Pembinaan Pemerintah Terhadap Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal(Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sejak terjadinya krisis moneter di Indonesia pada 1997, Indonesia kembali

berupaya untuk meningkatkan pembangunan di berbagai sektor. Pada masa itu
kondisi perekonomian Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat
pada tingkat pengangguran yang besar, jumlah penduduk miskin meningkat,
kesenjangan ekonomi yang semakin besar, dan pendapatan di sektor perindustrian
yang semakin menurun. Pada saat itu juga banyak sekali perusahaan besar dan
perbankan yang bangkrut sehingga memberhentikan karyawannya atau di PHK
(Dipta, 2002). Pada tahun 2015 dan 2016 Indonesia kembali dilanda krisis
ekonomi keuangan yang disebabkan oleh lemahnya nilai tukar rupiah. Nilai tukar
rupiah telah terdepresiasi 12,9% year-to-date, dan melemah sejak tujuh pekan
terakhir yakni dari level Rp13.314/US$ yang terjadi pada 10 Juli 2015. Bagian
yang paling banyak mendapat perhatian adalah pelemahan tajam rupiah yang
melewati paras Rp14.000 per dollar. Kurs rupiah sepanjang tahun berjalan sudah
melemah 12,4%. Selama tiga tahun terakhir, rupiah melemah 32,7% (Budi

Hikmat, Chief Economist and Director for Investor Relations PT Bahana TCW
Investment Management).
Permasalahan yang terjadi di Indonesia tidak jauh beda dari dekade krisis
moneter yang terjadi di masa silam. BPS (Badan Pusat Statistik) mencatatkan
pada tahun 2014 di bulan Maret tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 28,28
juta orang dan jumlah pengangguran di periode yang sama mencapai 8,12 juta

Universitas Sumatera Utara

orang. Hal ini menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin
memburuk dan jika dipertahankan dalam waktu yang lebih panjang maka
Indonesia tidak akan siap menghadapi era global MEA (Masyarakat Ekonomi
Asean). Oleh karena itu diperlukan lapangan kerja yang memadai untuk
mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) pada saat ini sangat populer
dan menjadi salah satu penggerak perekonomian yang sangat berpengaruh di
Indonesia. Melalui UMKM banyak masyarakat yang terbantu dengan adanya
lapangan kerja yang memadai. Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki
jumlah unit usaha UMKM yang cukup banyak dan memerlukan bantuan tangan
dari pemerintah. UMKM pada dasarnya didirikan untuk membuka lapangan kerja

baru dan mengangkat status perekonomian masyarakat rendah di Indonesia,
meskipun dengan modal yang terbatas.
Berdasarkan pemaparan di atas, UMKM yang ada di Indonesia harus
mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Dukungan yang diharapkan UMKM
tidak terlepas dari peminjaman modal dan pembinaan terhadap peningkatan
produktivitas UMKM. Tanpa adanya dukungan dari pemerintah, maka UMKM
akan merasa sulit untuk mengembangkan produknya dalam hal menghadapi pasar
produk yang semakin meningkat. UMKM juga tentunya akan membutuhkan
adanya pembinaan dari pemerintah terhadap kinerja karyawan, peningkatan
kualitas produk, dan upaya mempertahankan unit usaha di saat masa-masa sulit.
Keuntungan yang diperoleh dari adanya perkembangan UMKM ini
sangatlah banyak. Disamping membuka lapangan kerja baru, kehadiran UMKM
akan

meningkatkan

tingkat

perkapita


masyarakat

yang

berujung

pada

Universitas Sumatera Utara

kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat. Di sisi lain, UMKM yang
berkembang dengan baik akan menjadi kekuatan tersendiri bagi suatu daerah
melalui produk unggulan yang dihasilkan UMKM tersebut.
UMKM Kerupuk Kipang merupakan salah satu jenis usaha masyarakat
Mandailing Natal yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Namun,
berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pembinaan yang diberikan
pemerintah masih dinilai kurang. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya intensitas
pengawasan dan keterlibatan pemerintah dalam memajukan UMKM tersebut.
Akibatnya, UMKM kerupuk kipang beroperasi seolah-olah tidak mempunyai
target besar yang harus dicapai. UMKM beroperasi hanya untuk memenuhi

keperluan sehari-hari pemilik UMKM dan karyawan tanpa adanya target untuk
meningkatkan pangsa pasar UMKM yang lebih luas.
Oleh karena itu, perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) yang ada dalam masyarakat tidak terlepas dari adanya Peranan Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Pasar

sebagai lembaga

pengawas sekaligus sebagai lembaga yang memfasilitasi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM). Berdasarkan hal yang telah diuraikan tersebut maka peneliti
merumuskan

judul

penelitian.

“Pembinaan

Pemerintah


Terhadap

Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Kabupaten Mandailing
Natal (Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)”.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan pada latar belakang diatas

maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

1. Bagaimana pembinaan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi,
UKM, dan Pasar Kabupaten Mandailing Natal terhadap UMKM Kerupuk
Kipang di Mandailing Natal?
2.

Bagaimana cara untuk meningkatkan produktivitas UMKM Kerupuk

Kipang agar mampu bersaing dengan produk lain di pasar?

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh pembinaan Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Koperasi, UKM, dan Pasar Kabupaten Mandailing Natal terhadap UMKM
Kerupuk Kipang di Mandailing Natal.
2. Memberikan usulan perbaikan guna meningkatkan produktivitas UMKM
kerupuk kipang di Mandailing Natal untuk meningkatkan daya saing
produk kipang di pasar.

1.4

Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti :
1) Untuk memperoleh tambahan ilmu pengetahuan di bidang Usaha
Mikro Kecil dan Menengah.
2) Mendapatkan pengalaman tambahan sehingga dapat membandingkan

teori yang didapat di bangku perkuliahan dengan kenyataan yang
terjadi di dunia kerja.

Universitas Sumatera Utara

2. Bagi Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Pasar.
Sebagai masukan pertimbangan kebijakan untuk meningkatkan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal.
3. Bagi Pembaca.
Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk
penelitian lebih lanjut dalam masalah yang sama, sehingga dapat
melakukan penelitian yang lebih baik.

1.5

Kerangka Teori
Merupakan serangkaian asumsi, konsepsi, konstruksi, defenisi, dan

proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antara konsep (Singarimbun, 1989:37). Kerangka teori

adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang halhal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah
yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2000:92). Sebagai landasan berfikir dalam
menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman
teoritis yang dapt membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian.
Kerangka teori ini diharapkan memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi
peneliti dalam memahami masalah yang diteliti.

