Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Urine Sapi

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae,
Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Kelas : Monocotyledonae,
Ordo

:

Liliales/Liliflorae,

Famili

:

Liliaceae,

Genus

:

Allium,


Species : Allium ascalonicum L. (Steenis et al., 2005).
Pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang
tidak sempurna. Bagian bawah cakram menjadi tempat tumbuhnya akar-akar
serabut pendek, sedangkan bagian atas diantara lapisan kelopak daun yang
membengkak, terdapat mata tunas sebagai calon tanaman baru (Brewster, 2008).
Tanaman bawang merah memiliki batang sejati (discus) yang berada pada
dasar umbi bawang merah, yang berfungsi sebagai tempat melekatnya perakaran
dan mata tunas. Pangkal daun akan bersatu dan membentuk batang semu. Yang
kelihatan seperti batang pada tanaman bawang merah sebenarnya merupakan
batang semu yang akan berubah bentuk dan fungsinya sebagai umbi lapis
(Sinclair, 1998).
Bentuk daun bawang merah memanjang seperti pipa dan berbentuk bulat,
tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang
daun. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagiaan bawahnya melebar dan
membengkak. Daun berwarna hijau (Brewster, 2008).
Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna (hermaphrodites) yang
pada umumnya terdiri dari 5 - 6 helai benang sari, sebuah putik, dengan daun
bunga yang berwarna putih. Tiap rangkaian (tandan bunga) mengandung 50 - 200


kuntum bunga. Sebagaimana daunnya, tangkai bunga itu pun merupakan pipa
yang berlubang di dalamnya (Firmanto, 2011).
Biji berwarna hitam, berbentuk tidak beraturan, dan berukuran
agak

kecil, sekitar 250 biji tiap gramnya. Biji memiliki daya tumbuh

yang cepat, kecuali jika biji disimpan dalam kondisi optimum, suhu ˚C
0
dan RH rendah. Biji bawang merah matang sekitar 45 hari setelah bunga
mekar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman bawang merah cocok tumbuh di dataran rendah sampai tinggi
(0 - 1000 m dpl). Ketinggian optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan
bawang merah adalah 0 - 450 m dpl. Tanaman bawang merah peka terhadap curah
hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut. Tanaman ini
membutuhkan penyinaran cahaya matahari maksimal (minimal 70% penyinaran),
suhu udara 25 - 32ºC, dan kelembaban nisbi 50 - 70% (Tim Prima Tani, 2011).
Tanaman bawang merah lebih menghendaki daerah yang terbuka, dengan

penyinaran ± 80%. Apabila terlindung sinar matahari, umbinya kecil. Bawang
merah termasuk ke dalam golongan yang untuk pembentukan umbinya
membutuhkan penyinaran lebih dari 14 jam sehari. Akan tetapi, bawang merah
juga dapat ditanam pada daerah dengan lama penyinaran hanya 12 jam, walaupun
hasil umbinya lebih kecil jika dibandingkan yang ditanam di daerah yang
penyinarannya lebih lama (Firmanto, 2011)
Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan
suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat

menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman
bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah
dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau,
dengan

penyediaan

air

irigasi


yang

cukup

untuk

keperluan

memerlukan

tanah

berstruktur

tanaman

(Deptan, 2003).
Tanah
Tanaman


bawang

merah

remah,

tekstur sedang sampai liat, drainase dan aerasi yang baik, mengandung
bahan organik yang cukup, dan pH tanah netral (5,6 - 6,5). Tanah
yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial
atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol. Tanah lembab
dengan air yang tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah
(Tim Prima Tani, 2011).
Pada tanah yang asam (pH kurang dari 5,5) garam alumunium (Al) yang
terlarut dalam tanah akan bersifat racun, hingga tanaman bawang merah tersebut
tumbuh kerdil. Sedangkan pada tanah basa (pH lebih tinggi dari 6,5), garam
mangan (Mn) tidak dapat diserap (digunakan) oleh tanaman bawang, hingga
umbinya kecil dan hasilnya rendah. Pada tanah gambut (pHnya lebih rendah
dari 4), tanaman bawang merah memerlukan pengapuran terlebih dahulu supaya
umbinya dapat tumbuh membesar (Firmanto, 2011).
Pupuk Kandang Ayam

