Pembebasan Bersyarat (Pb) Bagi Penyalahguna Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan

BAB II
IMPLEMENTASI PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN

A. Pembebasan bersyarat (Voorwaardelijke in Vrijhedidstelling/VI)
1. Pengertian Pembebasan bersyarat
Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat
kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa
pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan
bulan. Setelah bebas dari lapas selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga
diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada
sisa pidananya.
Ada beberapa pengertian tentang Pembebasan Bersyarat, antara lain:
a. Pembebasan Bersyarat menurut Pasal 15 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa,
Pembebasan Besyarat secara umum diatur dalam Pasal 15 ayat 1 KUHP menyebut
bahwa, “orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila
telah lalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling
sedikit Sembilan bulan daripada itu”. 52Pasal 16 ayat 1 KUHP menyebut bahwa,
Keputusan pelepasan dengan perjanjian itu diambil oleh Menteri Kehakiman atas
usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus rumah penjara di tempat adanya si


52

Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Universitas Sumatera Utara

terhukum itu dan setelah mendapat kabar dari Jaksa. Keputusan ini tidak akan
diambil sebelum Dewan Pusat urusan memperbaiki keadilan orang yang dilepas
dari penjara, didengar, yang dipekerjakannya diatur oleh Menteri Kehakiman. 53
b. Pembebasan Bersyarat menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32
Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan
Pemasyarakatan, yang menyatakan bahwa, “Pembebasan Bersyarat adalah Proses
pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya minimal 9 (sembilan)
bulan”. 54
c. Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.M.01.PK.04-10
Tahun

1999


Tentang Pembebasan

Bersyarat

yang menyatakan

bahwa,

“Pembebasan Bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga
Pemasyarakatan yang dilaksanakan berdasar Pasal 15 dan Pasal 16 Kitab UndangUndang Hukum Pidana serta Pasal 14, Pasal 22 dan Pasal 29 Undang-Undang
No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan”.
d. Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
No.M.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang syarat dan Tata Cara Pembebasan
Bersyarat yang menyatakan bahwa, “Pembebasan Bersyarat adalah Proses
pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani

53

Pasal 16 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999

54

Universitas Sumatera Utara

sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya minimal 9(sembilan)
bulan.”
2. Dasar hukum Pembebasan Bersyarat
Dasar hukum pemberian Pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Medan antara lain :
1. Pembebasan Bersyarat secara umum diatur dalam Pasal 15 ayat 1 KUHP
menyebut bahwa, “orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan
perjanjian, bila telah lalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang
sebenarnya dan juga paling sedikit Sembilan bulan daripada itu”. Dan
Pasal 16 ayat 1 KUHP menyebut bahwa,
Keputusan pelepasan dengan perjanjian itu diambil oleh Menteri
Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus
rumah penjara di tempat adanya si terhukum itu dan setelah
mendapat kabar dari Jaksa. Keputusan ini tidak akan diambil sebelum

Dewan Pusat urusan memperbaiki keadilan orang yang dilepas dari
penjara, didengar, yang dipekerjakannya diatur oleh Menteri
Kehakiman.Berdasarkan Pasal 14 ayat 1 huruf K Undang-Undang
No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang menyatakan
bahwa,”Narapidana berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat.”
2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1999
jo Pasal 43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012
Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan adalah menyangkut masalah syarat-syarat administrative
dan syarat substantive dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat.
3. Berdasarkan Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan
Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Universitas Sumatera Utara

Indonesia Nomor: PM.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata
Cara Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat.
Pada prinsipnya untuk dasar hukum pemberian Pembebasan Bersyarat yang
mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor PM.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan

Pembebasan Bersyarat adalah ditujukan pada Warga Binaan Pemasyarakatan untuk
memperoleh hak-haknya dalam mendapatkan Pembebasan Bersyarat dengan
ketentuan harus memenuhi syarat-syarat administrative dan syarat-syarat substantive
yang telah ditentukan.
Pembebasan Bersyarat tersebut tidak akan diberikan kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan yang terancam jiwanya, Warga Binaan Pemasyarakatan yang diduga
akan melakukan tindak pidana lagi dan Warga Binaan Pemasyarakatan yang
menjalani pidana penjara seumur hidup, sedangkan wewenang pemberian
Pembebasan Bersyarat berada di tangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuk untuk hal tersebut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Kepala
Lembaga Pemaysarakatan setempat.
2. Syarat Pembebasan Bersyarat penyalahguna Narkotika
Setelah seseorang ditetapkan sebagai narapidana atau Anak Didik
Pemasyarakatan maka sejak saat itu hak-haknya sebagai narapidana mulai
diperhatikan dan dipertimbangkan dengan cara menghitung berapa lama hukuman

