Peramalan Kasus Hiv Di Kota Medan Tahun 2012-2016 Chapter III VI
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif (merupakan prosedur untuk membuat
ikhtisar, menata, membuat grafik) dilakukan dengan metode peramalan kuantitatif.
Peramalan kuantitatif adalah metode peramalan yang melibatkan analisis statistik
terhadap data-data masa lalu (Firdaus, 2006).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan melakukan survei awal sampai selesai, yaitu
bulan September sampai dengan Nopember tahun 2012.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah data semua penderita HIV yang resmi tercatat pada Dinas
Kesehatan Kota Medan sejak dipublikasikan pertama kali tahun 1992 hingga saat ini.
Sedangkan sebagai sampel dalam penelitian ini menggunakan data penderita HIV
dari tahun 2007-2011. Pemilihan sampel pada periode ini berdasarkan data yang
dilaporkan terakhir dari Dinas Kesehatan Kota Medan pada saat dilakukan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder, yaitu jumlah penderita HIV di
Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2007 sampai dengan 2011. Data diperoleh
dengan menggunakan metode dokumentasi. Pengumpulan data dimulai dengan tahap
penelitian pendahuluan yaitu melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari
buku-buku dan bacaan-bacaan lain yang berhubungan dengan pokok bahasan dalam
penelitian ini. Pada tahap ini juga dilakukan pengkajian data yang dibutuhkan, yaitu
mengenai jenis data yang dibutuhkan, ketersediaan data, dan gambaran cara
pengolahan data. Tahapan selanjutnya adalah penelitian pokok yang digunakan untuk
mengumpulkan keseluruhan data yang dibutuhkan guna menjawab persoalan
penelitian dan memperkaya literatur untuk menunjang data kuantitatif yang diperoleh.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional
Penggunaan data bulanan pada penelitian ini dengan alasan data jumlah
penderita HIV di Kota Medan diperoleh dalam bentuk laporan bulanan.
1. Laporan bulanan Dinas Kesehatan Kota Medan adalah data penderita HIV yang
tercatat pada laporan penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
2. Data keseluruhan penderita HIV adalah data penderita HIV yang tercatat pada
laporan penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
3. Data penderita HIV menurut jenis kelamin adalah jumlah penderita HIV
berdasarkan jenis kelamian laki-laki dan perempuan yang tercatat pada laporan
penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
Universitas Sumatera Utara
4. Data penderita HIV menurut faktor risiko adalah jumlah penderita HIV
berdasarkan faktor risiko ; (a) heteroseksual, (b) homoseksual, (c) IDUs,
(d) perinatal, (e) tranfusi darah, dan (f) tidak diketahui yang tercatat pada
laporan penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
5. Data penderita HIV menurut usia adalah jumlah penderita HIV berdasarkan
kelompok usia ; (a) ≤ 15 tahun, (b) 16-24 tahun, (c) 25-34 tahun, (d) 35 - 44
tahun, dan (e) ≥ 45 tahun yang tercatat pada laporan penderita HIV pada tahun
2007 sampai dengan 2011
6. Data penderita HIV menurut pekerjaan adalah jumlah penderita HIV
berdasarkan jenis pekerjaan; (a) PNS/TNI/POLRI, (b) karyawan, (c) wiraswasta,
(d) ibu rumah tangga, (e) mahasiswa/siswa, (f) PSK, dan (g) Napi yang tercatat
pada laporan penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
7. Ramalan jumlah penderita HIV secara keseluruhan adalah perkiraan jumlah
penderita HIV di Kota Medan pada tahun 2012-2016, menggunakan metode
ARIMA.
3.6 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA. Sebelum
dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode ARIMA, terlebih dahulu
dilakukan serangkaian uji-uji seperti; kestasioneran data, proses pembedaan dan
pengujian correlogram untuk menentukan koefisien autoregresi. Untuk menjawab
Universitas Sumatera Utara
permasalahan yang ada dan menguji hipotesis digunakan teknik analisis dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Langkah Pertama: Pemeriksaaan Kestasioneran Data
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa data yang dianalisis dalam ARIMA
adalah data yang bersifat stasioner. Hal ini dapat dilihat dari grafik data jika data
tersebut stasioner nilai rata-rata dan variansinya relatif konstan dari periode ke
periode (Aritonang, 2002). Pengujian kestasioneran dapat dilakukan dengan membuat
correlogram fungsi autokorelasi (analisis autokorelasi dan autokorelasi parsial) dan
uji akar-akar unit (Dickey-Fuller) dengan bantuan program komputer Eviews.
