Analisis Teknik Permainan dan Penggarapan Tiga Komposisi Gondang Pada Instrumen Garantung Yang Dimainkan Oleh Tiga Pargarantung

(1)

ANALISIS TEKNIK PERMAINAN DAN PENGGARAPAN TIGA KOMPOSISI GONDANG PADA INSTRUMEN GARANTUNG YANG DIMAINKAN OLEH TIGA PARGARANTUNG

SKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA : NESYA VANIA CLARA SINAGA NIM : 090707003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

ANALISIS TEKNIK PERMAINAN DAN PENGGARAPAN TIGA KOMPOSISI GONDANG PADA INSTRUMEN GARANTUNG YANG DIMAINKAN OLEH TIGA PARGARANTUNG

OLEH :

NAMA : NESYA VANIA CLARA SINAGA NIM : 090707003

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Drs. Mauly Purba, M.A.,Ph.D. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196108291989031003 NIP. 196512211991031001

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan , untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang Ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001


(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hari : Kamis

Tanggal : 22 Agustus 2013

FAKULTAS ILMU BUDAYA USU, Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 1951 1013 1976 031001

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

3. Prof. Drs. Mauly Purba, M.A.,Ph.D. 4. Drs. Perikuten Tarigan, M.A. 5. Arifni Netrirosa, SST., M.A.


(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Analisis Teknik Permainan dan Penggarapan Tiga Komposisi Gondang Pada Instrumen Garantung Yang Dimainkan Oleh Tiga Pargarantung. Tulisan ini akan mengulas bagaimana teknik permainan dan penggarapan dari setiap komposisi gondang yang dimainkan oleh tiga pargarantung. Bagaimana metode yang dipakai dalam menghasilkan garapan dan aspek apa yang membuat penggarapan melodi pargarantung berbeda atau sama. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis, yaitu menguraikan bagaimana teknik permainan garantung, pada saat yang sama menganalisa permainan atau penggarapan dari masing-masing pemain garantung.

Tiga pargarantung yang menjadi fokus pada tulisan ini adalah Marsius Sitohang, Sarikawan Sitohang dan Amarista Simarmata, sementara tiga komposisi

gondang yang akan dianalisis adalah Hata Sopisik, Si Bunga Jambu dan

Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan. Hasil analisa ini menunjukkan bahwa pertama, setiap

pargarantung mengolah permainan mereka dengan cara yang berbeda dan ada pula

yang sama. Perbedaan dan persamaan ini merupakan suatu bukti bahwa tradisi lisan hidup pada tradisi kebudayaan masyarakat Batak Toba. Kedua, tradisi lisan memberi ruang kepada setiap musisi untuk mengekspresikan permainannya sesuai dengan apa yang diinginkannya pada saat memainkan sebuah repertoar. Ketiga, perbedaan dan persamaan dalam memainkan repertoar ini bukan menjadi suatu perdebatan salah atau


(6)

benar namun merupakan menjadi kekayaan budaya musik yang terdapat pada masyarakat Batak Toba.


(7)

ABSTRACT

This thesis is titled “Technique Analysis of the Arrangement and Composition of Three-Composition Garantung by Three Garantung Performers.” The study investigated the arrangement and techniques of each of the compositions that were used by the three performers. Specifically, this study examined the methods that they used in generating arrangement and other aspects that led to differences and parallels in their melody arrangement.In applying descriptive-analysis methodology, this study achieves its purposes of describing Garantung performance techniques and analyzing each performer’s composition and arrangement.

The performers were Marsius Sitohang, Sarikawan Sitohang and Amarista Simarmata. The compositions under study were Hata Sopisik, Si Bunga Jambu, and Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan. The results demonstrate that there were parallels and differences in how each of them organized composition and arrangement. These results substantiate first of all that verbal tradition is well alive in Toba Batak culture. Second of all, verbal tradition provides a Garantung performer with room to improvise to own will – either to play similarly with or differently from the others. Finally, this study shows that Garantung musicians do not see parallels and differences as issues they should debate about how one should best perform; rather, the parallels and differences they produce simply serve to enrich the music culture of Toba Batak.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini berjudul “ANALISIS TEKNIK PERMAINAN DAN PENGGARAPAN TIGA KOMPOSISI GONDANG PADA INSTRUMEN GARANTUNG YANG DIMAINKAN OLEH TIGA PARGARANTUNG” Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi untuk menyelesaikan pendidikan tingkat strata satu (S1) di jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Banyak pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini, baik dalam hal gagasan, waktu maupun materil. Dengan tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka. Secara khusus pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., Ketua Departemen Etnomusikologi, Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D., dan Sekretaris Departemen Etnomusikologi, Dra. Heristina Dewi, M.Pd., atas bantuan yang diberikan kepada saya selama mengikuti dan menyelesaikan pendidikan tingkat S1 jurusan Etnomusikologi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada pembimbing I saya Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. yang telah memberikan semangat, waktu, gagasan pemikiran, peminjaman referensi-referesni terkait, serta diskusi-diskusi yang telah membangun pemahaman penulis yang lebih baik tentang topik pembahasan di


(9)

dalam skripsi ini. Semua ini memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada pembimbing II saya, Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. yang telah memberikan masukan-masukan di dalam diskusi selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

Terima kasih yang tulus dan rasa hormat juga penulis sampaikan kepada semua dosen di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mentransformasikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan di Departemen Etnomusikologi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap tenaga kependidikan di Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah membantu penulis dalam bidang adminstrasi perkuliahan sselama penulis menjadi mahasiswa.

Terima kasih kepada Bapak Marsius Sitohang, Bapak Sarikawan Sitohang dan Bapak Amarista Simarmata selaku informan kunci yang sangat membantu penulis dalam proses pengerjaan tugas akhir ini. Khususnya penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada bapak Marsius Sitohang, di samping sebagai dosen mata kuliah praktek gondang hasapi yang telah mengajarkan garantung kepada penulis selama masa perkuliahan, juga telah meluangkan waktunya untuk mengajarkan garantung dalam konteks kepentingan tulisan akhir ini selama kurang lebih dua bulan.

Kepada teman-temanku se-angkatan 2009 di Departemen Etnomusikologi FIB Universitas Sumatera Utara yang sangat luar biasa, saya ucapkan terima kasih atas


(10)

dukungannya selama ini. Semoga kita sukses bersama-sama. Demikian juga kepada Yosua P. Sihotang yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Terima kasih yang tulus penulis tujukan kepada kedua orang tua, D. Sinaga dan G. Hutagalung serta adikku Vito Sinaga beserta seluruh keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik bagi penulis. Khususnya kepada ayah dan ibuku yang tidak pernah lelah menyemangati dan memotivasi penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini, penulis ucapkan terima kasih.

Terima kasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini, oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga berguna bagi penulis untuk menyempurnakan tugas akhir ini. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, khususnya pengetahuan terhadap budaya musikal masyarakat Batak Toba.

Medan, Agustus 2013


(11)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul: ANALISIS TEKNIK PERMAINAN DAN PENGGARAPAN TIGA KOMPOSISI GONDANG PADA INSTRUMEN GARANTUNG YANG DIMAINKAN OLEH TIGA PARGARANTUNG adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun. Adapun bagian-bagian tertentu

dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan

sumbernya secara jelas sesuai dengan norma kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di penulisan skripsi ini saya

bersedia menerima sanksi dari fakutas sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2013

Nesya Vania Clara Sinaga


(12)

DAFTAR ISI

HAL

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR……….. iii

LEMBAR PERNYATAAN………. vi

DAFTARISI……… viii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Pokok Permasalahan………. 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 6

1.3.1 Tujuan………... 6

1.3.2 Manfaat ………. 6

1.4 Konsep dan Teori……….. 6

1.4.1 Konsep……… 6

1.4.2 Teori……… 8

1.5 Metode Penelitian……….. 10

BAB II TRADISI KEBUDAYAAN MUSIK BATAK TOBA……… 14

2.1 Gambaran Umum Masyarakat Batak Toba………. 14

2.2 Kebudayaan Musikal Masyarakat Batak Toba……… 17

2.2.1 Ensambel Gondang Sabangunan………... 19

2.2.2 Ensambel Gondang Hasapi…...……….. 20

2.2.3 Teater Rakyat: Opera Batak………. 21

2.2.4 Ensambel Musik Tiup ( Brass Band )………. 23


(13)

BAB III INSTRUMEN GARANTUNG……… 26

3.1 Garantung dalam Perspektif Organologi……….. 26

3.2 Nada dan Sistem Pelarasan Garantung……….. 27

3.3 Posisi Badan dan Cara Memegang Kayu Pemukul dalam Memainkan Garantung………. 29

3.4 Garantung dalam Ensambel Gondang……… 31

BAB IV TRANSKRIPSI dan ANALISIS……… 34

4.1 Analisis Bentuk………..………… 33

4.1.1 Analisis Bentuk Gondang Hata Sopisik……… 33

4.1.1.1 Analisis Bentuk Gondang Hata Sopisik oleh Marsius Sitohang……… 33

4.1.1.2 Analisis Bentuk Gondang Hata Sopisik oleh Sarikawan Sitohang……… 40

4.1.1.3 Analisis Bentuk Gondang Hata Sopisik oleh Amarista Simarmata……….. 46

4.1.2 Analisis Bentuk GondangSi Bunga Jambu………… 54

4.1.2.1 Analisis Bentuk Gondang Si Bunga Jambu oleh Marsius Sitohang……….. 54

4.1.2.2 Analisis Bentuk Gondang Si Bunga Jambu oleh Sarikawan Sitohang………... 63

4.1.2.3 Analisis Bentuk Gondang Si Bunga Jambu oleh Amarista Simarmata……….. 72

4.1.3 Analisis Bentuk Gondang Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan ………. 81


(14)

4.1.3.1 Analisis Bentuk Gondang Panogu-nogu

Horbo Tu Lahatan oleh Marsius Sitohang… 81

4.1.3.2 Analisis Bentuk Gondang Panogu-nogu

Horbo Tu Lahatan oleh Sarikawan Sitohang.. 86

4.1.3.3 Analisis Bentuk Gondang Panogu-nogu

Horbo Tu Lahatan oleh Amarista Simarmata 91

4.2 Analisis Teknik Permainan……… 95 4.2.1 Analisis Teknik Permainan Gondang Hata Sopisik.. 95

4.2.1.1 Analisis Teknik Permainan Gondang Hata

Sopisik oleh Marsius Sitohang…... 95 4.2.1.2 Analisis Teknik Permainan Gondang Hata