Universitas Sumatera Utara

1.5.1

Pembinaan

1.5.1.1 Pembinaan dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
Tujuan

adanya

pembinaan


terhadap

UMKM

adalah

untuk

mengembangkan UMKM menjadi usaha besar, dengan memperhatikan dua aspek
yaitu sumber daya manusia dan praktek. Dalam pembinaan UMKM, dimulai
dengan proses peningkatan kemampuan mengelola (manajemen) di bidang
pemasaran, keuangan, dan personalia kemudian meningkatkan kemampuan
kegiatan operasional dan mengendalikan bisnis sehingga UMKM mampu bersaing
dalam pasar. Menurut (Prasetyo, 2008) tujuan adanya usaha pembinaan dan
pengembangan UMKM antara lain :
1. Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar,
2. Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat
struktur modal,
3. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen,

4. Meningkatkan akses dan penguasaan teknologi.
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), UMKM identik dengan industri kecil
dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah
pekerjanya, yaitu (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang, (2) industri
kecil dengan pekerja 5-19 orang, (3) industri menengah dengan pekerja 20-99
orang, dan (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (Prasetyo,
2008). Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk
mendapatkan keuntungan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, industri

Universitas Sumatera Utara

adalah perusahaan untuk membuat atau menghasilkan barang-barang. Sementara
itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam Undang-Undang No. 5 tahun
1984 tentang Perindustrian mendefinisikan industri sebagai berikut. “Suatu
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi dan atau barang jadi menjadi barang yang lebih tinggi nilai kegunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.” Berdasar UndangUndang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, yang
dimaksud dengan UMKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang
memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan seperti

kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Anderson

(dalam

Partomo

2002:

15)

mengemukakan

definisi

pengelompokkan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah pekerja sebagai berikut :
1. Usaha Kecil, terdiri dari usaha kecil I – kecil dengan jumlah pekerja 1
sampai 9 orang dan usaha kecil II-kecil dengan jumlah pekerja 10 sampai
19 orang
2. Usaha Menengah, terdiri dari:
1) Usaha Besar-Kecil: dengan jumlah pekerja 100 sampai 199 orang
2) Usaha Kecil-Menengah: dengan jumlah pekerja 200 sampai 499 orang
3) Usaha Menengah-Menengah: dengan jumlah pekerja 500 sampai 999
orang
4) Usaha Besar-Menegah: dengan jumlah pekerja 1000 sampai 1999
orang
3. Usaha Besar, dengan jumlah pekerja lebih dari 2000 orang

Universitas Sumatera Utara

Menurut Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko (2002: 225), secara umum
sektor UMKM memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti
kaidah administrasi pembukuan standar dan kadangkala pembukuan tidak
di-up to date sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya
2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat
tinggi
3. Modal terbatas
4. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbatas
5. Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan untuk
mampu menekan biaya mancapai titik efisiensi jangka panjang
6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat
terbatas
7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar rendah mengingat
keterbatasan dalam sistem adminitrasinya.
Dari beberapa definisi mengenai UMKM, terdapat karakteristik yang
hampir seragam. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang
administrasi dan operasi. Kebanyakan UMKM dikelola oleh perorangan yang
merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan
tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, masih rendahnya akses
UMKM terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung
menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber
lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. Ketiga,
sebagian besar UMKM ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum.

Universitas Sumatera Utara

Keempat, dilihat menurut golongan industri nampak bahwa hampir sepertiga
bagian dari seluruh UMKM bergerak pada kelompok usaha industri makanan,
minuman, dan tembakau, diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan
logam, industri tekstil, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya
termasuk perabotan rumah tangga. Sedangkan yang bergerak pada kelompok
usaha industri kertas dan kimia relatif masih sangat sedikit sekali.
Dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil
dan Menengah dirumuskan bahwa, “Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
melakukan pembinaan dan pengembangan UMKM dalam bidang produksi dan
pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi.” Pembinaan dan
pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan dilakukan dengan
meningkatkan kemampuan manajemen serta teknik produksi dan pengolahan,
meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan, memberikan
kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan,
bahan baku, bahan penolong dan kemasan.
Sedangkan pembinaan dan pengembangan di bidang sumber daya manusia
dilakukan dengan memasyarakatkan dan membudidayakan kewirausahaan,
meningkatkan

keterampilan

teknis

dan

manajerial,

membentuk

mengembangkan lembaga pendidikan pelatihan dan konsultan

dan

UMKM,

menyediakan tenaga penyuluh dan konsultasi UMKM.
Kewirausahaan memerlukan pengetahuan untuk bisa berusaha bertahan
dan berkembang dalam perekonomian modern, seperti pengetahuan mengenai
permodalan, pemasaran, manajemen usaha, teknologi, dan informasi. Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

yang tidak memiliki kecenderungan untuk berusaha sulit untuk maju dan
berkembang apalagi bersaing dalam era pasar bebas.
Mengacu pada karakteristik usaha kecil, industri kecil, dan usaha mikro
kecil dan menengah maka istilah atau penyebutan ketiganya adalah sama. Dalam
penulisan selanjutnya digunakan istilah UMKM. Pengertian UMKM dalam
penelitian ini disarikan dari berbagai pendapat di atas, adalah kegiatan usaha milik
Warga Negara Indonesia dengan jumlah pekerja tidak lebih dari 150 orang dan
asset maksimal sepuluh milyar rupiah di luar tanah dan gedung.
Kebijakan

pengembangan

UMKM

diarahkan

untuk

memperkuat

perkembangan UMKM yang sudah ada, penumbuhan wirausaha baru untuk
membuka lapangan usaha baru dan penyerapan tenaga kerja, peningkatan
keterkaitan dan kemitraan antara industri kecil dan menengah dengan industri
besar dan sektor ekonomi lainnya serta penanggulangan segera permasalahan
aktual
Dalam perjalanannya, UMKM menemui tantangan yang memang cukup
berat untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha
kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil dan
menegah menjadi pengusaha besar. Namun disadari pula bahwa pengembangan
UMKM menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan,
keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan
keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia ini
mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik.
Secara spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah kelemahan
dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar, kelemahan

