Tinjauan Yuridis Terjadinya Kepemilikan Atas Apartemen Oleh Orang Asing di Indonesia dan di Australia

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). Hal ini berarti setiap keputusan,
ketetapan, penetapan, peraturan, dan sebagainya yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia, ditujukan untuk perwujudkan masyarakat yang adil dan
makmur, tidak hanyadalam sandang, pangan dan papan saja tetapi justru harus
diartikan sebagai cara bersama untuk memutuskan masa depan yang dicitacitakan dan juga turut bersama mewujudkannya masa depan tersebut 1. Hal
tersebut sesuai dengan Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (
selanjutnya disebut NKRI) yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
keempat yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial …”.
Lebih jauh lagi pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 tersebut
menyebutkan bahwa: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”, begitu juga dengan Pasal 33 UUD
1
M.Rizal Alif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun di Dalam Kerangka Hukum Benda , CV. Nuansa
Aulia, 2009, hal.13

Universitas Sumatera Utara

2

1945. 2
Maka dari itu, adanya pembangunan perumahan dan pemukiman
(papan) merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi,
bukan saja sebagai sarana kebutuhan hidup tetapi lebih dari itu, yaitu
merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan tatanan hidup untuk
masyarakat dan dirinya dalam menempatkan jati dirinya. 3Untuk merealisasi
kebutuhan tersebut, dalam Peraturan Presiden (selanjutnya disebut Perpres)
No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(selanjutnya disebut RPJM) 2004-2009, salah satu agenda krusialnya adalah
upaya percepatan pembangunan infrastruktur, dimana salah satu problemanya

adalah pembangunan perumahan dan pemukiman guna memenuhi kebutuhan
masyarakat akan papan yang layak dalam lingkungan sehat. Perpres No.7
Tahun 2005 tersebut berisikan upaya untuk membangun 60 ribu unit Rumah
Susun Sederhana Sewa (selanjutnya disebut Rusunawa) dan juga 25 ribu unit
Rumah Susun Milik (selanjutnya disebut Rusunami) bagi kebutuhan
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dengan tingkat penghasilan di
bawah Rp. 4,5 juta per bulan, upaya ini melibatkan sektor swasta untuk
mewujudkannya (Public Private Partnership) 4.
Pembangunan Rusunawa dan Rusunami selanjutnya didorong dengan
dikeluarkannya Keputuran Presiden (selanjutnya disebut Keppres) No.22
Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun
di Kawasan Perkotaan khususnya pembangunan Rusunawa dan Rusunami

2

Lihat alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, Pancasila, sila ke-5, dan Pasal 33 UUD 1945
Lihat penjelasan UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
4
Lihat Perpres No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009


3

Universitas Sumatera Utara

3

sebanyak 1000 Tower Apartemen Murah Pro Rakyat (Pro Populis) sampai
dengan tahun 2011 dengan mendapatkan bantuan subsidi dan insentif dari
Pemerintah/Pemda yang diprioritaskan di kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk di atas 1,5 juta jiwa. 5Kesan tergesa-gesa daripada dikeluarkannya
Keppres No.22 Tahun 2006 ini bukan tidak mendasar, populasi di perkotaan
tiap tahunnya meningkat akibat adanya kecenderungan urbanisasi oleh
masyarakat desa, dalam Perpres No.7 Tahun 2005 telah disebutkan bahwa
jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah tinggal meningkat
sebanyak 4.338.864 di tahun 2000, angka tersebut hanya akan bertambah
setiap tahunnya. Menurut A.P Parlindungan, pembangunan Rumah Susun,
terutama di wilayah perkotaan, merupakan suatu kemutlakan sebagai akibat
terbatasnya tanah untuk perumahan tersebut dan permintaan akan papan
semakin tinggi 6. Rusunawa dan Rusunami juga digunakan sebagai daerah
relokasi bagi masyarakat miskin yang tinggal di daerah kumuh, seperti di

Jakarta, Pemprov DKI merelokasi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai
yang kerap dibandang banjir ke Rusunawa, salah satunya yaitu masyarakat
bantaran sungai Kampung Pulo direlokasi ke Rusunawa Kampung Pulo. 7
Selain daripada Rusunawa dan Rusunami yang berunsur pemenuhan
kebutuhan pokok, adapula pembangunan Rumah Susun Mewah/Apartemen
Mewah yang menggunakan mekanisme pasar bebas tanpa subsidi dari
Pemerintah, Apartemen Mewah ini diperuntukkan untuk masyarakat menegah
ke atas yang berpenghasilan di atas Rp. 4,5 juta per bulan. Apartemen
5

M.Rizal Alif, Op.Cit., 14
A.P. Parlindungan. Komentar Atas Undang-undang Perumahan dan Pemukiman dan Undang-undang Rumah Susun,
Mandar Maju, 2001, Bandung, hlm.91.
7
Robertus Belarminus, “Relokasi Ciliwungm 930 KK di Kampung Pulo Bakal Direlokasi”,
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/09/01/10500891/Normalisasi.Ciliwung.930.KK.di.Kampung.Pulo.Bakal.Direlok
asi, diakses pada tanggal 2 September 2016 pukul 17:20 WIB
6

Universitas Sumatera Utara


4

Mewah/Condominium ini diberi kepastian hukumnya juga dalam Peraturan
Pemerintah (selanjutnya disebut PP) No.4 Tahun 1998 tentang Rumah Susun.
Adanya kepastian hukum daripada kepemilikan hak atas tanah Satuan Rumah
Susun (selanjutnya disebut Sarusun) inilah yang membuka jalan bagi investor,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri, untuk memiliki apartemen di
Indonesia.
Dalam era globalisasi sekarang, sudah banyak orang asing dan badan
hukum asing yang merambah ke negara-negara tetangga untuk meningkatkan
kegiatan usahanya. Indonesia, sebagai salah satu negara di Asia yang kaya
akan sumber daya manusia dan sumber daya alamnya, tentu saja menjadi
sorotan pasar penanaman modal untuk para pengusaha asing tersebut. Begitu
juga sebaliknya, para pengusaha Indonesia juga kerap mencari cara-cara baru
untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka. Salah satu bentuk penanaman
modal yang dapat dilakukan oleh para pengusaha tersebut adalah investasi
dalam bidang industri, pariswisata, serta real estate. Apabila membicarakan

real estate atau property, maka kita akan membicarakan tentang tanah. Lebih

tepatnya lagi, yaitu mengenai investasi tanah dalam bentuk kepemilikan tanah
tersebut oleh orang asing dan juga sebaliknya oleh warga negara Indonesia di
negara asing.
Bagi Indonesia yang dulunya adalah negara jajahan, tanah adalah
sesuatu topik yang sensitif. Beratus-ratus tahun hak warga negara Indonesia
dirampas, maka dari itu pada saat akhirnya Indonesia merdeka, salah satu
agenda utamanya adalah memberi kepastian hukum kepemilikan tanah
tersebut kepada rakyatnya sendiri. Pada saat itu, Hukum Tanah Indonesia

