Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Putusan MA RI NO. 633 K AG 2013)

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum berfungsi untuk mengatur pergaulan antar manusia. Hukum
merupakan sesuatu yang berkenaan dengan manusia dalam hubungannya dengan
manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup, dimana tanpa pergaulan hidup maka
tidak akan ada hukum (ubi societas ibi ius)1.Hukum merupakan himpunan petunjuk
hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh
anggota masyarakat yang bersangkutan2 Menurut Uthrecht, terdapat tiga tujuan
hukum dalam pergaulan manusia yaitu untuk menjamin kepastian hukum
(rechszekerheid), keadilan serta kemanfaatan.3

Menurut Van Apeldoorn, adapun yang menjadi tujuan hukum yaitu :
“untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Kedamaian di antara manusia
dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan
tertentu yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan lain
sebagainya terhadap manusia lain yang merugikannya. Kepentingan antar
individu manusia akan selalu bertentangan satu sama lain dan akan
menimbulkan pertikaian, jika tidak diatur oleh hukum. Hukum

mempertahankan kedamaian dengan mengadakan keseimbangan antara
kepentingan yang dilindungi, dimana setiap orang harus memperoleh sedapat
mungkin yang menjadi haknya.”4

1
2

Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1996), hal.11
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta : PT.Sinar Grafika, 2008),

hal.6
3

Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti,
1999), hal.22
4
Ibid.

1


Universitas Sumatera Utara

2

Dari pemahaman diatas dapat diketahui bahwa hukum mengatur sendi-sendi
kehidupan manusia dan apabila manusia mematuhi hukum yang berlaku, maka setiap
manusia akan memperoleh apa yang menjadi haknya masing-masing secara damai
dan tanpa pertikaian. Hukum mengatur berbagai kepentingan manusia seperti
kehormatan, kemerdekaan, kematian dan lain sebagainya termasuk harta.
Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yaitu kematian.
Kematian selanjutnya akan menimbulkan akibat hukum yang lain yaitu tentang
pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang yang meninggal
tersebut.

Penyelesaian

hak-hak

dan


kewajiban

kewarisan

sebagai

akibat

meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris.5
Hukum waris yang ada dan berlaku di Indonesia sampai saat ini masih
beranekaragam. Hal tersebut erat kaitannya dengan sistem kekeluargaan maupun
sistem adat istiadat yang beranekaragam.6Mochtar Kusumaatmadja berpendapat
bahwa bidang hukum waris dianggap sebagai salah satu bidang hukum yang sulit
untuk dilakukan kodifikasi agar mencapai unifikasi hukum, karena terlalu banyak
mengandung halangan, komplikasi-komplikasi kultural, keagamaan dan sosiologi.7
Dalam perkembangan ke depannya, sistem kekeluargaan yang diharapkan
akan

ditetapkan


dalam

kewarisan

di

Indonesia

adalah

sistem

parental

(ouderrechtelijk), dimana sistem ini akan menyatukan hukum waris dari hukum adat

5

Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, (Bandung: PT.Refika Aditama, 2005), hal.1
Ibid., hal.6

7
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional,
(Bandung : Binacipta, 1975), hal.12
6

Universitas Sumatera Utara

3

dan hukum Islam yang mengangkat prinsip persamaan hak antara kaum laki-laki dan
kaum perempuan.8
Hukum waris yang berlaku di Indonesia dewasa ini tergantung pada pewaris.
Hukum waris adat diberlakukan bagi pewaris yang termasuk golongan penduduk
Indonesia, hukum waris KUHPerdata (BW) bagi pewaris yang termasuk golongan
Eropa atau Timur Asing Cina, serta hukum kewarisan Islam bagi golongan penduduk
Indonesia yang beragama Islam.9
Hukum kewarisan dalam Islam mendapat perhatian besar, karena pembagian
warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan.10Umat Islam
wajib hukumnya mematuhi hukum kewarisan. Allah memerintahkan agar setiap
orang yang beriman mengikuti ketentuan-ketentuan Allah menyangkut hukum

kewarisan sebagaimana yang termaktub dalam Kitab Suci al-Qur’an dan menjanjikan
siksa neraka bagi orang yang melanggar peraturan ini.11

Dalam Q.S.An-Nisa Ayat 13 dan 14, Allah berfirman yang artinya :
“hukum-hukum tersebut adalah ketentuan-ketentuan dari Allah, barangsiapa
yang taat pada (hukum-hukum) Allah dan RasulNya, niscaya Allah akan
memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai,
sedang mereka (akan) kekal di dalamnya. Dan yang demikian tersebut
merupakan kemenangan besar dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan
RasulNya, serta melanggar ketentuan (hukum-hukum) Allah dan RasulNya,
niscaya Allah akan memasukkan ke dalam api neraka, sedangkan mereka akan
kekal di dalamnya dan baginya siksa yang amat menghinakan.”
8

