Tinjauan Yuridis Kepemilikan Asing Terhadap Perusahaan Asuransi

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

HENGKY P SIMANJUNTAK

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI NIM: 110200336

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Yuridis Kepemilikan Asing Terhadap Perusahaan Asuransi”. Banyak pihak yang turut membantu dalam penyelesaian Skripsi ini, dengan demikian penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum, Dekan fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Syafrudin Hasibuan, SH, MH. DFM, Pembantu Dekan II Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Dr. OK Saidin SH, M. Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara Medan.

5. Windha, SH., M.Hum, Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ramli Siregar, SH, M.Hum, sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan koreksi dalam penulisan Skripsi ini. 7. Windha, SH, M.Hum, Pembimbing II juga telah banyak memberikan

bimbingan, masukan, dan koreksi sehingga penulisan Skripsi ini menjadi sempurna.

8. Seluruh Dosen dan Seluruh Pegawai Tata Usaha dan Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.


(3)

10. Kepada abang dan adik-adiku yang sangat kukasihi B’ Romi, Alexa, Putri, Cindy, yang selalu memberikan dukungan bagiku

11. Kepada Abang dan Kaka pembimbing rohani yang telah memberikan banyak pelajaran sebagai bekal kehidupan B’ Erikson dan K’ Joice

12. Kelompok kecil solafide dan ozora yang menjadi tempat saya berbagi dan belajar menaruh kasih dan persekutuan di dalam Tuhan: Daniel Sinaga, Maruli Sinaga, Ricky Sidabutar, Juanda Tampubolon, Oktanta Ginting, Hary Simanjuntak, dan Kristy Emelia Pasaribu

13. Teman-teman seperjuangan dalam perkuliahan: Jekson, Arnold, Yuristia, Charlene, Nurul, Aan, Rizky, Reza, Sabrina, Samitha, Andana, Jhonny, Kardo, Hans, Dedy, Pranto, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu

14. Seluruh orang yang penulis Kenal dan Mengenal Penulis

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan baik segi meteri mapun formatnya, untuk itu kritik dan saran membangun akan selalu diterima. Harapan penulis semoga skripsi ini membawa manfaat terutama bagi kemajuan usaha perasuransian di tanah air.

Medan, Februari 2015 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II : PERIZINAN DALAM PENDIRIAN PERUSAHAAN ASURANSI A. Perkembangan Usaha Perasuransian di Indonesia ... 16

B. Usaha Perasuransian di Indonesia Menurut Undang-Undang No 40 Tahun 2014 Tentang Usaha Perasuransian ... 22

C. Pencabutan Izin Perusahaan Asuransi ... 42

BAB III : REGULASI PENANAMAN MODAL ASING DI BIDANG USAHA ASURANSI A. Penanaman Modal Asing Di Indonesia ... 48

B. Regulasi Penanaman Modal Asing Di Bidang Usaha Asuransi ... 56

C. Kepastian Hukum Dalam Regulasi Penanaman Modal Asing Di Bidang Usaha Asuransi ... 64


(5)

B. Batasan Kepemilikan Saham Atas Perusahaan Asuransi ... 76 C. Pengalihan Kepemilikan Saham Asing Pada Perusahaan

Asuransi ... 79

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA ... 90


(6)

Hengky P Simanjuntak.* Ramli Siregar.**

Windha.***

Perkembangan perusahaan asuransi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dimana hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk Indonesia sehingga menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial untuk usaha asuransi. Besarnya jumlah penduduk yang dapat dijadikan sebagai konsumen bagi perusahaan asuransi menyebabkan ketertarikan investor asing untuk mendirikan perusahaan asuransi di Indonesia dan saat ini telah ada beberapa perusahan asuransi yang dimiliki oleh asing baik dengan melakukan penanaman modal langsung maupun melalui transaksi di bursa efek. Berdasarkan pokok pemikiran diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu bagaimana perizinan dalam pendirian perusahaan asuransi di Indonesia, bagaimana regulasi penanaman modal asing di bidang usaha asuransi serta bagaimana kepemilikan asing terhadap perusahaan asuransi.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada data sekunder dengan spesifikasi deskriptif analitis, yaitu memaparkan tentang peraturan yang berlaku dalam kepemilikan asing terhadap perusahaan asuransi. Analisis data yang digunakan adalah metode analitis kualitatif.

Perizinan pendirian perusahaan asuransi di Indonesia saat ini berada di bawah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Regulasi penanaman modal asing di Indonesia dalam bidang usaha asuransi masih tergolong lemah karena belum ada dikeluarkan aturan-aturan yang mengatur lebih khusus mengenai penanaman modal asing di bidang usaha asuransi. Kepemilikan saham asing atas perusahaan asuransi di Indonesia saat ini masih tergolong bebas karena pembatasan kepemilikan saham yang diberikan hanya sebatas pendirian perusahaan tetapi tidak mencakup pengalihan saham yang terjadi setelah perusahaan asuransi berjalan.

Kata kunci : Kepemilikan Asing, Perusahaan Asuransi

* Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I


(7)

Hengky P Simanjuntak.* Ramli Siregar.**

Windha.***

Perkembangan perusahaan asuransi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dimana hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk Indonesia sehingga menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial untuk usaha asuransi. Besarnya jumlah penduduk yang dapat dijadikan sebagai konsumen bagi perusahaan asuransi menyebabkan ketertarikan investor asing untuk mendirikan perusahaan asuransi di Indonesia dan saat ini telah ada beberapa perusahan asuransi yang dimiliki oleh asing baik dengan melakukan penanaman modal langsung maupun melalui transaksi di bursa efek. Berdasarkan pokok pemikiran diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu bagaimana perizinan dalam pendirian perusahaan asuransi di Indonesia, bagaimana regulasi penanaman modal asing di bidang usaha asuransi serta bagaimana kepemilikan asing terhadap perusahaan asuransi.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada data sekunder dengan spesifikasi deskriptif analitis, yaitu memaparkan tentang peraturan yang berlaku dalam kepemilikan asing terhadap perusahaan asuransi. Analisis data yang digunakan adalah metode analitis kualitatif.

Perizinan pendirian perusahaan asuransi di Indonesia saat ini berada di bawah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Regulasi penanaman modal asing di Indonesia dalam bidang usaha asuransi masih tergolong lemah karena belum ada dikeluarkan aturan-aturan yang mengatur lebih khusus mengenai penanaman modal asing di bidang usaha asuransi. Kepemilikan saham asing atas perusahaan asuransi di Indonesia saat ini masih tergolong bebas karena pembatasan kepemilikan saham yang diberikan hanya sebatas pendirian perusahaan tetapi tidak mencakup pengalihan saham yang terjadi setelah perusahaan asuransi berjalan.

Kata kunci : Kepemilikan Asing, Perusahaan Asuransi

* Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I


(8)

Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) yakni berusaha mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, dimana mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang, diantaranya ekonomi. Pembangunan ekonomi identik dengan pembangunan sektor-sektor ekonomi yang terdapat di negara kita ini, seperti; sektor pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri, perdagangan, jasa-jasa,

dan lain-lain.1

Keinginan pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan kehadiran penanaman modal khususnya penanaman modal asing ke Indonesia merupakan suatu langkah yang tepat dan strategis. Oleh karena dengan mengundang penanam modal untuk masuk ke Indonesia berarti kita bertekad untuk maju sejajar dengan bangsa-bangsa atau negara-negara yang sudah maju berkat adanya suntikan dana, skill, manajemen dari penanaman modal khususnya penanaman modal asing dalam pengelolaan sumber daya ekonomi potensial menjadi ekonomi rill.

Untuk menunjang pembangunan di bidang ekonomi maka diperlukan dana yang besar, pengadaan dana tentu saja tidak hanya berasal dari pemerintah melainkan juga harus melibatkan pihak swasta baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dalam era pemerintahan saat ini Indonesia sangat bersemangat untuk menarik investor asing agar melakukan investasi di Indonesia.

