T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemanfaatan Media Video untuk Pemahaman Konsep Berteman pada Tunagrahita Ringan: Studi di Sekolah Luar Biasa Negeri Salatiga T1 Full text

PEMANFAATAN MEDIA VIDEO UNTUK PEMAHAMAN
KONSEP BERTEMAN PADA TUNAGRAHITA RINGAN
(STUDI DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SALATIGA)
Artikel Ilmiah

Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Oleh:
Supin Adiwijaya
NIM: 702013028

Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2017

i


ii

iii

iv

1. Pendahuluan
Pada Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara [1].
Untuk mencerdaskan kehidupan suatu bangsa, maka seluruh warga Negara
atau anggota masyarakat berhak mendapatkan pendidikan yang layak, termasuk
penyandang disabilitas. Undang-undang No. 4 tahun 1997 menegaskan bahwa
penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki
kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak
dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada
pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh : (1)

pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan
dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan , pendidikan, dan
kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan
dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5)
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6)
hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan
sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat [2].
Penyandang disabilitas yang dimaksud, adalah termasuk anak tunagrahita.
Pendidikan bagi anak tunagrahita (Intellenctual Disabillity), bertujuan untuk
mengembangkan potensi yang masih dimiliki secara optimum. Mereka
diharapakan dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
dimana mereka berada, meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain
dan terlebih dapat mempunyai keterampilan khusus untuk mengatasi berbagai
keterbatasanya [3]. Salah satu kemampuan sosial yang mereka harus miliki
adalah kemampuan berteman dengan baik. Tunagrahita butuh dukungan sosial
seperti perhatian kepedulian, penghargaan, rasa nyaman, ketenangan dan
penerimaan dilingkungannya. Hal itu biasanya diterima dalam pergaulan dengan
teman sebaya [4]. Sehingga diharapkan dengan kemampuan memahami
bagaimana berteman yang baik, mereka dapat menyesusaikan diri dengan

lingkungan di sekitar mereka.
Di Sekolah Luar Biasa (SLB) negeri salatiga, kemampuan sosial ini juga
diajarkan. Hasil observasi menunjukan bahwa anak-anak tunagrahita ringan yang
telah mengikuti pembelajaran di sekolah khusus,belum menunjukkan
perkembangan yang diharapkan secara khusus dalam kemampuan untuk berteman
dengan baik, sebagai contoh anak tunagrahita ringan yang telah mengikuti
program pendidikan sampai kelas VI, ternyata belum menunjukkan kemampuan
itu. Masih terlihat cara berteman yang rendah dengan kerja sama dan bermain
bersama, teramati bahwa masih begitu sering ada yang mau menang sendiri.
Sering menganggu dan memakai kekerasan, serta belum berinisiatif untuk
bermain bersama padahal supaya anak tunagrahita punya kemampuan sosial yang

1

baik mereka harus terus diajarkan secara khusus dan dilatih terus menerus, dan
tidak bisa mengharapkan mereka akan paham sendiri tentang kemampuan
berteman dan pergaulan, karena keterbatasan mereka.
Hasil wawacara dengan guru kelas mengatakan bahwa, untuk
pembelajaran dikelas dan mengajarkan kemampuan serta berbagai keterampilan
sosial tunagrahita guru belum banyak memakai media atau memanfaatkan

teknologi. Karena guru melihat lebih optimal pembelajaran yang dilakukan
dengan cara pendekatan percakapan sehari-hari atau intaksi langsung dengan
memberi contoh yang ada dilingkungan sekitar. Sehingga kelas pembelajaran
masih memakai metode ceramah dengan pemberian contoh dalam pembelajaran
dan melalui percakapan dan pedekatan pribadi, hal ini dapat dipahami sebagai
cara guru yang harus menyesuaikan kondisi belajar anak tunagrahita ringan yang
berbeda secara individu. Suhaeri dan purwanto, dalam Zaenal Alimin
mengatakan bahwa keadaan seperti ini terjadi karena adanya kesenjangan antara
program pendidikan yang disediakan dengan kebutuhan anak. Namun berakibat
pada adanya situasi belajar yang hanya mengedepankan aspek akademis Formal,
dan agak sulit untuk memberi waktu secara optimal untuk memperhatikan dan
memenuhi kondisi belajar individu anak tunagrahita yang berbeda [3].
Hasil Penelitian dari Nadya putri, mengatakan bahwa pemanfaatan
teknologi seperti media elektronik video dalam pemebelajaran dapat
meningkatkan pengenalan konsep anak tunagrahita terhadap alat musik daerah
[5].Penelitian tentang pemanfaatan video ini untuk memperkenalkan pengetahuan
yang berkaitan dengan benda-benda yang ada di sekitar seperti alat musik. Seperti
yang dikatakan oleh Rusman, Kurniawan & Riyana, bahwa dunia pendidikan
harus terus berupaya menyesuaikan diri dengan tuntutan global dimana
perkembangan teknologi semakin pesat, dan meminta peningkatan mutu