Universitas Sumatera Utara


yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dijatuhkan kepadanya dan ditambah
dengan berapa lama seseorang tersebut ditahan dalam proses peradilannya. Hal
tersebut bertujuan untuk memperhitungkan hak-hak yang didapat oleh narapidana
dalam penerimaan Pembebasan Bersyarat.
Selain daripada yang telah diutarakan di atas, maka berbicara tentang masalah
yang menjadi pertimbangan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dalam
memberikan Pembebasan Bersyarat, menurut Suryanto adalah sama halnya dengan
pembebasan bersyarat umum penetapan syarat substantif untuk pelaksanaan
pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap penyalahguna Narkotika antara lain 55:
a. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan penyebab
dijatuhi pidana. Hal ini membutuhkan perhatian dari para petugas/ pegawai
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan agar lebih aktif memperhatikan
setiap narapidana yang bertujuan sebagai indikator terlaksananya hal
tersebut. 56
b. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral positif. Indikator
terlaksananya hal tersebut adalah berawal dari para petugas/pegawai Lembaga
Pemasyarakatan KLas I Medan yang tetap memperhatikan setiap sikap dan

55


Wawancara dengan Suryanto pada tanggal 27 Maret 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Tanjung Gusta Medan
56
Pasal 6 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.

Universitas Sumatera Utara

tingkah laku dari narapidana telah mengalami perubahan yang bersifat
positif. 57
c. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun semangat.
Indikator berhasilnya para narapidana dalam mengikuti program kegiatan
pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan tersebut didasari dari
sarana dan prasarana harus memadai serta didukung oleh Sumber Daya
Manusia yang handal dari para petugas/pegawai Lembaga Pemasyarakatan
KLas I Medan. 58
d. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana dan
anak pidana yang bersangkutan. Hal ini dapat terwujud jika program
pembinaan dalam reintegrasi sosial dapat berjalan dengan baik dan benar,

sehingga masyarakat di sekitar Lembaga Pemasyarakat mendapat manfaat
positif dari program-program pembinaan yang diterapkan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Medan. 59

57

Pasal 6 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
58
Pasal 6 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
59
Pasal 6 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.

Universitas Sumatera Utara


e. Berkelakuan baik selama menjalani pidana, pembinaan dan pendidikan serta
tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin untuk Pembebasan bersyarat
sekurang-kurangnya dalam waktu 9 (bulan) bulan terakhir. 60
f. Narapidana yang kemungkinan akan terancam jiwanya. Para petugas/pegawai
Lembaga Pemasyarakatan harus tanggap akan keberadaan diri pribadi dari
setiap Narapidana jika seandainya diberikan Pembebasan Bersyarat tersebut
dapat merugikan atau membahayakan jiwa dari narapidana, maka sebaiknya
Pembebasan Bersyarat tidak perlu diberikan. 61
g. Warga Negara Asing sebagai narapidana yang dimasukkan dalam daftar
pencegahan dan penangkalan (CEKAL) pada Direktorat Jendral Imigrasi. Hal
tersebut untuk mencegah dari para narapidana Warga Negara Asing melarikan
diri ke Negara asalnya atau ke Negara lain. 62

60

Pasal 6 ayat (1) huruf e Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
61
Pasal 6 ayat (1) huruf f Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
62
Pasal 6 ayat (1) huruf g Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.

Universitas Sumatera Utara

2. Syarat administratif:
a. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis) 63
b. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing kemasyarakatan
atau

laporan

perkembangan

pembinaan


narapidana

dan

anak

didik

pemasayarakatan yang dibuat oleh Wali permasyarakatan. 64
c. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian pembebasan
bersyarat

terhadap

narapidana

dan

anak

didik

pemasyarakatan

yang

bersangkutan. 65
d. Surat register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang
dilakukan narapidana dan anak didik permasyarakatan selama menjalani masa
pidana) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan. 66
e. Salinan daftar Perubahan atau Pengurangan masa pidana (grasi Presiden, remisi,
dll) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan. 67

63

Pasal 6 ayat (1) huruf h Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
64
Pasal 7 ayat huruf b Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
65
Pasal 7 huruf c Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
66
Pasal 7 huruf d Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
67
Pasal 7 huruf e Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor. M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.

Universitas Sumatera Utara

f. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima narapidana dan
anak didik pemasyarakatan (pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah, swasta,
atau lain-lain). 68
Warga binaan pemasyarakatan telah dinyatakan memenuhi syarat substantif
maka warga binaan pemasyarakatan wajib memenuhi syarat administratif yang ada di
lembaga pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan yaitu dengan mengisi formulir
surat pernyataan dan Surat Jaminan Kesanggupan Keluargayang diberikan oleh
pegawai Lapas secara langsung dan diisi langsung oleh warga binaan pemasyarakatan
dan keluarga. 69
B. Penyalahguna Narkotika
Penyalahgunaan dalam penggunaan narkoba adalah pemakain obat-obatan atau zatzat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa
mengikuti aturan atau dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup wajar/sesuai dosis yang
dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan narkoba secara terus-menerus
akan mengakibatkan ketergantungan, depedensi, adiksi atau kecanduan. Narkotika

diperlukan dalam dunia pengobatan dan untuk tujuan ilmu pengetahuan. UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menentukan bahwa ”narkotika
hanya

dapat

digunakan

untuk

kepentingan

pelayanan

kesehatan

dan/atau

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, namun tidak semua jenis dan
golongan narkotika dapat digunakan untuk kepentingan kesehatan terlebih untuk
68