Universitas Sumatera Utara

5

mengikuti Hukum Adat yang dinilai sudah tidak dapat memadai untuk
dipakai. Untuk itu, disusunlah Hukum Tanah Nasional dalam bentuk UndangUndang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 (selanjutnya disebut UUPA).
Mengenai kepemilikan tanah oleh rakyat sendiri tersebut dituangkan
dalam Pasal 9 UUPA yang isinya yaitu:
(1) Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang
sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas
ketentuan pasal 1 dan 2

(2) Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas
tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri
maupun keluarganya
Selanjutnya pada Pasal 21 dituliskan:
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh
hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta
karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang
mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini
kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam
jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau
hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut

Universitas Sumatera Utara

6


lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena
hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hakhak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama

seseorang

di

samping

kewarganegaraan

Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai
tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3)
pasal ini.
Pada pasal-pasal tersebut telah jelas tertulis bahwa asas nasionalitas
berlaku untuk tanah Indonesia, yang adalah salah satu bentuk dari bumi, air dan
ruang angkasa (BAR) pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945 (selanjutnya disebut UUDRI 1945), jadi warga negara asing tidak berhak
untuk mempunya hak milik atas tanah di Indonesia. Akan tetapi, ketentuan
tersebut tidak melar ang warga negara asing untuk membeli tanah di Indonesia.
Hal ini juga tercemin dalam Perpres No.36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang
Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal yang intinya menyatakan bahwa warga negara asing dan/atau
badan hukum asing dapat mendirikan suatu badan hukum Indonesia yang
sepenuhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing, yang
memiliki bisnis utama dalam pengembangan property.
Penerbitan Undang-Undang(selanjutnya disebut UU) No.1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Perumahan serta UU No.20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun yang memberi penjelasan mengenai “asas kenasionalan” adalah
memberikan landasan agar hak kepemilikan tanah hanya berlaku untuk warga
Negara Indonesia, sedangkan hak menghuni dan menempati oleh orang asing

Universitas Sumatera Utara

7

hanya dimungkinkan dengan cara Hak Sewa atau Hak Pakai atas rumah. Hal ini

disokong dengan diundang-undangkan PPNo. 41 Tahun 1996 yang baru-baru ini
digantikan dengan PP No.103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat
Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.
Mengenai kepemilikan tanah oleh orang asing ini sudah sangat lama
menjadi bahan perbincangan di forum Internasional, bahkan negara-negara
tetangga seperti Malaysia, Singapura, serta Australia telah lama menawarkan
kemudahan bagi warga negara asing untuk berinvestasi properti di negara mereka.
Pemerintah negara-negara tersebut juga telah merumuskan sejumlah peraturan
untuk memberi kepastian hukum terhadap warga negara asing yang berinvestasi
tersebut. Di dalam penjelasan umum UU No.1 tahun 2011 juga telah ditegaskan
bahwa Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
1) Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan
utilitas umum secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan
kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia;
2) Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk
pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, pemukiman, serta lingkungan
hunian perkotaan dan perdesaan;
3) Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata
ruang serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;

4) Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara;
dan

Universitas Sumatera Utara

8

5) Mendorong iklim investasi asing.
Tentu saja apabila dibandingkan dengan PP No.103 Tahun 2015 di
Indonesia, peraturan dari negara tetangga, seperti Australia, mempunyai beberapa
perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut perlu dicermati karena setiap negara
mempunyai sistem hukum dan asas hukum yang berbeda. Apalagi mengingat
bahwa Australia memiliki 3 (tiga) tingkat pemerintahan, yaitu:
1. Commonwealth
2. State-Territories
3. Local

The Commonwealth Australia memiliki beberapa Negara Bagian yaitu:
1. New South Wales
2. South Australia
3. Victoria
4. Western Australia
5. Tasmania
6. Queensland
7. Northern Territory
8. Australian Capital Territory
Setiap State tersebut memiliki asas hukum pertanahan yang berbeda.
Sistem hukum yang dianut oleh Indonesia dan Australia juga berbeda, dimana
Indonesia menganut sistem hukum adat, sedangkan Australia menganut sistem

Universitas Sumatera Utara

9

Common Law. Perbedaan ini lebih jauh lagi menyebabkan adanya perbedaan
Hukum Tanah yang dianut kedua negara tersebut, termasuk juga dalam
pengaturan pemilikan apartemen, syarat, prosedur tertentu atas pemilikan properti
tersebut untuk Orang Asing.
Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud memberikan pemahaman
tentang “Tinjauan Yuridis Terjadinya Kepemilikan Atas Apartemen Bagi Orang
Asing Di Indonesia Dan Di Australia”. Tema tersebut sengaja penulis angkat
untuk dapat memberikan informasi yang akurat pada masyarakat yang ingin
mengetahui aspek hukum kepemilikan apartemen bagi Orang Asing di Indonesia
dan di Australia.
B. Per masalahan
Fokus penelitian dari skripsi ini adalah menyangkut Terjadinya
Kepemilikan Apartemen Bagi Warga Negara Asing Di Indonesia Dan Di
Australia dengan meninjau secara yuridis peraturan-peraturan yang mengatur
mengenai hal tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk kepemilikan properti bagi Orang Asing di Indonesia
dan di Australia?
2. Bagaimana terjadinya kepemilikan apartemen bagi Orang Asing di
Indonesia dan di Australia?
3. Bagaimana dinamika perubahan pengaturan menyangkut kepemilikan
properti bagi Orang Asing di Indonesia dan di Australia?

