Tipologi Permukiman Etnik Melayu Di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat

(1)

TIPOLOGI PERMUKIMAN ETNIK MELAYU DI DUSUN 2

DESA BESILAM BABUSSALAM LANGKAT

SKRIPSI

OLEH

DONI TRI HARIANSYAH 100406015

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TIPOLOGI PERMUKIMAN ETNIK MELAYU DI DUSUN 2

DESA BESILAM BABUSSALAM LANGKAT

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

DONI TRI HARIANSYAH 100406015

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERNYATAAN

TIPOLOGI PERMUKIMAN ETNIK MELAYU DI DUSUN 2

DESA BESILAM BABUSSALAM LANGKAT

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2015


(4)

Judul Skripsi : Tipologi Permukiman Etnik Melayu Di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat

Nama Mahasiswa : Doni Tri Hariansyah Nomor Pokok : 100406015

Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Koordinator Skripsi,

Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc

Ketua Program Studi,

Ir. N. Vinky Rahman, MT

Tanggal Lulus: 21 Januari 2015


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 17 Januari 2015

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir. Nurlisa Ginting, Msc, Ph.D

Anggota Komisi Penguji : 1. Beny O. Y. Marpaung, S.T, M.T, Ph.D 2. Dr. Hilma Tamiami, S.T, Msc


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, kekuatan dan nikmat ilmu-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tipologi Permukiman Etnik Melayu Di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat”.

Penulis mengucapkan ungkapan terima kasih yang tidak terhingga dan penuh kesyukuran kepada orang tua tercinta (Ayahanda Djulias Muhar dan Ibunda Erlis Suriyani) dan kakak tersayang (Sitha Muriani, S.P dan Dwi Putri Ramadhani, S.Si, M.Si) atas doa, cinta, perhatian, kasih saying, motivasi, nasehat, dan kepercayaan yang telah diberikan selama ini kepada penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Ibu Beny O.Y. Marpaung, S.T, M.T, Ph.D yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu dan perhatian terutama saat penulis memulai penulisan hingga penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Nurlisa Ginting, Msc, Phd, Ibu Dr. Hilma Tamiami, S.T, Msc dan Ibu Wahyuni Zahrah, S.T, M.S. selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran, kritik dan arahan sehingga skripsi ini menjadi sempurna.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T, selaku Ketua Departemen Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, M.LA, selaku Sekretaris Departemen Arsitektur serta Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan bimbingan dengan tulus.


(7)

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ibnu Nasyith dan keluarga selaku Kepala Desa Besilam Babussalam Langkat, Bapak Sila dan keluarga selaku Sekretaris Desa Besilam Babussalam Langkat dan tokoh masyarakat Dusun 2 Desa Besilam Babussalam yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Keluarga Yunanda Kesuma Putra Lubis yang telah meminjamkan sepeda motor selama melakukan penelitian.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Sekolah, Guru dan staf pengajar Perguruan Ani Idrus SMA Swasta ERIA Medan atas semangat dan dukungannya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan seperjuangan Perguruan Ani Idrus SMA Swasta ERIA Medan atas semangat dan dukungannya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada sahabat terbaik saya yang tergabung dalam F4 (Fikar, Aldo, Agung), Saudara awak (Fanny Khairunnisa), Sayang awak (Ami dan Puding) Arif, Abjo, Dara, Caki, Ferdi, Iyan, Gema, Bram, Rudi, Garry,Onggek, Utuy, Yuyu, Aris, Anggi, Utie, Opi, Eric, Reni, Suwandy, Dede, Wulan, Siti, Mega, Sasya, Sylvia, Reni, Anka, Tuti, Aisyah, Baker, Sherly, Dwi, Ningrum, Sri, Meta, Aya, Pae, Rina, Uci, Ela dan teman- teman angkatan 2010 atas dukungan dan semangatnya.


(8)

Terima kasih saya ucapkan kepada Marzian Santika (2007), Rininta Batubara (2008), Insyarah Ansyafany (2009), Anggia Murni dan Sumery (2010), Elferina Dwi Cahya (2011), Tursina Dahliani (2012), Anggun Larasari (2013), Dara Anggraini, Cahaya Mentari, yang menjadi memotivasi dan penyemangat saya selama kuliah di Arsitektur USU.

Kepada abang dan kakak alumni Arsitektur USU dan adik-adik Angkatan 2011, 2012,2013,2014 atas dukungan dan semangatnya saya ucapkan terima kasih


(9)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak.

Medan, Januari 2015 Penulis,


(10)

ABSTRAK

Suku Melayu merupakan suku yang memiliki karakteristik arsitektur Melayu. Hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunan dan karakter permukimannya. Penelitian ini memfokuskan pada tipologi permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu yang terletak di salah satu desa di Kabupaten Langkat yaitu Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menemukan faktor yang menyebabkan tumbuhnya permukiman etnik Melayu di Dusun 2 Desa besilam Babussalam Langkat dan menemukan tipologi permukiman etnik Melayu yang meliputi tipologi bangunan, tipologi jalan, tipologi ruang luar, dan orientasi bangunan terhadap jalan. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer, dengan cara observasi dan depth interviewdengan cara mewawancarai tokoh penting yang mengenal Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat dengan baik. Serta mengumpulkan data sekunder yang berasal dari google map dan mengolahnya dengan metode figure ground

guna memperoleh bentuk-bentuk permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. Dalam menemukan tipologi bangunan, tipologi jalan, tipologi ruang luar dan orientasi bangunan terhadap jalan peneliti melakukan observasi langsung dan rekam foto. Kemudian peneliti mengubahnya ke dalam bentuk Autocad. Dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat merupakan permukiman tidak terencana berbentuk linear. Karakter ruang luar yang menyebar, tipe bangunan berupa rumah panggung dan perkembangan permukiman yang dimulai pada tahun 1881. Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini diharapkan nantinya pembangunan yang akan berlanjut akan mengikuti karakter yang telah ada sebelumnya dan memberikan gambaran bagi pemerintah dalam mengembangkan permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam ke depannya.

Kata kunci:tipologi permukiman, tipologi bangunan, tipologi jalan, tipologi orientasi bangunan, tipologi ruang luar


(11)

ABSTRACT

The Malays are ethnic who have architectural characteristics. It can be seen from the shape of the building and the character of their neighborhoods. This study focuses on the typology of settlements which is dominated by the Malays which is one of the villages in Langkat, namely Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. The purpose of this study is to find the factors that led to the growth of ethnic Malay settlement in Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat and found the typology of ethnic Malay’s settlement that include building typology, street typology, outer space typology and orientation of the building to the street. This research was conducted by collecting primary data, by means of observation and depth interview by interviewing key figures who know Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat well. And collecting secondary data from google map and process them with figure ground method to obtain the forms of settlements in Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. To finding a building typology, street typology, outer space typology and orientation of the building to the street, the researchers make a direct observations and record images. And then, researchers convert it into an Autocad’s form. From the research conducted, it was discovered the form of Dusun 2 Desa Besilam Babussalam is unplanned settlements with linear shape. Spread character of outdoor space, the types of building was houses on stilts and that began development in 1881. The suggestion from this study are expected later development that will continue to follow the characteristics that have been there before and gives an overview of the government in developing settlements in Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat in the future.

Key words:typology of settlements, building typology, street typology, the orientation of building typology, outer spaces typology


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Berpikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terbentuknya Suatu Permukiman ... 7

2.2 Permukiman yang Tumbuh Secara Tidak Terencana ... 9

2.3 Budaya dalam Permukiman ... 15

2.4 Tipologi Permukiman ... 16

2.4.1 Definisi Tipologi ... 16


(13)

2.5.1 Macam-Macam Pola Permukiman ... 20

2.6 Masyarakat Melayu Sumatera Timur dalam Tata kehidupan dan Lingkungan Permukimannya ... 26

2.6.1 Tata Kehidupan Masyarakat Melayu Sumatera Timur ... 26

2.6.2 Masyarakat Melayu Sumatera Timur dan Lingkungan Permukimannya ... 27

2.7 Permukiman Suku Melayu Sumatera Timur ... 28

2.7.1 Karakteristik Permukiman Masyarakat Melayu Sumatera Timur ... 28

2.7.2 Proses Perubahan Lingkungan Fisik ... 29

2.8 Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman Suku Melayu ... 29

2.9 Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam ... 31

2.10 Arsitektur Tradisional Melayu Sumatera Timur ... 32

2.10.1 Rumah Tinggal Melayu Sumatera Timur ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 38

3.2 Variabel Penelitian ... 39

3.3 Populasi/Sampel... 44

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.4.1 Data Sekunder ... 45


(14)

3.5 Metoda Analisa Data... 47

BAB IV DATA FISIK 4.1 Gambaran Umum Area Penelitian ... 48

4.1.1 Letak Geografis... 48

4.1.2 Kondisi Sosial Budaya ... 50

4.1.3 Desa Besilam Babussalam Sebagai Fokus Area Penelitian ... 50

4.2 Gambaran Kondisi Permukiman Dusun 2 Desa Besilam Babussalam ... 52

4.3 Karakteristik Permukiman Masyarakat Melayu Dusun 2 Desa Besilam babussalam ... 53

BAB V KAJIAN TIPOLOGI PERMUKIMAN DESA BESILAM BABUSSALAM 5.1.Kajian Sejarah Tumbuhnya Permukiman Desa Besilam Babussalam ... 60

5.1.1 Asal Mula Desa Besilam Babussalam ... 61

5.1.2 Penemuan ... 63

5.2.Pertumbuhan Permukiman Etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam ... 66

5.3.Tipologi Permukiman Etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam ... 82

5.3.1 Tipologi Bangunan... 83

5.3.2 Tipologi Jalan...134


(15)

5.3.4 Tipologi Ruang Luar...175

BAB VI KESIMPULAN

6.1.Kesimpulan ...184 6.2.Saran...186


(16)

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM

Diagram 1.1 Kerangka Berfikir... 6 Tabel 3.1 Dasar Peneliti Menghasilkan Variabel dan Membuat Metodologi ... 39 Tabel 5.1 Tipologi Permukiman Etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam

Babussalam Langkat ... 77 Tabel 5.2 Tipologi Bangunan Rumah Melayu di Dusun 2 Desa Besilam

Babussalam Langkat ...126 Tabel 5.3 Tipologi Jalan pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat ...155 Tabel 5.4 Tipologi Orientasi Bangunan Terhadap Jalan pada Dusun 2 Desa


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rancangan tapak permukiman Desa Riverside, Illinois... 7

