Analisis Teknik Permainan dan Penggarapan Tiga Komposisi Gondang Pada Instrumen Garantung Yang Dimainkan Oleh Tiga Pargarantung

(1)

BAB II

TRADISI KEBUDAYAAN MUSIK BATAK TOBA

2.1 Gambaran Umum Masyarakat Batak Toba

Batak Toba merupakan salah satu suku dari lima kelompok etnik suku Batak yang tinggal di Sumatera Utara. Empat kelompok etnik lainnya yaitu Pakpak, Mandailing, Simalungun dan Karo. Dari lima sub-suku ini, Batak Toba merupakan suku yang paling banyak jumlahnya.

Secara administratif, etnik Batak Toba mendiami daerah Tapanuli Utara. Pada umumnya masyarakat Batak Toba bermata pencaharian sebagai petani yang bekerja di persawahan dan ada pula yang membuka perladangan dimana mereka dapat bercocok tanam dan beternak. Selain bercocok tanam dan beternak, masyarakat Batak Toba juga ada yang berprofesi sebagai nelayan di sekitar danau Toba. Namun setelah berkembangnya jaman, profesi-profesi ini dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehingga banyak masyarakat Batak Toba yang pergi merantau keluar dari Tapanuli Utara dan hidup disana. Pada sekarang ini masyarakat Batak Toba yang telah maju dalam pendidikan sudah mendapatkan profesi-profesi lainnya dan menetap di kota-kota Indonesia.

Bahasa yang digunakan oleh suku Batak Toba disebut bahasa Batak. Bahasa Batak ini digunakan sebagai bahasa sehari-hari mereka untuk berkomunikasi. Bahasa Batak Toba juga dianggap sebagai dasar dilaek bahasa sub suku Batak lainnya (Siahaan 1964: 60).


(2)

Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya. Seperti yang diungkapkan Koentjaraningrat bahwa kebudayaan merupakan ungkapan dari ide, gagasan dan tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidup sehari-hari, yang diperoleh melalui proses belajar dan mengajar (2000:215). Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia adalah bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat merupakan bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan.

Dalam mitologi yang berkembang pada masyarakat Batak Toba, penguasa tertinggi adalah Ompu Mulajadi Nabolon. Hal ini diyakini bahwa manusia dan segala isinya diciptakan oleh Mulajadi Nabolon. Mulajadi Nabolon ini terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu: Batara Guru,

Ompu Tuan Soripada dan Ompu Tuan Mangalabulan. Batara Guru merupakan dewa

yang memberikan kepintaran, tempat bertanya dan pemberi talenta. Ompu Tuan

Soripada merupakan sebagai dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan,

kejayaan dan kesusahan bagi manusia. Sedangkan Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu kedukunan, kesaktian, kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55)

Setelah agama Kristen dan agama Islam memasuki tanah Batak khususnya, sebagian besar masyarakat menerima agama tersebut. Masyarakat Batak Toba mayoritas memeluk agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Akan tetapi sampai


(3)

saat ini masih ada masyarakat yang menganut kepercayaan Batak Toba asli yang disebut dengan Ugamo Malim (Parmalim).

Sistem kekerabatan orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam tiga posisi yang disebut Dalihan Na Tolu. Dalam berbagai tulisan yang membicarakan masyarakat Toba, istilah Dalihan Na

Tolu selalu diartikan atau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Tiga

Tungku Sejerangan atau Tungku Nan Tiga yaitu: (1) pihak semarga atau Dongan

Tubu (2) pihak yang menerima istri atau Hula-hula (3) pihak yang memberi istri atau Boru. Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam

adat. Sistem ini bersifat kontekstual, maksudnya adalah setiap masyarakat Batak Toba akan pernah menjadi Hula-hula, juga sebagai Dongan Tubu, dan sebagai Boru.

Disamping mempunyai struktur kemasyarakatan yang kompleks, suku Batak Toba juga mempunyai kesenian yang cukup beragam. Kesenian ini antara lain seni sastra, seni rupa, seni tari dan seni musik. Seni musik dalam budaya Batak Toba terdiri dari musik vokal dan instrumental.