Apabila koefisien autokorelasinya berbeda secara signifikan dari nol dan mengecil
secara perlahan membentuk garis lurus dan semua koefisien autokorelasi parsial
mendekati nol setelah lag pertama, kedua hal tersebut menunjukkan bahwa data
bersifat tidak stasioner. Secara matematis rumus koefisien autokorelasi adalah
(Arsyad, 1995) :
Suatu series dikatakan stasioner jika koefisien autokorelasi untuk semua lag
secara statistik tidak berbeda signifikan dari nol atau berbeda dari nol untuk beberapa
lag yang di depan.
Universitas Sumatera Utara
46
Menurut Quenouille (1949) dalam Aritonang (2002) suatu koefisien
autokorelasi yang dikatakan tidak signifikan atau tidak berbeda dari nol jika ia berada
dalam interval
confidence limit 0 ± Z / √n.
Dengan menggunakan
α (taraf
signifikansi) = 5% dan jumlah data pengamatan setelah differencing (n = 238) maka
batas intervalnya adalah 0 ± 1,96 (√238) atau 0 ± 0,127.
Stasioneritas dapat di periksa dengan menemukan apakah data time series
mengandung akar unit. Untuk keperluan ini dapat digunakan uji Augmented DickeyFuller (ADF) dengan bantuan program komputer Eviews. Series yang di amati
stasioner jika memiliki nilai ADF lebih besar daripada nilai kritis.
b.Langkah Kedua: Proses Differencing (Pembedaan)
Suatu data yang tidak stasioner pada tingkat level maka data tersebut
kemungkinan stasioner pada first difference atau I(1), jika data tidak stasioner pada
first difference maka kemungkinan data tersebut stasioner pada second difference atau
I(2), dan seterusnya. Kesimpulannya ialah harus melakukan proses differencing
sebanyak d kali untuk membuat data tersebut stasioner dan mengaplikasikan model
ARMA(p,q) untuk data tersebut. Model ARMA(p,q) yang diaplikasikan pada data
yang telah melalui proses differencing tersebut dinamakan model ARIMA(p,d,q),
yaitu model Autoregressive Integrated Moving Average, di mana p ialah jumlah
variabel autoregressive, d ialah proses differencing sehingga data menjadi stasioner,
dan q ialah jumlah variabel moving average.
Proses ini dilakukan apabila data tidak stasioner, yaitu dengan data asli (Y t )
di ganti dengan perbedaan pertama data asli tersebut atau dirumuskan sebagai
Universitas Sumatera Utara
47
berikut: d(1) = Y t – Y t-1 (Aritonang, 2002). Data dari proses pembedaan digunakan
kembali untuk membuat fungsi autokorelasi (correlogram) dan uji akar-akar unit
(Dickey-Fuller) dengan bantuan program komputer.
c. Langkah Ketiga: Penentuan Nilai p, d, dan q dalam ARIMA
Proses Autoreggressive Integrated Moving Average yang dilambangkan
dengan ARIMA (p,d,q)
Di mana : p menunjukkan ordo/ derajat autoregressive (AR)
d adalah tingkat proses differencing
q menunjukkan ordo/derajat moving average (MA)
Adalah mungkin suatu series nonstasioner homogen tidak tersusun atas kedua
proses itu, yaitu proses autoregressive maupun moving average. Jika hanya
mengandung proses autoregressive, maka series itu dikatakan mengikuti proses
Integrated autoregressive dan dilambangkan ARIMA (p,d,0). Sementara yang hanya
mengandung proses moving average, seriesnya dikatakan mengikuti proses
Integrated moving average dan dituliskan ARIMA (0,d,q).
Setelah data runtut waktu telah stasioner, langkah berikutnya adalah
menetapkan model ARIMA (p,d,q) yang sekiranya cocok (tentatif), maksudnya
menetapkan berapa p, d, dan q. jika tanpa proses differencing d di beri nilai 0, jika
menjadi stasioner setelah first order differencing d bernilai 1 dan seterusnya. Dalam
memilih berapa p dan q dapat di bantu dengan mengamati pola fungsi
autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari data time series.