Salah satu alternatif untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan
tanah adalah dengan pemberian bahan organik seperti pupuk kandang ke dalam
tanah. Pemberian pupuk kandang, selain dapat meningkatkan kesuburan tanah

juga dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan yang harganya relatif mahal dan
terkadang sulit diperoleh (Souri, 2001).
Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk buangan dari
binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki
sifat fisik, dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi
alas seperti sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas
tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut sebagai pukan pula
(Hartatik dan Widowati, 2010).
Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan.
Hewan ternak yang banyak dimanfaatkan kotorannya antara lain ayam, kambing,
sapi, kuda, dan babi. Kotoran yang dimanfaatkan biasanya berupa kotoran padat
atau cair yang digunakan secara terpisah maupun bersamaan (Musnamar, 2003).
Kandungan hara dalam pukan sangat menentukan kualitas pukan. Pupuk kandang
ayam mengandung hara 57% H2O, 29% bahan organik, 1,5% N, 1,3% P2O5,
0,8% K2O, 4% CaO dengan rasio C/N 9-11 (Hartatik dan Widowati, 2010).
Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain jenis hewan, umur, keadaan hewan, jenis makanan,
bahan hamparan yang dipakai, perlakuan, serta penyimpanan sebelum
diaplikasikan ke lahan. Di samping mengandung unsur hara makro dan mikro,
pupuk kandang juga dilaporkan mengandung hormon seperti creatin, asam indol
asetat, dan auxin yang dapat merangsang pertumbuhan akar. Namun, seberapa
jauh tingkat keakurasiannya masih perlu diteliti lebih lanjut (Musnamar, 2003).
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi bawang merah adalah
dengan mengintensifkan penggunaan lahan dan pemberian pupuk yang

optimal. Pemberian pupuk organik sangat baik digunakan untuk memperbaiki
sifat fisik kimia dan biologi tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme
tanah dan lebih ramah terhadap lingkungan (Yetti dan Elita, 2008). Dosis
pupuk kandang ayam yang terbaik untuk tanaman bawang merah adalah
20 ton/Ha (Samadi dan Cahyono, 2005).
Pupuk kandang segar mempunyai C/N = 25. Bila langsung dipupuk ke
dalam tanah, jasad renik akan menarik N dari dalam tanah. Kenyataannya dalam
penarikan N ini akan berlangsung persaingan diantara jasad renik, peristiwa
persaingan antara jasad renik di dalam tanah disebut immobilisasi N. Pupuk
kandang mempunyai cara kerja yang lambat karena harus mengalami
proses-proses perubahan terlebih dahulu sebelum dapat diserap tanaman

(Sutedjo, 2002).
Pupuk kandang ayam dianggap sebagai pupuk lengkap karena selain
menimbulkan tersedianya unsur hara bagi tanaman juga mengembangkan
kehidupan mikroorganisme di dalam tanah sehingga dapat membantu struktur
agregat tanah (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002).
Pupuk kandang merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik
dibanding bahan pembenah lainnya. Pada umumnya nilai pupuk yang dikandung
pupuk kandang terutama unsur makro nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K)
rendah, tetapi pupuk organik juga mengandung unsur mikro esensial yang lain.
Sebagai bahan pembenah tanah, pupuk kandang membantu dalam mencegah
terjadinya erosi, meningkatkan kelembaban tanah dan mengurangi terjadinya
retakan tanah. Pupuk kandang juga memacu dan meningkatkan populasi

mikrobia dalam tanah jauh lebih besar daripada hanya memberikan pupuk kimia
(Sutanto, 2002).
Ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik atau kimiawi.
Ciri fisiknya yakni berwarna cokelat kehitaman, cukup kering, tidak
menggumpal, dan tidak berbau menyengat. Ciri kimiawinya adalah C/N rasio
kecil (bahan pembentuknya sudah tidak terlihat) dan temperaturnya relatif stabil
(Novizan, 2005).