Universitas Sumatera Utara

10

C. Tujuan Penulisan
Dalam rangka penyusunan dan penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan
yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak dicapai tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana bentuk kepemilikan hak atas tanah
oleh Orang Asing di Indonesia dan di Australia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya.
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana terjadi kepemilikan apartemen oleh
Orang Asing di Indonesia dan di Australia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya.
3. Untuk

mengetahui

bagaimana

dinamika

perubahan

pengaturan

kepemilikan properti bagi Orang Asing di Indonesia dan di Australia.
D. Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi manfaat dalam pembahasan skripsi ini antara lain
yaitu:
1. Secara Teoritis
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan,
memberikan sumbangan pemikiran, serta memberikan tambahan dokumentasi
karya tulis, literatur, dan bahan-bahan informasi ilmiah lainnya.
Secara khusus juga diharapkan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan
tentang terjadinya Kepemilikan Apartemen bagi Orang Asing di Indonesia dan
di Australia.
2. Secara Praktis

Universitas Sumatera Utara

11

Penulisan skripsi ini juga sebagai salah satu bentuk latihan dalam
menyusun suatu karya ilmiah meskipun masih sederhana. Pelaksanaan hasil
penelitian yang dilakukan juga dapat memberikan tambahan pengetahuan di
dalam bidang terjadinya Kepemilikan Apartemen bagi Orang Asing di
Indonesia dan di Australia.
Skripsi ini juga ditujukan kepada kalangan praktisi dan penegak hukum
serta masyarakat untuk lebih mengetahui dan memahami bagaimana cara
untuk memiliki Apartemen bagi Orang Asing di Indonesia dan di Australia.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Tanah menurut Hukum Tanah Indonesia dan Australia
Seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA,
yang dimaksud dengan “tanah” adalah juga “permukaan bumi”, akan
tetapi pada ayat (2) diperluas hingga meliputi juga hak atas tubuh bumi
di bawah dan ruang udara di atasnya dalam batas-batas keperluan yang
wajar 8
Dengan demikian maka yang dipunyai dengan hak atas tanah itu
adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi.
Sedangkan terhadap hak atas tubuh bumi dan air serta ruang yang
dimaksudkan itu bukan kepunyaan pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan, ia hanya diperbolehkan mempergunakannya dengan
batas-batas tertentu.
Dalam Hukum Tanah di Negara Bagian New South Wales
8
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya , (Jakarta: Djambatan, 2003), hal.7, 18-19.

Universitas Sumatera Utara

12

Australia, pengertian tanah (land) menurut Conveyancing Act 1919 No.

6: “ Land includes tenements and hereditaments, corporeal and
incorporeal, and every estate and interest therein whether vested or
contingent, freehold or leasehold, and whether at law or in equity.” .
Mengingat bahwa Australia menganut sistem pertanahan berbasis
feodal, maka Crown (raja) memiliki influensi yang sangat besar dalam
pengaturan tanah tersebut.
Mengenai hak atas tubuh bumi dan air serta ruang, Woodman
menyatakan bahwa semua minyak bumi dan helium adalah milik

Crown, yang penguasaannya ada pada Negara Bagian. Emas dan perak
juga milik Crown, selama belum secara tegas diberikan dengan grant
kepada pihgak lain. Pemilikan mineral dan bahan galian lainnya
tergantung pada apa yang ditentukan dalam grant pemberian hak atas
tanah yang bersangkutan. Jika tidak secara tegas dinyatakan, tetap
menjadi milik Crown, mineral dan bahan galian lainnya yang ada dalam
tubuh bumi di bawah tanah yang diberikan itu adalah milik pemegang
haknya. 9
Pada prakteknya sekarang kepemilikan tanah seseorang tersebut
terbatas pada penggunaan biasa selama tidak melanggar batas-batas
tertentu. Contohnya di Australia, mengenai ruang di atas bumi diatur
dengan Air Navigation Acts, akan tetapi pemilik tanah masih berhak
untuk membangun bangunan tinggi di atas tanah tersebut. Ketentuan
yang sama juga berlaku di Indonesia.
9

Woodman, R.A., 1980, The Law Of Real Property In New South Wales, The Law Book Company Limited, Sidney, hal 30

Universitas Sumatera Utara

13

Dengan melihat pengertian tanah secara yuridis serta contoh
dari Indonesia dan Australia di atas, terlihat bahwa mengenai “tanah”
tersebut dapat diperluas hingga meliputi juga hak atas tubuh bumi di
bawah dan ruang udara di atasnya. Sistem kepemilikan tanah di
Australia hampir mirip dengan Indonesia dalam hal ini, akan tetapi
mengingat berbedanya ketentuan hukum yang dianut, terdapat juga
perbedaan yang tercemin pada kepemilikan kekayaan alam yang
terdapat di dalam tubuh bumi serta ruang udara di atasnya.
2. Asas Kepemilikan Bangunan dan Tanaman
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut
KUHPdt) Pasal 500 dan 571 disebutkan bahwa hak atas tanah dengan
sendirinya, karena hukum, meliputi juga kepemilikan bangunan dan
tanaman yang ada di atas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan
lain dengan pihak yang membangun atau menanamannya. Maka dari itu
didapat bahwa bangunan dan tanaman yang ada di atas dan merupakan
satu kesatuan dengan tanah, merupakan “bagian” dari tanah yang
bersangkutan. Hal ini berarti disebut “Azas Accessie” atau “Asas
perlekatan”. Seperti negara-negara Barat lainnya, Australia yang Hukum
Tanahnya bersumber pada English Common Law menggunakan asas ini 10
Akan tetapi, Hukum Tanah Indonesia menganut asas Hukum Adat
yang disebut “ Horizontal scheiding” atau “Asas Pemisahan Horizontal”,
maka artinya perbuatan hukum yang dilakukan bisa meliputinya
“tanahnya” saja, atau hanya bangunan dan/atau tanamannya saja, apabila
10

Boedi Harsono, Op. Cit., hal 20.