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktik pola autocorrelation dan partial autocorrelation seringkali
tidak menyerupai salah satu dari pola yang ada pada tabel itu karena adanya variasi
sampling. Kesalahan memilih p dan q bukan merupakan masalah, dan akan diketahui
setelah tahap diagnostic checking.
d.Langkah Keempat: Estimasi Parameter Model ARIMA
Misalkan bentuk model tentatif telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah
menduga parameternya sebagai berikut:
1. Apabila model tentatifnya AR (autoregressive murni), maka parameternya di
estimasi dengan analisis regresi dengan pendekatan kuadrat terkecil linear.
2. Apabila modelnya mencakup MA walaupun modelnya di tulis dalam bentuk
linear, tetapi cara menghitungnya menggunakan model non linear. Biasanya
dilakukan melalui 2 tahap, yaitu tahap estimasi awal dan estimasi lanjutan, hingga
dihasilkan estimasi akhir atas parameter.
e.Langkah Kelima: Peramalan
Langkah terakhir adalah menggunakan model yang terbaik untuk peramalan.
Jika model terbaik telah ditetapkan, model itu siap digunakan untuk peramalan.
Perhatikan untuk series homogen non stasioner, karena yang diperlukan adalah
ramalan series asli, maka bentuk selisih harus dikembalikan pada bentuk variabel asli,
yaitu dengan melakukan proses integral. Teknik peramalan ini juga dapat
memberikan interval keyakinan. Jika makin jauh ke depan, interval keyakinan
umumnya makin lebar, namun tidak demikian untuk interval keyakinan moving
average model murni.
Universitas Sumatera Utara
Setelah ditetapkan orde AR dan MA yang mungkin cocok untuk memperoleh
model peramalan, selanjutnya adalah menentukan estimasi nilai parameter dalam
model ARMA. Pemilihan model yang cocok untuk meramal didasarkan pada hasil uji
t, R2, uji F, AIC (Akaike Information Criteria), SIC (Schwarz Information Criteria).
Model ramalan yang baik berdasarkan uji t adalah jika parameter estimasi signifikan,
nilai R2 yang tinggi, uji F signifikan, serta AIC dan SIC yang rendah.
f. Langkah Keenam: Pengukuran Kesalahan Peramalan
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menunjukkan kesalahan yang
disebabkan oleh suatu teknik peramalan tertentu. Hampir semua ukuran tersebut
menggunakan beberapa fungsi dari perbedaan antara nilai sebenarnya dengan nilai
peramalannya. Perbedaan nilai sebenarnya dengan nilai peramalan ini biasanya di
sebut sebagai residual.
Menurut Arsyad (1995) ada beberapa teknik untuk mengevaluasi hasil
peramalan, diantaranya :
(a). MAD (Mean Absolute Deviation) atau simpangan absolut rata-rata
MAD ini sangat berguna jika seorang analis ingin mengukur kesalahan peramalan
dalam unit ukuran yang sama seperti data aslinya.
Universitas Sumatera Utara
(b). MSE (Mean Squared Error) atau kesalahan rata-rata kuadrat
Pendekatan ini menghukum suatu kesalahan yang besar karena dikuadratkan.
Pendekatan ini penting karena satu teknik yang menghasilkan kesalahan yang
moderat yang lebih disukai oleh suatu peramalan yang biasanya menghasilkan
kesalahan yang lebih kecil tetapi kadang-kadang menghasilkan kesalahan yang
sangat besar.
(c). MAPE (Mean Absolute Percentage Error) atau persentase kesalahan absolut ratarata
Kadang kala lebih bermanfaat jika kita menghitung kesalahan peramalan dengan
menggunakan persentase ketimbang nilai absolutnya. Pendekatan ini sangat
berguna jika ukuran variabel peramalan merupakan faktor penting dalam
mengevaluasi akurasi peramalan tersebut. MAPE memberikan petunjuk seberapa
besar kesalahan peramalan dibandingkan dengan nilai sebenarnya dari series
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
(d). MPE (Mean Percentage Error) atau persentase kesalahan rata-rata
MPE diperlukan untuk menentukan apakah suatu metode peramalan bisa atau
tidak. Jika pendekatan peramalan tersebut tidak bias, maka hasil perhitungan MPE
akan menghasilkan persentase mendekati nol.
g.Uji Hipotesis
Pendekatan autokorelasi merupakan pengukuran data dalam suatu periode
waktu tertentu yang berurutan, seringkali terjadi korelasi antara nilai data pada suatu
waktu tertentu dengan nilai data tersebut pada satu periode waktu sebelumnya (lag)
atau lebih Korelasi ini dapat di hitung dengan menggunakan koefisien autokorelasi.