Pasal 7 huruf f Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor.
M.01.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan
Bersyarat, Cuti Menjelang Beas dan Cuti Bersyarat.
69
Sumber dari instansi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

Universitas Sumatera Utara

narkotika golongan I, yang dalam jumlah terbatas pun hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Disamping manfaatnya
dalam dunia pengobatan, narkotika apabila disalahgunakan atau salah pemakaiannya
dapat menimbulkan akibat yang membahayakan bagi kehidupan serta nilai-nilai
kebudayaan, yang akhirnya dapat menjurus pada tindak pidana. Tindak pidana
apapun bentuknya akan menyebabkan kerugian bagi individu, masyarakat, bangsa,
maupun negara, karena setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan
hukum, kecuali ada alasan pembenar. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
juga telah merambah semua kelompok dan lapisan sosial ekonomi, kaya-miskin,
kota-desa, kelompok usia, etnis, agama, serta telah mewabah menjadi penyakit
masyarakat yang pandemic, tidak ada satupun negara, bangsa, suku bangsa,
masyarakat, kelompok usia, kelompok agama, yang imun terhadap ancaman
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (BNN). Tahun ke tahun pertumbuhan
narkotika ini semakin hebat, tidak ada satu negarapun yang tidak mampu diterobos
oleh barang haram ini. Dewasa ini dikalangan remaja melakukan penggunaan
narkotika secara ilegal yang disebut penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan
narkotika di kalangan remaja erat hubunganya dengan kenakalan remaja itu sendiri,
yang berakibat tidak saja merugikan si pemakai tetapi juga bagi masyarakat dan
lingkungan. Bahaya penyalahgunaan narkotika ini telah pada tingkatan yang sangat
memprihatinkan bila tidak ditanggulangi secara serius, terutama apabila dikaitkan
dengan generasi muda (para remaja), dan kenakalan remaja itu sendiri. Kejahatan
narkotika merupakan kejahatan yang memiliki ciri- ciri khusus antara lain kejahatan

Universitas Sumatera Utara

terorganisir (organizer crime), kejahatan internasional (international crime), mobilitas
tinggi, dukungan dana yang besar, pemanfaatan kemajuan teknologi, tindak pidana
atau kejahatan tanpa adanya aduan dari korban pelapor (victim less), jaringan dengan
sindikat sel terputus, dengan berbagai macam modus operandi. Penegakan hukum
terhadap tindak pidana narkotika, telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum
dan telah banyak mendapat putusan hakim, dengan demikian, penegakan hukum ini
diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap merebaknya perdagangan
gelap serta peredaran gelap narkotika, namun dalam kenyataannya justru semakin
intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta
perdagangan gelap narkotika tersebut. Ketentuan Perundang-undangan yang
mengatur masalah narkotika telah disusun dan diberlakukan, namun demikian
kejahatan yang menyangkut narkotika ini belum dapat diredakan, dalam beberapa
kasus-kasus telah banyak bandar- bandar dan pengedar narkotika tertangkap dan
mendapat sanksi berat, namun pelaku yang lain seperti tidak mengacuhkan bahkan
lebih cenderung untuk memperluas daerah operasinya. 70
Secara garis besar ketentuan pidana dalam undang– undang Nomor 35 Tahun
2009 terhadap perbuatan-perbuatan tersebut, yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai Penanam :
Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
narkotika golongan I, golongan II dan golongan III, dikenakan ketentuan pidana:

70

http://jauhinarkoba.com/pemicu-terjadinya-penyalahgunaan-narkoba/ diakses 30 Juni 2015

Universitas Sumatera Utara

a. Golongan I
Ancaman pidana penjara paling singkat empat tahun dan maksimum pidana
penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling sedikit delapan ratus
juta rupiah dan paling banyak sepuluh miliar rupiah, apabila beratnya
melebihi satu kilogram atau melibihi lima batang pohon (untuk tanaman)
dan melebihi lima gram (bukan tanaman), maka pidana denda maksimum
ditambah sepertiga (Pasal 114 dan 115).
b. Golongan II
Ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan maksimum pidana
penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling sedikit enam ratus juta
rupiah dan paling banyak delapan miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi
lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 119
dan 120).
c. Golongan III
Ancaman dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama
lima belas tahun. Denda paling sedikit enam ratus juta rupiah dan paling
banyak lima miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi lima gram, maka
pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 124 dan 125).
2.

