atau sawah, lahan kering berupa
tegalan, serta tanah tadah hujan sehingga saat musim kemarau datang lahan ini
sangat kering dan petani tidak dapat menggarap sawah mereka. Masyarakat di
desa masih percaya, melalui ritual doa turun tanam maka akan segera turun hujan
yang sangat berguna agar sumur-sumur dan sumber mata air keluar lagi airnya,
sawah dan ladang tidak lagi tandus, dan berbagai tanaman bersemi kembali bagi
kelangsungan hidup mereka.
Bagi masyarakat Jawa, aktivitas tanam padi tidak hanya sebatas sebagai
aktivitas fisik belaka. Namun dibalik itu menanam padi mengandung harapan
agar tanaman padi bisa bertambah subur, tidak diserang hama/penyakit dan

Universitas Sumatera Utara

34

menghasilkan panen melimpah. Harapan ini diwujudkan dalam sebuah tradisi
wiwit tandur, yakni mempersembahkan sesaji pada saat penanaman padi di sawah.
Menanam padi secara tradisional adalah suatu cara untuk bersyukur kepada Tuhan
dalam bentuk ritual (Zulkani, 2013).
Ratusan warga di Desa Karang Melati Kecamatan Kota Demak menggelar
sedekah bumi sekaligus berdoa meminta hujan. Warga berkumpul dikediaman
kepala desa, sembari membawa bekal nasi tumpeng dari rumah masing-masing.
Bekal nasi dan lauk pauk dimakan bersama-sama setelah berdoa bersama dengan
masyarakat dan sesepuh warga. Tradisi ini sudah berlangsung turun temurun,
warga berdoa khusuk dipimpin ulama dan sesepuh masyarakat dalam untaian
tahlil dan shalawat diselipkan permintaan kesejahteraan untuk warga, tak lupa
juga diminta doa turun hujan supaya petani mudah bercocok tanam. Sejumlah
sesepuh warga bersama kapala desa menjalani tradisi berjalan mengelilingi rumah
sebanyak tiga kali diakhiri shalawat Nabi. Mereka membawa serta alat pertanian
semacam cangkul dan pecut sebagai perlambang penolak bala (Apitan, 2012).
Menghilangnya hujan dalam beberapa bulan ini, atau kemarau panjang
dan terjadinya perubahan iklim menyebabkan pertumbuhan tanaman pertanian
terhambat sehingga gagal panen. Ribuan hektar tanaman padi layu karena tidak
terairi. Untuk itu warga petani meminta supaya pemerintah Kabupaten Samosir
membangun irigasi di desa dan kepada pihak yang menebang pohon di hutan
untuk menghentikan aktivitasnya karena sangat berdampak terhadap tanaman
yang memicu kekeringan. Untuk itu warga Aek Nauli, Desa Sabulan Kecamatan
Pangururan Kabupaten Samosir menggelar ritual doa bersama sekaligus
melaksanakan kebaktian untuk memohon agar segera diturunkan hujan, jika