1

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), hlm


(9)

Pengaturan yang stategik itulah yang membawa Indonesia berdiri sejajar dengan

bangsa-bangsa atau negara lainnya.2

Kegiatan ekonomi tersebut banyak sektor dan bentuknya, kegiatan ekonomi di sektor jasa keuangan adalah salah satunya. Usaha asuransi merupakan sektor jasa keuangan yang mengalami perkembangan di Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang besar maka Indonesia merupakan pasar yang potensial dalam usaha asuransi, apalagi jumlah pertumbuhan penduduk kelas menengah di indonesia terbilang besar, mencapai 8% pertahun, saat ini jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 50 juta orang dan akan mencapai puncaknya

pada 25 tahun kedepan.3

Asuransi menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat untuk mengurangi risiko yang memungkinan dapat menimbulkan kerugian atas harta kekayaan atau jiwa seseorang dengan cara mengalihkan kerugian tersebut kepada perusahaan asuransi. Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka pihak penanggung (perusahaan asuransi) berkesempatan mengumpulkan premi

yang dibayar oleh beberapa pihak tertanggung4

Dengan pasar yang begitu besar maka Indonesia menjadi magnet tersendiri bagi investor asing untuk masuk dan berinvestasi di Indonesia terutama pada bidang usaha asuransi, dimana tentunya akan menyebabkan para investor untuk mendirikan perusahaannya di indonesia, untuk itu maka diperlukan pengaturan yang jelas tentang perusahaan asuransi yang dimiliki oleh asing tersebut.

2

Ibid, hlm. 46.

3

Asuransi Asing Giat Berbenah Kelas menengah,

(diakses pada tanggal 25 Januari 2015)

4

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Cetakan IV, Bandung: Citra Aditya


(10)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian ( selanjutnya disebut Undang-Undang Perasuransian) adalah undang-undang yang saat ini berlaku di Indonesia untuk melakukan pengaturan mengenai kegiatan di bidang usaha asuransi menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang telah dicabut pasca diundangkannya Undang-Undang Perasuransian tersebut. Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau

penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.5

Perjanjian asuransi menjadikan pengalihan resiko tertanggung kepada penanggung diimbangi pembayaran premi oleh tertanggung yang seimbang dengan beratnya resiko yang dialihkan, meskipun dapat diperjanjikan kemungkinan prestasi itu tidak perlu seimbang. Dalam perjanjian

untung-untungan (chance agreement) para pihak sengaja melakukan perbuatan

untung-untungan yang tidak digantungkan pada prestasi yang seimbang, misalnya pada

perjudian dan pertaruhan.6

5

Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perasuransian.

6

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 16.

Hal ini menunjukkan bahwa asuransi bukanlah untung-untungan, dimana dalam perjanjian asuransi, jika tertanggung tidak membayar

premi, asuransi dapat dibatalkan (voidable) atau dapat ditunda pelaksanaannya

(delayable). Dalam hal terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian,

tertanggung dapat mengklaim ganti kerugian pada penanggung. Jika penanggung tidak membayar ganti kerugian, tertanggung dapat menggugat penaggung melalui


(11)

pengadilan negeri.7

Masuknya investasi asing dalam bidang usaha asuransi menurut Undang-Undang Perasuransian dapat berupa warga negara asing atau badan hukum asing

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa asuransi adalah jenis usaha yang memiliki kepastian hukum, sehingga dapat menjadi sektor usaha yang menjanjikan bagi investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia. Investasi di bidang usaha asuransi di Indonesia saat ini sedang mengalami pertumbuhan karena dengan diundangkannya Undang-Undang Perasuransian maka pengaturan di bidang usaha asuransi di Indonesia semakin jelas.

Undang-Undang Perasuransian memberikan peluang baru bagi industri asuransi di Indonesia, dalam undang-undang ini adanya pengaturan lebih jelas mengenai jenis usaha asuransi syariah yang semakin memberikan warna bagi industri asuransi di Indonesia. Dengan demikian maka semakin besarlah pasar asuransi yang ada di Indonesia, hal ini tentu akan lebih banyak lagi menarik investor asing yang ingin melakukan investasi di Indonesia. Undang-Undang Perasuransian ini juga memberikan pengaturan yang berbeda mengenai bentuk hukum usaha perasuransian dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dalam Undang-Undang Perasuransian memberikan ketentuan bahwa bentuk badan hukum usaha perasuransian adalah pereroan terbatas, koperasi, dan usaha bersama yang telah ada pada saat undang-undang ini diundang-undangkan. Undang-Undang Perasuransian ini telah mengganti bentuk badan hukum usaha asuransi perusahaan perseroan (PERSERO) menjadi perseroan terbatas.

7


(12)

yang harus merupakan Perusahaan Perasuransian yang memiliki usaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang

Usaha Perasuransian yang sejenis.8 Warga negara asing sebagaimana dimaksud

dapat menjadi pemilik Perusahaan Perasuransian hanya melalui transaksi di bursa

efek.9 Pengaturan mengenaai kepemilikan asing dalam usaha asuransi dalam

bentuk perseorangan hanya dapat dilakukan dengan transakasi efek merupakan hal baru yang ditambahkan dalam Undang Perasuransian dibandingkan dengan undang-undang asuransi yang lama.

Berkembangnya sistem pengaturan usaha perasuransian di Indonesia tentu menjadi menarik dibahas untuk mengetahui bagaimana hukum Indonesia mengatur tentang adanya unsur asing didalam perusahaan asuransi yang ada di Indonesia karena hal ini akan berdampak pada perkembangan perekonomian Indonesia . Berdasarkan uraian diatas, maka diangkat judul “ TINJAUAN YURIDIS KEPEMILIKAN ASING TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI” dan akan membahasnya lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya dalam skripsi ini. B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini antara lain:

1. Bagaimana perizinan dalam pendirian perusahaan asuransi di Indonesia ? 2. Bagaimana regulasi penanaman modal asing di bidang usaha asuransi? 3. Bagaimana kepemilikan asing pada perusahaan asuransi?

8

Pasal 7 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuaransian.

9


(13)

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini, antara lain:

a. Untuk mengetahui perizinan dalam pendirian perusahaan asuransi di

Indonesia

b. Untuk mengetahui regulasi penanaman modal asing di bidang usaha

asuransi

c. Untuk mengetahui kepemilikan asing pada perusahaan asuransi

2. Manfaat penulisan a. Manfaat teoritis

Memberikan informasi-informasi pengetahuan tentang hukum pada umumnya dan sumbangsih pemikiran pengembangan ilmu hukum ekonomi khususnya. Lebih lagi khususnya menambah pengetahuan hukum tentang kepemilikan asing terhadap perusahaan asuransi. Skripsi ini juga diharapkan mampu memenuhi hasrat keingintahuan para pihak yang ingin ataupun sedang mendalami pengetahuan tentang perusahaan asuransi.

b. Manfaat praktis

Memberikan informasi dan tambahan masukan serta kontribusi pemikiran bagi para pelaku usaha asuransi, secara khusus mengenai pendirian perusahaan asuransi, penanaman modal asing di bidang usaha asuransi dan kepemilikan asing pada perusahaan asuransi.


(14)

E. Keaslian Penulisan

Berdasarakan surat tanggal 2 oktober 2014 dari perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menyatakan ada tiga judul yang memiliki sedikit kesamaan. Adapun judul skripsi tersebut adalah :

1. Kepailitan Perusahaan Asuransi analisis menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dengan perubahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 oleh Merry Heppy Manurung/010200042

2. Perlindungan hukum terhadap pemegang polis dalam kepailitan perusahaan asuransi (studi terhadap putusan mahkama konstitusi republic Indonesia no. 07/PUU-II/2004 dan no.001-002/PUU-III/2005 yang ditulis oleh Via Trinanda Dewi/030200003

3. Tanggung jawab Direksi Agency Perusahaan asuransi AIA Financial berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) (studi pada PT.AIA Financial Agency Uniland-Medan) oleh Dewi/060200122

Surat dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tersebut kemudian dijadikan dasar bagi Ibu Windha,S.H.,M.Hum (Ketua Departemen Hukum Ekonomi) untuk menerima judul yang diajukan, karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini berbeda dengan judul-judul diatas.

Penulisan skripsi ini juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan, belum ada yang pernah mengangkat topik tersebut. Seklipun ada, hal itu adalah di luar sepengetahuan dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil


(15)

pemikiran yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak, maupun media elektronik. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Berinvestasi merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia sebenarnya dalam kehidupannya selalu berada dalam ketiakpastian dan berusaha untuk mengurangi ketidakpastisan itu seaksimal mungkin dengan asuransi. Manusia ingin mengganti ketidakpastian ekonomis menjadi kepastian ekonomis, ketidakpastian finansial menjadi kepastian finansial. Semua ini merupakan realisasi atas usaha manusia berasuransi.

