Seni Dan Politik: Peranan Seniman Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Di Sumatera Timur (1945-1949)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuh puluh tahun yang lalu revolusi Indonesia meletus. Revolusi itu terjadi
dalam satu kekosongan kekuasaan. Jepang yang menduduki Indonesia sejak tahun
1942 menyerah kepada Sekutu, sedangkan Sekutu sendiri belum mempunyai
persiapan apa pun untuk menduduki Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dikumandangkan oleh
proklamator Sukarno - Hatta, bukan berarti perjuangan rakyat Indonesia sudah
selesai. Akan tetapi hal itu baru merupakan awal dari perjuangan rakyat untuk
mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya.
Begitu proklamasi dikumandangkan, berita tersebut disambut oleh masyarakat
dengan semangat yang menggebu-gebu. Hampir diseluruh tanah air berdiri laskarlaskar rakyat yang bertekad untuk mempertahankan kemerdekaan agar tidak direbut
penjajah kembali. Negara yang sudah merdeka harus dipertahankan sampai titik darah
penghabisan. Rakyat Indonesia sudah bertekad bulat untuk membebaskan diri dari
kekuasaan asing. Rakyat sadar akan penderitaan yang dialaminya selama penjajahan
sehingga dengan kesadaran penuh mereka berjuang untuk mempertahankan
kemerdekaan. Semangat itu dapat dilihat dari semboyan-semboyan yang membakar
semangat rakyat untuk berjuang seperti “sekali merdeka tetap mereka”, “lebih baik


1
Universitas Sumatera Utara

mati berkalang tanah daripada hidup dijajah”, “Merdeka atau mati”, “hancurkan
penjajahan Belanda”, dan lain-lain1.
Berita proklamasi 17 Agustus 1945 dari Pegangsaan Timur 56 tersebut,
menggema ke seluruh daerah Indonesia, termasuk Sumatera Timur. Medan sebagai
ibu kota Sumatera Timur ketika itu, ikut bergejolak. Berita proklamasi tersebut baru
sampai di Medan pada tanggal 29 Agustus 1945, yang dibawa oleh Mr. Teuku
Muhammad Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas dari

Jakarta 2 . Berita mengenai

proklamasi kemerdekaan tersebut belum ada yang resmi diumumkan kepada
masyarakat di Sumatera Timur, yang ada hanya berita dari mulut ke mulut saja.
Terlambatnya berita proklamasi kemerdekaan tersebut dikarenakan keadaan dan
situasi pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan Jepang walaupun mereka ketika
itu sudah menyerah pada sekutu, ditambah lagi ketika itu masyarakat Indonesia masih
ragu-ragu dan masih takut untuk bergerak, dan alasan yang paling penting adalah
dikarenakan teknologi dan informasi kita masih belum sehebat sekarang3.

Keadaan ini ditanggapi oleh tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda terkemuka
dengan mengadakan pertemuan secara tersembunyi. Pada hari Minggu tanggal 30

1

Muhammad TWH, Sebelum dan Sesudah Proklamasi, (Medan: Yayasan Pelestarian Fakta
Perjuangan Kemerdekaan RI, 2005), hlm. 169.
2

Edi Saputera, Simalungun Jogja-nya Sumatera, (Medan: U.P. Bina Satria 45, 1978), hlm.

86.
3

H.R. Sjahnan, Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan, (Medan: Dinas
Sejarah KODAM-II/BB, 1982), hlm. 10.

2
Universitas Sumatera Utara


September 1945 pukul 08.30 diadakan rapat di Jln. Amplas (Gedung Taman Siswa)
untuk meresmikan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang bertugas untuk membela
proklamasi serta mewujudkan proklamasi diwilayah masing-masing. Rapat ini
dihadiri oleh 250 orang undangan dengan ditandatangani oleh Ketua Umum BPI
Sugondo Kartoprojo, Ketua I Ahmad Tahir, dan Sekretaris M.K. Djusni. Dalam rapat
Mr. Teuku Mohammad Hasan menyatakan proklamasi kemerdekaan republik
Indonesia kepada seluruh peserta rapat tersebut 4. Setelah BPI resmi didirikan, maka
pada tanggal 4 Oktober 1945, BPI beserta seluruh tokoh pemuda dan pemerintahan
Republik Indonesia yang telah terbentuk mengadakan sebuah gerakan besar yaitu
perebutan kantor-kantor pemerintahan, percetakan, gudang-gudang perbekalan dari
tangan Jepang dan dinyatakan sebagai milik Pemerintahan Republik Indonesia.
Kemudian pada tanggal 6 Oktober 1945, BPI yang diketuai oleh Ahmad Tahir
melakukan mobilisasi massa dan mengadakan rapat akbar untuk mengumumkan
secara resmi bahwa Indonesia memang sudah merdeka.
Para pemuda beserta hampir seluruh masyrakat Medan dengan penuh soraksorai berkumpul dilapangan Fukuraido (sekarang Lapangan Merdeka)