Universitas Sumatera Utara

14

perbuatan hukumnya menyangkut tanah serta bangunan dan/atau
tanamannya, maka wajib secara tegas dinyatakan 11. Tetapi biar pun
demikian, dalam praktik dimungkinkan suatu perbuatan hukum mengenai
tanah meliputi juga bangunan dan tanaman yang ada di atasnya, asal:
1) Bangunan dan tanaman tersebut secara fisik merupakan suatu kesatuan
dengan tanah yang bersangkutan, artinya bangunan yang berfondasi dan
tanaman merupakan tanaman keras;
2) Bangunan dan tanaman tersebut milik yang empunya tanah; dan
3) Maksud

demikian

secara tegas

disebutkan

dalam

akta

membuktikan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan.

yang
12

Dengan adanya kemungkinan tersebut tidak berarti Hukum Tanah
Nasional meninggalkan asas Pemisahan Horizontal dan menggantinya
dengan asas Accessie (Perlekatan). Bangunan dan tanaman tersebut tetap
terpisah dari tanah dan untuk ikut dialihkan haknya harus secara tegas
dinyatakan dalam Akta Jual Beli atau Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Berdasarkan UUPA, kepemilikan tanah di Indonesia pada prinsipnya
menganut Azas Pemisahan Horizontal. Artinya bahwa tanah yang dapat
dikuasai dan dimiliki hanyalah sebatas pada permukaan bumi saja beserta
ruang yang ada di atasnya setinggi sewajarnya dalam rangka penggunaan
tanah tersebut. Sedangkan benda-benda lain yang ada di atas tanah, dan
segala kandungan mineral dan lain-lain yang ada di bawahnya, tunduk pada
ketentuan hukum yang lain (tidak menyatu dengan tanah).

11

Ibid
Id. at 263.

12

Universitas Sumatera Utara

15

3. Hak atas tanah di Indonesia
Menurut Boedi Harsono, Hukum Adat dijadikan sumber utama dan
merupakan hukum aspiratif, dalam arti jika sesuatu hal belum diatur dalam
peraturan maka yang berlaku hukum adat, sepanjang tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan UUPA. Hukum Tanah Adat merupakan hukum
asli, mempunyai sifat yang khas, dimana hak-hak perorangan atas tanah
merupakan hak pribadi akan tetapi didalamnya mengandung unsur
kebersamaan, yang dalam istilah modern disebut “fungsi sosial”, seperti
yang dijelaskan dalam Pasal 6 UUPA.
UUPA mengatur macam-macam hak atas tanah pada Pasal 4 ayat 1
dan 2, 16 ayat 1, dan 53. Bunyi Pasal 4 ayat 1 dan 2 adalah sebagai berikut:
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang
lain serta badan-badan hukum. 

(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian
pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini
dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. 

Sedangkan hak-hak yang dimaksud dalam Pasal 4 du atas
ditentukan dalam Pasal 16 ayat 1, yang isinya:

Universitas Sumatera Utara

16

(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 ialah:
a.

hak milik, 


b. hak guna-usaha, 

c. hak guna-bangunan, 

d. hak pakai, 

e. hak sewa, 

f. hak membuka tanah,
g. 
 hak memungut-hasil hutan, 

h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut 
diatas
yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak- hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Dan isi Pasal 53, yaitu:
(1) Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16
ayat (1) huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang
dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang
bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak- hak tersebut diusahakan
hapusnya didalam waktu yang singkat.
(2) Ketentuan dalam pasal 52 ayat (2) dan (3) berlaku terhadap peraturanperaturan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.
Dikarenakan pada hakikatnya penggunaan tanah hanya untuk 2 tujuan
utama yaitu untuk diusahakan dan/atau untuk membangun sesuatu, karena semua
hak atas tanah itu hak untuk memakai tanah, maka semuanya dapat dicakup dalam
pengertian dan dengan nama sebutan Hak Pakai. Keperluan yang bermacammacam diberi nama sebutan yang berbeda, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha,

Universitas Sumatera Utara

17

Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

13

1) Hak Pakai dengan sebutan nama Hak Milik
Dalam Pasal 20 UUPA dinyatakan bahwa Hak Milik adalah hak atas tanah
yang “terkuat dan terpenuh”, di dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa
maksud ter- tersebut adalah bahwa tidak adanya batas waktu penguasaan tanah
serta luas lingkup penggunaannya, yang meliputi baik untuk diusahakan ataupun
digunakan sebagai tempat membangun sesuatu. Hal ini berarti Hak Milik
memberikan kewenangan kepada pemilik tanah untuk memakai, menggunakan,
menikmati tanah tersebut selama fungsi sosial tidak terlanggar.
Hak milik (property rights) merupakan suatu hak yang mempunyai
hubungan kepemilikan yang tertinggi tingkatannya dibandingkan dengan hak-hak
kepemilikan lainnya. Hubungan tanah dengan pemiliknya menimbulkan hak dan
kewajiban serta wewenang atas tanah yang dihaki, secara luas dikatakan oleh Lisa
Whitehouse “Property is basic to the social walfare, people seek it, nations war it,

and no one can do without it”. 14 Hak milik atas tanah melekat pada pemiliknya
selama mereka tidak melepaskan haknya (peralihan hak). 15
Hak milik merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati dan
keharusan bagi negara untuk melindungi, memelihara dan menjaga hak
kepemilikan warga negaranya. Ajaran maupun Teori Hak Kepemilikan ini yang
selanjutnya masuk dalam Konstitusi yang merupakan hak asasi manusia yang
mendapatkan perlindungan hukum, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 28
H dan 28 G UUDRI 1945. Implementasi dari jaminan perlindungan hukum
13

Boedi Harsono, Op.Cit. hlm 285-286
Jesse Dukemenier, Property, Gilbert Law Summaries, 1991-1992, h. i.
15
Hari Chand, Modern Jurisprudence, International Law Book series, Kuala Lumpur, 1994, h. 261.
14