Universitas Sumatera Utara

dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap
sumber-sumber permodalan, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen
sumber daya manusia, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha
kecil, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya
kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap UMKM.
Kuncoro menjelaskan strategi pemberdayaan yang telah diupayakan
selama ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Aspek manajerial, yang meliputi peningkatan produktivitas, meningkatkan
kemampuan pemasaran, dan pengembangan sumber daya manusia
2. Aspek permodalan, yang meliputi bantuan modal (penyisihan 1-5%
keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi UMKM
minimum 20% dari porto folio kredit bank) dan kemudahan kredit
3. Mengembangkan program kemitraan dengan usaha besar
4. Pengembangan sentra UMKM dalam suatu kawasan apakah berbentuk
PIK (Pemukiman Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit
Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri)
5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu melalui KUB
(Kelompok Usaha Bersama) atau KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil
dan Kerajinan)
Harus diakui telah cukup banyak upaya pembinaan dan pemberdayaan
UMKM

yang

dilakukan

oleh

lembaga-lembaga

yang

concern

dengan

pengembangan UMKM tersebut. Hanya saja, upaya pembinaan UMKM sering
tumpang tindih dan dilakukan sendiri-sendiri. Perbedaan persepsi mengenai
UMKM tersebut akan menyebabkan pembinaan UMKM terkotak-kotak, di mana

Universitas Sumatera Utara

masing-masing instansi pembina menekankan pada sektor atau bidang binaan
sendiri-sendiri yang akibatnya akan terjadi ketidakefektifan arah pembinaan dan
tidak adanya indikator keberhasilan yang seragam karena masing-masing instansi
pembina berupaya mengejar target dan sasaran sesuai dengan kriteria yang telah
mereka tetapkan.
Dari banyaknya usaha pembinaan dan pengembangan UMKM baik yang
telah diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta dapat disimpulkan bahwa
kegiatan tersebut merupakan langkah menuju terwujudnya ekonomi kerakyatan.
Hal ini dilandasi beberapa alasan. Pertama, pengalaman empiris menunjukkan
bahwa UMKM memberikan sumbangan yang sangat besar pada kemampuan
ekonomi rakyat. Hal ini berkaitan dengan kemampuan sektor ini dalam
menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja sehingga penganggurandapat
ditekan. Kedua, UMKM umumnya dilakukan berdasarkan asas kekeluargaan
sehingga selain berpotensi kecil untuk mendorong timbulnya konflik perburuhan,
UMKM merupakan wadah untuk mendidik jiwa wirausaha. Ketiga, suatu
kenyataan bahwa unit-unit UMKM menyebar secara geografis sehingga manfaat
keberadaannya tidak lagi diragukan oleh semua orang (Masyuri, 2000: 189)

1.5.2

Produktivitas

1.5.2.1 Pengertian Produktivitas
Pengertian produktivitas di pandang sebagai konsep, filosofis, merupakan
pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan
mutu kehidupan. Dimana kehidupan hari ini harus lebih baik dari mutu kehidupan
besok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang

Universitas Sumatera Utara

demikian akan mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas, tetapi harus
mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan. Pengertian produktivitas
sebenarnya menyangkut aspek yang luas, yaitu modal (termasuk lahan), biaya,
tenaga kerja, energi, alat, dan teknologi. Secara umum, produktivitas merupakan
perbandingan antara keluaran (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang
diberikan. Produktivitas juga merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan masukan
dan efektifitas pencapaian sasaran. Efektivitas dan efisiensi yang tinggi akan
menghasilkan produktifitas yang tinggi. Menurut Siagian (2002:54) produktivitas
kerja merupakan kemampuan memperoleh manfaat dari sarana dan prasarana
yang tersedia dengan menghasilkan keluaran yang optimal, bahkan kalau mungkin
maksimal. Kemampuan yang dimaksud dalam definisi tersebut tidak hanya
berhubungan dengan sarana dan prasarana, tetapi juga berhubungan dengan
pemanfaatan waktu dan sumber daya manusia. Menurut Blecher dalam Wibowo
(2007:241) produktivitas adalah hubungan antara keluaran atau hasil organisasi
dengan yang diperlukan. Produktivitas dapat dikuantifikasikan dengan membagi
keluaran dengan masukan. Menaikan produktivitas dapat dilakukan dengan
memperbaiki rasio produktivitas, dengan menghasilkan lebih banyak keluaran
atau output yang lebih baik dengan tingkat masukan sumber daya tertentu.
Menurut Sedermayanti (2004:7) menguraikan bahwa produktivitas kerja
berasal dari bahasa Inggris, product: result, outcome berkembang menjadi kata
productive yang berarti mengahasilkan, dan productivity: having the ability make
or create creative. Perkataan itu dipergunakan dalam bahasa Indonesia menjadi
produktivitas yang berarti kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu.
Produktivitas menurut Heijrachman (1987:113) dapat diartikan sebagai suatu

Universitas Sumatera Utara

sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini
harus lebih baik dari mutu kehidupan hari ini. Secara sederhana produktivitas
organisasi dapat diartikan terwujudnya sasaran atau tujuan dari suatu organisasi
dengan cepat dan tepat dengan menggunakan berbagai sumber daya yang ada.
Jadi produktivitas dalam organisasi kerja yang dihasilkan adalah perwujudan
tujuannya, maka produktivitas berhubungan dengan suatu yang bersifat materil
dan non materil, baik yang dapat dinilai maupun tidak dapat dinilai dengan uang.
Kemudian pada dasarnya produktivitas mencakup sikap yang memandang hari
depan secara optimis dengan penuh keyakinan bahwa kehidupan ini harus lebih
baik dari hari kemarin hasilnya, artinya ada suatu peningkatan kepada arah yang
lebih baik dan sempurna. Sedangkan menurut Sinungan bahwa pengukuran
produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang
sangat berbeda, yaitu :
1. Perbandingan-perbandingan

antara

pelaksanaan

sekarang

dengan

pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan
sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah
meningkat atau berkurang serta tingkatannya
2. Perbandingan pelaksanaan antara unit (perorangan tugas, seksi, proses)
dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukan pencapaian secara
relatif
3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang
terbaik, sebab memusatkan perhatian pada sasaran / tujuan. (Hasibuan,
1996:127)

