Ketahanan Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceum Cav) Setelah Diinduksi Dengan Sinar Uv Terhadap Colletotrichum sp.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terung Belanda (Solanum betaceum Cav)

Buah Tamarillo atau terung belanda sangat popular di New Zealand. Tanaman ini
berasal dari Peru dan masuk ke Indonesia dikembangkan antara lain di Bali, Jawa
Barat, dan Tanah Karo Sumatera Utara (Kumalaningsih & Suprayogi, 2006).
Menurut Tjitrosoepomo (2003), klasifikasi terung belanda sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Division

: Spermatophyta

Sub Divisio

: Angiospermae


Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Solanales

Famili

: Solanaceae

Genus

: Solanum

Spesies

: Solanum betaceum Cav


Terung belanda dapat bertahan hidup pada ketinggian 1000-2000 m dpl,
jika suhu bulanan rata-ratanya tetap diatas 10oC. Di dataran rendah, terung
belanda tidak mampu berbunga, sedangkan udara sejuk malam dapat mendorong
pembungaan. Tanaman ini berbuah matang pada suhu dingin di daerah subtropik,
dan jika ditanam di daerah tropik buah matang sesudah terjadi udara dingin. Buah
berasa lebih manis pada musim kemarau yang panas dibandingkan pada musim
dingin di dataran tinggi. Terung belanda tumbuh baik di tanah yang baik
drainasenya dengan bahan organik dan kelembaban sedang, tetapi tidak tahan
terhadap genangan walaupun hanya untuk 1-2 hari. Tanaman ini berakar dangkal
sehingga mudah roboh. Cabang mudah patah jika berbuah lebat (Sinaga, 2009).

Universitas Sumatera Utara

5

Terung belanda berupa perdu yang rapuh, tingginya 2-3 m, pangkal
batangnya pendek, percabangannya lebat. Daunnya bulat, berselang-seling,
berbulu, bunga muncul dalam rangkaian kecil dari ketiak daun, berwarna merah
jambu hingga biru muda, berbau harum. Buahnya berbentuk buah buni bulat

lonjong dengan meruncing ke ujung. Daging buahnya mengandung sari buah,
agak asam, berwarna kuning kehitaman. Bijinya pipih dan tipis (Tubagus, 2007).

2.2 Kromosom Terung Belanda (Solanum betaceum Cav)

Kromosom terung belanda berjumlah 24 (n= 12). Kromosom ini mepunyai dua
tipe yaitu metasentrik dan submetasentrik. Penyusunan kromosom dilakukan
berdasarkan ukuran dan tipe/bentuknya disebut kariotipe (Supriharti et al, 2007).
Metode yang digunakan dalam pengamatan kromosom ini adalah metode pencet
dengan pewarna asetokarmin.

Pengamatan kromosom dilakukan pada stadium metaphase, sebab pada
stadium ini kromosom tampak jelas karena mengalami kondensasi, yaitu
kromatin menggumpal karena menggulung dan melipat rapat. Bagian kromosom
yang mengalami kondensasi dan menyempitan disebut sentromer. Sentromer
dapat terletak di tengah dan di ujung kromosom. Pada saat pembelahan, benang
sitoplasmik dari sentriol menempel pada sentromer dan tertarik kearah kutub
pembelahan. Dengan adanya sentromer maka kromosom terbagi menjadi dua
bagian, masing-masing bagian tersebut dinamakan lengan kromosom. Jumlah
kromosom pada suatu organisme tetap, tetapi ada variasi dalam jumlah dan jenis

pola garis kromosomnya (Irawan, 2008).

2.3 Mutasi UV

Mutasi berasal dari kata mutatus (bahasa latin) yaitu perubahan. Mutasi
didefinisikan sebagai perubahan genetik (DNA) yang diwariskan pada keturunan.