Gambar 2.2 Permukiman tidak terencana dengan bentuk grid teratur ... 11

Gambar 2.3 Permukiman tidak terencana dengan bentuk grid tidak teratur ... 11

Gambar 2.4 Permukiman tidak terencana dengan koridor pusat... 12

Gambar 2.5 Pola permukiman tersebar dan berjauhan... 13

Gambar 2.6 Pola permukiman berkumpul dan tersusun memanjang... 13

Gambar 2.7 Pola permukiman berkumpul dan menggerombol ... 14

Gambar 2.8 Pola permukiman berkumpul dan tersusun melingkar ... 14

Gambar 2.9 Pola permukiman di Cannigia dan Maffei... 19

Gambar 2.10 Pola permukiman penduduk memanjang ... 21

Gambar 2.11 Pola permukiman penduduk mengikuti jalan ... 22

Gambar 2.12 Pola permukiman penduduk mengikuti rel kereta api ... 22

Gambar 2.13 Pola permukiman penduduk mengikuti alur sungai ... 23

Gambar 2.14 Pola permukiman penduduk mengikuti garis pantai ... 24

Gambar 2.15 Pola permukiman terpusat di daerah pegunungan... 25

Gambar 2.16 Pola permukiman tersebar ... 26

Gambar 2.17 Rumah Tradisional Melayu Sumatera Timur ... 34

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Langkat... 49

Gambar 4.2 Peta Desa Besilam Kecamatan Padang Tualang ... 51

Gambar 4.3 Kondisi Jalan Utama... 55


(18)

Gambar 4.5 Ruang Terbuka pada Rumah Tinggal... 56

Gambar 4.6 Mandarsah ... 57

Gambar 4.7 Makam Tuan Guru ... 57

Gambar 4.8 Tambak Ikan ... 58

Gambar 4.9 Orientasi Kelompok Rumah Tinggal... 58

Gambar 5.1 Bentuk awal permukiman pada tahun 1881 ... 66

Gambar 5.2 Bentuk permukiman pada tahun 1882-1901... 69

Gambar 5.3 Bentuk permukiman pada tahun 1902-1921... 71

Gambar 5.4 Bentuk permukiman pada tahun 1922-1961... 73

Gambar 5.5 Bentuk permukiman pada tahun 1962-2001... 74

Gambar 5.6 Bentuk benteng yang berada di belakang permukiman... 75

Gambar 5.7 Bentuk permukiman pada tahun 2002-2014... 76

Gambar 5.8 Rumah Tradisional Melayu Sumatera Timur ... 84

Gambar 5.9 Rumah modern ... 85

Gambar 5.10 Tipologi Rumah di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam... 86

Gambar 5.11 Tipe 1 Rumah Melayu ... 87

Gambar 5.12 Tiang Utama pada Tipe 1 Rumah Melayu ... 88

Gambar 5.13 Tangga Masuk pada Tipe 1 Rumah Melayu... 89

Gambar 5.14 Jendela dengan Ram-Ram ... 90

Gambar 5.15 Pintu Panel... 90

Gambar 5.16 Atap Lentik pada Tipe 1 Rumah Melayu ... 91

Gambar 5.17 Tipe 2 Rumah Melayu ... 91


(19)

Gambar 5.19 Tangga Masuk pada Tipe 2 Rumah Melayu... 93

Gambar 5.20 Jendela dengan Ram-Ram ... 94

Gambar 5.21 Pintu Panel... 94

Gambar 5.22 Kisi-kisi Teras pada Tipe 2 Rumah Melayu... 94

Gambar 5.23 Atap Bertingkat pada Tipe 2 Rumah Melayu... 95

Gambar 5.24 Tipe 3 Rumah Melayu ... 95

Gambar 5.25 Tiang Sokong pada Tipe 3 Rumah Melayu ... 96

Gambar 5.26 Tangga Masuk pada Tipe 3 Rumah Melayu... 97

Gambar 5.27 Jendela dengan Ram-Ram ... 97

Gambar 5.28 Jendela dengan Ram-Ram ... 97

Gambar 5.29 Pintu Panel... 98

Gambar 5.30 Pintu pada Serambi Depan ... 98

Gambar 5.31 Kisi-kisi Teras pada Tipe 3 Rumah Melayu... 98

Gambar 5.32 Atap Tunggal pada Tipe 3 Rumah Melayu ... 99

Gambar 5.33 Tipe 4 Rumah Melayu ... 99

Gambar 5.34 Tiang Sokong pada Tipe 4 Rumah Melayu ...100

Gambar 5.35 Tangga Masuk pada Tipe 4 Rumah Melayu...101

Gambar 5.36 Jendela Papan pada Tipe 4 Rumah Melayu...102

Gambar 5.37 Atap Tunggal pada Tipe 4 Rumah Melayu ...102

Gambar 5.38 Tipe 5 Rumah Melayu ...103

Gambar 5.39 Tiang Sokong pada Tipe 5 Rumah Melayu ...104

Gambar 5.40 Tangga Masuk pada Tipe 5 Rumah Melayu...104


(20)

Gambar 5.42 Lubang Angin pada Tipe 5 Rumah Melayu ...105

Gambar 5.43 Atap Tunggal pada Tipe 5 Rumah Melayu ...106

Gambar 5.44 Tipe 6 Rumah Melayu ...106

Gambar 5.45 Tiang Sokong pada Tipe 6 Rumah Melayu ...107

Gambar 5.46 Tangga Masuk pada Tipe 6 Rumah Melayu...108

Gambar 5.47 Jendela dengan Ram-Ram ...108

Gambar 5.48 Jendela dengan Ram-Ram ...108

Gambar 5.49 Pintu Panel pada Tipe 6 Rumah Melayu ...109

Gambar 5.50 Atap Tunggal pada Tipe 6 Rumah Melayu ...110

Gambar 5.51 Tipe 7 Rumah Melayu ...110

Gambar 5.52 Tiang Sokong pada Tipe 7 Rumah Melayu ...111

Gambar 5.53 Tangga Masuk pada Tipe 7 Rumah Melayu...111

Gambar 5.54 Jendela Panel pada Tipe 7 Rumah Melayu...112

Gambar 5.55 Atap Tunggal pada Tipe 7 Rumah Melayu ...113

Gambar 5.56 Tipe 8 Rumah Melayu ...113

Gambar 5.57 Tiang Sokong pada Tipe 8 Rumah Melayu ...114

Gambar 5.58 Tangga Masuk pada Tipe 8 Rumah Melayu...115

Gambar 5.59 Jendela Panel pada Tipe 8 Rumah Melayu...116

Gambar 5.60 Atap Tunggal pada Tipe 8 Rumah Melayu ...116

Gambar 5.61 Tipe 9 Rumah Melayu ...117

Gambar 5.62 Tiang Sokong pada Tipe 9 Rumah Melayu ...118

Gambar 5.63 Tangga Masuk pada Tipe 9 Rumah Melayu...118


(21)

Gambar 5.65 Jendela Panel ...119

Gambar 5.66 Pintu Panel pada Tipe 9 Rumah Melayu ...120

Gambar 5.67 Atap Tunggal pada Tipe 9 Rumah Melayu ...120

Gambar 5.68 Tipe 10 Rumah Melayu ...121

Gambar 5.69 Tiang Sokong pada Tipe 10 Rumah Melayu ...122

Gambar 5.70 Tangga Masuk pada Tipe 10 Rumah Melayu...123

Gambar 5.71 Pintu Panel pada Tipe 10 Rumah Melayu ...124

Gambar 5.72 Ornamen Daun Sayap...124

Gambar 5.73 Ornamen Bunga Tepung Talam ...124

Gambar 5.74 Atap Tunggal pada Tipe 10 Rumah Melayu ...125

Gambar 5.75 Pola Jalan di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam...135

Gambar 5.76 Pola Jalan di permukiman berdasarkan foto...137

Gambar 5.77 Tipe Jalan pada Lokasi 1 ...138

Gambar 5.78 Tipologi Jalan pada Lokasi 1...139

Gambar 5.79 Tipologi Jalan pada Lokasi 1...139

Gambar 5.80 Tipe Jalan pada Lokasi 2 ...140

Gambar 5.81 Tipologi Jalan pada Lokasi 2...141

Gambar 5.82 Tipe Jalan pada Lokasi 3 ...142

Gambar 5.83 Tipologi Jalan pada Lokasi 3...142

Gambar 5.84 Tipe Jalan pada Lokasi 4 ...143

Gambar 5.85 Tipologi Jalan pada Lokasi 4...144

Gambar 5.86 Tipe Jalan pada Lokasi 5 ...145


(22)

Gambar 5.88 Tipe Jalan pada Lokasi 6 ...146 Gambar 5.89 Tipologi Jalan pada Lokasi 6...147 Gambar 5.90 Tipe Jalan pada Lokasi 7 ...148 Gambar 5.91 Tipologi Jalan pada Lokasi 7...148 Gambar 5.92 Tipe Jalan pada Lokasi 8 ...149 Gambar 5.93 Tipologi Jalan pada Lokasi 8...150 Gambar 5.94 Tipe Jalan pada Lokasi 9 ...150 Gambar 5.95 Tipologi Jalan pada Lokasi 9...151 Gambar 5.96 Tipe Jalan pada Lokasi 10 ...152 Gambar 5.97 Tipologi Jalan pada Lokasi 10...152 Gambar 5.98 Tipe Jalan pada Lokasi 11 ...153 Gambar 5.99 Tipologi Jalan pada Lokasi 11...154 Gambar 5.100 Tipologi Orientasi Bangunan Terhadap Jalan ...163 Gambar 5.101 Tipologi Orientasi Bangunan pada area 1 ...164 Gambar 5.102 Tipologi Orientasi Bangunan pada area 2 ...166 Gambar 5.103 Tipologi Orientasi Bangunan pada area 3 ...167 Gambar 5.104 Tipologi Orientasi Bangunan pada area 4 ...168 Gambar 5.105 Tipologi Orientasi Bangunan pada area 5 ...169 Gambar 5.106 Tipologi Ruang Luar Aktif...176 Gambar 5.107 Tipologi Ruang Luar Aktif pada Lokasi 1 ...177 Gambar 5.108 Suasana Ruang Luar Aktif...177 Gambar 5.109 Tipologi Ruang Luar Aktif pada Lokasi 2 ...178 Gambar 5.110 Ruang Luar Aktif pada Lokasi 2 ...179


(23)

Gambar 5.111 Tipologi Ruang Luar Aktif pada Lokasi 3 ...180 Gambar 5.112 Ruang Luar Aktif pada Lokasi 3 ...180 Gambar 5.113 Tipologi Ruang Luar Pasif ...182 Gambar 5.114 Ruang Luar Pasif yang Terbentuk Karena Aktifitas Jual Beli ....183 Gambar 5.115 Ruang Luar Pasif ...183


(24)

ABSTRAK

Suku Melayu merupakan suku yang memiliki karakteristik arsitektur Melayu. Hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunan dan karakter permukimannya. Penelitian ini memfokuskan pada tipologi permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu yang terletak di salah satu desa di Kabupaten Langkat yaitu Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menemukan faktor yang menyebabkan tumbuhnya permukiman etnik Melayu di Dusun 2 Desa besilam Babussalam Langkat dan menemukan tipologi permukiman etnik Melayu yang meliputi tipologi bangunan, tipologi jalan, tipologi ruang luar, dan orientasi bangunan terhadap jalan. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer, dengan cara observasi dan depth interviewdengan cara mewawancarai tokoh penting yang mengenal Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat dengan baik. Serta mengumpulkan data sekunder yang berasal dari google map dan mengolahnya dengan metode figure ground

guna memperoleh bentuk-bentuk permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. Dalam menemukan tipologi bangunan, tipologi jalan, tipologi ruang luar dan orientasi bangunan terhadap jalan peneliti melakukan observasi langsung dan rekam foto. Kemudian peneliti mengubahnya ke dalam bentuk Autocad. Dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat merupakan permukiman tidak terencana berbentuk linear. Karakter ruang luar yang menyebar, tipe bangunan berupa rumah panggung dan perkembangan permukiman yang dimulai pada tahun 1881. Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini diharapkan nantinya pembangunan yang akan berlanjut akan mengikuti karakter yang telah ada sebelumnya dan memberikan gambaran bagi pemerintah dalam mengembangkan permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam ke depannya.