Universitas Sumatera Utara

1.5.2.2 Indikator Produktivitas
Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
produktivitas erat terkait dengan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai. Hasil
kerja pegawai tersebut merupakan produktivitas kerja sebagai target yang didapat
melalui kualitas kerjanya dengan melaksanakan tugas yang sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan oleh organisasi. Kemudian dalam penelitian ini
dikemukakan beberapa faktor sebagaimana yang dinyatakan sebagai indikator dari
produktivitas antara lain :
1. Prestasi
Istilah prestasi kerja mengandung berbagai pengertian, anatara lain bahwa
prestasi lebih merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang
untuk mengetahui sejauh mana seseorang mencapai prestasi yang diukur
atau dinilai. Selain itu dikatakan juga bahwa prestasi adalah juga suatu
hasil yang dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan. Dalam
dunia kerja, prestasi kerja disebut sebagai work performance Definisi lain
dari prestasi kerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam
mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif. Dari
berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah
suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman,
kesungguhan, serta waktu.
2. Kuantitas
Di dalam pelaksanaan operasional disuatu organisasi tidak cukup
mengandalkan pegawainya, perkembangan organisasi tersebut juga

Universitas Sumatera Utara

menuntut adanya kuantitas pekerjaan. Rasio kuantitas pegawai harus
seimbang dengan kuantitas pekerjaaan, sehingga dengan perimbangan
tersebut dapat menjadi tenaga kerja yang produktif yang meningkatkan
produktivitas kerja di dalam organisasi tersebut. Dengan adanya kuantitas
pekerjaan, dituntut juga adanya kualitas kerja para pegawai. Untuk itu
perlu diperhatikan sarana dan prasarana sebagai pendukung dari pada kerja
pegawainya sehingga tercapai kualitas kerja yang baik. Adapun sarana dan
prsarana tersebut yakni: penggunaan teknologi canggih, kebutuhan–
kebutuhan pegawai, serta memberikan motivasi yang tepat untuk
mendorong agar kerja dari pada pegawainya dapat semaksimal mungkin.
3. Kualitas
Kualitas banyak dianalogikan dengan mutu suatu barang atau jasa lainnya.
Hal yang sama berlaku juga bagi organisasi ekonomi maupun
pemerintahan. Para pegawai di kantor pemerintahan dituntut untuk
mengutamakan kualitas dalam pelaksanaan tugas–tugasnya. “Kualitas“
bagi hampir semua orang tampaknya kualitas tinggi. Kualitas semakin
tinggi berarti semakin baik. Lalu timbul pertanyaan apakah orang–orang
sesungguhnya menginginkan segala sesuatu berkualitas setinggi mungkin.
Seorang

pegawai

sebagai

sumber

daya

yang

menjalankan

dan

melaksanakan manajemen disuatu organisasi harus memiliki kehidupan
kerja yang berkualitas. Kehidupan kerja yang berkualitas yaitu keadaan
dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan dengan bekerja di dalam
organisasi.

Universitas Sumatera Utara

4. Disiplin
Dalam melaksanakan disiplin kerja, disiplin yang baik dapat diukur dalam
wujud: pemimpin atau pegawai datang dan pulang kantor tepat pada waktu
yang ditentukan, mengahsilkan pekerjaan baik kuantitas maupun kualitas
yang memuaskan, melaksanakan tugas penuh dengan semangat, memenuhi
peraturan yang ada. Hal tersebut sesuai dengan pendapat M. Sinungan
yang menyatakan disiplin adalah sikap kewajiban dari seseorang atau
kelompok atau kelompok orang senantiasa berkehendak untuk mengikuti
atau mematuhi segala aturan kepetusan yang telah ditetapkan dan displin
juga dapat dikembangkan melalui satu latihan antara lain dengan bekerja,
mengahargai waktu (Sinungan, 1991:115)

1.5.2.3 Faktor–faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Produktivitas kerja merupakan salah satu indikator untuk melihat maju
tidaknya sebuah organisasi, baik organisasi ekonomi maupun non ekonomi.
Produktivitas yang tinggi baik melalui angka statistika merupakan salah satu
wujud dari kemajuan organisasi itu. Kita dapat berasumsi bahwa produktivitas
yang rendah merupakan cerminan dari lambannya kemajuan organisasi. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas itu disorot dari dimensi Nasional
(makro) ataupun dari dimensi organisasi (mikro). Secara makro, faktor-faktor
yang mempengaruhi produktivitas tersebut bisa berupa:
1. Status Sosial Ekonomi
2. Kualitas Fisik
3. Kualitas Non Fisik

Universitas Sumatera Utara

4. Tehnostruktur
5. Peraturan Birokrasi
6. Gaya Kepemimpinan
Lowlor (dalam Hasibuan, 1996:40) menyoroti faktor-faktor yang
mempengaruhi produktifitas tersebut dari dimensi yang memperhitungkan unsur
teknik dan informasi. Faktor – faktor tersebut dikelompokan kedalam :
1. Iklim Ekonami
2. Pasar
3. Perubahan
4. Masyarakat
5. Upah
6. Informasi
7. Teknologi
Kopelmen (1993:27) menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas dari dimensi makro yang di duga berpengaruh secara cukup berarti
terhadap penurunan tingakat pertumbuhan produktivitas, yaitu:
1. Berkurangnya intensitas modal
2. Berkurangnya pembiayaan untuk kegiatan riset dan pengembangan
3. Perubahan komposisi angkatan kerja dan perekonomian
4. Perubahan dalam nilai dan sikap sosial
Menurut Lawlor (dalam Mulyono 1993:29) faktor iklim ekonomi, pasar
dan perubahan adalah faktor ekesternal dan cenderung dilihat sebagai variabel
yang tidak dapat dikendalikan, sedangkan faktor organisasi, masyarakat, informasi
dan teknologi adalah variabel-variabel internal dan oleh karena itu harus berada

Universitas Sumatera Utara

dalam kendali organisasi yang bersangkutan. Dari tinjauan yang lebih makro, Aft
yang dikutip oleh Mauled Mulyono menyoroti partial produktivitas yang
tekanannya pada :
1. Tingkat efisiensi dari hasil pekerjaan yang senyatanya, yang biasanya
direleksikan oleh rasio luaran disbanding masukan
2. Tingkat efisiensi fisik, yaitu ukuran dari suatu pekerjaan yang diperlukan
untuk menyelesaikan tugas tertentu.
(Mulyono 1993:27) Dijelaskan lebih lanjut, bahwa tujuan dari kedua
tingkat efisiensi ini dimaksudkan sebagai indikasi dimana para pekerja dapat lebih
cepat karena keterampilan atau keahliannya, dan bukan kerena dia bekerja lebih
keras. Di samping itu, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas juga tidak
terlepas dari keterkaitannya dengan persoalan kesehatan, keselamatan dan
kesenangan kerja. Faktor-faktor ini biasanya faktor yang bersifat manusiawi dan
ergonomics.