Universitas Sumatera Utara

6

Istilah mutasi pertama kali digunakan oleh Hugo de Vries, untuk mengemukakan
perubahan fenotip mendadak pada bunga Oenothera lamarckiana dan bersifat
menurun. Ternyata perubahan tersebut terjadi karena penyimpangan kromosom.
Mutasi adalah perubahan materi genetik suatu makhluk yang terjadi secara tibatiba, acak dan merupakan dasar sumber variasi organisme hidup. Mutasi ada dua
macam yaitu mutasi gen dan mutasi genom. Peristiwa terjadinya mutasi disebut
mutagenesis. Makhluk hidup yang mengalami mutasi disebut mutan dan faktor
penyebab mutasi disebut mutagen (Warianto, 2011).

Mutagen digunakan untuk induksi mutasi pada tanaman tingkat tinggi.

Secara umum mutagen dikelompokkan dalam mutagen kimia dan fisik. Mutagen
kimia adalah berbagai senyawa kimia (contoh kolkisin, EMS). Mutagen fisik
adalah berbagai tipe radiasi (contoh sinar-X, gamma, ultraviolet) (Nasir, 2002).
Sinar ultraviolet (UV) adalah tipe radiasi elektromagnetik yang digunakan untuk
induksi mutasi. Secara umum, tiga kelas radiasi UV yaitu; UV-A ( = 320-400
nm), UV-B ( = 280-320 nm) dan UV-C ( = 250-290 nm). UV-A dan UV-B ada
pada cahaya matahari dan UV-C pada lapisan ozon. Gelombang pendek UV-C
digunakan sebagai agen mutagen. Panjang gelombang UV-C 254 merupakan
penyerapan maksimal asam nukleat (DNA) (Harten, 1998).

Sinar UV dapat menyebabkan terbentuknya ikatan kovalen antara dua
molekul timin yang menghasilkan dimer timin. Sinar UV ini mempunyai
pengaruh yang sangat kuat terhadap kelangsungan dan keefektifan transformasi
DNA dari suatu spesies (Setiawan, 2012). Terganggunya aktivitas DNA berakibat
pada perubahan pada kromosom dan sintesis protein terganggu. Daryono (1998)
menyatakan variasi jumlah dan pola garis kromosom terjadi apabila ada pengaruh
dari luar seperti penyinaran radioaktif, dan zat mutagenik.

Mutagenesis dengan UV pada Kluyveromyces masxianus menyebabkan
penurunan persentase sel hidup, peningkatan pertumbuhan diameter koloni mutan,

aktivitas spesifik inulinase ekstraselular, dan penambahan berat kering sel (Zul et
al, 2003). Menurut Ginting (2010), peningkatan energi lampu UV sampai 60 watt

Universitas Sumatera Utara

7

seiring dengan peningkatan waktu penyinaran sampai 4 jam menyebabkan
penurunan tinggi tanaman, panjang dan lebar daun, berat basah dan berat kering
tanaman, tidak berpengaruh terhadap penurunan jumlah daun dan berpengaruh
terhadap peningkatan kadar klorofil. Menurut Purnama (2009), pemberian
mutagen seperti EMS berpengaruh terhadap aktivitas enzim seperti PO dan PPO.

2.4 Enzim

Enzim adalah protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis
reaksi yang berlangsung di dalamnya (Martoharsono, 1998). Enzim juga disebut
katalisator untuk reaksi-reaksi kimia di dalam sistem biologi. Katalisator
mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia
kembali ke keadaan semula bila reaksi telah selesai. Enzim adalah katalisator

reaksi-spesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalisis oleh enzim. Hampir
setiap senyawa organik terdapat satu enzim pada beberapa organisme hidup
mampu bereaksi dan mengkatalisis beberapa perubahan kimia (Indah, 2004).