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung : CV.Pustaka Setia, 2012), hal.17
Retnowulan Sutantio, Wanita dan Hukum, (Bandung : Alumni, 1979), hal.84
10
Ahmad Rofiq , Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995),

9


hal.355
11

Mahmud Yunus, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta : PT.Hidakarya Agung, 1989), hal.5

Universitas Sumatera Utara

4

Dalam Hadis Riwayat an-Nasa’i, Rasulullah SAW bersabda “barangsiapa
yang tidak menerapkan hukum waris yang diatur Allah SWT, maka ia tidak akan
mendapat warisan surga (muttafak alaih)”. Kedua ayat tersebut merupakan ayat yang
mengiringi hukum-hukum Allah SWT menyangkut penentuan para ahli waris,
tahapan pembagian warisan serta porsi masing-masing ahli waris. Ayat tersebut juga
menekankan kewajiban melaksanakan pembagian warisan sebagaimana yang
ditentukan oleh Allah SWT yang disertai ancaman bagi orang yang melanggar
ketentuan tersebut.
Hukum kewarisan merupakan hukum yang mengatur peralihan pemilikan
harta tirkah (harta peninggalan) pewaris, menetapkan orang yang berhak menjadi ahli

waris, menentukan berapa bagian waris masing-masing ahli waris dan mengatur
waktu pembagian harta kekayaan pewaris itu dilaksanakan. 12
Hukum kewarisan Islam merupakan himpunan aturan-aturan hukum yang
mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harta peninggalan seorang
yang mati meninggalkan harta peninggalan, kedudukan masing-masing ahli waris
serta perolehan masing-masing ahli waris secara adil dan sempurna.13
Menurut Idris Djakfar dan Taufik Yahya, hukum kewarisan Islam merupakan
seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dari seorang yang telah
meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut

12

Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta : PT Raja
Presindo, 2000), hal.108
13
Idris Ramulyo, Studi Kasus Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dan Praktek di Peradilan
Agama Pengadilan Negeri, (Jakarta : Ind-Hill-co, 2000), hal.47

Universitas Sumatera Utara


5

berdasarkan pada wahyu Ilahi yang terdapat dalam al-Qur’an dan penjelasannya
diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam istilah Arab disebut faraidl.14
Kematian pewaris yang dimaksud dalam hukum waris Islam dibedakan atas
dua macam, yaitu15 :
1. Meninggal dunia secara hakiki, yaitu secara hakikat benar-benar disaksikan
bahwa pewaris tersebut telah meninggal dunia
2. Meninggal secara hukmi, yaitu sebenarnya pewaris yang dinyatakan
meninggal dunia itu tidak dapat disaksikan.Peradilan Agama yang memiliki
kewenangan untuk menyatakan seseorang mati secara hukmi. Hal tersebut
dapat terjadi misalnya apabila pewaris merupakan nelayan dimana suatu hari
tidak pulang dalam waktu yang sangat lama, sehingga timbul kemungkinan
nelayan tersebut akan pulang atau tidak.
Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefenisikan hukum kewarisan
Islam sebagai hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris.

Ketiga defenisi hukum kewarisan Islam tersebut,


memberikan pemahaman bahwa hukum kewarisan Islam bertujuan untuk mengatur
pemindahan kepemilikan tirkah (harta peninggalan)orang yang telah meninggal
kepada orang yang masih hidup.
Harta tirkah menurut istilah jumhur fuqaha merupakan segala sesuatu yang
ditinggalkan oleh pewaris baik berupa harta benda dan hak kebendaan atau bukan
hak-hak kebendaan. Harta tirkah juga meliputi utang piutang aeniyah (utang piutang
yang ada hubungannya dengan benda seperti segala sesuatu yang berhubungan

14

Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : PT.Dunia
Pustaka Jaya, 1995), hal.3
15
M.Hasballah Thaib, Ilmu Hukum Waris Islam, (Medan : Magister Kenotariatan USU, 2012),
hal.18