Universitas Sumatera Utara

18

terhadap hak kepemilikan yang berkaitan dengan tanah oleh Negara selanjutnya
dijabarkan kedalam UUPA. 16
Berdasarkan prinsip nasionalitas Hukum Tanah Indonesia, Hak Milik
hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan badan hukum tertentu
sesuai PP No. 38 Tahun 1963, berdasarkan penetapan Pemerintah seperti yang
tertera pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
(selanjutnya disebut Permen Agraria/Kepala BPN) No.3 Tahun 1999 ataupun
karena ketentuan UU, dalam hal ini melalui konversi hak adat. Hak Milik ini juga
dapat diwariskan/diturunkan kepada orang lain namun harus didaftarkan,
termasuk juga peralihan, pembebanan dan hapusnya hak tersebut. Peralihan Hak
Milik dapat karena jual-beli, hibah, ataupun perbuatan lainnya yang dimasudkan
untuk memindahkan Hak Milik, sedangkan hapusnya Hak Milik dapat disebabkan
oleh pencabutan hak, penyerahan dengan sukarela oleh pemilik, ditelantarkan,
tanahnya jatuh ke tangan orang asing dan tanahnya musnah 17.
2) Hak Pakai dengan sebutan nama Hak Guna Usaha dan Hak Guna
Bangunan
Berbeda dengan Hak Milik yang memberi pemegang hak tersebut suatu
“kebebasan” atas tanah tersebut, sesuai namanya, Hak Guna Usaha diberikan
dengan maksud tanah diusahakan, sedangkan Hak Guna Bangunan untuk
membangun sesuatu di atasnya. Baik Hak Guna Usaha maupun Hak Guna
Bangunan memiliki jangka waktu dan ketentuan yang harus dipenuhi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
16

Listyowati Sumanto, “Aspek Yuridis Kepemilikan Hak Atas Tanah di Australia”, Kearsipan Ilmu Hukum Universitas
Trisakti, Jakarta, hlm.9
17
Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti di Indonesia Termasuk Kepemilikan Rumah
Oleh Orang Asing, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2013, hlm. 19-20

Universitas Sumatera Utara

19

Mengenai Hak Guna Usaha diatur pada Pasal 2 – 18 pada PP No.40 tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah,
yang isinya dipersingkat menjadi:
(1) Subjek Hak Guna Usaha adalah Warga Negara Indonesia dan
badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia; apabila
tidak memenuhi syarat ini maka wajib dilepaskan ataupun
dialihkan ke pihak lain yang memenuhi dalam satu tahun atau
tanahnya menjadi tanah Negara.
(2) Tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah
Negara, dengan jangka waktu tertentu, luas tertentu untuk maksud
terntu, dengan dikeluarkan keputusan pemberian hak oleh Menteri
sesuai dengan tata cara dan permohonan pemberian Hak Guna
Usaha sesuai Keppres.
(3) Dalam Permen Agraria/Kepala BPN No.3 tahun 1999 diatur
pemberian kewenangan penerbitan surat keputusan pemberian Hak
Guna Usaha kepada Kakanwil BPN Propinsi untuk tanah seluas
kurang dari 200 Ha, selebihnya menjadi kewenangan Kepala
BPNRI.
(4) Batasan luas tanah Hak Guna Usaha adalah 5 Ha sampai dengan 25
Ha untuk perseorangan, sedangkan untuk badan hukum luas
minimalnya adalah 25 Ha dengan luas maksimal tidak ditentukan
secara konkrit.
(5) Jangka waktu maksimal Hak Guna Usaha adalah 35 tahun, dengan

Universitas Sumatera Utara

20

perpanjangan 25 tahun. Pada tanah yang sama, dapat dilakukan
pembaharuan Hak Guna Usaha dengan syarat-syarat tertentu.
(6) Apabila Hak Guna Usaha digunakan untuk investasi atau
penanaman modal, permohonan Hak Guna Usaha harus disertakan
dengan izin prinsip dan izin lokasi dari Pemerintah Kab/Kota
setempat, serta bonafiditas perusahaan melalui referensi bank yang
ditunjuk dan proyek proposal yang mendapat persetujuan dari
instansi yang berwenang.
(7) Hak Guna Usaha harus didaftarkan, termasuk juga peralihan,
pembebanan dan hapusnya hak tersebut.
(8) Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan Hak
Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut dapat beralih dan
dialihkan, dan terhapus apabila Hak Guna Usaha terhapus juga.
(9) Terhapusnya Hak Guna Usaha disebabkan oleh jangka waktu
berlaku haknya berakhir, dibatalkan oleh pejabat yang berwenang,
melanggar syarat pemberian hak, dilepaskan secara sukarela oleh
pemegangnya, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan,
tanahnya jatuh ke orang asing dan tanahnya musnah. Hapusnya hak
tersebut menyebabkan tanah kembali menjadi tanah Negara.
Selanjutnya pada Pasal 19-38 PP No.40 tahun 1996 tersebut mengatur
tentang Hak Guna Bangunan, yang isinya yaitu:
(1) Subjek Hak Guna Bangunan adalah Warga Negara Indonesia dan
badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia; apabila

Universitas Sumatera Utara

21

tidak memenuhi syarat ini maka wajib dilepaskan ataupun
dialihkan ke pihak lain yang memenuhi dalam satu tahun, apabila
tidak maka hak tersebut hapus karena hukum.
(2) Tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah tanah
Negara, tanah Hak Pengelolaan dan tanah Hak Milik dengan
jangka waktu tertentu, luas tertentu berdasarkan penetapan
pemerintah ataupun perjanjian dengan pemegang hak atas tanah
yang lain, misalnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atau
Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan.
(3) Luas tanah yang diberikan tidak diatur secara tegas dalam PP ini,
akan tetapi dalam peraturan kewenangan penerbitan Hak Guna
Bangunan dikatakan batasan luas tanahnya sama dengan yang
berlaku untuk tanah Hal Milik, khususnya tanah non-pertanian,
dimana yang berwenang menerbitkan yaitu Kepala Kantor
Pertanahan untuk tanah seluas sampai dengan 2000 m2, Kakanwil
BPN Propinsi untuk tanah seluas 2000 m2 sampai dengan 150.000
m2 dan Kepala BPN RI untuk tanah seluas lebih dari 150.000 m2.
(4) Jangka waktu maksimal Hak Guna Bangunan adalah 30 tahun,
dengan perpanjangan 20 tahun. Pada tanah yang sama, dapat
dilakukan pembaharuan Hak Guna Bangunan dengan syarat-syarat
tertentu.
(5) Hak Guna Bangunan harus didaftarkan, termasuk juga peralihan,
pembebanan dan hapusnya hak tersebut.