Sebagai Produsen
Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I,
golongan II, dan golongan III, dikenakan dengan pidana :

Universitas Sumatera Utara

a. Golongan I.
Pidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan maksimum
pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Pidana denda paling sedikit
satu miliar rupiah dan paling banyak sepuluh miliar rupiah. Apabila beratnya
melebihi satu kilogram atau melebihi lima batang pohon (dalam bentuk
tanaman) dan melebihi lima gram (dalam bentuk bukan tanaman), maka
pidana dengan maksimum ditambah sepertiga (Pasal 113).
b. Golongan II.
Pidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan maksimum
pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling sedikit delapan
ratus juta rupiah dan paling banyak delapan miliar rupiah. Apabila beratnya
melebihi lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga
(Pasal 118).
c. Golongan III
Pidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama
sepuluh tahun. Pidana denda paling sedikit enam ratus juta rupiah dan
paling banyak lima miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi lima gram,
maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 123).
3. Sebagai Pengguna
Menggunakan narkotika golongan I, golongan II, atau golongan III terhadap orang
lain atau memberikan narkotika golongan I, golongan II, atau golongan III untuk
digunakan orang lain. Diancam dengan pidana :

Universitas Sumatera Utara

a. Golongan I
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan maksimum
pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling sedikit satu
miliar rupiah, dan paling banyak sepuluh miliar rupiah. Apabila
mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, maka pidana denda
maksimum ditambah sepertiga (Pasal 116).
b. Golongan II.
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan
maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Apabila
mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, maka pidana denda
maksimum ditambah sepertiga (Pasal 121).
c. Golongan III.
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama
lima belas tahun. Dengan paling sedikit enam ratus juta rupiah dan paling
banyak lima miliar rupiah. Apabila mengakibatkan orang lain mati atau
cacat permanen, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal
126).
4. Prekusor Narkotika
Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan. Memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan.
Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor narkotika untuk

Universitas Sumatera Utara

pembuatan narkotika. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun
dan paling lama dua puluh tahun. Denda paling banyak lima miliar rupiah (Pasal
129). 71
Seseorang dikatakan penyalahguna narkotika dikatakan di dalam UU No.35
Tahun 2009 bahwa setiap penyalah guna narkotika diatur di dalam:
Pasal 127 ayat 1, 2 dan 3:
1. Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun.
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun.
c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun.
2. Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 1, hakim wajib
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan
Pasal 103
3. Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan
atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah guna tersebut
wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Seseorang dikatakan pengedar apabila memenuhi unsur-unsuratau tindakan
menyalurkan narkotika, menyerahkan narkotika, penjual narkotika, pembeli narkotika
kemudian mengedarkan kembali ke orang lain, membawa narkotika, menyimpan
narkotika, menyediakan narkotika, menguasai narkotika. Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 mengatur tentang menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I seperti ganja diatur dalam Pasal
111.

71

http://www.academia.edu/2951849/Ketentuan_Pidana_Terhadap_Penyalahgunaan_Narkotik
a_Serta_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggulangannya

Universitas Sumatera Utara

Pasal 111 ayat 1 :
1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I
dalam bentuk tanaman dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling
lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling
banyak Rp 8 miliar rupiah.
2. Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, menyimpan,menguasai,atau
menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana
dimaksud dalam ayat(1) beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5
batang pohon ,pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling
lama 20 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 8 miliar rupiah ditambah
1/3
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur tentang memiliki,
menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika bukan tanaman seperti sabu dan
ekstasiPasal 112, Pasal 117 dan Pasal 122.
Pasal 112 ayat 1:
Setiap
orang
yang
tanpa
hak
atau
melawan
hukum
memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika bukan
tanaman dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun
dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar
rupiah
Pasal 117 ayat 1:
Setiap
orang
yang
tanpa
hak
atau
melawan
hukum
memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika golongan II
dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar
rupiah.
Pasal 122 ayat 1:
Setiap
orang
yang
tanpa
hak
dan
melawan
hukum
memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika golongan III
dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 400 juta rupiah dan paling banyak Rp 3 miliar
rupiah

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengatur tentang menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau
menyerahkan diatur dalam Pasal 114, Pasal 119, Pasal 124.
Pasal 114 ayat 1:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi
perantara
dalam
jual
beli,menukar atau menyerahkan narkotika golongan I ,pelaku dipidana
penjara seumur hidup,penjara paling singkat 5 tahun,paling lama 20 tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan paling banyak Rp 10
miliar rupiah.
Pasal 119 ayat2:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi
perantara
dalam
jual
beli,menukar atau menyerahkan narkotika golongan II,pelaku dipidana
penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun,dan pidana denda
paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah.
Pasal 124 ayat 2 :
Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum menawarkan untuk
dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi perantara dalam jual beli atau
menyerahkan narkotika golongan III pelaku dipidana penjara paling singkat
3 tahun dan paling lama 10 tahun,dan pidana denda paling sedikit Rp 600
juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan
diatur dalam Pasal 114, Pasal 119, Pasal 124.
Pasal 114 ayat 2:
Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika
golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat(1) yang dalam bentuk tanaman
beratnya lebih dari 1 kilogram atau 5 batang pohon,atau dalam bentuk bukan