Universitas Sumatera Utara

6


dengan barang yang digadaikan) dan syahshiyah (utang piutang yang berkaitan
dengan kreditur seperti qiradh, mahar dan lainnya).
Menurut Jawad Mughniyah, harta tirkah adalah harta peninggalan mayat
yakni segala sesuatu yang dimilikinya sebelum meninggal baik berupa benda maupun
utang atau berupa hak atas harta seperti hak usaha, hak jual beli, hak menerima ganti
rugi dan hak atas harta yang timbul karena menjadi wali seseorang yang terbunuh.16
Kedua defenisi harta tirkah (peninggalan) tersebut memiliki persamaan. Kedua
defenisi tersebut sama-sama menunjukkan bahwa harta tirkah tidak hanya berupa hak
atas harta, tetapi juga utang.
Pada awalnya, harta tirkah tidak sama dengan harta warisan. Harta tirkah
mencakup keseluruhan harta yang ditinggalkan orang yang meninggal.Harta warisan
hanya mencakup harta yang dibagikan kepada oleh pewaris setelah harta peninggalan
pewaris dikurangi dengan hutang atau hal lainnya. Harta tirkah belum tentu
merupakan harta waris, tetapi harta waris sudah tentu merupakan harta tirkah.17
Dalam perkembangannya, pemahaman mengenai harta tirkah dan harta
warisan mengalami pergeseran. Harta warisan merupakan harta peninggalan (tirkah)
yang dapat dibagi kepada ahli waris setelah harta keseluruhan pewaris dipisahkan dari
harta suami-isteri dan harta pusaka, harta bawaan yang tidak boleh dimiliki, dikurangi
hutang-hutang dan wasiat.18 Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa semua harta

16

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta : Basrie Press, 1994), hal.73
http://s-hukum.blogspot.com/2014/02/jenis-jenis-harta-dalam-hukum-waris.html,
diakses
tanggal 14 September 2015
18
Idris Ramulyo, Op.Cit., hal.47
17

Universitas Sumatera Utara

7

yang ditinggalkan orang yang meninggal disebut dengan harta keseluruhan, bukan
harta tirkah (harta peninggalan) sebagaimana dapat dilihat dari dua defenisi harta
tirkah (harta peninggalan) pada masa sebelumnya.
Dalam bukunya, HR.Otje Salman juga telah mendefenisikan harta tirkah yaitu
harta warisan dan akan diberikan terhadap para ahli waris dari orang yang meninggal
dunia tersebut. Harta tirkah merupakan harta peninggalan sesudah dikurangi biaya
penguburan, utang dan wasiat.19Harta peninggalan merupakan harta yang
ditinggalkan oleh pewaris, baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya
maupun haknya.20
Kewajiban dan tanggung jawab ahli waris diatur dalam Pasal 175 KHI. Pasal
175 KHI mengatur :
1. Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah :
a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai
b. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan perawatan,
termasuk kewajiban pewaris maupun penagih hutang
c. Menyelesaikan wasiat pewaris
d. Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak
2. Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya
terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya
Berdasarkan Pasal 175 KHI tersebut, ahli waris memiliki kewajiban dan
tanggung jawab terhadap pewaris. Di samping itu, dapat pula diketahui bahwa harta
tirkah merupakan harta peninggalan pewaris setelah para ahli waris menjalankan
kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam pasal tersebut.

19

Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung : PT.Refika Aditama,
2002), hal.19
20
Mukhlis Lubis, Ilmu Pembagian Waris, (Medan : Pesantren Al-Manar, 2011), hal.2

Universitas Sumatera Utara

8

Pengaturan kewarisan tidak terlepas dari pandangan Islam terhadap hakikat
dan fungsi harta dalam kehidupan umat Islam. Pada hakikatnya, Allah merupakan
pemilik mutlak harta yang kemudian menganugerahkannya kepada umat manusia
sebagaimana firman Allah dalam QS Al Baqarah: 29, yaitu : “Dialah (Allah) yang
telah menciptakan apa saja yang ada di muka bumi buat kalian semuanya”
Harta merupakan ujian dan cobaan dari Allah. Hal tersebut dapat dilihat pada
QS Al Anfal : 28 “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar”. Demikian pula pada QS
Al Baqarah : 155, yang isinya : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa serta buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Kepemilikan seseorang terhadap harta bukan merupakan masalah, akan tetapi
kepemilikan tersebut harus diperoleh bukan dengan melakukan dosa. Hal tersebut
dapat diketahui dari QS Al Baqarah : 188 yang isinya : “Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa
padahal kamu mengetahui”.
Harta yang diberikan Allah SWT kepada umat manusia, disamping berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya, juga bertujuan sebagai perekat
hubungan persaudaraan atau ikhuwah Islamiyah dan Insaniyah. Seseorang
yang memiliki harta lebih dianjurkan dan diwajibkan untuk memberikan
sebagian kepada saudaranya yang sedang membutuhkan maupun untuk saling
menghadiahi kepada orang lain yang pada dasarnya tidak membutuhkan.
Kewajiban dan anjuran tersebut dimaksudkan agar timbul rasa saling

