Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi
2.1.1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah stimulus yang ditangkap oleh pancaindera individu, lalu
diorganisasikan dan kemudian diinterpretasikan, sehingga individu menyadari dan
mengerti apa yang diindera itu. Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa persepsi
adalah keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima
pancaindera kemudian stimulus diantar ke otak dimana ia diartikan dan selanjutnya
mengakibatkan pengalaman yang disadari. (Maramis, 2006)
Menurut Rahmat (2000), persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Dengan kata lain, persepsi adalah memberi makna pada stimuli
inderawi. Dalam menafsirkan makna inderawi melibatkan sensasi, atensi, ekspektasi,
motivasi dan memori.
Menurut Scheerer dalam Sarwono (2000) menyatakan bahwa persepsi adalah
representasi fenomenal tentang obyek-obyek distal sebagai hasil pengorganisasian
obyek distal itu sendiri, medium dan rangsang proksimal. Bruner menyatakan bahwa
persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan
tertentu (obyek-obyek diluar, peristiwa, dan lain-lain) dan organism ini berespon

dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori (golongan) obyekobyek atau peristiwa-peristiwa.

Universitas Sumatera Utara

Manusia mengamati suatu objek psikologi dengan kacamatanya sendiri yang
diwarnai oleh kepribadiannya. Sedangkan obyek psikologi itu sendiri dapat berupa
kejadian, ide, atau situasi tertentu. Faktor-faktor pengalaman, proses belajar atau
sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat, sedangkan
cakrawalanya memberikan arti terhadap obyek psikologi tersebut. Melalui komponen
akan timbul ide, kemudian konsep mengenai apa yang dilihat, selanjutnya komponen
konasi yang menentukan kesediaan/kesiapan jawaban berupa tindakan terhadap yang
timbul adalah sikap apatis dan acuh tak acuh. Keseimbangan ini dapat kembali jika
persepsi dapat diubah melalui komponen kognisi.
2.1.2. Proses Pembentukan Persepsi
Menurut Feigl dalam Sukamto (2008) menekankan bahwa ada tiga
mekanisme pembentukan persepsi yaitu (1) selectivity, (2) closure, (3) interpretation.
Proses selectivity terjadi apabila seseorang menerima pesan maka akan berlangsung
proses penyelesaian yang dianggap penting dan tidak penting, hal tersebut merupakan
peristiwa yang saling berhubungan yang diperoleh dengan cara menyimpulkan dan
penafsiran pesan. Proses closure akan menyeleksi hasil kesimpulan, kemudian

disusun suatu kesatuan pesan atau stimulus. Sedangkan interpretation terjadi apabila
pesan tersebut diinterpretasikan atau penafsiran stimulus secara menyeluruh ke dalam
lingkungan.
Atas dasar tindakan ini maka situasi yang semula kurang seimbang menjadi
seimbang kembali. Keseimbangan ini berarti bahwa obyek yang dilihat sesuai dengan
penghayatannya dimana unsur nilai dan norma dirinya dapat menerima secara
rasional dan emosional. Jika situasi ini tercapai maka individu menolak dan reaksi

Universitas Sumatera Utara

Proses pembentukan persepsi antara individu yang satu dengan individu yang
lain berbeda-beda, pembentukan persepsi tergantung berbagai faktor yang
mempengaruhi, baik faktor internal seperti pengalaman, keinginan, proses belajar,
pengetahuan, motivasi, pendidikan dan faktor eksternal yang meliputi lingkungan
keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial budaya serta lingkungan fisik.
2.1.3. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Persepsi
Ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi, hal ini didukung oleh
Notoatmodjo (2005) yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah
faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang
terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.

a. Faktor eksternal
1. Kontras

: Cara termudah untuk menarik perhatian adalah

dengan membuat kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan.
2. Perubahan intensitas

: Suara yang berubah dari pelan menjadi keras,

atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian
seseorang.
3. Pengulangan (repetition)

: Iklan yang diulang-ulang akan lebih menarik

perhatian seseorang, walaupun seringkali kita merasa jengkel dibuatnya.
Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak masuk
dalam rentang perhatian kita, mmaka akhirnya akan mendapat perhatian kita.
4. Sesuatu yang baru (novelty) : Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik

perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui.