Kata kunci:tipologi permukiman, tipologi bangunan, tipologi jalan, tipologi orientasi bangunan, tipologi ruang luar


(25)

ABSTRACT

The Malays are ethnic who have architectural characteristics. It can be seen from the shape of the building and the character of their neighborhoods. This study focuses on the typology of settlements which is dominated by the Malays which is one of the villages in Langkat, namely Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. The purpose of this study is to find the factors that led to the growth of ethnic Malay settlement in Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat and found the typology of ethnic Malay’s settlement that include building typology, street typology, outer space typology and orientation of the building to the street. This research was conducted by collecting primary data, by means of observation and depth interview by interviewing key figures who know Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat well. And collecting secondary data from google map and process them with figure ground method to obtain the forms of settlements in Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. To finding a building typology, street typology, outer space typology and orientation of the building to the street, the researchers make a direct observations and record images. And then, researchers convert it into an Autocad’s form. From the research conducted, it was discovered the form of Dusun 2 Desa Besilam Babussalam is unplanned settlements with linear shape. Spread character of outdoor space, the types of building was houses on stilts and that began development in 1881. The suggestion from this study are expected later development that will continue to follow the characteristics that have been there before and gives an overview of the government in developing settlements in Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat in the future.

Key words:typology of settlements, building typology, street typology, the orientation of building typology, outer spaces typology


(26)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur ke Selatan sampai ke pesisir Labuhan Batu, membentang dari pantai sebelah timur ke arah Barat sampai ke daerah-daerah perbukitan. Langkat merupakan daerah yang penduduknya mayoritas etnik Melayu. Di daerah ini terdapat bangunan-bangunan adat Sumatera Timur. Adapun tipe rumah tinggal etnik Melayu di Sumatera Timur adalah jenis rumah panggung atau rumah berkolong, dengan tiang- tiang yang tinggi. Bangunan – bangunan tersebut diidentifikasi memiliki gaya arsitektur Melayu karena mempunyai karakter yang unik berbasis etnik Melayu.

Bangunan yang memiliki karakter arsitektur Melayu dapat ditemui di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. Beberapa bangunan yang memiliki karakteristik arsitektur etnik Melayu di daerah tersebut dapat diidentifikasi ciri khasnya. Karakter atau ciri khas ini disebut tipologi. Tipologi merupakan sebuah bidang studi yang mengklasifikasikan, mengkelaskan, mengelompokkan objek dengan persamaan ciri khas dan sifat dasar ke dalam tipe-tipe tertentu dengan cara memilih bentuk keragaman dan kesamaan jenis (Sulistijowati,1991). Berdasarkan


(27)

teori tersebut, maka beberapa bangunan dalam suatu lingkungan yang memiliki keunikan yang sama tentunya dapat diidentifikasi memiliki tipologi yang sama.

Tipologi suatu tempat di kawasan permukiman tidak selalu sudah jelas, karena adanya unsur campuran antara sifat yang statis dan dinamis (Krier,1997). Bentuk elemen statis dan dinamis tersebut sangat menentukan watak secara tipologisnya (Mc Clusky, 1979). Bangunan dan aspek fisik yang mempengaruhi keberadaan suatu massa bangunan dianggap sebagai elemen statis. Jalan sebagai ruang penghubung merupakan elemen dinamis. Adapun tipologi permukiman etnik Melayu yang diteliti adalah karakteristik yang ditemukan pada fungsi ruang luar, bentuk massa bangunan dan gaya arsitektur bangunan yang ada di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. Keberadaan permukiman etnis Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam didasari oleh migrasi kelompok etnis Melayu. Permukiman pada dasarnya merupakan tempat dimana orang-orang berkumpul yang kemudian menciptakan komunitas tertentu demi kebutuhan bersama serta memiliki karakteristik tersendiri.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, karakteristik fisik permukiman mulai memudar dengan bertambahnya aktifitas masyarakat serta banyaknya pendatang yang bermukim di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat. Semakin banyak pendatang yang tinggal di kampung tersebut, maka semakin tinggi tingkat aktifitas masyarakat pada permukiman tersebut. Semakin bertambahnya tingkat aktifitas masyarakat tentunya sangat berkaitan dengan faktor ekonomi, pencampuran budaya, hubungan perkawinan dan perubahan pola pikir masyarakat. Dampak semakin meningkatnya faktor ekonomi, pencampuran


(28)

budaya, hubungan perkawinan dan perubahan pola pikir masyarakat di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat tentunya akan mempengaruhi karakter elemen statis dan elemen dinamis yang ada pada kampung tersebut.

Dalam rangka melakukan kajian atas karakteristik bangunan di Dusun 2 Desa Besilam – Babussalam Langkat ini, penelitian permukiman menjadi sangat penting. Karakteristik permukiman etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat ini sebaiknya harus tetap ada. Namun usaha mempertahankan keberadaan karakteristik permukiman tersebut harus diikuti dengan pembuktian bahwa ciri khas itu ada. Peneliti bermaksud mengkaji ciri khas permukiman di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam ini dengan melakukan identifikasi tipologi permukiman etnik Melayu. Hasil identifikasi tipologi permukiman etnik Melayu di Dusun 2 ini tentunya menjadi alasan bahwa permukiman di tempat ini memiliki identitas.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas, maka ditemukanlah perumusan masalah. Adapun rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah:

• Faktor apa yang menyebabkan tumbuhnya permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu pada Dusun 2 Desa Besilam - Babussalam Langkat ?

• Bagaimana tipologi permukiman etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat berdasarkan fungsi ruang luar, bentuk massa bangunan dan gaya arsitekturnya ?


(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Dusun 2 Desa Besilam Babussalam merupakan suatu permukiman etnik Melayu di Langkat yang memiliki karakteristik dan nilai nilai budaya yang sangat alami. Karakteristik fisik permukiman etnik Melayu yang terbentuk di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam merupakan wujud dari kehidupan sosial budaya masyarakat itu sendiri. Maka daripada itu, peneliti tertarik untuk mengkaji karakteristik dan bentuk permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu di daerah tersebut.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menemukan faktor-faktor yang menyebabkan tumbuhnya permukiman etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam. Selain menemukan faktor-faktor tersebut peneliti juga melakukan identifikasi terhadap tipologi permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu berdasarkan fungsi ruang luar, bentuk massa bangunan dan gaya arsitekturnya.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian “ Tipologi Permukiman Etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam” ini antara lain:

• Bagi arsitek, temuan dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam merancang suatu permukiman berbasis etnik budaya dengan memperhatikan nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya.

• Bagi akademis, penelitian ini diharapkan dapt menjadi suatu literatur mengenai tumbuhnya permukiman etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam


(30)

Babussalam dan dapat digunakan sebagai referensi untuk studi kasus sejenis.

• Bagi pemerintah tepatnya Kabupaten Langkat, hasil inventarisasi dan dokumentasi dari penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pengembangan studi kebudayaan dan dokumentasi mengenai karakteristik permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat.

• Bagi masyarakat, temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk mempertahankan budaya serta pelestarian nilai-nilai tradisi dalam menghadapi perkembangan zaman.

1.5. Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya mengkaji dan mengidentifikasi bentuk permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu berdasarkan fungsi ruang luar, bentuk massa bangunan dan gaya arsitekturnya. Selanjutnya objek yang akan diteliti adalah bangunan yang memiliki karakteristik etnik Melayu.

1.6. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah proses berpikir peneliti dari awal hingga masalah penelitian tersebut dipecahkan dan pada akhirnya diperoleh penemuan dari penelitian tersebut. Proses berpikir tersebut dapat digambarkan dalam sebuah diagram. Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Diagram 1.1).


(31)

Diagram 1.1. Kerangka Berfikir LATAR BELAKANG

Dusun 2 Desa Besilam – Babussalam merupakan suatu permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu. Permukiman yang ada di daerah tersebut memiliki karakteristik bercirikan etnik Melayu. Permukiman terbentuk karena adanya elemen statis dan dinamis. Bangunan dan aspek fisik didalamnya merupakan elemen statis, jalan sebagai ruang penghubung sebagai elemen dinamis. Peneliti bermaksud mengkaji ciri khas permukiman di Dusun 2 Desa Besilam

– Babussalam dengan melakukan identifikasi tipologi permukiman etnik Melayu

RUMUSAN MASALAH

Faktor apa yang menyebabkan tumbuhnya permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu pada Dusun 2 Desa Besilam - Babussalam Langkat ?

Bagaimana tipologi permukiman etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam –

Babussalam Langkat berdasarkan fungsi ruang luar, bentuk massa bangunan dan gaya arsitekturnya ?

STUDI LITERATUR

Tipologi Permukiman

Bentuk Permukiman

Budaya dalam Permukiman

TUJUAN PENELITIAN

Menemukan faktor - faktor yang menyebabkan tumbuhnya permukiman etnik Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam.

Mengidentifikasi bentuk permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu berdasarkan fungsi ruang luar, bentuk massa bangunan dan gaya arsitekturnya.

ANALISA

Bangunan

Orientasi Bangunan

Fasade

Material Bangunan Ruang Luar

Jalan

Ruang Terbuka

PENEMUAN


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Permukiman merupakan tempat dimana masyarakat terintegrasi dalam satu kesatuan dan terjadi hubungan kerja sama demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bab ini akan membahas tinjauan pustaka yang mendukung pembahasan penelitian ini, antara lain: asal usul terbentuknya permukiman, tipologi permukiman dan permukiman etnik Melayu yang nantinya akan menjadi landasan dalam studi kasus penelitian ini sendiri.