Universitas Sumatera Utara

9

menghormati dan saling menyayangi sehingga harta menjadi alat untuk
mewujudkan atau mengukuhkan silaturahmi antara sesama anggota
masyarakat.21
Harta memiliki nilai sebagaimana dapat diketahui dari defenisi harta, yaitu
merupakan barang-barang baik berupa barang bergerak maupun tetap atau uang dan
sejenisnya yang menjadi kekayaan barang-barang milik orang lain, kekayaan baik
berwujud maupun tidak berwujud yang mempunyai nilai.22 Dalam kenyataannya,
nilai yang terkandung dalam harta, secara khusus harta tirkah (peninggalan) sering
menjadi objek sengketa dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut tentunya sangat
bertolak belakang dengan ketentuan ayat Alquran sebagaimana yang telah diuraikan
di atas. Harta yang seharusnya berfungsi untuk kebaikan, memupuk persaudaraan dan
rasa kemanusiaan, dapat menimbulkan retak atau putusnya hubungan persaudaraan
tersebut.23
Dalam hal terjadi sengketa waris, Islam menganjurkan agar pihak-pihak yang
bersengketa mampu mengendalikan emosinya dan berdamai. Anjuran Islam tersebut
dimaksudkan agar sengketa harta tidak berujung pada jauhnya jarak hubungan
persaudaraan, dimana para pihak masing-masing perlu untuk menunjukkan
kesediaannya untuk mengalah.24
Sengketa waris yang terjadi akan diselesaikan secara damai dan kekeluargaan,
namun tidak jarang pula sengketa tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut dan
21

Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Kontemporer, Analisis Yurisprudensi dengan
Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta : Diterbitkan atas Kerjasama Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Jakarta dengan Balitbang DEPAG RI 2010), hal.233
22
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : PT.Sinar Grafika, 2009), hal.160
23
Satria Effendi, Op.Cit., hal.234
24
Ibid., hal.233

Universitas Sumatera Utara

10

penyelesaiannya harus ditempuh melalui proses pengadilan. Salah satu sengketa
waris yang pada akhirnya harus diselesaikan melalui proses pengadilan terdapat
dalam perkara yang telah diputus oleh hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI
No.633 K/Ag/2013.
Penggugat memohon kepada Majelis Hakim menetapkan tanah Alm sebagai
harta waris/barang sengketa dalam perkara ini. Penggugat dalam dalilnya,
menganggap hibah yang dilakukan Alm mengakibatkan Penggugat dirugikan
sebagai ahli waris dan terpaksa menguasai harta yang dihibahkan ke Turut Tergugat
II, karena Penggugat diusir oleh Tergugat saat menempati harta waris (barang
sengketa).
Dalam petitum, Penggugat pada pokoknya memohon agar Majelis Hakim
menetapkan tanah sebagaimana diuraikan di atas sebagai harta tirkah (harta
peninggalan) Alm dan menyatakan akta hibah tidak berkekuatan hukum, penetapan
Penggugat sebagai ahli waris tunggal, pembagian harta tirkah (harta peninggalan)
tersebut secara hukum kewarisan Islam, serta memohon agar pengadilan memberi
bagian waris kepada Tergugat dan Turut Tergugat I dan II sebagai wasiatun wajibah.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka dinilai perlu untuk dilakukan
penelitian secara lebih mendalam tentang harta tirkah (peninggalan) menurut hukum
kewarisan Islam, dengan judul penelitian “Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah
(Harta Peninggalan) Ditinjau dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Kasus
Putusan MA RI No.633 K/Ag/2013).”

Universitas Sumatera Utara

11

B. Perumusan Masalah
1.

Bagaimana pemisahan harta warisan dari harta tirkah (harta peninggalan)
pewaris?

2.

Bagaimana penyelesaian pembagian harta tirkah (harta peninggalan) menurut
hukum kewarisan Islam ?

3.

Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI
No.633 K/Ag/2013 ?

C. Tujuan Penelitian
1.

Untuk mengetahui pemisahan harta warisan dari harta tirkah (harta peninggalan)
pewaris.

2.

Untuk mengetahui penyelesaian pembagian harta tirkah (harta peninggalan)
menurut hukum kewarisan Islam.

3.

Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Mahkamah
Agung RI No.633 K/Ag/2013.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara :
1.