Sopisik oleh Sarikawan Sitohang………… 97

4.2.1.3 Analisis Teknik Permainan Gondang Hata

Sopisik oleh Amarista Simarmata………. 100

4.2.2 Analisis Teknik Permainan Gondang Si Bunga

Jambu………… . 101

4.2.2.1 Analisis Teknik Permainan Gondang Si Bunga

Jambu oleh Marsius Sitohang……… 101

4.2.2.2 Analisis Teknik Permainan Gondang Si Bunga

Jambu oleh Sarikawan Sitohang……… 102

4.2.2.3 Analisis Teknik Permainan Gondang Si Bunga

Jambu oleh Amarista Simarmata………….. 103

4.2.3 Analisis Teknik Permainan Gondang Panogu-nogu

Horbo Tu Lahatan………. 104


(15)

nogu Horbo Tu Lahatan oleh Marsius

Sitohang……….. 104

4.2.3.2 Analisis Teknik Permainan Gondang Panogu- nogu Horbo Tu Lahatan oleh Sarikawan Sitohang……….. 105

4.2.3.3 Analisis Teknik Permainan Gondang Panogu- nogu Horbo Tu Lahatan oleh Amarista Simarmata……… 106

4.2.4 Kesimpulan Analisis Teknik Permainan……….. 107

BAB V KESIMPULAN………. 110

DAFTAR PUSTAKA………. 114


(16)

ABSTRACT

This thesis is titled “Technique Analysis of the Arrangement and Composition of Three-Composition Garantung by Three Garantung Performers.” The study investigated the arrangement and techniques of each of the compositions that were used by the three performers. Specifically, this study examined the methods that they used in generating arrangement and other aspects that led to differences and parallels in their melody arrangement.In applying descriptive-analysis methodology, this study achieves its purposes of describing Garantung performance techniques and analyzing each performer’s composition and arrangement.

The performers were Marsius Sitohang, Sarikawan Sitohang and Amarista Simarmata. The compositions under study were Hata Sopisik, Si Bunga Jambu, and Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan. The results demonstrate that there were parallels and differences in how each of them organized composition and arrangement. These results substantiate first of all that verbal tradition is well alive in Toba Batak culture. Second of all, verbal tradition provides a Garantung performer with room to improvise to own will – either to play similarly with or differently from the others. Finally, this study shows that Garantung musicians do not see parallels and differences as issues they should debate about how one should best perform; rather, the parallels and differences they produce simply serve to enrich the music culture of Toba Batak.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu mata kuliah praktek yang saya ikuti selama empat semester (sejak T.A 2010/2011 s.d. T.A 2011/2012) berturut-turut di program studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara adalah mata kuliah Praktek Ensambel Gondang1

1

Menurut Purba dalam Victor Gannap (2010) mengatakan: “Dalam bahasa Batak Toba kata ‘gondang’ mempunyai arti yang majemuk. Kata tersebut bisa berarti instrumen musikal, ensambel musikal, judul sebuah komposisi musik, judul kolektif dari beberapa komposisi musik (repertoar), sebuah upacara, menunjukkan suatu kelompok …. Di samping itu, kata gondang seperti juga kata ‘benda’ lainnya, yang jika digabungkan dengan awalan tertentu akan memberikan pengertian yang berbeda. Sebagai contoh: kata ‘margondang’, ‘pargondang’, ‘sagondang’ … Oleh karena itu perlu dipahami bahwa kata gondang adalah sesuatu yang fleksibel untuk digunakan pada berbagai ekspresi. Oleh karena itu pula, kata gondang yang digunakan pada kalimat dan konteks yang berbeda akan memberikan pengertian yang berbeda pula. Perlu juga dicatat bahwa pengertian dan penggunaan kata

gondang jelas berbeda dari arti yang terkandung dalam kata gendang atau khendang dalam bahasa Melayu dan Jawa. Kendati mereka memiliki persamaan di dalam artikulasi, namun mereka memberikan arti yang sangat berbeda.”

Hasapi Batak Toba, dengan kode mata kuliah: Mus 172, Mus

263, Mus 264 dan Mus 375. Salah satu tujuan instruksional mata kuliah ini adalah bahwa ditiap akhir semester yang berjalan, mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut diharapkan mampu memainkan instrumen garantung—sesuai dengan repertoar yang diajarkan—secara solo maupun dalam format ensambel. Mengingat jumlah waktu yang tersedia per pertemuan yang relatif singkat, maka kemampuan musikalitas mahasiswa di dalam mempelajari dan kemudian menguasai bagaimana


(18)

memainkan melodi komposisi gondang diajarkan pada intrumen-instrumen yang ditawarkan di dalam mata kuliah tersebut menjadi sangat penting.

Formasi instrumen yang biasanya dimainkan dalam ensambel gondang hasapi adalah dua buah hasapi (two stringed boat lute-chordophone) masing-masing disebut

hasapi ende dan hasapi doal, sebuah garantung (wooden-xylophone, struck

idiophone), sebuah sulim (transverse bamboo-flute-aerophone), dan sebuah sarune

etek (single-reed idioglot-aerophone). Di dalam mata kuliah gondang hasapi yang

diajarkan di program studi Etnomusikologi yang saya ikuti, hanya ada tiga instrumen yang diajarkan, yaitu hasapi, sulim dan garantung. Sejak mengikuti perkuliahan tersebut saya sudah memutuskan untuk mempelajari lebih jauh tentang instrumen

garantung. Saya memilih mempelajari garantung karena menurut pengamatan saya

jauh lebih mudah mendengarkan dan memainkan melodi garantung dibandingkan dengan mendengar dan memainkan instrumen lainnya yang ada di dalam ensambel

gondang hasapi. Alasan dasar inilah yang membuat saya tertarik untuk mempelajari

lebih jauh tentang instrumen garantung, baik dari sisi teknik memainkannya maupun aspek-aspek musikal dan ekstra musikal lainnya termasuk pembuatannya, perkembangannya, metode pentransmisiannya, maupun cara penggarapan pukulan oleh para pargarantung.

Dalam proses pembelajaran di kelas, sebagai partisipan kelas saya diajarkan memainkan repertoar musik gondang hasapi, yang secara khusus dimainkan untuk instrumen garantung. Metodenya adalah sebagai berikut: dosen lebih dahulu memberikan contoh dengan cara memainkan sebuah melodi gondang secara utuh


(19)

pada instrumen garantung. Apa yang dimainkan oleh sang dosen harus diingat oleh mahasiswa. Oleh karena itu, dalam proses belajar ini, saya harus mengandalkan ingatan untuk memainkan repertoar tersebut. Persoalan yang klasik biasanya muncul saat perkuliahan telah usai. Misalnya, ketika berada di rumah, saat saya ingin mengulang kembali memainkan bagaimana melodi yang dimainkan sang dosen waktu di kelas, saya tidak dapat mengingatnya. Dengan kata lain, saya lupa. Pada saat seperti ini saya selalu mencari jawabannya lewat internet. Di media tersebut selalu ada dokumen rekaman yang sering sekali memberikan alternatif. Namun sering pula terjadi saat menemukan rekaman repertoar yang diinginkan, judulnya sama, namun bunyinya atau melodi gondang yang dimainkan terdengar berbeda dari apa yang diajarkan di kelas. Perbedaan dimaksud kerap sekali terjadi pada variasi-variasi yang dimunculkan. Pengalaman ini melahirkan beberapa pertanyaan di benak penulis. Pertama, sebenarnya bagaimanakah seorang pargarantung menggarap sebuah repertoar? Apakah di dalam memainkan sebuah repertoar tertentu, pargarantung menerapkan cara-cara tertentu pula, khususnya dalam menggarap variasi pukulan? Jika demikian, bagaimanakah metode yang diterapkan pargarantung dalam menggarap variasi pukulan tersebut? Kedua, haruskah penggarapan permainan gondang (khususnya pada instrumen garantung) oleh pargarantung yang berbeda menghasilkan komposisi yang berbeda pula? Jika demikian dimanakah perbedaannya? Aspek apakah yang membedakan penggarapan permainan yang sama oleh pargarantung yang berbeda? Apakah ada juga aspek yang sama?


(20)

Musisi yang memainkan garantung disebut pargarantung. Menjadi

pargarantung adalah melalui proses belajar atau memiliki bakat alamiah. Mereka

belajar dari pargarantung terdahulu yang telah mereka amati. Awalnya mereka menyimak bagaimana cara pargarantung memainkan sebuah repertoar, mendengarkan, menghafal melodi dan memperhatikan pergerakan tangan saat memukul bilah garantung. Untuk lebih mendalaminya, mereka harus berlatih kembali sehingga dapat memainkan repertoar secara utuh

Dalam memainkan sebuah repertoar gondang seorang pargarantung memainkan repertoar gondang yang digarapnya sesuai dengan keinginan setiap pargarantung. Garapan maksudnya adalah kombinasi pengolahan nada dan ritma yang diciptakan oleh pargarantung ke dalam pengorganisasian tangan kanan dan tangan kiri dalam memainkan sebuah repertoar. Dari pengamatan yang saya lakukan, saya mencatat bahwa antara satu pargarantung dengan pargarantung lainnya mempunyai materi dan metode penggarapan yang berbeda, tetapi bisa pula sama, atau mirip. Asumsi ini didasarkan pada kenyataan adalah bahwa interaksi diantara

pargarantung sering terjadi yang memungkinkan mereka bertukar pendapat atau

saling menceritakan pengalaman dan kemungkinan bisa menghasilkan pengaruh terhadap cara mereka memainkan garantung. Pendapat ini juga didasarkan pada kenyataan bahwa tradisi musik Batak Toba, termasuk tradisi gondang hasapi, adalah tradisi yang ditransmisikan lewat cara lisan, yaitu segala sesuatunya yang berhubungan dengan tradisi musik itu—pengajarannya dan pembuatan alat musiknyanya—semua dilakukan dengan cara lisan (oral tradition). Interaksi


(21)

dimaksud memberikan konsekuensi logis, yaitu bahwa perbedaan dan persamaan yang ada di dalam tradisi gondang hasapi menjadi warna yang kuat dan menjadi karakter tradisi musik tersebut. Persamaan dan perbedaan tersebut penting untuk dipelajari: dimana perbedaan dan dimana persamaannya. Faktor apa sajakah sebenarnya yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaannya, serta bagaimana proses persamaan dan perbedaan tersebut bisa berlangsung dan berkesinambungan?