Universitas Sumatera Utara

5. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak : Suatu stimulus yang menjadi
perhatian orang banyak akan menarik perhatian kita.
b. Faktor internal
Faktor internal yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana
seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itu sebabnya
stimulus yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda. Contoh faktor
internal adalah :
1. Pengalaman/pengetahuan
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan factor
yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita
peroleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang tlah kita pelajari akan
menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi.
2. Harapan
Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus
3. Kebutuhan
Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus

secara berbeda.
4. Motivasi
Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang
termotivasi untuk menjaga kesehatannya akan menginterpretasikan rokok
sebagai sesuatu yang negatif.

Universitas Sumatera Utara

5. Emosi
Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang
ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan
semuanya serba indah.
6. Budaya
Seseorang dengan latar budaya yang sama akan menginterpretasikan
orang-orang

dalam

kelompoknya


secara

berbeda,

namun

akan

mempersepsikan orang-orang diluar kelompoknya sama saja.
Jalaluddin (1992) dalam Irwansyah (2004), Persepsi dapat ditentukan oleh dua
faktor, yaitu :
1. Faktor Fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan lain-lain
yang termasuk dengan apa yang disebut sebagai faktor-faktor personal yang
menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik
orang yang memberikan respons terhadap simuli itu. Faktor-faktor fungsional
yang mempengaruhi persepsi ini lazim disebut sebagai kerangka rujukan,
sedangkan di dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi
bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya. Misalnya
seorang ahli komunikasi tidak akan memberikan pengertian apa-apa apabila

ahli kedokteran berbicara tentang flour albus, adnesti, dan lain-lain, karena
ahli komunikasi tidak memiliki kerangka rujukan untuk memahami istilahistilah kedokteran.

Universitas Sumatera Utara

2. Faktor Struktural
Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek
saraf yang ditimbulkannya pada system saraf individu. Bila kita memersepsi
sesuatu, kita memersepsinya sebagai suatu keseluruhan, bukan melihat
bagian-bagiannya lalu menghimpunnya. Misalnya untuk dapat memahami
seseorang

maka

kita

harus

melihatnya


dalam

konteksnya,

dalam

lingkungannya, dan dalam masalah yang dihadapinya.
2.1.4. Obyek Persepsi
Sebagaimana disebutkan bahwa persepsi itu merupakan proses pengamatan
maka hal-hal apa yang diamati dapat dibedakan atas dua bentuk dan disebut sebagai
obyek dari persepsi itu. Adapun obyek dari persepsi itu adalah :
1. Manusia termasuk di dalamnya kehidupan sosial manusia, nilai-nilai kultural
dan lain-lain. Dalam hal ini digunakan istilah persepsi interpersonal.
2. Benda-benda mati seperti balok, pohon dan lain-lain. Dalam hal ini digunakan
istilah persepsi obyek
2.2. Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loombo dalam Azwar (1996), pelayanan kesehatan
adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati
penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan penyembuhan penyakit
sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dimana tanpa adanya pelayanan

Universitas Sumatera Utara

kesehatan yang bermutu dan menyeluruh di wilayah Indonesia ini tidak akan tercapai
derajat kesehatan yang optimal (Azwar, 1996).
Banyak teori yang berkaitan dengan alasan seseorang ketika memilih dan
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, diantaranya :
2.2.1. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model)
Health Belief Model telah berkembang di tahun 1950 oleh para ahli psikologi
sosial. Berkembangnya pelayanan kesehatan masyarakat akibat kegagalan dari orang
atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan
penyakit yang diselenggarakan oleh provider. (Glanz, 2002)
Ada 6 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya :
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang
bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan
bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.
2. Keparahan yang dirasakan (perceived seriousness)

Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit
dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan
misalnya dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga
dampak sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan
hubungan sosial.
3. Keuntungan yang dirasakan (perceived benefits)
Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat disebabkan karena
keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyakit. Faktor

Universitas Sumatera Utara

lainnya termasuk yang tidak berhubungan dengan perawatan seperti, berhenti
merokok dapat menghemat uang.
4. Hambatan yang dirasakan (perceived barriers)
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan
mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan
lebih menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan
dalam melakukan tindakan tersebut.
5. Isyarat atau tanda-tanda untuk bertindak (cues to action)
Kesiapan seseorang akibat kerentanan dan manfaat yang dirasakan dapat

menjadi faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain
faktor lainnya seperti faktor lingkungan, media massa, atau anjuran dari
keluarga, teman-teman dan sebagainya.
6. Keyakinan akan diri sendiri (self efficacy)
Kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan
tindakan (Glanz, 2002).
2.2.2. Theory of Reasoned Action (TRA)
Theory of Reasoned Action pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967
untuk

melihat

hubungan

keyakinan,

sikap

dan

perilaku.