1.5.3

Fungsi Administrator Pembangunan
Adapun yang menjadi fungsi administrator pembangunan mencakup :

1. Unsur Pembaharuan
Di Negara-negara baru berkembang pada umumnya dibutuhkan peranan
serta fungsi pemerintah yang lebih besar dalam rangka mengarahkan dan
mendorong usaha-usaha pembaharuan dan pembangunan. Biarpun caracaranya berbeda, yaitu dengan penggunaan cara-cara langsung ataupun
kurang langsung, namun terutama dari elite administratif diharapkan
mempunyai peranan tidak saja dalam penyelenggaraan fungsi pelaksaan

Universitas Sumatera Utara

kehendak Negara, tetapi dapat pula memberikan sumbangannya terhadap
apa yang dirumuskan sebagai kehendak politik Negara, tetapi dapat pula
memberikan sumbangannya terhadap apa yang dirumuskan sebagai
kehendak politik Negara. Disinilah elite administratif, dan jika mungkin
juga seluruh birokrasi pemerintahan, dapat berfungsi sebagai unsur
pembaharu. Dengan kecenderungan ilmu-ilmu pengetahuan dan peranan
elite

cendikiawan

kebijaksanaan

untuk

pembaharuan

lebih
dan

berorientasi
pembangunan

kepada

perumusan

serta

penggunaan

spesialisasi teknologi ini untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan,
maka fungsi sebagai unsur pembaharu dapat lebih ditekankan (kekuasaan
dan spesialisasi ilmu dan teknologi untuk “social engineering” dilakukan
oleh teknokrasi). Dalam peranannya yang demikian maka administrator
dapat menjadi sumber inovasi bagi pembinaan, gagasan dan strategi yang
menunjang pembaharuan dan pembangunan.
Sebagai unsur pembaharu, peranan para administrator dalam birokrasi
pemerintahan secara khusu adalah kemampuannya untuk mendisain
strategi usaha berencana yang mendorong kea rah pembaharuan dan
pembangunan dalam berbagai kebijaksanaan atau dalam suatu rencana
maupun dalam realisasi pelaksanaannya. Unsur pembaharuan dari para
administrator terutama diharakan dibidang kesediaan dan kemampuannya
untuk

mengadakan

penyempurnaan-penyempurnaan

dalam

bidang

administasi pembangunan.

Universitas Sumatera Utara

2. Kepemimpinan
Untuk dapat mengusahakan orang lain bekerja sama dengannya, amka
pemimpin dapat menggunakan kewibawaan tertentu, atau diberikan
kewenangan formil tertentu. Dalam birokrasi pemerintah, kepemimpinan
administratif didasarkan pertama-tama atas kewenangan-kewenangan
formil tersebut. Mengenai sumber-sumber kepemimpinan tersebut terdapat
perbedaan, karena kewibawaan didasarkan atas teori penerimaan otoritas.
Penerimaan atas otoritas seseorang karena wibawanya, maka komunikasi
dari padanya diterima oleh orang lai. Seringkali hal ini dihubungkan pula
dengan adanya karisma atau penerimaan berdasarkan tradisi
seseorang.

Defenisi

dari

chester

I.

Barnard

adalah

pada
sebagai

berikut:”Kewibawaan adalah sifat atau ciri dari komunikasi (perintah) di
dalam suatu organisasi formil, yang menyebabkan ia diterima oleh seorang
anggota organisasi tersebut sebagai sesuatu yang menguasai dirinya untuk
bertindak, yaitu sesuatu yang menguasai atau menetukan apa yang harus ia
perbuat, atau apa yang ia tidak boleh lakukan sepanjang mengenai
organisasi tersebut”.
Kontruksi teoritis tentang kewenangan dan kewibawaan tersebut dalam
praktek sulit untuk dipisahkan. Dan oleh karena itu kepemimpinan harus
memiliki kedua-duanya, yaitu dasar hokum atau legalisasi yang
memberikan hak padanya untuk memimpin, dan kemampuan untuk dapat
diterima kepemimpinannya. Pendapat yang lebih cenderung kepada
pendekatan situasional dan bukan pendekatan berdasarkan sifat-sifat
kepemimpinan, juga dikemukakan oleh Selznik dan Nigro, yang

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa kepemimpinan memang menghendaki sifat-sifat
kelebihan tertentu. Salah satu contoh disini dikemukakan pendapat Millett:
1) Kesehatan yang baik, energi pribadi dan daya tahan fisik
2) Suatu keyakinan bahwa kegiatannya menuju kearah pencapaian tujuan
yang baik (a sense of mission), ada komitmen pribadi untuk pencapain
tujuan, bahkan kegairahan dan kepercayaan diri tentang hal itu
3) Perhatian terhadap orang lain, bahkan keprihatinan
4) Intelegensi yang baik (ini bukan berarti pengetahuan yang tinggi
tentang hal-hal yang khusus tetapi: good common sense), kemampuan
untuk mengumpulkan, membahas dan member informasi yang
diperlukan serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan
5) Integritas, kecenderungan tanggung jawab terhadap kewajibannya,
juga sikap hidupnya yang mendapatkan respek dari orang lain
6) Kemampuan untuk persuasi, terutama dalam usaha mendapatkan
penerimaan atas keputusan-keputusannya
7) Kemampuan menilai kapasita kemampuan dan kelemahan orang-orang
yang bekerja dengannya, serta bagaimana mencapai pemanfaatkan
yang maksimal bagi organisasi
8) Loyalitas, pengabdian terhadap tujuan usaha dan juga kepada orangorang yang bekerja dengannya serta kesediaan membela terhadap
tantangan atau serangan dari luar.
3. Analisa dan Pembentukan Kebijaksaan
Seorang pemimpin, apalagi dalam kedudukan pimpinan pemerintahan
yang tingi, harus mengambil atau memutuskan suatu kebijaksanaan.