Universitas Sumatera Utara

35

tidak hujan modal bercocok tanam yang digelontarkannya untuk sawahnya akan
sia-sia, sebagian besar petani di daerah ini sudah mengeluarkan uang cukup
banyak untuk biaya bercocok tanam padi (Admini, 2011).
2.7.2. Kearifan Lokal Dalam Bentuk Doa Turun Tanam Kesuburan Tanah
Upacara Tron U Blang, dalam upacara ini dilaksanakan ritual berupa
penyembelihan hewan seperti kerbau dan kambing pada babah lhueng atau mulut
parit pengairan menuju lahan, sehingga darah yang mengalir keparit mengalir
bersama air ke lahan-lahan persawahan milik petani. Pada awal sebelum masa
tanam tidak ada pupuk tertentu yang diberikan untuk pengolahan media tanah,
saat itulah darah hewan tadi bekerja memperkaya unsur-unsur hara di dalam
tanah. Namun bila dipandang dari sisi lain darah kerbau atau darah kambing juga
memiliki fungsi lain pada tahap sebelum penanaman.
Darah hewan sebenarnya dapat juga menyuburkan sawah, dapat
diperhatikan saat kaum ibu yang suka menanam bunga di halaman rumah sering
menyiram bunganya dengan air basuhan ikan yang mengandung darah, air
tersebut dipercaya dapat menyuburkan tanaman sehingga tanaman mereka lebih
hijau dan cepat berbunga. Demikian pula dengan darah kerbau yang mengalir
kelahan persawahan mereka tentu dapat membantu menyuburkan tanah yang
sebentar lagi akan ditanamai padi (Hermaliza, 2011).
“Mendarahi kapalo banda ini adalah tradisi Desa Jorong Simancuang
setiap turun ke sawah,” tradisi itu intinya adalah zikir dan doa bersama untuk
meminta ridha Allah atas rezeki yang dilimpahkan kepada mereka. Harapannya
setelah dilakukan doa bersama pintu rezeki dibuka dan dijauhkan dari bala dan
musibah. Tradisi itu katanya, dilaksanakan dengan memotong kerbau atau hewan

Universitas Sumatera Utara

36

ternak lainnya untuk disantap bersama warga kampung. “Tradisi ini sudah ada
sejak tahun 1982, sejak warga mulai menetap di daerah ini,”.
Warga lainnya membeli kerbau dan bahan masak. Sementara beras
dikumpulkan dari rumah ke rumah. Daging kerbau dimasak bersama di masjid,
kemudian disantap, ditutup dengan zikir dan doa bersama. Pada kesempatan itu
pula, kesepakatan, turun kesawah disepakati semua penduduk. “Artinya, ritual ini
selain bentuk wujud syukur kepada Allah, juga momen kesepakatan semua warga
untuk turun ke sawah menanam padi secara bersama. Karena jika tidak serentak
turun ke sawah, musuhnya akan banyak. Jadi petani pertahankan kesepakatan
bersama semacam itu” (Faisal, 2012).
2.7.3. Kearifan Lokal Dalam Bentuk Doa Turun Tanam Untuk Pengendalian
Hama Penyakit
Ritual mappalili adalah salah satu media kebersamaan turun sawah. Di
beberapa tempat, musim tanam ditandai dengan ritual-ritual dan doa. Hal itu
diyakini sebagai upaya untuk melindungi tanaman agar tidak rusak, dan agar
panen lebih baik atau sama baiknya dengan musim-musim sebelumnya. Di
Kabupaten Pangkep misalnya, musim tanam ditandai dengan ritual mappalili.
Ritual yang dilakukan sebagai bagian dari doa, agar tanaman terjaga dan panen
bisa lebih produktif. Ritual ini sudah dilakukan turun temurun sejak zaman
kerajaan. Bahkan diyakini pula, apabila petani mengabaikan ritual mappalili
dengan membajak sawah atau menanam tanpa menunggu ritual mappalili maka
tanaman akan rusak dan panen kurang memuaskan. Di Kabupaten Pangkep,
khususnya Kecamatan Segeri dan sekitarnya, Petani tidak menanam dan
membajak sawah-sawah mereka sebelum dilakukannya ritual mappalili. Karena

Universitas Sumatera Utara

37

keyakinan akan datangnya “bala” dan kurangnya hasil panen yang bisa saja terjadi
apabila mendahului ritual ini.
Mappalili biasanya dilaksanakan di bulan November, karena di bulan
itulah biasanya musim hujan kembali turun dengan durasi yang cukup banyak.
Namun, ritual ini dilaksanakan bukan hanya karena persoalan sudah bulan
November, yaitu karena penanggalan yang diyakini oleh komunitas Bissu dan
masyarakat suku Bugis pada umumnya sudah menunjukkan waktu 9 oppo dan 9
tematte, yaitu seimbang antara yang lewat dan yang datang sehingga sudah
waktunya dilakukan ritual mappalili.
Secara harfiah, mappalili berarti menjauhkan diri dari hal-hal negatif,
mappalili mengajarkan pada kita tentang kehidupan yang positip, kebersamaan
dan juga musyawarah. Keyakinan terhadap mappalili sebagai sebuah proses yang
wajib dilalui sebelum menanam padi menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi
masyarakat suku bugis.