Universitas Sumatera Utara

tanaman beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana mati,penjara seumur
hidup, paling singkat 6 tahun, paling lama 20 tahun dan denda paling banyak
Rp 10 miliar ditambah 1/3
Pasal 119 ayat 2:
Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika
golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram
dipidana mati,penjara seumur hidup,penjara paling singkat 5 tahun,paling
lama 20 tahun, dan denda paling banyak Rp 8 miliar ditambah 1/3
Pasal 124 ayat 2:
Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menyerahkan narkotika
golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram
pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun,
dan denda paling banyak Rp 5 miliar ditambah 1/3
Undang-Undang 39 Tahun 2012 mengatur tentang membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito diatur dalam Pasal 115, Pasal 120, Pasal 125.
Pasal 115 ayat 1:
Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut atau mentransito narkotika golongan I dipidana penjara paling
singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 800
juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah.
Pasal 120 ayat 1:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut atau mentransito narkotika golongan II dipidana penjara paling
singkat 3 tahun,paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600
juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah
Pasal 125 ayat 1:
Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut atau mentransito narkotika golongan III dipidana penjara paling
singkat 2 tahun, paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 400
juta rupiah dan paling banyak Rp 3 miliar rupiah.

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang 39 Tahun 2012 mengatur mengenai membawa, mengirim,
mengangkut atau mentransito narkotika golongan dalam bentuk tanaman lebih dari 1
Kg golongan dalam bentuk tanaman lebih dari 1 kg atau 5 batang pohon atau dalam
bentuk bukan tanaman beratnya lebih dari 5 gram diatur dalam Pasal 115 ayat 2,
Pasal 120 ayat 2, Pasal 125 ayat 2.
Pasal 115 ayat 2:
Dalam hal perbuatan membawa,mengirim,mengangkut,atau menransito
narkotika golongan I sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) beratnya lebih
dari 1 kilogram atau lebih dari 5 batang pohon dan dalam bentuk bukan
tanaman beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara seumur hidup,
penjara paling singkat 5 tahun, paling lama 20 tahun dan pidana denda
paling banyak Rp 8 miliar rupiah ditambah 1/3
Pasal 120 ayat 2:
Dalam hal perbuatan membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito
narkotika golongan II sebagaimana pada ayat (1) beratnya lebih dari 5
gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15
tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar rupiah ditambah 1/3
Pasal 125 ayat 2:
Dalam hal perbuatan membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito
narkotika golongan III sebagimana pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram,
pelaku dipidana penjara paling singkat 3 tahun ,paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak Rp 3 miliar rupiah ditambah 1/3
Undang-Undang 39 Tahun 2012 mengatur tentang menggunakan narkotika
terhadap atau diberikan untuk orang lain diatur dalam Pasal 116 ayat 1, Pasal 121
ayat 1.
Pasal 116 ayat 1:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika
golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk
digunakan orang lain dipidana penjara paling singkat 5 tahun, paling lama 15
tahun, pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan paling banyak rp
10.000.000.000(sepuluh miliar rupiah)

Universitas Sumatera Utara

Pasal 121 ayat 1:
Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika
golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II
untuk digunakan orang lain dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 12 tahun,dan denda Paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling
banyak Rp 8.000.000.000 (delapan miliar rupiah)
Undang-Undang 39 Tahun 2012 mengatur tentang penggunaan narkotika
terhadap atau diberikan untuk orang lain yang mengakibatkan orang lain mati atau
cacat permanen diatur dalam pasal 116 ayat 2.
Pasal 116 ayat 2:
Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian
narkotika golongan I untuk orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat I
mengakibatkan mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen pelaku
dipidana mati atau penjara seumur hidup ,paling singkat 5 tahun,paling lama
20 tahun,denda paling banyak Rp 10 miliar rupiah ditambah 1/3
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Bandar Narkotika yaitu
memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika diatur dalam
pasal 113 ayat 1, 118 ayat 1, Pasal 123 ayat 1
Pasal 113 ayat 1:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I dipidana
penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan paling banyak Rp 10 miliar rupiah.
Pasal 118 ayat 1:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan II dipidana
penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun, dan denda paling
sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah

Universitas Sumatera Utara

Pasal 123 ayat 1:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan III dipidana
penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling
sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah
Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengenai Pemakai dan
Pengedar Narkotika Golongan I:
1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli menukar
atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000
(sepuluh milyar rupiah)
2. Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk
tanaman beratnya melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan
tanaman beratnya 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)
Pasal 117 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengenai Bandar
Narkotika Golongan II:
1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
2. Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan
Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya
melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).