Pengertian asuransi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( selanjutnya disebut KUH Dagang) dan Undang-Undang Perasuransian merupakan sumber hukum bagi penyelenggaraan usaha asuransi di Indonesia. Pasal 246 KUH Dagang menyatakan bahwa asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.10

10

Pasal 246 KUH Dagang.

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Perasuransian Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang


(16)

menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang

besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.11

Penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi di Indonesia dilakukan oleh perusahaan asuransi baik yang berbentuk badan hukun perseroan terbatas, koperasi maupun usaha bersama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perasuransian. Perusahaan asuransi harus menyiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya untuk melayani kebutuhan masyarakat, agar kebutuhan tidak terputus. Kebutuhan itu hendaknya berlangsung terus, yaitu dengan memberi ganti rugi

atau kompensasi kepada Tertanggungnya sebagai pemegang polis.12

Penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi di Indonesia tidak terlepas dari pengaturan dan pengawasan, setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut Undang-Undang OJK) maka segala pengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan termasuk lembaga keuangan non bank yang didalamnya termasuk usaha perasuransian berada dibawah kewenangan otoritas jasa keuangan, hal ini dipertegas kembali

11

Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

12

Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan (Jakarta: Akademi Akutansi dan Perbankan


(17)

dengan keluarnya Undang-Undang Perasuransian yang memberikan kewenangan kepada otoritas jasa keuangan sebagai pengatur dan pengawas di dalam penyelenggaraan usaha perasuransian di Indonesia.

Perusahaan asuransi di Indonesia saat ini telah banyak dimasuki oleh asing, kepemilikan asing ini tergolong cukup besar pada beberapa jenis usaha asuransi. Hal ini disebabkan karena besarnya jumlah penduduk Indonesia yang dapat dijadikan sebagai pasar industri asuransi sehingga menarik minat para investor asing, kepemilikan asing saat ini dilakukan baik dengan investasi langsung maupun dengan transaksi di bursa efek.

Penanaman modal asing sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut Undang-Undang Penanaman Modal) merupakan kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan

dengan penanaman modal dalam negeri.13 Penanam Modal Asing adalah

perseorangan warga Negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing

yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia14

Penanaman modal asing di Indonesia juga dapat dilakukan dengan pembelian saham dalam perdagangan saham pada bursa efek. Saham adalah

kekayaan pribadi (personal property) pemegang saham yang bersifat benda

bergerak (moveable property) yang tak dapat diraba. Oleh karena itu pemegang

saham, dapat menjual sahamnya atau menggunakannya dalam bentuk ‘gadai’

13

Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. 14


(18)

maupun fidusia. Bahkan dapat mengalihkannya kepada orang lain.15 Saham sendiri memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

1. Saham sebagian dari modal. Pada dasarnya, saham itu merupakan sebagaimana yang sering dibaca dalam akta pendirian perseroan terbatas.Karena itu dapat dikatakan bahwa setiap saham merupakan bagian dari modal yang menjelma dalam harga saham;

2. Saham sebagai tanda anggota. Setiap orang yang akan turut serta sebagai anggota dalam kerjasama pada perseroan terbatas diwajibkan untuk memberikan pemasukan sejumlah uang, sebagaimana inbreng ke dalam perseroan terbatas. Pemasukan inilah yang diperhitungkan dalam bentuk saham. Dengan dimilikinya saham menunjukan bahwa orang tersebut aadalah anggota perseroan terbatas dan sebagai bukti itu diberikanlah saham sebagai tanda anggotanya.

3. Saham sebagai alat legitimasi. Saham merupakan suatu surat yang menunjukan kepada pemegangnya sebagai orang yang berhak.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian diperlukan agar tujuan penelitian dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ada 2 (dua) macam tipologi penelitian hukum yang lazim digunakan yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hokum empiris. Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang dipakai adalah sebagai berikut:

15


(19)

1. Spesifikasi penelitian

Jenis merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum doktrinal yang dapat diartikan sebagi

penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan sekunder.16

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Sifat dari penelitian ini adalah penelitian hukum deskriptif yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku pada suatu saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi di dalam masyarakat. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

2. Data penelitian

Penelitian hukum normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang tidak didapat secara langsung dari objek penelitian. Data sekunder yang dipakai penulis adalah sebagai berikut:

a. Bahan-bahan hukum primer.

Yaitu bahan-bahan yang mengikat, antara lain:

2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

3) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang)

4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

16

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat


(20)

6) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian b. Bahan-bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder maksudnya adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan-bahan hukum tersier

Bahan-bahan hukum tersier maksudnya adalah bahan penunjang yang memberikan informasi tentang bahan primer dan sekunder. Bahan hukum tersier lebih dikenal dengan bahan acuan di bidang hukum atau bahan rujukan di bidang hukum , misalnya abstrak perundang-undangan, biografi hukum, direktori pengadilan , ensiklopedia hukum, kamus hukum, indeks kumulatif, dan lain-lain.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik

studi pustaka (literature research) dan juga melalui bantuan media elektronik,

yaitu internet. Untuk memperoleh data dari sumber ini penulis memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.


(21)

Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka biasanya

penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya.17 Metode analisis data

yang dilakukan adalah analisa kualitatif18

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, tersier, yang relevan

dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. , yaitu dengan:

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut

diatas agar sesuai dengan masing masing permasalahan yang dibahas.

c. Mengolah dan menginterprestasikan data guna mendapatkan kesimpulan

dari permasalahan

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif,

yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar terciptanya karya ilmiah yang baik. Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab lainnya.

Penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab yang disusun dengan sistematis untuk menguraikan masalah yang akan dibahas dengan urutan sebagai berikut:

17

Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Depok : Universitas Indonesia Press,

1994), hlm. 69. 18

Metode penelitian kualitatif adala metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini dikemukakan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II PERIZINAN DALAM PENDIRIAN PERUSAHAAN ASURANSI

Bab ini akan mengemukakan bagaimana perkembangan usaha perasuransian di Indonesia, dan bagaimana pendirian perusahaan asuransi di Indonesia serta pencabutan izin perusahaan asuransi.

BAB III REGULASI PEENANAMAN MODAL ASING DI BIDANG

USAHA ASURANSI

Bab ini akan dibahas mengenai penanaman modal asing di Indonesia dan penanaman modal asing di bidang usaha asuransi dan bagaimana kepastian hukum regulasi penanaman modal asing di bidang usaha asuranasi

BAB IV KEPEMILIKAN ASING PADA PERUSAHAAN ASURANSI

Bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaturan kepemilikan asing di Indonesia terkhusus mengenai kepemilikan saham asing pada perusahaan asuransi serta bagaimana pengalihan saham asing pada perusahaan asuransi.

BAB V PENUTUP

Bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi.


(23)

A. Perkembangan Usaha Perasuransian di Indonesia

Konsep yang mirip dengan filosofi asuransi dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, sebenarnya telah dimulai sejak jaman kejayaan Yunani pada masa pemerintahan Alexander The Great (356-323 BC), seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak - budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu ditangkap, atau

jika tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.19

Apabila ditelaah dengan teliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari pemilik budak itu adalah semacam premi yang diterima dari tertanggung, sedangkan kesanggupan antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau membayar ganti kerugian karena budak yang hilang adalah semacam resiko yang dipikul oleh penanggung. Selanjutnya pada zaman Yunani banyak juga orang yang meminjamkan sejumlah uang kepada Pemerintah Kotapraja dengan janji bahwa pemilik uang tersebut diberi bunga sampai wafatnya dan bahkan setelah wafat diberi bantuan biaya penguburan. Jadi dapat dilihat perjanjian ini

mirip dengan asuransi jiwa. Sehingga apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat

19


(24)

dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum

permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jiwa. 20

Peristiwa - peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada

abad ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.21

Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman, dan negara-negara eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal

perkembangan asuransi kerugian laut.22

Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara eropa barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di Negara-negara Demikianlah permulaan perkembangan asuransi pada pengangkutan laut. Asuransi ini berkembang pesat terutama di

Negara-negara pantai (coastal countries).

20

Ibid, hlm. 1.

21

Ibid, hlm. 2.

22


(25)

tersebut dapat dimaklumi karena Negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke Negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama

daerah-daerah jajahan mereka.23 Pada waktu pembentukan Code de Commerce

Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang

Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906.24

Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke -20 berdampak positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya bidang asuransi, tetapi juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan bidang prasarana transportasi sampai ke daerah pelosok mendorong perkembangan sarana transportasi darat, laut, dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu daerah ke daerah bahkan negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga makin meningkat, sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga meningkat. Keadaan ini mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta

asuransi social (social security insurance).