Universitas Sumatera Utara

Kegiatan mengambil atau memutuskan kebijaksanaan itu sering juga
disebut sebagai pengambilan keputusan. Namun ada juga ada pengarang
yang membedakan antara pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang,
dengan pengambilan keputusan sesuatu kebijaksanaan yang mempunayi
implikasi yang cukup luas. Karena yang terakhir ini memerlukan analisa
dan pertimbangan berdasarkan informasi yang cukup. Seringkali
merupakan suatu kegiatan bagian dari pada suatu proses analisa dan
pembentukan kebijaksanaan. Proses tersebut ada yang formil maupun yang
informal, dan berjalan dalam suatu lingkungan tertentu (tujuan-tujuan
politik, tahap pertumbuhan ekonomi, perkembangan social dan lain-lain).
Dan dalam konteks seperti tiu administrator berperan dalam mengambil,
merumuskan atau memutuskan suatu keijaksanaan
Proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan Negara atau pemerintah,
(sudah barang tentu termasuk dan terutama kebijaksanaan pembangunan
dapat dibagi dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1) Policy

germination,

penyusunan

konsep

pertama

dari

suatu

kebijaksanaan
2) Policy recommendation, rekomendasi mengenai sesuatu kebijaksanaan
3) Policy analisis, analisa kebijaksanaa. Di mana berbagai informasi dan
penelaahan

dilakukan

terhadap

adanya

rekomendasi

suatu

kebijaksanaan. Biasanya juga mempertimbangkan berbagai alternatif
implikasi pelaksanaannya.
4) Policy formulation, formulasi atau perumusan dari pada kebijaksanaan
yang sebenarnya

Universitas Sumatera Utara

5) Policy decision atau policy approval, pengambilan keputusan atau
persetujuan formil terhadap suatu kebijaksanaan. Biasanya hal ini
kemudian disyahkan dalam bentuk perundang-undangan atau peraturan
(legitimisasi)
6) Policy implementation, pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan
7) Policy evaluation, evaluasi pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan.
Dapat dilakukan dengan mengikuti secara berkal, ataupun pada sesuatu
waktu tertentu. Seringkali menghasilkan suatu penyesuaian melalui
analisa kebijaksanaan dan formulasi kebijaksanaan baru.
4. Pengambilan Keputusan
Mengenai pengambilan keputusan ini dapat dilihat sebagai salah satu
fungsi seorang administrator, dan roses pengambilan keputusan sebagai
salah satu segi dalam proses administrasi. Pertama akan diuraikan di sini
pengambilan keputusan sebagai salah satu fungsi kepemimpinan
administrative. Dalam pelaksanaan kegiatan untuk menterjemahkan
berbagai keputusan politk dan perundang-undangan berbagai alternative
data dilalui, dan untuk itu pemilihan harus dilakukan. Kepemimpinan
administrative harus menentukan pilihan-pilihan ini, harus mengambil
keputusan. Pengambilan keputusan adalah soal yang berat oleh karena
seringkali menyangkut kemungkinan adanya suatu kesalahan, atau
menyangkut kepentingan banyak orang. Tidak ada sesuatu yang pasti
didalam pengambilan keputusan. Kepemimpinan administrative harus
memilih diantara alternative-alternatif yang ada dan kemungkinan
implikasi atau akibat suatu pengambilan keputusan tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Di Negara- negara baru berkembang, proses pengambilan keputusan atau
masalah pengambilan keputusan, merupakan persoalan yang banyak
memerlukan perhatian. Tidak saja bahwa di dalam cara maupun proses
pengambilan

keputusan

seringkali

menghambat

cara

bekerjanya

pemerintahan untuk bergerak secara dinamis, tetapi juga diperlukan
pembaharuan di dalam cara dan roses pengambilan keputusan itu sendiri.
(Bintoro Tjokroamidjojo,1974).

1.5.4

Peran Pemerintah

1.5.4.1 Peran Pemerintah Pusat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, peran adalah perangkat tingkah
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Jadi,
peran aparatur pemerintah dalam pelaksanaan administrasi pembangunan
mengacu pada pengaruh yang diberikan oleh para aparatur negara terhadap proses
pelaksanaan administrasi pembangunan melalui tingkah, perilaku, dan tanggung
jawab terhadap tugas yang telah dibebankan. Dalam hal ini dibutuhkan aparatur
pemerintah yang mumpuni untuk membawa administrasi pembangunan ke dalam
peran pentingnya, dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat.
Ada 4 (empat) bentuk peranan pemerintah, yaitu:
1. Sebagai penjaga keamanan dan ketertiban dalam perkembangan,
2. Sebagai abdi sosial dari keperluan-keperluan yang perlu diatur dalam
masyarakat,
3. Sebagai entrepreneur atau pendorong inisiatif usaha pembaruan dan
pembangunan masyarakat,

Universitas Sumatera Utara

4. Sebagai

development

atau

agen

unsur

pendorong

pembangunan/pembaharuan.
Untuk menjalankan fungsi-fungsi di atas, pemerintah memiliki alat untuk
mewujudkan cita-cita pembangunan yang dinamakan dengan aparatur pemerintah.
Aparatur pemerintah ialah alat pemerintah untuk menjalankan semua tugas-tugas
pemerintahan untuk tujuan kesejahteraan masyarakat. Dari keempat bentuk
peranan pemerintah tersebut di atas dapat terlihat jelas peran aparatur pemerintah
dalam pelaksanaan administrasi pembangunan.
Aparat pemerintah terstruktur dalam sebuah organisasi administratif
pemerintahan, yaitu alat-alat birokrasi untuk mencapai tujuan-tujuan nasional dan
tujuan-tujuan pemerintahan. Menurut Fritz Morstein Marx, 1957, birokrasi adalah
tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah

modern untuk pelaksanaan

berbagai tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem
administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintahan.
Ada empat macam klasifikasi aparatur pemerintah berdasarkan fungsinya
dalam suatu negara, yaitu:
1. Pemerintah pusat,
2. Pemerintah daerah,
3. Unit-unit organisasi di bawah naungan pemerintah, misalnya pembinaan
koperasi, program pembangunan masyarakat desa,
4. Organisasi-organisasi

badan-badan

otonomi,

misalnya

perusahaan-

perusahaan negara.
Administrasi pembangunan adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari
pada rangkaian kegiatan yang bersifat pertumbuhan dan perubahan yang

Universitas Sumatera Utara

berencana menuju modernitas dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam
rangka nation building. (Dr. S. P. Siagian).