(4)

Gambar 3. Tanah Batak, Terletak di Sumatera Utara, Kab. Samosir, Kab. Toba Samosir, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Humbanghasundutan

(Sumbe

2.2 Kebudayaan Musikal Masyarakat Batak Toba

Musik dalam budaya Batak Toba terdiri dari musik vokal dan instrumental. Musik vokal disebut dengan istilah ende dan musik instrumental disebut gondang.

Ende dapat dibagi menurut fungsi dan tujuan lagu tersebut. Jenis-jenis ende adalah:

(a) Mandideng, nyanyian untuk menidurkan anak, (b) Sipaingot, nyanyian yang isi teksnya berupa pesan kepada anak perempuan yang akan menikah, (c) Pargaulan, nyanyian solo khorus oleh kaum muda pada waktu senggang, (d) Tumba, nyanyian


(5)

khusus untuk iringan tari tumba, biasanya pada saat terang bulan, (e) Sibaran, nyanyian yang menceritakan penderitaan yang berkepanjangan yang menimpa seseorang atau keluarga, (f) Pasu-pasuan, nyanyian yang berkenaan dengan pemberkatan, yang mengungkapkan lirik-lirik tentang kekuasaan Tuhan, biasanya dinyanyikan oleh orang tua kepada anaknya, (g) Hata yaitu nyanyian yang dinyanyikan dengan ritma yang “monoton” seperti metric speech atau rap dengan lirik berupa pantun dengan sajak AABB dengan memiliki jumlah suku kata yang relatif sama setiap barisnya. Biasanya nyanyian ini dilakukan sekelompok anak yang dipimpin oleh seorang yang lebih dewasa atau orang tua, (h) Andung, yaitu nyanyian yang menceritakan riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, baik pada waktu di depan jenazah ataupun setelah dikubur. Nyanyian ini secara spontanitas dengan garis melodi yang bebas (Ben Pasaribu 1986:27-28)

Aktivitas musikal dalam bentuk musik instrumental Batak Toba dikenal dengan sebutan Gondang. Gondang terdiri dari dua bagian, yakni Gondang

Sabangunan (Gondang Bolon) dan Gondang Hasapi (Uning-uningan). Gondang Sabangunan dan Gondang Hasapi adalah dua jenis ensambel musik yang terdapat

pada tradisi musik Batak Toba. Secara umum fungsi kedua jenis ensambel ini hampir tidak memiliki perbedaan, keduanya selalu digunakan di dalam upacara yang berkaitan dengan religi, adat, maupun acara seremonial lainnya. Namun demikian jika diteliti lebih lanjut, kita akan menemukan perbedaan yang cukup mendasar dari kedua ensambel ini.


(6)

2.2.1 Ensambel Gondang Sabangunan

Gondang Sabangunan terdiri dari taganing, gordang bolon, sarune bolon,

ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, ogung doal dan hesek. Dalam uraian

berikut ini akan dijelaskan fungsi dari masing-masing instrumen.

1. Taganing (braced-drum chime) dari segi teknis, memiliki tanggung jawab

dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi bersama-sama dengan sarune. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai “pengaba” dengan isyarat-isyarat ritma yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada pemain lainnya

2. Gordang Bolon (braced-drum) berfungsi sebagai instrumen ritma variabel,

yaitu memainkan iringan musik lagu.

3. Sarune Bolon (double reed oboe) berfungsi sebagai pembawa melodi lagu

yang dibawakan oleh taganing.

4. Ogung (Suspended Gong) yang terdiri dari Ogung Oloan, Ihutan, Panggora dan Doal. Ogung Oloan berfungsi dalam membentuk ritma yang konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi Ogung

Oloan ini umumnya sama dengan fungsi Ogung Ihutan, Ogung Panggora,

dan Ogung Doal. Ogung Doal memperdengarkan bunyinya tepat di tengah-tengah dari dua pukulan hesek dan menimbulkan suatu efek sinkop dari


(7)

5. Hesek berfungsi sebagai pembawa tempo (ketukan dasar) untuk menuntun

instrumen lainnya.