Secara umum hal itu sangat dimungkinkan, karena

dengan adanya mappalili, petani membajak dan menanami sawah mereka secara
bersamaan. Tanaman yang ditanam serentak dapat meminimalisir hama yang
akan menyerang tanaman (Mujib, 2012).
Langkah petani yang mulai melakukan penanaman secara serempak dapat
menghindari dari ancaman serangan hama maupun penyakit lainnya. Apalagi
hampir sebagian besar lahan garapan pertanian di lebak mengandalkan sitem
tadah hujan. Dengan masih tingginya curah hujan yang turun di wilayah Lebak,
sangat tepat apabila para petani mulai menebar benih padinya dilahan garapannya
dan melakukan penanaman secara serempak (Dika, 2012).

Universitas Sumatera Utara

38

2.8. Agribisnis Padi Sawah
Agribisnis adalah meliputi seluruh kegiatan produksi dan distribusi sarana
produksi pertanian ditambah dengan kegiatan kegiatan produksi, pengolahan,
penyimpanan, distribusi transportasi dan pemasaran komoditi pertanian, mulai
dari katagori bahan mentah, barang setengah jadi sampai kepada barang jadi
(Davis dan Goldberg, 1975). Menurut Arsyad dkk dalam Soekartawi (1991)
agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Hal ini ada hubungannya dengan
pertanian dalam arti yang luas yaitu kegiatan usaha yang menunjang kegiatan
pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.
Usahatani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta dana untuk kegiatan diluar
usahatani. Untuk memperoleh tigkat pendapatan yang diinginkan maka petani
seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya.

Melakukan

perhitungan terhadap semua unsur biaya dan selanjutnya menentukan harga pokok
hasil usahataninya (Fedoli, 1998). Kegiatan usahatani bertujuan untuk mencapai
produksi di bidang pertanian di mana pada akhirnya akan dinilai dengan uang
yang

diperhitungkan

dari

nilai-nilai

produksi

setelah

dikurangi

atau

memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan (Hernanto, 1993).
Agar usahatani padi sawah dapat dilaksanakan dengan baik dan untuk
meningkatkan produksi padi sawah maka diperlukan beberapa faktor produksi.
Seperti ketersediaan bibit, pupuk, pestisida, alat-alat pertanian, mesin pertanian,
saluran irigasi, tenaga kerja dan lain-lain (Kementerian Pertanian, 2010).

Universitas Sumatera Utara

39

2.9. Kegiatan Utama Agribisnis Dalam Pengembangan Wilayah
2.9.1. Biaya Produksi
Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap
(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap umumnya
didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh sedikit, contohnya pajak, biaya untuk pajak
akan tetap dibayar walaupun usahatani itu besar atau gagal sekalipun. Biaya tidak
tetap biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh
produksi yang diperoleh, seperti biaya sarana produksi. Jika menginginkan
produksi yang

tinggi maka tenaga kerja perlu ditambah, sehingga biaya ini

sifatnya berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan produksi (Soekartawi, 1996).
Biaya produksi akan selalu muncul dalam setiap kegiatan ekonomi dimana
usahanya selalu berkaitan dengan diperlukannya input (faktor produksi) ataupun
korbanan korbanan lainnya yang digunakan dalam kegiatan produksi tersebut
seperti bibit, pupuk, pestisida alat-alat, mesin pertanian dan tenaga kerja manusia
(Kartasapoetra, 1988).
Secara umum hubungan antara produksi dan faktor produksi dapat
digambarkan dalam bentuk fungsi produksi. Semakin efisien penggunaan faktor
produksi maka semakin efektif proses produksi tersebut. Bila proses produksi
efektif dikaitkan dengan harga faktor produksi dan harga produk maka syarat
efisien dapat dipenuhi.
Secara matematis hubungan faktor produksi dan produksi yang
digambarkan dengan fungsi produksi berikut ini :
Y = f (X1, X2, ……..Xn), dan

Universitas Sumatera Utara

40

Maksimum L = Hy – H x (Y-f (Xn)
Dimana :
Y

: adalah produksi dan

X1 , X2 ……Xn : adalah faktor produksi
Hy dan H x

: adalah harga produk dan harga faktor produksi

Syarat keefektifan produksi adalah penggunaan input X1, X2 sampai input
Xn telah efesien. Untuk mencapai keefektifan produksi pengadaan semua faktor
produksi harus memenuhi syarat efisien.