25

Pembangunan bidang ekonomi ditandai oleh munculnya perusahaan besar yang memerlukan banyak modal melalui kredit, bangunan kantor, tenaga kerja yang membutuhkan jaminan perlindungan dari ancaman bahaya kemacetan, kebakaran, dan kecelakaan kerja. Hal ini mendorong perkembangan asuransi

23

Ibid, hlm. 4.

24I bid, hlm. 4.

25


(26)

kredit, asuransi kebakaran, dan asuransi tenaga kerja. Perkembangan di bidang teknologi satelit komunikasi juga memerlukan perlindungan dari ancaman

kegagalan peluncuran dan berfungsinya satelit, sehingga perlu diasuransikan.26

Masuknya asuransi ke Indonesia dimulai dari diberlakukannya Wetboek van

Koophandel Nederland (KUH Dagang) berdasarkan asas konkordansi,27

Pemerintah kolonial Belanda pada masa pemerintahannya, memang melakukan penanaman perkebunan besar-besaran di Indonesia dan sekaligus melakukan bisnis perdagangan. Demi menjamin kelangsungan bisnisnya, maka kemudian pemerintahan Belanda di Indonesia melakukan sebuah sistem proteksi finansial bernama asuransi dengan tujuan sebagai bentuk perlindungan terhadap resiko-resiko kerugian yang mungkin terjadi. Perlindungan ini diterapkan di

di Hindia Belanda oleh Pemerintahan kolonial Belanda Melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847. Sehingga hal tersebut menyebabkan berlakukunya hukum asuransi bagi bangsa Indonesia sebagaimanayang dimaksud dengan asuransi dalam pasal Pasal 246 KUH Dagang adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan, yang mungkin akan diderita karena sesuatu yang tak tertentu.

26

Ibid, hlm. 4.

27

Asas konkordansi adalah asas yang melandasi untuk diberlakukannya hukum eropa atau belanda pada masa itu untuk diberlakukan juga kepada bangsa pribumi / Indonesia. Sehingga hukum eropa yang diberlakukan kepada pihak belanda pada masa itu, dikenai juga oleh bangsa Indonesia. Sehingga jelas asas konkordansi adalah satu asas pemberlakuannya hukum belanda pada masa itu kepada bangsa pribumi yaitu bangsa Indonesia.


(27)

sektor perkebunan dari mulai penanaman pohon, panen hingga di hasil kebun

diperdagangkan.28

Saat itu perusahaan-perusahaan asuransi yang ada merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya. Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi. Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya

perusahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris.29

Perkembangan asuransi di Indonesia dimulai sejak bergabungnya Asuransi Bendasraya dengan PT Umum Internasional Underwriter (UIU) menjadi PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo yang merupakan perusahaan asuransi milik negara disamping Taspen, Asabri dan Jamsostek yang kini bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Semenjak tahun 1980, perkembangan

28

Sejarah Perkembangan Asuransi Di Indonesia Dan Pengertiannya, http://www.berjibaku.com/2014/12/ (diakses tanggal 25 Januari 2015).

29

Januari 2015).


(28)

asuransi di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal tersebut terlihat dari maraknya berbagai perusahaan asuransi asing dan lokal yang mulai membuka bisnis di Indonesia. Beberapa diantaranya seperti Allianz, Prudential, AXA, AIA, Cigna, Manulife, dan lain sebagainya. Salah satu perusahaan asuransi dengan peserta terbesar di Indonesia saat ini adalah asuransi BPJS dengan jumlah peserta sebanyak 131,9 juta jiwa (tahun 2014) yang akan diproyeksikan akan mencapai jumlah 168 juta pada tahun 2015 dan 257,5 juta jiwa pada tahun 2019

mencakup seluruh populasi Indonesia.30

Melihat semakin tingginya pertumbuhan industri asuransi saat ini, maka pemerintahpun kembali berusaha melakukan penataan di bidang usaha perasuransian guna membrikan jaminan dalam pelaksanaan usaha asuransi sehingga pada tanggal 17 Oktober 2014 diundangkan undang-undang yang baru Seiring dengan perkembangan asuransi di Indonesia maka peraturan tentang asuransi juga semakin mengalami perkembangan, dimana pasca kemerdekaan Indonesia hanya memiliki KUH Dagang sebagai instrumen aturan yang mengatur tentang perasuraansian, kemudian pada tahun 1992 pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian yang menjadi era baru dalam perkembangan usaha asuransi di Indonesia saat itu. Karena begitu pesatnya perkembangan perasuransian di Indonesia serta semakin kompleksnya permasalahan yang timbul maka pemerintah Indonesiapun kembali melakukan perubahan-perubahan mengenai Peraturan Pelaksana tentang penyelenggaraan usaha perasuransian.

30

Sejarah Perkembangan Asuransi Di Indonesia Dan Pengertiannya. http://www.berjibaku.com/2014/12/ (diakses tanggal 25 Januari 2015).


(29)

yaitu Undang-Undang Perasuransian menggantikan undang-undang yang lama Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dan Undang-Undang ini diharapkan mampu memberikan dampak yang baik bagi perkembangan usaha perasuransian di Indonesia.

B. Usaha Perasuransian di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian merupakan wujud dari keseriusan pemerintah untuk memajukan industri asuransi di tanah air. Hal ini tentu disambut baik oleh pelaku-pelaku usaha di industri tersebut, karena Undang-Undang ini memiliki banyak perbedaan dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Asuransi, pada Undang-Undang ini banyak diatur aturan-aturan baru yang sebelumnya tidak diatur dalam Undang-Undang yang lama, serta banyak dilakukan penyempurnaan terhaadap aturan-aturan yang lama.

1. Perusahaan asuransi

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian meyebutkan perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa.31

31

Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 40 Tahuun 2014 Tentang Perasuransian. Perusahaan asuransi umum ialah perusahaan asuransi yang hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri dan usaha reasuransi untuk risiko perusahaan asuransi umum lain.Perusahaan asuransi jiwa adalah perusahaan asuransi yang hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa termasuk lini


(30)

usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri.32

Perusahaan asuransi syariah dan reasuransi syariah ini menyelenggarakan usaha asuransi syariah dan reasuransi syariah. Usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah berbeda dari usaha asuransi konvensional dan usaha reasuransi konvensional. Usaha asuransi dan usaha reasuransi yang dikelola secara konvensional menerapkan konsep transfer risiko, sedangkan usaha asuransi syariah dan Usaha Reasuransi Syariah merupakan penerapan konsep berbagi

risiko (risk sharing). Mengingat perbedaan konsepsi yang mendasari

penyelenggaraan usahanya, usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah yang saat ini diperkenankan dalam bentuk unit di dalam perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional akan didorong untuk diselenggarakan oleh entitas yang terpisah.

Selain perusahaan asuransi umum dan usaha asuransi jiwa ruang lingkup usaha perasuransian dalam Undang-Undang Perasuransian juga dikenal perusahaan reasuransi yang dapat menyelenggarakan usaha reasuaransi serta perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah.

33

Istilah perasuransiaan melingkupi kegiatan usaha yang bergerak di bidang usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Perasuransian menentukan Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertangtungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, 2. Jenis usaha perasuransian

32

Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

33


(31)

konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.

Pasal ini tidak ada lagi mengelompokan mengenai usaha asuransi dan penunjang usaha asuransi, sebagaimana dahulu diatur dalam Pasal 2 huruf (b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa usaha penunjang asuransi adalah usaha yang menyelenggarakan jasa keperantaraann penilai kerugian asuransi, dan jasa aktuaria. Pasal 1 Undang-Undang Perasuransian menentukan jenis usaha perasuransian terdiri dari:

a. Usaha asuransi umum

Usaha asuransi umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau

pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.34

b. Usaha asuransi jiwa

Usaha asuransi jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegarlg polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam pe{anjian, yang

besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.35

c. Usaha reasuransi

34

Pasal 1 Angka (5) Undang-Undang- Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. 35


(32)

Usaha reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan

reasuransi lainnya.36

d. Usaha asuransi umum syariah

Usaha asuransi umum syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya

suatu peristiwa yang tidak pasti.37

e. Usaha asuransi jiwa syariah

Usaha asuransi jiwa syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan kinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran Iain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan

pada hasil pengelolaan dana.38

f. Usaha reasuransi syariah

Usaha reasuransi syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah,

perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya.39

36

Pasal 1 Angka (7) Undang-Undang- Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. 37

Pasal 1 Angka (8) Undang-Undang- Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. 38

Pasal 1 Angka (9) Undang-Undang- Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. 39

Pasal 1 Angka (10) Undang-Undang- Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.