5

untuk


mendengar dibacakannya teks proklamasi oleh Gubernur Sematera Mr. M. Teuku
Muhammad Hasan secara resmi di Medan 6 . Pembacaan teks proklamasi serta
4

Muhammad TWH, op. cit., hlm.84.

5

H.R. Sjahnan, op. cit., hlm. 11.

Isi dari pidato Mr. Teuku Mohammad Hasan pada saat itu adalah sebagai berikut: “perlu
saya tekankan di sini, sebenarnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah
6

3
Universitas Sumatera Utara

berdirinya pemerintahan republik Indonesia di Medan telah membawa perubahan
besar bagi rakyat Indonesia khususnya semangat juang pada masyarakat Sumatera
Timur. Masyarakat Sumatera Timur menerima kemerdekaan tersebut dengan

semangat yang menggebu-gebu, ada yang meloncat-loncat dan memukul-mukul
dinding. Seluruh yang hadir pada waktu itu tampaknya sudah dimasuki jiwa baru,
yaitu jiwa merdeka yang meluap-luap. Masing-masing telah menjelma menjadi massa
yang sadar dan militan yang akan dapat mengatasi segala kesulitan, rintangan dan
penderitaan. Mereka telah merasakan bahwa dirinya tidak berarti apa-apa
dibandingkan dengan tingginya harga kemerdekaan yang telah diperjuangkan.
Dimana-mana terdengar lagu yang mengutuk kekejaman dan kebengisan para
penjajah, misalnya; “Inggeris kita linggis dan Amerika kita setrika”. Begitulah
gambaran bagaimana euphoria masyarakat Sumatera Timur pada saat itu menyambut
proklamasi kemerdekaan7.

memproklamirkan kemerdekaanya. Tapi barulah sekarang kami dapat sampaikan kepada segenap
lapisan masyarakat. Semangat rakyat setelah Perang Pasifik, berlainan sekali dengan semangat rakyat
sebelum perang. Pada masa ini rakyat telah membentuk barisan-barisan pemuda di seluruh Indonesia
dengan cita-cita untuk mempertahankan kemerekaan.
Orang Belanda jangan salah raba, jika mereka masih memikir bahwa keadaan sekarang masih
sama dengan semangat dahulu sebelum perang adalah keliru. Belanda lebih baik jangan mencari akal
atau mencari kaki tangannya untuk menduduki Indonesia, karena hal itu mengganggu ketenteraman
umum. Penduduk Indonesia umumnya dan para pemuda khususnya memandang kaki tangan Belanda
itu pengkhianat. Percobaan-percobaan mereka yang sedemikian rupa itu sangat berbahaya baik bagi

Belanda apalagi para kaki tangannya.
Kalau ada seorang pemimpin Indonesia menjadi cidera akibat dari perbuatan kaki tangan
Belanda, maka semua orang-orang Belanda dan kaki tangannya akan disingkirkan dari
masyarakat.karena itu kita harap dengan sangat supaya pihak Belanda jangan sekali-sekali melakukan
percobaan kea rah itu, untuk menjaga keselamatan bersama”. Muhammad TWH, op. cit., hlm. 90.
7

Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengisi Proklamasi, (Medan: Badan Musyawarah Pejuang
Republik Indonesia Medan Area, 1947), hlm. 119.