2.1. Terbentuknya Suatu Permukiman

Permukiman merupakan suatu proses dimana awalnya manusia berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu (Marpaung dan Alip, 2009) Kemudian manusia tersebut hidup secara berkelompok yang didasari oleh hubungan kekerabatan, status kemasyarakatan ataupun pekerjaan yang sama. Seiring dengan berjalannya waktu, maka terbentuklah suatu area hunian dengan latar belakang masyarakat yang beragam. Proses terbentuknya suatu area hunian manusia terjadi melalui proses yang panjang. Proses inilah yang dinamakan sejarah atau asal usul terjadinya suatu permukiman. Sejarah mempunyai peran penting dalam menjelaskan suatu kronologis peristiwa yang terjadi, dimana selalu ada kesinambungan antara kejadian sebelumnya dengan kejadian selanjutnya.

Menurut Kevin Lynch, bentuk permukiman terjadi sangat didukung oleh fungsi utamanya. Fungsi utama tersebut dipengaruhi oleh ide-ide masyarakat yang menghuni suatu permukiman. Ide-ide tersebut selalu dilatarbelakangi oleh


(33)

peristiwa-peristiwa yang menjadi basis terciptanya suatu bentuk (Kostof, 1991). Terbentuknya suatu permukiman tidak terlepas dari tokoh dibalik pendirinya. Pendiri atau pencipta suatu permukiman bisa berasal dari kalangan apapun. Militer, pejabat pemerintahan, pengusaha, peneliti, penjajah maupun tokoh agama bisa dikategorikan pendiri suatu permukiman (Kostof, 1991 : 12).

Seperti yang dilakukan Olmsted pada tahun 1869 dalam merancang kawasan desa Riverside di Kota Illinois, Amerika Serikat (Gambar 2.1). Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa Olmsted merancang suatu tapak yang tadinya terlihat rata menjadi sesuatu yang berkarakter. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari pola sirkulasi jalannya yang berliku dan penyusunan blok-blok yang memiliki ciri khas dari kawasan tersebut. Penyusunan blok-blok dan pola sirkulasi jalan yang berliku memberikan kesan romantis sehingga membuat kawasan tersebut memiliki keunikan. Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa seorang arsitek dalam merancang suatu kawasan harus memiliki dasar pemikiran. Begitu juga halnya dengan masyarakat yang menciptakan suatu area hunian yang menjadi tempat tinggal mereka. Suatu bentuk kawasan ataupun permukiman yang diciptakan oleh seseorang haruslah memiliki dasar pemikiran yang dapat membuat kawasan tersebut memiliki ciri khas.


(34)

Gambar 2.1. Rancangan tapak permukiman desa Riverside, Illinois

(Sumber: http://www.fredericklawolmsted.com/riverside.html)

2.2. Permukiman yang Tumbuh secara Tidak Terencana

Pada dasarnya bentuk permukiman terdiri dari dua jenis, yaitu permukiman terencana dan permukiman tidak terencana. Permukiman terencana merupakan suatu area hunian yang dirancang oleh seseorang tokoh. Permukiman ini biasanya berbentuk grid, lingkaran atau poligon dengan sirkulasi jalan berbentuk radial dan berasal dari pusat permukiman. Permukiman tidak terencana berkembang sesuai dengan berjalannya waktu. Permukiman ini biasanya memiliki beberapa keunikan antara lain bentuknya yang tidak beraturan, sirkulasi jalan yang berliku, dan munculnya lorong-lorong di sekitar bangunan (Kostof, 1991:43).


(35)

manusia didalamnya yang pada dasarnya dilakukan sesuai keinginannya sendiri (Kostof, 1991:48). Terbentuknya permukiman tidak terencana dapat dijelaskan melalui proses dimana awalnya individu mendatangi suatu kawasan tertentu dan kemudian bermukim di kawasan tersebut yang disebutkan oleh F. Castagnoli dalam bukunya yang berjudul Orthogonal Town Planning in Antiquity, 1971 (Kostof, 1991: 43). Kemudian individu tersebut akan menghasilkan keturunan sehingga pada permukiman tidak terencana mayoritas penduduknya memiliki hubungan saudara.

Permukiman yang terbentuk tidak terencana tidak selalu sudah jelas, karena adanya unsur campuran antara sifat yang statis dan dinamis (Krier, 1997). Bangunan dan aspek fisik yang mempengaruhi keberadaan suatu massa bangunan dianggap sebagai elemen statis. Jalan sebagai ruang penghubung merupakan elemen dinamis (Mc Clusky, 1979). Jalan merupakan ruang luar utama dan komponen dasar dari permukiman (Oktay, 1998). Secara umum, bentuk dari permukiman tidak terencana menurut Fernandez (2011) adalah bentuk grid teratur, bentuk grid tidak teratur, bentuk dengan koridor sentral dan bentuk dengan koridor pusat.

Bentuk permukiman tidak terencana dengan grid teratur memliki bentuk grid urban dengan jalan yang paralel dan melintang dengan dimensi yang hampir seragam. Hal ini biasa terjadi pada lahan yang relatif datar. Bentuk yang teratur ini mengikuti kondisi lahan dan sangat memungkinkan untuk menemukan kekacauan konfisgurasi pada lahan yang datar (Gambar 2.2).


(36)

Gambar 2.2 Permukiman tidak terencana dengan bentuk grid teratur (Sumber: Fernandez, 2011)

Bentuk permukiman tidak terencana dengan grid tidak teratur memiliki konfigurasi fisik dan spasial dalam bentuk yang tidak teratur (Gambar 2.3). Hal ini terjadi karena perbedaan antara sistem jalan dan jalur garis alam yang terbentu secara alami, seperti garis sungai.

Gambar 2.3 Permukiman tidak terencana dengan bentuk grid tidak teratur (Sumber: Fernandez, 2011)


(37)

Bentuk permukiman tidak terencana dengan koridor sentral merupakan permukiman yang tumbuh dengan mengikuti jalur lalu lintas utama yang memberikan nilai sebagai sumbu fokus utama dan beberapa cabang yang lateral (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Permukiman tidak terencana dengan koridor pusat (Sumber: Fernandez, 2011)

Sementara itu pola permukiman tidak terencana menurut Wiriaatmadja (1981) pada umumnya adalah pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain (Gambar 2.5), pola permukiman dengan cara berkumpul dan tersusun memanjang mengikuti jalan lalu lintas (Gambar 2.6), pola permukiman dengan cara terkumpul dan menggerombol dalam sebuah kampung atau desa (Gambar 2.7) dan pola permukiman berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan (Gambar 2.8).


(38)

Gambar 2.5 Pola permukiman tersebar dan berjauhan (Sumber: Wiriaatmadja, 1981)

Gambar 2.6 Pola permukiman berkumpul dan tersusun memanjang (Sumber: Wiriaatmadja, 1981)


(39)

Gambar 2.7 Pola permukiman berkumpul dan menggerombol (Sumber: Wiriaatmadja, 1981)

Gambar 2.8 Pola permukiman berkumpul dan tersusun melingkar (Sumber: Wiriaatmadja, 1981)

Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permukiman tidak terencana, cenderung memiliki pola yang tidak terencana pula. Hal itu biasanya diakibatkan oleh pergerakan manusia di dalam permukiman tersebut. Namun pola yang tidak terencana tersebut dapat memberikan suatu keunikan


(40)

tersendiri terhadap permukiman tersebut. Sesuatu yang cenderung terjadi secara acak, dapat memberikan kesan yang menyenangkan, penasaran dan kebahagiaan.

2.3. Budaya dalam Permukiman

Dalam tulisan Rapoport, A. (1969) dinyatakan, dalam suatu permukiman terjadi hubungan antara manusia, alam dan penciptanya. Perbedaan gaya hidup dan sistem nilai yang dianut suatu masyarakat, berpengaruh besar terhadap bagaimana masyarakat itu membentuk lingkungannya. Faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan mengenai bentuk dan pola suatu rumah meliputi faktor budaya religi dan perilaku. Sedangkan rumah menunjukkan fungsi tertentu yaitu: (a) Sebagai tempat tinggal yang nyaman; (b) Sebagai sumber ibadah; (c) Sebagai sumber ilmu; (d) Sebagai sumber pendapatan.

Permukiman memiliki banyak bentuk yang khas sesuai dengan kekuatan non fisik yang tumbuh dalam masyarakatnya, antara lain berupa sistem sosial budaya, pemerintahan, tingkat pendidikan serta teknologi yang akan memberi kontribusi fisik lingkungan. Menurut Koentjaningrat (1985), perumahan dan permukiman (rumah dan lingkungannya) sebagai wujud fisik kebudayaan (physical culture) merupakan hasil dari kompleks gagasan suatu budaya yang tercermin pada pola aktivitas sosial masyarakat. Sejalan dengan pendapat Rapoport, A. (1969), bahwa arsitektur terbentuk dari tradisi masyarakat (folk traditional) merupakan bangunan yang mencerminkan secara langsung budaya masyarakat, nilai-nilai yang dianut, kebiasaan-kebiasaan serta


(41)

keinginan-keinginan masyarakat. Keterkaitan antara budaya dan rumah sebagai salah satu unsur pembentuk permukiman dijelaskan Rapoport, A. (1969) bahwa rumah tidak hanya dapat dipandang sebagai bentuk fisik yang tersusun dari serangkaian struktur saja, namun merupakan bentuk dari fenomena budaya yang berasal dari lingkungan pergaulan yang dimiliki.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pola dalam suatu desa sangat dipengaruhi oleh budaya. Budaya adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan sebagian tata cara hidup yang dianggap lebih tinggi dan diinginkan. Tentu setiap daerah memiliki ciri- ciri adat, kehidupan dan tingkah laku yang berbeda. Perbedaan ini dapat dilihat dari bentuk fisik bangunan, tata letak dan unsur- unsur lainnya seperti kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat kampung. Rapoport (1969) menjelaskan bahwa faktor budaya akan menentukan perilaku seseorang, yang antara lain tercermin dalam cara hidup dan peran yang dipilihnya dalam masyarakat serta menentukan macam wadah kegiatan tersebut.

2.4. Tipologi Permukiman 2.4.1. Definisi Tipologi

Untuk memahami suatu tempat (place) yang dibentuk sebagai wadah dari kebutuhan manusia baik berupa rumah atau lingkungan permukiman, bisa dilakukan dengan membagi tiga komponen struktural yang ada pada tempat tersebut, yaitu tipologi, morfologi dan topologi (Scultz,1988).

Topologi merupakan tatanan spasial dan pengorganisasian spasial yang abstrak dan matematis. Morfologi merupakan artikulasi formal untuk membentuk


(42)

karakter arsitektur, dan dapat dibaca melalui pola, hierarki dan hubungan ruang. Tipologi lebih menekankan pada konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan masyarakat mengenal bagian-bagian arsitektur, yang mana hal ini dapat didukung dari pemahaman skala dan identitas. Tipologi dalam hal ini lebih menitikberatkan sesuatu yang tradisional daripada yang modern. Tipologi adalah studi tentang tipe. Tipe adalah kelompok dari objek yang memiliki ciri khas formal yang sama. Dalam hal ini tipologi merupakan sebuah bidang studi yang mengklasifikasikan, mengkelaskan, mengelompokkan objek dengan persamaan ciri khas dan sifat dasar ke dalam tipe – tipe tertentu dengan cara memilah bentuk keragaman dan kesamaan jenis (Sulistijowati,1991). Berdasarkan teori tersebut, maka beberapa bangunan dalam suatu lingkungan yang memiliki keunikan yang sama tentunya dapat diidentifikasi memiliki tipologi yang sama.