1.5.4.2 Peran Pemerintah Daerah
Sebagai cabang ilmu pemerintahan, pada gilirannya kepemimpinan
pemerintahan akan menjadi disiplin ilmu. Kepemimpinan secara umum ada
berbagai titik pandang disiplin ilmu yang memilikinya seperti ilmu jiwa, ilmu
administrasi, ilmu manajemen, dan ilmu politik. Kepemimpinan pemerintahan
berbeda dengan kepemimpinan swasta yang spesifik. Oleh karena itu,
kepemimpinan pemerintahan untuk sementara data dikaji secara khas objek,
subjek, sistematika, metode, keuniversalan, terminology, filosofi, teori, prinsip,
dalil, rumus, dan cara mempelajarinya yaitu antara lain sebagai berikut.
Objek forma kepemimpinan pemerintahan adalah hubungan antara
pemimpin dengan yang dipimpin. Dalam hal ini yang memimpin adalah
pemerintah, sedangkan yang dipimpin adalah rakyatnya sendiri. Objek materianya
adalah manusia. Jadi, berbeda dengan ilmu pemerintahan yang objek materinya
adalah Negara. Karena kepemimpinan pemerintahan memiliki objek material
manusia maka pengembangan ilmu baru ini akan bertumpang tindih dengan ilmu
jiwa, ilmu administrasi, ilmu manajemen, bahkan ilmu ekonomi.
Teori kepemimpinan pemerintahan sebagaimana yang akan diuraikan nanti
sama dengan teknik kepemimpinan secara umum. Hanya saja lebih berkonotasi
kekuasaan di satu pihak dan pelayanan di lain pihak, yaitu otokratis, psikologis,
sosiologis, suportif, lingkungan, sifat, kemanusiaan, pertukaran, situasional, dan

Universitas Sumatera Utara

kontingensi. Kekuasaan ditujukan untuk pemusnahan dekadensi moral, sedangkan
pelayanan ditujukan hanya untuk yang baik dan benar.
Sejak krisis ekonomi menghantam Indonesia ada pertengahan tahun 1997,
perhatian kepada kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah meningkat karena
berbagai studi tentang dampak krisis terhadap usaha kecil membuktikan bahwa
sector ini mampu bertahan.

Sejumlah sector juga mengalami peningkatan

produktivitas yang antara lain disebabkan oleh naiknya permintaan. Kekuatan dan
kinerja usaha kecil inilah yang tampaknya membuat banyak pihak, termasuk
pemerintah, kemudian berharap banyak pada kelompok usaha kecil untuk dapat
menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi
dipandang telah menunujukkan kekuatan dan potenssi sesungguhnya dari
kelompok usaha kecil dalam hal daya tahan menghadapi guncangan dalam hal
peranannya sebagai salah satu motor pergerak ekonomi yang penting.
Secara spesifik, upaya pengembangan usaha kecil yang tercantum dalam
dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. GBHN menyebutkan tiga aspek enting bagi pengembangan usaha kecil.
Pertama, pengembangan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada
mekanisme asar yang adil, persaingan yang sehat dan berkelanjutan, dan
mencegah distorsi pasar. Kedua, mengembangkan erekonomian yang
berorientasi

global

dengan

membangun

keunggulan

kompetitif

berdasarkan keunggulan komaratif yang dimiliki Indonesia. Ketiga,
memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar lebih
efisien, produktif, dan berdaya saing tinggi

Universitas Sumatera Utara

2. Propenas menyebutkan dua asek yang penting bagi perkembangan UMKM
di sector industry dan perdagangan. Pertama, mengembangkan usaha kecil
mikro, kecil, menengah, dan koerasi melalui pencitaan iklim usaha yang
kondusif,

peningkatan

pengembangan

akses

kewirausahaan

kepada
dan

sumber

pengUsaha

daya
Mikro

produktif,
Kecil

dan

Menengah, dan koperasi berkeunggulan kompetitif. Kedua, memacu
eningkatan daya saing melalui pengembangan ekspor, pengembangan
industri

kompetitif,

penguatan

institusi

pasar,

dan

peningkatan

kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Selain itu, Buku RIP-IKM juga menyebutkan adanya rogram Revitalisasi
dan

pengembangan

industry

perdagangan

yang

bertujuan

untuk

menggerakkan sector riil dalam periode jangka pendek yang berfokus pada
lima aspek. Pertama, revitalisasi industry pada cabang-cabang industry
tekstil dan produk tekstil (TPT), elektronika, alas kaki, pengolahan kayu,
pilp, dan kertas. Kedua, pengembangan industry pada cabang-cabang
industry kulit dan produk kulit, pengolahan ikan, pengelohan CPO, pupuk,
alat pertanian, makan, software, perhiasan, dan kerajinan. Ketiga, penataan
struktur industry yang berorientasi pasar dengan prioritas pada industryindustri yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Keempat,
penugkatan teknologi industry. Kelima, pengembangan industry dengan
fokus pada UMKM
Ketentuan peranan pemerintah Indonesia terhadap UMKM dibahas dalam
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

1. Bahwa dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan Usaha Kecil,
Menengah, dan Koperasi perlu dukungan permodalan dan investasi dari
program Penyediaan Modal Awal dan Padanan melalui Lembaga Modal
Ventura ;
2. Bahwa penyelenggaraan program sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan yang
semakin dinamis;
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu mengganti Peraturan Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia tentang Petunjuk Teknis
Perkuatan Permodalan Usaha Kecil, Menengah, Koperasi dan Lembaga
Keuangannya dengan Penyediaan Modal Awal dan Padanan melalui
Lembaga Modal Ventura dengan Peraturan Menteri.
Rincian dari peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah Nomor 30/Per./M.KUMKM/VIII/2007 adalah sebagai berikut:
1. Program Perkuatan Permodalan Koperasi dan UMKM dan Lembaga
Keuangannya melalui Penyediaan Modal Awal dan Padanan yang
selanjutnya disebut program MAP adalah rangkaian kegiatan Pembinaan
terhadap koperasi dan UMKM yang diselenggarakan oleh Kementerian
Koperasi dan UMKM dengan cara memberikan dana stimulan dalam
bentuk pinjaman lunak dari APBN, yang disalurkan kepada KUMKM
sebagai perkuatan modal melalui Lembaga Modal Ventura Milik
Pemerintah atau Lembaga Modal Ventura Milik Daerah.