4
Universitas Sumatera Utara

Tiga hari setelah rapat umum di Lapangan Fukuraido, tepat pada tanggal 10
Oktober 1945, tentara Inggeris yang mewakili sekutu dengan dipimpin oleh TED
Kelly, mendarat di Belawan 8 . Tujuan kedatangan pasukan ini adalah untuk
mematahkan gerakan-gerakan pemuda Sumatera Timur serta melanjutkan usahausahanya untuk menguasai Sumatera Timur kembali. Sebelum kedatangan tentara
Inggeris ini, Belanda juga sudah menempatkan pasukan-pasukannya yang tergabung
dalam NICA (Netherlands Indies Civil Administration ). Pasukan ini dikonsinyir di
Pension Wilhelmina, Internatio, Belawan Deli dan Siantar Hotel.

Setelah kedatangan tentara sekutu ini, maka NICA merencanakan suatu
gerakan intrik militer untuk memancing tindakan dari pihak Inggeris dalam menindas
gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk mencapai maksudnya itu, maka
timbullah gerakan-gerakan propokatip yang menimbulkan kerusuhan-kerusuhan dan
pertempuran-pertempuran. Sebagai akibatnya, diharapkan akan melahirkan tindakan
tegas dari pihak Inggeris dan Jepang untuk menindas gerakan kemerdekaan
Indonesia. Tindakan-tindakan inilah yang pada akhirnya menjadi prolog pecahnya
peristiwa Jalan Bali dan peristiwa Siantar Hotel serta peristiwa-peristiwa heroik
lainnya di Sumatera Timur yang terjadi mulai tahun 1945-1949.
Dalam perjuangan kemerdekaan (1945-1949) pada dasarnya yang terlibat di
dalamnya, bukan hanya kaum politisi ataumiliter saja, melainkan seluruh
masyarakatIndonesia termasuk di dalamnya para seniman. Dengan kata lain tidak
8

Ibid., hlm. 130.

5
Universitas Sumatera Utara

hanya pejuang tentara yang aktif di front-front pertempuran saja yang melakukan

perjuangan, melainkan segenap bangsa Indonesia telah memberikan kontribusi yang
besar dalam mempertahankan kemerdekaan tersebut. Termasuk usaha-usaha di
belakang front yang dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat,
kaum wanita, pemuda, dan termasuk didalamnya kaum seniman. Walaupun
partisipasi mereka tidak segegap gempita para politisi atau kaum militer, tetapi
peranan para seniman dalam perjuangan kemerdekaan tidaklah kecil artinya
dibandingkan dengan para pejuang lainnya. Hal ini dikarenakan penderitaan dan
penghinaan selama penjajahan sudah cukup berat, yang menyebabkan seluruh rakyat
merasa terpanggil untuk ikut berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan.
Dalam hal ini penulis akan mengangkat sisi lain dari perjuangan bangsa kita,
dimana perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan melalui senjata dan
diplomasi saja, namun juga melalui seni. Di Sumatera Timur perjuangan para
seniman ini juga tak kalah besar andilnya dalam masa mempertahankan
kemerdekaan. Melalui keahlian masing-masing mereka mampu berkontribusi,
menghasilkan karya-karya pengobar semangat para pejuang. Melalui karya-karya
yang diciptakannya, mereka mengisyaratkan bahwa berjuang tak selamanya harus
angkat senjata. Apa yang mereka hasilkan adalah bentuk luapan jiwa yang tulus dan
murni, sehingga hasil karya yang dihasilkan mampu menghipnotis dan membakar
semangat para pejuang lain untuk habis-habisan membela tanah air.


6
Universitas Sumatera Utara

Penulis melihat begitu besarnya peranan seniman melalui karya-karya seninya
dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya di Sumatera Timur, akan
tetapi perjuangan para seniman ini kurang mendapat perhatian. Terbukti dengan
masih minimnya tulisan ataupun penelitian yang menyangkut perjuangan mereka.
Padahal dengan sikap yang sangat berani para seniman melakukan aksinya lewat
buah pikiran serta ide-ide kreatif mereka yang terbukti berhasil membakar semangat
para pejuang kita. Misalnya, Amir Hamzah yang menggunakan sastra sebagai media
perjuangan melalui puisi-puisinya. Sementara Affandi melalui coretan-coretan
kuasnya, lalu Hasyim Ngalimun, Djaga Depari, dan Lily Suhairy, melalui lagu-lagu
perjuangannya9. Sementara di dalam dunia Teater dan perfilman Sumatera Utara Ani
Idrus, Usman Siregar, Zubaedah, M.Tahir Harahap, Yusuf Said dan beberapa
seniman pejuang lainnya berjuang lewat penampilan teater mereka di tengah-tengah
desingan peluru ketika itu10. Karya-karya mereka telah terbukti mampu menyulut api
semangat perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur.
Disamping nama-nama tersebut di atas yang memang sudah dikenal oleh
masyarakat Indonesia, sebenarnya masih banyak seniman yang ikut berjuang, namun
namanya kurang begitu dikenal, walaupun nilai perjuangan mereka tidak kalah