Secara matematis rumus koefisien autokorelasi adalah (Arsyad, 1995):
di mana :
rk
= nilai koefisien autokorelasi tingkat ke-k
Yt
= nilai observasi pada waktu t
Y t-k = nilai observasi pada k periode sebelum t (t-k)
Ŷ
= nilai rata-rata serial data
n
= banyaknya observasi series stasioner
Universitas Sumatera Utara
Nilai koefisien autokorelasi yang berbeda dengan nol atau di luar confidence
limit dapat digunakan untuk menentukan model ARIMA untuk meramal. Apabila
nilai autokorelasi tidak dalam interval confidence limit berarti koefisien autokorelasi
signifikan berbeda dari nol, sehingga nilai autokorelasi tersebut berpengaruh dalam
menentukan koefisien model ARIMA. Hal ini membuktikan bahwa ada pengaruh
antara data tertentu sebelumnya dengan data sekarang dan ini dapat diketahui melalui
nilai Q-sataistik pada E-Views.
Hipotesis yang menduga bahwa ada lag (jumlah penderita HIV terdahulu)
tertentu yaitu Y t-1 , Y t-2 ,…, Yt-n berpengaruh signifikan positif dalam meramal Y t
(jumlah penderita HIV pada waktu t) menggunakan metode ARIMA akan dapat di
terima apabila ada nilai koefisien autokorelasi di luar interval confidence limit. Dan
sebaliknya hipotesis akan ditolak jika nilai koefisien berada dalam interval confidence
limit.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Letak Geografis
Kota Medan sebagai ibu kota provinsi Sumatera Utara merupakan pusat
pemerintahan, pendidikan, kebudayaan dan perdagangan. Terletak di Pantai Timur
Sumatera dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara
: Selat Malaka
Sebalah Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Barat
: Kabupaten Deli Serdang
Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 terdiri dari 21 kecamatan dan
151 kelurahan.
4.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Medan tahun 2011 berdasarkan data dari Kantor
Statistik kota Medan adalah 2.121.053 jiwa dengan jumlah rumah tangga (KK)
sebanyak 477.322 KK dan kepadatan penduduk rata-rata 8.001 jiwa/km2. Daerah
terpadat penduduknya adalah Kecamatan Perjuangan, yaitu 25.844 jiwa/km2 (luas
wilayah 40,9 km2). Sedangkan Kecamatan Labuhan merupakan daerah yang jarang
penduduknya, yaitu 2.916 jiwa/km2 (luas wilayah: 36,67 km2).
Universitas Sumatera Utara
54
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa penduduk terbanyak pada kelompok
umur 15-44 tahun terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 574.892 orang (54,5%)
dan perempuan sebanyak 603.479 orang (56,5%). Sedangkan jumlah bayi (< 1
tahun), laki-laki sebanyak 19.117 orang (1,8 %) dan perempuan sebanyak 18.137
orang (1,7 %). Anak balita 1-4 tahun, laki-laki berjumlah 86.912 orang (8,3 %) dan
perempuan sebanyak 81.614 orang (7,7 %).
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Kelompok Umur
dan Jenis Kelamin
Kelompok Umur
p=0,05, sehingga tidak dapat
menolak hipotesis null, yaitu data memiliki unit root atau bersifat non stasioner.
Berdasarkan hasil correlogram dan uji akar unit maka dapat disimpulkan data pada
level (data runtun waktu asli) bersifat non-stasioner. Untuk itu perlu dilakukan
pembedaan (differencing) pada data HIV.
Selanjutnya pergerakan data HIV setelah pembedaan pertama (d=1) disajikan
pada Gambar 4.3.
30
20
Penderita
10
0
-10
-20
-30
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Gambar 4.3 Pergerakan Jumlah Penderita HIV Setelah Pembedaan Pertama
Berdasarkan Gambar 4.4 di atas dapat dilihat bahwa data penderita HIV
berada di sekitar nilai tengahnya, artinya nilai tengah dan varian tetap tidak
Universitas Sumatera Utara
64
tergantung pada perubahan waktu. Hal ini dibuktikan dengan correlogram (Gambar
4.3) dan hasil uji akar unit dengan ADF (Tabel 4.5) pada pembedaan pertama.
Tabel 4.5 Uji Akar Unit Pembedaan Pertama
Null Hypothesis: D(HIV) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
1% level
Test critical values:
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-10,06675
-4,124265
-3,489228
-3,173114
0,0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas diperoleh nilai t-statistic ADF 10,06675 > dari
nilai kritis Mackinnon pada level 1%, 5% dan 10% dengan taraf signifikansi
p=0,0000
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif (merupakan prosedur untuk membuat
ikhtisar, menata, membuat grafik) dilakukan dengan metode peramalan kuantitatif.