Saverio Muratory dalam buku “Urban and Regional Planning

membedakan tipologi tersebut menjadi 4 tingkatan skala yaitu bangunan, kabupaten, kota dan wilayah. Menurut Muratory, hal-hal yang dapat diidentifikasi tipologinya adalah tata bangunan, jalan dan ruang luar (McLoughlin, 1969). Tata bangunan dan aspek fisik yang mempengaruhi keberadaan suatu massa bangunan dianggap sebagai elemen statis. Di dalam tata bangunan terdapat beberapa hal yang dapat ditemukan ciri khasnya di antaranya material bangunan, fasade bangunan, bentuk bangunan dan gaya arsitekturnya. Sementara itu jalan dan ruang luar merupakan elemen dinamis yaitu suatu elemen yang dapat bergerak membentuk suatu permukiman. Jalan dan ruang luar merupakan suatu ruang penghubung masyarakat di sekitar hunian.


(43)

Tipologi adalah ilmu yang mempelajari sesuatu dengan cermat dengan pendekatan yang lebih dalam dan dalam bentuk yang modernisasi. Muratori memiliki maksud eksplisit bahwa metodenya dalam menganalisa dapat digunakan sebagai dasar untuk mendesain arsitektur dan perkotaan. Dalam pandangan Muratori tipologi tidak hanya tentang bangunan tetapi juga tentang dinding, jalan-jalan, kebun, pembangunan kota dan segala sesuatu yang menentukan bentuk kota dalam jangka waktu tertentu (McLoughlin, 1969).

Contoh tipologi yang mengembangkan teori Muratori dapat dilihat pada bangunan Cannigia dan Maffei (Gambar 2.8). Bangunan ini memperkenalkan konsep ke pola dasar. Dalam karyanya mereka mencari apa yang disebut dengan bentuk dasar yang mendahului semua jenis yang telah ada dan mencoba menggabungkan di antara keduanya. Misalnya Roman Domus sebagai bentuk dasar untuk setengah abad ke depan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan wawasan mendalam ke dalam ciri khas tersebut. Wawasan ini dapat digunakan untuk mengembangkan bangunan-bangunan baru yang mengambil studi dari masa lalu sampai sekarang ini. Hal ini bertujuan untuk memadukan kreativitas dalam konteks yang menjadi sesuatu keunikan tersendiri.


(44)

Gambar 2.9 Pola permukiman di Cannigia dan Maffei

(Sumber Buku ‘ll progetto nell’edilizia, 1984)

2.5. Pola Permukiman

Bentuk kota atau kawasan merupakan hasil proses budaya manusia dalam menciptakan ruan kehidupannya, sesuai kondisi site, geografis, dan terus berkembang menurut proses sejarah yang mengikutinya. Menurut Kostof (1991), peran dan perkembangan masyarakat sangat berpengaruh dalam suatu proses pembentukan suatu kawasan. Sehingga terbentuknya pola suatu kawasan akan terus berkembang sebagai proses yang dinamis dan berkesinambungan tanpa suatu


(45)

awal dan akhir yang jelas. Kota lahir dan berkembang secara spontan, diatur menurut pendapat masyarakat secara umum yang dipengaruhi oleh adat istiadat, kepercayaan, agama, sesuai dengan kondisi alamiah, sehingga lahir suatu pola kota organik yang berorientasi pada alam, dan mempunyai sosial yang kuat. Berkembangnya masyarakat baik kuantitas maupun kualitas menuntut terbentuknya suatu kota yang lebih teratur, agar lebih mudah dan terarah pengorganisasiannya melalui pola grid. Sehingga bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa kedua faktor alam dan faktor aspirasi masyarakat tersebut saling dikombinasikan untuk menghasilkan suatu pola yang harmonis antara kehidupan manusia dan lingkungan alamnya.

Pola permukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya. Kondisi fisik yang dimaksud antara lain meliputi iklim, kesuburan tanah, dan topografi dan ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di wilayah tersebut. Pengaruh kondisi fisik ini sangat terlihat pada pola permukiman di daerah pedesaan, sedangkan di daerah perkotaan kurang begitu jelas, mengingat penduduk kota sangat padat, kecuali yang bertempat tinggal sepanjang aliran sungai, biasanya membentuk pola linear mengikuti aliran sungai.

2.5.1. MacamMacam Pola Permukiman

Menurut Bintarto, ada tiga pola permukiman penduduk dalam hubungannya dengan bentang alamnya, yaitu sebagai berikut:


(46)

a. Pola permukiman memanjang (Linear)

Pola permukiman memanjang memiliki ciri permukiman berupa deretan memanjang karena mengikuti jalan, sungai, rel kereta api atau pantai.

Gambar 2.10 Pola permukiman penduduk memanjang

Sumber: www.flickr.com

1. Mengikuti Jalan

Pada daerah ini permukiman berada di sebelah kanan dan kiri jalan. Umumnya pola permukiman seperti ini banyak terdapat di dataran rendah yang morfologinya landai sehingga memudahkan pembangunan jalan-jalan di permukiman. Pola ini terbentuk secara alami untuk mendekati sarana transportasi.


(47)

Gambar 2.11 Pola permukiman penduduk mengikuti jalan

Sumber: www.flickr.com

2. Mengikuti rel kereta api

Pada daerah ini permukiman berada di sebelah kanan dan kiri rel kereta api. Umumnya pola permukiman seperti ini banyak terdapat di daerah perkotaan dan daerah yang padat penduduknya.

Gambar 2.12 Pola permukiman penduduk mengikuti rel kereta api


(48)

3. Mengikuti alur sungai

Pada daerah ini permukiman terbentuk memanjang mengikuti aliran sungai. Biasanya pola permukiman ini terdapat di daerah pedalaman yang memiliki sungai-sungai besar. Sungai-sungai tersebut memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan penduduk.

Gambar 2.13 Pola permukiman penduduk mengikuti alur sungai

Sumber: www.flickr.com

4. Mengikuti Garis Pantai

Daerah pantai pada umumnya merupakan permukiman penduduk yang bermata pencaharian nelayan. Pada daerah ini permukiman terbentuk memanjang mengikuti garis pantai. Hal itu untuk memudahkan penduduk dalam melakukan kegiatan ekonomi yaitu mencari ikan di laut.


(49)

Gambar 2.14 Pola permukiman penduduk mengikuti garis pantai

Sumber: www.gunungkidulkab.go.id

b. Pola Permukiman Terpusat

Pola permukiman ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil dan menyebar, umumnya terdapat di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi yang berelief kasar, dan terkadang daerahnya terisolir. Di daerah pegunungan pola permukiman memusat mengitari mata air dan tanah yang subur. Sedangkan daerah pertambangan di pedalaman permukiman memusat mendekati lokasi pertambangan. Penduduk yang tinggal di permukiman terpusat biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan dalam pekerjaan. Pola permukiman ini sengaja dibuat untuk mempermudah komunikasi antar keluarga atau antar teman bekerja.


(50)

Gambar 2.15 Pola permukiman terpusat di daerah pegunungan

Sumber: lh3.ggpht.com

c. Pola Permukiman Tersebar

Pola permukiman tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah gunung api dan daerah-daerah yang kurang subur. Pada daerah ini, penduduk akan mendirikan permukiman secara tersebar karena mencari daerah yang tidak terjal, morfologinya rata dan relatif aman. Mata pencaharian penduduk pada daerah ini sebagian besar dalam bidang pertanian, lading, perkebunan dan peternakan.


(51)

Gambar 2.16 Pola permukiman tersebar

Sumber: www.wikipedia.org

2.6. Masyarakat Melayu Sumatera Timur dalam Tata Kehidupan dan Lingkungan Pemukimannya

2.6.1 Tata Kehidupan Masyarakat Melayu Sumatera Timur

Dalam kehidupan masyarakat Melayu Sumatera Timur, kerukunan ditujukan dari cara bertindak dan berperilaku, berupa hubungan antara seseorang terhadap saudara-saudaranya, keluarga maupun masyarakat luas. Musyawarah merupakan cara yang dilakukan untuk menjaga kerukunan, begitu pula terhadap pemeliharaan nilai-nilai religius dan tatanan lingkungan. Upacara ritual berkembang dan masih dijunjung tinggi di kalangan masyarakat Melayu Sumatera Timur yang berdiam di suatu tempat, baik di desa maupun yang berada di kota. Semua hal tersebut mempengaruhi pembentukan pola permukiman Melayu Sumatera Timur.


(52)

Rukun merupakan keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat dan keluarga. Suasana kehidupan masyarakat diharapkan dapat mencerminkan keadaan masyarakat yang harmonis. Keadaan rukun terjadi apabila semua pihak dalam keadaan damai, suka bekerja, saling menerima dalam keadaan tenang dan sepakat.

Suatu konflik dapat terjadi apabila kepentingan-kepentingan saling bertentangan. Kerukunan menuntut agar setiap individu berusaha untuk melepaskan kepentingan pribadi untuk kepentingan desa atau kampung, dan merupakan perwujudan kerukunan. Hal tersebut terjadi misalnya pada pembuatan saluran air, kegiatan bersih desa, perbaikan jalan dan lain-lain.

Dalam menjaga kerukunan, orang melakukan musyawarah untuk dapat menentukan sikap dan keputusan bagi orang banyak, sehingga orang dapat mengemukakan pendapatnya. Musyawarah dimana semua suara dan pendapat didengarkan merupakan bentuk cara pengambilan keputusan sebagai pemecahan atas suatu masalah yang ditunjukkan oleh masyarakat Melayu Sumatera Timur.

2.6.2. Masyarakat Melayu Sumatera Timur dan Lingkungan

Permukimannya

Masyarakat Melayu Sumatera Timur pada umumnya berdiam di suatu tempat atau desa dengan sawah ladang berada di sekitar tempat


(53)

meski hubungan dengan sesama individu dalam proses produksi usaha tani telah bersifat komersial.

Umumnya tempat kediaman berbentuk persegi panjang dengan pola jaringan jalan berbentuk empat persegi panjang. Permukiman cenderung mengelompok di dekat jalan-jalan utama dan tidak tersusun pada pusat tertentu, seperti mengitari rumah penguasa atau kepala desa, tempat-tempat ibadah, maupun pasar atau pusat perbelanjaan lainnya.