Universitas Sumatera Utara

2. Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang-orang atau
Badan Hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas azas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor: 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
3. Usaha Kecil adalah Usaha milik warga negara Indonesia yang berbentuk
badan usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum
atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan
tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil.
4. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang memiliki hasil penjualan
tahunan

paling

banyak

Rp.10.000.000.000,-

(sepuluh

milyar),

sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor : 10 Tahun 1999 tentang Pembinaan Usaha Menengah.
5. KUMKM adalah Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
6. Modal Awal dan Padanan, yang selanjutnya disebut MAP adalah dana
stimulan dalam bentuk pinjaman dari Pemerintah untuk disalurkan kepada
Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Perusahaan Pasangan Usaha
7. Dana Padanan adalah dana yang disediakan oleh Lembaga Modal Ventura,
Pemerintah Daerah dan atau lembaga lainnya dan atau dana pinjaman dari

Universitas Sumatera Utara

Bank Pelaksana dan Lembaga Keuangan Non Bank, untuk memperkuat
permodalan Koperasi dan UMKM.
8. Bagi hasil adalah prosentase tertentu dari pendapatan yang diperoleh dari
usaha yang dibiayai dengan modal ventura pada suatu periode tertentu
sesuai perjanjian, yang akan diberikan oleh KUMKM-PPU kepada LMVD
untuk

keperluan

pengembangan

modal,

penyaluran/

pengelolaan,

pendampingan, penagihan, pelatihan, monitoring dan evaluasi serta
pengembangan dana MAP.
9. Dinas/Badan Koperasi Kabupaten/kota adalah Perangkat Pemerintah
Kabupaten/Kota yang membidangi pembinaan dan pengembangan
Koperasi dan UMKM di tingkat Kabupaten/Kota.
Ketentuan rencana strategis pemerintah Kabupaten Mandailing Natal yang
diselenggarakan oleh dinas Perindustrian, Koperasi, UMKM dan Pasar Kabupaten
Mandailing Natal dalam agenda pembangunan memiliki permasalahan utama
sebagai berikut:
1. Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur, pelaku usaha industri,
perdagangan, koperasi, UKM dan pasar belum dapat bekerja secara
maksimal karena tingkat pengetahuan, keterampilan manajemen belum
optimal.
2. Terbatasnya

sarana

dan

prasarana

pendukung

sehingga

dapat

mempengaruhi kelancaran pelaksanaan tugas dan berusaha.
3. Lemahnya permodalan UMKM dan terbatasnya lembaga keuangan
(BANK) yang bersedia bermitra dengan UMKM utamanya pada lapangan
usaha industri dan perdagangan.

Universitas Sumatera Utara

4. Daya serap teknologi aparatur dan pelaku usaha lemah dan kurangnya
penguasaan informasi.
5. Kurangnya upaya yang dilakukan Dinas Perindustrian, Perdagangan,
koperasi, UKM dan Pasar untuk mengadakan dan mengikat hubungan
(jaringan) kerja dengan stakeholders.
6. Belum adanya pusat informasi dunia usaha.
7. Belum terdata secara akurat pelaku usaha Perindustrian, Perdagangan,
Koperasi, UKM dan Pasar.
8. Kurangnya promosi dan jaminan pemasaran bagi produk industri UKM
9. Kurangnya perhatian pelaku usaha terhadap lingkungan.
10. Belum terdaftarnya produk-produk usaha kecil utamanya produk makanan
dan minuman.
11. Kurangnya upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, .UKM dan Pasar
12. Tidak adanya tenagafungsional yang terampil.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka strategi yang dikembangkan
antara lain:
1. Meningkatkan disiplin, keterampilan, manajemen dengan memberikan
apresiasi terhadap aparatur, pelaku usaha yang berprestasi.
2. Meningkatkan kemampuan aparatur dan pelaku usaha untuk dapat
mengoptimalkan sumber daya yang ada, sehingga dapat memperluas
kesempatan berwira usaha.
3. Menumbuhkan semangat berkoperasi bagi pelaku usaha mempermudah
memperoleh modal usaha.

Universitas Sumatera Utara

4. Memperbanyak frekuensi pelatihan dan informasi.
5. Membuat pendataan yang akurat agar program/kegiatan dapat memenuhi
sasaran secara obyektif.
6. Peningkatan jaringan informasi sebagai penunjang pengembangan industri
kecil menengah.

1.5.4.3 Peran UMKM di Bidang Ekonomi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang
strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Selain berperan dalam
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, UMKM juga berperan dalam
pendistribusian

hasil-hasil

pembangunan.

UMKM

diharapkan

mampu

memanfaatkan sumber daya nasional, termasuk pemanfaatan tenaga kerja yang
sesuai dengan kepentingan rakyat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang
maksimum. Rahmana (2009) menambahkan UMKM telah menunjukkan
peranannya dalam penciptaan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber
penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Usaha kecil juga
memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di
sektor-sektor industri, perdagangan dan transportasi. Sektor ini mempunyai
peranan cukup penting dalam penghasilan devisa negara melalui usaha pakaian
jadi (garment), barang-barang kerajinan termasuk meubel dan pelayanan bagi
turis.

Universitas Sumatera Utara

1.5.4.4 Peran UMKM di Bidang Sosial
Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa UMKM mampu memberikan
manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negaranegara berkembang. Peranan usaha kecil tidak

Dokumen yang terkait

Implementasi Kredit Usaha Rakyat dalam Mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Stabat

9 138 130

Kajian Hukum Terhadap Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2008

0 51 108

Pengaruh Pengalokasian Kredit Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (PKBL) Bank X Sentra Kredit Kecil Polonia Medan

2 40 87

Analisis Implementasi Prosedur Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank Syariah (Studi Kasus Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Tanjung Balai)

3 52 95

Pembinaan Pemerintah Terhadap Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal(Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)

6 99 139

Pembinaan Pemerintah Terhadap Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal(Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)

0 0 13

Pembinaan Pemerintah Terhadap Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal(Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)

0 0 1

Pembinaan Pemerintah Terhadap Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal(Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)

0 0 4

Pembinaan Pemerintah Terhadap Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal(Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)

0 0 2

Pembinaan Pemerintah Terhadap Produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Mandailing Natal(Studi Kasus Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kerupuk Kipang)

0 0 15