Peramalan kuantitatif adalah metode peramalan yang melibatkan analisis statistik
terhadap data-data masa lalu (Firdaus, 2006).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan melakukan survei awal sampai selesai, yaitu
bulan September sampai dengan Nopember tahun 2012.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah data semua penderita HIV yang resmi tercatat pada Dinas
Kesehatan Kota Medan sejak dipublikasikan pertama kali tahun 1992 hingga saat ini.
Sedangkan sebagai sampel dalam penelitian ini menggunakan data penderita HIV
dari tahun 2007-2011. Pemilihan sampel pada periode ini berdasarkan data yang
dilaporkan terakhir dari Dinas Kesehatan Kota Medan pada saat dilakukan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder, yaitu jumlah penderita HIV di
Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2007 sampai dengan 2011. Data diperoleh
dengan menggunakan metode dokumentasi. Pengumpulan data dimulai dengan tahap
penelitian pendahuluan yaitu melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari
buku-buku dan bacaan-bacaan lain yang berhubungan dengan pokok bahasan dalam
penelitian ini. Pada tahap ini juga dilakukan pengkajian data yang dibutuhkan, yaitu
mengenai jenis data yang dibutuhkan, ketersediaan data, dan gambaran cara
pengolahan data. Tahapan selanjutnya adalah penelitian pokok yang digunakan untuk
mengumpulkan keseluruhan data yang dibutuhkan guna menjawab persoalan
penelitian dan memperkaya literatur untuk menunjang data kuantitatif yang diperoleh.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional
Penggunaan data bulanan pada penelitian ini dengan alasan data jumlah
penderita HIV di Kota Medan diperoleh dalam bentuk laporan bulanan.
1. Laporan bulanan Dinas Kesehatan Kota Medan adalah data penderita HIV yang
tercatat pada laporan penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
2. Data keseluruhan penderita HIV adalah data penderita HIV yang tercatat pada
laporan penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
3. Data penderita HIV menurut jenis kelamin adalah jumlah penderita HIV
berdasarkan jenis kelamian laki-laki dan perempuan yang tercatat pada laporan
penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
Universitas Sumatera Utara
4. Data penderita HIV menurut faktor risiko adalah jumlah penderita HIV
berdasarkan faktor risiko ; (a) heteroseksual, (b) homoseksual, (c) IDUs,
(d) perinatal, (e) tranfusi darah, dan (f) tidak diketahui yang tercatat pada
laporan penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
5. Data penderita HIV menurut usia adalah jumlah penderita HIV berdasarkan
kelompok usia ; (a) ≤ 15 tahun, (b) 16-24 tahun, (c) 25-34 tahun, (d) 35 - 44
tahun, dan (e) ≥ 45 tahun yang tercatat pada laporan penderita HIV pada tahun
2007 sampai dengan 2011
6. Data penderita HIV menurut pekerjaan adalah jumlah penderita HIV
berdasarkan jenis pekerjaan; (a) PNS/TNI/POLRI, (b) karyawan, (c) wiraswasta,
(d) ibu rumah tangga, (e) mahasiswa/siswa, (f) PSK, dan (g) Napi yang tercatat
pada laporan penderita HIV pada tahun 2007 sampai dengan 2011.
7. Ramalan jumlah penderita HIV secara keseluruhan adalah perkiraan jumlah
penderita HIV di Kota Medan pada tahun 2012-2016, menggunakan metode
ARIMA.
3.6 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA. Sebelum
dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode ARIMA, terlebih dahulu
dilakukan serangkaian uji-uji seperti; kestasioneran data, proses pembedaan dan
pengujian correlogram untuk menentukan koefisien autoregresi. Untuk menjawab
Universitas Sumatera Utara
permasalahan yang ada dan menguji hipotesis digunakan teknik analisis dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Langkah Pertama: Pemeriksaaan Kestasioneran Data
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa data yang dianalisis dalam ARIMA
adalah data yang bersifat stasioner. Hal ini dapat dilihat dari grafik data jika data
tersebut stasioner nilai rata-rata dan variansinya relatif konstan dari periode ke
periode (Aritonang, 2002). Pengujian kestasioneran dapat dilakukan dengan membuat
correlogram fungsi autokorelasi (analisis autokorelasi dan autokorelasi parsial) dan
uji akar-akar unit (Dickey-Fuller) dengan bantuan program komputer Eviews.