Berdasarkan hal dan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang permainan garantung, dan dituliskan dalam skripsi dengan judul:

ANALISIS TEKNIK PERMAINAN DAN PENGGARAPAN TIGA KOMPOSISI GONDANG PADA INSTRUMEN GARANTUNG YANG DIMAINKAN OLEH TIGA PARGARANTUNG.

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun pokok permasalahan pada skripsi ini adalah bagaimana teknik permainan dan penggarapan tiga komposisi gondang yang dimainkan oleh tiga

pargarantung. Dalam teknik permainan apakah ada cara atau pola tertentu dalam

memainkan repertoar gondang? Bagaimana metode yang dipakai dalam menghasilkan garapan? Aspek apa yang membuat penggarapan yang dimainkan


(22)

Tiga repertoar yang akan dianalisis adalah Gondang Hata Sopisik, Gondang Si

Bunga Jambu dan Gondang Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan. Analisis teknik

permainan yang akan dilakukan terhadap ke tiga repertoar ini diharapkan mampu menunjukkan kekayaan pola permainan garantung yang dimainkan oleh tiga

pargarantung.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui cara atau pola teknik permainan tiga gondang yang dimainkan oleh ketiga pargarantung.

2. Untuk mengetahui metode yang dipakai dalam mengahasilkan garapan

3. Untuk mengetahui aspek apa yang membuat penggarapan yang dimainkan

pargarantung berbeda atau sama

1.3.2 Manfaat

1. Sebagai pengayaan referensi musik Batak Toba khususnya musik garantung

2. Sebagai referensi penelitian berikutnya dalam aspek teknis maupun teori musik Batak Toba

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Ada beberapa konsep dasar yang perlu dijelaskan dalam penulisan skripsi ini. Konsep merupakan suatu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala


(23)

(Mely Tan dalam Koentjaraningrat, 1991: 21). Konsep dimaksudkan untuk memberi definisi dan pembatasan pemahaman.

Kata analisis berasal dari kata analisa yaitu, penyelidikan dan penguraian terhadap masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah. Adapun objek penelitian yang akan diuraikan adalah teknik permainan dan penggarapan tiga komposisi gondang oleh tiga pargarantung pada instrumen garantung.

Teknik permainan yang dimaksud pada tulisan ini adalah cara yang dipakai seorang pargarantung dalam memainkan repertoar tersebut khususnya dalam menggarap. Hal ini dicapai dengan mengidentifikasi pergerakan tangan kanan dan kiri pargarantung.

Penggarapan berasal dari kata garap yang merupakan istilah yang dipakai pada gamelan jawa. Judith Becker dalam bukunya Karawitan Source Readings In

Javenese Gamelan And Vocal Music mengatakan: “Garap: 1. Way of working or

fashioning. 2. The creation of melodies.” Jika diterjemahkan secara bebas, garap

berarti cara dalam bekerja, memberi bentuk, dan melodi yang diciptakan. Dalam skripsi ini penulis mengadopsi kata garap, dan penggarapan yang penulis maksud adalah pengolahan pukulan (seperti contoh Gambar.1 di bawah ini) yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan tangan kanan dan kiri. Garapan bersifat ekspresif, yaitu permainan sangat ditentukan oleh kondisi emosi dan perasaan orang yang sedang memainkannya.


(24)

Tangkai keatas gerakan tangan kiri

Tangkai kebawah gerakan tangan kanan Gambar. 1

Gondang pada judul skripsi ini mengandung banyak pengertian seperti yang sudah penulis utarakan pada latar belakang. Gondang yang dimaksud pada judul skripsi ini adalah judul sebuah komposisi musik.

Yang dimaksud dengan pargarantung adalah seorang yang mampu memainkan garantung, mengenal sejumlah repertoar gondang atau merupakan seorang pemain garantung dalam grup musik etnis Batak

1.4.2 Teori

Untuk menguraikan topik-topik pembahasan dibutuhkan teori yang berguna untuk mempedomani penguraian tersebut.

Mengatakan suatu tradisi kebudayaan menganut sistem tradisi lisan adalah bersangkut paut dengan aspek pewarisan kebudayaan tersebut. Tradisi lisan berarti unsur-unsur kebudayaan seperti cara memainkan musik, cara menggarap musik, cara membuat musik, folklore dan unsur lainnya, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dari mulut ke mulut (Nettl 1973: 3). Jika demikian, maka bukan tidak


(25)

mungkin kita dapat mengungkapkan hal-hal yang tersembunyi atau belum diketahui tentang teori praktis dan teknik-teknik permainan yang dinyatakan lewat istilah-istilah lokal dapat diteliti atau diungkap.

Tradisi yang diwariskan dengan cara mulut ke mulut ini juga akan mengakibatkan beberapa konsekuensi lain yaitu pemahaman si penerima yang berkembang mengikuti perubahan lingkungan dan waktu. Beberapa pargarantung yang memainkan repertoar dengan judul yang sama akan menghasilkan repertoar tersebut dengan bentuk dan cara yang berbeda atau mungkin sama. Hal ini mungkin diakibatkan oleh pengalaman bermusik, lingkungan tempat tinggal, dengan siapa mereka berinteraksi yang mengakibatkan permainan mereka berbeda atau sama. Netll dalam bukunya The Study of Ethnomusicology, 29 Issues and Concepts juga mengatakan bahwa di dalam literatur etnomusikologi, musik tidak mempermasalahkan suatu kebenaran. Perbedaan dan persamaan dalam musik tradisi tersebut adalah hal yang normal dan tidak ada yang salah (Nettl 1983: 172). Justru perbedaan dan persamaan inilah menjadi ciri dan warna dalam tradisi musikal pada masyarakat Batak Toba.

Selain teori tradisi lisan, penulis menggunakan pendekatan transkripsi. Nettl dalam bukunya Folk and Traditional Music of the Western Continents mengatakan bahwa mentranskripsi musik ke dalam bentuk notasi adalah satu-satunya cara yang digunakan peneliti untuk dapat menganalisis suatu musik. Lebih jauh, dengan mentranskripsi dan menganalisis musik tersebut merupakan tahapan bagi peneliti untuk dapat mengetahui mengapa perbedaan dan persamaan muncul dalam suatu


(26)

proses memainkan musik (Nettl 1973: 35). Oleh karena kerangka pikir ini, penulis berpedoman bahwa dengan melakukan pentranskripsian terhadap musik yang diteliti penulis dapat menjawab permasalahan di dalam tulisan ini.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis, yaitu menguraikan bagaimana teknik permainan garantung, pada saat yang sama menganalisa permainan atau penggarapan dari masing-masing pemain

garantung.

Pada tahap awal, penulis melakukan studi kepustakaan dengan mencari dan membaca tulisan yang berkaitan dengan kajian penulis. Setelah membaca dan memahami apa yang ingin dicapai, penulis menetapkan tiga pargarantung sebagai informan kunci. Alasan penulis menetapkan tiga orang adalah dikarenakan jumlah

pargarantung pada saat ini yang sangat sedikit sehingga tiga pargarantung ini sudah

cukup mewakili. Tiga orang pargarantung yang penulis pilih yaitu Marsius Sitohang, Sarikawan Sitohang dan Amarista Simarmata. Ketiga informan ini merupakan seniman dalam dunia musik Batak Toba, mereka mampu dalam memainkan

garantung dan sudah diakui kemampuannya oleh masyarakat. Tahap berikutnya

penulis melakukan perekaman tiga repertoar gondang, yang dilakukan dari satu

pargarantung ke pargarantung berikutnya. Perekaman dilakukan secara audio visual.

Audio untuk mendengarkan bunyi garantung dan visual untuk melihat pergerakan tangan pargarantung. Setelah mendapatkan data rekaman, penulis mendengar dan melihat secara berulang-ulang rekaman lagu. Penulis mulai mengingat repertoar


(27)

tersebut, kemudian melatihnya langsung dengan garantung. Penulis harus berulang-ulang melihat maupun mendengar rekaman lagu dan melatihnya bagian per bagian. Dalam melatih instrumen garantung, penulis mendapat kemudahan dalam mengorganisasi pergerakan tangan dikarenakan penulis telah belajar piano selama kurang lebih tiga belas tahun. Pergerakan tangan dalam memainkan piano yang juga dapat diterapkan dalam memainkan garantung adalah seperti gerakan searah (similar

motion) dan gerakan berlawanan (contrary motion). Melalui hal ini penulis terbantu

dalam memainkan repertoar garantung dan hal pemahaman penulisan transkripsi yaitu dalam memahami tinggi rendah dan panjang pendeknya nilai sebuah nada. Namun demikian, penulis harus bisa mencapai tingkat yang lebih lagi yaitu memahami setiap garapan yang dibuat oleh masing-masing pargarantung. Untuk mencapai ini, penulis melakukan latihan. Setelah dapat memainkan repertoar tersebut, penulis mulai melakukan transkripsi di atas kertas. Repertoar yang telah ditranskripsi kemudian dianalisis oleh penulis. Hasil transkripsi dan analisis inilah yang nantinya menjadi tujuan dari penelitian ini.

Untuk mentranskripsi repertoar gondang, penulis mengadopsi sistem notasi barat konvensional yang akan dikombinasikan dengan simbol-simbol notasi yang diciptakan oleh penulis (Lihat Tabel 1. Notasi yang digunakan untuk Transkripsi). Penggunaan sistem notasi barat didasari oleh beberapa alasan: pertama bahwa sistem notasi barat lebih dikenal secara umum dibanding sistem notasi-notasi lain; kedua, notasi barat merupakan cara yang lebih efektif dalam menunjukkan aspek ritma yang mendukung dalam penulisan repertoar gondang yang menjadi bahan analisis penulis.


(28)

Pemahaman nilai ketukan pada notasi barat tetap digunakan penulis dalam menunjukkan jumlah waktu dalam memainkan repertoar. Nilai ketukan pada penulisan ini menggunkan nilai satuan σδφγκλ;θ σ sebagai satu ketuk.