Fishbein,

1967

mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk melihat hubungan sikap dan
perilaku (Glanz, 2002).
Faktor yang paling penting dalam seseorang berprilaku adalah niat. Niat akan
ditentukan oleh sikap seseorang dan sikap ditentukan oleh keyakinan seseorang
akibat dari tindakan yang akan dilakukan. Diukur dengan evaluasi terhadap masing-

Universitas Sumatera Utara

masing akibat. Jadi, seseorang yang memiliki keyakinan yang kuat akan akibat dari
tindakan yang dilakukan secara positif akan menghasilkan sikap positif pula.
Sebaliknya jika seseorang tidak yakin akan akibat dari perilaku yang dilakukan
dengan positif akan menghasilkan sikap yang negatif (Glanz, 2002).
Niat seseorang untuk berprilaku juga dapat dipengaruhi oleh norma individu
dan motivasi untuk mengikuti. Norma individu dapat dipengaruhi oleh norma-norma
atau kepercayaan di masyarakat.
2.3. Aspek Sosial Budaya Dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan
2.3.1. Faktor Sosial Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan
a.

Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua

b.

Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan
berpendidikan tinggi

c.

Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut
agama lain

d.

Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan

2.3.2. Faktor Budaya Dalam Menggunakan Pelayanan Kesehatan
Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan
diantaranya adalah :
a.

Rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil

b.

Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan

c.

Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman

d.

Pengetahua tentang sakit dan penyakit

Universitas Sumatera Utara

e.

Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi
pelayanan

2.4. Proses Pola Pencarian Pengobatan
Berdasarkan hasil beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan pola-pola penggunaan pelayanan kesehatan pada beberapa daerah. Hal ini
tidak dapat dijelaskan hanya karena adanya perbedaan morbidity rate atau
karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor sosial budaya atau faktor penting
yang menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan
kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat
diukur berdasarkan unit keluarga (Sarwono, 1992).
Menurut Young dalam Juita (2008), mengatakan bahwa ada tiga pertanyaan
pokok yang biasanya dipakai dalam pengambilan keputusan, yaitu :
a. Alternatif apa yang dilihat anggota masyarakat agar mampu menyelesaikan
masalahnya. Alternatif yang dimaksud disini adalah pengobatan sendiri,
pengobatan tradisional, paramedik, dokter dan rumah sakit.
b. Kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari berbagai alternatif
yang ada. Kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah
keparahan sakit, pengetahuan tentang pengalaman sakit dan pengobatannya,
keyakinan efektivitas pengobatan dan obat, serta biaya dan jarak yang
terjangkau.
c. Bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatif tersebut.
Proses pengambilan keputusan ini dimulai dengan penerimaan informasi,

Universitas Sumatera Utara

memproses berbagai informasi dengan kemungkinan dampaknya, lalu
mengambil keputusan
Menurut Notoatmodjo (2007), respons seseorang apabila sakit adalah
sebagai berikut:
1. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Dengan
alasan antara lain :
a. Bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja
mereka sehari-hari.
b. Bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan
lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum
merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.
c. Fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh, petugasnya
tidak simpatik, judes dan tidak ramah.
d. Takut dokter, takut disuntik jarum dan karena biaya mahal.
2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti
telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau
masyarakat tersebut sudah percaya dengan diri sendiri, dan merasa bahwa
berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dpat
mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian obat keluar
tidak diperlukan.
3.

Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional
remedy), seperti dukun.

Universitas Sumatera Utara

4.

Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat
(chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.

5.

Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh
pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke
dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

6.

Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarkan oleh
dokter praktek (private medicine).
Suchman menjelaskan 5 macam reaksi dalam proses pencarian

pengobatan, yaitu:
1. Shopping yaitu proses mencari alternatif sumber pengobatan guna
menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan
yang sesuai dengan harapan si sakit
2. Fragmentation, yaitu proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan
pada lokasi yang sama. Misalnya : berobat ke dokter, sekaligus ke sinshe
dan dukun.
3. Procastination, yaitu proses penundaan pencarian pengobatan meskipun
gejala penyakitnya sudah dirasakan.
4. Self medication, pengobatan sendiri yang mengguakan berbagai ramuan
atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.
5. Discontinuity yaitu penghentian proses pengobatan