dibandingkan dengan seniman-seniman atau pejuang-pejuang lainnya. Banyak hal
9

DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, Dinamika Seni Budaya
Sumatera Utara , (Medan : DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, 1998),
hlm. 35.
10

Muhammad TWH, Sejarah Teater dan Film di Sumatera Utara , (Medan: Yayasan
Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 1992), hlm. 53.

7
Universitas Sumatera Utara

yang menyebabkan beberapa seniman pejuang tidak begitu dikenal masyarakat luas.
Mungkin karena tidak suka popularitas, atau karena karya-karya perjuangannya lebih
bersifat lokal, dan lain sebagainya 11. Sebagai contoh, pada awal revolusi muncul lagu
“Butet”, sebuah lagu yang berasal dari daerah Tapanuli yang mampu menggelora
semangat juang akan tetapi hingga pada saat ini masih belum diketahui siapa
sebenarnya pencipta dari lagu ini, namun lagu ini sangat berpengaruh dalam

membakar api semangat juang para pahlawan kita.
Untuk generasi muda sekarang, maka hal tersebut bisa menjadi contoh yang
dapat memotivasi genersi muda untuk lebih bersemangat mengisi kemerdekaan,serta
lebih menghargai hasil perjuangan para pahlawan bangsa. Hal tersebut diatas telah
mendorong penulis untuk mengadakan penelitian menyangkut peranan seniman
dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan khususnya di Sumatera Timur.
Untuk itu penulis memilih judul “ Seni dan Politik: Peranan Seniman
Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di Sumatera Timur (19451949)”. Adapun alasan penulis memilih judul ini disebabkan oleh keingintahuan
penulis akan pengaruh karya-karya seniman dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan di Sumatera Timur. Sedangkan batasan tahun 1945-1949, diambil oleh
karena tahun 1945 merupakan tahun dimana proklamasi dikumandangkan dan
menjadi awal perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah
dicapai itu supaya tidak direbut kembali oleh Belanda. Batas akhir penelitian ini yaitu
11

Adeng, dkk, Partisipasi Seniman Dalam mempertahankan Kemerdekaan Jawa Barat,
(Bandung: dalam Jurnal penelitian BKNST Bandung 2004), hlm. 3.

8
Universitas Sumatera Utara

tahun 1949 merupakan tahun berakhirnya peperangan melawan Belanda dengan
diakuinya kemerdekaan Indonesia secara penuh oleh Belanda.

1.2 Rumuasan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang penting karena langkah ini akan
menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah perlu jelas dan
tegas sehingga proses penelitian benar-benar terarah dan terfokus ke permasalahan
yang jelas. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi Sumatera Timur pada tahun 1945-1949?
2. Apa

keterlibatan

seniman-seniman

perjuangan,

dalam

perjuangan

mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada tahun 1945-1949?
3. Apa pengaruh yang ditimbulkan oleh karya-karya seniman yang lahir pada
masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada
tahun 1945-1949?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti pasti memiliki Tujuan dan
manfaat yang akan dicapai. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kondisi Sumatera Timur pada tahun 1945-1949.

9
Universitas Sumatera Utara

2. Mengetahui apa keterlibatan seniman-seniman perjuangan,dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur pada tahun 1945-1949.
3. Mengetahui apa pengaruh yang ditimbulkan oleh karya-karya seniman yang
lahir dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur
pada tahun 1945-1949.
b. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara akademis adalah:
1. Dapat mengetahui apa-apa saja karya-karya seniman yang lahir pada kurun
waktu 1945-1949 di Sumatera Timur, dan apa keterlibatan seniman-seniman
perjuangan ketika itu, serta apa pengaruh yang ditimbulkan dengan lahirnya
karya-karya tersebut.
2. Dapat memberikan sumbangan positif terhadap perkembangan keilmuan di
Departemen Ilmu Sejarah mengenai Seni dan Politik: peranan seniman pada
masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur.
Di sisi lain, penelitian ini juga berguna untuk memecahkan permasalahan

praktis.