Simbol-simbol notasi yang akan dipakai penulis pada penulisan repertoar adalah :

Tangan Kanan

Tangan Kiri

Pukulan Tak (pukulan pinggiran badan kayu oleh tangan kiri)

| | | |

Garis putus-putus yang diasosiasikan pada garis birama seperti pada musik barat (membatasi jumlah nilai ketukan setiap birama)

Tabel. 1

Notasi pada Tabel. 1 akan diletakkan pada garis paranada. Garis paranada yang digunakan penulis mempunyai fungsi yang berbeda dari garis paranada pada musik barat. Perbedaannya adalah pada musik barat penggunaan 5 garis dan 4 spasi menunjukkan ketinggian suatu nada, sedangkan penulis hanya menggunakan 5 garis dan garis bantu dimana setiap garis merepresentasikan satu bilah pada garantung. Lihat Gambar.2 pada halaman 13.


(29)

Bilah garantung Garis Paranada Gambar 2.


(30)

BAB II

TRADISI KEBUDAYAAN MUSIK BATAK TOBA

2.1 Gambaran Umum Masyarakat Batak Toba

Batak Toba merupakan salah satu suku dari lima kelompok etnik suku Batak yang tinggal di Sumatera Utara. Empat kelompok etnik lainnya yaitu Pakpak, Mandailing, Simalungun dan Karo. Dari lima sub-suku ini, Batak Toba merupakan suku yang paling banyak jumlahnya.

Secara administratif, etnik Batak Toba mendiami daerah Tapanuli Utara. Pada umumnya masyarakat Batak Toba bermata pencaharian sebagai petani yang bekerja di persawahan dan ada pula yang membuka perladangan dimana mereka dapat bercocok tanam dan beternak. Selain bercocok tanam dan beternak, masyarakat Batak Toba juga ada yang berprofesi sebagai nelayan di sekitar danau Toba. Namun setelah berkembangnya jaman, profesi-profesi ini dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehingga banyak masyarakat Batak Toba yang pergi merantau keluar dari Tapanuli Utara dan hidup disana. Pada sekarang ini masyarakat Batak Toba yang telah maju dalam pendidikan sudah mendapatkan profesi-profesi lainnya dan menetap di kota-kota Indonesia.

Bahasa yang digunakan oleh suku Batak Toba disebut bahasa Batak. Bahasa Batak ini digunakan sebagai bahasa sehari-hari mereka untuk berkomunikasi. Bahasa Batak Toba juga dianggap sebagai dasar dilaek bahasa sub suku Batak lainnya (Siahaan 1964: 60).


(31)

Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya. Seperti yang diungkapkan Koentjaraningrat bahwa kebudayaan merupakan ungkapan dari ide, gagasan dan tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidup sehari-hari, yang diperoleh melalui proses belajar dan mengajar (2000:215). Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia adalah bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat merupakan bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan.

Dalam mitologi yang berkembang pada masyarakat Batak Toba, penguasa tertinggi adalah Ompu Mulajadi Nabolon. Hal ini diyakini bahwa manusia dan segala isinya diciptakan oleh Mulajadi Nabolon. Mulajadi Nabolon ini terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu: Batara Guru,

Ompu Tuan Soripada dan Ompu Tuan Mangalabulan. Batara Guru merupakan dewa

yang memberikan kepintaran, tempat bertanya dan pemberi talenta. Ompu Tuan

Soripada merupakan sebagai dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan,

kejayaan dan kesusahan bagi manusia. Sedangkan Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu kedukunan, kesaktian, kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55)

Setelah agama Kristen dan agama Islam memasuki tanah Batak khususnya, sebagian besar masyarakat menerima agama tersebut. Masyarakat Batak Toba mayoritas memeluk agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Akan tetapi sampai


(32)

saat ini masih ada masyarakat yang menganut kepercayaan Batak Toba asli yang disebut dengan Ugamo Malim (Parmalim).

Sistem kekerabatan orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam tiga posisi yang disebut Dalihan Na Tolu. Dalam berbagai tulisan yang membicarakan masyarakat Toba, istilah Dalihan Na Tolu selalu diartikan atau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Tiga Tungku Sejerangan atau Tungku Nan Tiga yaitu: (1) pihak semarga atau Dongan

Tubu (2) pihak yang menerima istri atau Hula-hula (3) pihak yang memberi istri atau

Boru. Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Sistem ini bersifat kontekstual, maksudnya adalah setiap masyarakat Batak Toba akan pernah menjadi Hula-hula, juga sebagai Dongan Tubu, dan sebagai Boru.

Disamping mempunyai struktur kemasyarakatan yang kompleks, suku Batak Toba juga mempunyai kesenian yang cukup beragam. Kesenian ini antara lain seni sastra, seni rupa, seni tari dan seni musik. Seni musik dalam budaya Batak Toba terdiri dari musik vokal dan instrumental.


(33)

Gambar 3. Tanah Batak, Terletak di Sumatera Utara, Kab. Samosir, Kab. Toba Samosir, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Humbanghasundutan

(Sumbe

2.2 Kebudayaan Musikal Masyarakat Batak Toba

Musik dalam budaya Batak Toba terdiri dari musik vokal dan instrumental. Musik vokal disebut dengan istilah ende dan musik instrumental disebut gondang. Ende dapat dibagi menurut fungsi dan tujuan lagu tersebut. Jenis-jenis ende adalah:

(a) Mandideng, nyanyian untuk menidurkan anak, (b) Sipaingot, nyanyian yang isi

teksnya berupa pesan kepada anak perempuan yang akan menikah, (c) Pargaulan, nyanyian solo khorus oleh kaum muda pada waktu senggang, (d) Tumba, nyanyian


(34)

khusus untuk iringan tari tumba, biasanya pada saat terang bulan, (e) Sibaran, nyanyian yang menceritakan penderitaan yang berkepanjangan yang menimpa seseorang atau keluarga, (f) Pasu-pasuan, nyanyian yang berkenaan dengan pemberkatan, yang mengungkapkan lirik-lirik tentang kekuasaan Tuhan, biasanya dinyanyikan oleh orang tua kepada anaknya, (g) Hata yaitu nyanyian yang dinyanyikan dengan ritma yang “monoton” seperti metric speech atau rap dengan lirik berupa pantun dengan sajak AABB dengan memiliki jumlah suku kata yang relatif sama setiap barisnya. Biasanya nyanyian ini dilakukan sekelompok anak yang dipimpin oleh seorang yang lebih dewasa atau orang tua, (h) Andung, yaitu nyanyian yang menceritakan riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, baik pada waktu di depan jenazah ataupun setelah dikubur. Nyanyian ini secara spontanitas dengan garis melodi yang bebas (Ben Pasaribu 1986:27-28)

Aktivitas musikal dalam bentuk musik instrumental Batak Toba dikenal dengan sebutan Gondang. Gondang terdiri dari dua bagian, yakni Gondang

Sabangunan (Gondang Bolon) dan Gondang Hasapi (Uning-uningan). Gondang

Sabangunan dan Gondang Hasapi adalah dua jenis ensambel musik yang terdapat

pada tradisi musik Batak Toba. Secara umum fungsi kedua jenis ensambel ini hampir tidak memiliki perbedaan, keduanya selalu digunakan di dalam upacara yang berkaitan dengan religi, adat, maupun acara seremonial lainnya. Namun demikian jika diteliti lebih lanjut, kita akan menemukan perbedaan yang cukup mendasar dari kedua ensambel ini.


(35)

2.2.1 Ensambel Gondang Sabangunan

Gondang Sabangunan terdiri dari taganing, gordang bolon, sarune bolon,

ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, ogung doal dan hesek. Dalam uraian

berikut ini akan dijelaskan fungsi dari masing-masing instrumen.

1. Taganing (braced-drum chime) dari segi teknis, memiliki tanggung jawab

dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi bersama-sama dengan sarune. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai “pengaba” dengan isyarat-isyarat ritma yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada pemain lainnya

2. Gordang Bolon (braced-drum) berfungsi sebagai instrumen ritma variabel,

yaitu memainkan iringan musik lagu.

3. Sarune Bolon (double reed oboe) berfungsi sebagai pembawa melodi lagu

yang dibawakan oleh taganing.

4. Ogung (Suspended Gong) yang terdiri dari Ogung Oloan, Ihutan, Panggora

dan Doal. Ogung Oloan berfungsi dalam membentuk ritma yang konstan,

yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi Ogung

Oloan ini umumnya sama dengan fungsi Ogung Ihutan, Ogung Panggora,

dan Ogung Doal. Ogung Doal memperdengarkan bunyinya tepat di

tengah-tengah dari dua pukulan hesek dan menimbulkan suatu efek sinkop dari


(36)

5. Hesek berfungsi sebagai pembawa tempo (ketukan dasar) untuk menuntun instrumen lainnya.

Gondang Sabangunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara yang berhubungan dengan upacara adat maupun upacara religius. Gondang berperan sebagai media yang menghubungkan manusia dengan penciptanya dan juga dianggap sebagai media yang menghubungkan manusia dengan sesamanya. Disamping itu

Gondang Sabangunan kini digunakan sebagai sarana hiburan.

Ensambel Gondang Sabangunan juga kerap disebut Gondang Bolon.

Gondang Bolon berarti ensambel yang besar.

2.2.2 Ensambel Gondang Hasapi

Ensambel Gondang Hasapi terdiri dari beberapa instrumen yaitu :

1. Hasapi Ende (pluked lute) adalah instrumen pembawa melodi. Instrumen ini

termasuk kedalam kelompok chordophone. Instrumen ini dimainkan dengan cara mamiltik (dipetik).

2. Hasapi Doal (pluked lute), instrumen ini sama dengan Hasapi Ende namun

dalam permainannya Hasapi Doal berperan sebagai pembawa ritma konstan. Ukuran instrumen Hasapi Doal sedikit lebih besar dari Hasapi Ende.

3. Sarune Etek (idio-aerophone), adalah instrumen pembawa melodi yang

memiliki reed tunggal (single reed). Klasifikasi instrumen ini termasuk dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lubang nada (empat dibagian atas, satu di bagian bawah) yang dimainkan dengan cara ditiup.


(37)

4. Garantung (wooden-xylophone), adalah instrumen pembawa melodi yang terbuat dari kayu dan memiliki lima bilah nada atau lebih. Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam kelompok xylophone. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan sebagai pembawa ritma pada lagu-lagu tertentu.

5. Hesek, adalah instrumen pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari

pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong. Instrumen ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai dengan irama dari suatu lagu. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok idiophone.