Universitas Sumatera Utara

22

(6) Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan Hak
Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut dapat beralih dan
dialihkan, dan terhapus apabila Hak Guna Bangunan terhapus juga.
(7) Terhapusnya Hak Guna Bangunan sama dengan Hak Guna Usaha,
yaitu disebabkan oleh jangka waktu berlaku haknya berakhir,
dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, melanggar syarat
pemberian hak, dilepaskan secara sukarela oleh pemegangnya,
dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan, tanahnya jatuh ke
orang asing dan tanahnya musnah. Hapusnya Hak Guna Bangunan
pada suatu tanah mengembalikan status tanah ke semula.
3) Hak Pakai dengan sebutan Hak Pakai
Hak Pakai diberi kekhususan sifat ataupun peruntukan penggunaan bidang
tanahnya. Ataupun atas pertimbangan dari sudut penggunaan tanahnya dan/atau
penggunaannya tidak dapat diberikan dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha,
ataupun Hak Guna Bangunan. Hak-hak ini diberi nama sebutan Hak Pakai. 18 Pada
Pasal 39-58 PP No.40 tahun 1996 tersebut mengatur tentang Hak Pakai, yang
isinya yaitu:
(1) Subjek Hak Pakai tergantung pada jenis haknya, yaitu Hak Pakai
Privat dengan subjeknya adalah perseorangan Warga Negara
Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan
hukum Indonesia dan juga badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia; Hak Pakai Publik adalah Lembaga
Pemerintah/Daerah, perwakilan Negara asing dan perwakilan
18

Boedi Harsono, Op.Cit, hlm.287

Universitas Sumatera Utara

23

badan Internasional, badan hukum sosial dan juga keagamaan.
(2) Jangka waktu Hak Pakai juga terbagi, dimana Hak Pakai Privat
berjangka maksimal 25 tahun, dengan perpanjangan 20 tahun. Pada
tanah yang sama, dapat dilakukan pembaharuan Hak Pakai dengan
syarat-syarat tertentu; Jangka waktu Hak Pakai Publik tidak
ditentukan selama digunakan untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya.
(3) Hak Pakai harus didaftarkan, termasuk juga peralihan, pembebanan
dan hapusnya hak tersebut. Hak Pakai Publik tidak dapat dialihkan
ataupun dibebani.
(4) Hak Pakai Privat dapat dijadikan jaminan utang dengan Hak
Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut dapat beralih dan
dialihkan, dan terhapus apabila Hak Pakai terhapus juga.
(5) Terhapusnya Hak Pakai sama dengan Hak Guna Usaha dan Hak
Guna Bangunan, yaitu disebabkan oleh jangka waktu berlaku
haknya berakhir, dibatalkan oleh pejabat yang berwenang,
melanggar syarat pemberian hak, dilepaskan secara sukarela oleh
pemegangnya, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan,
tanahnya jatuh ke orang asing dan tanahnya musnah. Hapusnya
Hak Pakai pada suatu tanah mengembalikan status tanah ke
semula.
Dari ketentuan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai di atas, hanya Hak Pakai yang memungkinkan kepemilikan tanah

Universitas Sumatera Utara

24

untuk orang asing di Indonesia, hal ini sesuai dengan prinsip nasionalitas Hukum
Tanah Indonesia. Apabila ada pihak asing yang diberikan Hak Milik, Hak Guna
Usaha ataupun Hak Guna Bangunan, tentu saja harus dengan cara bekerja sama
dengan Warga Negara Indonesia untuk dicatat sebagai pemegang haknya.
Pencatatan hak tersebut dilakukan dengan Pendaftaran Tanah yang menggunakan
sistem Torrens.
4. Hak atas Tanah Di Australia
Di Australia juga, sistem hak atas tanah yang awalnya berdasarkan

Common Law Inggris akhirnya pada tahun 1863 diputuskan untuk memulai
perubahan menjadi “ Torrens Title” . Torrens Title adalah sistem kepemilikan
tanah dimana daftar kepemilikan tanah yang dikelola oleh Negara yang menjamin

indefeasible title (hak tidak dapat diganggu gugat) yang termasuk dalam daftar
tersebut. Kepemilikan tanah dialihkan melalui pendaftaran hak dengan
menggunakan deed (akta). Tujuan utama Torrens adalah untuk menyerderhanakan
transaksi tanah dan untuk menjamin kepemilikan sebagai hak mutlak atas
tanahnya. 19 Sistem Torrens ini ditujukan untuk mengurangi pemalsuan akta,
apabila hak yang telah didaftar akan dialihkan, diubah, ataupun perbuatan lain
yang menimbulakn perubahan, maka harus dilakukan pendaftaran kembali. Tabel
di bawah ini berisi daftar undang-undang inti dalam setiap yurisdiksi Australia
yang mengatur kepentingan dalam Hukum Tanah berkaitan dengan property dan
pola pendaftaran hak:

19
Wikipedia, the free encyclopedia,http://en.wikipedia.org/wiki/Torrens_title diakses pada tanggal 3 September 2016 pukul
18:05 WIB

Universitas Sumatera Utara

25

Negara Bagian
Wilayah Australia

atau Peraturan
berkaitan Peraturan
berkaitan
dengan Property
dengan Hak (Title)

New South Wales

Real Property Act 1900

Conveyancing Act 1919

Victoria

Property Law Act 1958

Sale of Land Act 1962

Australian Capital
Territory

Civil Law (Property) Act Civil Law (Sale of
2006
Residential Property) Act
2003

Queensland

Property Law Act 1974

Land Titles Act 1994

Northern Territory

Law of Property Act

Land Title Act

South Australia

Law of Property Act Real Property Act 1886
1936

Tasmania

Conveyancing and Law Land Titles Act 1980
of Property Act 1884

Western Australia

Property Law Act 1969

Transfer of Land Act
1893

Tabel 1. Pembagian Yurisdiksi dan Hukum Tanah di Australia 20

Adanya perbedaan yuridis mengenai pengaturan property dan juga hak
pada setiap negara bagian di Australia ini tidak mempengaruhi secara signikan
mengenai property ataupun hak itu sendiri. Hal ini dikarenakan setiap undangundang tersebut masih berdasarkan Common Law. Baalman menyatakan: “ In all

States (of Australia) there are statutory definitions of “ land” which lay down the
meaning to be ascribed to the term where it occurs in Acts of Parliament. These
definitions do not materially interfere with the common law meaning except with
regard to its use in Acts dealing with specific subjects. For example, an Act which
regulates mining would naturally introduce substantial qualifications on the