Kenyataan dilapangan dalam

mengadakan faktor produksi ini petani sangat sulit mencapai efisien. Karena
faktor skala usaha, dan lokasi usahatani yang menyebar dengan kendala sarana
transportasi dan kelembagaan pemasaran input pertanian.
Bila seluruh elemen agribisnis berdiri sendiri, dan masing masing
subsistem melaksanakan fungsi produksi secara terpisah maka nilai tambah
produk akhir akan sangat besar. Suatu kecenderungan akan terjadi bahwa
subsistem yang satu akan mengeksploitasi subsistem lainnya (Hayami, dan
Keijiro, 1993).
2.9.2. Luas Panen
Luas panen adalah jumlah seluruh lahan yang dapat memproduksi padi.
Areal panen memadai merupakan salah satu syarat untuk terjaminnya produksi
beras yang mencukupi. Peningkatan luas areal panen padi secara tidak langsung
akan meningkatkan produksi padi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam
yang terjadi pada suatu musim tanam. Apabila kondisi alam bersahabat dalam
artian tidak kekeringan maupun kebanjiran maka, diharapkan terjadi peningkatan
dalam luas areal panen padi, sehingga berpengaruh terhadap produksi beras.

Universitas Sumatera Utara

41

Secara berurutan kontribusi terbesar dari pertumbuhan produksi padi
berasal dari perluasan areal panen, disusul oleh peningkatan produktivitas, penekanan kehilangan hasil, dan peningkatan indeks pertanaman. Meskipun demikian
faktor iklim akan sangat menentukan realisasi luas areal panen, produktivitas, dan
pada gilirannya volume produksi padi/beras (Erwidodo dan Ning, 2003).
Luas penanaman padi naik 0,7% per tahun. Peningkatan areal tanam padi
antara lain disebabkan peningkatan intensitas tanam dengan adanya perbaikan
fasilitas irigasi. Total panen tanaman pangan Jawa Timur sudah memperlihatkan
kecenderungan menurun dengan demikian panen palawija selain jagung menurun
karena digeser oleh penanaman padi dimana indeks intensitas tanaman padi naik
dari 128 %

menjadi 141 %,

kedelai menurun 3,4 % dan palawija lainnya

menurun 0,6 %/tahun (Kasryno, dkk, 2003).
Peningkatan luas panen berfluktuasi dari tahun ketahun dan yang cukup
menonjol terjadi pada tahun 1998 yaitu 3,28 % atau seluas 26 204 ha.
Peningkatan ini antara lain disebabkan oleh :
a. Terjadinya pergeseran bulan tanam.
b. Rangsangan harga gabah.
c. Pemberdayaan lahan tidur (Sembiring dan Moehar, 2003).
2.9.3. Harga Gabah
Harga adalah sinyal dari pasar yang menunjukkan tingkat kelangkaan
produk secara relatif, harga tinggi cenderung mengurangi konsumsi dan
mendorong produksi. Elastisitas harga dari penawaran mengukur kepekaan
produsen terhadap perubahan harga.