Dalam perkembangannya, gondang hasapi kadangkala ditambah dengan instrumen sulim. Beberapa narasumber menyebutkan bahwa alat musik sulim

termasuk ke dalam ensambel gondang hasapi dipengaruhi dari ansambel musik opera Batak.

Ensambel Gondang Hasapi pada saat ini lebih dikenal dipergunakan dalam konteks hiburan seperti tradisi opera Batak. Unsur-unsur vokal sering dipakai dalam opera Batak ini, sehingga bisa dikatakan Gondang Hasapi dalam konteks “opera Batak” adalah sebagai pengiring vokal ataupun penggiring tarian, seperti Tumba dan Tor-tor.


(38)

2.2.3 Teater Rakyat: Opera Batak

Opera Batak adalah suatu bentuk pertunjukan berupa sandiwara keliling, yang menampilkan cerita- cerita rakyat Batak, yang terdiri dari dua sampai lima babak dimana didalam setiap penampilannya selalu disertai dengan musik, vokal dan tarian. Opera Batak berkembang di daerah Sitamiang Samosir,yang dipelopori oleh Tilhang Gultom sekitar tahun 1928. Opera batak ini dimainkan biasanya pada malam hari untuk mengisi kekosongan waktu masyarakat batak dan untuk melepas keletihan sesudah bekerja. Lakon cerita dan lagu-lagu yang dibawakan biasanya menyangkut kehidupan sehari-hari masyarakat batak toba dan sering juga menimbulkan rasa kesukuan serta kebangsaan yang tinggi. Bahkan ada juga yang berisi sindiran dan kritikan terhadap pemerintah penjajah yang pada waktu itu adalah penjajah dari Belanda, sehingga mengakibatkan banyak terjadi pro dan kontra di antara masyarakat. Cerita yang terdapat dalam Opera Batak juga merupakan cerita tentang rakyat Batak yang dituturkan dari mulut ke mulut. Misalnya kisah tentang Sipurba Goringgoring yang terkenal didaerah Humbang Hasundutan, kisah Siboru Tumbaga, Guru Saman dan Sisingamangaraja dan lainnya.

Penyajian opera Batak dilakukan secara sederhana. Para pelaku opera Batak umumnya bermain secara spontan atau improvisasi walaupun ada naskah yang tertulis. Pertunjukan opera Batak menggunakan nyanyian biasa atau nyayian rakyat yang diselipkan di beberapa adegan sesuai dengan jalan cerita yang dipertunjukkan. Nyanyian ini diiringi oleh Gondang Hasapi sehingga membuat cerita lebih berkesan dan meriah.


(39)

2.2.4 Ensambel Musik Tiup (Brass Band)

Musik tiup (brass band) adalah kesatuan musik dimana alat musik yang dipergunakan adalah alat musik yang terbuat dari logam atau kuningan. Menurut Curt

Sachs dalam Wellsprings of Music, pengelompokan musik tentang konsep sexes

dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup brass termasuk dalam kelompok aerophone yakni sumber bunyi berasal dari udara (1962:97-98). Awalnya bahan untuk instrumen logam ini terbuat dari kuningan dan sering dinamai brass, yang dapat menghasilkan bunyi musikal dengan cara ditiup. Instrumen logam ini berasal dari tahun 1820-an di tempat asalnya di Inggris.

Ensambel Musik Tiup (Brass Band) awalnya merupakan pengaruh musik luar (musik barat) yang datang ke dalam komunitas masyarakat Batak, diawali dari aktivitas keagamaan oleh gereja pertama di tanah Batak. Masuknya ajaran agama Kristen di tanah Batak, menandai dimulainya era baru dalam banyak aspek kehidupan sosial. Para misionaris dalam penginjilannya juga membawa tradisi musik barat yaitu musik organ dan musik tiup (brass band), sebagai sarana pendukung di dalam penyampaian pelayanan pengabaran Injil di tanah Batak.

Musik barat yang dahulu dipakai hanya dalam kegiatan gereja kini digunakan di acara adat tradisi yang sama halnya dengan gondang. Ensambel musik tiup sekarang sudah digunakan dalam upacara seremonial dan religi bahkan upacara ritual. Dalam praktek dewasa ini ensambel musik tiup dan gondang berkolaborasi, saling mengisi dan saling mempengaruhi.


(40)

2.3 Transmisi Musikal dalam Kebudayaan Musik Batak Toba

Transmisi musikal maksudnya adalah hal-hal yang bekaitan dengan belajar dan mengajar musik (Dorothea 2002: 75). Proses transmisi musik Batak Toba adalah melalui proses tradisi lisan, yaitu melalui penyampaian mulut ke mulut.

Menurut Marsius Sitohang, ada dua cara yang dapat dilakukan dalam proses transmisi musikal dalam kebudayaan Batak Toba yaitu adalah mempelajari musik tersebut secara mandiri, melakukannya sendiri tanpa bantuan seorang guru atau secara pengajaran melalui bantuan seorang guru yang memberikan pengajaran musik tersebut secara langsung.

Mempelajari secara mandiri merupakan suatu cara yang diperoleh melalui kerja keras calon musisi tersebut. Calon musisi tersebut harus mempunyai kemampuan daya ingat yang baik supaya dapat mengingat dari permainan musisi lain. Dari hasil pengamatan inilah menjadi modal untuk dapat memainkan dan mengembangkan sebuah permainan musik yang akan dikuasainya. Selain mempunyai daya ingat yang kuat, calon musisi tersebut juga harus mempunyai kemampuan musikalitas yang baik untuk menciptakan variasi-variasi di dalam permainannya. Kerja keras melalui suatu ketekunan sangat dibutuhkan untuk mencapai hasil yang maksimal.

Pengajaran dengan bantuan seorang guru tentu sangat berbeda dengan cara mandiri. Dengan bantuan seorang guru, calon musisi akan sangat bergantung pada peranan guru tersebut. Guru akan menyampaikan sebuah materi, memeriksa, memberi masukan ataupun memperbaiki permainan dari calon musisi tersebut.


(41)

Namun walaupun guru mempunyai peranan penting, hal bahwa calon musisi harus mempunyai kemampuan untuk menangkap apa yang telah didapatkan oleh guru sangatlah penting.


(42)

BAB III

INSTRUMEN GARANTUNG

3.1 Garantung dalam Perspektif Organologi

Garantung Batak Toba termasuk dalam klasifikasi idiophone yang terdiri dari bilah-bilah kayu yang dibunyikan dengan cara dipukul dengan menggunakan stik pemukul (palu-palu). Dilihat dari bentuknya, garantung dikategorikan dalam jenis

xylophone dimana bilah-bilah kayu disusun secara berurutan sesuai nadanya masing-masing.

Garantung pada awalnya berbentuk sangat sederhana dan masih berbilah lima

buah. Tangga nada yang terdapat pada garantung pada masa itu merupakan sistem lima nada dan belum menggunakan sistem penalaan musik barat. Susunan bilah-bilah

garantung adalah dari kanan ke kiri berurut dimulai dari nada terendah. Susunan ini

terbalik dengan susunan pada piano dalam musik barat. Jika bilah dipukul secara berurutan maka akan terdengar menyerupai bunyi do, re, mi, fa dan sol dalam solmisasi musik barat.

Material dari garantung adalah kayu. Bilah-bilah garantung terbuat dari kayu ingul, kayu dari pohon dadap atau dapat juga dari kayu pohon lainnya yang mempunyai serat padat, mudah dibentuk dan berbunyi nyaring. Sedangkan untuk kotak resonator pada saat ini materialnya adalah papan kayu atau tripleks. Untuk menggantung bilah-bilah garantung pada zaman dahulu adalah tali ijuk namun pada


(43)

saat sekarang ini digunakan tali rafia. Kayu pemukul garantung (palu-palu) terbuat dari kayu yang cukup keras seperti kayu jeruk purut, bambu tebal dan lainnya.

Garantung mengalami perkembangan dari segi fisik atau bentuk alat

musiknya. Bentuk garantung berkembang dari bentuk yang sangat sederhana menjadi yang lebih kompleks pada saat sekarang ini. Jenis-jenis garantung ini adalah seperti :

- Garantung lima buah bilah tanpa kaki penyangga

- Garantung lima buah bilah dengan kaki penyangga

- Garantung lima buah bilah dengan kotak resonator dan kayu melintang untuk

pukulan tak

- Garantung delapan buah bilah dengan kotak resonator dan kayu melintang untuk

pukulan tak

- Garantung lebih dari delapan bilah dengan kotak resonator dan kayu melintang

untuk pukulan tak

3.2 Nada dan Sistem Pelarasan Garantung

Nada pada garantung mempunyai kedekatan nada pada tangga nada diatonis musik barat. Namun jika diukur dengan alat bantu misalnya aplikasi tuner, nada yang dihasilkan garantung tidaklah sama persis dengan nada yang dihasilkan oleh piano atau keyboard karena perbedaan jumlah frekunsi yang dihasilkan. Perbedaan interval juga terjadi antar bilah garantung, tidak sama dengan interval diatonis pada musik barat. Perhatikan interval-interval nada yang dihasilkan garantung pada halaman 28.


(44)

Gambar 4. Interval Garantung Penulis2

2

Pada penulisan skripsi ini penulis memakai tiga garantung yang berbeda. Salah satu garantung yang dipakai adalah garantung penulis.

Pada awalnya garantung merupakan instrumen yang mempunyai lima buah bilah, setiap bilah menghasilkan satu nada karena itu pada awalnya garantung adalah instrumen dengan sistem lima nada atau pentatonis. Jika lima nada ini dibunyikan secara berurut maka akan terdengar seperti bunyi do re mi fa sol jika disamakan pada musik barat. Pada saat ini garantung yang mempunyai lima buah nada dituning atau distem dengan cara yang sangat sederhana yaitu berdasarkan rasa pembuatnya.

Pada perkembangannya garantung kini mempunyai lebih dari lima buah bilah, ada yang mempunyai delapan bilah (menghasilkan delapan nada atau satu oktaf) ataupun lebih dari delapan bilah. Sistem pelarasan yang digunakan pada

garantung ini sudah berubah tidak mengikuti rasa pembuatnya lagi tetapi

menggunakan alat bantu seperti dapat disesuaikan dengan nada-nada sulim atau disesuaikan dengan bunyi yang dihasilkan pada instrumen - instrumen musik barat seperti piano atau keyboard.