pendidikan lewat penyesuaian ini yaitu Penggunaan Teknologi informasi dan
komunikasi juga dapat menjangkau pembelajaran bagi anak-anak tunagrahita
ringan [6]. Karena prinsip-prinsip pembelajaran Pastinya diberlakukan, seperti
adanya
kurikulum, tujuan pembelajaran, metode media evaluasi. Anak
Tunagrahita Ringan membutuhkan strategi dan metode pembelajaran khusus juga,
dalam hal ini penggunaan teknlogi sepeerti video. Media video diharapkan dapat
membantu pembelajaran bagi anak tunagrahita ringan karena video dapat diatur
keras lemahnya suara dapat diputar berulang-ulang. Jika guru melihat kondisi
mereka membutuhakan itu. Guru dapat memberhentikan video jika dibutuhkan
sehingga dapat menekan bagian pentig dari pembelajaran [5].
Tetapi apakah pemakaian video dalam pembelajaran dapat optimal untuk
membantu memhami konsep berteman dengan baik pada anak tunagrahita,
meningat keterbatasan kecerdasan untuk memahami dan kemampuan adaptasi
sosial mereka terhambat? Dengan Kondisi pembelajaran di SDLB N Salatiga
seperti yang dipaparkan sebelumnya, maka permasahan adalah, apakah
pembelajaran dengan memanfaatkan perkembangan teknologi seperti video dapat
membantu anak tunagrahita ringan memahami konsep berteman? Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemanfaatan video dalam
pembelajaran dapat membantu anak tunagrahita ringan memahami konsep

berteman.

2

2. Studi Pustaka
Penelitian terdahulu
Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini yaitu dari Nadya
Putri. berjudul: “Efektifitas Penggunaan Media Video Untuk Meningkatkan
Pengenalan Alat Musik Daerah Pada Pembelajaran Ips Bagi Anak Tunagrahita
Ringan Di Sdlb 20 Kota Solok” Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
Pelaksanaan Pengenalan Alat Musik Daerah Pada Pembelajaran Ips Bagi Anak
Tunagrahita Ringan lebih mudah untuk mereka pahami [5].
Kemudian penelitian dari Gina E.P, Tentang pengembangan Media Video
Mata pelajaran Keterampilan Menyulam, Untuk Siswa Tunagrahita Ringan Kelas
XXI DI SMA Luar Biasa Negeri 1 Yogyakarta [4]. Pada penelitian sebelumnya
pemakaian video dalam pembelajaran anak tunagrahita adalah untuk
memperkenalkan benda yaitu alat musik daerah dan untuk tutorial keterampilan
tangan yaitu menyulam. Mengacu pada penelitian sebelumnya tentang
pemanfaatan video dalam pembelajaran, maka penelitian ini sekarang mau
mengembangkan suatu penelitian tentang pemanfaatan video dalam pembelajaran

khusus untuk melihat pemahaman anak tunagrahita, apakah video dapat
membantu tunagrahita ringan untuk mampu memahami sebuah kemampuan sosial
tentang berteman.
Tunagrahita ringan
Menurut AAMD (American Association on Mental Deficency) dalam
Wulandari. mendenfisikan anak tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki
tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 51-70, dalam penyesuaian sosial maupun
bergaul, mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan
mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil. Anak tunagrahita ringan
adala anak yang memiliki tingkat kecerdasan paling tinggi diantara semua anak
tunagrahita. Dengan angka kecerdasan tersebut, maka kapasitas belajar mereka
terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak. Mereka kurang mampu memusatkan
perhatian, mengikuti petunjuk, dan kurang mampu untuk menghindari diri dari
bahaya. Mereka cepat lupa, cenderung pemalu, kurang kreatif dan inisiatif,
perbendaharaan katanya terbatas, dan memerlukan tempo belajar yang relatif
lama. [7] Kecerdasan berpikir seorang tunagrahita ringan paling tinggi SMA anak
normal usia 12 tahun. Berdasarkan klasifikasi AAMD (American Association on
Mental Deficency) maka tunagrahita ini bisa digolongkan sebagai berikut:
Tunagrahita Ringan, Yaitu mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun
kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat namun mereka mempunyai

kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian
sosial, dan kemampuan berkerja. IQ anak tunagrahita ringan berkisar 51-70.
Dalam jurnal asing pendidikan oleh Dever Knapczyk (1997:25)
menyebutkan bahwa secara keseluruhan anak dengan kemampuan mental rendah
adalah seseorang yang membutuhkan pelatihan dan keterampilan dan tidak dapat
hidup secara terpisah dari kebanyakan orang, selalu membutuhkan bantuan dari
orang sekitarnya. Klasifikasi anak tuna grahita mampu didik dan mampu dilatih.

3

Dapat dikatakan bahwa tunagrahita ringan yaitu mereka termasuk dalam
kelompok ini meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat namun
mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran
akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan berkerja. Dalam akademik mereka
pada umumnya mampu mengikuti mata pelajaran tingkat sekolah SD, SLTPLB,
dan SMALB maupun sekolah biasa dengan program khusus dengan sesuai dengan
berat ringannya ketunagrahitaan yang disandangnya. Anak tunagrahita ringan
merupakan individu yang utuh dan unik serta memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Agar potensi anak tunagrahita dapat dikembangkan secara
optimal, mereka memerlukan layanan khsuss. Anak tunagrahita memiliki

intelegensi antara 70-50. Dampak dari ketunagrahitaan menyebabkan mereka
megalami gangguan dalam bidang akademik, menyesuaikan diri dengan
lingkungan mengalami gangguan bicara, bahasa serta emosi. Disamping itu anak
tunagrahita ringan juga kurang terampil dalam memikirkan hal-hal yang abstrak,
sehingga mereka memerlukan pembelajaran dengan hal-hal kongrit. Anak
tunagrahita ringan banyak yang lancar tetapi kurang perbendaharaan katakatanya. Mereka mengalami kesukaran berpikir abstrak, tetapi mereka masih dpat
mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus, pada
umur 16 tahun baru mencapai kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun
[5].
Karakteristik anak tunagrahita meliputi hal-hal berikut: 1) Mempunyai
dasar fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak
menyandang tunagrahita, 2) suka meniru perlakuan yang benar dari orang lain
dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan, 3)
Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri, 4) Mempunyai
permaslahan berkaitan dengan perilaku sosial, 5) Mempunyai masalah berkaitan
dengan karakteristik belajar, 6) Mempunyai masalah dalam bahasa dan
pengucapan, 7) Mempunyai masalah dalam kesahatan fisik, 8) kurang mampu
untuk berkomunikasi, 9) Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak.
Anak tunagrahita ringan pada umumnya tampang atau kondisi fisiknya
tidak berbeda dengan anak normal lainnya, mereka mempunyai IQ antara kisaran

51 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bias
dididik (diajarkan)membaca, menulis dan berhitung, anak tunagrahita ringan
biasannya bias menyelesaikan pendidiknya setingkat kelas IV SD Umum.
Karakteristik Anak Tuna Grahita Ringan, Menurut direktorat PSLB (Heri
Purwanto, 2006:10) karakteristik atau ciri anak tuna grahita dapat dilihat dari segi:
Fisik (Penampilan) (a) Hampir sama dengan anak normal (b) Kematangan
motoric lambat (c) Koordinasi gerak kurang (d) Anak tunagrhita berat dapat
dilihat Intelektual (a) Sulit mempelajari hal-hal akademik (b) Anak tunagrahita
ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun
dengan IQ antara 50-70. Sosial dan Emosi (a) Bergaul dengan anak lebih muda
(b) Suka mandiri (c) Mudah dipengaruhi (d) Kurang dinamis (e) Kurang
pertimbangan/kontrol diri (f) Kurang konsentrasi (g) Tidak dapat memimpin
dirinya maupun orang lain.
Sedangkan menurut Munawir Yusuf (2007: 9) ciri-ciri dan penampilan
anak tunagrahita ringan adalah : (1) Penampilan fisi seimbang, misalnya kepala