Elastisitas harga dari penawaran sama

Universitas Sumatera Utara

42

dengan persentase perubahan jumlah ditawarkan dibagi dengan persentase
perubahan harga (Eachern, 2001).
Dalam inpres no 9/2002 istilah “harga dasar” disandingkan dan
“dikaburkan” dengan istilah harga dasar pembelian pemerintah (hdpp) yang tentu
saja

tidak

terlalu

memiliki

konsekuensi

kewajiban

pemerintah

untuk

mengamankannya ”harga dasar“ akhirnya sama sekali hilang dalam inpres no
2/2005 karena telah berganti dengan istilah “harga pembelian pemerintah“ (hpp).
Kebijakan terbaru inpres no 15/2005 hanya menyebut secara implisit sebagai
berikut “menjaga stabilitas harga beras dalam negeri melalui pengelolaan
cadangan beras pemerintah“ (Arifin, 2006).
Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 2009 tentang
kebijakan perberasan.

Melaksanakan kebijakan pembelian gabah/beras dalam

negeri dengan ketentuan harga pembelian pemerintah sebagai berikut :
1. Harga pembelian gabah kering panen dalam negeri dengan kualitas kadar
air maksimum 25 % dan kadar hampa/kotoran maksimum 10 % adalah Rp
2 640,00 (dua ribu enam ratus empat puluh rupiah) per kilogram di petani
atau Rp 2 685,00 (dua ribu enam ratus delapan puluh lima rupiah) per
kilogram di penggilingan;
2. Harga pembelian gabah kering giling dalam negeri dengan kualitas kadar
air maksimum 14 % dan kadar hampa/kotoran maksimum 3 % adalah Rp
3 300,00 (tiga ribu tiga ratus rupiah) per kilogram di penggilingan, atau Rp
3 345,00 (tiga ribu tiga ratus empat puluh lima rupiah) per kilogram di
gudang Bulog;

Universitas Sumatera Utara

43

3. Harga pembelian beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum
14 %, butir patah maksimum 20 % , kadar menir maksimum 2 % dan
derajat sosoh minimum 95 % adalah Rp 5 060,00 (lima ribu enam puluh
rupiah) per kilogram di gudang Bulog;
4. Harga pembelian gabah dan beras diluar kualitas sebagaimana dimaksud
pada angka 1, angka 2, dan angka 3, ditetapkan dengan peraturan Menteri
Pertanian (Presiden Republik Indonesia, 2010).
Harga dasar minimum dijamin pemerintah untuk melindungi konsumen
dari kenaikan harga yang tidak terkendali terutama pada musim paceklik. Ini
semuanya diusahakan dengan pengadaan beras dikala panen dan penyaluran di
kala paceklik (Tim Pengkajian Kebijakan Perberasan Nasional, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian Hasyim (2009) faktor harga beras tanda
positif dari koefisen regresi bernilai 0, 041. Hal ini menunjukkan berpengaruh
nyata antara harga beras dengan
menunjukkan signifikan.

ketersediaan

beras artinya harga beras

Dengan kata lain faktor harga beras mempunyai

pengaruh nyata terhadap ketersediaan beras. Apabila harga beras naik sebesar 1 %
maka akan diimbangi dengan naiknya ketersediaan beras sebesar 0, 041 ton ceteris
paribus. Berarti terdapat pengaruh yang positif antara harga beras dengan
ketersediaan beras, makin tinggi harga beras maka makin tinggi ketersediaan
beras yang ditawarkan.
Terjadinya peningkatan harga beras akan membawa keuntungan atau
surplus bagi produsen (petani). Untuk mencari besarnya surplus produsen harus
menggunakan garis penawaran (Supply). Teori surplus produsen adalah ukuran
keuntungan yang diperoleh produsen karena mereka beroperasi pada suatu pasar

Universitas Sumatera Utara

44

komoditi. Keuntungan akan diperoleh produsen karena harga yang terbentuk di
pasar melebihi harga yang ditawarkan pada tingkat penjualan tertentu. Surplus
produsen ditinjau dari kondisi dimana jumlah yang ditawarkan masih sedikit,
mereka bersedia menawarkan sejumlah barang dengan harga yang lebih rendah
dari pada harga keseimbangan pasar. Kondisi ini akan berakhir ketika
keseimbangan muncul (Sugiarto, dkk, 2000).
Penetapan harga yang dilakukan oleh banyak produsen menggunakan
berbagai metode yang berbeda dalam bentuk menetapkan harga dasar bagi barang
dan jasa yang dihasilkan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan sebagai
rencangan dan variasi dalam penetapan harga yang terdiri :


Harga yang didasarkan pada biaya total ditambah laba yang diinginkan.