Universitas Sumatera Utara

Batas tampung narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta
Medan sebesar1.024 orang. Tabel I
No

Tindak Pidana

Jumlah

1.

Narkotika

1.624 orang

2.

Korupsi

8 orang

3.

Teroris

2 orang

Sumber dari Bagian Register Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Medan.
Perbandingan tindak pidana kasus narkotika dibandingkan dengan tindak
pidana kasus lainnya sangat jauh jumlahnya. Penyalahgunaan narkotika dewasa ini
telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan sehingga menjadi masalah nasional
maupun internasional yang mendesak. Melihat dari kasus-kasus yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan dapat dinyatakan Indonesia saat ini
bukan hanya merupakan daerah transit tetapi sudah menjadi daerah pemasaran. Hal
ini sangat memprihatinkan sekali karena korban penyalahgunaan narkotika di
Indonesia akhir-akhir ini cenderung meningkat dan mencakup tidak hanya terbatas
pada kelompok masyarakat yang mampu tetapi juga telah merambah ke kalangan
masyarakat yang kurang mampu baik di kota maupun di pedesaan. Kasus-kasus
narkotika saat ini sangat mengejutkan karena korbannya sebagian besar generasi
muda yang masih sangat produktif sehingga ancaman rusaknya generasi penerus
bangsa ada di depan mata.

Universitas Sumatera Utara

C. Prosedur Pembebasan Terhadap Narapidana Penyalahguna Narkotika di
Lembaga Klas I Medan
Pembebasan bersyarat merupakan hak bagi setiap Narapidana hanya saja hak
tersebut tidak mutlak harus dipenuhi, mengingat pemberian pembebasan bersyarat
haruslah dapat mencerminkan rasa keadilan di masyarakat terutama bagi pihak
korban. Seorang Narapidana sebelum diusulkan untuk mendapatkan pembebasan
bersyarat terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan
substantif maupun persyaratan administratif.
Seorang narapidana sebelum diusulkan untuk memperoleh pembebasan bersyarat
haruslah

memenuhi

tahap-tahap

pembinaan

yang

diberikan

di

Rumah

Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan adalah
sebagai berikut :
1. Admisi Orientasi (0-1/3 masa pidana)
Pada tahapan ini Narapidana mulai mengenal lingkungan kehidupan di Rumah
Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan sebagai bagian dan warga masyarakat di
lingkungan tersebut dan wajib melaksanakan program pembinaan seperti olahraga
serta pembinaan keagamaan dan pengawasan dilaksanakan secara security
maximum.
2. Program Pertama (1/3-1/2 masa pidana)
Pada tahap ini Narapidana selain melaksanakan pembinaan keagamaan dan
olahraga, narapinana mulai melaksanakan pembinaan yang bersifat produktif

Universitas Sumatera Utara

seperti

melakukan pekerjaan yang dapat menghasilkan suatu karya

serta

mendapatkan imbalan jasa dan karya tersebut.
3. Program kedua (1/2-2/3 masa pidana)
Pada tahapan ini Narapidana sudah dapat melaksanakan asimilasi. Asimilasi
adalah upaya pembaruan diri seorang Narapidana dengan pihak luar atau
masyarakat.
4. Program ketiga (2/3-selesai masa pidana)
Pada tahapan inilah apabila seorang Narapidana telah melaksanakan tahapantahapan dengan baik, maka Narapidana tersebut dapat diusulkan untuk
memperoleh Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas.
Adapun prosedur awal dalam mengajukan Pembebasan Bersyarat dan Cuti
Menjelang Bebas yaitu :
1. Surat dari Kejaksaan
2. Litmas (Penelitian Kemasyarakatan)
3. Salinan register F
4. Daftar perubahan (daftar yang dicantumkan apabila ada perubahan masa
hukuman bagi Narapidana seperti remisi)
5. Surat pernyataan dari keluarga
6. Surat pernyataan dari kelurahan atau pemerintah setempat
7. Hasil sidang Pengadilan
8. Hasil sidang TPP (tim pengamat pemasyarakatan)
9. Risalah singkat pembinaan Narapidana

Universitas Sumatera Utara

10. Surat keterangan dokter
Secara garis besar Narapidana yang memperoleh pembebasan bersyarat harus
memenuhi syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi, adapun syarat yang dimaksud :
1. Syarat-syarat umum meliputi:
a. Narapidana harus berkelakuan baik
b. Narapidana tersebut harus sehat jasmani dan rohani yang dikuatkan
dengansurat keterangan dokter
2. Syarat-syarat khusus meliputi :
Telah menjalani dua per tiga dari masa pidananya atau sekurang-kurangnya 9
(sembilan) bulan.
Pasal 7
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang harus dipenuhi
oleh Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan adalah:
a. kutipan putusan hakim (ekstrak vonis)
b. laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing
Kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan Narapidana dan
Anak Didik Pemasyarakatan yang dibuat oleh Wali Pemasyarakatan
c. surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian
Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan
yang bersangkutan
d. salinan register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang
dilakukan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan selama menjalani
masa pidana) dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN
e. salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi,
dan lain-lain dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN
f. surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana dan
Anak Didik Pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi
Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat
serendah-rendahnya lurah atau kepala desa
g. bagi Narapidana atau Anak Pidana warga negara asing diperlukan syarat
tambahan:

Universitas Sumatera Utara

1. surat jaminan dari Kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing yang
bersangkutan bahwa Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan tidak
melarikan diri atau mentaati Pembebasan Bersyarat.
2. surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai status
keimigrasian yang bersangkutan.
Pasal 8
Perhitungan menjalani masa pidana dilakukan sebagai berikut:
a. sejak ditahan
b. apabila masa penahanan terputus, perhitungan penetapan lamanya masa
menjalani pidana dihitung sejak penahanan terakhir
c. apabila ada penahanan rumah dan/atau penahanan kota, maka masa
penahanan tersebut dihitung sesuai ketentuan yang berlaku
d. perhitungan 1/3, 1/2 atau 2/3 masa pidana adalah 1/3, 1/2, atau 2/3 kali (masa
pidana dikurangi remisi) dan dihitung sejak ditahan.
Pasal 9
1) Pembebasan Bersyarat, tidak diberikan kepada:
a. Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan yang kemungkinan akan
terancam jiwanya atau
b. Narapidana yang sedang menjalani pidana penjara seumur hidup.
2) Warga negara asing yang diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat nama yang bersangkutan dimasukkan
dalam Daftar Pencegahan dan Penangkalan pada Direktorat Jenderal Imigrasi.
3) Narapidana warga negara asing yang akan dimasukkan dalam Daftar
Pencegahan dan pencekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Keputusan Menteri
Setelah semua prosedur telah dilalui maka apabila Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia menyetujui usulan pembebasan bersyarat tersebut, keputusan
mengenai pembebasan bersyarat dibuat oleh Direktur Jendral Pemasyarakatan. Surat
keputusan tersebut selanjutnya dikirim kepada Kepala Kejaksaan Negeri tempat
Narapidana menjalani pembebasan bersyarat. Tembusan surat keputusan itu
selanjutnya dikirimkan kepada :
1. Kepala kantor wilayah Kementrian Hukum dan Hak asasi Manusia (Kakanwil)

Universitas Sumatera Utara

2. Kepala Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
3. Walikota/Bupati

dimana

Narapidana

menjalani

pembebasan

bersyarat.

Narapidana yang memperoleh izin untuk menjalani pembebasan bersyarat harus
menjalani masa percobaan yang ditetapkan baginya dan harus mentaati syaratsyarat yang telah ditentukan. Pelanggaran terhadap syarat-syarat tersebut dapat
mengakibatkan dicabutnya izin untuk menjalani pembebasan bersyarat. Hal ini
sesuai dengan bunyi ketentuan yang ada dalam pasal 15b KUHP bahwa :
1) Jika orang yang diberikan pelepasan bersyarat selama masa percobaan
melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat
pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras
bahwa hal-hal diatas dilakukan, maka mentri kehakiman dapat
menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.
2) Waktu selama terpidana dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi,
tidak termasuk waktu pidananya.
3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak dapat
dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat, terpidana
dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa percobaan, dan tuntutan
berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat
masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan bersyarat masih dapat dicabut
dalam waktu tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan
pertimbangan bahwa terpidana melakukan tindak pidana selama masa
percobaan.
Terpidana melanggar perjanjian atau syarat-syarat yang telah ditentukan,
maka sambil menunggu keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, jaksa
dapat melakukan penahanan terhadapnya selama 60 (enam puluh) hari. Jika waktu
telah lewat dan belum keluar keputusan tersebut maka terpidana harus dikeluarkan
dari tahan.
Pelaksanakan sistem pemasyarakatan yang dapat menciptakan warga binaan
Pemasyarakatan kembali pada fitrahnya sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha

Universitas Sumatera Utara

Esa, hidup dan berkembang serta berinteraksi secara positif dan wajar di tengahtengah masyarakat berdasarkan UUP yang telah mengatur beberapa hak dari Warga
Binaan Pemasyarakatan di Indonesia.
Pembebasan bersyarat, tidak semua warga binaan Pemasyarakatan diberikan
pembebasan bersyarat (Anak Sipil 72 tidak diberikan Pembebasan Bersyarat),
Pembebasan Bersyarat diberikan kepada narapidana 73, anak pidana 74, dan Anak
Negara. 75 Kepada Anak Sipil tidak diberikan Pembebasan Bersyarat dikarenakan
Anak Sipil tersebut keberadaannya di Lembaga Pemasyarakatan atau Lembaga
Pemasyarakatan Anak maupun di Balai Pemasyarakatan bukan untuk menjalani
hukuman, melainkan hanya semata-mata menjalani pembinaan anak sebagaimana
diatur dalam UUP agar Anak Sipil tersebut dapat melakukan perbuatan yang positif
di tengah-tengah masyarakat.
a.