Apabila koefisien autokorelasinya berbeda secara signifikan dari nol dan mengecil
secara perlahan membentuk garis lurus dan semua koefisien autokorelasi parsial
mendekati nol setelah lag pertama, kedua hal tersebut menunjukkan bahwa data
bersifat tidak stasioner. Secara matematis rumus koefisien autokorelasi adalah
(Arsyad, 1995) :
Suatu series dikatakan stasioner jika koefisien autokorelasi untuk semua lag
secara statistik tidak berbeda signifikan dari nol atau berbeda dari nol untuk beberapa
lag yang di depan.
Universitas Sumatera Utara
46
Menurut Quenouille (1949) dalam Aritonang (2002) suatu koefisien
autokorelasi yang dikatakan tidak signifikan atau tidak berbeda dari nol jika ia berada
dalam interval
confidence limit 0 ± Z / √n.
Dengan menggunakan
α (taraf
signifikansi) = 5% dan jumlah data pengamatan setelah differencing (n = 238) maka
batas intervalnya adalah 0 ± 1,96 (√238) atau 0 ± 0,127.
Stasioneritas dapat di periksa dengan menemukan apakah data time series
mengandung akar unit. Untuk keperluan ini dapat digunakan uji Augmented DickeyFuller (ADF) dengan bantuan program komputer Eviews. Series yang di amati
stasioner jika memiliki nilai ADF lebih besar daripada nilai kritis.
b.Langkah Kedua: Proses Differencing (Pembedaan)
Suatu data yang tidak stasioner pada tingkat level maka data tersebut
kemungkinan stasioner pada first difference atau I(1), jika data tidak stasioner pada
first difference maka kemungkinan data tersebut stasioner pada second difference atau
I(2), dan seterusnya. Kesimpulannya ialah harus melakukan proses differencing
sebanyak d kali untuk membuat data tersebut stasioner dan mengaplikasikan model
ARMA(p,q) untuk data tersebut. Model ARMA(p,q) yang diaplikasikan pada data
yang telah melalui proses differencing tersebut dinamakan model ARIMA(p,d,q),
yaitu model Autoregressive Integrated Moving Average, di mana p ialah jumlah
variabel autoregressive, d ialah proses differencing sehingga data menjadi stasioner,
dan q ialah jumlah variabel moving average.
Proses ini dilakukan apabila data tidak stasioner, yaitu dengan data asli (Y t )
di ganti dengan perbedaan pertama data asli tersebut atau dirumuskan sebagai
Universitas Sumatera Utara
47
berikut: d(1) = Y t – Y t-1 (Aritonang, 2002). Data dari proses pembedaan digunakan
kembali untuk membuat fungsi autokorelasi (correlogram) dan uji akar-akar unit
(Dickey-Fuller) dengan bantuan program komputer.
c. Langkah Ketiga: Penentuan Nilai p, d, dan q dalam ARIMA
Proses Autoreggressive Integrated Moving Average yang dilambangkan
dengan ARIMA (p,d,q)
Di mana : p menunjukkan ordo/ derajat autoregressive (AR)
d adalah tingkat proses differencing
q menunjukkan ordo/derajat moving average (MA)
Adalah mungkin suatu series nonstasioner homogen tidak tersusun atas kedua
proses itu, yaitu proses autoregressive maupun moving average. Jika hanya
mengandung proses autoregressive, maka series itu dikatakan mengikuti proses
Integrated autoregressive dan dilambangkan ARIMA (p,d,0). Sementara yang hanya
mengandung proses moving average, seriesnya dikatakan mengikuti proses
Integrated moving average dan dituliskan ARIMA (0,d,q).
Setelah data runtut waktu telah stasioner, langkah berikutnya adalah
menetapkan model ARIMA (p,d,q) yang sekiranya cocok (tentatif), maksudnya
menetapkan berapa p, d, dan q. jika tanpa proses differencing d di beri nilai 0, jika
menjadi stasioner setelah first order differencing d bernilai 1 dan seterusnya. Dalam
memilih berapa p dan q dapat di bantu dengan mengamati pola fungsi
autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari data time series.
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktik pola autocorrelation dan partial autocorrelation seringkali
tidak menyerupai salah satu dari pola yang ada pada tabel itu karena adanya variasi
sampling. Kesalahan memilih p dan q bukan merupakan masalah, dan akan diketahui
setelah tahap diagnostic checking.
d.Langkah Keempat: Estimasi Parameter Model ARIMA
Misalkan bentuk model tentatif telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah
menduga parameternya sebagai berikut:
1. Apabila model tentatifnya AR (autoregressive murni), maka parameternya di
estimasi dengan analisis regresi dengan pendekatan kuadrat terkecil linear.