2.7. Permukiman Suku Melayu Sumatera Timur

2.7.1. Karakteristik Permukiman Masyarakat Melayu Sumatera

Timur

Penduduk mendirikan rumah secara berkelompok. Rumah-rumah penduduk berada di antara jalan raya atau jalan setapak, tetapi ada juga yang letaknya tidak beraturan. Pola permukiman Melayu Sumatera Timur terbentuk dengan adanya jalan besar, sungai, pohon-pohon, bambu atau pohon kelapa sebagai batas. Lapangan dan mesjid sebagai tempat berkumpul masyarakat biasanya terdapat pada pusat desa. Masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat dibahas secara musyawarah.


(54)

2.7.2. Proses Perubahan Lingkungan Fisik

Sesuatu yang merupakan hasil karya manusia karena latar belakang sosial budaya masyarakat atau kondisi sosial budaya manusia pada umumnya. Dalam perkembangan dan pertumbuhannya akan mengalami perubahan, terutama pada ruang dan bentuk dari lingkungan.

Perubahan-perubahan itu disebabkan dari dalam yang dimulai dari kegiatan budaya masyarakat yang lambat laun akan mengalami variasi. Perubahan-perubahan tersebut meliputi industrialisasi dan kontak dengan budaya lain yang tidak saja menimbulkan dampak positif tetapi juga negatif.

2.8. Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman Suku Melayu

Pada permukiman Melayu kita akan menjumpai adanya perbedaan atau karakteristik tertentu, baik tata kehidupan maupun lingkungan permukimannya. Bagi orang Melayu, permukiman atau perkampungan haruslah dibangun penuh perhitungan, karena disanalah mereka menetap turu temurun. Permukiman dibangun dengan landasan adat (budaya) serta kepercayaan yang dianutnya, kemudian disempurnakan dengan “larang pantang” yang diberlakukan secara ketat. Orang-orang tua Melayu


(55)

adat dipakai lembaga dihitung, supaya tuah apat besambung, supaya rezeki terus melambung”. Ketentuan adat tentang membangun kampung atau permukiman disebut “Adat Menusuk Kampung” (Adat Membangun

Kampung). Dahulu, ketentuan adat inilah yang menjadi acuan dasar dari masyarakat setempat dalam membuat perkampungan.

Ketentuan adat ini memberi petunjuk bahwa masyarakat Melayu tidaklah membuat perkampungan dengan semena mena, tetapi melalui proses yang panjang. Hal ini membuktikan bahwa mereka membangun perkampungan dengan perhitungan yang cermat, agar kampung itu memberikan manfaat bagi penghuninya. Selain itu juga menimbulkan rasa aman dan sejahtera, serta memberi peluang untuk pengembangan perkampungan ke masa depannya.

Acuan di atas memberi petunjuk betapa ketat dan cermatnya ketentuan adat tentang membangun suatu perkampungan. Orang tua menegaskan di dalam menyusuk kampung adat dipakai lembaga dijunjung, atau dikatakan apabila kampung hendak didirikan, adat dan undang jadi pedoman, pantang dan larang jadi pegangan, musyawarah mufakat jadi landasan.


(56)

2.9. Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Melayu di Dusun 2 Desa Besilam-Babussalam Langkat

Kondisi permukiman yang ada saat ini dapat dilihat bahwa pada umumnya bangunan rumah di Dusun 2 Desa Besilam-Babussalam berbentuk rumah panggung baik permanen maupun tidak permanen. Letak rumah masyarakat di sana ada yang terletak dekat dengan jalan utama dan ada yang jauh dari jalan utama. Sehingga untuk mencapai jalan utama harus melewati jalan setapak. Bangunan rumah tinggal hampir seluruhnya tidak mengalami perubahan fungsi sebagai fungsi utama yaitu rumah tinggal. Hanya sebagian bangunan yang pada awalnya berfungsi sebagai rumah tinggal yang kemudian digunakan untuk toko atau warung. Pada kawasan ini juga terdapat beberapa bangunan seperti kantor kepala desa, gedung sekolah, rumah suluk untuk pria dan wanita, rumah fakir miskin dan anak terlantar, tempat penampungan janda-janda. Sedangkan bangunan peribadatan terdiri dari satu buah mandarsah. Ruang terbuka yang ada pada kawasan ini selain berfungsi sebagai jalan, juga untuk makam yang terletak dekat dengan lokasi mandarsah. Penduduk pada Dusun 2 Desa Besilam-Babussalam Langkat hampir rata-rata bersuku Melayu. Masyarakat merupakan penganut agama Islam yang taat dan hidup dalam suasana agamamis. Dimana mandarsah dan agama memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, dan pendidikan agama sangat ditekankan pada generasi muda.


(57)

2.10. Arsitektur Tradisional Melayu Sumatera Timur

Dalam budaya Melayu Sumatera Timur, seni pembangunan rumah tradisional disebut dengan istilah Seni Bina. Rumah memiliki arti yang sangat penting bagi orang Melayu. Rumah bukan saja sebagai tempat tinggal dimana kegiatan kehidupan dilakukan dengan sebaik-baiknya tetapi juga menjadi lambang kesempurnaan hidup. Orang Melayu selalu berusaha mendirikan rumah walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana. Orang Melayu juga mendambakan rumah kediaman yang baik dan sempurna, yang bangunan fisiknya memenuhi ketentuan adat dan keperluan penghuninya. Sedangkan dari sisi spiritualnya, rumah itu dapat mendatangkan kebahagiaan, kenyamanan, kedamaian dan ketenteraman. Hal ini menjadikan rumah mustahak dibangun dengan berbagai pertimbangan yang cermat, dengan memperhatikan lambang-lambang yang merupakan refleksi nilai budaya masyarakat pendukungnya. Karena luasnya kandungan makna dan fungsi bangunan dalam kehidupan orang Melayu, yang akan menjadi kebanggaan dan memberikan kesempurnaan hidup, bangunan sebaiknya didirikan melalui tata cara yang sesuai dengan ketentuan adat. Dengan memakai tata cara yang tertib, barulah sebuah bangunan dapat disebut “Rumah Sebenar Rumah”.

Menurut Husny (1976), karakteristik rumah Melayu dipengaruhi oleh aspek iklim setempat dan syariat agama. Pengaruh iklim dimanifestasikan dalam bentuk rumah berkolong atau panggung dengan tiang-tiang yang tinggi serta ditunjukkan dengan adanya banyak jendela yang ukurannya hampir sama dengan pintu. Banyaknya jendela dan lubang angin bertujuan untuk memberi udara dan cahaya yang cukup bagi penghuninya. Sementara syarat agama (Syariat Islam)


(58)

mempengaruhi arsitektur Melayu, diantaranya berupa pemisahan ruang lelaki dan ruang perempuan (Sinar, 1993). Juga terlihat dari ukiran-ukiran dinding dan tiang yang menghindari motif hewan ataupun manusia. Motif yang digunakan adalah motif berbentuk bunga, daun dan buah serta sulur-sulurannya (Husny, M. L., 1976). Bahan bangunan yang digunakan dalam pembuatan rumah Melayu Sumatera Timur masih terbuat dari kayu dan atapnya masih menggunakan rumbia. Menurut Sinar (1993), bahwa kayu untuk rumah berasal dari kayu yang tahan lama dan tahan air. Jenis-jenis kayu yang digunakan antara lain kayu cengal, merbau, damar laut, kulim, petaling, cingkam, damuli, lagan dan sebagainya.

2.10.1 Rumah Tinggal Melayu Sumatera Timur

Rumah tinggal Melayu Sumatera Timur adalah jenis rumah panggung atau rumah berkolong dengan tiang-tiang yang tinggi. Tinggi tiang penyangga ini berkisar antara dua sampai dua setengah meter. Berikut akan dipaparkan bagian-bagian rumah tinggal Melayu Sumatera Timur (Gambar 2.17).


(59)

Gambar 2.17 Rumah Tradisional Melayu Sumatera Timur

Sumber: Digambar ulang, 2014

1. Atap dan Bubungan

Bahan utama atap adalah daun nipah dan daun rumbia. Tetapi pada perkembangannya sering dipergunakan atap seng. Atap dari daun nipah dan daun rumbia dibuat dengan cara menjalinnya pada sebatang kayu yang disebut bengkawan. Untuk memasang atap digunakan tali rotan sedangkan untuk memasang perabung digunakan pasak yang terbuat dari nibung. Rumah Melayu asli memiliki bubungan panjang sederhana dan tinggi. Pada pertemuaan atap dibuat talang yang berguna untuk menampung air


(60)

hujan. Pada kedua ujung perabung rumah induk dibuat agak terjungkit ke atas. Dan pada bagian bawah bubungan atapnya melengkung, menambah seni kecantikan arsitektur rumah Melayu.

2. Tiang

Bangunan tradisional Melayu adalah bangunan bertiang. Tiang dapat berbentuk bulat atau bersegi. Ukuran sebuah tiang bergantung kepada besar atau kecilnya rumah. Bentuk tiang secara tradisional mengandung lambang yang dikaitkan dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat. Termasuk kaitannya dengan alam lingkungan dan arah mata angin. Lambang-lambang itu kemudian dijalin dengan makna tertentu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

3. Pintu

Pintu disebut juga dengan Lawang. Pintu masuk di bagian muka rumah disebut pintu muka. Sedangkan pintu di bagian belakang disebut pintu dapur atau pintu belakang. Pintu masuk ke rumah harus mengarah ke jalan umum. Pintu berbentuk persegi empat panjang. Ukuran pintu umumnya lebar antara 60 sampai 100 cm dengan tinggi 1,5 sampai 2 meter. Pintu sebaiknya terletak di kiri rumah atau dekat ke bagian kiri rumah. Di atas pintu kebanyakan dibuat tebukan yang indah bentuknya menunjukkan ketinggian martabat si empunya rumah.


(61)

4. Jendela

Jendela lazim disebut Tingkap atau Pelinguk. Bentuknya sama seperti bentuk pintu. Tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih rendah. Jendela mengandung makna tertentu. Jendela yang sengaja dibuat setinggi orang dewasa berdiri dari lantai, melambangkan bahwa pemilik bangunan adalah orang baik dan patuh yang tahu adat tradisinya. Sedangkan letak yang rendah melambangkan pemilik bangunan adalh orang yang ramah tamah, selalu menerima tamu dengan ikhlas dan terbuka.

5. Tangga

Tangga naik ke rumah pada umumnya menghadap ke jalan umum. Tiang tangga berbentuk segi empat atau bulat. Kaki tangga terhujam ke dalam tanah atau diberi alas dengan benda keras. Bagian atas disandarkan miring ke ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak tangga dapat berbentuk bulat atau pipih. Anak tangga kebanyakan berjumlah ganjil. Sebab menurut kepercayaan, bilangan genap kurang baik artinya.

6. Dinding

Pada umumnya dinding terbuat dari kayu meranti, punak, medang atau kulim dengan tebal 2-5 cm dan lebar 15-20 cm. Makna dinding selalu dikaitkan dengan sopan santun yaitu sebagai batas kesopanan. Dinding rumah dibuat dari papan yang dipasang vertikal dan dijepit dengan kayu penutup. Kira-kira 20 cm di bawah tutup tiang biasanya dibuat lubang


(62)

angin. Pada lubang angin ini diberi hiasan dengan tebukan. Makin tinggi nilai tebukan ini, makin tinggilah martabat serta makin terpandang si empunya rumah.