Teoritis
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

hukum, secara khusus ilmu hukum yang mempelajari tentang kewarisan Islam.
2.

Praktis
Penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman

masyarakat secara lebih mendalam mengenai hukum kewarisan Islam di Indonesia,

Universitas Sumatera Utara

12

sehingga dengan pemahaman dan pengetahuan tersebut masyarakat dapat pula
mencegah atau menyelesaikan permasalahan waris yang terjadi.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Analisis Yuridis tentang Harta
Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi
Kasus Putusan MA RI No. 633 K/Ag/2013) “ memiliki kemiripan dengan beberapa
judul penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
1.

Penelitian yang dilakukan oleh Sahriani (NIM : 077011084) dengan judul
penelitian “Pembagian Harta Warisan Orang Yang Berbeda Agama dalam
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No.51K/Ag/1999” dengan perumusan masalah :
a. Hak apakah yang didapat oleh ahli waris yang berbeda agama dengan
pewaris?
b. Dapatkah diberlakukan wasiat Wajibah bagi orang yang berbeda agama ?
c. Berapakah bagian harta pewaris yang dapat diterima melalui wasiat Wajibah
untuk orang yang berbeda agama ?

2.

Penelitian yang dilakukan oleh Rasanty Sribulan L.Siallagan (NIM : 027011055)
dengan judul penelitian “Penerapan Pasal 916a KUHPerdata oleh Balai Harta
Peninggalan Bagi Perlindungan Hak Mewaris Anak Di Bawah Umur bagi
Golongan Tionghoa (Studi Kasus Harta Peninggalan Tan Tjoe Kiah” dengan
perumusan masalah :

Universitas Sumatera Utara

13

a. Bagaimanakah penerapan Pasal 916a KUHPerdata yang dilakukan dalam
penyelesaian warisan dalam kasus harta peninggalan Tan Tjoe Kiah ?
b. Mengapa Balai Harta Peninggalan Medan melakukan penuntutan untuk
kepentingan harta anak dibawah umur dalam kasus harta peninggalan Tan
Tjoe Kiah ?
c. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Balai Harta Peninggalan Medan sebagai
Wali Pengawas dalam melaksanakan tugasnya dalam kasus harta peninggalan
Tan Tjoe Kiah ?
3.

Penelitian yang dilakukan oleh Syafruddin Adi Wijaya (NIM : 057011088)
dengan judul penelitian “Akta Perdamaian Sebagai Jalan Penyelesaian Sengketa
Tanah di Luar Pengadilan (Studi Kasus Penyelesaian Perkara Antara Pemilik
Tanah Adat Ahli Waris PA Nampati Purba dengan PT.Bank Sumatera Utara di
Kabanjahe)” dengan perumusan masalah :
a. Bagaimanakah bentuk dan isi Akta Perdamaian dalam menyelesaikan
sengketa tanah antara pemilik tanah adat yaitu ahli waris dari Pa Nampati
Purba dan PT.Bank Sumatera Utara di luar Pengadilan ?
b. Apakah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat akta
perdamaian ?
c. Apakah hambatan dan upaya mengatasi hambatan yang dihadapi dalam
pembuatan Akta Perdamaian ?
Sebagaimana diuraikan di atas, judul dan perumusan masalah yang dilakukan

dalam penelitian sebelumnya berbeda dengan judul dan perumusan masalah yang

Universitas Sumatera Utara

14

akan diteliti, sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dinyatakan belum pernah
dilakukan dan dapat dibuktikan keasliannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi,

aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori25. Teori
didefenisikan sebagai asas-asas umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan
sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang
ada. Teori bertujuan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa terjadi gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi.26 Teori bukanlah pengetahuan yang sudah pasti,
tetapi harus dianggap sebagai petunjuk untuk analisis dari hasil penelitian yang
dilakukan.27
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.28 Teori merupakan suatu
penjelasan yang berupaya menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena
menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.29

25

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia
Press,1982), hal.6
26
M.Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: FE UI, 1996), hal.203
27
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama, 1997), hal.21
28
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta:
Andi, 2006), hal.6
29
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.134