1 2 3 4 5 6 7 8 2 M 2m 2m 2M 2 M 2M 2m


(45)

Berkembangnya jumlah bilah atau nada pada garantung dan berubahnya sistem tune pada garantung diperkirakan muncul sejak adanya opera Batak yang pada saat itu memainkan lagu-lagu yang menggunakan nada diatonis. Untuk dapat memainkan lagu tersebut maka garantung yang awalnya hanya mempunyai lima bilah dimodifikasi sesuai dengan penggunaannya. Alasan lain adalah munculnya lagu pop Batak Toba atau lagu rohani Kristen yang juga menggunakan tangga nada diatonis sehingga garantung disesuaikan dan dilaraskan dengan sistem penalaan diatonis agar bunyi yang dihasilkan dapat menyerupai atau mengikuti instrumen musik barat.

3.3 Posisi Badan dan Cara Memegang Kayu Pemukul Pada Waktu Memainkan Garantung

Posisi badan saat memainkan garantung tergantung kepada bentuk garantung yang dipakai. Menurut hasil wawancara dari ketiga pargarantung, garantung dahulu selalu dimainkan dengan posisi duduk bersila di atas lantai atau alas (gambar 4.), dimana si pargarantung berhadapan dengan instrumen garantung tersebut (berhadapan pada posisi bilah yang rata). Garantung pada jaman itu masih hanya mempunyai lima buah bilah dan tidak mempunyai kaki.


(46)

Gambar 4. Posisi Bermain Garantung dengan Duduk Bersila

Pada saat sekarang ini posisi badan disesuaikan dengan bentuk garantung yang dipakai dan disesuaikan dengan kegunaannya pada saat dimainkan.

Pargarantung dapat duduk di kursi dimana instrumen garantung yang dimainkannya

diletakkan di atas meja atau wadah tertentu sesuai dengan tinggi tubuh pargarantung pada saat duduk. Jika garantung yang digunakan adalah garantung yang mempunyai kaki, pargarantung memainkan garantung tersebut dengan posisi tubuh berdiri. Posisi lainnya adalah dimana garantung digantungkan atau dikaitkan ke tubuh si pemain. Posisi ini digunakan agar pargarantung dapat bergerak sambil memainkan


(47)

Gambar 5. Posisi Bermain Garantung dengan Posisi Berdiri

Untuk memukul garantung digunakan dua buah stik pemukul yang disebut dengan palu-palu. Tidak ada teknik khusus untuk memegang kedua stik ini. Pargarantung bebas untuk menentukan bagaimana memegang stik tersebut.


(48)

Gambar 6. Posisi Tangan Memegang Stik

Gambar7. Posisi Pukulan Tak pada Tangan Kiri dan Pukulan Bilah pada Tangan Kanan


(49)

3.4 Garantung dalam Ensambel Gondang

Dilihat dari peranan musikalnya garantung mempunyai peran ganda yaitu sebagai pembawa melodi maupun ritma secara konstan maupun variatif. Garantung juga dapat mengawali tempo lagu dan mengikuti melodi gondang secara paralel pada permainan sarune etek .

Dilihat dari peranan fungsi, garantung secara individu adalah sebagai media hiburan dan secara ensambel garantung dimainkan dalam ensambel gondang hasapi dimana pada zaman dahulu dipakai untuk :

1. Mengiringi tarian muda-mudi (manortor) 2. Belajar bermain garantung oleh muda-mudi 3. Mengiringi pertunjukan opera Batak

4. Menyembuhkan orang sakit

5. Mendatangkan rezeki atau menolak bala 6. Memanggil roh orang yang sudah meninggal

Pada saat ini penggunaan garantung sudah sangat bervariasi. Hampir semua dari kegiatan diatas tidak rutin dilaksanakan lagi sekarang. Mengiringi tarian, belajar bermain garantung oleh muda-mudi dan untuk mengiringi pertunjukan opera Batak sekarang sudah jarang dilaksanakan dikarenakan oleh pengaruh musik barat. Sedangkan untuk menyembuhkan orang sakit, mendatangkan rezeki dan memanggil roh orang yang sudah meninggal hampir sudah tidak pernah dijumpai lagi karena hampir seluruh masyarakat Batak Toba sudah memeluk agama dan menjalankan ajaran agama tersebut.


(50)

BAB IV

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS

4.1 Analisis Bentuk

Yang dimaksud bentuk dalam pembahasan ini adalah bagian dari keseluruhan gondang yang dibagi berdasarkan susunan melodi yang dimainkan dalam satu siklus. Setiap gondang akan dibagi kedalam beberapa kelompok bentuk yang penulis namakan dengan huruf pada setiap bagian.

4.1.1 Analisis Bentuk Gondang Hata Sopisik

4.1.1.1 Analisis Bentuk Gondang Hata Sopisik oleh Marsius Sitohang

Gondang Hata Sopisik yang dimainkan oleh Marsius Sitohang terdiri dari 47 birama yang dibagi ke dalam tujuh bagian, yaitu bagian A, B, C, D, E, F dan G. Di dalam bagian dari melodi ini terdapat pengulangan-pengulangan pukulan. Pengulangan tersebut ada yang berupa pengulangan sama persis dan ada pula pengulangan variasi. Pengulangan variasi adalah variasi pukulan yang berbeda dari pukulan sebelumnya. Berikut akan dijabarkan analisis bentuk Gondang Hata Sopisik yang dimainkan Marsius Sitohang.


(51)

Setelah bagian A dimainkan maka Marsius memainkan bagian A1 yaitu terdapat pada birama 5-8.

A1 merupakan pengulangan varisi dari bagian A. Jika dilihat, birama 2-4 dan birama 6-8 mempunyai melodi yang sama persis. Perbedaan terletak pada variasi bagian awal yaitu antara birama 1 dengan birama 5.

Kemudian dilanjutkan dengan memainkan bagian B yang dimainkan dari birama 9-12. Birama 11-12 merupakan ulangan dari birama 9-10. Perhatikan gambar berikut ini :


(52)

Bagian C dimainkan dari birama 13-16. Birama 15-16 merupakan pengulangan variasi dari birama 13-14 namun mempunyai sedikit perbedaan dibagian akhir birama 14 dan bagian akhir birama 16 :

Setelah bagian C maka dimainkan bagian D pada birama 17-20. Birama 19-20 adalah pengulangan variasi dari birama 17-18 yang mempunyai perbedaan antara birama 17 dengan birama 19. Perhatikan gambar berikut ini.

Berikutnya dimainkan bagian E pada birama 21-25. Birama 24-25 merupakan pengulangan sama persis dari birama 22-23. Perhatikan gambar pada halaman 37.


(53)

Kemudian dimainkan E1 pada birama 26-29 :

Bagian E1 merupakan pengulangan dari bagian E. Yang membedakannya hanya pada akhir birama 29 dengan birama 25:

Bagian E


(54)

Bagian F dimainkan dari birama 30-37. Birama 34-37 merupakan sequence yang dimainkan lebih tinggi 1 bilah dari birama sebelumnya 30-33. Perhatikan gambar berikut ini :

Kemudian Marsius memainkan bagian G dimainkan dari birama 38-41. Birama 40-41 merupakan pengulangan dari birama 38-39.

Berikutnya dimainkan bagian G1 pada birama 42-45. Birama 44-45 merupakan pengulangan dari birama 42-43. Perbedaan variasi terlihat pada akhir birama 45. Perhatikan gambar pada halaman 39.


(55)

G1 merupakan pengulangan variasi dari bagian G. Perhatikan perbedaan variasi pukulan berikut ini:

Marsius Sitohang mengakhiri gondang pada birama 46-47 :

G


(56)

Dengan melihat uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk gondang Hata Sopisik yang dimainkan oleh Marsius Sitohang adalah A A1 B C D E E1 F G G1 Penutup.


(57)

4.1.1.2 Analisis Bentuk Gondang Hata Sopisik oleh Sarikawan Sitohang

Gondang Hata Sopisik yang dimainkan oleh Sarikawan Sitohang terdiri dari 46 birama yang dibagi menjadi tujuh bagian melodi, yaitu bagian A, B, C, D, E, F dan G. Di dalam bagian-bagian ini terdapat pengulangan berupa pengulangan variasi pukulan. Berikut penjabaran dari setiap bagian.

Bagian A dimainkan dari birama 1-4.

Bagian A1 dimainkan pada birama 5-8 yang merupakan pengulangan variasi dari bagian A.

Lihat variasi pukulan bagian A birama 1-4 dengan bagian A1 birama 5-8 :

A


(58)

Kemudian Sarikawan memainkan bagian B pada birama 9-12. Jika diperhatikan birama 11-12 merupakan pengulangan variasi dari dua birama sebelumnya. Variasi terletak pada birama 12 dengan birama 10 :

Selanjutnya dimainkan bagian C pada birama 13-16. Birama 15-16 merupakan pengulangan variasi dari birama 13-14. Perhatikan perbedaan variasi pada gambar berikut ini.

Setelah bagian C berikutnya Sarikawan memainkan bagian D pada birama 17-20. Birama 19-20 merupakan pengulangan variasi dari dua birama sebelumnya. Lihat bagian variasi pada halaman 43.


(59)

Berikutnya dimainkan bagian E pada birama 21-24. Birama 23-24 merupakan pengulangan variasi dari birama 21-22.

Setelah bagian E maka dimainkan bagian E1 pada birama 25-28. Birama 27-28 merupakan pengulangan variasi dari birama 25-26 :


(60)

Bagian E1 merupakan pengulangan dari bagian E. Perhatikan perbedaan variasi pada gambar berikut ini:

Selanjutnya bagian F dimainkan pada birama 29-36. Jika diperhatikan birama 33-36 merupakan sequence variasidari birama 29-32, dimainkan 1 bilah lebih tinggi.

E


(61)

Setelah bagian F Sarikawan memainkan bagian G pada birama 37-40. Birama 39-40 merupakan pengulangan variasi dari birama 37-38.

Selanjutnya masuk ke bagian G1 dari birama 41-44. Birama 43-44 merupakan pengulangan variasi dari birama 41-42 :

Bagian G1 merupakan pengulangan dari bagian G. Perhatikan perbedaan pukulan pada halaman 46.


(62)

Sebagai penutup Sarikawan memainkan melodi pada birama 45-46

Dengan melihat analisis diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk gondang Hata Sopisik oleh Sarikawan Sitohang adalah A A1 B C D E E1 F G G1 Penutup.