(63)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Adapun jenis pengumpulan data yang digunakan dalam rangka menemukan terbentuknya permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Kabupaten Langkat beserta pola-pola yang ada di dalam permukiman tersebut adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sangat menunjang proses kuantifikasi data mengenai perumahan dan permukiman yang dilakukan pada kawasan penelitian. Penelitian-penelitian yang biasanya menunjang penggunaan pengumpulan data dengan metode kualitatif adalah penelitian historis dan penelitian deskriptif. Penelitian historis dengan konteks permukiman digunakan untuk menemukan keterkaitan dan asal usul terbentuknya suatu permukiman yang dijadikan bahan penelitian. Penelitian tersebut dilakukan dengan cara menghubungkan hasil temuan yang didapat dari wawancara terhadap teori-teori terbentuknya permukiman tidak terencana. Metode penelitan deskriptif dilakukan untuk mendapatkan informasi faktual mengenai kawasan permukiman yang diteliti. Metode ini dilakukan dengan menghubungkan hasil pengamatan lapangan (bentuk permukiman kawasan penelitian) dengan teori bentuk permukiman yang terjadi secara tidak terencana.


(64)

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang ditemukan oleh peneliti berdasarkan kajian-kajian teori mengenai terbentuknya suatu permukiman diantaranya didapat dari teori Kostof (1991) yaitu tentang peran tokoh pendiri suatu permukiman yang bisa berasal dari kalangan apa pun. Selain pendirinya terdapat juga teori yang mengatakan tentang motivasi dibalik terbentuknya permukiman (Kostof, 1991), dan seterusnya. Adapun proses dihasilkannya variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1 Dasar Peneliti Menghasilkan Variabel dan Membuat Metodologi

Teori Variabel Data yang

diperlukan

Metodologi

Terbentuknya Suatu Permukiman

Setiap orang mampu mendirikan tempat tinggal. Kumpulan orang dapat membangun area hunian yang lambat laun akan tumbuh menjadi permukiman (Kostof, 1991:12)

Tokoh yang berperan dalam terbentuknya suatu permukiman Wawancara dengan pendiri permukiman Dusun 2 Desa

Besilam-Babussalam

Penelitian historis dengan menginterpretasi hasil wawancara terhadap kaitannya dengan teori


(65)

Teori Variabel Data yang diperlukan Metodologi Sebelum membentuk permukiman, orang-orang cenderung hidup

berkelompok dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu (Marpaung dan Alip, 2009)

Motivasi membentuk permukiman

Wawancara dengan tokoh-tokoh penting di kawasan

penelitian

mengenai latar belakang

terbentuknya Desa Besilam Babussalam Langkat

Penelitian historis dengan menginterpretasi hasil wawancara terkait motivasi masyarakat dalam membentuk permukiman dengan teori yang ada

Pada awalnya suatu permukiman adalah sebuah hutan belantara yang dibuka untuk dijadikan perkampungan (Kostof, 1991) Asal mula terbentuknya permukiman Wawancara dengan tokoh-tokoh penting di kawasan penelitian mengenai awal mula berdirinya permukiman di Desa Besilam Babussalam Langkat

Penelitian historis dengan menginterpretasi hasil wawancara terkait asal mulaterbentuknya

permukiman dengan teori yang ada


(66)

Teori Variabel Data yang diperlukan

Metodologi

Permukiman yang Tumbuh Secara Tidak Terencana

Pada dasarnya bentuk permukiman terdiri dari dua jenis, yaitu permukiman terencana dan permukiman tidak terencana (Kostof,1991:43) Permukiman terencana dan permukiman tidak terencana Perkembangan pola permukiman

Metoda diachronic reading yaitu penelusuran terhadap asal-usul terbentuknya permukiman

Awal terbentuknya permukiman adalah ketika individu mendatangi sebuah tempat kemudian memiliki keturunan yang selanjutnya akan bertambah dan membentuk suatu permukiman (Kostof, 1991:43)

Masyarakat Dusun 2 Desa

Besilam Babussalam Langkat

Wawancara mengenai peran sekumpulan orang dalam

terbentuknya permukiman di Desa Besilam-Babussalam Dusun 2

Penelitian historis dengan menginterpretasi hasil wawancara terkait peran sekumpulan orang terhadap terbentuknya permukiman


(67)

Teori Variabel Data yang diperlukan

Metodologi

Budaya dalam Permukiman

Bangunan hunian di kawasan permukiman tidak terencana merupakan manifestasi dari nilai-nilai budaya masyarakat penghuninya (Rapoport, 1969)

Nilai-nilai dan norma yang melatar belakangi terbentuknya permukiman

Wawancara mengenain nilai dan norma yang berpengaruh kepada bentuk bangunan

Metode kualitatif, menghubungkan hasil wawancara tentang nilai yang dianut oleh masyarakat

Budaya, kepercayaan dan struktur sosial memiliki peranan penting dalam berkembangnya suatu permukiman (Kostof, 1991:62) Unsur kebudayaan dan kepercayaan di suatu permukiman Melakukan wawancara terkait unsur budaya yang ada di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat

Penelitian historis dengan menginterpretasi hasil wawancara terkait kebudayaan dan

mengaitkannya terhadap teori


(68)

Teori Variabel Data yang diperlukan

Metodologi

Tipologi Permukiman

Menurut Muratory hal

yang dapat

diidentifikasitipologinya adalah tata bangunan, jalan dan ruang luar (McLoughlin,1969) Jalan Ruang Luar Tata bangunan Tipologi Jalan Tipologi Ruang Luar Tipologi Bangunan Peneliti melakukan observasi dan rekam foto di lapangan

Kemudian

menggambarkannya dalam bentuk cad

Tipologi permukiman dapat terbentuk dengan perencanaan maupun tanpa perencanaan. (Kostof, 1991). Tipologi permukiman Tipologi permukiman etnis Melayu di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat

Metode deskriptif mengenai dengan menginterpreasi data terkait tipologi Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat melalui peta kawasan kajian

Ruang luar pada permukiman tradisional akan menjadi ruang public tempat aktivitas bersama. (Kostof,1991).

Ruang luar Tipologi dan fungsi ruang luar

Metode deskriptif mengenai dengan menginterpreasi data terkait ruang luar (ruang terbuka dan jalan)


(69)

Teori Variabel Data yang diperlukan

Metodologi

Tipologi suatu tempat di kawasan permukiman karena adanya sifat yang statis dan dinamis (Krier,1997).

Bangunan dan aspek fisik yang mempengaruhi keberadaan suatu massa bangunan dianggap sebagai elemen statis. Jalan sebagai ruang penghubung

merupakan elemen dinamis

Bangunan dan jalan pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat Tipologi Bangunan Tipologi Jalan Penelitian kualitatif dengan melakukan observasi dan rekam foto di lapangan

Kemudian menggambar ulang dalam bentuk cad dan melakukan analisa terkait teori

3.3 Populasi/ Sampel

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan penelitian historis dan deskriptif. Dalam melaksanakan penelitian historis, peneliti melakukan wawancara atau

depth interview dengan tokoh masyarakat penting yang memahami sosial-budaya yang ada di Desa Besilam-Babussalam Dusun 2. Kriteria dalam menentukan populasi atau sampel untuk dilakukannya wawancara diantaranya sebagai berikut:


(70)

1) Orang atau tokoh tersebut harus memahami sejarah awal terbentuknya permukiman Desa Besilam-Babussalam Dusun 2; 2) Orang atau tokoh tersebut harus mengetahui asal mula bermukimnya suku Melayu di permukiman tersebut; 3) Orang atau tokoh tersebut harus tinggal dan hidup di Desa Desa Besilam-Babussalam Dusun 2 dalam jangka waktu yang cukup lama.

Berikutnya dalam melaksanakan metode penelitian deskriptif, peneliti akan melakukan pengamatan terhadap bentuk permukiman Desa Besilam-Babussalam Dusun 2. Adapun kriteria kawasan tersebut dapat dijadikan sampel untuk penelitian adalah sebagai berikut: 1) Permukiman atau area hunian tersebut harus didominasi oleh etnis Melayu; 2) Permukiman atau area hunian tersebut harus berada di dalam Desa Besilam-Babussalam Dusun 2; 3) Tidak ada peran atau campur tangan pemerintah maupun perencana kawasan dalam pembangunan area hunian yang menjadi kawasan penelitian.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari 2 data yaitu data primer dan data sekunder. Adapun data yang diperlukan dan cara memperolehnya adalah:

3.4.1 Data Sekunder

Adapun data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta. Peta kawasan penelitian didapatkan dari google map, setelah mendapatkan titik


(71)

lokasi yang dimaksud pada google map, peneliti kemudian akan melakukan pencocokan pada tapak kawasan penelitian agar peta kawasan yang digunakan tepat. Setelah mendapatkan peta kawasan yang tepat, peneliti akan mengubahnya ke dalam bentuk cad dan memulai metode figure ground. Metode figure ground

dilakukan dalam rangka menemukan dan meneliti pola-pola permukiman yang ada, cara ini dipilih karena penerapannya yang tidak begitu sulit dan praktis.

3.4.2 Data Primer

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dan observasi lapangan. Data primer berupa hasil wawancara didapatkan melalui wawancara ataudepth interview dengan tokoh penting terkait kawasan penelitian. Adapun pertanyaan yang akan diajukan terhadap tokoh penting yang dimaksud diantaranya:

1. Sudah berapa lama Anda tinggal di Desa Besilam-Babussalam Dusun 2? 2. Bagaimana pada mulanya keadaan Desa ini?

3. Bagaimana tumbuhnya bangunan di Desa Besilam-Babussalam Dusun 2? 4. Bagaimana awal bermukimnya etnis Melayu di desa ini?

5. Apakah ada peran individu dalam terbentuknya permukiman yang didominasi etnis melayu ini?

Adapun observasi yang akan dilakukan di lapangan diantaranya dengan cara melakukan pengamatan secara bergerak dalam kawasan penelitian. Selama


(72)

menyusuri permukiman yang dijadikan kawasan penelitian, peneliti sembari melakukan merekam pola-pola yang ada dengan cara rekam foto.

3.5 Metoda Analisa Data

Adapun metoda analisa data yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah metode diachronic reading. Metode analisa ini dipilih terkait analisa yang dilakukan dalam metode ini adalah dengan melakukan penelurusan terhadap asal usul suatu terbentuknya suatu permukiman. Interpretasi data yang dihasilkan diantaranya berupa gambar, peta gambar yang berasal dari visualisasi data lapangan. Selanjutnya melakukan analisa berdasarkan hasil wawancara yang telah didapat dan mengkaitkannya dengan teori-teori mengenai terbentuknya permukiman secara tidak terencana. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkap ketepatan teori yang dipakai terhadap proses yang terjadi di kawasan penelitian. Dalam melakukan wawancara, peneliti juga akan melakukan penggambaran secara skematik untuk menemukan pola-pola awal mengenai keadaan awal lingkungan narasumber atau tokoh yang diwawancara. Adapun metoda analisa untuk tipologi bangunan, jalan dan ruang luar peneliti melakukan observasi langsung dan rekam foto di lapangan. Kemudian peneliti melakukan penggambaran skematik dalam bentuk cad.