Universitas Sumatera Utara

15

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis peneliti mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan
bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak
disetujuinya yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam
penulisan.30 Sehingga fungsi teori dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
memberikan arahan/ petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang
diamati.
Penelitian dilakukan dengan berdasarkan pada Teori Keadilan dalam hukum
kewarisan Islam.Konsep tentang keadilan dan konsep tentang hukum sama-sama
merupakan konsep yang abstrak dan bersifat subjektif, sesuai nilai-nilai yang dianut
masing-masing individu dalam masyarakat. Muatan keadilan itu mencakup keadilan
hidup di dunia maupun kemaslahatan hidup di akhirat.31 Keadilan dinilai bukan hanya
sebagai pertimbangan akal dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu itu baik
atau buruk, tetapi lebih jauh dari itu adalah sesuatu yang yang baik secara rasional
juga harus sesuai dengan tujuan syara’.
Keadilan artinya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Teori Keadilan
(disebut juga Teori Keadilan Berimbang) juga mempunyai makna bahwa seseorang
akan menerima hak dalam harta warisan seimbang dengan kepercayaannya.32Titik

30

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Cet-I, (Bandung : Mandar Maju, 1994),

hal.80
31
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (Legisprudence), (Jakarta : Prenada Media Group,
2009), hal.223
32
M.Hasballah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Waris
Menurut Hukum Waris Islam di Indonesia, (Medan : Cita Pustaka Media, 2014), hal.7

Universitas Sumatera Utara

16

tolak kewarisan Islam adalah menyerahkan harta peninggalan kepada ahli warisnya
yang berhak sesuai dengan ketetapan Allah dan Rasul-nya. Makna keadilan bukan
sama rata, melainkan adanya keseimbangan atau al-mizan yang disesuaikan dengan
hak dan kewajiban secara proporsional.33
Teori Keadilandalam hukum kewarisan Islam mengandung pengertian bahwa
harus ada keseimbangan antara hak yang diperoleh dan harta warisan dengan
kewajiban atau beban kehidupan yang harus ditanggungnya/ ditunaikannya di antara
para ahli waris.34Arti keadilandalam hukum kewarisan Islam bukan diukur dari
kesamaan tingkatan antara ahli waris tetapi ditentukan berdasarkan besar-kecilnya
beban atau tanggungjawab yang dibebankan ditinjau dari keumuman keadaan/
kehidupan manusia.
Keadilan juga dimaknai sebagai al-qisth.Keadilan sebagai al-qisth adalah
persesuaian-persesuaian seperti35 :
1. Persesuaian antara ucapan dengan perbuatan
2. Persesuaian antara iman, ilmu dengan amal
3. Persesuaian antara keharusan dengan kenyataan atau antara das sollen dan das
sein.
4. Persesuaian antara kehidupan manusia dengan pemenuhan hak dan
kewajibannya.
Dalam hukum Islam, persyaratan adil sangat menentukan benar atau tidaknya
dan sah atau batalnya suatu pelaksanaan hukum dalam beberapa hal. Hasanain
Muhammad Makhluf, ahli FiqihKontemporer asal Mesir, berpendapat bahwa dalam
33

Beni Ahmad Saebani, Op.Cit., hal.33
Ahmad Zahari, Tiga Versi Hukum Kewarisan Islam : Syafi’i, Hazairin dan KHI (Pontianak :
Romeo Grafika, 2003), hal.25
35
Beni Ahmad Saebani, Op.Cit., hal.43
34

Universitas Sumatera Utara

17

kewarisan, Islam mensyaria’atkan aturan hukum yang adilkarena menyangkut
penetapan hak milik seseorang, yakni hak yang harus dimilikiseseorang sebagai ahli
waris yang disebabkan meninggalnya seseorang yang lain.36
Teori Keadilandalam kewarisan Islam diharapkan dapat menjadi petunjuk,
pedoman atau arahan, sehingga penelitian yang dilakukan dapat menganalisis dan
menguraikan secara jelas sengketa kewarisan Islam yang terjadi dalam PutusanMA
RI No.633 K/Ag/2013) dan penerapan hukum kewarisan Islam sebagai bentuk
penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
2.

Kerangka Konsepsi
Kerangka teori dan kerangka konsepsi merupakan dua unsur yang sama-sama

penting dalam penelitian hukum.37Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari
teori.Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan
observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsepsi merupakan suatu pengertian
mengenai suatu fakta atau dapat berbentuk batasan (defenisi) tentang sesuatu yang
akan dikerjakan.38Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.39
Konsepsi atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau
masalahdan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula

36

Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih Dan Ushul Fiqih, (Bandung :
Citapustaka Media Perintis, 2013), hal.99
37
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal.7
38
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: Cipta Aditya Bhakti, 1993), hal.15
39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press,
1982) hal.133

Universitas Sumatera Utara

18

fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep
sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka
konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara
variabel-variabelyang ingin menetukan adanya gejala empiris.40
Adapun yang menjadi konsepsi dalam penelitian ini, diuraikan sebagai
berikut:
1.