Semua lembaga yang bisa kita jumpai di masyarakat seperti lembaga pemerintahan
maupun lembaga swasta, sadar akan manfaat tersebut dengan menempatkan suatu
penelitian sebagai bagian dari integral organisasi mereka. Adapun manfaat praktis
dari penelitian ini adalah:
1. Dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, serta
menambah wawasan pengetahuan penulis tentang Seni dan Politik: peranan

10
Universitas Sumatera Utara

seniman dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera
Timur.
2. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana oleh peneliti.
3. Memberikan pengalaman bagi peneliti cara melaksanakan sebuah penelitian,
sehingga nantinya dapat melakukan penelitian yang lebih baik lagi.
1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam penyelesaian tulisan ini perlu dilakukan tinjauan pustaka dengan
menggunakan buku yang berkaitan dengan judul tulisan ini yakni tentang Seni dan
Politik: Peranan Seniman Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di
Sumatera Timur (1945-1949). Untuk itu penulis menggunakan bebebrapa literatur
yang dapat mendukung tulisan ini.
Beberapa buku karya dari Muhammad TWH, merupakan referensi yang
sangat penting bagi penulis untuk menyelesaikan tulisan ini seperti buku yang
berjudul “Simalungun Jogja-nya Sumatera”. Buku ini berisi tentang lintasan sejarah
perjuangan-perjuangan di daerah Simalungun pada umumnya hingga menjelang dan
masa perjanjian Renville. Buku ini penting bagi penulis karena didalam buku ini
terdapat sebuah pembahasan yang menceritakan tentang peranan lain yang
menggugah jiwa kemerdekaan, yakni peranan para seniman.
Buku “Sejarah Teater dan Film di Sumatera Utara” yang ditulis oleh
Muhammad TWH juga merupakan referensi penting bagi penulis. Buku ini berisi
tentang pasang-surutnya seni Teater dan perfilman di Sumatera Utara termasuk pada
saat mempertahankan kemerdekaan. Selain itu buku Muhammad TWH juga yang

11
Universitas Sumatera Utara

berjudul “Sumatera Utara Bergelora” dan “Sebelum dan Sesudah Proklamasi” juga
merupakan sumber penting bagi penulis, dimana buku ini berisi tentang kisah-kisah
perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Utara. Selain itu buku beliau
juga yang berjudul “Perjuangan Tiga Komponen Untuk Kemerdekaan” adalah salah
satu buku penting untuk tulisan ini, dimana buku ini berisi tentang peranan Pers,
Pejuang pemuda, dan Seniman dalam mempertahankan Kemerdekaan di Sumatera
Utara. Buku-buku ini akan menjadi sumber referensi penting bagi penulis karena
buku-buku ini banyak membahas tentang Sumatera Timur pada tahun 1945-1949.
AR.Surbakti dalam “Perang Kemerdekaan di Karo Area”, buku ini juga
merupakan referensi penting dalam penelitian ini karena buku ini berisi tentang
sejarah perjuangan melawan Belanda dan Jepang yang kemudian dilanjutkan dengan
perjuangan mengisi proklamasi 17-08-1945, hingga pecahnya perang kemerdekaan I
dan tercapainya persetujuan Renville dengan beberapa permasalahannya.
Buku “Medan Area Mengisi Proklamasi” yang ditulis oleh Biro Sejarah
Prima juga merupakan salah satu sumber penting bagi penulis dalam menyelesaikan
tulisan ini. Buku ini mengungkapkan peristiwa-peristiwa awal hingga saat-saat
terakhir menjelang pecahnya Agresi Belanda yang pertama (Juli 1947). Mulai dari
pertumbuhan ketenteraan, sampai terealisasikannya proklamasi, hingga koordinasi
dan penyempurnaan unsur-unsur dan alat-alat perjuangan dan kegiatan-kegiatan
angkatan perang di Sumatera Utara dalam mempertahankan kemerdekaan, semuanya
dijelaskan dalam buku ini.