4

terlalu kecil/besar (2) Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia (3)
Tidak/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (4) Koordinasi gerak

kurang (gerakan sering tidak terkendali).
Video
Cheppy Riyana dalam Prihantoro, menyatakan bahwa media video
pembelajaran adalah media atau alat bantu yang menyajikan audio dan visual
yang berisi pesan-pesan pembelajaran baik yang berisi konsep, prinsip, prosedur,
teori aplikasi pengetahuan untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi
pembelajaran [8].
Karakteristek Media Video Pembelajaran
Untuk
menghasilkan media pembelajaran video yang mampu
meningkatkan motivasi dan efektifitas penggunaanya media video perlu
memperhatikan karakterisitik sebagai berikut: Video mampu memperbesar objek
yang kecil / terlalu kecil yang tidak dapat /kurang dapat dilihat oleh mata
telanjangVideo mampu memanipulasi tampilan gambar sesuai dengan tuntutan
pesan yang ingin disampaikan.Video mampu membuat objek menjadi still picture
artinya objek dapat disimpan dalam durasi tertentu, dalam keadaan diam[8].
Daya Tarik video mampu mempertahankan perhatian siswa lebih lama 1-2
jam untuk menyimak video dibandingkan hanya mendengarkan saja hanya
mampu bertahan 25-30 menit. Video mampu menampilkan objek gambar dan
informasi yang paling baru, hangat aktual, atau kekinian [8].
Pertemanan
Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau
lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan
antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan
untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati,
kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Irwan Kawi, 2010). Dengan
berteman, seseorang dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung
seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat membahayakan
temannya. Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan sebagai adanya
hubungan untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan
ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai.
Karakteristik Berteman
Adapun karakteristik dari berteman (Parlee dalam Siregar, 2010) adalah
sebagai berikut: (1). Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman
(2). Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka (3).
Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan
kesenangan individu (4). Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat
keputusan yang baik. (5). Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung
teman dan mereka juga melakukan hal yang demikian (6). Menceritakan rahasia,
yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman (7).
Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti
apa adanya individu (8). Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri
ketika berada di dekat teman Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa ciri-ciri berteman terdiri dari sukarela, unik, kedekatan dan keintiman.

5

Dalam pertemanan harus dipelihara agar dapat bertahan, kesenangan, penerimaan,
percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, serta
spontanitas.
Fungsi Pertemanan
Menurut Gottman dan Parker dalam Santrock (2003), mengatakan bahwa
ada enam fungsi perteman yaitu ; (1) Berteman (Companionship), Berteman akan
memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai
teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan suatu aktivitas (2)
Stimulasi Kompetensi (Stimulation Competition) Pada dasarnya, berteman akan
memberi rangsangan seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya karena
memperoleh kesempatan dalamsituasi sosial. Artinya melalui teman seseorang
memperoleh informasi yang menarik, penting dan memicu potensi, bakat ataupun
minat agar berkembang dengan baik.(3).Dukungan Fisik (Physicial
Support)Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan
menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang
menghadapi suatu masalah.(4). Dukungan Ego Dengan berteman akan
menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi seseorang, apa yang dihadapi
seseorang juga dirahasiakan, dipikirkan dan ditanggung oleh orang lain
(temannya).(5). Perbandingan Sosial (Social Comparison) Berteman akan
menyediakan kesempatan secara terbuka untuk mengungkapkan ekspresi,
kompetensi, minat, bakat dan keahlian seseorang.(6). Intimasi/Afeksi
(Intimacy/Affection) Tanda berteman adalah adanya ketulusan, kehangatan, dan
keakraban satu sama lain. Masing-masing individu tidak ada maksud ataupun niat
untuk menyakiti orang lain karena mereka saling percaya, menghargai dan
menghormati keberadaan orang lain .
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pedekatan
kualitatif. Metode penelitian deskriptif dilaksanakan dengan mendeskripsikan dan
menganalisis aspek-aspek karakteristik berteman yang dipahami dan dipraktekkan
oleh anak tunagrahita ringan setelah mengikuti pembelajaran dengan memakai
video. Aspek Karakteristik berteman yang dilihat adalah sebagai berikut: (1)
senang menghabiskan waktu bersama teman; (perasaan senang dalam berteman)
(2) (kemampuan penerimaan terhadap lingkungan); (3) (kemampuan
mempercayai bantuan siapa yang membutuhkan); (4) (perasan dan kemampuan
respek); (5) (kemampuan untuk melihat dan memberikan); (6) perasaan nyaman
mnceritakan rahasia); (7) (kemampuan memahami dan mengerti keadaan orang
lain); (8) Spontanitas (kemampuan untuk berupaya melakukan tindakan tanpa
perintah dari siapapun). Hasil dari analisis empiris tersebut, kemudian dibahas
dengan melihat teori tentang anak tunagrahita ringan dan manfaat video.
Alat pengumpul data, Alat pengumpul data yang digunakan penelitian ini
bertujuan untuk membantu mengungkap data-data yang diharapkan oleh peneliti.
Moloeng (1994:112), dalam Tarsono, (2012) mengatakan bahwa jenis data utama
dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis,.
[9]. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai,
merupakan jenis data utama. Untuk dapat mengungkap data tersebut,penelitian ini
mengggunakan teknik pengumpul data yaitu observasi dan wawancara. Observasi