Analisis Yuridis artinya mengumpulkan hukum dan dasar lainnya yang relevan
untuk kemudian mengambil kesimpulan sebagai jalan keluar atau jawaban atas
permasalahan hukum.41 Analisis yuridis yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kegiatan mengumpulkan peraturan perundang-undangan dan sumber
lainnya yang berkaitan dengan pembagian waris dalam hukum Islam, secara
khusus pembagian waris sebagaimana terdapat dalam putusan pengadilan yang
menjadi objek penelitian ini.

2.

Harta tirkah merupakan harta peninggalan sesudah dikurangi biaya penguburan,
utang dan wasiat.42Hartatirkah (harta peninggalan) merupakan harta yang
ditinggalkan oleh pewaris, baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya
maupun haknya43seperti hak usaha, hak jual beli, serta hak menerima ganti
rugi.44

40

Koentjaraningrat.Metode-metode Penelitian Masyarakat,(Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama, 1997), hal.21
41
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum,(Bandung : Mandar Maju, 2008),
hal.83
42
Otje Salman dan Mustofa Haffas , 2002, Op.Cit., hal.19
43
Mukhlis Lubis, Op.Cit., hal.2
44
Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta : Basrie Press, 1994), hal.73

Universitas Sumatera Utara

19

3.

Hukum Kewarisan Islam didefenisikan sebagai hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris.45 Beberapa
acuan sumber Hukum kewarisan islam dalam penelitian ini berupa Kompilasi
Hukum Indonesia, Alquran, Ijtihad, Sunnah Rasul, dan yurisprudensi putusan
pengadilan.

4.

Hibah merupakan pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari
seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.46Hibah yang
dimaksudkan dalam penelitian merupakan hibah yang diberikan oleh pewaris
kepada ahli warisnya semasa hidupya.

5.

Ahli waris (al waarits) merupakan orang yang berhak mewaris karena hubungan
kekerabatan (nasab) atau hubungan perkawinan (nikah) dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.47

6.

Wasiat merupakan pemberian suatu benda dari pewaris kepada oranglain atau
lembaga, dimana pemberian tersebuthanya berlaku setelah pewaris meninggal
dunia.48

7.

Wasiat Wajibah suatu tindakan yang dilakukan oleh penguasa atau hakim
sebagai aparat negara untuk memaksa atau memberikan putusan wajib wasiat
bagi orang-orang yang telah meninggal, yang diberikan kepada orang-orang
tertentu, dalam keadaan tertentu.49

45

Pasal 171 KHI
Pasal 171 ayat (g)KHI
47
Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia,(Jakarta : Sinar Grafika, 2008),
46

hal.46
48
49

Pasal 171 huruf (f) KHI
Fatchur Rachman, Ilmu Waris, (Bandung : PT. Alma’arif, 1975), hal.63

Universitas Sumatera Utara

20

8.

Hijab adalah terhalangnya seseorang ahli waris untuk menerima warisan,
disebabkan adanya ahli waris (kelompok ahli waris) yang lebih utama dari
padanya.50

9.

Ahli waris tunggal adalah ahli waris tanpa ada ahli waris lainnya.

G. Metode Penelitian
Dalam setiap penelitian pada dasarnya ada menggunakan metode penelitian
dan metode penelitian tersebut ditentukan berdasarkan pada tujuan penelitian.51
Uraian metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, akan akan didahului
dengan uraian tentang arti metodologi penelitian. Metode penelitian adalah
metodologi yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian.52Metodologi
penelitian merupakan penelitian yang menyajikan cara atau prosedur, maupun
langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan
logis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.53
1.

Sifat dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif maksudnya untuk

mengetahui gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai peraturan yang
dipergunakan yang berkaitan dengan masalah yang dikaji. Analitis artinya
mengungkapkan karakteristik objek dengan cara menguraikan dan menafsirkan fakta-

50

Suhrawardi K.Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,
1995), hal .59
51
Jujun S.Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, (Jakarta : Sinar
Harapan), hal.328
52
Taliziduhu Ndraha, Metodologi Ilmu Pemerintahan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hal. 24
53
Sutrisno Hadi, Metodologi Riset Nasional, (Magelang : Akmil, 1987), hal.8

Universitas Sumatera Utara

21

fakta tentang pokok persoalan yang diteliti. Jadi penelitian ini mengungkapkan
peraturan perundang-undangan yangberkaitan dengan objek penelitian.54
Pendekatan penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif
(normative legal research) ataupun disebut juga penelitian hukum doktrinal, yaitu
penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder
yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan
perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta
mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum
lainnya.55Penelitian normatif merupakan penelitian ilmiah yang bertujuan untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.56
Pokok permasalahan dalam penelitian ini merupakan tinjauan terhadap harta
tirkah (harta peninggalan) pewaris menurut hukum kewarisan Islam. Oleh karena itu,
penelitian terhadap buku, asas-asas maupun peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan hukum kewarisan Islam, harus bertujuan untuk memperoleh jawaban
atas pokok permasalahan yang diteliti.
2.