Gondang Sabangunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara yang berhubungan dengan upacara adat maupun upacara religius. Gondang berperan sebagai media yang menghubungkan manusia dengan penciptanya dan juga dianggap sebagai media yang menghubungkan manusia dengan sesamanya. Disamping itu

Gondang Sabangunan kini digunakan sebagai sarana hiburan.

Ensambel Gondang Sabangunan juga kerap disebut Gondang Bolon.

Gondang Bolon berarti ensambel yang besar.

2.2.2 Ensambel Gondang Hasapi

Ensambel Gondang Hasapi terdiri dari beberapa instrumen yaitu :

1. Hasapi Ende (pluked lute) adalah instrumen pembawa melodi. Instrumen ini

termasuk kedalam kelompok chordophone. Instrumen ini dimainkan dengan cara mamiltik (dipetik).

2. Hasapi Doal (pluked lute), instrumen ini sama dengan Hasapi Ende namun

dalam permainannya Hasapi Doal berperan sebagai pembawa ritma konstan. Ukuran instrumen Hasapi Doal sedikit lebih besar dari Hasapi Ende.

3. Sarune Etek (idio-aerophone), adalah instrumen pembawa melodi yang

memiliki reed tunggal (single reed). Klasifikasi instrumen ini termasuk dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lubang nada (empat dibagian atas, satu di bagian bawah) yang dimainkan dengan cara ditiup.


(8)

4. Garantung (wooden-xylophone), adalah instrumen pembawa melodi yang

terbuat dari kayu dan memiliki lima bilah nada atau lebih. Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam kelompok xylophone. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan sebagai pembawa ritma pada lagu-lagu tertentu.

5. Hesek, adalah instrumen pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari

pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong. Instrumen ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai dengan irama dari suatu lagu. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok

idiophone.

Dalam perkembangannya, gondang hasapi kadangkala ditambah dengan instrumen sulim. Beberapa narasumber menyebutkan bahwa alat musik sulim

termasuk ke dalam ensambel gondang hasapi dipengaruhi dari ansambel musik opera Batak.

Ensambel Gondang Hasapi pada saat ini lebih dikenal dipergunakan dalam konteks hiburan seperti tradisi opera Batak. Unsur-unsur vokal sering dipakai dalam opera Batak ini, sehingga bisa dikatakan Gondang Hasapi dalam konteks “opera Batak” adalah sebagai pengiring vokal ataupun penggiring tarian, seperti Tumba dan Tor-tor.


(9)

2.2.3 Teater Rakyat: Opera Batak

Opera Batak adalah suatu bentuk pertunjukan berupa sandiwara keliling, yang menampilkan cerita- cerita rakyat Batak, yang terdiri dari dua sampai lima babak dimana didalam setiap penampilannya selalu disertai dengan musik, vokal dan tarian. Opera Batak berkembang di daerah Sitamiang Samosir, yang dipelopori oleh Tilhang Gultom sekitar tahun 1928. Opera batak ini dimainkan biasanya pada malam hari untuk mengisi kekosongan waktu masyarakat batak dan untuk melepas keletihan sesudah bekerja. Lakon cerita dan lagu-lagu yang dibawakan biasanya menyangkut kehidupan sehari-hari masyarakat batak toba dan sering juga menimbulkan rasa kesukuan serta kebangsaan yang tinggi. Bahkan ada juga yang berisi sindiran dan kritikan terhadap pemerintah penjajah yang pada waktu itu adalah penjajah dari Belanda, sehingga mengakibatkan banyak terjadi pro dan kontra di antara masyarakat. Cerita yang terdapat dalam Opera Batak juga merupakan cerita tentang rakyat Batak yang dituturkan dari mulut ke mulut. Misalnya kisah tentang Sipurba Goringgoring yang terkenal didaerah Humbang Hasundutan, kisah Siboru Tumbaga, Guru Saman dan Sisingamangaraja dan lainnya.