6

digunakan secara langsung terhadap kegiatan pergaulan anak tunagrahita ringan
dan praktek pertemanan dengan memakai panduan observasi yaitu indikator
karakteristik berteman. Setiap anak di amati pada saat bergaul di luar kelas. Pada
kolom karakteristik berteman diberi pembagian apakah karakteristik ini pada tiap
anak terlihat lemah, sedang, atau menonjol. Teknik wawancara digunakan untuk
mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang pemahaman dan perasaan anak
tunagrahita ringan dalam berteman dan memilih teman, dengan panduan
wawancara indikator karakterisktik berteman
Subjek penelitian Adapun yang dijadikan subjek penelitian siswa/anak
tunagrahita ringan kelas VI C berjumlah 7 orang yang bersekolah di SLB-C
Salatiga.
Pelaksanaan Penelitian Keseluruhan kegiatan penelitian ini dilaksanakan
dalam beberapa tahap kegiatan, yakni tahap orientasi, tahap ekplorasi, tahap
wawancara, tahap triangulas.
Tahap orientasi sebagai pendahuluan penelitian dilakukan sebelum desain
penelitian disusun. Pada tahap ini penulis Mengamati kemampuan berteman anak
tunagrhita dilingkungannya mau disekolah, dan peneliti mendapat informasi data
dari siswa yang bersanagkutan,Wawancara dengan orang tua siswa, wali kelas dan
kepala sekolah.
Tahap eksplorasi dilaksanakan dari bulan Juli - Agustus 2017 pada tahap
ini dilakukan penggalian informasi secara bertahap yang melinputi kegiatan
berikut :
(a) Penyusunan instrumen, dengan mepersiapkan kisi-kisi guna meneyusun
pedoman wawacara san observasi yang dapat dikembangkan pada waktu turun
lapangan.
(b) Menentukan data yakni anak tunagrahita ringan yang menjadi responden,
orang tua siswa, dan guru kelas.
(c) Melaksanakan pembelajaran dengan pemanfaatan video.
(d) Melakukan observasi.
(e) Melaksanakan wawancara kepada anak.
Tahap triangulasi “Merupakan tahap pemeriksaan keabsahan data yang
diperoleh dengan memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data” Teknik Analisis Data merupakan proses
mencari dan mengatur secara sistemtis transkip wawacara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain yang dihimpun untuk menambah pemahaman mengenai bahanbahan itu[9].
4. Hasil dan Pembahasan
Kelas Tunagrahita VI C yang ada di SDLB Negeri salatiga masuk dalam
kategori tunagrahita ringan, ada 3 orang yang bisa cukup baik dalam pembelajaran
dan ada 4 orang yang masih perlu untuk didampingi dalam mengeja perhuruf
dikelas. Dari latar belakang orang tua menengah kebawah (petani, buruh). Dari
tujuh anak kelas VI C ada satu siswa perempuan dan enam lak-laki. Usia anak
pada saat mendaftar masuk kesekolah tersebut rata-rata 14 tahun. Sebagian besar
dari mereka berbakat di bidang olahraga. Ada tiga anak kecenderungan emosinya
tidak terkentrol.

7

Pembelajaran memakai kurikulum 2013 terutama yang mata pelajaran
Olahraga, Agama dan Bahasa Jawa. Mulok yang diserahkan ke guru mata
pelajaran. Untuk pelajaran tematik lainnya diserahkan ke guru masing-masing.
Karena pada pelaksanaan kurikulum 2013 banyak pembelajaran tematik.
Pembelajaran yang dilangsungkan dengan langkah berikut : Guru
memberikan salam dan doa sebelum pembelajaran dimulai. Memberitahukan
tujuan pembelajaran. Melakukan refleksi bersama terhadap materi yang telah
dibahas dan memberikan motivasi, melakukan pembelajaran dengan memakai
video, menanyai respon anak terhadap tayangan video. Video yang ditayangkan
adalah video animasi, respon anak terhadap video mereka cukup merasa senang,
melihat tayangan video[17,18].
Gambar 1. Tampilan video 1
Gambar di atas adalah bagian dari tampilan video Cerita Anak Mandiri Menolong Teman