Sumber Data
Pengumpulan data adalah bagian penting dalam suatu penelitian, karena

dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya
dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan.57 Penelitian dilakukan dengan

54

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.105
Ibrahim Johni, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayu Media
Publishing, 2005), hal.336
56
Ibid., hal.57
57
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. Raj
Grafindo Persada, 2003), hal.10
55

Universitas Sumatera Utara

22

menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan. Penelitian kepustakaan
dilakukan dengancara menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan
kepustakaan atau datasekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahanhukum tertier.58Adapun yang menjadi sumber data dalam
penelitian, diuraikan sebagai berikut :
a.

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berhubungan dan mengikat
berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, sepertiPutusan
Mahkamah Agung RI No.633 K/Ag/2013, Putusan Pengadilan Tinggi Agama
Surabaya No.85/Pdt.G/2013/PTA-Sby, Putusan Peradilan Agama Jombang
No.257/Pdt.G/2012/PA.Jbg, Kompilasi Hukum Islam, UU No.50 Tahun 2009
Perubahan Kedua Atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
KUHPerdata.

b.

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum dari buku teks yang
berisimengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan
klasik para sarjana yang memiliki klasifikasi tinggi.59 Bahan hukum sekunder
terdiridari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen
resmiyang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana
yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari
bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini bisa berasal dari bukubuku,hasil-hasil penelitian dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum.

58
59

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Op.Cit., 1995, hal.38
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Praditya Paramitha, 2005), hal.141

Universitas Sumatera Utara

23

c.

Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder60. Bahan
hukum tertier yang digunakan dalam penelitian berupa Alquran, kamus hukum
serta majalah terkait penelitian.

3.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah

dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan
dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan
perundang-undangan, buku-buku teks, teori-teori literatur-literatur, tulisan-tulisan
para pakar hukum, dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian.61
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi dokumen. Studi
dokumendigunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari,
meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan
objek penelitian.62 Data sekunder tersebut diperoleh dengan mempelajari buku-buku,
hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang berkaitan dengan
hukum kewarisan Islam.
4.

Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya

ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.63Analisis data penelitian
dilakukan secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan memberi
60

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2006), hal.31
61
Riduan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, (Bandung : Bina Cipta, 2004), hal.97
62
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.52
63
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002),
hal.103

Universitas Sumatera Utara

24

penilaian terhadap hasil penelitian berdasarkan peraturan perundang-undangan,
pendapat para ahli dan akal sehat. Analisis data bertolak dari teori-teori dan konsep
yang telah disusun dan dikemukakan dalam kerangka teori dan konsepsional,
sehingga diperoleh kesimpulan terhadap penerapan hukum penetapan ahli waris,
pembagian harta tirkah (harta peninggalan) serta hibah yang pernah dilakukan
pewaris semasa hidup.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Analisis Yuridis Pembagian Harta Bersama Milik Orang Tua Yang Dilakukan Anak Di Kala Kedua Orang Tua Masih Hidup (Putusan MA Tanggal 27 OktobeR 2004, NO. 1187 K/PDT/2000)

2 36 152

Pembagian Harta Warisan Orang Yang Berbeda Agama Dalam Persfektif Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 51 k/ag/1999)

0 55 136

Analisis Hukum Terhadap Kewenangan Balai Harta Peninggalan Dalam Pengelolaan Harta Kekayaan Yang Tidak Diketahui Pemilik Dan Ahliwarisnya (Studi Di Balai Harta Peninggalan Medan)

16 122 164

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 312 K/AG/2008 TENTANG SENGKETA HARTA PENINGGALAN ANTARA ANAK ANGKAT DENGAN SAUDARA KANDUNG ORANG TUA ANGKAT DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM.

0 0 1

Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Putusan MA RI NO. 633 K AG 2013)

0 1 19

Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Putusan MA RI NO. 633 K AG 2013)

0 0 2

Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Putusan MA RI NO. 633 K AG 2013)

0 0 16

Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Putusan MA RI NO. 633 K AG 2013) Chapter III V

0 0 80

Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Putusan MA RI NO. 633 K AG 2013)

0 0 8