Harga didasarkan pada keseimbangan antara perkiraan permintaan pasar
dengan suplay (biaya produksi dan pemasaran).



Harga didasarkan pada kondisi kondisi pasar yang bersaing.
Penetapan harga yang ditetapkan atas dasar kekuatan pasar adalah suatu

penetapan metode penetapan harga yang berorientasi pada kekuatan pasar dimana
harga jual dapat ditetapkan sama dengan harga jual pesaing, di atas harga pesaing
atau di bawah harga pesaing (Angipora, 1999).
Harga beras atau padi mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kehidupan ekonomi. Jika harga beras terlalu rendah, maka pendapatan para petani
juga rendah, dan mereka menjadi korban, sedangkan kalau harga terlalu tinggi,
maka konsumen yang menjadi korban (Kadariah, 1994).
Pengaruh perubahan harga terhadap konsumsi beras terlihat memiliki pola
yang sama dengan pengaruh perubahan pendapatan. Semakin besar tingkat

Universitas Sumatera Utara

45

pendapatan, semakin berkurang pengaruh perubahan harga maupun pendapatan
terhadap konsumsi beras. Hal ini ditunjukkan oleh besaran elastisitas pendapatan
dan elastisitas harga (Harianto, 2001).
Pengaruh perubahan harga terhadapa jumlah barang yang diminta, dapat
dijelaskan melalui dua efek, yaitu efek subsitusi dan efek pendapatan. Efek
subsitusi adalah perubahan kuantitas suatu barang yang diminta jika ada
perubahan harga, sedangkan pendapatan diasumsikan tetap. Efek pendapatan
adalah perubahan kuantitas suatu barang yang dikonsumsi jika terjadi perubahan
pendapatan riil, dengan asumsi harga tetap (Arsyad, 1999).
2.10. Kegiatan Penunjang Agribisnis Dalam Pengembangan Wilayah
2.10.1. Bantuan Input Produksi Pertanian
Memberikan bantuan-bantuan langsung untuk petani padi sawah seperti
bantuan pengadaan bibit unggul, bantuan pengadaan pupuk, bantuan pengadaan
pestisida dan alsintan.

Hal ini untuk memotivasi petani menanam padi

di lahannya, biasanya bantuan tersebut diterima melalui kelompok tani dan
kelompok tani diterima dari gapoktan.
Bantuan langsung input produksi pertanian antara lain bibit, pupuk,
pestisida dan alsintan. Prioritas Kegiatan Prasarana dan Sarana Pertanian Tahun
Anggaran 2011 adalah tersedianya prasarana dan sarana pertanian secara
berkelanjutan untuk mendukung pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai
tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani.
Adapun prioritas kegiatan prasarana dan sarana pertanian antara lain:

Universitas Sumatera Utara

46

2.10.1.1. Bibit
Bantuan-bantuan petani biasan

Dokumen yang terkait

PENGARUH SISTEM INTEGRASI PADI TERNAK (SIPT) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

1 50 10

Analisis Perkembangan Luas Lahan Padi Sawah Di Kabupaten Serdang Bedagai

3 44 63

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Antara Petani Pengguna Pompa Air Dan Petani Pengguna Irigasi Pada Lahan Irigas) Di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Desa Sidoarjo II Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)

2 36 140

Agribisnis Padi Sawah dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani pada Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

0 0 40

Agribisnis Padi Sawah dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani pada Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Agribisnis Padi Sawah dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani pada Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

0 0 14

Agribisnis Padi Sawah dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani pada Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara Chapter III VII

0 0 194

Agribisnis Padi Sawah dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani pada Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

0 1 15

Agribisnis Padi Sawah dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani pada Pengembangan Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

0 2 120

PENGARUH SISTEM INTEGRASI PADI TERNAK (SIPT) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

0 0 10