12
Universitas Sumatera Utara

Selain buku-buku diatas, salah satu buku penting juga bagi penulis adalah
buku “Kisah Dari Pedalaman” yang ditulis oleh Kolonel. Arifin Pulungan S.H.
Buku ini menceritakan tentang perjuangan-perjuangan di berbagai daerah Sumatera
Utara dan Aceh. Tashadi, dkk dalam bukunya yang berjudul “Partisipasi Seniman
Dalam Perjuangan Kemerdekaan di Propinsi Jawa Timur studi kasus di kota
Surabaya tahun 1945-1949”, buku ini merupakan referensi penting dalam penelitian

ini karena isinya mengatakan bahwa masalahnya menyangkut peranan para seniman
di Surabaya dalam perjuangan kemerdekaan ditahun 1945-1949. Buku ini juga
membahas bagaimana perjuangan para seniman Surabaya yang melakukan aktivitas
kesenian mereka di tengah-tengah pertempuran, dan karya-karya mereka terbukti
berhasil menyulut semangat para pejuang kita khususnya di kota Surabaya. Buku ini
akan sangat bermaafaat bagi penulis karena akan bisa dijadikan sebagi bahan
perbandingan antara peranan seniman di Surabaya dengan di Sumatera Timur dalam
perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
H.R. Sjahnan SH, dalam “Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke
Kota Medan” berisi tentang keadaan Sumatera Utara mulai dari awal kemerdekaan
hingga pengakuan kedaulatan oleh Belanda secara utuh terhadap Indonesia. Buku ini
juga berisi berbagai peristiwa yang ada di Sumatera Utara selama masa revolusi
sosial. Buku ini akan menjadi referensi juga kepada penulis untuk mengetahui
keadaan Sumatera Utara pada masa memperjuangkan kemerdekaan.
Buku yang berjudul “Dinamika Seni Budaya Sumatera Utara”, yang di
terbitkan oleh DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, juga

13
Universitas Sumatera Utara

merupakan referensi yang sangat penting bagi penulis karena buku ini berisi tentang
dinamika atau perjalanan seni dan budaya Sumatera Utara dari zaman Belanda hingga
setelah kemerdekaan. “Metodologi Sejarah” yang ditulis oleh Kuntowijoyo, menjadi
referensi tambahan bagi penulis dalam mendapatkan pengetahuan dasar mengenai
kajian sejarah sehingga penulis lebih terarah dalam penelitian ini nantinya.
1.5 Metode Penelitian
Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan kedalam
historiografi, maka harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah yang
dimaksudkan untuk merekontruksi kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah
karya yang mempunyai nilai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa
secara kritis rekaman peninggalan masa lampau. 12Tahap-tahap yang dilakukan dalam
penelitian sejarah antara lain:
1. Heuristik merupakan tahap awal yang dilakukan untuk mencari sumber yang
relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik sumber
dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu studi lapangan (field research) dan
studi kepustakaan (library research). Data dari hasil studi lapangan dapat
diperoleh melalui wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan
penelitian. Dalam penelitian lapangan, penulis menggunakan metode
wawancara yang terbuka dengan orang yang berhubungan dengan penelitian

12

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press,
tanpa tahun terbit), hlm. 32.

14
Universitas Sumatera Utara

ini misalnya Seniman dan Veteran. Studi kepustakaan dapat diperoleh dari
berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain sebagainya.
2. Kritik, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai
kebenaran sumber sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Dalam
tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik
internal maupun kritik eksternal. Kritik internal merupakan kritik yang
dilakukan untuk mencari kesesuaian data dengan permasalahn yang diteliti,
sedangkan kritik eksternal merupakan kritik yang mencari kebenaran sumber
pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari
wawancara yang dilakukan dengan informan.
3. Interpretasi,

merupakan

tahap

untuk

menafsirkan

fakta

lalu

membandingkannya untuk diceritakan kembali. Pada tahap ini subjektivitas
penulis harus dihilangkan paling tidak dikurangi agar analisis menjadi lebih
akurat. Sehingga fakta sejarah yang didapat bersifat objektif.
4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dalam tahap ini
peneliti menuliskan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis.

15
Universitas Sumatera Utara