Penyajian opera Batak dilakukan secara sederhana. Para pelaku opera Batak umumnya bermain secara spontan atau improvisasi walaupun ada naskah yang tertulis. Pertunjukan opera Batak menggunakan nyanyian biasa atau nyayian rakyat yang diselipkan di beberapa adegan sesuai dengan jalan cerita yang dipertunjukkan. Nyanyian ini diiringi oleh Gondang Hasapi sehingga membuat cerita lebih berkesan dan meriah.


(10)

2.2.4 Ensambel Musik Tiup (Brass Band)

Musik tiup (brass band) adalah kesatuan musik dimana alat musik yang dipergunakan adalah alat musik yang terbuat dari logam atau kuningan. Menurut Curt

Sachs dalam Wellsprings of Music, pengelompokan musik tentang konsep sexes

dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup brass termasuk dalam kelompok aerophone yakni sumber bunyi berasal dari udara (1962:97-98). Awalnya bahan untuk instrumen logam ini terbuat dari kuningan dan sering dinamai brass, yang dapat menghasilkan bunyi musikal dengan cara ditiup. Instrumen logam ini berasal dari tahun 1820-an di tempat asalnya di Inggris.

Ensambel Musik Tiup (Brass Band) awalnya merupakan pengaruh musik luar (musik barat) yang datang ke dalam komunitas masyarakat Batak, diawali dari aktivitas keagamaan oleh gereja pertama di tanah Batak. Masuknya ajaran agama Kristen di tanah Batak, menandai dimulainya era baru dalam banyak aspek kehidupan sosial. Para misionaris dalam penginjilannya juga membawa tradisi musik barat yaitu musik organ dan musik tiup (brass band), sebagai sarana pendukung di dalam penyampaian pelayanan pengabaran Injil di tanah Batak.

Musik barat yang dahulu dipakai hanya dalam kegiatan gereja kini digunakan di acara adat tradisi yang sama halnya dengan gondang. Ensambel musik tiup sekarang sudah digunakan dalam upacara seremonial dan religi bahkan upacara ritual. Dalam praktek dewasa ini ensambel musik tiup dan gondang berkolaborasi, saling mengisi dan saling mempengaruhi.


(11)

2.3 Transmisi Musikal dalam Kebudayaan Musik Batak Toba

Transmisi musikal maksudnya adalah hal-hal yang bekaitan dengan belajar dan mengajar musik (Dorothea 2002: 75). Proses transmisi musik Batak Toba adalah melalui proses tradisi lisan, yaitu melalui penyampaian mulut ke mulut.

Menurut Marsius Sitohang, ada dua cara yang dapat dilakukan dalam proses transmisi musikal dalam kebudayaan Batak Toba yaitu adalah mempelajari musik tersebut secara mandiri, melakukannya sendiri tanpa bantuan seorang guru atau secara pengajaran melalui bantuan seorang guru yang memberikan pengajaran musik tersebut secara langsung.

Mempelajari secara mandiri merupakan suatu cara yang diperoleh melalui kerja keras calon musisi tersebut. Calon musisi tersebut harus mempunyai kemampuan daya ingat yang baik supaya dapat mengingat dari permainan musisi lain. Dari hasil pengamatan inilah menjadi modal untuk dapat memainkan dan mengembangkan sebuah permainan musik yang akan dikuasainya. Selain mempunyai daya ingat yang kuat, calon musisi tersebut juga harus mempunyai kemampuan musikalitas yang baik untuk menciptakan variasi-variasi di dalam permainannya. Kerja keras melalui suatu ketekunan sangat dibutuhkan untuk mencapai hasil yang maksimal.

Pengajaran dengan bantuan seorang guru tentu sangat berbeda dengan cara mandiri. Dengan bantuan seorang guru, calon musisi akan sangat bergantung pada peranan guru tersebut. Guru akan menyampaikan sebuah materi, memeriksa, memberi masukan ataupun memperbaiki permainan dari calon musisi tersebut.


(12)

Namun walaupun guru mempunyai peranan penting, hal bahwa calon musisi harus mempunyai kemampuan untuk menangkap apa yang telah didapatkan oleh guru sangatlah penting.