8

Gambar 2 Tampilan video 2

Gambar di atas adalah tentang indahnya persahabatan (Menghitung Waktu).
Hasil wawancara dengan memakai panduan wawancara tentang
karakteristik berteman dengan contoh-contoh yang diberikan, hasilnya adalah,
untuk karakteristik (1)Senang secara keseluruhan anak tunagrahita kelas VI C
senang untuk berteman, pada karakteristik (2)Peneriman,ada 4 orang yang
menyembutkan langsung nama teman-teman secara langsung pada saat ditanya
pada wawancara tersebut, dan ada 3 orang anak tidak menyembutkan nama
temannya sama sekali.Dapat dikatakan bahwa dalam karakteristik ini sebagian
besar yang mampu melakukan saling menerima keadaan teman. Pada karakteristik
(3)Percaya ada 5 anak yang menyebutkan bisa percaya pada teman 1 anak tidak
mempercayai teman siapapun untuk diajak berteman dan satu anak tidak mampu
menyebutkan. Pada karakteristik (4)Respek,hanya 1 anak yaitu yang mengatakan
bahwa jika mendapat perlakuan buruk dari teman dia akan membalas hal yang
sama sedangkan 6 anak mengatakan tidak membalas meskipun diejek atau
mendapat perlakuan buruk. Pada karakteristik (5)Saling membantu, dari 7 anak
tersebut mereka semua memiliki jiwa sosialnya kuat rata-rata mereka mau
membantu teman yang mengalami kesulitan Pada karakteristik (6)Menceritakan
rahasia ada 4 anak lebih suka bercerita pada keluarga atau orang tua saja. Ada 1
anak suka menceritakan pada teman, sedangkan 1 anak lebih senang bercerita
dengan ibu lestari guru kelas. Jadi ada 3 anak yang memilih untuk cerita keteman
dekatnya daripada orang tua. Pada karakteristik (7)Pengertian, dari 7 anak ini
mereka mengatakan senang untuk menerima dan mengerti teman lain. Dan Pada
karakteristik (8)Spontanitas, dari 7 anak ini mereka mengatakan bisa membantu,
bisa bermain sendiri, tidak mau diganggu. Dari keseluruhan hasil wawancara

9

dapat dikatakan bahwa besar dari karakteristik berteman mereka paham apa
maksud dan arti berteman yang baik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari observasi yang dilakukan
berulangkali dapat dipaparkan hasil penelitian sebagai berikut : ada 3 anak
merupakan orang yang suka berteman dengan teman sekelasnya dengan indikator
yang menunjukkan sebagian besar berada di kategori sedang, namun hanya
terbatas pada teman atau kelompok tertentu yang sama setiap hari. Sementara ada
2 anak memperlihatkan senang berteman, tapi dia kurang trampil mempraktikkan
cara berteman dengan bekerja sama, lebih senang mencari kesenangan dan
permainan sendiri jika ada dengan teman lain. Dan ada dua anak yang tidak
senang berteman dalam berkelompok ataupun dikelas, dan lebih suka bermain
atau beraktivitas sendiri. Ada yang mengatakan pernah mendapat perlakuan
kurang baik dari teman lain sehingga lebih memilih bermain sendiri.
5. Pembahasan
Dari hasil pembelajaran dengan Video, dan mendengar respon anak tuna
grahita tentang tayangan video, serta mengamati hasil penelitian melalui
wawancara dan observasi yang beberapa kali dilakukan dapat dikatakan bahwa
penayangan video dalam pembelajaran cukup disenangi sebagai alat hiburan
bagi anak tuna grahita. Tetapi mereka sulit mengambil kesimpulan atau
memahami jalan cerita di video sebagai sebuah konsep atau sebuah makna
bagaimana berteman yang baik. Mereka hanya mampu menyebutkan beberapa
benda dan mengingat sedikit hal yang ditayangkan di video. Hal ini sejalan
dengan teori dari AAMD Anak tuna grahita sering lupa dan kurang mampu dalam
memusatkan perhatian.
Pemahaman berteman pada mereka sudah terbentuk dari pembelajaran
sebelum yang dikatakan oleh guru kelas lewat pendekatan percakapan setiap hari
dan contoh langsung dari lingkungan sekitar. Bagaimana berteman lebih mereka
pahami lewat pengalaman setiap hari, dan bahkan ada kesan mereka lebih percaya
pada kehidupan berteman setiap hari. Hal ini dapat dipahami karena menurut teori
tentang anak tuna grahita ringan bahwa mereka dengan kecerdasan terhambat
sulit berpikir abstrak. Sehingga tayangan video hanya ditonton, namun mereka
sulit mengambil makna dan memberi kesimpulan.
Dari Hasil penelitian ada kesenjangan antara hasil wawancara dan
observasi atau pengamatan. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa anak
tuna grahita ringan di klas VIc bisa memahami apa itu berteman, tahu siapa yang
disebut teman,. Tetapi pada praktek pergaulan setiap hari, mereka tidak dapat
mempraktekkan bagaimana berteman dengan baik sesuai karakteristik dan arti
serta fungsi berteman. Mereka lebih suka memilih untuk tidak berinsiatif
terlebih dahulu mengajak bergaul atau berteman, dan lebih memilih kelompok
yang sudah lama terbentuk dalam berteman, atau lebih baik bermain sendiri dan
menyendiri untuk mengalami kenyamanan dan menghindari keburukan dalam
berteman. Kondisi dimana mereka tidak mau berinsiatif sejalan dengan teori anak
tuna grahita oleh AAMD [4]. Bahwa mereka kurang kreatif dan insiatif . Hasil
penelitian ini juga membuktikan bahwa mereka belum sepenuhnya memahami arti
berteman sesuai fungsinya yaitu dengan berteman ada kerja sama, ada dukungan
untuk mengembangkan diri, ada dukungan merasa berarti dan diperhatikan, ada