Ketentuan tentang Pembebasan Bersyarat secara umum diatur dalam Pasal 15
dan Pasal 16 KUHP, Pembebasan Bersyarat hanya dapat diberikan dengan
beberapa syarat, antara lain 76hanya diberikan kepada mereka yang dihukum
penjara dan bukan hukuman kurungan.

b.

2/3 (dua per tiga) atau sedikit-dikitnya hukuman telah dijalani selama 9
(sembilan) bulan

72

Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
74
Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
75
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
76
R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal (Bogor: Politeia, 1996), hal.44
73

Universitas Sumatera Utara

c.

pembebasan dilakukan dengan perjanjian

d.

bilamana narapidana yang menjaani pembebasan bersyarat melanggar perjanjian
yang telah dibuatnya, maka kepadanya ditarik kembali ke dalam penjara untuk
menyelesaikan masa hukumannya, dan masa pembebasan bersyarat yang telah
dijalani tidak dihitung menjalani hukuman.
Pengaturan tentang Pembebasan Bersyarat sebagai hak dari warga binaan

pemasyarakatan berdasarkan UUP hanya diatur dalam 1 (satu) Pasal dan ayat saja
yaitu Pasal 14 ayat (1) huruf K yang menyatakan bahwa, “Narapidana berhak
mendapatkan Pembebasan Bersyarat”. Pengaturan lebih lanjut, maka pelaksanaannya
diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 1999 Tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (selanjutnya
disebut PP No.32 Tahun 1999) yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No.28 Tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (selanjutnya disebut PP No.28
Tahun 2006) kemudian perubahan kedua Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun
2012.
Pasal 15 ayat (1) KUHP mengatakan bahwa “jika terpidana telah menjalani
dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, yang sekurangkurangnya harus sembilan bulan, maka kepadanya dapat diberikan Pembebasan

Universitas Sumatera Utara

Bersyarat.Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu
dianggap sebagai satu pidana”. 77
Pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) penyalahgunaan narkotika sering dipandang masyarakat sebagai suatu hal
yang bertentangan dengan tujuan pemerintah untuk memberantas dan memberikan
efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika.Hal ini sesuai dengan maraknya
peredaran narkoba ditengah masyarakat.Penyalahgunaan narkoba berkaitan erat
dengan peredaran gelap sebagai bagian dari dunia tindak pidana internasional. Mafia
perdagangan gelap memasok narkoba agar orang memiliki ketergantungan sehingga
jumlah supply meningkat. Terjalinnya hubungan antara pengedar/bandar dengan
korban membuat korban sulit melepaskan diri dari pengedar/bandar, bahkan tidak
jarang korban juga terlibat peredaran gelap karena meningkatnya kebutuhan dan
ketergantungan mereka akan narkoba. 78
Syarat-syarat pemberian izin Pembebasan Bersyarat terhadap narapidana
narkotika berbeda dengan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) pada umumnya, ini
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 dan juga Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengharuskan Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP)

tersebut

telah

mendapat

pertimbangan

dari

Direktur

Jendral

77

Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan
Keluarganya, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006)Hal.1.
78

Universitas Sumatera Utara

Pemasyarakatan. 79Pertimbangan

yang

dimaksud

ialah

Direktur

Jenderal

Pemasyarakatan wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan
rasa keadilan masyarakat.
PP No 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan di antaranya mengatur mengenai pembebasan bersyarat,
yaitu:
Pasal 43
1) Setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan kecuali anak sipil berhak
mendapatkan pembebasan bersyarat.
2) Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diberikan
dengan syarat:
a. telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga) dengan
ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9
(Sembilan) bulan.
b. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9
(Sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum 2/3 (dua per tiga) masa
pidana.
c. telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan
bersemangat
d. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana
3) Pembebasan bersyarat bagi anak Negara diberikan setelah menjalani
pembinaan paling sedikit 1 (satu) tahun.
4) Pemberian Pembebasan bersyarat ditetapkan dengan Keputusan Menteri
5) Pembebasan

bersyarat

pemasyarakatan

dicabut

melanggar

jika

narapidana

persyaratan

atau

Pembebasan

anak

didik

Bersyarat

sebagaimana dimaksud pada ayat 2

79

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006

Universitas Sumatera Utara

6) Ketentuan mengenai pencabutan Pembebasan Bersyarat sebagaimana
dimaksud pada ayat 5 diatur dalam Peraturan Menteri.
Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 43A dan pasal
43B yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43A
1) Pemberian Pembebasan Bersyarat untuk narapidana yang dipidana karena
melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika,
psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan
hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi
lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pasal 43
ayat 2 juga harus memenuhi persyaratan:
a. bersedia bekerja sama