(1)

5. Hesek berfungsi sebagai pembawa tempo (ketukan dasar) untuk menuntun instrumen lainnya.

Gondang Sabangunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara yang berhubungan dengan upacara adat maupun upacara religius. Gondang berperan sebagai media yang menghubungkan manusia dengan penciptanya dan juga dianggap sebagai media yang menghubungkan manusia dengan sesamanya. Disamping itu Gondang Sabangunan kini digunakan sebagai sarana hiburan.

Ensambel Gondang Sabangunan juga kerap disebut Gondang Bolon. Gondang Bolon berarti ensambel yang besar.

2.2.2 Ensambel Gondang Hasapi

Ensambel Gondang Hasapi terdiri dari beberapa instrumen yaitu :

1. Hasapi Ende (pluked lute) adalah instrumen pembawa melodi. Instrumen ini termasuk kedalam kelompok chordophone. Instrumen ini dimainkan dengan cara mamiltik (dipetik).

2. Hasapi Doal (pluked lute), instrumen ini sama dengan Hasapi Ende namun dalam permainannya Hasapi Doal berperan sebagai pembawa ritma konstan. Ukuran instrumen Hasapi Doal sedikit lebih besar dari Hasapi Ende.

3. Sarune Etek (idio-aerophone), adalah instrumen pembawa melodi yang memiliki reed tunggal (single reed). Klasifikasi instrumen ini termasuk dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lubang nada (empat dibagian atas,


(2)

4. Garantung (wooden-xylophone), adalah instrumen pembawa melodi yang terbuat dari kayu dan memiliki lima bilah nada atau lebih. Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam kelompok xylophone. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan sebagai pembawa ritma pada lagu-lagu tertentu.

5. Hesek, adalah instrumen pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong. Instrumen ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai dengan irama dari suatu lagu. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok idiophone.

Dalam perkembangannya, gondang hasapi kadangkala ditambah dengan instrumen sulim. Beberapa narasumber menyebutkan bahwa alat musik sulim

termasuk ke dalam ensambel gondang hasapi dipengaruhi dari ansambel musik opera Batak.

Ensambel Gondang Hasapi pada saat ini lebih dikenal dipergunakan dalam konteks hiburan seperti tradisi opera Batak. Unsur-unsur vokal sering dipakai dalam opera Batak ini, sehingga bisa dikatakan Gondang Hasapi dalam konteks “opera Batak” adalah sebagai pengiring vokal ataupun penggiring tarian, seperti Tumba dan Tor-tor.


(3)

2.2.3 Teater Rakyat: Opera Batak

Opera Batak adalah suatu bentuk pertunjukan berupa sandiwara keliling, yang menampilkan cerita- cerita rakyat Batak, yang terdiri dari dua sampai lima babak dimana didalam setiap penampilannya selalu disertai dengan musik, vokal dan tarian. Opera Batak berkembang di daerah Sitamiang Samosir, yang dipelopori oleh Tilhang Gultom sekitar tahun 1928. Opera batak ini dimainkan biasanya pada malam hari untuk mengisi kekosongan waktu masyarakat batak dan untuk melepas keletihan sesudah bekerja. Lakon cerita dan lagu-lagu yang dibawakan biasanya menyangkut kehidupan sehari-hari masyarakat batak toba dan sering juga menimbulkan rasa kesukuan serta kebangsaan yang tinggi. Bahkan ada juga yang berisi sindiran dan kritikan terhadap pemerintah penjajah yang pada waktu itu adalah penjajah dari Belanda, sehingga mengakibatkan banyak terjadi pro dan kontra di antara masyarakat. Cerita yang terdapat dalam Opera Batak juga merupakan cerita tentang rakyat Batak yang dituturkan dari mulut ke mulut. Misalnya kisah tentang Sipurba Goringgoring yang terkenal didaerah Humbang Hasundutan, kisah Siboru Tumbaga, Guru Saman dan Sisingamangaraja dan lainnya.