(33)

g. Usaha pialang asuransi

Usaha pialang asuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung,

atau peserta.40

h. Usaha pialang reasuransi

Usaha pialang reasuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi atau penempatar reasuransi syariah serta penanganan penyelesaian ttaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi

syariah yang melalukan penempatan reasuransi atau reasuransi syariah.41

i. Usaha penilai kerugian asuransi

Usaha penilai kerugian asuransi adalah usaha jasa penilaian klaim dan/ atau

jasa konsultasi atas objek asuransi.42

Undang-Undang Perasuransian dalam Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum Perseroan Terbatas,

Undang-Undang Perasuransian mengalami perubahan terhadap jenis usaha asuransi, terutama adanya pembagian yang lebih jelas mengenai usaha asuransi syariah yaitu usaha asuransi umum syariah, usaha asuransi jwa syariah dan usaha reasuransi syariah.

3. Bentuk hukum usaha perasuransian

40

Pasal 1 Angka (11) Undang-Undang- Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. 41

Pasal 1 Angka (12) Undang-Undang- Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. 42


(34)

Koperasi, Usaha Bersama yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan.

a. Perseroan terbatas.

Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi atas saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Undang-Undang PT), serta peraturan pelaksananya. Macam-macam Perseroan Terbatas yang disebutkan dalam Undang-Undang PT

adalah sebagai berikut: 43

1) Perseroan tertutup ( PT biasa)

Perseroan tertutup ( PT biasa) adalah jenis perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor PT tersebut, yaitu badan hukum yang merupakan ersekutuan modal, didirikan bedasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Modal dasar Perseroan Tertutup minimal sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Namun, undang-undang atau peraturan pelaksana yang mengatur bidang usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal dasar PT yang berbeda dari ketentuan yang telah ditetapkan tersebut.

2) Perseroan Terbuka (PT Tbk)

Perseroan Terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham di pasar modal, sesuai dengan ketentuan peraturan

43

Adib Bahari, Paduan Mendirikan Perseroan Terbatas (Jakarta: Pustaka yustisia, 2013),


(35)

perundang-undangn di bidang pasar modal. Perseroan terbuka menjual sahamnya

kepada masyarakat melalui pasar modal (go public). Jadi, sahamnya ditawarkan

kepada umum, diperjualbelikan melalui bursa saham dan setiap orang berhak membeli saham tersebut. Tanda lahiriah yang mudah dipahami oleh masyarakat adalah dalam penyebutan nama PT selalui didahului ole frasa “Perseroan Terbatas” atau disingkat PT dan diakhiri dengan tambahan singkatan Tbk. Misalnya PT Indosat Tbk.

Pendirian perseroan terbatas di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang PT. Perseroan terbatas didirikan dengan perjanjian dengan minimum oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Setiap

pendiri (sharenholder) perseroan wajib mengambil bagian berupa saham-saham

pada saat perseroan didirikan. Dalam pembuatan perjanjian pendirian perusahaan atau akta pendirian perusahaan pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan

surat kuasa.44

Perseroan terbatas sebagai recht persoon harus mempunyai nama dan

tempat kedudukan dalam wilayah negara republik Indonesia (ditentukan dalam akte pendirian dan segala perubahan anggaran dasar). Dalam rangka menjalankan kegiatan usahanya dan melakukan perbuatan hukum tertentu (surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh perseroan, barang cetakan, dan perjanjian)

perseroan harus menyebutkan nama dan alamat lengkap perseroan.45

Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan. Untuk

44

Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri,

2007), hlm. 27.

45


(36)

memperoleh Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai pengesahan badan hukum atas perseroan terbatas, pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

tersebut dengan mengisi format isian yang sekurang-kurangnya memuat:46

1) Nama dan tempat kedudukan perseroan

2) Jangka waktu pendirian perseroan

3) Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan

4) Jumlah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor

5) Alamat lengkap perseroan

Pengisian format isian tersebut harus didahului dengan pengajuan nama perseroan. Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum pendirian perseroan terbatas pendiri hanya dapat memberi kuasa badan hukum pendirian perseroan terbatas kepada notaris. Apabila format isian dan keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Namun dalam hal permohonan pemberian pengesahan status badan hukum pendirian perseroan tidak sesuai format isian dan keterangan mengenai dokumen pendukung untuk memperoleh Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang pengesahan badan hukum yang telah

46


(37)

ditentukan, maka selanjutnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia langsung

memberikan penolakan dan alasanya.47

Paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak keberatan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat yang dilampiri dokumen pendukung. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia segera menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum perseroan yang ditandatangani secara elektronik, apabila semua persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, maka Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam waktu paling lama 14 (empat belas hari) akan menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum

perseroan yang ditandatangani secara elektronik.48

Permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum pendirian perseroan terbatas, yang ditetapkan menggunakan sistem elektronik ini juga berlaku untuk pengajuan permohonan persetujuan segala perubahan tentang anggaran dasar dan keberatannya. Namun dengan pertimbangan banyak daerah-daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang belum memiliki fasilitas atau tidak dapat digunakannya jaringan elektronik tetap menggunakan sisitem manual.

Untuk permasalahan ini akan ditentukan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.49

Menurut Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang PT, Menteri mengumumkan perseroan terbatas tersebut dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (TBNRI). Tujuan perseroan terbatas diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (TBNRI) agar masyarakat mengetahui bahwa perseroan

47

Sujud Margono, Op.Cit.,hlm. 31.

48

Ibid, hlm. 32.

49


(38)

secara hukum tersebut telah sah keberadaannya dan dapat melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan terbatas yang

dimaksud.50

Perbuatan hukum (kegiatan usaha) yang dilakukan atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri, semua anggota dewan komisaris perseroan dan terhadap mereka semua bertanggung jawab secara tagging renteng atas perbuatan hukum tersebut. Apabila perbuatan hukum dilakukan oleh pendiri untuk dan atas nama perseroan tetapi belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tangggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat perseroan. Namun apabila dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak perseroan memperoleh status badan hukum, perseroan tersebut mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) dan selanjutnya RUPS menyetujui perbuatan hukum tersebut diatas, maka karena hukum perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab peseroan setelah perseroan

menjadi badan hukum.51

Ketentuan hukum yang menjadi landasan operasional koperasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak hanya sebatas pada konstitusi (UUD 1945), mulai dari Pedoman Kebijaksanaan Publik di sektor ekonomi (GBHN), peraturan dasar (UU), peraturan teknis pelaksanaan tentang perkoperasian (PP, Kepres, Kepmen), sampai dengan berbagai aspek dan asas hukum yang sering

b. Koperasi

50

Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Perseroan

Terbatas (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 27. 51


(39)

disebut dengan lex generalis dalam hukum perdata punmenjadi dasar kegiatan

berkoperasi.52

Berdasarkan defenisi diatas , maka koperasi Indonesia mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (selanjutnya disebut Undang-Undang Perkoperasian), pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 bagian kesatu, dinyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagi gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

53

1) Adalah suatu badan usaha yang pada dasarnya untuk mencapai suatu

tujuan memperoleh keuntungan ekonomis. Oleh karena itu koperasi diberi peluang untuk bergerak di segala sektor perekonomian, dimana saja dengan mempertimbangkan kelayakan usaha.

2) Tujuannya harus berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, untuk

meningkatkan usaha dan kesejahteraannya. Oleh karena itu pengelolaan koperasi harus dilakukan secara produktif, efektif dan efesien, sehingga mampu mewujudkan pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat sebesar-besarnya kepada anggota.

3) Keanggotaan koperasi bersifat sukarela tidak boleh dipaksakan oleh

siapapun dan bersifat terbuka yang berarti tidak ada pembatasan ataupun diskriminasi dalam bentuk apapun.

52

Andjar Pachta W.,et al, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian,

dan Modal Usaha (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 75.

53

R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia (Jakarta: Raja


(40)

4) Pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota yang memegang serta melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Karena pada dasarnya anggota koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.

5) Pembagian pendapatan atau sisa hasil usaha dalam koperasi ditentukan

berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota kepada koperasi, dan balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota adalah terbatas. Artinya tidak melebihkan suku bunga yang berlaku dipasar dan tidak semata-mata didasarkan atas besarnya modal yang diberikan.