20
Wikipedia, the free encyclopedia, https://en.wikipedia.org/wiki/Australian_property_law diakses pada tanggal 3
September 2016 pukul 10:00 WIB

Universitas Sumatera Utara

26

rights of an owner of land to take minerals from it”

21

Jadi, selama tidak ada

ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai hal tertentu, prinsip tanah dan
kepemilikan tanah di setiap negara bagian di Australia itu adalah sama.
Sistem kepemilikan hak atas tanah di Australia juga terbagi menjadi
beberapa tipe, serta dengan jangka waktu yang berbeda pula. Sebelum kita
mengenali tipe-tipe hak atas tanah tersebut, perlu dulu diingat kembali bahwa
berdasarkan sistem Common Law, tanah dan Hukum Tanah Australia
dikembangkan melalui lingkupfeodalisme. Artinya Raja/Crown adalah pemilik
seluruh tanah dan siapapun yang menggunakan ataupun menguasai tanah (dengan
pemberian hibah/grant dari Raja) adalah tenant.Hal inilah yang dinamakan

tenure, yaitu suatu keadaan dimana seseorang tetap hanya bisa menguasai tanah
sebagai tenant, ia tidak dapat memilikinya.

22

Dewasa ini sistem ini tetap diadopsi

Australia, namun posisi penguasa tanah telah bergeser ke tangan Negara/State.
Menurut Cromwell 23,terkait dengan sistem Tenure, ada juga penggunaan
istilah land ownership yang diartikan sebagai kepemilikan tanah atau kepemilikan
hak atau kepentingan atas tanah. Kepentingan atas tanah/hak dapat diatur dalam
bermacam- macam sistem tenurial, yang secara luas terbagi menjadi dua
kelompok:
1) Kelompok pertama adalah tenurial yang diakui dan diatur dalam
hukum Negara,
2) Kelompok kedua adalah sistem tenurial yang diatur secara lokal
John Baalman, Outline of Law in Australia (4th edition by GA Flick), The Law Book Company Australia, 1979, p.95
Michael Harwood, English Land Law, (London: Sweet & Maxwell Limited, 1975), hal.3.
23
Cromwell E. Key Sheet for Pro-poor Infrastructure Provision: Land Tenure. Department for International Development.
UK. 2002.

21

22

Universitas Sumatera Utara

27

dan terkait dengan praktek-praktek tradisional (tenurial secara
adat).
Ini adalah salah satu contoh sederhana dimana hak untuk menguasai,
memanfaatkan, mengelola, mengalihkan kepemilikan tidak selalu berada pada
orang yang sama. Dengan demikian pengertian "bundle of rights" dalam resource

tenure sistem, memunculkan serangkaian hak tertentu dan pembatasanpembatasan tertentu atas hak-hak tersebut. Hak dan pembatasan daripada tenure
ini mendasari setiap perbuatan menyangkut tanah yang dilakukan baik oleh
investor luar negeri ataupun masyarakat sendiri dalam hal 24:

1) Development planning, economic growth and sustainability,
2) Social stability through housing and employment,
3) Financial security in economic development and property markets, and
4) Natural resource and environmental management and sustainability.
Pada masa perkembangannya, doktrin tenure mengalami perubahan
menjadi estates, inilah yang dapat dipindah-tangankan, dijadikan jaminan kredit
dengan dibebani mortgage dan juga objek perbuatan hukum lainnya. Estates
itulah yang tampak dan dirasakan keberadaannya dalam praktek sehari-hari,
bukan tenure, walaupun ajarannya masih tetap berlaku. Maka karena dalam teori
masih ada dan berlaku, sedang dalam praktek sehari-hari tidak lagi terasa
keberadaannya, oleh Michael Harwood dikatakan Doktrin Tenure masih ada,
tetapi “ it is like a ghost” . Ada 2 (dua) golongan estates, yang dibedakan menurut
kepastian jangka waktu lamanya penguasaan tanah yang bersangkutan:

24

G.J. Donelly, Fundamentals of Land Ownership, Land Boundaries, and Surveying, ICSM

Universitas Sumatera Utara

28

1) Leasehold Estates atau Estates of years,jika lamanya penguasaan tanahnya
pasti sekian tahun,
2) Freehold Estates, jika jangka waktu penguasaan tanahnya tidak ditetapkan
berlangsungnya berapa tahun.
Selain daripada itu, ada pula:
1) Estate in fee simple yang tidak terbatas jangka waktu penguasaan tanahnya
(kenyataannya seperti Hak Milik),
2) Life Estate, yang jangka waktu lamanya penguasaan tanahnya terbatas
selama pemegang estate-nya masih hidup, tetapi akan berlangsung berapa
tahun tentu tidak ketahui. Life Estate diberikan dari pemegang Estate in

Fee Simple. Jika pemegang Life Estate meninggal dunia, tanah yang
besangkutan kembali kepada pemegang Estate in Fee Simple,
3) Leasehold, dengan berbagai macam Lease yang diberikan oleh Negara
atas tanah negara atau oleh pemegang Estate in fee simple. Jangka waktu

Lease-nya bisa sampai 99 tahun, tetapi umumnya 21 tahun. Pemegang
Lease bisa memberikan penguasaan tanahnya kepada pihak lain dengan
“ sub-lease” untuk jangka waktu yang kurang dari jangka waktu Lease
induknya. 25
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

25
Merry, Malcolm, Hongkong Tenancy Law, (Singapore:Butterworth, 1985), seperti dikutip dalam Boedi Harsono, Op.Cit.,
hal.48