10

dukungan terhadap permasalahan, atau untuk mengungkapkan ekspresi, minat dan
bakat. Sebab fungsi berteman sesuai dengan teori fungsi pertemanan Menurut
Gottman dan Parker dalam Santrock (2003) tidak dialami sepenuhnya dalam
pergaulan setiap hari.
Kondisi yang berbeda antara hasil wawancara dan observasi seperti diatas
dapat dipahami karena kondisi anak tunagrahita adalah memiliki keterbatasan
dalam perilaku sosial. Karakteristik media video yang sanggup mempertahankan
perhatian siswa selama 1 – 2 jam, tidak dapat diberlakukan sepenuhnya pada anak
tuna grahita ringan. Dari dua video yang ditayangkan dengan durasi yang sangat
singkat, masing- maisng, 4 dan 9 menit tidak sepenuhnya membuat anak tuna
grahita dapat memahami inti dan kesimpulan cerita.
6. Kesimpulan dan saran
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, pemkaian Video dalam
pembelajaran untuk memperkenalkan suatu pemahaman atau untuk membantu
memahami kemampuan berteman yang baik tidak cukup membantu bagi anak
tuna grahita ringan di SDLB Salatiga. Hasil Penelitian yang mengatakan bahwa
pemanfaatan video efektif dalam pembelajaran anak tuna grahita ringan, hanya
cocok bagi pengenalan benda secara konkrit dan atau memperkenalkan
ketrampilan tangan (video tutorial). Pemahaman berteman yang baik harus di beri
teladan atau contoh setiap hari, hal itu bukanlah sebuah ketrampilan yang
menggunakan anggota tubuh tertentu secara berulang. Kondisi cara berteman anak
tuna grahita ringan di SLNB Salatiga sebelum dan sesudah pembelajaran dengan
video, cenderung tetap dan tidak berubah. Adapun saran untuk penelitian
selanjutnya adalah bagaimana mencari metode dan media yang tepat untuk
pengembangan pemahaman bagi anak tuna grahita ringan dengan tema
kemampuan social lainnya.