Dalam suatu organisme suatu reaksi tertentu tidak harus dikatalisis oleh
satu enzim saja. Suatu sel mengandung enzim-enzim yang strukturnya mirip dan
menggunakan mekanisme katalisis yang sama tetapi parameter kinetik berbeda
untuk memenuhi kebutuhan sel. Enzim seperti ini disebut isoenzim atau isozim
(McGilvery & Goldstein, 1996). Isozim merupakan bentuk enzim berbeda yang
mengkatalisis reaksi kimia yang sama. Isozim ini berasal dari duplikasi gen.
Isozim dapat memperlihatkan perbedaan ringan dalam sifat sensivitas terhadap
faktor regulatorik tertentu atau afinitas substrak yang mengadaptasikan isozim
kejaringan atau lingkungan tertentu (Santoso, 2010).

Pada beberapa enzim yang mengkatalisis reaksi kimia tertentu berada
dalam bentuk multiple di dalam organisme. Bentuk multiple isozim ini disusun
oleh beberapa macam polipeptida (Shahib, 1992). Suatu organisme mempunyai
isozim yang berbeda untuk mengakatalisis reaksi yang sama karena faktor

Universitas Sumatera Utara


8

lingkungan. Jika lingkungan berubah, isozim paling aktif melaksanakan fungsinya
dan membantu organisme bertahan hidup. Disamping itu, satu isozim sering
terdapat pada satu jaringan atau organ dan yang lain pada jaringan atau organ
yang berbeda dengan fungsi berbeda. Isozim yang berbeda kadang dijumpai pada
sel yang sama. Setiap isozim terpajan pada lingkungan kimia yang berbeda di
dalam sel, dan masing-masing berperan dalam urutan reaksi (lintasan metabolik)
yang berlainan. Jadi, didalam tiap organel, sel atau jaringan setiap organisme,
keberadaan lebih dari satu isozim berguna untuk beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan (Salisbury & Ross, 1995).

Penggunaan penanda isozim seperti PO dan PPO mempunyai kelebihan
karena diatur oleh gen tunggal dan bersifat kodominan dalam pewarisan,
bersegregasi secara normal menurut nisbah Mendel, kolinier dengan gen dan
merupakan produk gen. Penanda ini bersifat stabil karena tidak dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, lebih cepat dan akurat karena tidak menunggu tanaman sampai
bereproduksi (Cahyarini et al., 2004).


2.4.1 Peroksidase (PO)

Peroksidase termasuk anggota enzim oksidoreduktase. Enzim peroksidase mudah
dideteksi karena aktivitasnya yang tinggi dan dapat menggunakan sejumlah
substrak sebagai donor hidrogen. Peroksidase pada tanaman merupakan isoenzim
yang berperan dalam pertumbuhan, diferensiasi dan pertahanan (Cahyarini et al.,
2004). Menurut Gaspar (1984) dalam Yanti (2011), peroksidase terdapat
di vakuola atau ruang interseluler dan dinding sel dengan berat molekulnya 40
kDa.

Peroksidase berfungsi mengoksidasi fenol dan meningkatkan laju
polimerisasi senyawa-senyawa seperti lignin yang terdeposit dalam dinding sel
dan papila serta mengganggu pertumbuhan dan perkembangan patogen (Agrios,
1996). Aktivitas enzim ini akan meningkat apabila ada cekaman kekeringan,

Universitas Sumatera Utara

9

patogen dan induksi mutagen. Tanaman tahan penyakit memiliki aktivitas enzim

peroksidase yang tinggi. Menurut Gaston dan Davies (1970), mekanisme tanaman
mengahadapi cekaman karena serangan patogen adalah dengan pembentukan
dinding sel baru yang tidak tembus air dan pembentukan fitoaleksin melalui
aktivitas peroksidase.