Universitas Sumatera Utara

Zola menjelaskan ada 5 hal penting yang berhubungan dengan keputusan
pasien di dalam mencari pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Krisis interpersonal yang mengakibatkan timbulnya gejala sakit seorang
individu.
2. Intervensi aktivitas sosial seseorang oleh gejala-gejala penyakit.
3. Sanksi terhadap individu yang menderita sakit
4. Ancaman terhadap pekerjaan seorang individu
5. Perbandingan gejala sakit yang dirasakan dengan gejala sakit yang telah
dialami seorang individu atau yang dialami oleh orang lain.
2.4.1. Pengobatan Sendiri
Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait, yaitu
pengobatan rumah tangga atau pengobatan sendiri, pengobatan medis, dan
pengobatan tradisional. Persentase terbesar masyarakat memilih pengobatan sendiri
untuk menanggulangi keluhannya. Pengobatan sendiri adalah upaya yang dilakukan
orang awam untuk mengatasi sakit atau keluhan yang dialaminya, tanpa bantuan
tenaga ahli medis/tradisional. Pengobatan sendiri dapat menggunakan obat, obat
tradisional atau cara tradisiona tanpa petunjuk ahlinya. (Adnan, 2009)
Perilaku pengobatan sendiri kemungkinan dipengaruhi oleh jenis kelamin,
umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat pendapatan, serta pengetahuan
dan sikap tentang pengobatan sendiri. (Kristina, 2008)

Universitas Sumatera Utara

2.5. Tali pusat (Plasenta)
2.5.1. Pengertian Tali Pusat (Plasenta)
Tali pusat atau dalam istilah medis dikenal dengan nama plasenta merupakan
sebuah organ yang terdiri dari jaringan janin dan ibu yang berfungsi sebagai suatu
organ endokrin serta berfungsi dalam pertukaran gas dan zat makanan. Plasenta juga
merupakan organ yang sangat luar biasa, dan hanya sedikit ibu yang pernah
melihatnya. Mereka tahu keberadaannya namun

hanya sebagian kecil yang

menanyakan atau memperhatikan kumpulan jaringan pendukung utama kehidupan
bayi di dalam rahim. (Elizabeth, 2001)
Plasenta terdiri dari 200 lebih pembuluh dan vena halus, berbentuk mirip
gumpalan hati mentah. Permukaan maternal yang menempel pada rahim, tampak
kasar dan berongga. Warnanya merah tua dan terbagi dalam 15-20 tonjolan
cotyledon, yang merupakan villi atau tonjolan berbentuk jari. Permukaan fetus amat
lembut, dengan tali pusar biasanya terdapat di bagian tengah. Bila tali pusar di bagian
pinggir disebut battledore plasenta. Plasenta yang sudah dewasa, berbentuk seperti
piringan datar. Beratnya sekitar 500 gram, diameternya 20 cm (8 inci) tebal. bagian
tengahnya 2,5 cm (1 inci). Ukuran dan berat plasenta disesuaikan dengan ukuran
janin. Plasenta biasanya berada pada bagian atas rahim, tapi bila terdapat di bagian
bawah, maka disebut Plasenta Previ. (Elizabeth, 2001)
Pembentukan plasenta pada manusia bersifat unik, yang berarti pengamatan
dari spesies lain hanya dapat diterapkan secara hati-hati. Dapat diperkirakan bahwa
ukuran plasenta akan meningkat setara dengan peningkatan ukuran janin. Efisiensi
plasenta meningkat dengan meningkatnya jumlah protein pengangkut yang berperan

Universitas Sumatera Utara

dalam transportasi zat menembus plasenta dan perfusi plasenta. Fungsi utama
plasenta adalah mengadakan difusi bahan-bahan makanan dari dalam darah ibu ke
dalam darah fetus dan difusi produk-produk eksretoris dari fetus kembali ke ibu.
2.5.2. Peran Tali Pusat (Plasenta)
Plasenta memiliki fungsi utama untuk mengusahakan janin tumbuh dengan
baik. Hal itu terjadi melalui pemenuhan nutrisi yang berupa asam amino, vitamin,
mineral maupun hasil pemecahan karbohidrat dan lemak yang diasup dari ibu ke
janin. Sebaliknya, zat hasil metabolisme dikeluarkan dari janin ke darah ibu yang
juga melalui plasenta. Plasenta juga berfungsi sebagai alat respirasi yang memberi zat
asam dan mengeluarkan karbondioksida. Selain itu, plasenta merupakan hormon,
khususnya hormon korionik gonadotropin, korionik samato, mammotropin (plasenta
lactogen), estrogen maupun progesteron serta hormon lainnya yang masih dalam
penelitian.
Antibodi dari ibu ke janin dapat juga disalurkan melalui plasenta. Sehingga,
kekebalan yg diperoleh janin ini dapat berlangsung terus hingga 4-6 bulan setelah
dilahirkan. Selain mengasup zat-zat yang dibutuhkan oleh janin selama di dalam
rahim ibu, plasenta juga dapat dilewati oleh kuman dan obat-obatan tertentu yang
dapat menimbulkan efek berbahaya bagi janin. Kuman-kuman dan obat-obatan
tertentu yang beredar dalam darah ibu dapat melewati plasenta dan menimbulkan
kelainan atau cacat pada janin, terutama bila terjadi pada trimester pertama
kehamilan.