6) Koperasi berprinsip mandiri. Ini mengandung arti bahwa koperasi dapat

berdiri sendiri tanpa tergantung pada pihak lain, memiliki kebebasan yang bertanggung jawab, memiliki otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri dan keinginan mengelola diri sendiri.

Ketentuan 16 Undang-Undang Perkoperasian dinyatakan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya . sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut, mengenai jenis koperasi ini diuraikan seperti antara lain: koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa. Untuk koperasi yang dibentuk oleh golongan-golongan fungsional seperti pegawai negeri, ABRI, bukanlah suatu jenis koperasi tersendiri. Mengenai penjenisan koperasi ini dapat ditinjau dari berbagai sudut pendekatan, jika ditinjau berdasarkan pendekatan sifat khusus dari aktivitas dan kepentingan ekonominya maka dikenal jenis-jenis


(41)

koperasi antara lain koperasi batik, bank koperasi, koperasi asuransi dan

sebagainya.54

Koperasi sebagi suatu badan usaha adalah merupakan suatu bentuk perhimpunan orang/orang dan badan hukum koperasi dengan kepentingan yang sama.Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang biasanya telah tertuang dalam undang-undang maupun peraturan koperasi antara lain adalah sebagi berikut:

55

1) Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus memiliki kepentingan

ekonomi yang sama

2) Orang yang akan mendirikan koperasi harus memiliki tujuan yang sama

3) Harus memenuhi syarat jumlah minimum anggota , seperti telah

ditentukan oleh pemerintah

4) Harus memenuhi persyaratan wilayah tertentu, seperti telah ditentukan

oleh pemerintah

5) Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi

Setelah persyaratan tersebut telah ada, maka orang-orang yang memprakaarsai pembentukan koperasi tersebut mengundang untuk rapat pertama, sebagai rapat pendirian koperasi. Konsep anggaran dasar koperasi seharusnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh panitia pendiri, yang nantinya dibahas dan disahkan dalam rapat pendirian. Dalam konsep anggaran dasar tersebut para

pendiri wajib memuat sekurang-kurangnyadaftar nama pendiri, nama dan tempat

kedudukan, jenis koperasi, maksud dan tujuan serta bidang usaha, ketentuan mengenai keanggotaan, ketentuan mengenai rapat anggota, ketentuan mengenai

54

Ibid, hlm.66.

55


(42)

pengelolaan, ketentuan mengenai permodalan, ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya, ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha, ketentuan mengenai

saksi.56Dalam rapat pendirian ini selain disahkan anggaran dasar koperasi juga

dibentuk pengurus dan pengawas. Akta pendirian atau anggaran dasar suatu koperasi yang dibuat (autentik) oleh dan ditandatangani di hadapan notaris harus dicantumkan nama-nama anggota atau orang-orang (yang dipercayai dan ditunjuk) untuk duduk dalam organ manajemen koperasi, seperti: pengurus, pengelola, dan pengawas yang bersedia menjalankan usaha koperasi. Selanjutnya setelah semua pendiri masing-masing menandatangani berita acara (minuta) pendirian atau anggaran dasar koperasi di hadapan notaris, maka notaris dalam waktu yang tidak terlalu lama (umumnya 1 (satu) minggu) akan memberikan

salinan akta tersebut kepada semua anggota pendiri.57

Badan hukum koperasi dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang secara tertulis disertai akta pendirian koperasi dan berita acara rapat pendirian koperasi, dalam jangka paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, pejabat yang bersangkutan harus memberikan putusan apakah permohonan itu diterima atau

Operasional koperasi beserta kelengkapannya telah dapat berjalan sejak hari ditandatanganinya minuta pendirian anggaran dasar koperasi dihadapan notaris tersebut. Dengan kata lain, koperasi tersebut dapat dikatakan telah terbentuk , berdiri dan dapat menjalankan kegiatannya akan tetapi sebatas ini koperasi tersebut belum memiliki status badan hukumnya.

56

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

57


(43)

ditolak. Setelah permohonan pengesahan tersebut diterima, maka sejak saat itu koperasi berstatus sebagai badan hukum. Pengesahan ini ditandai dengan diumumkannya pendirian koperasi tersebut ke dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Diperolehnya status sebagai badan hukum maka secara hukum, koperasi

tersebut telah diakui keberadaannya sebagai orang (person) yang mempunyai

kecakapan untuk bertindak, memiliki wewenang untuk mempunyai harta kekayaan, melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti: membuat perjanjian, menggugat dan menggugat di muka pengadilan dan sebagainya. Sehingga dengan demikian, sebagai suatu badan hukum maka koperasi adalah juga merupakan

subyek hukum.58

1) Tidak ada ketentuan tentang besarnya modal minimal

c. Usaha Bersama

Pada dasarnya, jenis badan Usaha Bersama (mutual) dapat dikategorikan

sebagai persekutuan perdata (maatschaap), namun jenis ini tidak berbadan

hukum. Persekutuan Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652, dan jika dilihat dari sifatnya, Usaha Bersama memenuhi kualifikas sebagai persekutuan perdata karena:

2) Dasar pembentukannya adalah perjanjian timbal balik

58


(44)

3) Adanya inbreng artinya masing-masing sekutu diwajibkan memasukkan uang, barang-barang dan lainnya ataupun kerajinannya ke dalam perseroan itu

4) Dengan tujuan membagi keuntungan di antara orang-orang yang terlibat

5) Bidang usahanya tidak dibatasi.59

Peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang bentuk badan usaha bersama sampai saat ini belum ada. Akan tetapi Undang-Undang Perasuransian memberikan pengaturan mengenai badan usaha berbentuk usaha bersama masih dapat tetap melakukan atau menjalankan kegiatan usahanya, akan tetapi pendirian perusahan baru dalam bentuk usaha bersama sudah tidak diperbolehkan lagi. Berdasarkan Undang-Undang Perasuaransian maka usaha bersama dinyatakan sebagai badan hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (2).

4. Izin usaha perasuransian

Undang-Undang Perasuransian memberikan perubahan kewenangan dalam pemberian izin, sebelum diundangkanya Undang-Undang Perasuransian, setiap pihak atau badan usaha yang akan melakukan kegiatan usaha di bidang usaha perasuransian wajib memperoleh izin menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial ( Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian). Khusus bagi Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial, fungsi dan tugas sebagai penyelenggara program tersebut dituangkan dalam Peraturan

59

Badan Hukum Usaha Bersama Mutual Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, http://hukum.kompasiana.com/2014/04/09/ (diakses tanggal 4 Maret 2015).


(45)

Pemerintah. Ini berarti bahwa pemerintah memang menugaskan Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu Program Asuransi Sosial yang telah diputuskan untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu Badan Usaha Milik Negara Tersebut tidak perlu memperoleh izin dari Menteri Keuangan.

Setelah Undang-Undang Perasuransian berlaku, maka segala kegiatan perasuransian diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan. Setiap Pihak dan badan usaha yang akan melakukan kegiatan usaha di bidang usaha perasuransian wajib terlebih dahulu mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian). Baik dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas, Koperasi maupun Usaha Bersama agar dapat melakukan kegiatan usaha di bidang usaha perasuransian harus mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuanagn. Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dipenuhi

persyaratan mengenai :60

a. anggaran dasar

b. susunan organisasi

c. modal disetor

d. dana Jaminan

e. kepemilikan

f. kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan Pengendali

g. kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan komisaris, atau yang setara

dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan auditor internal

h. tenaga ahli

i. kelayakan rencana kerja

j. kelayakan sistem manajemen risiko

k. produk yang akan dipasarkan

l. perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan kebijakan pengalihan

sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha

60


(46)

m.infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan

n. konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, dalam hal

terdapat penyerlaan langsung pihak asing dan

o. hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha yang sehat.

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan usaha antara lain berupa persyaratan kompetensi atau keahlian di bidang Usaha Perasuransian sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan termasuk bagi pengurus dan tenaga ahli asing.

Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolak permohonan izin usaha Perusahaan Perasuransian paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.Hal ini berbeda dengan undang-undang yang lama karena pada undang-undang yang lama tidak ada diatur tentang batas waktu mengenai persetujuan atau penolakan permohonan izin asuransi melainkan diatur di dalam

Peraturan-Pemerintah. Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan

izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan harus dilakukan secara tertulis dengan disertai alasannya. Dalam hal pembukaan kantor cabang

Undang-Undang Perasuransian juga menentukan beberapa ketentuan:61

a. Perusahaan Perasuransian wajib melaporkan setiap pembukaan kantor di

luar kantor pusatnya kepada Otoritas Jasa Keuangan.

b. Kantor Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan

reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah di luar kantor pusatnya yang memiliki kewenangan untuk membuat keputusan mengenai penerimaan atau penolakan pertanggungan dan/ atau keputusan mengenai penerimaan atau penolakan klaim setiap saat wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan.

c. Perusahaan Perasuransian bertanggung jawab sepenuhnya atas setiap

kantor yang dimiliki atau dikelolanya atau yang pemilik atau pengelolanya diberi izin menggunakan nama Perusahaan Perasuransian yang bersangkutan.

61


(47)

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Dari ketentuan diatas dapat dilihat sangat jelas bahwa Otoritas Jasa Keuangan memiliki wewenang yang besar terhadap proses pendirian perusahaan asuransi di Indonesia.

5. Pengaturan dan pengawasan usaha perasuransian

Saat ini tugas pengaturan dan pengawasan terhadap industri perasuransian berada di bawah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian disebutkan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengaturan, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan peraturan perundang- undangan di bidang perasuransian dan dalam Pasal 60 ayat (2) disebutkan dalam rangka

pelaksanaan fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan berwenang:62

a. Menyetujui atau menolak memberikan izin Usaha Perasuransian

b. Mencabut iain Usaha Perasuransian

c. Menyetujui atau menolak memberikan pemyataarl pendaftaran bagi konsultan

aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian

d. Membatalkan pemyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik,

penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian

e. Mewajibkan Perusahaan Perasuransian menyampaikan laporan secara berkala

f. Melakukan pemeriksaan terhadap Perusahaan Perasuransian dan pihak lain

yang sedang atau pernah menjadi pihak terafiliasi atau memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian

g. Menetapkan Pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi

Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah

h. Menyetujui atau mencabut persetujuan suatu Pihak menjadi Pengendali

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau peru sahaan reasuransi syariah

62


(48)

i. Mewajibkan suatu Pihak untuk berhenti menjadi Pengendali dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau peru sahaan reasuransi syariah

j. Melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap direksi, dewan

komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris peru sahaan, auditor internal, dan Pengendali

k. Menonaktifkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan

dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah, dan menetapkan Pengelola Statuter

l. Memberi perintah tertulis kepada:

1) Pihak tertentu untuk membuat laporan mengenai hal tertentu, atas biaya

Perusahaan Perasuransian dan disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan

2) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,

atau perusahaan reasuransi syariah untuk mengalihkan seba gran atau seluruh portofolio pertanggungannya kepada Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah lain

3) Perusahaan Perasuransian untuk melakukan atau tidak melakukan hal

tertentu guna memenuhi ketentuar peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian

4) Perusahaan Perasuransian untuk memperbaiki atau menyempurnakan sistem

pengendalian intern untuk mengidentifrkasi dan menghindari pemanfaatan Perusahaan Perasuransian untuk kejahatan keuangan

5) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah untuk menghentikan

pemasaran produk asuransi tertentu dan

6) Perusahaan Perasuransian untuk menggantikan seseorang dari jabatan atau

posisi tertentu, atau menunjuk seseorang dengan kualifikasi tertentu untuk menempati jabatan atau posisi tertentu, dalam hal orang tersebut tidak kompeten, tidak memenuhi kualifrkasi tertentu, tidak berpengalaman, atau melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perasuransian

7) Mengenakan sanksi kepada Perusahaan Perasuransian, pemegang saham,

direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan/atau auditor internal; dan

m. Melaksanakan kewenangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pengaturan dan pengawasan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan pada usaha perasuransian tersebut jika dilihat lebih baik dan lebih jelas dibandingkan dengan undang-undang perasuransian yang lama.


(49)

C. Pencabutan Izin Perusahaan Perasuransian

Usaha perasuransian merupakan satu jenis usaha di bidang jasa yang memberikan jasa proteksi. Oleh karena itu dalam tata kehidupan pada umumnya, sehingga mempunyai karakter yang khusus di bandingkan dengan jenis usaha lain. Mengingat sifatnya yang khusus tadi, maka pada usaha ini perlu diatur secara

khusus mengenai pembinaan dan pengawasannya.63

Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian serta peraturan pelaksananya yang berkenaan dengan perizinan usaha, kesehatan keuangan, penyelenggaraan usaha, penyampaian laporan, pengumuman neraca dan penghitungan laba rugi tentang pemeriksaan langsung dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha sanksi pencabutan

izin usaha.64 Sanksi pembatasan kegiatan usaha dapat dilakukan antara lain dalam

bentuk: 65

1. Larangan melakukan penutupan pertanggungan baru bagi Perusahaan

Asuransi;

2. Larangan melakukan penutupan pertanggungan ulang yang baru bagi

Perusahaan Reasuransi;

3. Larangan melakukan jasa keperantaraan bagi Perusahaan Pialang Asuransi

dan Perusahaan Pialang Reasuransi;

63

Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi (Jakarta: Sinar Grafika,

1995), hlm. 246.

64

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm.46.

65

Penjelasan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian


(50)

4. Larangan melakukan jasa konsultasi aktuaria bagi Perusahaan Konsultan Aktuaria;

5. Larangan melakukan jasa penilaian kerugian bagi Perusahaan Penilai

Kerugian Asuransi;

6. Larangan melakukan jasa pemasaran bagi Agen Asuransi.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian memberikan kepada Otoritas Jasa Keuangan kewenangan mengenakan sanksi administratif kepada Setiap Orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan ini dan peraturan pelaksanaannya. Sanksi administratif

sebagaimana dimaksud adalah:66

1. Peringatan tertulis

2. Pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha

3. Larangan untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah

untuk lini usaha tertentu

4. Pencabutan izin usaha

5. Pembatalan pernyataan pendaftaran bagi pialang asuransi, pialang reasuransi,

dan agen asuransi

6. Pembatalan pernyataan pendaftaran bagi konsultan alrtuaria, akuntan publik,

penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa bagi perusahaan perasuransian

7. Pembatalan persetujuan bagi lembaga mediasi atau asosiasi

8. Denda administratif

66


(51)

9. Larangan menjadi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, pengendali, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud pada perusahaan perasuransian.

Untuk pencabutan izin perusahaan perasuransian dapat dilakukan karena beberapa hal yaitu :

1. Pembubaran perusahaan

Perusahaan Perasuransian yang menghentikan kegiatan usahanya wajib terlebih dahulu melaporkan rencana penghentian kegiatan usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan, setelah menyelesaikan seluruh kewajibannya, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha Perusahaan Perasuransian yang bersangkutan. Setelah dicabut izinya maka perusahaan tersebut harus

menghentikan segala kegiatan usahanya.67

2. Keadaan berbahaya

Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai kondisi Perusahaan Perasuransian membahayakan kepentingan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, Otoritas Jasa Keuangan dapat mengenakan sanksi pencabutan izin

usaha tanpa didahului pengenaan sanksi administratif yang lain.68

3. Tidak menjalankan usaha

67

Pasal 42 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

68


(52)

Izin usaha Perusahaan Perasuransian dapat dicabut apabila, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal izin usaha ditetapkan, Perusahaan

Perasuransian yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatannya.69

4. Sanksi administratif

Pencabutan izin perusahaan perasuransian karena sanksi administratif

dilakukan dengan melalui beberapa tahap yaitu:70

a. Apabila Perusahaan Perasuransian tidak menyampaikan laporan keuangan

tahunan dan laporan oprasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan penghitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan maka perusahaan perasuransian tersebut dikenakan denda administratif untuk setiap harinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur. Pengenaan denda denda administratif berakhir pada saat pembayaran denda ke kantor Perbendaharaan dan Kas Negara yang diikuti dengan penyampaian laporan keuangan tahunan dan atau laporan oprasional tahunan dan atu penghitungan laba rugi yang dimaksud

selambat-lambatnya dalam dua hari kerja. Dalam hal laporan keuangan

tahunan dan atau laporan operasional tahunan telah disampaikan dan atau neraca dan perhitungan laba rugi telah diumumkan tetapi perusahaan yang bersangkutan belum membayar denda administratif, denda tersebut dinyatakan ' sebagai hutang kepada negara yang harus dicantumkan dalam neraca perusahaan yang bersangkutan.

69

Pasal 10 Peraturan-Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

70

Bab VIII Peraturan-Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.