2. Apabila modelnya mencakup MA walaupun modelnya di tulis dalam bentuk
linear, tetapi cara menghitungnya menggunakan model non linear. Biasanya
dilakukan melalui 2 tahap, yaitu tahap estimasi awal dan estimasi lanjutan, hingga
dihasilkan estimasi akhir atas parameter.
e.Langkah Kelima: Peramalan
Langkah terakhir adalah menggunakan model yang terbaik untuk peramalan.
Jika model terbaik telah ditetapkan, model itu siap digunakan untuk peramalan.
Perhatikan untuk series homogen non stasioner, karena yang diperlukan adalah
ramalan series asli, maka bentuk selisih harus dikembalikan pada bentuk variabel asli,
yaitu dengan melakukan proses integral. Teknik peramalan ini juga dapat
memberikan interval keyakinan. Jika makin jauh ke depan, interval keyakinan
umumnya makin lebar, namun tidak demikian untuk interval keyakinan moving
average model murni.
Universitas Sumatera Utara
Setelah ditetapkan orde AR dan MA yang mungkin cocok untuk memperoleh
model peramalan, selanjutnya adalah menentukan estimasi nilai parameter dalam
model ARMA. Pemilihan model yang cocok untuk meramal didasarkan pada hasil uji
t, R2, uji F, AIC (Akaike Information Criteria), SIC (Schwarz Information Criteria).
Model ramalan yang baik berdasarkan uji t adalah jika parameter estimasi signifikan,
nilai R2 yang tinggi, uji F signifikan, serta AIC dan SIC yang rendah.
f. Langkah Keenam: Pengukuran Kesalahan Peramalan
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menunjukkan kesalahan yang
disebabkan oleh suatu teknik peramalan tertentu. Hampir semua ukuran tersebut
menggunakan beberapa fungsi dari perbedaan antara nilai sebenarnya dengan nilai
peramalannya. Perbedaan nilai sebenarnya dengan nilai peramalan ini biasanya di
sebut sebagai residual.
Menurut Arsyad (1995) ada beberapa teknik untuk mengevaluasi hasil
peramalan, diantaranya :
(a). MAD (Mean Absolute Deviation) atau simpangan absolut rata-rata
MAD ini sangat berguna jika seorang analis ingin mengukur kesalahan peramalan
dalam unit ukuran yang sama seperti data aslinya.
Universitas Sumatera Utara
(b). MSE (Mean Squared Error) atau kesalahan rata-rata kuadrat
Pendekatan ini menghukum suatu kesalahan yang besar karena dikuadratkan.
Pendekatan ini penting karena satu teknik yang menghasilkan kesalahan yang
moderat yang lebih disukai oleh suatu peramalan yang biasanya menghasilkan
kesalahan yang lebih kecil tetapi kadang-kadang menghasilkan kesalahan yang
sangat besar.
(c). MAPE (Mean Absolute Percentage Error) atau persentase kesalahan absolut ratarata
Kadang kala lebih bermanfaat jika kita menghitung kesalahan peramalan dengan
menggunakan persentase ketimbang nilai absolutnya. Pendekatan ini sangat
berguna jika ukuran variabel peramalan merupakan faktor penting dalam
mengevaluasi akurasi peramalan tersebut. MAPE memberikan petunjuk seberapa
besar kesalahan peramalan dibandingkan dengan nilai sebenarnya dari series
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
(d). MPE (Mean Percentage Error) atau persentase kesalahan rata-rata
MPE diperlukan untuk menentukan apakah suatu metode peramalan bisa atau
tidak. Jika pendekatan peramalan tersebut tidak bias, maka hasil perhitungan MPE
akan menghasilkan persentase mendekati nol.
g.Uji Hipotesis
Pendekatan autokorelasi merupakan pengukuran data dalam suatu periode
waktu tertentu yang berurutan, seringkali terjadi korelasi antara nilai data pada suatu
waktu tertentu dengan nilai data tersebut pada satu periode waktu sebelumnya (lag)
atau lebih Korelasi ini dapat di hitung dengan menggunakan koefisien autokorelasi.