11

Daftar Pustaka
[1]
Pendidikan Menurut UU Sisdiknas dan Peran Masyarakat dalam
Menyukseskan
Pendidikan
di
Indonesia.
Diakses
dari :
http://www.kompasiana.com/akhmad_muhaimin_azzet/pendidikanmenurut-uu-sisdiknas-dan-peran-masyarakat-dalam-menyukseskanpendidikan-di-indonesia_550d72d2813311e078b1e901.
pada
24
November 2016.
[2]
Kementrian Kesehatan RI, 2014, Situasi Penyandang Disabilitas.
Jakarta.
Diakses
dari
:
https://media.neliti.com/media/publications/63430-ID-none.pdf. pada 24
November 2016. (12)
[3]
Model Pembelajaran Anak Tunagrahita (Intellectual Disability) Melalui
Pendekatan
Konseling.
Diakses
dari
:
http://ejournal.upi.edu/index.php/jassi/article/viewFile/3988/2859. pada
22 Agustus 2017. (19)
[4]
Gina E.P, 2015, Pengembangan Media Video Mata Pelajaran
Keterampilan Menyulam Untuk Siswa Tunagrahita Ringan Kelas XXI DI
SMA
Luar
Biasa
Negri
1
Yogyakarta .
http://eprints.uny.ac.id/20337/1/Gina%20Eka%20Putri%2010513241018
.pdf Diakses pada 28 November 2016.
[5]
Nadya Putri, 2012. Efektifitas Penggunaan Media Video Untuk
Meningkatkan Pengenalan Alat Musik Daerah Pada Pembelajaran Ips
Bagi Anak Tunagrahita Ringan Di Sdlb 20 Kota Solok. diakses dari:
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/viewFile/858/715.
pada 22 Agustus 2017.
[6]
Rusman, Kurniawan, & Riyana, 2011, Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi, Jakarta.
[7]
Wulandari A, 2011, Penggunaan Game Petualangan Bola Dibumi
Dalam Pembelajaran IPA Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA
Pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas IV Di SDLB Cangakan Filalial
Karangpandan, https://core.ac.uk/download/pdf/12352150.pdf. Diakses
pada 25 November 2016.
[8]
Dwi Prasetyo Prihantoro, 2014. Pengembangan Video Pembelajaran
Ipsdengan Tema Hiruk Pikuk Malioboro Untuk Siswasmp N 3 Karanganyar
Kelas
VII.
diakses
dari:
http://eprints.uny.ac.id/23855/9/9.%20Ringkasan%20Skripsi.pdf. pada 22
Agustus 2017

[9]
[10]

[11]

Tarsono,
Bab
III
Metode
Penelitian,
http://digilib.upi.edu/administrator/fulltext/ Diakses pada 7 Juli 2017.
Aini. K. 2013. Bentuk Dukungan Sosial Untuk Anak Autis Studi Kasus di
SMP Bhakti Terpadu Malang : Universitas Islam Negri Maulana Malik
Ibrahim, http://etheses.uin-malang.ac.id/1821/7/09410052_Bab_4.pdf.
Diakses pada 2 Juni 2017
Ammar A. Muhamamd. http://eprints.uny.ac.id/13843/1/Skripsi%
20Arif%20Muhammad%20Ammar%20-%2009108241047.pdf. Diakses
pada 18 Mei 2017.

12

[12]
[13]

[14]

[15]

[16]

[17]

[18]

Amrih G. Agung. http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JMSG/article/
download/484/463. Diakses pada 23 Mei 2016.
Anak, A.K. 1995, Psikologi Perkembangan, Bandung : Mandar Maju ,
http://www.academia.edu/download/37346159/PSIKOLOGI_PERKEM
BANGAN.pdf. Diakses pada 2 Juni 2016
Andarini, T., Masykuri, M., & Sudarisman,S. 2013, Pembelajaran
Biologi Menggunakan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and
Learning) Melalui Media Flipchart dan Video Ditinjau Dari
Kemampuan
Verbal
dan
GayaBelajar.BIOEDUKASI,6(2),
http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/biologi/article/viewFile/5534/
387\Diakses pada 2 Juni 2017
Annisa, W. 2016, Penggunaan Media Film Animasi Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Autis Kelas III SD di SLB
Reka
Bhakti 1 Gamping:UniversitasNegeriYogyakarta , http://
eprints.uny.ac.id/40716/1/ANNISA%20WULANDARI_12103241019.p
df. Diakses Pada 13 Juni 2017
Bimbingan dan Konseling Dalam Pengembangan Bakat Anak
Tunagrahita SLB C Negri 1 Yogyakarta, http://digilib.uinsby.ac.id/
4085/5/Bab%202.pdf. Diakses pada 23 Mei 2017.
Cerita Anak Mandiri - Menolong Teman
Diakses dari : https://www.youtube.com/watch?v= pOCK4DI-1VU pada
2 juni 2017
Film Pendek Animasi - Indahnya Persahabatan ( Menghitung Waktu ) Diakses
dari : https://www.youtube.com/watch?v= xgxp88UIj0I pada 2 Juni 2017

13

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24