G


(63)

4.1.1.3 Analisis Bentuk Gondang Hata Sopisik oleh Amarista Simarmata

Gondang Hata Sopisik yang dimainkan oleh Amarista Simarmata mempunyai 48 birama yang dibagi kedalam enam bagian yaitu bagian A B C D E dan F. Di dalam bagian ini terdapat pengulangan berupa pengulangan variasi pukulan yang berbeda dari sebelumnya. Berikut akan dijabarkan bentuk dari Gondang Hata Sopisik oleh Amarista Simarmata

Bagian A dimainkan pada birama 1-4.

Berikutnya masuk ke bagian A1 pada birama 5-8. Bagian A1 merupakan pengulangan variasi dari bagian A


(64)

Lihat perbedaan variasi yang dimainkan pada bagian A dan A1 pada gambar berikut ini :

Selanjutnya bagian B dimainkan pada birama 9-12 :

Kemudian permainan dilanjutkan ke bagian B1 yaitu birama 13-16 yang merupakan pengulangan variasi dari bagian B. Perhatikan gambar pada halaman 49.

A


(65)

Perhatikan variasi pukulan pada bagian B dan B1 :

Permainan dilanjutkan ke bagian C pada birama 17-20. Birama 19-20 merupakan pengulangan variasi dari dua birama sebelumnya. Perhatikan perbedaan

B


(66)

variasi berikut ini:

Pada birama berikutnya Amarista memainkan bagian D yaitu birama 21-24. Birama 23-24 merupakan pengulangan variasi dari birama 21-22 :

Sesudah memainkan bagian D maka dilanjutkan pada bagian D1 pada birama 25-28. Bagian D1 merupakan pengulangan variasi dari bagian D. Lihat gambar pada halaman 51.


(67)

Perhatikan variasi pukulan yang terjadi pada bagian D dan D1 :

D


(68)

Berikutnya Amarista memainkan bagian E pada birama 29-36. Birama 33-36 merupakan sequence variasi dari birama 29-32, yang dimainkan 1 bilah lebih tinggi. Perhatikan gambar berikut ini :

Permainan dlanjutkan ke bagian F pada birama 37-40. Birama 39-40 merupakan pengulangan dari dua birama sebelumnya.

Setelah bagian F kemudian masuk ke bagian F1 pada birama 41-44 yang merupakan pengulangan dari bagian F. Perhatikan gambar pada halaman 53.


(69)

Perhatikan variasi yang terjadi pada bagian F dan F1 berikut ini:

F


(70)

Sebagai penutup Amarista Simarmata memainkan melodi dari birama 45-48

Berdasarkan analisis yang telah dikemukakan penulis diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa bantuk Gondang Hata Sopisik yang dimainkan oleh Amarista Simarmata adalah A A1 B B1 C D D1 E F F1 Penutup


(71)

4.1.2 Analisis Bentuk Gondang Si Bunga Jambu

4.1.2.1 Analisis Bentuk Gondang Si Bunga Jambu oleh Marsius Sitohang

Gondang Si Bunga Jambu yang dimainkan Marsius Sitohang mempunyai 62 birama yang terdiri dari tiga bagian yaitu A B dan C. Dari bagian-bagian ini terdapat pengulangan berupa variasi pukulan yang berbeda dari sebelumnya. Berikut ini akan dijabarkan bagian dari gondang Si Bunga Jambu oleh Marsius Sitohang.

Bagian A dimainkan pada birama 1-8. Bagian A mempunyai pola yang sama pada setiap dua birama. Birama 1-2 , 3-4, 5-6, 7-8 mempunyai kemiripan pada pola pukulan namun dengan variasi-variasi yang berbeda.

Berikutnya Marsius memainkan bagian A1 pada birama 9-16 yang merupakan pengulangan variasi dari bagian A. Perhatikan gambar pada halaman 56.


(72)

Permainan dilanjutkan ke bagian B pada birama 17-20 . Birama 19-20 merupakan pengulangan variasi dari dua birama sebelumnya. Lihat perbedaan variasi berikut ini:

Setelah bagian B Marsius mengulang bagian A namun dengan variasi yang berbeda, yang disebut bagian A2. Bagian ini dimainkan pada birama 21-28. Perhatikan gambar pada halaman 57.


(73)

Selanjutnya dimainkan bagian A3 pada birama 29-36.

Bagian A mempunyai tiga pengulangan yaitu A1, A2 dan A3. Pengulangan ini mempunyai variasi pukulan yang berbeda. Perhatikan variasi pukulan pada halaman 58.


(74)

(75)

Permainan dilanjutkan ke bagian C pada birama 37-44. Birama 41-44 merupakan pengulangan variasi dari birama 37-40 :

Bagian C kemudian diulang dua kali dengan variasi yang berbeda yaitu bagian C1 dan C2. Bagian C1 dimainkan dari birama 45-52. Perhatikan gambar pada halaman 60.


(76)

(77)

Bagian C pada gondang ini merupakan variasi sequence dari bagian A yang

dimainkan 1 bilah lebih rendah. Perhatikan variasi pukulan pada bagian C, C1 dan C2 pada halaman 62.


(78)

(79)

Sebagai penutup Marsius Sitohang memainkan birama 61-62

Berdasarkan analisis penulis diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk Gondang Si Bunga Jambu yang dimainkan Marsius Sitohang adalah A A1 B A2 A3 C C1 C2 Penutup.


(80)

4.1.2.2 Analisis Bentuk Gondang Si Bunga Jambu oleh Sarikawan Sitohang Gondang Si Bunga Jambu yang dimainkan oleh Sarikawan Sitohang terdiri dari 62 birama terbagi dalam tiga bagian yaitu A B dan C. Beberapa dari bagian ini ada yang mendapat pengulangan berupa pengulangan variasi pukulan yang berbeda dari sebelumnya. Berikut ini akan dijabarkan bagian dari Gondang Si Bunga Jambu oleh Sarikawan Sitohang.

Bagian A dimainkan dari birama 1-8. Birama 1-2, 3-4, 5-6 dan 7-8 mempunyai kemiripan bentuk yang diulang dengan variasi yang berbeda.

Selanjutnya permainan dilanjutkan ke bagian A1 pada birama 9-16 yang merupakan pengulangan variasi dari bagian A. Perhatikan gambar pada halaman 65.


(81)

Kemudian bagian B dimainkan dari birama 17-20. Birama 19-20 merupakan pengulangan variasi dari birama 17-18 :

Selanjutnya Sarikawan mengulang bagian A dengan variasi yang berbeda, Bagian ini disebut A2 yang dimainkan dari birama 21-28. Perhatikan gambar pada halaman 66.


(82)

Kemudian dilanjutkan pada bagian A3 dimainkan dari birama 29-36. Bagian A3 juga merupakan pengulangan variasi dari bagian A, lihat pada halaman 67.


(83)

Perhatikan perbedaan variasi yang muncul pada bagian A, A1, A2 dan A3 pada halaman 68.


(84)

(85)

Setelah bagian A3 Sarikawan memainkan Bagian C. Bagian C dimainkan dua kali pengulangan dengan variasi yang berbeda yaitu bagian C1 dan C2. Bagian C pada gondang ini merupakan variasi sequence dari bagian A yang dimainkan 1 bilah lebih rendah. Bagian C dimainkan dari birama 37-44.


(86)

Bagian C2 dimainkan dari birama 53-60.


(87)

(88)

Bagian penutup, Sarikawan memainkan birama 61-62

Berdasarkan analisa penulis diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk Gondang Si Bunga Jambu yang dimainkan oleh Sarikawan Sitohang mempunyai bentuk A A1 B A2 A3 C C1 C2 Penutup.


(89)

4.1.2.3 Analisis Bentuk Gondang Si Bunga Jambu oleh Amarista Simarmata Gondang Si Bunga Jambu yang dimainkan Amarista Simarmata mempunyai 60 birama yang terbagi dalam lima bagian melodi yaitu A B C D dan E. Beberapa dari bagian ini terdapat pengulangan berupa variasi pukulan yang berbeda dari sebelumnya. Berikut adalah penjabaran dari setiap bagian.

Bagian A dimulai pada birama 1-8. Bagian A mempunyai bentuk motif yang diulang-ulang. Birama 1-2, 3-4, 5-6 dan 7-8 merupakan pengulangan-pengulangan dengan variasi yang berbeda.

Selanjutnya Amarista memainkan bagian A1 pada birama 9-16. Bagian ini merupakan pengulangan variasi dari bagian A. Perhatikan gambar pada halaman 74.


(90)

Kemudian permainan dilanjutkan ke bagian B yang dimainkan dari birama 17-20. Birama 19-20 merupakan pengulangan dari birama 17-18.

Setelah memainkan bagian B, Amarista memainkan kembali bagian A dengan variasi yang berbeda yaitu bagian A2. Bagian A2 hanya mempunyai 6 birama, berbeda dengan bagian A dan A1 yang masing-masing mempunyai 8 birama. Bagian A2 dimainkan dari birama 21-26. Perhatikan gambar pada halaman 75.


(91)

Bagian A, A1 dan A2 mempunyai variasi pukulan yang berbeda, perhatikan perbedaan yang muncul pada halaman 76.


(92)

(93)

Selanjutnya masuk ke bagian C pada birama 27-34. Pada bagian ini antara birama 27-28, 29-30, 31-32 dan 33-34 merupakan suatu bentuk pengulangan namun dengan variasi yang berbeda.

Berikutnya permainan dilanjutkan ke bagian D yang dimainkan dari birama 35-42. Bagian D merupakan sequence variasi dari bagian C yang dimainkan satu bilah lebih rendah. Perhatikan gambar pada halaman 78.


(94)

Setelah bagian D dimainkan, Amarista memainkan bagian E. Bagian ini dimainkan dua putaran dengan variasi yang berbeda yaitu bagian E1. Bagian E pada gondang ini merupakan sequence variasi dari bagian A yang dimainkan satu bilah lebih rendah.


(95)

Bagian E1 dimainkan dari birama 51-58 . Bagian ini merupakan pengulangan dari bagian E :


(96)

Perhatikan variasi yang muncul pada bagian E dan E1 berikut ini:

E


(97)

Sebagai penutup Amarista memainkan birama 59-60

Berdasarkan analisis penulis diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk Gondang Si Bunga Jambu yang dimainkan oleh Amarista Simarmata mempunyai bentuk A A1 B A2 C D E E1 Penutup.