(53)

b. Setelah diketahui adanya pelanggaran tersebut diatas, maka Menteri Keuangan ( sekarang Otoritas jasa Keuangan) melakukan pengenaan sanksi peringatan. Pengenaan sanksi peringatan, sebagaimana dimaksud dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu paling lama masing-masing 1 (satu) bulan. Dalam hal perusahaan telah dikenakan sanksi peringatan terakhir, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah peringatan dimaksud perusahaan tetap tidak memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan, perusahaan yang bersangkutan dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha.

c. Sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud berlaku sejak

tanggal ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan. Dalam hal Menteri keuangan (Otoritas Jasa Keuangan) menilai diperlukan adanya suatu rencana kerja dalam rangka mengatasi penyebab dari sanksi pembatasan kegiatan usaha pada saat penetapan pembatasan kegiatan usaha Menteri (Otoritas Jasa Keuangan) dapat memerintahkan penyusunan rencana kerja yang harus disampaikan kepada Menteri keuangan (Otoritas Jasa Keuangan) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. Dalam hal Perusahaan Perasuransian dapat mengatasi penyebab dari sanksi pembatasan kegiatan usaha dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud sanksi pembatasan kegiatan usaha. Dalam hal Perusahaan Perasuransian tidak dapat mengatasi penyebab dari sanksi pembatasan kegiatan usaha dalam jangka waktu yang telah ditentukan, atau dari pelaksanaan rencana kerja dalam jangka waktu sampai berakhirnya sanksi, maka disimpulkan bahwa


(54)

perusahaan tidak mampu atau tidak bersedia mengatasi penyebab dari sanksi tersebut, Menteri keuangan (Otoritas Jasa Keuangan) mencabut izin usaha perusahaan perasuransian yang bersangkutan


(55)

A. Penanaman Modal Asing Di Indonesia

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dalam Pasal 1 ayat (3) menyebutkan Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Secara historis keberadaan penanaman modal asing di Indonesia sebenarnya bukan merupakan fenomena yang baru, mengingat modal asing sudah hadir di Indonesia sejak zaman kolonial dulu. Namun tentunya kehadiran penanaman modal asing pada masa kolonial berbeda dengan masa setelah kemerdekaan, karena tujuan dari penanaman modal asing di masa kolonial tentu didedikasikan untuk kepentingan pihak penjajah dan bukan untuk kesejahteraan bangsa

Indonesia71

Pentingnya peranan penanaman modal asing dalam pembangunan ekonomi di Indonesia juga terefleksi dalam tujuan yang tertera dalam Undang-Undang Penanaman Modal sebagai landasan hukum positif bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia. Dalam Undang-Undang Penanaman Modal tujuan

penyelenggaraan penanaman modal disebutkan antara lain:72

71

David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia (Jakarta:

Kencana, 2013), hlm. 1.

72


(1)

PT). Jika Pengambilalihan tersebut dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan, sebelumnya direksi harus mendapat persetujuan RUPS dahulu sebelum melakukan perundingan dan kesepakatan pembelian saham yang langsung dari pemegang saham.

b. Pengumuman rencana kesepakatan

Tahap selanjutnya, walaupun Pengambilalihan saham tersebut langsung melalui pemegang saham dan tidak menyusun rancangan pengambilalihan dahulu namun tetap harus mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perseroan yang akan melakukan pengambialihan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Hal ini dilakukan berdasarkan Pasal 127 ayat (8) Undang-Undang PT dimana ketentuan tersebut berlaku mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham dalam perseroan.

c. Pengajuan keberatan kreditor

Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pengumuman mengenai pengambilalihan sesuai dengan rancangan tersebut


(2)

langsung dari pemegang saham, Pasal 131 ayat (2) Undang-Undang PT menyebutnya akta pemindahan hak atas saham

e. Pemberitahuan kepada menteri

Menurut Pasal 131 ayat (2) Undang-Undang PT, Salinan akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.

f. Pengumuman hasil pengambilalihan

Berdasarkan Pasal 133 ayat (2) Undang-Undang PT, Direksi Perseroan yang sahamnya diambil alih wajib mengumumkan hasil Pengambilalihan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, kewajiban untuk mengumumkan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.

Berdasarkan hal diatas dapat dilihat bahwa pengalihan saham pada perusahaan perasuransian pada dasarnya masih menggunakan peraturan yang ada dalam Undang-Undang PT, akan tetapi dalam pengalihan saham perusahaan asuransi, pengalihan dapat dilakukan apabila telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan sebgai pengatur dan pengawas usaha perasuransian di Indonesia.


(3)

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perizinan Pendirian perusahaan asuransi di Indonesia mengalami perubahan terhadap pihak yang berwenang memberi izin setelah dikeluarkannya Undang-Undang Perasuransian, di dalam Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian izin pendirian Perusahaan Asuransi diberikan oleh Menteri Keuangan,akan tetapi setelah Undang-Undang Perasuransian dikeluarkan Izin Pendirian Perusahaan Asuransi diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian bahwa Setiap Pihak yang melakukan Usaha Perasuransian wajib terlebih dahulu mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan .

2. Regulasi Penanaman Modal asing di bidang usaha asuransi saat ini masih lemah, peraturan-peraturan yang ada mengenai penanaman modal asing saat ini hanya mengatur pada saat pendiriaan perusahaan dan pemberian izin saja, belum ada regulasi yang mengatur bagaimana perusahaan asuransi yang didalamnya terdapat penyertaan modal asing pada saat perusahaan itu


(4)

perusahaan asuransi terhadap asing hanya pada saat pendiriaan saja yaitu maksimal 80%, undang-undang belum mengatur tentang pembatasan pengalihan saham yang terjadi pada saat perusahaan asuransi dijalankan, sehingga hal ini memungkinkan pihak asing untuk memiliki saham perusahaan asuransi patungan melebihi 80%.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Beralihnya wewenang pemberian izin pendirian perusahaan asuransi sebaiknya dapat memberi perubahan yang baik pada industri asuransi tanah air, dimana pengalihan wewenang ini hendaknya dapat memberikan kepastian hukum bagi para investor yang akan melakukan investasi di bidang usaha asuransi

2. Regulasi yang lemah di pada penanaman modal asing di bidang usaha asuransi tentu akan memberikan keraguan bagi investor untuk melakukan investasi. Otoritas Jasa keuangan sebagai pihak yang berwenang melakuakan pengaturan sebaiknya lebih memperbaiki regulasi yang ada pada penenaman modal asing di bidang usaha asuransi, peraturan-peraturan yang ada sebaiknya segera di perbaharuai karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada 3. Pembatasan kepemilikan saham asing pada perusahaan asuransi patungan

sebaiknya segera dilakukan baik pada saat pendirian maupun setelah peruasahaan asuransi beroprasi, karena melihat pasar di Indonesia yang begtu besar tentu akan menarik semakin banyak investor asing yang akan melakukan investasi pada bidang usaha asuransi di Indonesia. Hal ini tentu akan menjadi


(5)

permasalahan baru bagi investor dalam negeri apabila pemerintah tidak tanggap dalam melakukan pembatasan kepemilikan saham asing mengingat lemahnya modal yang dimiliki oleh investor dalam negeri dibandingkan dengan investor asing.


(6)

A. BUKU

Adjie, Habib. Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip, dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas. Bandung: Mandar Maju.2008.

Bahari, Adib. Paduan Mendirikan Perseroan Terbatas. Jakarta: Pustaka Yustisia. 2013.

Fuady, Munir. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2002.

Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo.2000.

Harahap, M. Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika. 2009. Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar

Grafika. 1995.

Hartono, Sunaryati. Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing (PMA) Di Indonesia. Bandung: Bina Cipta. 1970.

Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Kencana.2004.

K Harjono, Dhaniswara. Hukum Penanaman Modal. Jakarta: PT. Rajagrfinado Persada. 2007.

Kairupan , David. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2013.

M Balfas, Hamud. Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: PT.Tatanusa. 2006. Margono, Sujud. Hukum Perusahaan Indonesia. Jakarta: Novindo Pustaka

Mandiri. 2008.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2006.

Nasarudin, M Irsan., et.al. Aspek Hukum Pasar Modal. Jakarta: Kencana. 2008. Panjaitan, Hulman dan Anner Mangatur Sianipar. Hukum Penanaman Modal

Asing. Jakarta: Indhillco. 2008.

Rokhmatussa’dyah, Ana dan Suratman. Hukum Investasi dan Pasar Modal. Jakarta: Sinar Grafika.2010.