Secara matematis rumus koefisien autokorelasi adalah (Arsyad, 1995):
di mana :
rk
= nilai koefisien autokorelasi tingkat ke-k
Yt
= nilai observasi pada waktu t
Y t-k = nilai observasi pada k periode sebelum t (t-k)
Ŷ
= nilai rata-rata serial data
n
= banyaknya observasi series stasioner
Universitas Sumatera Utara
Nilai koefisien autokorelasi yang berbeda dengan nol atau di luar confidence
limit dapat digunakan untuk menentukan model ARIMA untuk meramal. Apabila
nilai autokorelasi tidak dalam interval confidence limit berarti koefisien autokorelasi
signifikan berbeda dari nol, sehingga nilai autokorelasi tersebut berpengaruh dalam
menentukan koefisien model ARIMA. Hal ini membuktikan bahwa ada pengaruh
antara data tertentu sebelumnya dengan data sekarang dan ini dapat diketahui melalui
nilai Q-sataistik pada E-Views.
Hipotesis yang menduga bahwa ada lag (jumlah penderita HIV terdahulu)
tertentu yaitu Y t-1 , Y t-2 ,…, Yt-n berpengaruh signifikan positif dalam meramal Y t
(jumlah penderita HIV pada waktu t) menggunakan metode ARIMA akan dapat di
terima apabila ada nilai koefisien autokorelasi di luar interval confidence limit. Dan
sebaliknya hipotesis akan ditolak jika nilai koefisien berada dalam interval confidence
limit.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Letak Geografis
Kota Medan sebagai ibu kota provinsi Sumatera Utara merupakan pusat
pemerintahan, pendidikan, kebudayaan dan perdagangan. Terletak di Pantai Timur
Sumatera dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara
: Selat Malaka
Sebalah Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Barat
: Kabupaten Deli Serdang
Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 terdiri dari 21 kecamatan dan
151 kelurahan.
4.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Medan tahun 2011 berdasarkan data dari Kantor
Statistik kota Medan adalah 2.121.053 jiwa dengan jumlah rumah tangga (KK)
sebanyak 477.322 KK dan kepadatan penduduk rata-rata 8.001 jiwa/km2. Daerah
terpadat penduduknya adalah Kecamatan Perjuangan, yaitu 25.844 jiwa/km2 (luas
wilayah 40,9 km2). Sedangkan Kecamatan Labuhan merupakan daerah yang jarang
penduduknya, yaitu 2.916 jiwa/km2 (luas wilayah: 36,67 km2).
Universitas Sumatera Utara
54
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa penduduk terbanyak pada kelompok
umur 15-44 tahun terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 574.892 orang (54,5%)
dan perempuan sebanyak 603.479 orang (56,5%). Sedangkan jumlah bayi (< 1
tahun), laki-laki sebanyak 19.117 orang (1,8 %) dan perempuan sebanyak 18.137
orang (1,7 %). Anak balita 1-4 tahun, laki-laki berjumlah 86.912 orang (8,3 %) dan
perempuan sebanyak 81.614 orang (7,7 %).
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Kelompok Umur
dan Jenis Kelamin
Kelompok Umur
p=0,05, sehingga tidak dapat
menolak hipotesis null, yaitu data memiliki unit root atau bersifat non stasioner.
Berdasarkan hasil correlogram dan uji akar unit maka dapat disimpulkan data pada
level (data runtun waktu asli) bersifat non-stasioner. Untuk itu perlu dilakukan
pembedaan (differencing) pada data HIV.
Selanjutnya pergerakan data HIV setelah pembedaan pertama (d=1) disajikan
pada Gambar 4.3.
30
20
Penderita
10
0
-10
-20
-30
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Gambar 4.3 Pergerakan Jumlah Penderita HIV Setelah Pembedaan Pertama
Berdasarkan Gambar 4.4 di atas dapat dilihat bahwa data penderita HIV
berada di sekitar nilai tengahnya, artinya nilai tengah dan varian tetap tidak
Universitas Sumatera Utara
64
tergantung pada perubahan waktu. Hal ini dibuktikan dengan correlogram (Gambar
4.3) dan hasil uji akar unit dengan ADF (Tabel 4.5) pada pembedaan pertama.
Tabel 4.5 Uji Akar Unit Pembedaan Pertama
Null Hypothesis: D(HIV) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
1% level
Test critical values:
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-10,06675
-4,124265
-3,489228
-3,173114
0,0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas diperoleh nilai t-statistic ADF 10,06675 > dari
nilai kritis Mackinnon pada level 1%, 5% dan 10% dengan taraf signifikansi
p=0,0000