Universitas Sumatera Utara

2.5.3. Tali Pusat (Plasenta) sebagai obat
Menurut Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat (2009) dalam
Fiqih (2011), sebagian masyarakat sering melakukan ritual dengan mengubur
plasenta di dalam tanah, tetapi ternyata ada masyarakat tertentu yang menjadikan tali
pusat tersebut sebagai obat alternatif bagi bayi bila terserang sakit. Umumnya tali
pusat dibungkus secara khusus kemudian disimpan di tempat yang tersembunyi
seperti di dalam lemari dan dibiarkan mengering. Bila bayi kembung, sakit perut atau
demam bungkusan tadi direndam di dalam air masak kemudian air tersebut
diminumkan kepada bayi. Ini dilakukan hingga bayi berusia satu tahun.
Plasenta juga diyakini dapat berfungsi untuk untuk regenerasi sel-sel tubuh
sehingga dapat mempertahankan kulit agar tetap sehat, segar, muda dan cantik. Tak
hanya itu, plasenta ternyata juga mampu mengembalikan kemulusan kulit akibat luka
atau penyakit kulit. Hal ini disebabkan karena didalam plasenta tersebut mengandung
sel-sel muda yang sedang tumbuh dan berkembang. (Fiqih, 2011)
2.6. Kesehatan Bayi dan Anak
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi status kesehatan bayi dan anak,
diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor kesehatan
Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat menentukan status
kesehatan bayi dan anak secara umum. Faktor ini ditentukan oleh status
kesehatan anak itu sendiri, status gizi, dan kondisi sanitasi.

Universitas Sumatera Utara

2. Faktor kebudayaan
Pengaruh budaya juga sangat menentukan status kesehatan bayi dan anak,
dimana terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan pengetahuan.
Budaya dimasyarakat dapat juga menimbulkan penurunan kesehatan bayi dan
anak, misalnya terdapat beberapa budaya di masyarakat yang di anggap baik
oleh masyarakat padahal budaya tersebut justru menurunkan kesehatan anak.
Sebagai contoh, bayi yang badannya panas akan dibawa ke dukun dengan
keyakinan terjadi kesurupan hal ghaib, anak setelah operasi dilarang makan
ayam karena nyeri setelah operasi akan sulit sembuh atau anak tidak boleh
makan daging dan telur karena dapat menimbulkan cacingan. Berbagai contoh
budaya yang ada di masyarakat tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap
derajat kesehatan bayi dan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan
dan perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikan gizi yang cukup.
3. Faktor keluarga
Pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak
sangat besar melalui pola hubungan anak dan keluarga serta nilai-nilai yang
ditanamkan. Peningkatan status kesehatan anak juga terkait langsung dengan
peran dan fungsi keluarga terhadap anaknya seperti membesarkan anak,
memberikan

perlindungan

secara

psikologis,

melindungi

kesehatan,

menanamkan nilai budaya yang baik, mempersiapkan pendidikan anak dan
lain-lain (Behrman,2000)