(73)

BAB IV

DATA FISIK

4.1. Gambaran Umum Area Penelitian

4.1.1. Letak Geografis

Kecamatan Padang Tualang merupakan wilayah yang berada dalam Kabupaten Langkat (Gambar 4.1). Secara geografis Kecamatan Padang Tualang berada pada 3°41’28’’-3°54’48” Lintang Utara, 98°14’00” - 98°25’30” Bujur Timur dan terletak 11 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Padang Tualang memiliki luas wilayah ± 22.114 Ha (221,14 Km²) yang terdiri dari 12 Desa/Kelurahan. Desa/Kelurahan tersebut adalah Desa Serapuh ABC, Desa Buluh Telang Desa Bukit Sari, Desa Kwala Besilam, Desa Besilam, Desa Tanjung Selamat, Desa Jati Sari, Desa Tanjung Putus, Desa Sukaramai, Desa Tebing Tanjung Selamat dan Desa Banjaran Raya. Kecamatan ini secara administratif berbatasan dengan:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Pura dan Gebang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batang Serangan

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sawit Seberang


(74)

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Langkat


(75)

4.1.2. Kondisi Sosial dan Budaya

Penduduk Kecamatan Padang Tualang termasuk salah satu Kedatukan (Kedatukan Padang Tualang, Kedatukan Padang cermin, Kedatukan Hinai dan Kedatukan Cempa) yang masing-masing dipimpin oleh seorang Datuk. Sebagian besar terdiri dari Suku Melayu. Masyarakat pada umumnya merupakan penganut agama Islam yang taat dan hidup dalam suasana agamais. Masjid dan agama memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat, dan pendidikan agama sangat ditekankan pada generasi muda. Pada kawasan ini terdapat suatu ajaran agama Thariqat Naqsyabandiah.

4.1.3. Desa Besilam Babussalam Sebagai Fokus Area Penelitian

Desa Besilam Babussalam merupakan salah satu dusun yang terletak di Desa Besilam Kecamatan Padang Tualang (Gambar 4.2.). Luas wilayah Desa Besilam 2358,42 ha yang terbagi menjadi 9 Dusun. Dusun tersebut di antaranya Dusun 1 Tambusai, Dusun 2 Hulu, Dusun 3 Jawa, Dusun 4 Teluk Brohol, Dusun 5 Batu X, Dusun 6 PMT.Duku, Dusun 7 Paluh Medan, Dusun 8 Lusuk Tapa, Dusun 9 Air Hitam. Penelitian ini memfokuskan pada Dusun 2 Hulu Desa Besilam Babussalam. Secara administratif , batas wilayah Desa Besilam Babussalam adalah:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kwala Besilam dan Desa Serapuh ABC


(76)

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Buluh Telah dan Desa Bukit Sari

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Wampu dan Hinai

Gambar 4.2. Peta Desa Besilam Kecamatan Padang Tualang


(1)

BAB VI

KESIMPULAN

Bab ini akan membahas mengenai keterkaitan hasil penelitian dengan studi literatur, untuk membuktikan apakah hasil di kawasan penelitian berbanding sama dengan literatur yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian untuk menjawab perumusan masalah di antaranya tipologi permukiman yang ada serta faktor yang menyebabkan tumbuhnya permukiman yang didominasi oleh etnik Melayu pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam.

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam terbukti bahwa permukiman tersebut tercipta tanpa adanya peran pemerintah di dalamnya. Seperti yang telah diungkapkan Kostof (1991:43) bahwa permukiman yang terjadi secara tidak terencana berkembang sesuai dengan berjalannnya waktu dan aktifitas-aktifitas masyarakat di dalamnya yang pada akhirnya membentuk permukiman tersebut. Hubungan keluarga juga memegang peranan penting dalam perkembangan permukiman permukiman ini. Banyak masyarakat di sekitar permukiman berasal dari keturunan yang sama dan menyebar di dalam permukiman tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Kostof (1991:60) bahwa mulanya masyarakat hidup secara berkelompok yang didasari hubungan kekerabatan, status kemasyarakatan maupun pekerjaan yang sama.


(2)

Kemudian berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan mengenai pola-pola di dalam permukiman maka dihasilkan beberapa fakta terkait hasil penelitian dan literatur. Yang pertama mengenai asal mula Desa Besilam Babussalam. Dari hasil wawancara disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi basis terciptanya suatu permukiman di kawasan tersebut. Faktor tersebut di antaranya tradisi, pendidikan dan ilmu. Sementara itu jika dilihat dari kondisi permukiman di masa sekarang dapat terlihat bahwa permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam termasuk kategori permukiman yang tumbuh secara tidak terencana berpola linear dimana susunan rumah dan pola sirkulasi jalan cenderung lurus. Susunan rumah menghadap ke jalan. Hal ini terjadi disebabkan kondisi topografi yang datar sehingga menyebabkan pola lurus atau grid tersebut. Seperti yang dikemukakan Fernandez (2011) pola permukiman yang tidak terencana cenderung lebih mudah berkembang.

Berdasarkan hasil observasi dan rekam foto di lapangan, maka diketahui perkampungan Desa Besilam Babussalam masih memiliki karakteristik bangunan asli Melayu yaitu jenis rumah panggung atau rumah berkolong dengan tiang-tiang yang tinggi. Tinggi tiang penyangga ini berkisar antara dua sampai dua setengah meter. Pola jalan di sekitar permukiman terdiri dari dua yaitu, jalan utama dan jalan setapak. Jalan utama merupakan jalan yang membelah permukiman ini sedangkan jalan setapak merupakan jalan penghubung di antara masing-masing bangunan. Berdasarkan wawancara telah didapatkan fakta mengenai pola sirkulasi


(3)

lapangan, pola-pola jalan yang tercipta cenderung bersifat linear. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fernandez (2011) pola permukiman yang tidak terencana biasanya terbentuk karena kondisi lahan atau topografi yang datar. Permukiman dengan bentuk seperti ini akan lebih mudah berkembang karena kemudahan dalam penambahan infrastrukturnya. Begitu juga dengan Dusun 2 Desa Besilam Babussalam dimana kondisi lahannya berbentuk datar. Hal inilah yang menyebabkan sirkulasi jalan di dalamnya berbentuk linear. Pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam juga terdapat ruang luar yang sering dijadikan warga sebagai tempat interaksi secara bersama-sama. Ruang luar ini ada yang bersifat aktif dan ada yang bersifat pasif. Ruang luar inilah yang sering dijadikan warga Dusun 2 sebagai tempat bersirkulasi dan berinteraksi antar warga.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan nantinya pembangunan yang akan terjadi selanjutnya tetap mengikuti pola-pola yang telah ada sebelumnya. Sehingga kelestarian permukiman ini tetap terjaga dan warga permukiman juga dapat memahami karakteristik permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam. Selain itu diharapkan penelitian ini juga akan memberikan gambaran bagi pemerintah dalam mengembangkan permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam ke depannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Benny Octofryana Yousca Marpaung dan Madya Alip Bin Rahim,Fenomena

Terbentuknya Kampung Kota oleh Masyarakat Pendatang Spontan,Medan,

CV Suryaputra Pasca Mandiri, 2009 hal 3

Fernandez, Rosa Flores (2011)Physical and Spatial Characteristics of Slum

Territories Vulnerable to Natural Disasters

Galih, W, 2012. Tipologi Nusantara Green Architecture Dalam Rangka

Konservasi dan Pengembangan Arsitektur Nusantara Bagi Perbaikan

Kualitas Lingkungan Binaan. Jurnal Ruas, Volume 10 No.2.

Husny, M. L. 1976.Bentuk Rumah Tradisi Melayu.Medan.

Koentjaraningrat, 1985.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.Djambatan,

Jakarta.

Kostof, Spiro (1991)The City Shaped. Urban Patterns and Meanings Through

History.A Bullfinch Press Book/Little, Brown and Company. Boston,

Toronto, London. ISBN 0-8212-1867-0


(5)

Mc Loughlin, J.Brian. (1969)Urban and Regional Planning

Mochsen, M. 2005, Tipologi Geometri: Telaah Beberapa Karya Frank L. Wright

dan Frank O. Gehry (Bangunan Rumah Tinggal sebagai Obyek Telaah).

Rona Jurnal Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanudddin Volume 2

No.1, April 2005, hal 69-83

Mrema, Liberatus Kileki. 2013. Creation and Control of Public Open Spaces: Case of Msasani Makangira Informal Settlement, Tanzania. Online Journal of Social Sciences Research, Volume 2, Issue 7, pp 200-213, July, 2013. Oktay, Derya (1998)Urban Spatial Pattern and Local Identity: Evaluation In

Cypriot Town.Open House International Vol. 23 No.3, 1998

Rapoport, A., 1969.House Form and Culture.Engewood Cliffs, N.J.

Prentice-Hall, Inc

Ryeung, S; dkk. 2012. Modernization of the Vernacular Malay House in

Kampong Bharu, Kuala Lumpur. Journal of Asian Architecture and

Building Engineering-Vol. 11 No. 2 May Page 95-102

Sinar, T. L. 1993.Motif dan Ornamen Melayu. Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya Melayu. Medan.


(6)

Sulistijowati, M. (1991). Tipologi Arsitektur Pada Rumah Kolonial Surabaya (Dengan Perumahan, Plampitan dan Sekitarnya). Tidak dipublikasikan. Surabaya: Pusat Penelitian Institut Teknologi Sepuluh November

Wiriatmadja, S. (1981)Pokok-Pokok Sosiologi Pedesaan.Jakarta: Yasaguna

Yuan, L.J. 1987.The Malay House: Rediscovering Malaysia’s Indigenous Shelter


Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

1 5 90

PERUBAHAN BUDAYA DALAM PENGELOLAAN PERTANIAN (SUATU STUDI PADA MASYARAKAT ETNIK MELAYU DAN JAWA DI DESA PERHIASAN SELESAI KABUPATEN LANGKAT).

0 1 70

26. Perkerasan Jalan di Dusun Babussalam Desa Pasir Tuntung Kec.Kotapinang

0 0 1

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 1 12

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 0 2

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 0 9

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 0 21

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 0 3

Persepsi Masyarakat Suku Melayu Terhadap Penggunaan Tali Pusat sebagai Obat Pada Bayi di Desa Besilam-Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Tahun 2011

0 0 3

Tipologi Permukiman Etnik Melayu Di Dusun 2 Desa Besilam Babussalam Langkat

0 0 23