Urine Sapi
Untuk pemanfaatan limbah peternakan padat sudah banyak diterapkan di
daerah pedesaan. Contohnya, di kalangan peternak sapi perah, terutama di desa
Pesanggrahan Kota Batu-Malang, dapat membuat biogas dan pupuk organik dari
kotoran sapi menjadi tambahan pendapatan dan mata pencaharian baru bagi
penduduk sekitar. Akan tetapi untuk pengelolaan limbah cair peternakan masih
sangat kurang di tingkat daerah pedesaan. Padahal jika dikaji lebih dalam lagi
kemungkinan kandungan unsur N, P, K di dalam kotoran cair sama atau bahkan
lebih banyak dibandingkan dengan kotoran padat (Huda, 2013).
Urine ternak dapat dijumpai dalam jumlah besar selain kotoran dari ternak.
Urine dihasilkan oleh ginjal yang merupakan sisa hasil perombakan nitrogen dan
sisa-sisa bahan dari tubuh yaitu urea, asam uric dan creatinine hasil metabolisme
protein. Urine juga berasal dari perombakan senyawa-senyawa sulfur dan fosfat
dalam tubuh (Hartatik dan Widowati, 2010).
Urine ternak mengandung N ±10 g/l, sebagian besar berbentuk urea. Urine
juga mengandung sejumlah unsur-unsur mineral (S, P, K, Cl, dan Na) dalam
jumlah bervariasi tergantung jenis dan makanan ternak, keadaan fisiologi dan

iklim. Hara tersebut dibutuhkan oleh mikroba dan pertumbuhan tanaman. Urine
terdiri atas 90 - 95% air. Urea dalam urine adalah bahan padat utama yang

umumnya >70% nitrogen dalam urine (Hartatik dan Widowati, 2010).
Selama ini masih jarang penggunakan urine sapi sebagai pupuk padahal
urine sapi memiliki prospek yang bagus untuk diolah menjadi pupuk cair karena
mengandung unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh tanaman secara lengkap
seperti N, P, K, Ca, Mg yang terikat dalam bentuk senyawa organik. Urine sapi
yang paling baik untuk diolah menjadi pupuk cair adalah urine sapi murni segar
(kurang dari 24 jam) yang belum bercampur dengan cemaran lain yang ada dalam
kandang (Sudiro, 2011).
Beberapa keunggulan urine sapi diantaranya mempunyai kandungan unsur
hara yang lengkap diantaranya N, P, K, Ca, Fe, Mn, Zn, dan Zu. Pemberian urine
sapi dapat memberikan pengaruh pada pertumbuhan akar tanaman. Menurut
Lingga dan Marsono (2008), dari segi kadar haranya, pupuk kandang cair dari
urine sapi memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kotoran padatannya.
Kandungan zat hara pada urine sapi, nitrogen 1,00%, fosfor 0,50%, kalium
1,50%, dan air sebanyak 95%. Selain itu banyak penelitian yang melaporkan
bahwa urine sapi mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan
sebagai pengatur tumbuh diantaranya adalah IAA. Karena baunya yang khas urine
ternak juga dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman sehingga urine
sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tanaman dari serangan

(Sudiro, 2011).

Pada proses fermentasi urine terdapat kelebihan jika dibandingkan dengan
urine yang tidak difermentasi, yaitu meningkatkan kandungan hara yang terdapat
pada urine tersebut yang dapat menyuburkan tanaman. Selain itu, bau urine yang
telah difermentasi menjadi kurang menyengat jika dibandingkan dengan bau urine
yang belum difermentasi (Sudiro, 2011).
Pupuk kandang cair juga baik sebagai sumber hara tanaman.
Mengumpulkan pupuk kandang cair dilakukan dengan cara yang baik, maka
bahan ini merupakan sumber pupuk yang dapat dimanfaatkan dengan mudah.
Saran menggunakan pupuk kandang cair : (1) lantai kandang dan tempat
memandikan ternak harus terbuat dari semen, demikan juga bak penampungan
limbah cair dan kencing dibuat dengan ukuran 3 x 3 m dan kedalaman 1,5 m,
(2) buat kolom penampungan sehingga kencing ternak dan limbah cair lainnya
dapat ditampung. Sebelum kencing dan limbah cair lainnya mencapai kolam,
buang atau pisahkan bahan padat dan dimanfaatkan untuk membuat kompos.
Untuk menyaring bahan padat dapat menggunakan kasa atau jaringan pada ujung
saluran pembuangan, (3) buat bak yang terbuat dari beton atau semen berukuran
2 x 2 m dan kedalaman 1 m. Campur kencing ternak dengan air untuk
mengencerkan sebelum digunakan untuk menyiram tanaman, (4) dapat membuat
saluran pembuangan yang terbuat dari semen atau beton langsung ke lahan
pertanian (Sutanto, 2002).