2.4.2 Polifenol Oksidase (PPO)

Enzim polifenol oksidase (PPO) adalah enzim oksidoreduktase yang mengandung
tembaga (Cu) yang berperan dalam proses melanisasi pada hewan dan
pencoklatan pada tanaman. Enzim PPO tersebar luas di alam, mempunyai berat
molekul 128 kDa dalam keadaan murni, tidak berwarna, dan stabil pada pH netral.
Konsentrasi enzim yang tinggi ditemukan pada umbi kentang, apel, pisang,
alpukat, daun teh, biji kopi dan daun tembakau. Selain pada tanaman, enzim PPO
juga ditemukan pada bakteri dan mamalia. Enzim polifenol oksidase atau PPO
dalam tanaman berperan terhadap sistem ketahanan dan penyembuhan jaringan
yang terluka. Peningkatan aktivitas PPO dalam jaringan tanaman terserang
penyakit sejalan dengan bertambah luasnya serangan, makin parah serangan maka
jumlah sel yang terangsang menghasilkan PPO akan semakin banyak
(Julhasratman, 2012).


Banyak penyakit berkaitan dengan pengaruh enzim seperti kekurangan
jumlah dan aktivitas PO dan PPO. Hal ini disebabkan karena kelainan genetik,
kekurangan gizi atau toksin. Biosintesis enzim merupakan suatu proses kompleks
yang melibatkan proses di inti sel dan sitoplasma. Adanya gangguan pada
biosintesis tersebut mengakibatkan perubahan efektifitas dalam pembentukan
enzim yang berdampak pada jumlah enzim (Santoso, 2010). Enzim PO dan PPO
berperan dalam mengkatalisis berbagai proses oksidatif pada reaksi perubahan
warna, cita rasa, dan pembentukan senyawa toksin sebagai reaksi atas serangan
patogen atau luka pada jaringan tanaman (Gardjito et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara

10

Beberapa senyawa fenolik (fenol) dan hasil oksidasi enzimnya (quinon)
menghasilkan ketahanan terhadap penyakit melalui reaksi penghambatan terhadap
enzim pektinolitik dan enzim patogen lain, tetapi bukan terhadap patogen itu
sendiri. Pada beberapa penyakit pada jaringan yang lebih tahan, kandungan
fenolnya lebih tinggi dan fenol tersebut tidak menghambat pertumbuhan patogen.
Fenol tersebut menghambat enzim pektinolitik dan memberi peranan dalam
ketahanan terhadap patogen (Agrios, 1996).

2.5 Jamur Collectotrichum sp.

Colletotrichum merupakan jamur yang bersifat kosmopolitan, sehingga jamur ini
dapat menyebabkan penyakit pada beberapa jenis tanaman. Menurut Wahyuni
(2011), pengamatan mikrokropis koloni Colletotrichum sp. memperlihatkan hifa
bersepta tipis, konidiofor pendek tidak bercabang, konidium bersel satu, jorong
memanjang, tidak bersekat, dan terbentuk pada ujung konidiofor.

Penyakit Colletotrichum atau antraknosa menunjukkan simpton pada daun,
batang, dan buah. Penyakit ini menyebabkan nekrosis pada daun. Gejala ini yang
disebut sebagai hawar daun (leaf blight). Daun muda yang sakit dapat juga
membentuk bintik-bintik kecil dan biasanya rontok. Pada daun dewasa, bercakbercak nekrosis tidak teratur. Bercak-bercak ini dapat menjadi lubang (Semangun,
2000). Serangan lebih berat pada musim hujan. Pada serangan berat, batang dan
buah terserang juga (Tjahjadi, 1989). Cuaca yang sangat lembap membantu jamur
membentuk banyak spora pada bagian tanaman yang sakit. Pada bagian-bagian
bunga terjadi bintik-bintik kecil berwarna hitam dan akan menyebabkan sebagian
atau seluruh kuncup bunga rontok (Semangun, 1996).

Penyakit antraknosa tersebar melalui biji atau benih, angin dan sisa
tanaman yang terserang. Pengendalian dilakukan dengan pemusnahan bagian
tanaman yang terserang, pergiliran tanaman dan penyemprotan fungisida yang
disesuaikan dengan tempat penanaman varietas yang terserang (Tjahjadi, 1989).

Universitas Sumatera Utara