Penyajian opera Batak dilakukan secara sederhana. Para pelaku opera Batak umumnya bermain secara spontan atau improvisasi walaupun ada naskah yang tertulis. Pertunjukan opera Batak menggunakan nyanyian biasa atau nyayian rakyat yang diselipkan di beberapa adegan sesuai dengan jalan cerita yang dipertunjukkan. Nyanyian ini diiringi oleh Gondang Hasapi sehingga membuat cerita lebih berkesan


(4)

2.2.4 Ensambel Musik Tiup (Brass Band)

Musik tiup (brass band) adalah kesatuan musik dimana alat musik yang dipergunakan adalah alat musik yang terbuat dari logam atau kuningan. Menurut Curt Sachs dalam Wellsprings of Music, pengelompokan musik tentang konsep sexes dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup brass termasuk dalam kelompok aerophone yakni sumber bunyi berasal dari udara (1962:97-98). Awalnya bahan untuk instrumen logam ini terbuat dari kuningan dan sering dinamai brass, yang dapat menghasilkan bunyi musikal dengan cara ditiup. Instrumen logam ini berasal dari tahun 1820-an di tempat asalnya di Inggris.

Ensambel Musik Tiup (Brass Band) awalnya merupakan pengaruh musik luar (musik barat) yang datang ke dalam komunitas masyarakat Batak, diawali dari aktivitas keagamaan oleh gereja pertama di tanah Batak. Masuknya ajaran agama Kristen di tanah Batak, menandai dimulainya era baru dalam banyak aspek kehidupan sosial. Para misionaris dalam penginjilannya juga membawa tradisi musik barat yaitu musik organ dan musik tiup (brass band), sebagai sarana pendukung di dalam penyampaian pelayanan pengabaran Injil di tanah Batak.

Musik barat yang dahulu dipakai hanya dalam kegiatan gereja kini digunakan di acara adat tradisi yang sama halnya dengan gondang. Ensambel musik tiup sekarang sudah digunakan dalam upacara seremonial dan religi bahkan upacara ritual. Dalam praktek dewasa ini ensambel musik tiup dan gondang berkolaborasi, saling mengisi dan saling mempengaruhi.


(5)

2.3 Transmisi Musikal dalam Kebudayaan Musik Batak Toba

Transmisi musikal maksudnya adalah hal-hal yang bekaitan dengan belajar dan mengajar musik (Dorothea 2002: 75). Proses transmisi musik Batak Toba adalah melalui proses tradisi lisan, yaitu melalui penyampaian mulut ke mulut.

Menurut Marsius Sitohang, ada dua cara yang dapat dilakukan dalam proses transmisi musikal dalam kebudayaan Batak Toba yaitu adalah mempelajari musik tersebut secara mandiri, melakukannya sendiri tanpa bantuan seorang guru atau secara pengajaran melalui bantuan seorang guru yang memberikan pengajaran musik tersebut secara langsung.

Mempelajari secara mandiri merupakan suatu cara yang diperoleh melalui kerja keras calon musisi tersebut. Calon musisi tersebut harus mempunyai kemampuan daya ingat yang baik supaya dapat mengingat dari permainan musisi lain. Dari hasil pengamatan inilah menjadi modal untuk dapat memainkan dan mengembangkan sebuah permainan musik yang akan dikuasainya. Selain mempunyai daya ingat yang kuat, calon musisi tersebut juga harus mempunyai kemampuan musikalitas yang baik untuk menciptakan variasi-variasi di dalam permainannya. Kerja keras melalui suatu ketekunan sangat dibutuhkan untuk mencapai hasil yang maksimal.

Pengajaran dengan bantuan seorang guru tentu sangat berbeda dengan cara mandiri. Dengan bantuan seorang guru, calon musisi akan sangat bergantung pada peranan guru tersebut. Guru akan menyampaikan sebuah materi, memeriksa,


(6)

Namun walaupun guru mempunyai peranan penting, hal bahwa calon musisi harus mempunyai kemampuan untuk menangkap apa yang telah didapatkan oleh guru sangatlah penting.