Universitas Sumatera Utara

2.7. Masyarakat Melayu di Sumatera Utara
Masyarakat Melayu merupakan salah satu dari delapan masyarakat suku
budaya asli di Provinsi Sumatera Utara. Walaupun terdapat beberapa perbedaan
dalam bentuk corak adat istiadat serta kebiasaan di antara kelompok masyarakat yang
delapan ini namun terdapat hal-hal mendasar yang universal. Aspek-aspek dimana
adat istiadat dan kebiasaan berpengaruh dan berperan dalam perwujudan karakter,
respons, cara pandang dan lainnya merupakan cirri-ciri yang koresponden. Dari sudut
kebahasaan, ungkapan, tata bahasa, dan gaya bahasa mendukung pula pemahaman
mengenai karakteristik masyarakat penutur dan pemakai bahasa (Ridwan, 2005).
Seseorang disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu
sehari-hari dan beradat-istiadat Melayu. Adapun adat melayu itu “Adat bersendi
Hukum Syara’, Syara’ bersendi Kitabullah”. Jadi orang Melayu adalah etnis secara
kultural (budaya), dan bukan harus secara genealogis (persamaan darah turunan).
Dalam hukum kekeluargaan orang Melayu menganut sistem parental (kedudukan
pihak ibu dan pihak bapak sama). (Syaifuddin, 2002)
Nilai budaya yang berkaitan dengan hakikat hidup orang Melayu banyak
tertuang dalam ungkapan-ungkapan. Masyarakat Melayu dalam kehidupannya seharihari , baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat selalu berpedoman kepada
acara-acara Islam. Pada masa lalu, sikap masyarakat yang taat pada ajaran Islam ini
pernah dimanfaatkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan penjajahan.
Caranya dengan mempengaruhi para ulama Melayu yang mau dibayar, sehingga apa
yang disampaikan seolah-olah ajaran Islam, tetapi sesungguhnya adalah ajaran yang
sudah terpengaruh oleh kehendak pemerintah Hindia Belanda.

Universitas Sumatera Utara

Ajaran tersebut berusaha mengubah cara kerja orang melayu yang tadinya
ulet, pekerja keras menjadi orang yang pemalas. Ajaran tersebut berupa tipu daya
dengan mengaburkan amalan, bahwa hidup semata-mata hanyalah untuk beramal saja
yakni senantiasa memperbanyak sembahyang baik di mesjid, surau atau rumah.
Sealin itu, janganlah suka mencari harta karena harta itu banyak mengandung setan
dan daki (kotoran) dunia. Lebih baik hidup yang sederhana saja, cukup dapat makan
dan minum sehari-hari sudah bersyukur, untuk apa mencari kekayaan dunia, sebab
dunia ini adalah milik orang kafir. Bagi umat Islam yang penting adalah untuk
kehidupan akhirat. (Saputra, 1997).
Syaifuddin (2002) mengatakan ciri-ciri orang Melayu sebagai berikut :
1. Masyarakat Melayu berpijak pada yang Esa
2. Pada orang Melayu sangat dipentingkan penegakan hukum untuk keamanan,
ketrtiban dan kemakmuran masyarakat
3. Pada orang Melayu diutamakan budi dan bahasa, yang menunjukkan sopan
santun dan tingginya peradaban Melayu
4. Orang Melayu mengutamakan pendidikan dan ilmu
5. Orang Melayu mementingkan budaya malu
Bercakap tidak kasar, berbaju menutup aurat, menjauhkan pantang larangan
dan dosa dan bir mati daripada menanggung malu dirinya atau keluarganya,
karena bisa menjatuhkan marwah turunannya sebaliknya tidak dengan kasar
mempermalukan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

6. Musyawarah dan mufakat sendi kehidupan sosial orang Melayu
Di dalam segala hal (perkawinan, kematian, kenduri, mendirikan rumah,
membuka ladang/usaha, di dalam pemerintahan, dan lain-lain) orang melayu
harus bermusyawarah/mufakat dengan kerabat dan handai tolan.
7. Orang Melayu ramah dan terbuka kepada tamu
8. Orang Melayu melawan jika terdesak

Universitas Sumatera Utara

2.8. Kerangka Pikir

Faktor Internal
-

Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
Penghasilan
Niat
Keyakinan
Persepsi Masyarakat Suku
Melayu terhadap
Penggunaan Tali Pusat
sebagai Obat pada Bayi

Faktor Eksternal
-

Keluarga
Tetangga

Kerangka pikir di atas menggambarkan bahwa faktor internal (Umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, penghasilan, niat dan keyakinan) dan eksternal
(keluarga dan tetangga) dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam melakukan
pengobatan yaitu menggunakan tali pusat sebagai obat pada bayi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tipologi Permukiman Etnik Melayu Di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat

2 87 214

Analisis Kerugian Ekonomi, serta Pengetahuan Masyarakat Terhadap Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) (Studi Kasus Desa Kuta Gajah, Kecamatan Kutambaru dan Desa Besilam, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat)

4 58 108

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

1 5 90

MANAJEMEN PONDOK PESANTREN SALAFIAH : STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN AZ-ZUHROH DI DESA BESILAM KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT.

0 1 3

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 1 12

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 0 2

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 0 9

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 0 3

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 0 3

Tipologi Permukiman Etnik Melayu Di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat

0 0 23