(98)

4.1.3 Analisis Gondang Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan

4.1.3.1 Analisis Bentuk Gondang Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan oleh Marsius Sitohang

Gondang Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan yang dimainkan oleh Marsius Sitohang mempunyai 42 birama yang terbagi ke dalam empat bagian yaitu A B C dan D. Setiap dari bagian ini terdapat pengulangan berupa variasi pukulan yang berbeda dari sebelumnya. Berikut ini adalah penjabaran dari setiap bagian.

Bagian A dimainkan dari birama 1-8. Birama 5-8 merupakan pengulangan dari birama 1-4 dengan variasi yang berbeda. Birama 2, 4, 6, 8 mempunyai kesamaan pola pukulan namun dengan variasi yang berbeda.

Selanjutnya permainan dilanjutkan ke bagian B yang dimainkan pada birama 9-16. Birama 13-16 mempunyai kemiripan pada bagian A. Birama 13 dan 15 mempunyai kemiripan dengan birama 3 dan 7 sedangkan birama 14 dan 16


(99)

mempunyai kemiripan dengan birama 2, 4, 6 dan 8 pada bagian A (lihat hubungan antar bagian pada halaman 85)

Setelah bagian B Marsius memainkan bagian B1. Bagian B1 merupakan pengulangan variasi dari bagian B. Pada bagian birama 21-24 terdapat kemiripan pola dengan bagian A. (lihat hubungan antar bagian pada halaman 85). Bagian B1 dimainkan dari birama 17-24.

Kemudian permainan berlanjut ke bagian C yang dimainkan dari birama 25-28. Birama 27-28 mempunyai kemiripan pada bagian A, B dan B1. (lihat hubungan antar bagian pada halaman 85)


(100)

Bagian C diulang kembali namun dengan variasi yang berbeda yang disebut bagian C1 pada birama 29-32 . Birama 31-32 mempunyai kemiripan pada bagian A, B, B1 dan C (lihat hubungan antar bagian pada halaman 85)

Bagian A, B dan C mempunyai pola yang saling berkaitan. Perhatikan hubungan pola dan variasi pukulan antar bagian pada halaman 85.


(1)

BAB V KESIMPULAN

Tradisi kebudayaan musikal masyarakat Batak Toba adalah tradisi kebudayaan musik yang sungguh kaya. Tidak saja kaya dalam aspek genre musik, instrumentasi, dan konteks penggunaan tetapi juga kaya dalam aspek praktis, seperti teknik-teknik permainan dan gaya permainan individu musisi yang ada di masyarakat. Kekayaan ini tentu tidak lepas dari menyatakan bahwa tradisi musik Batak Toba adalah tradisi musik lisan, di mana segala sesuatunya terkait dengan musik tersebut berkembang secara dinamis sesuai dengan perubahan masyarakat penyandang tradisi dimaksud, dalam konteks waktu, tempat dan pola pikir masyarakatnya. Perubahan atau perkembangan dalam konteks tradisi lisan ini menjadi ciri dan melahirkan perbedaan-perbedaan yang selanjutnya menjadi karakter tradisi lisan. Hasil penelitian yang didiskusikan di dalam skripsi ini menunjukkan bahwa perbedaan atau keragaman pada teknik permainan garantung bukanlah suatu kesalahan atau pun ketiadaan aturan yang pasti, melainkan justru merupakan suatu kekayaan di dalam tradisi musik garantung Batak Toba.

Kekayaan tradisi musik Batak Toba juga tidak lepas dari tradisi lisan yang merupakan alasan mengapa tradisi musik ini tetap bertahan. Tradisi lisan memberi ruang kepada musisi untuk berkarya dalam memainkan musik sesuai dengan apa yang diinginkan dan memaknai sendiri bagaimana memunculkan nilai keindahan pada setiap permainannya. Setiap musisi mempunyai cara yang tidak terikat dalam


(2)

memainkan sebuah repertoar. Karena itu setiap musisi akan memainkan sebuah repertoar dengan cara yang berbeda dalam waktu berbeda, hal ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana kondisi musisi pada saat itu.

Perbedaan-perbedaan yang muncul akibat tradisi lisan ini sangatlah tidak bisa untuk dibandingkan dalam hal kebenarannya. Tradisi lisan tidak mempermasalahkan permainan satu musisi salah dan musisi yang lain benar. Keberagaman permainan ini merupakan kekayaan yang sesungguhnya. Seperti tercermin dari contoh kasus yang penulis temukan pada proses penulisan skripsi ini, yaitu adanya perbedaan versi permainan gondang Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan yang dimainkan oleh Marsius dan Sarikawan dengan yang dimainkan oleh Amarista. Amarista meyakini bahwa gondang yang dimainkannya adalah gondang Panogu-nogu Horbo Tu Lahatan sedangkan Marsius dan Sarikawan memainkan gondang ini dengan versi berbeda, yang nota bene telah mereka mainkan atau ketahui sejak dahulu. Dalam kasus ini, kedua versi berbeda yang dimainkan ketiga musisi tidaklah perlu untuk diperdebatkan. Kekayaan ini seharusnya patut untuk dilestarikan dengan cara tidak memaksakan hal diluar dari tradisi musik tersebut masuk dan menghargai tradisi itu sendiri sebagai tradisi bernilai tinggi dalam kehidupan masyarakat Batak Toba.

Dari hasil penelitian teknik permainan, dapat disimpulkan bahwa ketiga

pargarantung ini mengaplikasikan tiga teknik permainan garantung yang umum, dan yang kerap dipakai pargarantung dalam memainkan repertoar gondang. Teknik yang pertama adalah teknik dimana musisi memainkan garantung dengan cara stik pada tangan kanan dan kiri sama-sama memainkan bilah yang sama yang dimainkan


(3)

dengan bergantian dan cepat. Teknik yang kedua adalah teknik dimana musisi memainkan garantung dengan cara tangan kanan memainkan bagian melodi dan tangan kiri memainkan pola ritma. Pukulan pola ritma adalah pukulan konstan pada bilah kelima yang biasanya diikuti oleh pukulan tak. Teknik yang ketiga adalah teknik dimana musisi memainkan garantung dengan cara tangan kanan dan kiri bergantian memainkan bagian melodi.

Penulis tidak menemukan nama atau terminologi tertentu yang digunakan atau dikenal luas di masyarakat secara umum atau pun secara khusus di kalangan

pargarantung terkait ketiga teknik permainan yang penulis sebutkan di atas. Namun demikian penulis pernah membaca referensi terkait dengan teknik permainan dimaksud. Hutajulu dan Harahap dalam buku Gondang Batak Toba menyebutkan dua istilah terminologi teknik permainan, pertama mangarapat yaitu teknik memainkan garantung di mana stik pada tangan kanan dan kiri sama-sama memainkan melodi dan memukul bilah yang sama secara bergantian dan cepat. Kedua, didang-didang

yaitu garantung dimainkan dengan cara di mana stik pada tangan kanan memainkan melodi dan stik pada tangan kiri memainkan pola gong dengan memukul bilah

garantung dan pinggiran kayu secara bergantian. Dari sumber lain2

2

Sumber: Skripsi Sarjana Welly Simbolon, Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Helvetia Kota Medan

mengatakan bahwa pukulan seperti ini mempunyai istilah manganak-anaki. Dua istilah terminologi tersebut dikenal Marsius dan Sarikawan namun Amarista tidak mengenalnya. Karena ketidakseragaman penamaan istilah dari dua sumber tersebut


(4)

dan satu dari tiga pargarantung yang menjadi narasumber penulis tidak mengenal istilah ini, penulis tidak menamakan teknik ini dengan terminologi yang dicantumkan dari dua sumber tersebut. Penamaan istilah ini masih perlu untuk diteliti lebih lanjut dan dapat menjadi perhatian untuk penelitian berikutnya.

Pada bagian analisis teknik permainan, dapat dilihat bahwa walaupun

pargarantung yang merupakan saudara kandung dan mempunyai guru yang sama, tetapi dalam memainkan repertoar gondang mereka berbeda satu sama lain. Dan diantara mereka yang tidak terlalu dekat satu dengan yang lain perbedaan garapan terasa lebih mencolok dibandingkan dengan yang mengenal dengan baik atau memiliki hubungan guru yang sama.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Becker, Judith. 1988. Karawitan: Source Readings In Javanese Gamelan and Vocal Music. United States of America: Center for South and Southeast Asian Studies

Gannap, Victor. 2010. Laporan Hasil Penelitian Hibah Kompetensi Tahun 2010. Lembaga Penelitian Institut Kesenian Indoneisa November 2010.

Harahap, Irwansyah, Hutajulu, Rhitaony. 2005. Gondang Batak Toba buku 1. Lembaga Pendidikan Seni Pertunjukan Indonesia

Karl Edmund Prier sj. 1996. Ilmu Bentuk Musik.Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi Koentjaraningrat. 1991. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia

Nainggolan, Nina. 1990. Garantung Batak Toba: Analisis Gaya Melodi dan Tinjauan Umum Organologis. Medan, Skripsi Sarjana Sastra USU

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York: The Free Press

---. 1973. Folk and Traditional Music of Western Continents. Englewood Cliffs. New Jersey: Prentice Hall Inc

---. 1983. The Study of Ethnomusicology: Twentynine Issues and Concepts. Chicago: University of Illinois Press

Pasaribu, Ben M., 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks Gondang Sabangunan, Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Purba, Mauly. 1986. Sarune Bolon Simalungun: Suatu Analisa Penyajian Melodi oleh Tiga Musisi. Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU

Sachs, Curt & M. Von Hornbostel. 1962. The Wellsprings of Music. New York: Da Capo Press Inc.


(6)

Siahaan, Nalom, B.A. 1964. Sejarah Kebudayaan Batak. Cetakan I. Medan: Napitupulu & Sons

Ensembel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak Toba

Analisis Perubahan Struktur Penyajian dan Repertoar Musik. Tesis Master Penciptaan dan Pengkajian Seni USU

Simbolon, Welly. 2010. Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Helvetia Kota Medan. Medan, Skripsi SarjanaSastra USU

Siregar, Ahmad S. 2006. Opera Batak Sebagai Pertunjukan Drama. Medan: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra

Tobing, Ph.O.L. 1956. The Struture of the Batak Toba Belief in the High God. Amsterdam: South and Southeast Celebes Institute for Culture.