Universitas Sumatera Utara

29

Dari judul skripsi ini yaitu, “Tinjauan Yuridis Terjadinya
Kepemilikan Atas Apartemen Bagi Orang Asing Di Indonesia Dan Di
Australia” dapat dikatakan bahwa jenis penelitian ini adalah hukum
normatif. Penelitian hukum normatif mengacu kepada norma-norma
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusanputusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam
masyarakat. Jenis penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara
sitematis, faktual dan akurat terhadap suatu keadaan yang menjadi objek
penelitian dengan mendasarkan penelitian pada ketentuan hukum normatif
dan berdasarkan penelitian empiris. Penulisan ini menggunakan penelitian
hukum normatif dengan cara meneliti dan mengolah bahan pustaka yang
merupakan data sekunder atau disebut juga penelitian kepustakaan.
Penelitian

ini

bersifat

deskriptif,

dimana

penelitian

ini

dimaksudkan untuk mempertegas hipotesa – hipotesa, agar dapat
membantu didalam teori – teori lama atau didalam kerangka menyusun
teori – teori baru. 26Penelitian deskriptif pada penulisan skripsi ini
mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.Penelitian yang bersifat
deskriptif merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu
kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang bertujuan
agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian
sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis
berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
26

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, 1984, hal 10

Universitas Sumatera Utara

30

Dari kedua inilah skripsi ini membahas mengenai bagaimana
terjadinya kepemilikan atas Apartemen bagi Orang Asing di Indonesia dan
di Australia
2. Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum primer, sekunder, dan tersier. 27
a. Badan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
dan terdiri dari:
1. Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukan Undang-Undang
Dasar 1945
2. Peraturan dasar, yaitu:
− Batang tubuh UUD 1945

− Ketetapan – ketetapan MPR
3. Peraturan Perundang-undangan
− Undang-undang atau Perpu

− Peraturan Pemerintah

− Keputusan Presiden

− Keputusan Menteri

− Peraturan Daerah

4. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan
5. Yurisprudensi
6. Traktat

27

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jember, 1996, hal 113-114

Universitas Sumatera Utara

31

7. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kin masih
berlaku, misalnya KUHP dan KUHPerdata.
Bahan primer pada penulisan skripsi ini meliputi, yakni
peraturan perundang- undangan di bidang agraria yang
mengikat, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, Undang –
Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun ,
Undang – Undang No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
Undang Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, Undang – Undang No 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian, Undang Undang No 62 Tahun 1958 jo
Undang



Undang

No

12

Tahun

2006

tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
No. 41 Tahun 1996 tentangPemilikan Rumah dan Tempat
Tinggal oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia,
Peraturan Pemerintah No 103 Tahun 2015 1996 tentang
Pemilikan RumahTempat Tinggal Atau Hunian oleh Orang
Asing yang Berkedudukan di Indonesia, serta peraturan
pelaksana dari yang disebutkan di atas itu.
Adapula

bahan

hukum

primer

dari

Australia,

yaitu

Conveyancing Act 1919 No. 6, Foreign Acquisitions and
Takeover Act 1975Foreign Acquisitions and Takeovers
Legislation Amendment Bill 2015, Register of Foreign

Universitas Sumatera Utara

32

Ownership of Agricultural Land Bill 2015, dan Foreign
Acquisitions and Takeovers Fee Imposition Bill 2015.
b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, misalnya Rancangan Undang – Undang
(RUU), Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), hasil penelitian
(hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dsb
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan – bahan yang memberi petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, misalnya : kamus – kamus (hukum),
ensiklopedia, indeks kumulatif,dsb. Agar diperoleh informasi
yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka
kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian
kepustakaan 
( library research) yaitu penelitan yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun
data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain
berasal dari buku-buku, artikel, peraturan perundang-undangan dan bahan
bacaan lain yang terkait dengan penulisan skripsi ini. 

4. Analisa data
Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian
bersifat 
deskriptif,m aka yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif
terhadap data sekunder yang didapat. Bahan hukum yang dianalisis secara

Universitas Sumatera Utara

33

kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan
menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya
semua bahan hukum diseleksi dan diolah, kemudian dinyatakan secara
deskriptif sehingga
 m enggam barkan dan m engungkapkan dasar
hukumnya, sehingga memberikan jawaban terhadap permasalahan yang
dimaksud.
G. Keaslian Penulisan
Judul yang diangkat adalah murni dari hasil pemikiran yang
didasarkan dari ide, gagasan, dibantu dengan buku-buku, referensi dan
masukan dari berbagai pihak dalam membantu penulisan skripsi ini.
Berdasarkan pemeriksaan Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas
Hukum USU atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas
Hukum USU, skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terjadinya
Kepemilikan Atas Apartemen Bagi Orang Asing Di Indonesia Dan Di
Australia” belum pernah ditulis di Fakultas Hukum USU sebelumnya.
Jika dilihat dari permasalahan yang ada, tulisan ini bukanlah hasil
ciplakan atau pengandaan karya tulis orang lain. Oleh karena itu,penulisan
skripsi ini adalah karya tulis ilmiah yang asli (original) dan dapat
dipertanggung jawabkan. Kalaupun terdapat pendapat atau kutipan dalam
penulisan skripsi ini semata-mata adalah faktor pendukung dan pelengkap
dalam usaha menyempurnakan dan menyelesaikan skripsi ini.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai isi dari

Universitas Sumatera Utara

34

skripsi ini maka disusun dalam suatu sistematika penulisan. Sistematika
penulisan ini terdiri dari 5 (lima) bab, dimana tiap-tiap bab tersebut terbagi
lagi ke dalam beberapa sub bagian yang bertujuan untuk memudahkan
pemahaman terhadap keseluruhan isi skripsi ini. Adapun sistematika
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang
gambaran umum yang berisi tentang latar belakang,permasalahan, tujuan
dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, keaslian
penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II berisikan tentang pengertian Orang Asing, bentuk
kepemilikan properti bagi Orang Asing di Indonesia, status kepemilikan
properti bagi Orang Asing di Indonesia, bentuk kepemilikan Properti bagi
Orang Asing di Australia dan status kepemilikan properti bagi Orang
Asing di Australia.
Bab

III

berisikan

tentang

pengertian

Apartemen,

syarat

kepemilikan apartemen bagi Orang Asing di Indonesia, prosedur
terjadinya kepemilikan apartemen bagi Orang Asing di Indonesia, syarat
kepemilikan apartemen bagi Orang Asing di Australia, dan prosedur
terjadinya kepemilikan apartemen bagi Orang Asing di Australia.
Bab IV berisikan tentang dinamikan perubahan pengaturan
kepemilikan properti bagi Orang Asing di Indonesia dan di Australia.
Bab V merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana
dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang menjadi pokok-pokok
pikiran penulis mengenai keseluruhan skripsi berdasarkan pembahasan

Universitas Su